Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG [Season 1 & 2] - Slavery Game

Tim siapakah anda?

  • Lia

    Votes: 68 21,1%
  • Indah

    Votes: 41 12,7%
  • Vera

    Votes: 20 6,2%
  • Yolanda

    Votes: 60 18,6%
  • Azizah

    Votes: 125 38,7%
  • Natsu

    Votes: 9 2,8%

  • Total voters
    323
SG 32 - Never Ending Stimulus (1)



POV Vera

Vera berlari ke rumahnya dengan tergesa-gesa. Ia merasa urat malunya seperti akan putus. Apa yang Vera takutkan terjadi, tanpa bisa ia cegah akhirnya dialaminya lagi tadi.

Vera yang tadinya sudah merasa nyaman dan rileks sambil mengobrol dalam suasana yang menyenangkan dengan kedua sahabat barunya, akhirnya berubah menjadi sebuah mimpi buruk bagi Vera.

Ia sendiri tidak tahu kenapa tubuhnya menjadi seperti ini. Berawal dari keterkejutannya ketika pahanya tiba-tiba dipaksa membuka dengan sendirinya lalu diiringi dengan tubuhnya yang mendadak jadi sangat sensitif. Lalu Vera merasa ada bibir dan lidah yang menari-nari di vaginanya.

Vera berusaha berdiri untuk langsung berlari ke kamar mandi namun tidak bisa. Pantatnya ia rasakan seolah terpaku di kursi dan tidak bisa digerakkan.

Untungnya kondisinya yang seperti itu hanya berlangsung sebentar. Ia pun segera meminta izin ke Lia untuk menggunakan toilet.

Ketika di dalam toilet, Vera mengira semuanya sudah berakhir, karena dirasakanya sentuhan bibir dan lidah yang tadi menjamah daerah kewanitaannya itu sudah menghilang. Tinggal tubuhnya saja yang dirasanya masih sensitif dan panas.

Namun ternyata ia sangat keliru. Tak berapa lama kemudian sensasi-sensasi yang sangat tidak diharapkannya itu kembali menyerangnya. Dan kali ini, sensasi itu dirasakan Vera semakin menjadi-jadi.

Payudaranya seperti sedang diremas dan diulen dengan bernafsu oleh tangan yang tidak Vera ketahui dari mana asalnya.

Lalu disusul dengan sapuan-sapuan lidah di lipatan vaginanya. Diperlakukan seperti itu sontak membuat lututnya lemas.

Vera terduduk di dudukan toilet yang tertutup dan berusaha sekuat tenaga untuk menahan suara desahannya agar tidak keluar.

Pahanya kembali dipaksa untuk membuka lebar. Lalu tanpa bisa ia cegah, sebuah benda yang panjang dan keras mulai menerobos celah vaginanya.

Vera berusaha untuk menutup vaginanya yang terpampang, karena pahanya yang terbuka lebar, dengan kedua tangannya. Ia berharap dengan seperti itu bisa mencegah benda itu untuk memasuki liang surgawinya.

Namun tidak bisa dan tetap saja benda itu dirasakannya masuk semakin dalam hingga hampir menyentuh dinding rahimnya.

Lalu Vera merasakan benda itu mulai bergetar dan meliuk-liuk di dalam vaginanya. Sontak Vera langsung mendesah keras.

Menyadari suaranya yang mungkin terdengar sampai luar, Vera menutup mulutnya dengan tangannya. Ia takut suara desahan yang tidak bisa ia tahan, akan terdengar oleh Lia dan Reza.

Sambil menggigit punggung tangannya, Vera berusaha keras bertahan dari rangsangan yang diberikan dari benda bergetar itu di saraf-saraf sensitif vaginanya.

Payudaranya pun dirasakannya masih diremas dengan bernafsu. Puting susunya yang berwarna pink kecoklatan itu pun terkadang disentil dan dipilin.

Sebagai wanita normal, dirangsang seperti itu membuat Vera tidak tahan melawan desir-desir birahi yang kini sudah bergolak di tubuhnya.

Namun ia masih berusaha sekuatnya mencegah supaya suara desahannya tidak keluar dari mulutnya.

Namun tiba-tiba, seperti ada tangan yang mencengkram kedua pergelangan tangannya dan memaksa tangannya untuk turun dan memegang pinggiran dudukan toilet. Vera mencoba untuk melawan tapi sia-sia. Tangannya dirasakannya seperti terkunci.

Lalu tanpa bisa diduganya, sebuah benda yang hampir sama dengan benda yang bergetar di vaginanya itu, kini mulai mencoba menerobos lubang duburnya.

Vera panik, kepalanya menggeleng tanda ia tidak setuju dengan perlakuan benda itu. Batinnya memelas agar semua ini berhenti. Namun tetap saja, senti demi senti benda itu memasuki lubang duburnya yang sempit.

Sontak Vera mendesah keras, kepalanya terdongak keatas dan mulutnya membentuk huruf ‘O’.

Lalu tiba-tiba Vera mendengar pintu toilet yang diketuk disusul dengan suara Lia yang terdengar khawatir. Vera berharap aksi kedua benda yang memasuki kedua lubangnya itu akan berhenti.

Namun ternyata benda-benda itu malah bergetar semakin kencang.

Sekuat tenaga Vera bertahan lalu menjawab suara Lia dari balik pintu walaupun dengan terbata-bata sambil diiringi desahan-desahan kecilnya.

Dan untungnya Vera berhasil menjawab Lia untuk menenangkan kekhawatirannya. Terbukti setelah itu suara Lia tidak terdengar lagi dari balik pintu.

Kedua benda itu masih mengaduk-aduk di vagina dan duburnya. Vera sudah tidak kuat. Akhirnya ia hanya bisa pasrah dan menunggu klimaks yang sedang tidak diinginkannya itu segera datang. Lalu semua ini akan berakhir.

Namun lagi-lagi harapannya harus pupus. Rangsangan-rangsangan akibat sensasi yang sedang menggerayangi tubuhnya itu masih terasa sangat intens dan sangat nikmat.

Birahinya semakin memuncak. Biasanya ketika dalam kondisi normal, ketika Vera sudah berada di titik puncak kenikmatan ini, orgasmenya akan segera terjadi.

Namun lama Vera menunggu dan menunggu, klimaks yang saat ini sangat diharapkannya itu tak kunjung datang.

Padahal tubuhnya sudah dirasakannya sangat terangsang, panas dan siap untuk meledak. Akan tetapi semakin Vera mendekati puncak, semakin orgasme itu menjauh darinya.

Vera menjadi semakin kalut dan gelisah. Dengan tidak sabar ia berusaha meliuk-liukkan tubuhnya agar titik-titik sensitifnya lebih terstimulasi sehingga ia bisa mencapai orgasmenya. Lalu tiba-tiba..

ZNGG

Sensasi di tubuhnya yang dari tadi menyerang tubuhnya mendadak hilang tak berbekas. Kedua benda yang tadi berputar-putar di kedua lubangnya, seolah menghilang begitu saja.

Padahal saat ini Vera malah mengharapkan sensasi-sensasi itu lebih intens merangsang tubuhnya yang sedang haus kenikmatan.

Vera panik. Kedua pahanya dan tangannya kini sudah dapat digerakkan. Dengan bernafsu Vera memasukkan 1 tangannya ke balik CD nya dan membelai vaginanya.

Namun kenikmatan yang didapatnya dari sensasi sentuhan yang menjamahnya tadi tidak bisa diperolehnya dengan tangannya sendiri.

Tak putus asa, Vera lalu memasukkan jarinya ke liang cintanya dan menggerakkannya dengan gerakan yang lembut. Tangan Vera yang lain meremas sebelah gunung kembarnya.

Namun beberapa saat kemudian Vera berhenti. Kedua tangannya terkulai lemah di samping tubuhnya. Vera tetap tidak berhasil meraih orgasmenya.

Vera merasa getaran-getaran aneh tapi nikmat yang ditimbulkan oleh sentuhan tangan dan benda-benda itu, tidak bisa ia wujudkan dengan tangannya sendiri.

Nafasnya masih terasa memburu, nafsunya masih sangat tinggi. Lalu dia teringat sosok laki-laki yang berada dibalik pintu toilet itu.

Andai saja tidak ada Lia, Vera pasti sudah langsung menerkam laki-laki itu dan mengajaknya bercinta dengan liar.

Akan tetapi Vera tahu dia tidak mungkin bisa melakukannya saat ini. Lia sudah terlalu baik kepadanya dan Vera tidak mau merusak hubungan Lia dan suaminya.

Masih dalam keadaan dirinya yang frustasi akibat orgasme yang gagal diraihnya, Vera keluar dari toilet dan segera berpamitan dengan Lia dan Reza.

Vera takut dirinya lepas kontrol sehingga ia bisa saja melakukan perbuatan yang akan disesalinya nanti.

..

Sesampainya di rumah, Vera langsung menuju ke kamarnya. Lalu ia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil menatap langit-langit. Nafsunya dirasakan Vera masih belum turun. Ia masih ingin dijamah dan disetubuhi.

Lalu dia berdiri dan mengambil sebuah dildo dari dalam lemari yang dulu pernah dibeli suaminya untuk ‘mengerjai’ dirinya.

Setelah melepas CD-nya, dengan perlahan Vera memasukkan dildo itu ke dalam vaginanya lalu menyalakannya.

Matanya terpejam mencoba meresapi kenikmatan dari benda yang saat ini bergetar di dalam lubang kenikmatannya itu.

Namun tak lama kemudian Vera berhenti. Dicabutnya dildo itu dari vaginanya lalu melemparkannya begitu saja.

Lagi-lagi Vera gagal mewujudkan sensasi nikmat yang tadi dialaminya ketika di toilet rumah Lia. Mau tak mau, Vera menjadi frustasi.

Dalam frustasinya itu Vera tak kuasa lagi menahan lagi air matanya. Ia menangis sejadi-jadinya.

Vera tidak habis pikir dengan kondisi tubuhnya dan kenapa semua ini bisa terjadi padanya. Vera merasa dirinya seolah sedang dikutuk dan dihukum atas suatu kesalahan yang diperbuatnya, namun Vera tidak tahu salahnya apa.

Lalu dengan kondisi tubuhnya yang masih sangat sensitif dan mentalnya yang sedang tidak stabil itu, Vera melakukan hal yang semestinya tidak mungkin dilakukannya dalam kondisi normal. Ia meraih HP- nya dan menelpon Bramono..

TUUT TUUT KLEK

Terdengar suara panggilan telponnya terjawab.

“Halo mas..”, sapa Vera lemah.

“Ya halo. Kenapa tau-tau kau menelponku lonte? Aku sudah bilang malam ini aku tidak pulang. Trus bagaimana dengan tugas yang kusuruh? Sudah kau bereskan?”, tanya Bramono tanpa ada ramah-ramahnya.

“Sudah mas. Tapi mereka tidak bisa lusa. Mereka bisanya malam minggu ini”, jawab Vera.

“Ooh good good hahaha.. Ya malam minggu ini juga OK.. bagus sekali Vera, kamu menjalankan tugasmu dengan baik. Kapan-kapan aku akan membelikanmu tas hermes yang baru. Kamu pilih pilih saja yang mana kamu suka”, suara Bramono terdengar begitu bahagia.

“Boleh Vera minta sesuatu yang lain mas?”, tanya Vera memelas.

“Hahh.. Udah berani nawar-nawar kau sekarang. Ok karena kamu sudah berhasil menjalankan tugasmu, kali ini aku dengarkan. Apa maumu?”

“Mas lagi dimana? Bisakah mas pulang ke rumah malam ini? Aku kangen sama mas..”, pinta Vera sedikit berbohong.

“Hah abis kesambet jin mana kamu? Apa jangan-jangan setelah kamu ketemu laki-laki itu kamu jadi horni dan kegatelan? Biasanya juga kalau bercinta denganku kamu cuma bereaksi kayak orang-orangan sawah. Gak ah aku gak mau.. Kau panggil saja itu satpam perumahan untuk memuaskan dirimu malam ini. Atau lebih baik lagi, kamu panggil saja laki-laki itu kerumah lalu kalian ngewe sepuasnya. Hhahahah..tenang aja aku gak akan marah.. hahaha”

“Mas.. pleasee.. Aku bener-bener kangen sama mas. Aku hanya iri dengan keharmonisan mereka dan sungguh berharap kita bisa juga seperti itu. Pleasee.. setubuhi aku malam ini, aku mau mas mencumbuku malam ini.. Puaskan aku mas..”, pinta Vera berusaha setulusnya.

“AHAHAH… Ternyata tau-tau kau merindukan kontol besarku ini. Memekmu pasti sudah sangat gatal mendambakan rudalku ini. Akhirnya ketagihan juga kan kamu”

“Iya mass..”, Vera hanya bisa menjawab lirih

“Hah baiklah. Aku memang suami yang baik yang bisa memenuhi kebutuhan istrinya. 2 jam lagi aku sampe rumah. Awas saja kalau kamu sampe ketiduran”

“Vera akan menunggumu mas..”, jawabnya lalu ia mendengar suara panggilan telpon yang diputus.

Vera menghela nafas panjang. Vera sebenarnya mau muntah mendengar perkataan Bramono itu. Tapi ia menahan diri sekuatnya.

Vera sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Nafsunya sudah sangat tinggi dan harus segera dipuaskan. Tidak mungkin Vera mengajak laki-laki asing yang tak dikenal menjamah tubuhnya. Harga diri wanitanya tidak mengizinkan hal itu.

Andai saja laki-laki asing itu adalah…

Andai saja…




…..

…..

…..
 
Terakhir diubah:
SG 33 - Never Ending Stimulus (2)



POV Vera

Kamis pagi, 2 hari kemudian..

Vera membuka matanya yang sembap dan sedikit bengkak tanda ia habis menangis dan juga karena ia kurang tidur.

Sudah 2 hari ini setiap beberapa saat sekali, dirinya selalu diganggu oleh sensasi-sensasi sentuhan yang menyerangnya secara bertubi-tubi.

Vera merasa birahinya seolah terombang-ambing naik turun dipermainkan oleh sosok yang dengan seenaknya menjamah tubuhnya.

Sosok itu kian lama semakin berani dan semakin brutal mengeksplorasi tiap titik sensitif di tubuh Vera, sehingga membuatnya tak kuasa menahan respon alami yang muncul dari dalam dirinya.

Sekuat apapun seorang wanita, apabila ia terus menerus dirangsang sedemikian rupa secara intens oleh sosok yang tak kasat mata, yang dengan lihai bisa menemukan dan membangkitkan gairah sexual titik-titik saraf sensualnya, pasti lama kelamaan wanita tersebut akan menyerah juga.

Begitu pula yang terjadi pada Vera. Pada waktu-waktu yang tidak tentu dan tanpa bisa diduga olehnya, sosok itu dengan seketika bisa sekonyong-konyong muncul lalu mulai bergerilya menjamah dan melecehkan tubuhnya.

Vera tidak mampu menahan birahinya yang selalu pasti bisa dibangkitkan oleh kenikmatan dan rasa geli yang diberikan akibat sentuhan-sentuhan nakal sosok itu.

Tadi malam Vera juga mengalami perlakuan yang sama dari sosok itu, bahkan lebih parah.

Vaginanya ditembus oleh sesuatu yang besar dan berurat yang diyakini Vera adalah penis sosok itu. Tiap sodokan dan gesekan penis besar itu di dalam liang surgawinya, membuat Vera merasakan kenikmatan dan getaran-getaran yang memabukkan kesadarannya.

Titik-titik tersensitif di dinding vaginanya dirasakannya seperti dirangsang dengan maksimal dan melambungkan libidonya ke puncak tertinggi.

Dan yang lebih parahnya lagi, sosok itu sepertinya hanya memberinya sebuah kenikmatan semu dan hanya menyiksanya dengan harapan-harapan kenikmatan tanpa akhir.

Tubuhnya yang seketika bisa berubah menjadi sangat sensitif, lalu kedatangan sosok itu yang secara tiba-tiba tanpa bisa ia cegah, melambungkan libidonya sampai hampir ke puncaknya kemudian dengan seketika pula menghilang tanpa bekas.

Meninggalkan Vera yang sedang haus dahaga birahi dan mengharapkan orgasmenya yang tak kunjung bisa ia raih.

Vera sudah berusaha dengan berbagai cara untuk menuntaskan dahaganya itu. Namun tetap saja anehnya, ia tak mampu mencapai klimaks yang sekarang sangat didamba-dambakannya itu.

Segala macam upaya bermasturbasi sudah dilakukannya. Bahkan malam kemarinnya lagi, Vera dengan terpaksa mengajak bercinta suami yang dibencinya itu dan bertingkah sebinal mungkin ia bisa, agar tubuh sensitifnya itu bisa terpuaskan dan memperoleh klimaksnya.

Namun gelombang orgasme yang dinanti-nantikannya tak juga kunjung datang.

Vera merasakan dirinya saat ini sudah berada di ambang batas kegilaan. Mentalnya dirasanya sudah ada di ujung tanduk dan sewaktu-waktu bisa runtuh hingga akhirnya jiwanya akan hampa tanpa emosi. Vera sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa.

Dan pagi ini, dimana tubuhnya masih dalam kondisi normal dan sensasi-sensasi itu sedang tidak menyerangnya, Vera akhirnya bisa berfikir sedikit jernih.

Vera benar-benar tidak mengerti kenapa tubuhnya bisa seperti ini, kenapa ia harus mengalami kejadian seperti ini dan kenapa sosok itu seperti sedang menghukumnya atas suatu kesalahan yang Vera perbuat.

Tapi apa?

Vera merasa ia tidak pernah menyakiti orang lain. Vera juga jarang berinteraksi dengan orang lain, jadi dia merasa tidak punya musuh yang mendendam kepadanya.

Apakah ini ulah suami gila nya itu yang memang suka menyiksa dirinya?

Sepertinya bukan.. Karena waktu Vera mengajaknya bercinta 2 malam lalu, Bramono tidak mengatakan apa-apa padanya.

Vera tadinya mengira ini adalah ulah Bramono yang mungkin kesal melihat Vera yang selalu pasif ketika bercinta dengannya.

Namun malam itu, Vera sudah berusaha bertingkah sebinal mungkin dan berpura-pura menikmati cumbuan-cumbuan Bramono. Dan tetap saja, Vera tidak bisa meraih orgasmenya.

Lalu siapa?

Siapa yang tega menyiksanya seperti ini?

Apa salahnya sehingga membuatnya menjadi hampir gila?.

Vera merasa tidak pernah melakukan sebuah kesalahan. Vera mencoba mengingat-ingat dan mengevaluasi diri dari kesalahan yang mungkin pernah dibuatnya.

Tapi Vera tidak tahu dan tidak merasa sudah berbuat salah dengan orang lain.

Satu kesalahan yang mungkin membuatnya merasa bersalah adalah ketika Vera membawa pesan Bramono untuk mengundang tetangga barunya itu makan malam di….

DEGG

Ehh?? Tidak mungkin…

Vera menutup mulutnya yang membuka lebar. Matanya sedikit terbelalak.

Jangan-jangan…

Tapi itu tidak mungkin...

Pikiran Vera berusaha menyangkal pemikirannya yang tidak masuk akal itu. Tapi semakin dipikirkannya, semakin ia merasa ini semakin masuk akal.

Tapi kenapa?? Bagaimana caranya??

Lalu Vera teringat tatapan dingin pria itu. Tatapan yang sama yang pernah dilihatnya dulu pertama kali ketika lelaki itu dan istrinya masih belum menempati rumah itu.

Saat itu Vera berada di dalam mobil dan melihat laki-laki itu menatap tajam suaminya dengan tatapan yang lebih dingin dari tatapan yang dirasakan Vera.

Bahkan Vera melihat di mata pria itu seperti ada dendam yang membara dan sewaktu-waktu siap untuk meledak. Namun Vera melupakan hal ini karena setelah mengenal pria itu, Vera baru menyadari bahwa pria itu sebenarnya sangat sopan, baik dan ramah.

Satu hal yang membuat Vera terkesan dengan laki-laki itu adalah matanya yang sangat berkharisma. Tatapannya tajam seolah merasuk dan menyelidiki jiwa seseorang yang dilihatnya.

Namun bagi Vera, tatapannya itu juga memberikan sebuah kenyamanan dan ketenangan batinnya yang akhir-akhir ini sedang kacau karena beban masalah yang sedang dihadapinya.

Apa dia sebenarnya punya dendam kepada suaminya?

Apa dia tahu watak suaminya sebenarnya sehingga ketika Vera mengundang lelaki itu dan istrinya untuk makan malam, ia tahu rencana licik Bramono padanya dan istrinya?

“Ohhhh.. ”, Vera semakin terhenyak dengan pemikirannya yang aneh itu. Tapi semakin Vera memikirkannya, semakin ia yakin dengan kenyataan yang tidak masuk akal ini.

“Ohhh mas Rezaa.. Maafin Vera… hiks hiks”, Vera tak kuasa lagi menahan tangisnya. Vera akhirnya menyadari kesalahan yang dibuatnya.

Vera tidak tahu dan tidak peduli lagi dengan bagaimana caranya Reza bisa membuatnya seperti ini.

Yang jelas saat ini dia yakin dengan motif dan alasan kenapa dirinya dipermainkan dan tersiksa oleh siksaan batin dan biologisnya.

Vera menangis sejadi-jadinya sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia merasa sangat menyesal dengan tindakannya yang sudah membantu suaminya untuk menjebak pasangan suami istri yang sudah sangat baik dan ramah terhadapnya, bahkan Vera merasa Lia sudah menganggapnya sebagai seorang sahabat.

“Huuu..hiks..hiks”, tangisan Vera menjadi semakin kencang. Beberapa saat kemudian suara tangisan Vera terhenti lalu ia membuka tangannya. Matanya yang terpejam akibat tangisannya tadi kini juga perlahan terbuka.

Walaupun masih dengan berkaca-kaca, namun pandangannya kini perlahan tampak semakin jernih.

Ada secercah sinar harapan yang terpancar dari matanya yang masih tertutup oleh sisa-sisa air matanya. Harapan atas solusi dari beban berat yang ditanggungnya.

Sebuah harapan yang sudah lama ditunggunya dari seseorang yang bisa membantunya untuk memenuhi permintaan terakhir kedua orang tuanya sebelum mereka meninggal dunia.

Dengan tergesa, Vera mengambil HP-nya dan mengirimkan pesan kepada laki-laki itu..

Vera : mass..

Reza : Hi ver gmn kbrnya? Udah baikan blm? Dr kmrin Lia uda hub km tp ga bs2..

Vera : Iya maaf mas. Kmrn Vera ga ada buka2 HP. Vera uda mendingan skr.

Reza : oh syukurlah kl ud baikan. Kok skr masi manggil mas sih, panggil nama aj kali santai..

Vera : Gpp mas. Vera lbh nyaman manggil mas kyk gini. Kalo bole Vera manggil mas sprti ini aja..

Reza : ya ud terserah kamu aja enaknya gmn. Ada apa Ver?

Vera : mas lg ada waktu? Vera mau ngobrol.. mas bisa ke rmh?

Reza lama tidak membalas chatnya. Vera mulai jadi sedikit panik. Karena gelisah, ia mengirimkan pesan lagi.

Kali ini Reza membalasnya..

Vera : mas Reza??

Reza : Km aja yg kesini. Sebentar lg Lia mau keluar.

Vera : baiklah mas..

..



##

POV Reza

“Hmm.. Apa yang diinginkan wanita itu?”, pikirku menganalisa perubahan sikap Vera. Lalu dengan sekejap aku mengaktifkan perintah ring dan melihat status Vera.

..

[ Loyalty : 36 ]

[ Lust : 39 ]

[ Thought : feel guilty, resigned, hopeful ]

[ Status : Slave Target (on progress) ]

[ Mindbreak : 6 ]

[ Sensitivity : - 0 + ]


..

“Ehh.. Apa akhirnya dia curiga dan sadar sosok yang mengerjainya itu adalah aku? Dan dia sudah menyerah secepat ini?”, lanjutku ketika melihat statusnya.

“Tapi kenapa nilai loyaltynya tiba-tiba melonjak naik? Dan hopeful? Apa yang dia harapkan? Berharap aku memaafkannya?”

“Hahh.. Meminta maaf juga percuma, budakku. Hukuman yang kuberikan padamu sudah pantas kau terima. Jalani dan nikmati saja ‘stick’-mu. Tapi tenang saja, sesekali aku akan memberikanmu sepotong ‘carrot’. Aku tidak mau membuat nilai mindbreak-mu terlalu tinggi dan tiba-tiba kamu jadi gila. Aku masih membutuhkan peranmu dalam rencanaku”

“Walaupun kamu tahu akulah orang yang sedang menghukummu saat ini, itu tidak menjadi masalah buatku. Tidak ada yang bisa kamu lakukan kecuali untuk tunduk sepenuhnya dan menyerahkan jiwa dan ragamu untukku, mastermu. Jadilah budak yang baik, dan aku akan membiarkanmu menikmati ‘carrot’ besar mastermu ini..hehehe”.





…..

…..

…..
 
Terakhir diubah:
SG 34 - A Bitter Truth and A Sweet Hope



2 Jam kemudian..

Aku mengajak Vera masuk ke dalam rumah dan memandunya menuju ruang keluarga.

Hanya ada aku sendirian di rumah ini. Hari ini hari kamis, dan sudah menjadi jadwal rutin mertuaku, bapaknya Lia, untuk medical checkup.

Tadinya Lia berusaha membujukku untuk ikut mengantarkan bapak, tapi aku bersikeras tidak mau dengan alasan ada pekerjaan kantor yang harus kuselesaikan. Dan sebenarnya Lia juga tahu itu cuma sekedar alasanku.

Lia tahu aku masih kecewa dengan bapak karena sampai dengan detik ini pun bapak tidak mau berkunjung ke rumah kami.

Aku merasa keputusan dan keras kepalanya mertuaku itu membuat harga diriku sebagai seorang laki-laki serasa tidak dihormati olehnya.

Aku heran dengan apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Apakah dia masih kecewa dengan pilihan Lia yang memilihku menjadi suaminya ketimbang anak temannya itu, yang memang dulu jauh lebih mapan dariku?

Padahal saat ini aku sudah membuktikan kepadanya bahwa aku juga sanggup membahagiakan anak perempuannya.

Atau karena aku tidak mampu memberinya seorang cucu?

Ntahlah.. Tapi kalau memang itu yang membuatnya masih kecewa denganku, maka itu adalah kekecewaan dari pemikiran yang dangkal dan remeh kekanak-kanakan.

Yang jelas aku sudah menunjukkan kepadanya bahwa aku sangat mencintai Lia dan berusaha sekuat tenagaku untuk membahagiakan putri sulungnya itu.

Tapi untunglah aku tidak jadi ikut dengan Lia. Saat ini ada urusan yang lebih penting buatku yang harus kuprioritaskan.

Gagal atau berhasilnya rencanaku, tergantung pada wanita cantik yang sedang berjalan mengikutiku ini.

Sesampainya di ruang keluarga, aku mempersilahkan Vera untuk duduk di sofa di depanku.

Namun sepertinya Vera tidak berniat untuk duduk. Vera hanya diam berdiri sambil menatap lantai. Terlihat jelas olehku kegugupan yang sedang dirasakannya dari jari tangannya yang sedang meremas dress yang dipakainya.

Kali ini Vera terlihat berdandan lebih cantik dibanding waktu dia makan malam di rumahku.

Bisa kulihat dari effortnya yang menata cantik rambutnya dengan hairclip di samping kepalanya.

Walaupun make up yang dipakainya sekarang juga terlihat biasa dan tidak berlebihan, hal itu justru membuat aura kecantikannya lebih natural dan mempesona.

Vera saat ini mengenakan dress tipe kimono berwarna biru pastel yang menjuntai ke bawah setinggi lututnya, sehingga memperlihatkan kakinya yang putih jenjang itu.

Ditambah dengan liontin permata saphire yang melingkar di lehernya, membuatnya tampil elegan namun menampilkan kesan lugu dan innocent.

“Hah jadi kamu mau menunjukkan bahwa dirimu tidak bersalah? Nice try budakku.. nice try”, batinku mencibir.

Aku hanya diam dan duduk bersantai sambil memperhatikan gerak gerik wanita ini. Vera tampaknya masih bimbang menyusun kata-kata yang akan diucapkannya kepadaku.

Sebenarnya aku sudah yakin, hari ini juga Vera akan tunduk dan menjadi budakku. Hal ini sudah bisa kuanalisa dari thought dan nilai loyalty-nya yang berubah setelah menjalani hukuman yang kuberikan selama 2 hari ini.

Namun status dan kasta Vera dalam haremku nanti, akan bergantung dari apa yang akan dikatakannya padaku saat ini.

Walaupun kurasakan proses penaklukkan Vera terjadi begitu cepat, tapi itu semua tidak merubah rencanaku. Dan Vera tetap menjadi salah satu kunci penting agar aku bisa menyingkirkan Bramono.

Aku mengetahui kurang lebihnya rencana Bramono kepadaku dan Lia. Pengalamanku di kehidupanku sebelumnya sudah memberiku sebuah pelajaran berharga tentang kewaspadaan dan loyalitas.

Dan untuk menghancurkan Bramono dan Rudy Zhao, selain dengan strategi yang matang, aku juga membutuhkan bantuan dari orang-orang yang bisa kupercaya sepenuhnya.

Tadinya aku berharap, aku bisa membuat Vera tunduk kepadaku dengan cara-cara yang lembut seperti apa yang kuterapkan pada Indah.

Tapi keputusannya yang membantu niat buruk Bramono terhadapku dan Lia, membuatku harus merubah caraku menjadi lebih kasar dan memaksa.

Dalam 2 hari ini, aku tahu mental dan kesadaran Vera sudah semakin menipis akibat rangsangan-rangsangan yang terus menerus kuberikan padanya.

Dengan menggunakan skill [Stop Climax] ditambah dengan nilai sensitivitynya yang sering kumaksimalkan, maka ‘carrot’ yang sangat ingin diraihnya itu menjadi mustahil diperolehnya. Hal ini akhirnya membuatnya frustasi dan putus asa.

Baru pagi ini, sengaja nilai sensitivitynya kubalikkan ke angka 0.

Aku berharap dengan kembalinya rasionalitasnya, maka Vera akhirnya bisa mengetahui alasan kenapa dirinya seperti sedang dihukum lalu ia menyadari kesalahannya.

Dan strategiku berjalan dengan sempurna..

Kulihat Vera masih enggan untuk berbicara. Karena tidak sabar, aku mengaktifkan perintah ring lalu menaikkan nilai sensitivitynya menjadi 10.

Kemudian aku meremas dengan gemas pantatnya lalu langsung kembali ke dunia nyata.

“Hiyaaah”, kulihat Vera terperanjat dan refleks melihatku. Aku balas menatap matanya seraya tersenyum kepadanya.

Aku memang sudah memutuskan untuk tidak lagi berpura-pura. Kartuku sudah kuletakkan di atas meja, tinggal Vera memutuskan untuk call atau fold.

“Mass..”, katanya lirih.

“Hmm?”, jawabku santai masih dengan tersenyum.

Lalu, sesuai dengan yang kuprediksi sehingga aku sudah menguatkan mentalku, Vera jatuh berlutut dan menangis terisak-isak.

“Ma-maafin Vera mas..hiks hiks.. Vera su-sungguh menyesal.. Vera sama sekali gak mau mencelakakan mas dan mba Lia.. hiks hiks.. tapi Vera ga punya pilihan lain”, Vera berusaha menjelaskan kepadaku sambil sesenggukan.

“Selalu ada pilihan lain..”, jawabku dingin.

“Vera takut mass.. Mas gak tau gimana kejamnya sua..”

“Aku sangat mengenal Bramono lebih dari kamu mengenalnya”, potongku. Lalu aku melanjutkan,

“Tapi mencelakakan orang lain untuk menyelamatkan diri sendiri? Terlebih orang itu adalah istriku? Wanita baik dan tidak bersalah yang sudah mengkhawatirkan kondisimu kemarin??”, intonasi suaraku terdengar semakin meninggi.

“Maafin aku mass.. huuuu hiks hiks”, tangisan Vera semakin menjadi-jadi.

Aku diam beberapa saat agar tangisan Vera mereda dan menunggu alasan Vera berikutnya.

Namun respon Vera kali ini berbeda dengan apa yang kuprediksi. Setelah sedikit ragu-ragu, Vera dengan perlahan melepaskan dress yang dipakainya hingga jatuh ke lantai.

Kemudian ia meloloskan dress itu dari kakinya hingga kini Vera berdiri menghadapku setengah telanjang.

Tubuhnya yang putih mulus dan langsing itu saat ini hanya tinggal tertutup oleh bra dan CD nya yang berwarna putih, menyaru dengan kulitnya.

Bra yang dipakai Vera kulihat tidak cukup untuk menampung gundukan payudaranya yang membusung indah.

Lalu dengan wajah yang masih tertunduk dan terlihat memerah, Vera mulai menurunkan dengan sangat perlahan CD yang menutup area kewanitaannya itu dan meloloskannya juga lewat kakinya.

Kemudian Vera membalik badannya sehingga kini ia berdiri memunggungiku. Dan..

“FCK !!! Binatang biadab…”, ujarku terperanjat dan menggeram.

Tanganku mengepal dengan keras dan gigiku bergemeletuk akibat amarah yang hampir tidak bisa kukontrol.

Punggung dan bokong indah Vera tersaji didepanku. Tapi bukan kemulusan dan kemolekan tubuhnya yang menjadi fokusku.

Di bagian bokongnya dan sedikit di punggung dekat pinggangnya, terlihat bekas-bekas luka dan sayatan memanjang.

Terutama di daerah bokongnya, bekas-bekas luka itu begitu jelas terlihat sehingga pantatnya yang seharusnya menjadi sebuah aset keindahan dan kecantikan Vera, kini harus ternodai dan menimbulkan perasaan ngilu dan sedikit jijik bagi orang yang melihatnya.

Entah apa yang sudah dilakukan Bramono kepada wanita ini, namun yang pasti itu adalah sebuah tindakan yang sadis dan tidak manusiawi.

Tindakan seperti ini bukanlah perbuatan seorang manusia, melainkan perilaku seekor binatang yang tidak memiliki hati.

Bagaimana mungkin seorang manusia tega memperlakukan orang lain sekeji ini, terlebih orang itu adalah wanita secantik Vera.

Darahku mendidih membayangkan kalau sampai Lia jatuh ke tangan binatang itu. Ingatan-ingatan memilukan malam itu kembali terbayang di benakku yang langsung membuat emosiku meluap-luap. Lalu aku bertanya kepada Vera dengan geram,

“Kenapa kamu masih bertahan dengannya, setelah apa yang ia lakukan kepadamu? Kenapa kamu tidak kabur saja?”

“Vera gak bisa mas.. Vera takut.. Bramono memiliki banyak anak buah dan mata-mata. Lagipula..”, Vera menjawab sambil masih memunggungiku.

“Ngga bisa atau ngga mau? Demi bisa merasakan kemewahan, kamu membiarkan dirimu tersiksa seperti ini?”, aku memotong perkataannya.

Mungkin emosiku yang sedang tinggi ini sudah membuatku menjadi tidak bisa berfikir jernih.

“Tidak mas.. mas salah menilaiku.. hiks hiks”, Vera kembali menangis terisak-isak.

Setelah beberapa saat aku menghela nafas panjang dan menyadari kekeliruanku lalu berkata kepada Vera,

“Maafin aku.. tidak sepantasnya aku men-judge mu seperti itu.. Hufffhh.. Baiklah... Walaupun aku masih marah kepadamu yang sudah secara tidak langsung menjebak aku dan Lia, tapi aku tahu kamu juga hanyalah korban dari laki-laki bajingan itu. Jadi aku tidak akan menghukummu lagi tapi dengan 1 syarat”

“Benarkah mas??”, Vera berbalik menghadapku dan menunjukkan raut wajah lega sebelum melanjutkan,

“Apapun mas.. Apapun akan Vera lakukan untuk bisa menebus kesalahan Vera kepada mas dan mba Lia”

“Biarkan aku berfikir sebentar..”, jawabku seraya memejamkan mataku dan memijat keningku dengan tangan kiriku.

Lalu aku masuk ke dalam ring untuk mengecek status Vera.

[ Thought : relief, honest, hopeful ]

..

“Hmm tampaknya Vera benar-benar berkata jujur”, pikirku. Lalu aku melanjutkan berfikir untuk mempertimbangkan rencanaku yang sudah kususun sebelumnya.

Sebenarnya dalam kondisi ini, aku bisa langsung meminta Vera untuk menjadi budakku dan pasti Vera mau tidak mau, akan menyanggupinya.

Tapi aku merasa ada yang salah kalau aku melakukan hal itu. Sesuatu yang membuatku akan menyesali tindakanku yang tergesa-gesa untuk menjadikan Vera sebagai budakku.

Lalu aku teringat dengan evaluasi sistem setelah keberhasilanku menyelesaikan misi memperbudak Indah.

Sistem memberikanku penilaian dan skor yang tinggi atas cara-cara yang kugunakan dan juga hasil akhir dari persetujuan Indah menjadi budakku secara sukarela.

Lalu aku membandingkannya dengan kondisi Vera saat ini.

Aku merasa walaupun nanti aku berhasil menjadikan Vera sebagai budakku, sistem akan memberikanku skor yang buruk atau setidaknya lebih buruk dari skorku dengan Indah.

Aku merasa sepertinya ada yang kurang dari metode yang kugunakan kepada Vera saat ini. Aku seperti melewatkan sesuatu yang penting. Tapi apa?? Lalu tiba-tiba..

“Ehh??”, aku sontak membuka mataku dan melihat Vera kini sedang berjongkok di depanku.

Lalu dengan perlahan dia membuka resleting celanaku dan mengeluarkan penisku dari balik boxer. Penisku yang hanya sedikit menegang, menyembul keluar dari celah resleting yang terbuka.

Kemudian dengan sedikit ragu-ragu, Vera memajukan kepalanya dan mulai menciumi dan menjilat kepala penisku.

Sepertinya Vera salah paham dengan tingkahku tadi. Mungkin dia menganggap aku sedang memberinya kode untuk melakukan sesuatu, atau mungkin juga libidonya yang 2 hari ini kupermainkan membuat dirinya haus untuk meraih orgasmenya.

Aku hanya diam saja memperhatikan aksi Vera yang dengan telaten mengulum dan menjilati kepala penisku.

Perlahan penisku yang tadi masih lemas mulai menegang dengan sempurna. Lalu kulihat Vera mendongak ke atas dan menatapku dengan tatapan sayu dengan matanya yang masih berkaca-kaca.

Aku menghela nafas dan berkata,

“Sudah cukup Ver.. aku tidak mau Lia tiba-tiba pulang dan melihat kita dalam situasi seperti ini”

Vera masih menatapku dengan tatapan sayu dan memelas. Ekspresi wajahnya seperti mau menangis lagi.

Aku dengan sekejap mengaktifkan perintah ring dan mengembalikan nilai sensitivitynya ke angka 0. Lalu sambil membelai kepalanya, aku melanjutkan dengan suara yang lebih lembut kali ini.

“Pakailah bajumu dan duduk disampingku. Aku ingin mendengar ceritamu”, ujarku tersenyum berusaha menenangkannya seraya menepuk sofa di sebelahku.

Kali ini Vera menurut. Ia berdiri dan mengambil bajunya lalu mengenakannya. Aku pun menyarungkan kembali senjataku yang sudah berdiri tegak.

Kemudian kulihat Vera duduk di sebelahku dengan wajah yang tertunduk.

“Apa tujuanmu menikah dan bertahan dengan Bramono”, tanyaku dengan suara yang masih penuh kelembutan.

“Vera mau mencari kakak Vera”, jawabnya lemah masih dengan tertunduk.

“Apa hubungan kakakmu dengan Bramono?”, tanyaku lagi.

Vera terdiam beberapa saat lalu mulai bercerita panjang lebar.

“Waktu umur Vera masi 16 tahun, ibu Vera sakit keras dan butuh perawatan dengan biaya yang besar. Ayah berusaha sekuatnya mencari biaya supaya ibu bisa mendapatkan perawatan yang layak, bahkan sampai harus berhutang sana sini.”

“Sampai akhirnya ayah harus berhutang kepada seorang rentenir. Tapi karena penyakit ibu yang sering kambuh, hutang ayah menjadi membengkak sampai tidak bisa melunasinya.”

“Pada saat hutang ayah jatuh tempo, rentenir itu datang ke rumah kami dan menagih uangnya kepada ayah. Ayah yang sudah tidak memiliki uang sama sekali, meminta orang itu untuk menunda sebentar tempo pembayarannya. Tapi orang itu gak mau..”

“Lalu orang itu menawarkan sebuah solusi kepada ayah. Kakak Vera, kak Meyla, yang umurnya beda 7 tahun dengan Vera, ditawari pekerjaan untuk menjadi TKW di luar negri dengan gaji yang lumayan besar supaya bisa membantu ayah untuk melunasi hutang-hutangnya dan membantu biaya perawatan ibu."

"Awalnya ayah tidak setuju. Tapi kemudian laki-laki itu membawa dokumen-dokumen resmi untuk lebih menunjukkan kredibilitas perusahaannya dan meyakinkan ayahku.”

“Ayah tetap tidak setuju. Tapi kak Meyla memaksa ayah karena kak Meyla mau membantu meringankan beban ayah. Akhirnya ayahpun menyetujui keputusan kak Meyla.”

“Beberapa hari kemudian Kak Meyla berangkat diantar oleh orang itu. Itu hari terakhir kami melihat kak Meyla. Setelah itu kami tidak pernah mendengar kabar dari kak Meyla lagi.”

“Ayah sudah mencoba mendatangi kantor laki-laki itu. Tapi mereka menyangkal sudah memberangkatkan TKW atas persetujuan perusahaan itu.”

“Ayah langsung melaporkan hal ini ke polisi dan akhirnya diketahui bahwa dokumen-dokumen yang dibawa laki-laki itu adalah palsu. Dan laki-laki itu menghilang tidak diketahui jejaknya.”

“Lalu polisi menetapkan kasus ini menjadi kasus penculikan. Dari hasil penyelidikan terakhir, kak Meyla terdeteksi dibawa ke pulau B. Lalu setelah itu jejak kak Meyla juga hilang gak diketahui kemana.”

“Ibu Vera gak lama meninggal dunia setelah itu. Ayah yang merasakan kesedihan setelah ditinggal ibu, dan rasa bersalah ayah karena merasa dirinyalah yang membuat kak Meyla diculik orang membuatnya jatuh sakit juga. Beberapa bulan kemudian, ayah juga menyusul ibu..”

Sampai disini air mata Vera kembali mengalir. Ia menangis sesenggukan. Aku mengambil tisu di meja dan memberikannya kepada Vera. Lalu aku mengusap-usap lembut punggungnya.

Beberapa saat kemudian kulihat Vera menjadi sedikit lebih tenang dan melanjutkan ceritanya..

“Setelah itu Vera diasuh sama nenek Vera di kampung. Sebelum meninggal, ayah berpesan kepada Vera untuk berusaha mencari tahu keberadaan kak Meyla.”

“Vera udah berusaha mencari cari kemana-mana. Tapi gak ada hasil. Baru sekitar 2 tahun lalu Vera tahu bahwa perusahaan bekas orang itu bekerja adalah anak perusahaan dari perusahaan yang dimiliki Bramono.”

“Lalu Vera berusaha mendekati Bramono. Bramono suka sama Vera trus dia melamar Vera untuk dijadikan istri mudanya dan Vera setuju.”

“Vera mengira dengan menikahi Bramono, Vera bisa mencari info tentang keberadaan kak Meyla. Tapi sampai sekarang Vera belum berhasil. Vera gak tahu kak Meyla ada dimana.. huuuu.. hiks”, tangisan Vera pecah lagi.

Aku terdiam sebentar lalu berkata, “HK”.

“Eh??”, tangisan Vera seketika terhenti. Vera menatapku dengan matanya yang masih penuh air mata.

“Kemungkinan besar, kakakmu ada di HK”, lanjutku.

“Mas tahu dari mana?”, tanya Vera. Kali ini suaranya terdengar penuh harapan. Matanya yang masih berkaca-kaca itu kulihat sedikit berbinar. Aku menghela nafas panjang lagi lalu mulai menjelaskan kepadanya,

“Bramono itu sebenarnya adalah kaki tangan mafia konglomerat dari HK bernama Rudy Zhao. Aku pernah mendengar info bahwa Bramono diduga terlibat human trafficking dengan mengirimkan gadis-gadis muda ke HK untuk dijadikan sebagai…TKW di HK”, lanjutku sedikit berbohong.

“Aku tidak tahu apa kakakmu masih hidup atau ngga. Tapi kemungkinan besar dia berada di HK”

“Be-benarkah mas? .. Bi-bisa kah mas membantu Vera nyari mba Meyla?? .. aku mohon mass.. hiks hikss.. tolongin Veraa.. bantu Vera nyelamatin kak Mey.. kumohoon hiks hiks..”, Vera mencengkram tanganku sambil kembali menangis terisak.

Aku hanya terdiam mendengarkan pinta Vera itu. Aku tidak mau menjanjikan sesuatu padanya yang aku tahu kemungkinan besar tidak dapat kutepati.

Vera menjadi semakin cemas dan histeris melihat kebisuanku.

“Kumohon mass.. tolongin Veraa.. Vera gak tau harus gimana lagi.. pleasee bantuin Vera.. Vera akan melakukan semua yang mas mau.. Vera akan menyerahkan semua yang Vera miliki untuk mas, asal mas bisa bantu Vera nyelamatin kak Mey..”, kali ini Vera memohon kepadaku sambil menggoyangkan lenganku.

Lalu dia melanjutkan,

“Bahkan kalaupun mas menyuruh Vera untuk membunuh Bramono, Vera siap mas.. asal mas berjanji bisa bantu Vera menemukan kak Mey..”, Vera menatapku tajam untuk menunjukkan keseriusannya.

Aku tersenyum kepadanya seraya mengusap air mata yang mengalir di pipinya dengan tanganku yang tidak dipegangnya.

“Kamu gak perlu berbuat sejauh itu. Lagipula aku masih membutuhkan Bramono hidup supaya bisa mendekati Rudy Zhao. Mas gak bisa janji untuk nyelamatin kakakmu. Tapi kalau rencana ku berhasil, kalau kakakmu masih hidup, aku akan menemukannya dan membawanya kepadamu. Kalau kakakmu ternyata sudah meninggal, aku akan mencari tahu dimana makamnya”, ujarku tulus kepada Vera.

“Benarkah mas?”, Vera tampak bahagia mendengar perkataanku. Lalu ia meraih tanganku, mengecup punggung tanganku kemudian meletakkannya di pipinya.

“Terima kasih mas.. makasih banyak.. itu aja udah cukup buat Vera”, air matanya mulai mengalir lagi membasahi pipinya dan tanganku.

Namun kali ini air mata itu bukanlah air mata kesedihan, melainkan air mata dari secercah harapan yang akhirnya ditemukannya.

Aku tersenyum lalu mengecup keningnya lembut seraya berkata,

“Ssh..shh.. udah jangan nangis lagi.. sekarang dengar baik-baik rencanaku…”



…..

…..

……
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd