Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pesantren Series (Remake)

Status
Please reply by conversation.
Bimabet


05:00

Sudah dua hari Rayhan terbaring lemas di rumahnya, tetapi walaupun begitu Rayhan menikmatinya. Bagaimana tidak, Zaskia wanita yang menjadi icon masturbasi nya selalu ada di sampingnya, hampir di setiap kegiatannya Zaskia mengerjakannya di dalam kamar Rayhan, kecuali di saat tidur atau berganti pakaian.

Walaupun ada rasa bersalah karena membuat Kakak iparnya menjadi sibuk karena harus merawatnya. Tetapi ada satu momen yang selalu Rayhan tunggu yang sulit ia dapatkan kecuali saat dirinya sedang sakit, yaitu ketika Zaskia habis menunaikan ibadah, karena Kakaknya tersebut biasa hanya memakai dalaman di balik mukenanya.

Seperti pagi ini, Zaskia baru saja selesai menunaikan ibadah subuh. Dan tanpa ia sadari Rayhan sudah bangun sejak tadi dan diam-diam memperhatikannya.

Melihat Adiknya yang ia kira masih tidur, dengan santainya Zaskia melepas mukenanya membiarkan dirinya hanya memakai dalaman berwarna putih di hiasi renda dan motif abstrak berwarna merah muda.

Rayhan menatapnya takjub, walaupun sudah sering melihat Kakak Iparnya dalam keadaan setengah telanjang, tetapi tetap saja, pemandangan tersebut tidak bisa di abaikan olehnya. Kaki jenjang Zaskia yang berisi dan putih mulus membuat nafas Rayhan terasa sesak.

Diam-diam Rayhan merogo kedalam celananya, di balik selimut yang menutupi setengah tubuhnya.

Sembari menikmati keindahan tubuh Zaskia, Rayhan melakukan aktivitas masturbasi di balik selimutnya. Nafasnya memburu ketika melihat Zaskia mulai mengenakan pakaiannya.

Satu persatu Zaskia mengenakan pakaiannya dengan perlahan, dan tanpa ia sadari sepasang mata tengah menikmati keindahan tubuhnya.

Rayhan semakin cepat mengocok batang kemaluannya, bahkan beberapa kali ia mendesis pelan, tapi Zaskia tidak menyadarinya, ia pikir Adiknya tengah mendengkur.

Saat Zaskia sedikit membungkuk, memakai celana legingnya. Rayhan menatap nanar kearah selangkangan nya yang sedikit basah.

"Aaahkk... Kak Zaskia! Kamu seksi sekali." Racau Rayhan di dalam hati.

Teeekkk... Teeekkk... Teeekkk... Teeekkk... Teeekkk... Teeekkk... Teeekkk... Teeekkk...

Rayhan semakin mempercepat kocokannya ketika ia merasakan spermanya yang sudah berkumpul di satu titik dan siap untuk di lepaskan.

"Aaarrrtt..." Jerit kecil Rayhan.

Croootss... Croootss... Croootss...

Rayhan orgasme tepat ketika Zaskia memakai kembali gamisnya. Dan ternyata jeritan kecil Rayhan terdengar oleh Zaskia, hingga ia menoleh ke belakang dengan tatapan heran.

Deg... Deg... Deg...

Detak jantung Rayhan berdegup kencang, ada kekhawatiran kalau Zaskia mengetahui dirinya yang tengah berpura-pura tidur.

"Ngelindur lagi." Lirih Zaskia.

Rayhan dapat bernafas lega karena Kakak Iparnya berfikir kalau dirinya sedang ngelindur.

Setelah mengenakan jilbab nya Zaskia menghampiri Rayhan, mengecek suhu badan Rayhan dengan menempelkan telapak tangannya di kening adiknya. Zaskia tampak tersenyum legah.

"Alhamdulillah sudah turun." Lirih Zaskia.

Rayhan membuka matanya perlahan, pura-pura baru terbangun. "Hmmm... Kak!" Ujar Rayhan pelan sembari menatap wajah cantik Zaskia.

"Iya Dek! Kamu mau apa?"

"Aku haus kak."

Zaskia segera mengambil gelas minuman yang ada di atas meja belajar Rayhan. "Duduk Dek." Pinta Zaskia sembari membantu Rayhan duduk. Kemudian ia membantu Rayhan untuk minum.

"Terimakasih Kak." Ujar Rayhan.

"Sama-sama! Gimana keadaan kamu Dek? Sudah mendingan?" Tanya Zaskia, sembari mengusap pundak Rayhan.

"Iya Kak, cuman masih sedikit pusing." Jawab Rayhan sembari meringis.

"Sini, biar Kakak pijitin." Zaskia beralih kebelakang Rayhan, kemudian ia mulai memijit kepala Rayhan dengan perlahan.

Sesekali Rayhan dengan sengaja menyandarkan kepalanya di atas payudara Zaskia yang terasa empuk dan lembut, membuat Rayhan semakin keenakan. Sementara Zaskia yang tidak menyadari aksi nakal Rayhan, terlihat biasa saja.

"Kamu sudah berapa hari gak mandi?" Tanya Zaskia menyelidik.

Rayhan menyeringai masam. "Baru tiga hari Kak." Jawab Rayhan polos, sementara Zaskia tampak terkejut mendengar ucapan Adiknya. Pantas saja Zaskia mencium bauk apek. Ternyata itu aroma tubuh Rayhan.

"Astaghfirullah Ray!"

"Kakak kan tau, kalau aku masih sakit." Ujar Rayhan.

Zaskia yang tadinya ingin marah kini ia malah tertawa kasihan melihat Adiknya. Bahkan hanya sekedar untuk mandi saja Rayhan tidak bisa.

"Biar Kakak yang mandikan kamu." Usul Zaskia.

"Eh..."

"Gak usah membantah." Ucap Zaskia memasang wajah galak.

Sebenarnya Rayhan malu kalau harus di mandikan oleh Kakaknya. Mengingat usia Rayhan saat ini yang sudah dewasa, tapi karena tidak ingin membuat Kakaknya mengamuk, akhirnya Rayhan memilih pasrah.

Zaskia menyingkap selimut yang di kenakan Rayhan, dirinya yang tadinya sibuk mengoceh mendadak diam ketika melihat kontol Rayhan yang sudah berada di luar celananya, tidak hanya kontol Rayhan yang terlihat, tetapi bercak sperma Rayhan yang belum mengering tidak luput dari penglihatan nya.

"Astaghfirullah..." Zaskia menutup mulutnya takjub tanpa memalingkan pandangannya.

"Kenapa Kak?"

"I-itu kontol kamu... Eh... Itu kamu..."

"Apa si kak." Ujar Rayhan pura-pura tidak tau.

"Ituuuu... Kontol kamu kelihatan, eh maksudnya Kakak burung kamu." Tunjuk Zaskia shock melihat kontol Rayhan yang tidak hanya panjang tapi sangat gemuk.

Rayhan pura-pura kaget, ia segera menutup selangkangannya dengan kedua tangannya, tetapi ia sengaja membiarkan kepala kontolnya tetap terlihat dengan bercek sperma diatas perutnya.

"Maaf Kak! Hehehe..."

"Kebiasaan..." Sungut Zaskia.

Zaskia segera membantu adiknya untuk berdiri. Dengan bersusah paya akhirnya Rayhan bisa berdiri dengan merangkul pundak Kakaknya. Sebenarnya Rayhan merasa kasihan, mengingat tubuhnya lebih besar dari pada Kakaknya. Tapi Zaskia tetap memaksa.

Setibanya di dalam kamar mandi, Zaskia segera menutup pintu kamar mandi seakan takut kalau ada orang lain yang melihat. Tentu saja dengan tertutupnya pintu kamar mandi, membuat mereka terlihat semakin intim.

Di dalam kamar mandi Rayhan duduk di bangku plastik berukuran kecil.

"Bajunya kok gak di lepas." Ujar Zaskia melihat Rayhan yang memakai pakaian lengkap. "Sini biar Kakak yang buka." Zaskia menarik kaos yang di kenakan Rayhan hingga tampak dada bidang Rayhan.

Saat Zaskia hendak menarik celana pendeknya, Rayhan sempat menahan tangan Kakaknya. Tapi tidak berapa lama karena Zaskia buru-buru melototinya.

Dengan perlahan celana pendek Rayhan ketarik kebawah, dan pada saat bersamaan Zaskia tersadar dari apa yang ia lakukan saat ini, ketika matanya kembali melihat kontol Rayhan yang berukuran jumbo keluar dari sangkarnya. Untuk beberapa detik tangan Zaskia berhenti menarik celana adiknya.

Deg... Deg... Deg...

Jantung Zaskia berdebar-debar sanking tegangnya, ia seakan lupa kalau Rayhan kini telah tumbuh menjadi sosok pemuda dewasa. Beberapa detik yang lalu Zaskia masih memandang Rayhan seperti anak kecil, tapi kali ini daya tarik seksual yang di miliki Rayhan membuatnya sadar.

"Kok diam Kak?" Tanya Rayhan memasang wajah polos.

"Eh iya..." Zaskia tersadar dari lamunannya. "Kok susah sekali buka celana kamu Dek." Ujar Zaskia, dengan suara yang terdengar gemetaran, menandakan kalau saat ini ia tengah gerogi.

Di dalam hati Rayhan tersenyum senang, ia berfikir ingin sedikit menggoda Kakak Kandungnya.

Setelah sedikit bersusah paya akhirnya Zaskia berhasil melepas celana adiknya. Ia segera meletakan celana adiknya di dalam keranjang pakaian kotor bersama baju Rayhan. Sejenak Zaskia terdiam membelakangi Rayhan.

"Astaghfirullah..."

Zaskia memejamkan matanya, menenangkan dirinya yang mendadak gelisah.

Walaupun Rayhan sudah ia anggap seperti adik kandungnya sendiri, tapi tetap saja Rayhan seorang pria dan dia seorang wanita. Seharusnya Zaskia menyadarinya sejak awal sebelum memaksa Rayhan untuk mandi. Tapi sekarang sudah terlambat, ia tidak mungkin meminta Rayhan mandi sendiri, karena kondisi tubuh Rayhan yang masih lemah.

"Dia adikku, apa yang salah kalau aku memandikannya? Apa lagi saat ini ia sedang sakit, bukankah sudah menjadi tugasku untuk membantunya? Benar... Kamu tidak salah Zaskia." Lirih Zaskia di dalam hati.

Setelah merasa tenang, Zaskia kembali berbalik menghadap kearah Rayhan. Dan pada saat bersamaan, matanya kembali tertuju kearah kontol Rayhan.

Deg... Deg... Deg...

Ya Tuhan... Itu kontol Rayhan? Serius itu kontol adikku? Ya Tuhan... Besar... Besar sekali... Gemuk... Issstt... Ehmmpsss... Kenapa nafasku jadi sesak. Bisik hati Zaskia sembari melihat kontol Rayhan yang manggut-manggut.

"Kak... Kakak..." Panggil Rayhan.

"Eh, iya dek." Zaskia tergagap.

Ia buru-buru mendekati adiknya, dan sebisa mungkin ia tidak melihat kearah tubuh telanjang Rayhan. Ia mendekati bak mandi dari samping tubuh Rayhan sembari mengambil gayung yang ada di dalam bak mandi.

"Kak."

"I-i-iya Dek."

Rayhan mengulum senyum melihat Kakak Zaskia yang terlihat sangat tegang. "Anu Kak! Itu bajunya gak di lepas aja Kak, takut nanti basah." Ujar Rayhan mengingatkan Kakaknya. Zaskia menunduk melihat pakaiannya, ujung gamisnya yang sedikit basah karena menyentuh lantai kamar mandi.

Zaskia yang tengah kalut karena keputusannya ingin memandikan adiknya, tanpa sadar menanggalkan gamisnya dan menyisakan tank top berserta celana legging yang membalut sepasang kaki jenjangnya. Bagi Rayhan bisa milihat Zaskia memakai pakaian saat ini saja sudah cukup, tapi di luar dugaan, Zaskia malah membuka tanktopnya.

Zaskia berjalan santai melewati Rayhan yang terdiam seribu bahasa melihat penampilan Kakaknya yang kini memakai bra berbahan spandek.

Ia menggantungkan gamisnya di belakang daun pintu kamar mandi, berikut dengan tanktop miliknya. Dan pemandangan selanjutnya, membuat Rayhan nyaris mati berdiri ketika Zaskia sedikit membungkuk di depannya sembari menarik perlahan celana legging yang ia kenakan.

Deg... Deg... Deg...

Detak jantung Rayhan menjadi tak beraturan, dan nafasnya tampak tersengal-sengal seakan ia baru saja lari meraton. Sedikit demi sedikit celana legging berwarna hitam yang di kenakan Zaskia di tarik lepas, melewati paha mulusnya, lutut, betis hingga akhirnya celana legging itu benar-benar lepas dari kedua kaki jenjangnya.

Kini di hadapannya Zaskia berdiri membelakanginya hanya memakai satu set dalaman berwarna putih di hiasa renda-renda berwarna merah muda yang sedikit menerawang.

Mata Rayhan menjelajahi punggung Zaskia yang putih mulus dan terdapat tali pengait bra. Terus turun menatap pinggang ramping Kakaknya, di bawahnya terlihat sedikit belahan pantat Zaskia yang putih mulus, karena celana dalamnya sedikit ketarik kebawah ketika ia melepas celana legingnya.

Tanpa sadar Rayhan menggenggam kemaluannya, sembari menatap nanar kearah pantat itik Kakaknya yang terlihat sangat kencang dan besar, sungguh sebuah pemandangan terindah yang pernah di lihat Rayhan.

Baru beberapa detik Rayhan menatap pantat Kakaknya, tiba-tiba Zaskia memutar tubuhnya.

"Ray." Lirih Zaskia.

Matanya tertuju kearah kontol Rayhan yang kini telah berdiri sempurna mengancung menghadap kearahnya. Sama seperti Rayhan, yang menatap nanar kearah vagina Zaskia yang terlihat gemuk dan menjiplak di celana dalamnya.

Rayhan mengangkat wajahnya, hingga mata mereka saling menatap selama beberapa detik. Tangan kanan Zaskia mendekap mulutnya, sementara tangan kirinya mengepal tepat diatas gundukan memeknya.

"Rayhaaaan...."

*****



06:45

"Aku berangkat sekolah dulu ya Mi! Assalamualaikum..." Azril mencium punggung tangan Ibunya yang terasa halus.

"Waalaikumsalam... Sekolah yang bener, jangan berantem lagi."

"Iya Umi."

Laras masih berdiri di depan pintu rumahnya, hingga bayangan Azril menghilang dari pandangannya. Selepas kepergian Azril Laras kembali masuk ke rumahnya, menutup pintu rumahnya.

Saat ia berbalik hendak ke kamarnya, tiba-tiba ia di kagetkan dengan sosok Daniel yang sudah berdiri di belakangnya.

Laras mematung, melihat Daniel kembali mengingatkannya akan kejadian beberapa hari yang lalu ketika Daniel dengan nekatnya memperkosa dirinya di saat keadaan rumah sepi. Laras masih ingat betul bagaimana rasanya ketika Daniel menggaulinya. Dan sampai detik ini Laras masih bingung kenapa ia tidak melaporkan perbuatan Daniel.

Dengan tatapan penuh kebencian Laras melewati sosok pemuda tersebut, tapi tiba-tiba Daniel menarik tangannya.

"Lepaskan Dan!" Bentak Laras.

Daniel tersenyum. "Saya merindukan Bu Haja!" Tanpa embel-embel Amma (Tante).

"Kamu menjijikan Dan." Umpat Laras, kemudian Daniel menarik tubuh Laras ke dalam pelukannya. "Auwww... Lepaskan Dan!" Jerit Laras, memberontak di dalam pelukan Daniel.

"Saya makin merindukan Bu Haja kalau lagi galak seperti ini." Seloroh Daniel, sembari menciumi wajah Laras yang berusaha menghindarinya.

"Lepaskan... Lepaskan..."

Pelukan Daniel semakin erat, bibirnya mencoba mencari bibir Laras, setelah dapat ia melumatnya dengan rakus, sementara tangan kirinya yang menganggur meremas-remas kasar payudara Laras yang terasa mengkal di telapak tangannya.

Dengan sekuat tenaga Lara meronta-ronta hingga akhirnya ia bisa melepaskan diri dari dekapan Daniel.

Setengah berlari Laras menaiki anak tangga yang kemudian di susul oleh Daniel. Laras memasuki kamar Azril, ketika ia hendak menutup kamar putranya, dengan cepat Daniel menahan dun pintu kamar Azril.

Perbedaan tenaga yang cukup jauh, membuat Daniel dengan mudahnya masuk ke dalam kamar Azril. Laras mundur kebelakang hingga menabrak tembok.

Dengan santainya Daniel menutup dan mengunci pintu kamar Azril, lalu dengan perlahan ia berjalan mendekati Laras yang tampak ketakutan. Dalam hitungan detik Daniel sudah berdiri di depan Laras yang semakin terpojok.

"Mau lari kemana lagi." Bisik Daniel.

Laras berusaha mendorong tubuh Daniel, tapi Daniel tidak bergeming sama sekali. "Mau apa kamu Dan! Lepaskan Amma Dan..." Jerit Laras yang tampak mulai frustasi dengan keadaannya saat ini.

"Ah... Cantik sekali Bu Haja kalau lagi marah-marah seperti ini." Ujar Daniel, kemudian ia memepet tubuh Laras, mengangkat kedua tangan Laras keatas dinding kamar Azril hingga Laras tak bergerak.

Laras memalingkan wajahnya ketika Daniel berusaha menciumnya, tapi usahanya sisa-sisa saja karena pada akhirnya Daniel lagi-lagi dapat mencium bibirnya.

"Eeehmmppsss... Eehmmmppss... Eehmmmppss..."

Tangan kirinya yang menganggur menjulur ke depan, menjamah dan meremas-remas payudara Laras dengan kasar tetapi sangat teratur.

Sentuhan Daniel mulai membuahkan hasil, rontahan Laras perlahan mulai melemah, bahkan lidahnya berhasil masuk ke dalam mulut Laras, membelit mesrah lidah Laras, menjelajahi rongga-rongga mulutnya.

Laras terlihat semakin panik, ia mulai terbawa alur sentuhan seksual yang di lakukan Daniel.

"Tidaaaaak... Aku tidak mau..." Jerit hati Laras.

Wajah memerah, menandakan birahinya yang mulai meningkat. Bahkan di bawah sana Laras dapat merasakan kedutan memeknya yang semakin sering.

Tiba-tiba Daniel mendorong tubuh Laras ke samping hingga terjerembab diatas tempat tidur Azril. Belum sempat Laras bangun, tiba-tiba Daniel sudah menindihnya sembari menarik turun bagian atas gamisnya, lalu memutar tubuhnya hingga terlentang.

Daniel menatap penuh nafsu kearah buah dada Laras yang terbungkus bra berwarna coklat tua.

"Lepaskan Amma Daniel!" Jerit Laras.

Daniel menindih tubuh Laras, ia membelai wajah Laras yang begitu cantik. "Ssstt... Amma cantik sekali! Sayang kalau tidak di nikmati." Bisik Daniel yang membuat Laras murka.

"Ngomong apa kamu Dan! Istighfar..."

"Aku bicara apa adanya Amma, pria manapun pasti mengagumi kecantikan Amma, kecuali Kiayi Umar yang matanya sudah rabun." Ucap sinis Daniel. "Bodoh sekali dia, mengabaikan bidadari secantik Amma hanya demi daun muda yang tidak begitu cantik." Ujar Daniel mengungkapkan kekagumannya.

"Ini dosa Dan... Sadar..."

Tiba-tiba Daniel menyingkap kebawah cup bra Laras, hingga payudaranya yang berukuran 36E melompat keluar dari sarangnya.

Laras dapat melihat decak kagum dari kedua bola mata Daniel.

"Wow... Walaupun sudah sering melihatnya, tapi tetap terlihat mengagumkan." Puji Daniel, sembari membelai payudara Laras.

Laras menggelengkan kepalanya. "Amma sudah tua Dan! Aaahkk... Jangan Dan." Erang Laras saat ketika putingnya di pelintir oleh jari-jari Daniel yang terlihat gemas dengan payudaranya.

"Payudara Amma jauh lebih indah ketimbang Istri muda KH Umar." Ujar Daniel seakan ia sudah pernah melihatnya.

"Kamu... Aaahkk... Daniel!" Erang Laras.

Perlahan Daniel melahap payudara Laras, menghisap puting Laras yang kian mengeras di dalam mulutnya. Secara bergantian ia menjamah payudara Laras, ketika mulutnya sibuk dengan payudara bagian kanan Laras, maka tangannya yang menganggur menjamah payudara sebelah kiri Laras dan begitupun sebaliknya.

Walaupun hatinya menolak, tetapi tubuhnya tidak bisa berbohong kalau ia mulai menikmati setiap sentuhan Daniel di tubuhnya.

Sembari memanjakan payudara Laras, Daniel menarik lepas gamis Laras melewati pinggul hingga ujung kakinya, lalu melemparnya kesembarang arah. Ciuman Daniel turun kebawah perut Laras, ia menciumi pusar Laras, menjilatinya membuat tubuh Laras menggelinjang.

"Daaaan... Sudaaah..." Erang Laras.

Daniel meletakan kedua jarinya di karet elastis di pinggang Laras. "Aku buka ya Amma." Bisik Daniel dengan tatapan menggoda.

"Jangan Dan! Amma mohon... Jangan..." Laras menggelengkan kepalanya dan tanpa sadar mengangkat pantat nya ketika Daniel menarik celana dalamnya.

"Ya Tuhan! Indah sekali Amma..."

Laras merapatkan kedua kakinya, agar Daniel tidak bisa melihat bagian dalam memeknya. Tetapi usahanya hanya bertahan sebentar. Laras hanya pasrah ketika Daniel membuka kedua kakinya cukup lebar hingga memeknya tersibak indah.

Mata Daniel berbinar memandangi memek Haja Laras yang tampak basah.

"Memek terindah yang di miliki seorang Bu Haja." Puji Daniel setinggi langit.

"Jangan di lihat! Ama malu Dan..."

Daniel membelai rambut kemaluan Laras yang lebat. "Kenapa harus malu? Memek Ama sangat indah." Ujar Daniel lembut. "Kalau KH Umar tidak mau lagi melihatnya, biarlah pria lain yang melihatnya, saya yakin, pria manapun yang melihatnya pasti memiliki pendapat yang sama dengan saya." Daniel mencium paha gempal Laras.

"Tidak... Ini salah... Aaahkk... Ssstt..." Desah Laras.

Rasa hangat dan lembut menyapu bibir kemaluannya ketika Daniel menjilatinya.

Laras yang terbuai akan pujian Daniel dan sentuhan Daniel, perlahan melonggarkan rontahannya, berganti dengan meremas dan menjambak rambut Daniel yang tengah sibuk memanjakan memeknya.

Laras memejamkan matanya ketika Daniel menjilati clitorisnya. "Ya Tuhaaan... Kenapa ini nikmat sekali." Racau Laras tidak berdaya di dalam hatinya.

Sembari menjilati memek Laras, Daniel menusuk, mencolok-colok memek Laras dengan kedua jarinya hingga memek Laras makin basah dan semakin licin. Tidak cukup dengan dua jari, Daniel menambahkan jari manisnya, hingga ada tiga jari yang tengah mengobok-obok memek Laras.

Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss...

"Aaahkk... Daaaan... Aaahkkk... Kamu apakan memek Amaa Daniel..." Jerit Laras dengan pinggul terangkat menyambut sodokan-sodokan demi sodokan jari Daniel.

Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss...

Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss...

Semakin lama Daniel semakin cepat menyodok-nyodok memek Laras dengan ketiga jarinya, sesekali ia memutar jarinya mengikuti arah jarum jam.

Kepala Laras terbanting kekiri dan kanan, ia merasa sudah tidak tahan lagi.

"Oughk...." Erang Laras.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Creetss... Creeettss... Creeettss...

Ploopss...

Daniel menarik ketiga jarinya yang basah oleh cairan cinta Laras, dan memperlihatkannya kepada Laras yang tersipu malu.

Kemudian Daniel menindih tubuh Laras, ia memposisikan kontolnya di depan bibir memek Laras yang sudah sangat basah. Laras yang panik mencoba mencegahnya dengan menahan perut Daniel.

"Jangan zinahi Amma Dan!" Mohon Laras.

Daniel membelai lembut kepala Laras yang tertutup jilbab. "Amma akan menikmati zinah ini." Bisik Daniel sembari mendorong pinggulnya, memasukan kejantanannya ke dalam memek Laras.

"Oughk..." Erang Laras.

"Enakkan Amma..." Goda Daniel.

Laras menggelengkan kepalanya, ia tidak tahan menerima setiap tusukan kontol Daniel di dalam memeknya yang semakin licin karena cairan precumnya yang keluar terus menerus, membuat kontol Daniel semakin leluasa menjelajahi bagian dalam memek Laras.

Sembari menggenjot memek Laras, kedua tangan Daniel menstimulasi payudara Laras yang ikut bergoyang mengikuti irama sodokan kontol Daniel.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Selangkangan Daniel menghentak-hentak selangkangan Laras, semakin lama semakin cepat dan makin cepat hingga menimbulkan suara erotis yang kian membangkitkan birahi mereka berdua.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Laras.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Nikmat sekali memek Amma! Oughk... Saya merasa sangat beruntung bisa menikmati memek Amma..." Racau Daniel yang tidak henti-hentinya memuji Laras.

"Aduh Dan... Aaahkk... Lepaskan Amma Dan..." Erang Laras sembari menatap Daniel.

Pemuda itu kembali menyosor bibir Laras, tapi kali ini Laras membalas lumatan Daniel, ia ikut membelit bibir Daniel, menikmati ciuman panas mereka berdua yang terasa semakin panas.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Daan... Amma keluaaaar..." Jerit Laras.

Kedua tungkai kaki Laras memeluk erat pinggul Daniel, seakan ia tidak ingin Daniel berhenti menyodok-nyodok liang senggamanya.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Bukannya berhenti Daniel semakin gencar menyodok-nyodok memek Laras, membuat orgasme Laras kian terasa sangat nikmat.

Dalam waktu singkat Laras langsung menyambut orgasme keduanya yang jauh lebih dahsyat, yang membuat tubuhnya terasa lemas, tenaganya seakan terhisap.

"Oughkk... Dan!" Erang Laras.

Daniel mencabut kontolnya dari dalam memek Laras yang masih sedikit mengeluarkan cairan bening dari sela-sela bibir kemaluannya.

"Enakkan Amma?" Bisik Daniel.

Laras menatap sayu kearah Daniel. "Kenapa kamu melakukan ini semua Dan? Kenapa harus sama Amma Dan?" Pilu Laras, selama ini ia sudah bersikap baik bahkan mau menerima Daniel di rumahnya, tetapi kenapa Daniel malah membalasnya dengan menodainya.

"Karena saya ingin membantu Amma! Saya tau Amma selama ini menderita karena KH Umar yang lebih mementingkan Istri mudanya." Daniel mengecup lembut bibir Laras. "Dan saya juga ingin Amma tau, selain KH Umar, masih banyak pria di luar sana yang menginginkan Amma." Sambung Daniel sembari berbaring di belakang Laras dan memeluknya dengan mesrah.

Daniel memegang tangan Laras, dan mengarahkannya ke kontolnya yang sudah siap kembali bersarang di dalam memeknya.

"Amma berhak bahagia! Amma berhak mendapatkan kepuasan biologis entah dari siapapun itu." Bisik mesrah Daniel.

Laras terdiam sembari menggenggam kontol Daniel, kemudian ia mengarahkan kontol Daniel tepat di bibir kemaluannya yang sudah sangat basah. Kemudian ia memundurkan selangkangannya hingga kepala kontol Daniel kembali di makan memeknya.

"Ini dosa Dan..." Lirih Laras.

Daniel mendekap erat tubuh Laras, sembari mendorong masuk kontolnya semakin dalam. "Kita nikmati bersama dosa ini Amma." Ujar Daniel menikmati hangatnya memek Laras.

"Aaahkk... Ssstt... Danieeel... Aaahkk..." Desah Laras.

Dari belakang Daniel kembali mengobrak-abrik lobang memek Laras yang kini terasa semakin menerima keberadaan kontolnya.

Laras memejamkan matanya, menikmati setiap tusukan kontol Daniel. Laras tau apa yang mereka lakukan saat ini adalah sebuah dosa besar. Tetapi di sisi lain Laras merasa bahwa dirinya juga berhak bahagia, berhak mendapatkan nafka biologis, walaupun itu bukan dari Suaminya.

*****


Kartika

Sementara itu di tempat yang berbeda Kartika tengah membantu Suaminya yang sedang bersiap-siap pergi untuk menemani KH Hasyim untuk membantu menjadi pengajar di pesantren Al-fatah B. Sebenarnya Kartika tidak begitu setuju, karena ia tidak terbiasa berpisah dengan Suaminya, tapi mau bagaimana lagi, ini perintah dari KH Sahal yang meminta Suaminya membantu KH Hasyim, mengingat pesantren Al-fatah B masih kekurangan pengajar yang cukup kompeten di bidangnya.

Setelah selesai memasukan semua pakaian ke dalam tas yang akan di bawah suaminya, Kartika menggelendot manja di lengan Suaminya.

"Seminggu sekali aku akan pulang." Ujar Rifki sembari mengusap-usap kepala Istrinya.

"Kenapa sih KH Sahal sampe minta Mas ke sana, padahal KH Hasyim sendiri tidak memintanya." Sungut Kartika manja.

"Ya Allah sayang! Di sana masih butuh banyak pengajar, nanti juga kalau sudah banyak Mas akan balik mengajar di sini lagi." Ujar Rifki menenangkan Istrinya yang tampak tidak menerima keputusan KH Sahal yang di anggap mengambil keputusan sepihak.

"Kenapa gak sekalian aku juga mengajar di sana."

Rifki menghela nafas perlahan. "Untuk saat ini pesantren Al-fatah B hanya menerima santri! Dan Ustadza di sana juga sudah cukup." Jelas Rifki.

"Nanti kalau aku kangen gimana?"

"Semalamkan udah..." Goda Rifki.

Wajah Kartika merona merah. "Ihk... Mas Rifki, bukan itu..." Rengek manja Kartika.

"Hahaha... Udah ah, ayo keluar! Abi sudah nungguin kita tuh." Bujuk Rifki, dan akhirnya Kartika terpaksa mengizinkan Suaminya pergi.

Mereka berdua segera keluar dari dalam kamar, menemui Pak Hasan yang sedang duduk di meja makan, menunggu anak dan menantunya.

Pagi itu terasa berbeda bagi Kartika, karena ini akan menjadi sarapan terakhir mereka bersama Minggu ini. Selesai sarapan, Kartika dan Pak Hasan mengantar hingga ke halaman rumah mereka. Tidak lupa Rifki menitipkan Istrinya ke Pak Hasan.

"Aku titip Kartika ya Bi." Ujar Rifki.

Pak Hasan mengangguk. "Iya, Abi akan jaga Istrimu, kamu tenang-tenang saja di sana." Ujar Pak Hasan, membuat Rifki merasa tenang.

"Terimakasih Pak, sayang kalau ada apa-apa kamu bilang sama Bapak ya."

Kartika mengangguk. "Iya Mas..." Jawab Kartika yang tampak belum ikhlas harus berpisah dengan Suaminya tercinta.

Tidak lama kemudian sebuah mobil SUV bertuliskan Al-fatah berhenti di depan mereka. Setelah berpelukan dan mencium kening istrinya, Rifki pamit ke orang tuanya dan Istrinya. Kartika melambaikan tangan kearah mobil yang di tumpangi Suaminya.

Selepas kepergian Rifki, tampak Pak Hasan menatap nanar kearah Kartika, seraya tersenyum penuh arti.

*****

09:45


Elliza


Adinda

Adinda mendekati sahabatnya yang beberapa hari ini terlihat murung, seakan ada masalah besar yang tengah dihadapi oleh sahabatnya itu. Walaupun Elliza berusaha menyembunyikan masalahnya dari teman-temannya, tetapi ia tidak bisa menyembunyikan nya dari Adinda.

Adinda duduk di samping Elliza yang sedang menatap dua anak kecil yang sedang bermain di halaman depan kantor pusat.

"Eh... Da! Kamu gak ikut ke kantin?" Tanya Elliza kaget melihat sosok sahabatnya yang sudah duduk di sampingnya.

Adinda menggelengkan kepalanya. "Kamu kenapa Liza? Aku perhatikan kamu sepeeti sengaja menghindari kami." Ujarnya, seraya menatap mata sahabatnya, mencari kebenaran dari sahabatnya.

"Aku gak apa-apa kok."

Adinda menghela nafas. "Gak usah bohong, aku tau kamu lagi ada masalah kan? Kenapa kamu gak mau cerita sama kami?" Desak Adinda.

Elliza terdiam membisu, tidak mungkin ia memberitahu teman-temannya kalau ia telah menjadi korban pemerkosaan yang di lakukan oleh para satmpam pesantren yang seharusnya menjaga mereka, bukan malah membuat teror.

Tetapi Elliza juga tidak bisa berbohong kepada Adinda, karena selama ini ia selalu cerita kepada Adinda setiap kali ia ada masalah.

"Kita sahabatan?" Bujuk Adinda.

Elliza mengangguk, dan sedetik kemudian ia wmenangis. Adinda memeluknya dengan erat, walaupun Adinda tidak tau masalah apa yang di hadapi sahabatnya, tapi ia mengerti kalau sahabatnya membutuhkan dirinya untuk menguatkan hati sahabatnya.

Cukup lama Elliza menangis di dalam pelukan sahabatnya, hingga akhirnya Elliza merasa sedikit tenang, walaupun hatinya masih menjerit nangis.

"Maaf Da, aku belum bisa cerita." Ujar Elliza pelan.


Adinda tersenyum hangat, ia mengerti kalau tidak semuanya bisa di certikan. "Gak apa-apa Za, aku mengerti kok... Tapi kalau nanti kamu butuh teman untuk berbagi, kamu bisa memberitahuku." Pinta Adinda.

"Iya Da! Terimakasih..."

Mereka berdua kembali berpelukan, Elliza merasa sangat bersyukur karena dikelilingi oleh orang-orang baik seperti sahabatnya. Dan tidak seharusnya ia tenggelam oleh perasaan sedihnya hingga membuat orang-orang yang ada di sekitarnya khawatir.

*****


Fatimah

Sementara itu di rumah Elliza mereka kedatangan tamu yaitu Pak Sobri. Pria tambun itu sengaja menemui Haja Fatimah untuk menyetor birahinya. Fatimah yang tidak bisa berbuat apa-apa terpaksa menerima kedatangan Pak Sobri dengan tangan terbuka.

Di ruang tamunya Fatimah tengah berlutut sembari mengoral kontol Pak Sobri.

"Sssttt... Aaahk... Nikmat sekali." Racau Pak Sobri.

Kepala Fatimah maju mundur mengulum kontol Pak Sobri dengan rakus hingga membuat air liurnya menetes ke dagunya.

Di lihat dari cara Fatimah mengoral kontol Pak Sobri, sepertinya ia sudah terbiasa melakukannya, tidak ada lagi kecanggungan ketika Fatimah melahap kontol Pak Sobri yang terasa nikmat baginya.

Tapi tiba-tiba...

"Bu Haja..."

Laras menghentikan aksinya, melihat ke samping kearah dapur rumahnya.

Tubuh Fatimah mendadak lemas ketika melihat Markus, salah satu pembantu di rumahnya, melihat dirinya yang sedang mengoral kontol Pak Sobri. Fatimah merasa nerakanya sudah sangat dekat. Berbeda dengan Pak Sobri ia terlihat santai bahkan tetap memaksa Fatimah mengoral kontolnya.

"Pak..." Tolak Fatimah.

Pak Sobri melihat kearah Markus yang masih mematung tidak percaya. "Panggil ke tiga temanmu ke sini." Suruh Pak Sobri.

Fatimah melihat Pak Sobri tidak percaya, entah apa yang diinginkan pak Sobri hingga meminta Markus memanggil ketiga pembantunya yang lain. Sementara Pak Sobri terlihat begitu santai tidak mengubris kepanikan yang ada di wajah Fatimah.

Tidak lama kemudian Pak Arifin, Soleh, Markus dan Mbak Yuni sudah berada di ruang tamu dengan tatapan bingung, penuh tanda tanya.

"Apa pendapat kalian tentang Hj Fatimah?" Tanya Pak Sobri sembari memeluk Hj Fatimah dari belakang.

"Pak tolong!" Melas Fatimah.

"Jawab saja, jangan takut..." Ujar Pak Sobri kepada pembantu Fatimah, mengabaikan permohonan Fatima yang nyaris menangis.

"Ca... Cantik Pak! Seksi..." Jawab Markus berani.

Pak Arifin menyikut Markus. "Jangan sembarangan ngomong." Bentak Arifin, tetapi Markus tidak begitu perduli.

"Yang lain?" Tanya Pak Sobri.

"Judes... Menyebalkan." Ucap Mbak Yuni seraya tersenyum sinis, ia mulai mengerti dengan keadaan saat ini sehingga ia memiliki keyakinan kalau ia akan baik-baik saja setelah mengungkapkan unek-uneknya.

"Bagus... Kalau menurut kamu?" Tanya Pak Sobri ke Soleh.

"Teteknya besar..." Jawab Soleh ragu-ragu.

Pak Sobri melihat kearah Pak Arifin. "Baik... Cantik..." Jawab Pak Arifin.

Pak Sobri kembali tersenyum. "Apa kalian bertiga mau meniduri majikan kalian?" Tanya Pak Sobri, membuat Fatimah benar-benar shock.

"Mau Pak." Jawab Markus dan Soleh serempak, sementara Pak Arifin malah terdiam bingung.

"Lepas pakaian kalian!" Suruh Pak Sobri, segera Markus dan Soleh menanggalkan pakaian mereka hingga telanjang bulat. Pak Arifin yang tadinya diam, kini mulai ikut menanggalkan pakaiannya. "Bagus... Bagus... Sekarang kalian tunggu saja di kamarnya KH Hasyim." Perintah Pak Sobri.

Tanpa banyak bicara mereka bertiga segera ke kamar Haja Fatimah bersama KH Hasyim. Sementara Mbak Yuni masih berdiri di tempatnya.

Kemudian Pak Sobri mengambil uang sebesar 5 juta dengan pecahan ratusan ribu. Ia berjalan mendekati Mbak Yuni yang terlihat kegirangan. Kemudian Pak Sobri memperlihatkan uangnya kepada Mbak Yuni.

"Apakah kamu mau menutup mulut dan menjadi bagian dari kami?" Tanya Pak Sobri sembari memberi kode meminta Mbak Yuni mengangkat gamisnya.

Segera Mbak Yuni mengangkat gamisnya, memperlihatkan dalamannya kepada Pak Sobri, kemudian Pak Sobri memasukan uang tersebut ke dalam celana dalam Mbak Yuni, sembari membisikan sesuatu di telinga Mbak Yuni.

Wanita yang tidak tau diri itu menganggukan kepalanya seraya tersenyum senang, kemudian menghampiri majikannya.

Plaaaak...

Satu tamparan mendarat keras di wajah Fatimah, membuat wanita berhijab itu tersentak kaget melihat keberanian Yuni yang notabennya adalah pembantunya sendiri, yang ia gaji setiap bulannya.

"Apa-apaan kamu Yun!"

Plaaak...

"Diam..." Bentak Yuni. "Mulai hari ini saya majikan kamu, panggil saya madam." Ujar Yuni yang tampak puas, sudah lama sekali Yuni ingin melakukan ini terhadap majikannya sendiri.

"Astaghfirullah... Yuni."

"Panggil saya Madam..." Bentak Yuni lagi.

Pak Sobri mendekati kembali Fatimah. "Turuti semua perintah Yuni, atau... Rekaman kita kemarin akan saya sebarkan dan saya pastikan kamu dan keluargamu hancur." Ujar Pak Sobri.

Fatimah yang sadar kalau dirinya tidak memiliki pilihan terpaksa menuruti semua perintah Pak Sobri, dan mengakui kalau Mbak Yuni adalah majikannya. "Ma... Madam..." Lirih Fatimah.

"Ikut saya."

Fatimah sempat melihat kearah Pak Sobri yang acuh tak acuh, kemudian ia mengikuti Mbak Yuni, menuju kamar Mbak Yuni.

*****


Lidya


Tiwi


Aurel

14:20

Sepulang sekolah Aurel memutuskan ikut bersama Lidya dan Tiwi ke tempat markas baru mereka. Setibanya di sana mereka langsung di sambut oleh Dedi, Efran, Ferdi dan Ardi. Mereka bersantai sembari merokok, mengobrol ngarul ngidul tidak jelas.

Tiba-tiba Yogi datang sembari membawa tas ransel besarnya, lalu dia membuka tasnya dan mengeluarkan isinya membuat mereka bersorak senang kecuali Aurel.

Yogi ternyata menyembunyikan sebotol anggur merah di dalam tasnya.

"Saatnya minum-minum." Ujar Dedi.

Mereka mulai memutar botol untuk di nikmati bersama-sama secara bergiliran. Lidya dengan santainya meneguk minuman haram tersebut.

"Mantab..." Ujar Lidya.

"Giliran kamu Wi." Pinta Boy bersemangat, ia berharap mereka mabuk.

Tiwi meminta mereka semua tenang. "Oke... Oke... Giliran aku sekarang." Segera Tiwi menegak minuman beralkohol tersebut hingga sedikit tumpah mengenai seragam putihnya.

"Mantaaab..." Puji Ferdi.

"Ni giliran kamu Rel!" Tiwi menyodorkan botol minuman tersebut ke Aurel.

Aurel menggelengkan kepalanya. "Gak ah... Kalian aja yang minum." Tolak Aurel, ia memang belum pernah meminum minuman beralkohol, ia juga khawatir minuman tersebut membuatnya mabuk.

"Gak asyik kamu Rel."

"Kita semua minum lo Rel, masak kamu gak."

"Dikit aja Rel..."

"Coba dulu, kamu pasti ketagihan."

Bujuk mereka agar Aurel mau mencoba minuman memabukkan tersebut. Tetapi Aurel memilih tetap tidak meminumnya, karena ia khawatir aroma minuman tersebut tercium oleh orang tuanya. Bisa mati dia kalau sampai ketahuan.

"Gak ah... Aromanya itu kuat nanti aku ketahuan Umi." Tolak Aurel.

"Ya... Cemen kamu Rel." Protes Tiwi.

Beruntung Dedi membela Aurel. "Jangan di paksa kalau dia tidak mau, kita habiskan sendiri saja." Usul Dedi membela Aurel. Ia mengambil botol dari Tiwi untuk ia minum menggantikan Aurel.

"Terimakasih Ded..." Bisik Aurel.

Dedi melihat Aurel sebentar lalu mereka berdua tersenyum, dan entah kenapa Aurel merasa mulai menyukai sosok Dedi.

Tidak terasa sebotol minuman tersebut habis tidak bersisa mereka minum.

"Ngapain lagi ni enaknya?" Celetuk Efran sembari menghisap rokoknya.

"Kita berenang yuk." Usul Lidya.

"Ide bagus." Celetuk Yogi senang.

"Kitakan gak punya pakaian ganti loh." Protes Aurel, mengingatkan teman-temannya yang lebih dulu beranjak dari tempat mereka.

Tiwi yang berjalan paling belakang berbisik di dekat telinga Aurel. "Telanjang... Hihihi..." Ujar Tiwi cekikikan sembari berjalan sempoyongan menyusul teman-temannya yang lebih dulu pergi ke belakang.

Aurel menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menyusul teman-temannya.

Dan benar saja di perkarangan belakang Lidya dan Tiwi tengah melepas satu persatu pakaian mereka hingga hanya memakai dalaman saja, membuat Aurel benar-benar tidak habis pikir akan kenekatan mereka berdua, sementara para cowok tampak semangat.

"Gak ikut Rel?" Tanya Dedi.

Aurel menggelengkan kepalanya. "Gak ah malu... Biar mereka aja." Tolak Aurel sembari melihat kedua temannya yang sedang berenang bersama-sama.

"Kenapa malu." Heran Dedi.

"Aku juga gak bisa berenang." Ujar Aurel memberi alasan kepada Dedi.

"Tenang, kan ada aku..." Ucap Dedi sembari menepuk dadanya, membuat Aurel tertawa dengan tingkah Dedi yang sok menjadi pahlawan.

Tetapi diam-diam Aurel sebenarnya juga ingin ikut nyebur bersama teman-temannya, apa lagi melihat teman-temannya yang terlihat begitu seru. Mereka kejar-kejaran, bahkan ia melihat Lidya berciuman dengan Efran, mereka terlihat sangat romantis, membuat Aurel merasa iri dan membayangkan dirinya berciuman dengan Dedi. Sedetik kemudian Aurel menggeleng-gelengkan kepalanya, dia bukan wanita murahan seperti teman-temannya.

Pandangannya beralih ke Tiwi, ia melihat Tiwi di pegangi oleh Ferdi dan Boy, ia melihat Tiwi cekikikan sembari berusaha melepaskan diri, tiba-tiba dari bawah air Yogi keluar sembari mengangkat tangannya yang sedang memegang kain segitiga berwarna hitam.

Aurel mendekap mulutnya sanking kagetnya, ia tau itu dalaman Tiwi. Sementara Dedi yang ada di sampingnya tertawa puas.

"Yuk berenang." Ajak Dedi.

Aurel menggelengkan kepalanya walaupun hati kecilnya ingin sekali ikut nyemplum ke sungai.

Lidya dan Tiwi saling pandang, lalu mereka berdua naik keatas teras belakang rumah kemudian dengan sigap mereka menangkap tubuh Aurel yang meronta-ronta ketika keduanya berusaha menelanjanginya. Karena takut seragamnya sobek akhirnya Aurel hanya pasrah ketika dirinya di telanjangi oleh mereka.

Dedi tampak terpukau memandangi lekuk tubuh Aurel yang di balut bra dan celana dalam berwarna putih.

Tapi tidak berapa lama Dedi tersadar dari lamunannya, buru-buru ia membantu Tiwi dan Lidya untuk membawa Aurel melompat ke air sungai.

Byuuurrr...

"Yeaaaah..." Sorak Lidya dan Tiwi.

Aurel yang tak bisa berenang memeluk erat leher Dedi, ia takut karena air sungai yang cukup dalam bisa membuatnya tenggelam.

"Tenang Rel! Ada aku..." Ujar Dedi.

Aurel memukul sebal dada Dedi. "Awas ya kalau sampe aku hanyut...." Omel Aurel, tapi di dalam hati ia senang karena berada di dekat Dedi.

Sementara itu Lidya dan Tiwi tengah berenang bersama teman prianya yang lain. Lagi-lagi Efran mendekati Lidya kemudian Aurel melihat mereka berciuman sambil berpelukan, dan yang membuat Aurel makin kaget ketika ia melihat dalaman Lidya yang mengambang.

"Mereka berani banget ya... Kamu berani gak?" Rayu Dedi, Aurel langsung melotot.

"Jangan samain aku dengan mereka." Ujar Aurel, padahal di bawah sana sudah berkedut-kedut kerena Aurel dapat merasakan tonjolan di celana Dedi yang terasa menyodok-nyodok selangkangannya.

Pandangan Aurel beralih ke Tiwi dan ternyata Tiwi lebih parah lagi. Kedua tangannya merangkul leher Boy dan Ferdi, sementara kedua tungkai kakinya memeluk leher Yogi yang tengah menjilati bibir kemaluannya, pemandangan tersebut benar-benar membuat Aurel merasa shock, ia tidak menyangkah kalau kedua temannya bisa senekat itu.

Melihat kelakuan kedua sahabatnya Aurel malah malu sendiri, ia merasa apa yang di lakukan kedua temannya sangat menjijikan.

"Udahan yuk..."

"Kenapa?" Tanya Dedi.

Aurel tidak mengubris ia tetap meminta Dedi membawanya kembali ke pinggir.

Lalu tanpa berkata apa-apa Aurel bergegas naik keatas rumah dan mengenakan kembali pakaiannya. Ia tau kalau kedua temannya memang nakal, bahkan dirinya juga nakal. Tapi untuk urusan sex, Aurel masih sedikit waras dibandingkan kedua temannya.

Menurut Aurel senakal-nakalnya wanita, tetap harus menjaga harga dirinya. Telanjang di kelilingi oleh lawan jenis saja sudah memalukan, apa lagi kalau sampai berbuat mesum.

Dedi yang tidak mengerti dengan perubahan Aurel hanya diam sesaat. Walaupun sempat bimbang tapi akhirnya Dedi membiarkan Aurel pergi, dan dirinya segera menghampiri Lidya yang sedang bersama Efran. Tentu saja Dedi tidak mau melewati pesta yang ada di depan matanya.

Biarlah Aurel ia urus nanti, dan Dedi memiliki keyakinan kalau ia pasti bisa menaklukan anak KH Umar nantinya.

*****


Fatimah

Fatimah hanya pasrah ketika Yuni membawanya masuk ke dalam kamarnya yang sudah ada ketiga pembantunya yang lain dalam keadaan telanjang bulat. Harga diri Fatimah benar-benar di lucuti oleh Pak Sobri, membuatnya merasa seperti wanita paling hina di muka bumi ini.

Sembari memejamkan matanya Fatimah pasrah ketika Yuni membuka kimono yang di kenakan oleh Fatimah.

Ketiga pasang mata yang menatapnya tampak berbinar tidak percaya. Di hadapannya Fatimah yang biasanya mengenakan pakaian Muslimah, kini terlihat seperti pelacur murahan.

Di bawah tatapan ketiga pasang mata yang terlihat lapar, membuat tubuh Fatimah merinding.

"Selamat di nikmati ya Bapak-bapak." Ujar Yuni tersenyum puas.

Sekilas ia menatap sinis kearah Fatimah, lalu pergi meninggalkan Fatimah bersama ketiga serigala kelaparan yang hendak menjadikannya sebagai makanan.

Awalnya ketiga pria pembantu rumahnya itu terlihat ragu, tapi pada akhirnya Umarlah yang maju lebih dulu mendekati majikannya, tanpa berkata Umar memeluk tubuh Fatimah, sembari melumat bibir Fatimah dengan rakus. Kedua temannya hanya memandang takjub melihat Fatimah yang sama sekali tidak marah.

Ingin rasanya Fatimah memberontak, tapi dirinya sadar tidak ada gunanya ia melawan selama video pornonya berada di tangan Pak Sobri.

Setelah puas mencium bibir Fatimah, Umar meminta Fatimah berlutut dan mengulum penisnya.

Lagi-lagi Fatimah terlihat sangat patuh, ia menggenggam kontol Umar lalu melahapnya dengan perlahan, mengulumnya dengan lembut.

"Sssttt... Aaahkk... Nikmat sekali Bu Haja." Racau Umar keenakan.

Melihat betapa pasrahnya Fatimah, akhirnya membuat Soleh dan Pak Arifin memberanikan diri mendekati Fatimah, wanita yang sangat mereka hormati sekaligus mereka takuti. Siapa sangka hari ini malah menjadi hari keberuntungan mereka.

Soleh menyodorkan kontolnya, begitu pula dengan Pak Arifin. Dengan sigap Fatimah menggenggam kontol mereka, mengocoknya dengan perlahan. Lalu secara bergantian ia mengulum kontol mereka.

Hampir lima belas menit Fatimah memanjakan kontol mereka dengan mulut dan tangannya, membuat Fatimah mulai kepayahan.

Karena ingin cepat selesai, Fatimah memutuskan untuk langsung ke menu utama.

Ia berdiri berjalan keatas tempat tidur, lalu ia berbaring menghadap kearah mereka bertiga, dengan perlahan ia menekuk kakinya, lalu membukanya, memamerkan memeknya yang tembem kehadapan mereka bertiga.

"Ini yang kalian mau kan? Selesaikan sekarang atau tidak sama sekali." Cetus Fatiimah. Sebenarnya ia merasa sangat malu karena harus berfose seseksi mungkin untuk menggoda mereka agar mau menyetubuhinya sekarang juga.

Tapi setelah di pikir-pikir ia sudah melakukan hal ini beberapa kali bersama Pak Sobri, bahkan ia pernah melayani Pak Sobri dan KH Sahal secara bersamaan, membuat Fatimah yakin bisa melayani ketiga pembantunya tersebut.

"Bu Haja tau aja yang kita mau." Ujar Soleh.

Pemuda berusia 26 tahun itu mendekati Fatimah yang sudah terlentang pasrah, kemudian ia berlutut diantara kedua tungkai kaki Fatimah.

Tindakan Soleh membuat Fatimah berubah menjadi panik, tadinya ia berharap mereka langsung menggaulinya bukan malah merangsangnya terlebih dahulu. Fatimah hendak menutup kedua kakinya, tapi sudah terlambat karena wajah Soleh sudah berada di selangkangannya.

"Oughk... Apa yang kamu lakukan Soleh? Aaahkk... Lepaskaaaan... Aaahkk..." Erang Fatimah tidak tahan dengan sapuan lidah Soleh di bibir kemaluannya.

Pak Arifin dan Umar duduk di samping Fatimah, mereka berdua menjamah payudara Fatimah dengan perlahan dan lembut, memilin putingnya membuat nafas Fatima mulai tersengal-sengal.

Tubuhnya menggeliat di rangsang oleh ketiga pembantunya sekaligus.

Yang ditakutkan Fatimah akhirnya terjadi, memeknya kian berkedut-kedut, mengeluarkan cairan bening dengan jumblah yang banyak.

Rasa nikmat itu kian menjadi-jadi ketika lidah Soleh menyeruak masuk kedalam memeknya, mengorek-ngorek liang memeknya yang semakin basah, di tambah lagi Pak Arifin melumat bibirnya dan Umar menghisap payudaranya dengan perlahan.

"Eehmmmppss... Eeehmmppsss... Eehmmmppss..." Lenguh Fatimah tidak berdaya.

Sapuan lidah Soleh beralih ke clitorisnya, ia menjilati daging mengil tersebut sembari menusuk-nusuk lobang memek Fatimah.

Tidak butuh waktu lama bagi mereka bertiga untuk mengantarkan Fatimah berada di puncak klimaksnya. Tubuh Fatimah menggelinjang indah, ketika ia menggapai orgasmenya.

"Nikmat banget Memek Bu Haja." Ujar Soleh.

Fatimah merasa benar-benar kehilangan muka di hadapan mereka bertiga. "Masukan sekarang Soleh, saya ingin ini cepat selesai." Ujar Fatimah ketus, ia tidak ingin di permalukan lebih lama lagi.

"Iya Bu." Jawab Soleh santun.

Pemuda itu segera memposisikan kontolnya di depan bibir kemaluan Fatimah. Alih-alih menusuknya, ia malah hanya menggesek-gesekkan batang kontolnya di kemaluan Fatimah yang sudah sangat basah.

Pak Arifin kembali meminta wanita Soleha itu mengoral kontolnya.

"Kulum Bu." Pinta Pak Arifin.

Fatimah menuntun kontol Pak Arifin masuk ke dalam mulutnya, lalu menghisapnya dengan perlahan, seakan ia sangat menikmati kontol Pak Arifin di dalam mulutnya. Umar tidak mau kalah, ia duduk diatas perut Fatimah, lalu menjepit kontolnya dengan payudara Fatimah.

Kembali Fatimah merasakan birahi yang meluap-luap, apa lagi Soleh tidak kunjung memasukan kontolnya ke dalam memeknya.

"Masukan sekarang Soleh." Suruh Fatimah kian frustasi, air mata Fatimah mulai jatuh ke pipinya. "Tolong... Jangan permalukan saya lebih dari ini, atau bunuh saja saya." Mohon Fatimah terisak.

Soleh tersenyum kecil. "Saya akan masukan kalau Bu Haja Fatimah benar-benar menginginkannya." Jawab Soleh tenang.

"Kita mau melakukannya dengan landasan suka sama suka Bu! Bukan karena paksaan." Ujar Pak Arifin, seraya membelai kepala Fatimah.

"Benar Bu Haja, kita mau Bu Haja juga menikmatinya, bukan hanya kita saja." Ujar Umar.

Fatimah terdiam beberapa saat, kemudian ia meminta ketiga pembantunya untuk berhenti menyentuhnya, dan mereka benar-benar berhenti merangsangnya, menuruti perintah Fatimah, membuat Fatimah merasa heran dengan sikap mereka yang begitu patuh.

Fatimah memandang mereka tidak percaya, entah kenapa Fatimah merasa mereka tengah merencanakan sesuatu untuk menjebaknya seperti Pak Sobri.

"Yakin kalian tidak mau?" Sindir Fatimah.

Mereka bertiga saling pandang. "Tadi kami sudah bicara satu sama lain Bu! Kami tidak tau Ibu ada masalah apa dengan Pak Sobri, tapi yang pasti kami tidak mau ikut-ikutan." Jelas Pak Arifin.

"Selama ini keluarga Ibu sudah sangat baik sama kami, tentu kami tidak ingin mengambil kesempatan dari masalah Ibu dengan Pak Sobri." Sambung Umar.

"Dari dulu kami memang sering menjadikan Bu Haja bahan coli kami, tapi... Kami tidak sejahat itu hingga ingin menodai Bu Haja! Kami bisa berpura-pura sudah meniduri Bu Haja di hadapan Pak Sobri." Ujar Soleh, seraya menatap Fatimah yang tampak terharu.

Fatimah benar-benar tidak menyangkah, kalau ketiga pembantunya itu mau mengerti kondisi yang sedang ia hadapi saat ini. Padahal bisa saja mereka menidurinya dan tentunya ia tidak akan melawan, karena berada di bawah ancaman Pak Sobri.

Fatimah menyesal karena telah berfikiran yang tidak-tidak kepada ketiga pembantunya itu.

Pak Arifin menarik selimut dan menyelimuti tubuh telanjang Fatimah, dengan senyum hangat Fatimah berterimakasih kepada mereka.

"Ya Allah, saya tidak menyangka kalau kalian begitu baik kepada saya." Lirih Fatimah terharu.

"Hmmm... Bu Haja, bisa gak kalau kita pura-pura ML, takutnya nanti Yuni menguping di balik pintu." Tutur Umar seraya melihat kearah pintu kamar Fatimah.

"Iya Bu, saya takut nanti Ibu malah terkena masalah lebih besar lagi kalau sampai ketahuan tidak melayani kita bertiga, bisa-bisa Ibu malah di suruh melayani orang lain." Sambung Soleh.

"Iya kalian benar! Pak Sobri tidak akan pernah puas kalau belum melihat saya tersiksa." Ujar Fatimah.

"Kalau boleh tau ada masalah apa Bu Haja sama Pak Sobri?" Tanya Umar yang tampak penasaran, melihat majikannya yang begitu patuh menuruti perintah Pak Sobri, walaupun mereka meyakini kalau itu bertentangan dengan batinnya Fatimah.

"Nanti saya ceritakan kalau Pak Sobri sudah pergi." Jawab Fatimah.

Mereka berempat mulai berakting seakan-akan mereka sedang bercinta. Fatimah mendesah-desah sembari memohon di lepaskan oleh mereka, sementara mereka berakting seakan tengah memaksa majikan mereka melayani mereka.

Soleh sampai melompat-lompat diatas tempat tidur agar terdengar suara deritan, layaknya seseorang yang sedang bercumbu.

Dan benar saja, di balik daun pintu kamar Fatimah, tampak Yuni sedang menguping. Dari raut wajahnya ia terlihat senang, karena akhirnya majikannya yang suka menceramahinya dan memarahinya karena berpenampilan seronok akhirnya kena batunya.

Ia berjalan menuju Pak Sobri yang sedang duduk di sofa sembari mengocok kontolnya. Seraya tersenyum Yuni menanggalkan pakaiannya hingga telanjang bulat.

*****


Laras

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Sementara itu di tempat berbeda, Daniel dengan gagahnya menyetubuhi Haja Laras dengan gaya doggy-style. Tubuh indah Laras telonjak-lonjak menerima setiap tusukan Daniel dari belakang. Pemuda itu mencengkram, meremas dan menampar-nampar pantat Laras dengan keras dan beringas.

Sementara Laras terlihat sangat menikmati setiap tindakan kasar Daniel kepadanya.

"Danieeel... Ama mau dapaaat..." Jerit Laras.

Daniel semakin kencang menjorokan kontolnya di dalam memek Laras. "Bareng Amma, saya juga mau keluaaaar... Kita bikin Adek untuk Azril." Erang Daniel.

"Jangan di dalam Daaan... Aaarrrtt..."

Croootss... Croootss... Croootss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Pantat Laras bergetar seiring dengan cairan cintanya menyembur deras membuat seprei tempat tidur Azril menjadi basah.

Ploopss...

Daniel mencabut kontolnya dari dalam memek Laras, tampak kontol Daniel mengkilat oleh cairan lendir cintanya yang menyelimuti batang kemaluannya. Dari celah-celah bibir memek Laras, tampak mengalir sperma Daniel hingga jatuh keatas seprei tempat tidur Azril.

Tubuh Laras terkulai lemas, setelah dari pagi tadi hingga siang ini ia melayani nafsu Daniel. Tapi jujur, Laras menikmatinya, bahkan sangat menikmatinya. Sudah tidak terhitung berapa kali ia orgasme.

"Sebentar lagi Azril pulang, jangan tutupi tubuh Amma." Ujar Daniel seraya mengenakan pakaian.

"Astaghfirullah..."

Laras melihat kearah jam dinding kamar anaknya, sudah menunjukan pukul 2 siang, itu artinya sebentar lagi Azril akan pulang. Wajah Laras mendadak pucat pasi, melihat kondisi kamar anaknya yang sudah sangat berantakan.

Apa kata Azril kalau ia melihat kamarnya yang seperti kapal pecah.

"Tidak perlu panik Amma! Tiduran saja... Nanti kalau Azril ke kamar bilang aja Amma habis di pijat." Ujar Daniel, tapi tetap tidak bisa membuat Laras menjadi lebih tenang.

"Apa yang harus aku lakukan." Lirih Laras frustasi.

"Amma percaya sama saya! Walaupun Azril tau sekalipun, dia tidak akan melaporkan apa yang kita lakukan barusan, Amma lupa kalau saya sering menelanjangi Amma selama ini di depan Azril?" Ujar Daniel mengingatkan Laras tentang kejadian beberapa hari ini.

Kalau di pikir-pikir apa yang di katakan Daniel ada benarnya juga. Kalaupun Azril ingin memberitahu Abinya, seharusnya Azril sudah melakukannya sejak dari ia di pijit oleh Daniel, tapi nyatanya, Suaminya tidak tau sama sekali kalau selama ini Daniel yang memijitnya, bukan mbok Saritem tukang pijit langganannya.

Bahkan ketika Laras berbohong ke Suaminya, Azril sama sekali tidak mencelanya, dan membiarkan ia berbohong.

Daniel tersenyum. "Amma hanya perlu pura-pura tidur dan lihat seperti apa reaksi Azril." Bisik Daniel, lalu pergi meninggalkan Laras sendirian di dalam kamar tanpa busana.

Sementara itu tampak seorang pemuda baru saja memasuki rumahnya. Azril bernafas lega setelah tiba di rumahnya, karena cacing di perutnya yang mulai berdemo. Saat ia hendak meletakan tasnya di kamar, tiba-tiba ia melihat Daniel keluar dari kamarnya.

Selepas kepergian Daniel, Azril bergegas ke kamarnya, saat pintu kamarnya terbuka, mendadak lutut Azril terasa lemas melihat Ibunya berbaring dalam keadaan nyaris telanjang bulat, hanya jilbab saja yang masih melekat di atas kepalanya.

Perasaan Azril bekecamuk, antara senang bisa melihat Ibunya dalam keadaan polos, dan gelisah khawatir kalau Ibunya di apa-apakan oleh Daniel.

"Azril..." Lirih Laras sembari menarik selimut Azril menutupi tubuh telanjangnya. "Kamu baru pulang sayang?" Tanya Laras seakan tidak terjadi apa-apa di dalam kamar Azril ketika anaknya tidak ada di kamar.

"I-iya Umi! Hmm... Umi habis ngapain?" Tanya Azril sembari melihat tempat tidurnya yang berantakan.

Laras duduk diatas tempat tidur Azril sembari menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut Azril. "Umi habis di pijit sayang! Soalnya kaki Umi sakit lagi." Jawab Laras, seraya tersenyum memandangi putranya yang tampak gerogi.

"Sama siapa Umi?"

Laras sedikit menyibak kesamping selimutnya hingga tampak memeknya di hadapan Azril. "Sama... Mbok Saritem sayang!" Jawab Laras jelas berbohong.

Azril terdiam sejenak, mencari tau kenapa Ibunya harus sampai berbohong kepadanya. Jelas sekali Azril melihat Daniel keluar dari kamarnya, dan ia sama sekali tidak melihat tukang pijit langganannya Uminya keluar dari rumah mereka.

"Kamu gak percaya sama Umi? Jangan-jangan kamu mikirnya Daniel ya yang mijitin Umi?" Tembak Laras sembari cemberut di depan Azril.

"Per... Percaya kok Mi." Jawab cepat Azril.

Laras tersenyum lega mendengarnya. "Umi ke kamar dulu ya Nak! Mau mandi dulu, lengket semua badan Umi rasanya." Ujar Laras sembari mengelus tangannya yang tidak tertutup selimut.

"Iya Umi."

Laras turun dari tempat tidurnya. "Kalau Daniel yang mijitin Umi, boleh gak?" Pancing Laras, sembari menatap mata putranya.

"Bo-boleh kok Mi! Asalkan demi kebaikan Umi." Jawab Azril.

Laras lagi-lagi tersenyum mendengarnya, kemudian Laras memungut pakaiannya yang berserakan di lantai kamar putranya. Saat berjalan di samping Azril yang masih mematung di depan pintu kamarnya.

Lagi-lagi Laras menggoda putranya. "Kamu gak terangsangkan ngeliatin Umi telanjang tadi?" Bisik Laras, Azril yang selama ini tidak terbiasa berbohong mendadak gagu di hadapan Ibunya.

Tanpa menunggu jawaban Azril, Laras pergi keluar dari kamar Putranya yang tampak bengong.

Setelah kesadarannya pulih Azril berjalan mendekati tempat tidurnya yang berantakan, ia merabahi seprei kamarnya yang lembab, membuat pikiran Azril menerawang kemana-mana, apa lagi ketika ia tidak sengaja menyentuh sisa sperma Daniel.

Saat ia menciumnya, Azril semakin yakin kalau itu adalah sperma seorang laki-laki. Tubuh Azril terasa lemas membayangkan ibunya berzina dengan sepupunya sendiri.

"Tidak mungkin... Umi tidak mungkin berzina... Iya benar Umi tidak mungkin melakukannya dengan Mas Daniel."

Jerit hati Azril meyakinkan dirinya kalau Ibunya tidak mungkin menjalin hubungan terlarang dengan Daniel.

Setelah merasa sedikit tenang, Azril mulai membereskan kamarnya, merapikan kembali seprei tempat tidurnya tanpa menggantinya. Meletakan kembali bantal guling nya yang terjatuh di lantai.

Saat membereskan kamarnya, Azril menemukan harta karun di bawah meja belajarnya.

Azril menatap nanar kain segitiga berwarna hitam milik Ibunya. Ia melihat ada sedikit cairan yang menempel di celana dalam Ibunya, dengan tangan gemetar ia menempelkan celana dalam tersebut di hidungnya, mencium aroma memek Ibunya yang menempel di kain tersebut.

Ketika sedang menikmati aroma dalaman Ibunya, tiba-tiba pintu kamarnya kembali terbuka. Buru-buru Azril menyembunyikan dalaman Ibunya.

Laras tersenyum memandang Azril. "Azril kamu makan di dapur umum pesantren aja ya, Umi lupa masak." Ujar Laras, Azril mengangguk cepat.

"Maaf ya sayang udah ganggu, lain kali pintunya di kunci." Sambung Laras sembari mengedipkan matanya, lalu menutup pintu kamar putranya kembali.

Selepas kepergian Ibunya, Azril yang sudah sangat bernafsu tidak begitu menanggapi ucapan Laras. Ia segera mengunci pintu kamarnya, lalu menanggalkan pakaiannya. Sembari masturbasi, ia kembali menikmati aroma memek Ibunya yang memabukkan.

*****
end part 9
 

Zaskia

14:20

Kedua tangan Zaskia terlihat sibuk mencuci piring bekas makan siang mereka, tetapi pikiran Zaskia menerawang mengingat kejadian tadi pagi. Bayangan tubuh telanjang Rayhan seakan tidak mau minggat dari pikirannya, bahkan Zaskia dapat mengingat setiap detail bentuk tubuh Adik iparnya, terutama bentuk kemaluan Rayhan yang sangat besar.

Sanking sibuknya melamun Zaskia tidak menyadari Rayhan yang berjalan mengendap-endap mendekatinya dari belakang.

"KAKAK..." Jerit Rayhan.

Zaskia telonjak kaget. "Kontol... Eh kontol..." Nyaris saja piring yang ada di tangannya terlepas. "Ya Allah Dek, kamu bikin kaget aja si." Omel Zaskia, rasanya ia gemas sekali ingin mencubit perut Rayhan andai ia tidak ingat kalau Adiknya sedang sakit.

"Hahahaha...." Tawa Rayhan puas.

"Malah ketawa! Kualat nanti kamu." Omel Zaskia, seraya melotot.

"Astaghfirullah Kak! Adik sendiri sampai di doakan kualat." Rajuk Rayhan, membuat Zaskia ikut terkikik.

"Hihihi... Makanya jangan suka isengin Kakak." Zaskia mentoel hidung Rayhan. "Ada apa? Kok kamu rapi banget Dek?" Tanya Zaskia heran, sembari melihat penampilan Adiknya yang terlihat rapi.

"Aku ke pasar dulu ya Kak."

"Hah? Kamu mau ke pasar? Sudah lupa kalau lagi sakit?" Geram Zaskia sembari meletakan kedua tangannya di atas pinggang.

"Bosan Kak di rumah terus."

"Bosan... Bosan... Kakak yang ngerawat kamu aja gak bosan, pokoknya Kakak gak ngizinin kamu keluar." Kecam Zaskia sembari memukul-mukuli sendok di wastafel.

Rayhan tersenyum kecil. "Kalau begitu nanti bilang aja ke Ustadza Haifa ya Kak, kalau aku gak bisa bantuin dia beli obat di apotik." Ujar Rayhan seraya mengulum senyum melihat Zaskia mendadak kikuk.

"Oh di suruh Ustadza Haifa..." Lirih Zaskia.

"Iya Kak."

Zaskia tampak menghela nafas. "Jangan lama-lama perginya, tapi ingat langsung pulang, awas kalau kamu sampe main-main dulu." Tunjuk Zaskia, membuat Rayhan terkikik senang.

"Jadi di izinin nih?" Goda Rayhan.

"Iya." Jawab ketus Zaskia.

Rayhan mengamit tangan Kakaknya dan mencium punggung tangan Kakaknya hingga meninggalkan bekas air liur. "Aku pergi dulu ya Kak, dada... Assalamualaikum!" Rayhan buru-buru kabur ketika mendengar teriakan Zaskia yang tampak murka.

"Adeeeek..." Jerit Zaskia.

*****


Clara


Asyifa

Angkot tua itu berjalan dengan perlahan, sesekali ia terguncang tatkalah salah satu bannya masuk ke dalam lobang yang cukup besar. Ibu-ibu yang berada di dalam angkot tampak menjerit, ada rasa khawatir kalau mobil tersebut akan terbalik.

"Bang, pelan-pelan saja!" Protes salah satu penumpang yang tengah menggendong seorang anak.

Tetapi sang sopir seakan tidak perduli. Sembari menghisap rokok kretek, ia menghajar setiap lobang yang ada di hadapannya tanpa ada rasa takut. Rayhan yang juga menjadi salah satu penumpang angkutan umum tersebut tanpa menghela nafas.

Perutnya terasa mual karena goncangan di dalam angkot yang tidak beraturan. Belum lagi bauk amis yang menyengat dari penumpang yang duduk di sampingnya.

Hal yang sama juga di rasakan Asyifa dan Clara, mereka berdua kompak menutup hidung, untuk mengurangi bauk amis yang menyengat. Sesekali Asyifa melirik kearah Rayhan yang duduk percis di depannya, tetapi ia buru-buru membuang mukanya ketika Rayhan balas menatapnya.

"Kalian mau kemana?" Sapa Rayhan kemudian.

Clara tersenyum manis. "Kami mau ke pasar Akhi! Kalau Akhi sendiri mau kemana?" Tanya Clara sopan, membuat Asyifa geram. Dia mencubit paha Clara sembari memberi kode untuk diam.

"Gak usah di ajak ngomong!" Bisik Asyifa.

Gadis berjilbab merah muda itu menatap Rayhan tak suka. Ia masih teringat kejadian di klinik Ustadza Haifa minggu lalu. Ia masih sangat marah kepada Rayhan, apa lagi sampai hari ini pemuda itu tidak meminta maaf dengan tulus atas kejadian waktu itu.

Rayhan yang mengerti amarah Asyifa, memilih diam. Sesekali ia tersenyum tipis mengingat kejadian waktu itu.

Sementara Clara tampak tidak mengerti dengan sikap sahabatnya. Karena Asyifa yang ia kenal adalah sosok wanita yang ramah pada siapa saja. Tapi di hadapan Rayhan, Asyifa malah terlihat berbeda.

"Kamu kenapa Asyifa?" Tanya Clara pelan.

Asyifa membuang muka kearah jendela angkot, seraya menggelengkan kepalanya. "Aku gak apa-apa." Jawab Asyifa singkat.

Clara menghela nafas dalam, lalu diam sembari menikmati perjalanan mereka. Hingga akhirnya angkot yang mereka tumpangi tiba di terminal pasar kabupaten. Para penumpang berbondong-bondong keluar dari dalam angkot, begitu juga dengan Asyifa dan Clara.

Ketika hendak menyebrang jalan, dari arah berlawanan tampak sebuah motor 2tak melaju dengan kencangnya. Asyifa yang tak menyadarinya dengan santai hendak menyebrang.

Rayhan dengan cepat menarik tangan Asyifa, hingga tubuh Asyifa jatuh di dalam pelukannya. "Ngeeeeeeeng...." Dengan kecepatan maksimal, motor Yamaha RX-King melaju cepat, tepat didepannya. Asyifa yang melihat kejadian tersebut tampak pucat pasi.

Cukup lama bagi Asyifa untuk mengembalikan kesadarannya. Dan ketika ia sadar, Asyifa sangat terkejut ketika tau berada di dalam pelukan Rayhan.

"Astaghfirullah! Kamu..." Asyifa mengarahkan tunjuknya kearah Rayhan. Rahangnya mengeras dan wajahnya memerah.

"Cie... Cie... Cie..." Goda Clara.

Asyifa yang tadinya hendak marah, berubah menjadi sangat malu setelah di goda oleh sahabatnya. Ia bergegas menarik tangan Clara untuk segera memasuki pasar tanpa memperdulikan pemuda yang baru saja menyelamatkan nyawanya.

Rayhan yang melihat hal tersebut hanya diam, sembari menyunggingkan senyumnya. "Cantik juga." Gumam Rayhan, sembari ikut menyebrang jalan.

*****


Lidya

Sepanjang berbelanja di pasar Clara terus-menerus menggoda Asyifa, membuat gadis cantik itu tersipu malu. Walaupun hatinya bergetar karena insiden beberapa menit yang lalu, tetapi tetap saja Asyifa tidak mau mengakui kebaikan Rayhan kepadanya.

Ketika mereka hendak pulang, tiba-tiba langkah Clara terhenti, ia melihat kekasihnya tengah menggandeng tangan seorang perempuan memasuki sebuah losmen.

Tanpa memperdulikan Asyifa, ia segera mengejar Dedi memasuki losmen yang di ikuti oleh Asyifa dengan tatapan bingung melihat perubahan wajah sahabatnya yang memerah marah.

"Sayaaaang..." Panggil Clara ketika Dedi hendak masuk ke dalam kamar yang baru ia sewa.

Dedi menghentikan langkahnya, menatap Clara tidak percaya, tapi sedetik kemudian ia terlihat sama sekali tidak perduli dengan kemarahan kekasihnya.

Clara menghampiri Dedi, tanpa banyak bicara Clara melayangkan tamparannya tapi di tahan oleh Dedi.

Asyifa yang melihat kejadian tersebut sangat shock, ia tau betapa marahnya Clara melihat orang yang ia cintai telah menduakan ya. Tetapi Asyifa tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menenangkan sahabatnya.

"Apaan si Lo anjing! Main tampar aja." Bentak Dedi.

Asyifa yang mendengar bentakan Dedi ikut memanas, ia menampar wajah Dedi, Plaaak... dan kali ini Dedi tidak sempat mengelak sehingga pipinya terasa panas.

Lidya yang melihat Dedi di tampar ikut mengamuk, ia mendorong Asyifa, yang kemudian di balas Clara dengan menarik jilbabnya hingga lepas. Pertikaian diantara mereka tidak dapat terelakan.

"Dasar cewek murahan!" Teriak Clara.

Asyifa berusaha melerai Clara, hingga akhirnya ia berhasil menarik Clara yang tengah menjambak rambut Lidya, hingga mata Lidya berkaca-kaca.

"Tai..." Umpat Lidya.

"Dasar pelakor..." Umpat Clara sembari berusaha menendang Lidya.

Lidya tersenyum sinis. "Pelakor, kayak kamu sudah nikah aja sama Dedi. Makanya jadi cewek tu harus sering goyang, biar cowok kamu gak kerebut cewek lain." Balas Lidya tidak kalah pedasnya.

"Udah... Udah..." Lerai Asyifa.

"Anjiing kalian berdua... Aku benar-benar gak nyangka kamu bisa setega ini sama aku Ded." Tangis Clara tidak terima karena telah di bohongi.

"Makanya jadi cewek itu jangan bodoh, hari gini masih percaya dengan cinta! Makan tu perawan hilang." Ledek Lidya membuat Clara semakin emosi, ia meronta dan hendak menyerang Lidya.

Tapi tiba-tiba Dedi lebih dulu menampar wajah Clara hingga terjerembab. Asyifa yang melihat kejadian tersebut benar-benar shock, ia menatap Dedi tidak percaya karena berani memukul wanita.

Asyifa yang geram mendorong Dedi, lalu hendak menamparnya kembali tapi kali ini Dedi menahan tangannya, Asyifa memalingkan wajahnya ketika melihat Dedi mengangkat tangan dan hendak menamparnya, ia sudah siap menerima tamparan Dedi. Tapi... Setelah sekian detik Asyifa tidak merasakan apa-apa.

Saat Asyifa membuka matanya, ia kaget melihat Rayhan yang sudah berdiri di sampingnya sembari memegangi tangan Dedi.

"Jangan ikut campur Bos." Sinis Dedi.

Rayhan tersenyum kecil. "Dia cewek saya Bos, mukul dia berarti berurusan dengan saya." Rayhan menghempaskan tangan Dedi ke udara.

"Eh..." Ekspresi wajah Asyifa yang tampak terkejut mendengar ucapan Rayhan.

"Ooo..." Ujar Dedi meremehkan, sembari merenggangkan otot-otot jarinya.

Rayhan merentangkan tangannya ke samping di depan Asyifa dan Clara, ia meminta Asyifa dan Clara berdiri agak jauh darinya. Rayhan memasang kuda-kuda bersiap untuk berkelahi dengan Dedi, yang di kenal paling di takuti oleh Santri.

Dedi merenggangkan kedua tangannya, menantang Rayhan untuk menyerangnya lebih dulu.

Rayhan maju satu langkah, lalu melakukan gerakan tendangan menyamping. Dengan sigap Dedi menangkisnya dengan lengan tangan kanannya, lalu melepaskan pukulan lurus kearah dada Rayhan, dengan sigap Rayhan mundur kesamping.

Tanpa ada jeda, Rayhan langsung meninju wajah Dedi dengan pukulan silang.

Buuuk...

Pukulan Rayhan telak mengenai wajah Dedi, hingga pemuda itu terhunyung ke samping. Ia menatap Rayhan marah, lalu melayangkan tendangan samping kearah kepala Rayhan, tapi dengan tenang Rayhan kembali berhasil menghindarinya.

Dedi yang tidak terima, membabi buta memukul Rayhan yang dengan muda menghindar dan menangkis setiap pukulan Dedi.

Satu tendangan menusuk kearah perut Dedi, membuat pemuda itu terjengkang.

Dengan bersusah paya Dedi kembali bangun, tetapi sepakan kaki Rayhan dari bawah langsung menyambut wajah Dedi hingga ia kembali terjengkang, tidak sampai di situ saja, dari atas Rayhan melepaskan hook kombinasi kiri dan kanan, menghantam wajah dan kepala Dedi.

Sebisa mungkin Dedi menahan pukulan Rayhan dengan kedua tangannya. Ia benar-benar di buat tidak berdaya oleh pukulan Rayhan.

Andai saja pemilik losmen dan beberapa pengunjung tidak melerai mereka berdua, bisa saja Dedi berakhir di rumah sakit. Beruntung mereka datang tepat waktu dan memisahkan mereka berdua.

Pemilik losmen yang sangat mengenal Dedi, langsung mengusir Rayhan dan kedua temannya.

Buuuk...

Rayhan menendang bagian paha Dedi, sebelum ia pergi sembari membawa Asyifa dan Clara bersamanya untuk meninggalkan losmen laknat tersebut.

"Anjing..." Geram Dedi sambil memukul lantai.

"Kamu gak apa-apa Akhi?" Tanya Clara, setibanya mereka di luar losmen.

Rayhan tersenyum kecil. "Aku gak apa-apa kok, oh ya panggil Ray aja, hehehe..." Ujar Rayhan, Clara tersenyum lega mendengarnya.

"Kita langsung pulang aja Ra." Ajak Asyifa.

Rayhan melihat kearah Asyifa. "Kamu gak apa-apa kan Fa?" Tanya Rayhan khawatir, ia menyesal karena terlambat menolong Asyifa, padahal ia sudah melihat mereka berdua menyusul Dedi, tapi bukannya langsung masuk ia malah mengintai mereka lebih dulu dari kejauhan.

"Seperti yang kamu lihat." Jawab Asyifa ketus. "Tuh angkotnya... yuk." Ajak Asyifa sembari menarik tangan Clara.

"Kamu gak mau terimakasih dulu sama Ray?"

Asyifa menggelengkan kepala. "Aku tidak minta di tolong sama dia." Ujar Asyifa tanpa melihat kearah Rayhan yang hanya tersenyum kecil menanggapi omelan Asyifa. Sesaat sebelum menaiki angkot, Asyifa kembali melihat kearah Rayhan. "Lain kali jangan ngaku-ngaku jadi pacar aku." Ujar Asyifa sembari menatap marah kepada Rayhan, tetapi di mata pemuda itu Asyifa terlihat menggemaskan.

Rayhan berdiri diam, memandangi mobil angkot yang baru saja di naiki Asyifa dan Clara. Tidak lama kemudian Rayhan menaiki angkot yang berbeda.

*****


Kartika

22:00

Kartika yang tengah terlelap merasakan semilirnya angin yang menerpa kaki jenjangnya, ketika selimut yang menutupi tubuhnya tersingkap dengan perlahan. Kartika yang mengira itu suaminya, hanya diam saja membiarkan jemari pria tersebut membelai betisnya, naik menyingkap dasternya.

Diam-diam Kartika mulai menikmati sentuhan lembut jemari yang tengah mengelus pahanya.

Tetapi sedetik kemudian Kartika tersadar kalau Suaminya baru tadi pagi pamit ke kota B untuk membantu KH Hasyim di pesantren Al-fatah B. Lantas siapa yang menyentuh dirinya saat ini.

Zaskia menoleh kebelakang, ia melihat sebuah senyuman menjijikan dari seorang pria tua, yang membuat Kartika kaget bukan kepalang.

"Astaghfirullah... Bapak! Ngapain Bapak ke kamar saya?" Panik Kartika saat menyadari Pak Hasan sudah berada di atas tempat tidurnya. Dengan sigap Pak Hasan menindih tubuh Kartika.

Pak Hasan menatap nanar kearah wajah cantik menantunya itu. "Hehehe... Pertanyaan bodoh apa itu? Tentu saja saya kemari karena ingin merasakan tubuh indah mu nduk." Ujar Pak Hasan, seraya menggerayangi payudara ranum Kartika.

Mendengar ucapan Pak Hasan membuat Kartika menjadi panik, ia berusaha mendorong tubuh mertuanya itu dan memukulinya sekuat tenaga, tetapi apa daya tenaganya yang hanya seorang wanita lemah seperti dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.

Dengan ganasnya Pak Hasan menyosor bibir menantunya, melumatnya dengan kasar, membuat Kartika tersentak kaget karena selama ini ia selalu mendapatkan ciuman romantis dari Suaminya.

"Eeehmmppsss... Eeehmmppsss... Ehmmmppss..."

Kedua tangan Pak Hasan memegangi daster bagian atas yang di kenakan Kartika. Dengan satu hentakan Pak Hasan merobek daster Kartika.

Breeeett...

Mata tua Pak Hasan berbinar memandangi payudara Kartika yang berukuran 36F menyembul keluar tanpa penghalang apapun. Kartika mencoba meronta-ronta, melepaskan diri dari tatapan liar Pak Hasan yang seakan hendak memakannya bulat.-bulat.

"Istighfar Pak...!" Jerit Kartika.

Pak Hasan berdecak kagum melihat keindahan payudara Kartika yang berukuran jumbo dengan puting besar berukuran biji kacang. "Ckckckck... Indah sekali teteknya Istri anakku ini." Puji Pak Hasan, sembari menjilati bibirnya yang kering.

"Ya Allah Pak! Sadar Pak... Lepaskan saya, atau saya akan melaporkan Bapak ke polisi." Ancam Kartika panik, berharap Mertuanya takut dengan gertakannya.

"Hehehe... Silakan saja Nduk! Kalau kamu ingin membuat Suamimu menjadi gila dan mencoreng nama baik Bapakmu, Kiayi Shamir." Jawab Pak Hasan tenang, seakan tidak perduli dengan ancaman Kartika.

"Astaghfirullah Pak... Aku Istri anakmu, Kenapa Bapak begitu tega dengan anak Bapak sendiri." Histeris Kartika saat merasakan remasan di payudaranya.

"Bapak tidak berniat menyakiti Rifki, atau siapapun, Bapak hanya ingin ngentot denganmu Nduk! Kalau kamu diam maka semuanya akan baik-baik saja."

"Kecuali aku." Rutuk Kartika.

"Hahaha... Tentu saja tidak Nduk, Bapak akan membuat kamu merasakan surga yang sebenarnya! Bapak yakin kamu akan menikmatinya, hehehe..." Ejek Pak Hasan, membuat Kartika semakin muak dengan kelakuannya, ia tidak rela harus melayani pria tua bangka tidak tau diri seperti Pak Hasan.

Kedua tangan Pak Hasan menangkap kedua tangan Kartika, sementara bibirnya kembali melumat bibir Kartika yang notabenenya adalah menantunya sendiri, Istri dari anak kandungnya.

Dengan ganas ia melumat bibir Kartika, memaksakan lidahnya masuk ke dalam mulut Kartika.

Lama kelamaan Kartika mulai kewalahan, bahkan ia tidak bisa berbuat apa-apa ketika lidah Mertuanya yang tengah membelit lidahnya.

Melihat menantunya yang mulai tidak berdaya, membuat Pak Hasan semakin intens merangsang tubuh menantunya. Ia melepas satu tangan Kartika, dan dari bawah ia meraup payudara Kartika yang berukuran sangat besar, pijatan tangannya naik keatas menuju puncak payudara Kartika, wanita alim yang kesehariannya selalu mengenakan cadar.

Dengan lincahnya kedua jari Pak Hasan memilin puting Kartika, seakan sedang mencari pemancar radio. Sentuhan-sentuhan kasar Pak Hasan dengan perlahan membangkitkan birahi Kartika.

"Eehmmmppss... Ehmmmppss... Eeehmmppsss..."

Kartika menggelengkan kepalanya, mengumpulkan kembali kekuatannya. Dengan dorongan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Mertuanya.

Kali ini ia berhasil menyingkirkan tubuh Mertuanya dari atas tubuhnya. Saat ia hendak melarikan dirinya, sialnya Pak Hasan berhasil menangkap satu kaki Kartika, dan menariknya kembali.

"Mau kemana kamu Nduk..." Goda Pak Hasan.

Kartika menatap sayu kearah Pak Hasan. "Lepaskan saya Pak... Sudaaah... Ya Tuhaaaan..." Jerit Kartika ketika merasakan bibir tebal Pak Hasan menciumi bibir kemaluannya di balik celana dalamnya, yang tidak lama kemudian di lucuti oleh Pak Hasan.

Dengan rakus Pak Hasan melumat bibir kemaluan Kartika, lidahnya menjorok keluar, menjilati liang vagina Kartika dengan penuh semangat. Alhasil Kartika semakin terbuai oleh setiap sentuhan Pak Hasan di liang cintanya yang kian membanjir.

Sesekali mata Kartika terpejam, sembari menggigit bibir bawahnya. Wanita alim itu makin tak tahan, tubuhnya seakan tesetrum.

Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Rasa itu kian nikmat ketika ujung lidah Pak Hasan menggelitik clitorisnya, menyeruput nya, menyedot hingga membuat tubuh indahnya menggeliat nikmat tanpa di harapkan Kartika.

Kedua tangan Kartika yang berada di pundak Pak Hasan meremas kuat pundak Pak Hasan, menancapkan kukunya di sana.

"Bapaaaaak...." Jerit Kartika.

Tanpa bisa ia hindari, orgasme itu datang tiba-tiba menyembur deras keluar dari sela-sela bibir kemaluannya. Nafas Kartika terengah-engah, membuat payudaranya berayun naik turun mengikuti irama nafasnya yang tersengal-sengal.

"Ya Tuhan... Maafkan aku Mas." Bisik hati Kartika.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

"Memek kamu enak sekali rasanya Nduk." Seloroh Pak Hasan dengan senyum menyeringai.

Kartika menggeleng-gelengkan kepalanya ketika Pak Hasan kembali menindih tubuhnya. Ia dapat merasakan gesekan rambut kemaluan Pak Hasan yang lebat di selangkangan.

"Jangan Pak! Saya mohon... Sadarlah Pak." Melas Kartika, ketika merasakan gesekan kasar kepala kontol pak Hasan di bibir kemaluannya.

"Akhirnya aku mendapatkanmu Nduk." Bisik Pak Hasan.

Jleeeeb...

Kontol Pak Hasan menusuk dalam lobang memek Kartika yang memang sudah sangat licin, hingga mempermuda kontol Pak Hasan merajai lobang memek alim Kartika.

"Aaahkk..." Wajah Kartika mendongak ke belakang, merasakan tusukan dahsyat dari mertuanya.

"Sempit, enak..." Racau Pak Hasan.

Pinggulnya dengan perlahan maju mundur, menyodok-nyodok memek Kartika. Sementara telapak tangan kanannya sibuk membelai dan meremas-remas payudara jumbo milik Kartika, menantunya solehanya yang kini telah berhasil ia nodai.

Kartika tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya menangis pilu di dalam dekapan pria tua, yang tak lain adalah Mertuanya sendiri, Ayah kandung dari Suaminya.

Tanpa kesulitan berarti kontol Pak Hasan menjelajahi relung cinta memek Kartika, wanita Soleha yang kini tengah di rudak paksa oleh mertuanya sendiri. Bagi Kartika ini bagaikan neraka, tapi bagi Pak Hasan ini adalah surga yang sebenarnya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pinggul Pak Hasan berayun-ayun, maju mundur, maju mundur, menyodok dan menusuk lobang memek Kartika yang terasa kian membanjir, membuat Pak Hasan merasa bangga kepada dirinya sendiri karena berhasil membuat Kartika melolong nikmat.

Tubuh indah Kartika terhentak-hentak, payudaranya berayun mengikuti setiap hentakan kontol Pak Hasan yang di rasa semakin lama makin dalam.

Lima belas menit berlalu, Kartika makin tak kuasa membendung rasa nikmat dari kontol Pak Hasan. Dan sedetik kemudian, ia melolong panjang menandakan kalau dirinya mendapatkan orgasme.

"Oughk... Pak! Aaaahk..." Erang Kartika.

Pinggulnya terangkat, tubuhnya bergetar dan matanya membeliak menikmati orgasme yang baru saja ia dapatkan dari Mertuanya.

Menyadari kalau sang menantu sudah mencapai klimaksnya, Pak Hasan kian gencar menyodok-nyodok memek Kartika, hingga akhirnya Pak Hasan merasakan spermanya yang sudah berkumpul di ujung kepala kontolnya.

"Bapak keluar Nduk... Bapak mau keluar..." Jerit Pak Hasan.

Kartika yang panik berusaha mendorong dada Mertuanya. "Jangan di dalam Pak! Jangaaan... Aaarrrtt..." Erang panjang Kartika ketika merasakan hangatnya sperma Pak Hasan.

Croootss... Croootss... Croootss...

"Enak sekali Nduk." Erang Pak Hasan.

Ia mencabut perlahan kontolnya, dan tampak lelehan spermanya mengalir keluar.

Sementara Kartika hanya dapat menangisi nasibnya, ia tidak menyangkah kalau Pak Hasan yang notabenenya adalah mertuanya sendiri, orang tua dari Suaminya, bisa sangat tega menodainya.

Kartika menatap jijik kepada Pak Hasan yang terbaring puas. Ia segera berlalu meninggalkan Pak Hasan menuju kamar mandinya. Di dalam kamar mandi Kartika menumpahkan kekesalan nya dengan tangisan yang terdengar pilu.

*****


Zaskia

05:30

Zaskia baru saja selesai menunaikan ibadah subuh, selesai shalat ia bermaksud ingin membangunkan adiknya, dan ternyata Rayhan sudah tidak ada di kamarnya. Pikir Zaskia Rayhan sedang mengambil wudhu, untuk memastikannya iapun ke kamar mandi.

Entah dia lupa, atau memang sudah menjadi kebiasaannya dan Adiknya, yang suka membuka pintu kamar mandi tanpa mengetuk terlebih dahulu.

Tubuh Zaskia membuku, tangannya mendekap mulutnya dengan tatapan sayu memandangi kontol Rayhan yang tengah ereksi, sedetik kemudian, bagaikan melihat air mancur, Zaskia memandang takjub kontol Rayhan yang tengah mengucurkan air kencingnya.

Sejenak Zaskia lupa bernafas, tubuh indahnya bergetar, menatap kontol Rayhan yang selalu berhasil membuatnya menjadi linglung, melupakan statusnya sebagai seorang muslimah, sebagai seorang Istri soleha.

Pada saat bersamaan Rayhan melihat kearah Zaskia yang tengah terperangah menadangi kontol Rayhan. Pemuda itu tersenyum kecil.

"Ngapain di situ Kak?" Tegur Rayhan.

Zaskia tergagap, seperti seorang pencuri yang tengah ketangkap basah. "Anu... Itu Dek... Issttt..." Zaskia tergagap, mencari-cari alasan agar Rayhan tidak salah paham kepadanya.

"Dih gak jelas Kakak." Protes Rayhan.

"Ka... Kakak mau kencing! Buruan Dek." Usir Zaskia, akhirnya ia punya alasan yang tepat untuk mengusir Rayhan yang baru saja selesai buang air kecil.

Bukannya segera pergi Rayhan malah menanggalkan satu persatu pakaiannya hingga ia telanjang bulat di depan Zaskia yang masih mematung memandangi tubuh Rayhan yang terlihat seksi di matanya.

Walaupun tubuh Rayhan tidak terlalu kekar seperti binaragawan, tetapi tubuh adiknya juga tidak kurus maupun kegemukan. Di mata Zaskia bentuk tubuh Rayhan sangat ideal dengan tinggi badan Rayhan berukuran 175cm. Sebagai seorang wanita normal, ia sangat mengagumi bentuk tubuh Rayhan, terutama belalai yang menjuntai diantara selangkangan Rayhan yang di tumbuhi rambut yang tidak begitu lebat dan panjang.

Gleeekkk...

Zaskia menelan air liurnya yang terasa hambar, memandangi tubuh Adik iparnya.

"Kak... Katanya mau pipis? Itu toiletnya lagi kosong." Ujar Rayhan cuek sembari menyiram tubuhnya dengan air gayung berwarna merah.

Zaskia yang seperti terhipnotis oleh pemandangan yang ada di hadapannya dengan perlahan menurunkan mukena bagian bawahnya dengan perlahan, membiarkan selangkangan nya yang tertutup celana dalam berwarna biru muda dengan garis putih menjadi tontonan Rayhan yang sedang membasuh tubuhnya.

"Sadar Zaskia... Apa yang kamu lakukan?" Jerit hati Zaskia frustasi dengan dirinya sendiri.

Bukannya berhenti dan langsung keluar dari dalam kamar mandi. Zaskia malah melanjutkan aksi gilanya, kedua tangannya mengait, menyentuh bagian elastis karet celana dalamnya.

"Ya Allah... Ini tidak boleh." Rutuk hati Zaskia.

Perlahan ia menarik turun celana dalamnya, sedikit demi sedikit Rayhan dapat melihat pubik vagina Zaskia yang terlihat gemuk, putih bersih karena Zaskia sangat rajin mencukur rambut kemaluannya.

Pada umumnya seorang wanita akan membiarkan celananya dalam menyangkut diantara kedua lututnya ketika sedang buang air, tapi anehnya Zaskia malah benar-benar melepaskan seluruh bagian bawah pakaiannya, seakan ia sengaja mempertontonkan auratnya.

Dengan jantung yang berdebar-debar, Zaskia jongkok diatas kloset, menghadap kearah Rayhan yang sedang melihatnya. Zaskia menggigit bibirnya, memandangi kontol Rayhan yang terlihat makin membesar.

"Astaghfirullah... Sadar Zaskia, apa yang kamu lakukan sekarang?" Rutuk hati Zaskia yang kecewa terhadap dirinya sendiri.

Rayhan berusaha secuek mungkin walaupun kontolnya tidak bisa berbohong. Ia mengambil sabun cair dan mulai menggosok tubuhnya dengan perlahan, saat ia membersihkan kemaluannya, Rayhan dengan sengaja melakukan gerakan seperti orang yang sedang onani.

Ia melumuri kontolnya dengan busa sabun, sembari mengocoknya dengan perlahan di hadapan Zaskia yang tampak takjub.

"Adek... Sssttt..." Desah hati Zaskia.

Sembari mengocok kontolnya Rayhan memandangi memek tembem Zaskia yang tidak kunjung mengeluarkan air kencingnya.

Karena sebenarnya Zaskia sama sekali tidak memiliki hasrat untuk buang air kecil, ia hanya terjebak oleh ucapannya sendiri dan sekarang Zaskia kebingungan bagaimana caranya untuk mengakhiri ini semuanya. Ia merasa sangat bodoh saat ini.

"Ini yang kamu mau Zaskia? Lihat mata adikmu Zaskia, ia melihat kearah memek kamu. Apakah sekarang kamu senang? Sejak kapan kamu menyukainya Zaskia, bukankan kamu wanita Soleha?" Nasehat Zaskia terhadap dirinya sendiri.

Zaskia merasakan gatal yang luar biasa di memeknya, ingin sekali ia menggosok-gosok memeknya, melakukan masturbasi saat ini juga. Tetapi sedikit harga dirinya mengingatkannya untuk tidak lagi mempermalukan dirinya sendiri di hadapan Adiknya.

Selama lima belas menit lamanya Zaskia berjongkok diatas closet, dan selama itu juga ia memandangi Rayhan yang sedang mandi.

Rayhan yang sebenarnya juga merasa shock melihat Kakaknya yang berpura-pura kencing agar bisa melihatnya mandi telanjang tidak mampu berkata-kata. Ia mandi seperti biasanya, seakan-akan tidak ada Zaskia yang tengah memandanginya.

Bahkan selesai mandi Rayhan segera mengambil handuknya, mengeringkan tubuhnya dengan handuk tersebut di hadapan Zaskia yang masih betah jongkok di depannya.

"Aku duluan ya Kak!" Ujar Rayhan gugup.

Zaskia mengangguk lemas. "I-iya Dek..." Jawab Zaskia tidak kalah gugupnya.

Selepas kepergian Rayhan, Zaskia mengarahkan tangannya di kemaluannya. Dengan gerakan perlahan ia menggosok-gosok bibir kemaluannya dan clitorisnya yang terasa begitu nikmat.

Zaskia memejamkan matanya, menikmati jari manisnya yang ia celupkan ke dalam memeknya.

"Maafkan aku Mas..." Lirih Zaskia.

******


Kartika

Sementara itu di tempat berbeda Kartika tengah mematut dirinya di depan cermin. Ingatannya tentang kejadian semalam membuatnya sangat terpukul. Ia sangat menyesal karena lupa mengunci pintu kamarnya, membuat mertuanya yang berengsek itu bisa leluasa masuk ke dalam kamarnya dan memperkosanya.

Sekarang apa yang harus ia lakukan? Mengadukan Pak Hasan atas perbuatannya semalam? Rasanya tidak mungkin ia lakukan, walaupun Pak Hasan bisa saja mendapatkan hukuman setimpal atas perbuatannya, tetapi ia dan keluarganya juga pasti akan menderita.

Ia tidak bisa membayangkan perasaan Suaminya, andai Rifki tau kalau Bapak kandungnya telah menodai dirinya. Apakah kehangatan di dalam rumah tangganya akan tetap sama?

"Ya Allah, apa yang harus kulakukan?" Gumam hati Kartika, sembari mengusap air mata yang jatuh diatas kedua pipinya yang tertutup cadar.

Kartika menarik nafas perlahan, mencoba menenangkan dirinya. "Untuk sementara waktu lebih baik aku menghindari Pak Hasan, mungkin aku bisa tinggal di rumahnya Abi." Lirih Kartika.


Setelah dirinya merasa lebih baik, Kartika segera keluar dari kamarnya.

Saat melewati ruang depan, ia melihat Pak Hasan yang sedang merokok sembari menonton tv. Kartika benar-benar kaget saat melihat di layar tv miliknya yang tengah menayangkan video porno. Pak Hasan melihat Kartika sebentar lalu tersenyum tipis.

Kartika melengos kesal, ia merasa Pak Hasan semakin kurang ajar di rumahnya. Bisa-bisanya ia memutar video porno di rumahnya.

Ckleeek... Cleeek...

Terkunci? Bapak...

Wajah Kartika mendadak pucat pasih saat pintu rumahnya tidak bisa ia buka.

Tentu saja Kartika tau betul kalau Mertuanya yang telah mengunci pintu rumahnya. Entah apa maksud Pak Hasan mengunci pintu rumahnya, membuat kemarahannya terhadap Pak Hasan makin menjadi-jadi.

"Cari ini Nduk?" Pak Hasan menunjuk kumpulan kunci rumah yang ada di samping televisi berukuran 32inc.

Tanpa memperdulikan Pak Hasan, Kartika lewat di depan Pak Hasan yang tengah duduk di sofa sembari menonton video porno. Ia segera mengambil tumpukan kunci tersebut.

Tapi belum sempat ia beranjak pergi, tiba-tiba Pak Hasan menarik pinggulnya hingga ia terduduk di pangkuan Pak Hasan. Kartika yang panik berusaha melepaskan dirinya dari pelukan mertua yang bejat. Perbedaan kekuatan mereka, membuat Pak Hasan leluasa mengerjainya.

Kedua tangan Pak Hasan menangkup sepasang buah dada Kartika, sementara bibirnya mencium wajah Kartika yang tertutup cadar.

"Astaghfirullah... Lepaskan Pak! Ya Allah..." Jerit Kartika frustasi dengan kelakuan Mertuanya yang seperti binatang, seakan benar-benar tidak perduli dengan statusnya sebagai menantu, Istri dari anaknya.

"Wangi sekali kamu Nduk! Bikin Bapak ngaceng. Atau jangan-jangan kamu sengaja menggoda Bapak?" Ujar Pak Hasan menggoda.

"Lepaskan saya Pak!" Jerit Kartika.

Pak Hasan yang mulai kesal membanting Kartika ke samping, kemudian dengan beringas ia menampar wajah Kartika. "Plaaaak...." Mendadak Kartika terdiam, menatap Pak Hasan dengan tatapan tak percaya, kalau pria tersebut berani menamparnya.

"Bapak bisa saja berbuat kasar sama kamu Nduk, tetapi karena kamu Istri dari anak Bapak, makanya Bapak tidak ingin bertindak kasar."

"....." Kartika terdiam, ia menatap marah kepada Pak Hasan.

"Sekarang kamu tinggal pilih, mau Bapak perkosa dengan lembut atau... Dengan kasar. Karena hasilnya akan tetap sama saja." Ujar Pak Hasan, yang kemudian melepas sarungnya.

Kartika langsung melengos ketika melihat kontol Pak Hasan yang mengancung di hadapannya. Kartika merasa sangat malu.

Pak Hasan mencengkram rahang Kartika, sembari mengarahkan kontolnya di depan wajah Kartika.

"Hisap kontolku." Suruh Pak Hasan.

Kartika menggelengkan kepalanya, dengan keteguhan hatinya ia menolak mentah-mentah perintah mertuanya yang biadab itu.

"Sepertinya Bapak benar-benar harus mendidik kamu agar menjadi menantu yang menuruti perintah mertuanya." Ujar Pak Hasan dengan sorot mata tajam.

Plaaaak... Plaaaak... Plaaaak...

Berulang kali Pak Hasan menampar wajah Kartika, sementara Kartika yang tidak berdaya, hanya bisa menangis sembari memohon ampun kepada Mertuanya agar Pak Hasan tidak lagi memukulnya.

"Ampuuuun Pak! Hiks... Hiks... Hiks..." Isak tangis Kartika.

"Kulum kontol Bapak sekarang." Perintahnya lagi.

Kartika melirik kearah kontol mertuanya yang sudah mengancung maksimal. Sejujurnya Kartika belum pernah melakukannya, ia tidak tau bagaimana cara mengulum kontol seorang pria, karena bersama Suaminya ia tidak pernah melakukannya.

Sejenak Kartika melihat kearah televisi yang tengah menayangkan seorang wanita yang sedang mengocok kontol seorang pria, yang kemudian mencium dan menjilatinya, lalu di akhiri dengan memasukan benda besar itu ke dalam mulutnya.

Ya Allah... Apa aku harus melakukannya? Apa itu tidak menjijikkan?

Plaaaak...

Satu tamparan lagi mendarat di wajah Kartika, hingga membuat wajahnya mencium sofa rumahnya.

"Sudah Pak jangan pukul lagi, akan saya lakukan." Mohon Kartika, sembari memegangi wajahnya yang terasa perih dan panas.

"Lakukan sekarang."

Maafkan aku Mas... Aku sudah tidak tahan lagi di pukul oleh Bapakmu.

Telapak tangan Kartia menggenggam kontol Pak Hasan yang begitu gemuk, lebih gemuk di bandingkan dengan kontol Suaminya. Bahkan sanking gemuknya, Kartika tidak mampu menggenggam penuh kontol Pak Hasan.

Seperti yang ada di adegan film, Kartika menggerakan tangannya maju mundur dengan perlahan.

Dengan perlahan ia menyingkap cadarnya keatas seraya mendekatkan wajahnya ke kontol Pak Hasan yang di tumbuhi rambut kemaluan yang begitu lebat. Dari jarak yang begitu dekat Kartika dapat mencium aroma khas kemaluan laki-laki yang membuatnya mual.

Bibir merahnya mengecup kepala kontol Pak Hasan, lalu kebatang kemaluannya.

"Sssttt... Ya begitu..." Racau Pak Hasan.

Kartika menujulurkan lidahnya, lalu mulai menjilati kontol Pak Hasan, dari atas hingga ke bawah. Sementara tangannya masih sibuk bergerak naik turun mengocok kontol Mertuanya.

Betapa beruntungnya Pak Hasan, bisa merasakan nikmatnya servis seorang ahkwat bercadar seperti Kartika. Walaupun masih terasa kaku, tetapi Pak Hasan cukup menikmatinya. Dan rasanya kian nikmat ketika Kartika melahap kepala kontolnya.

Sebisa mungkin Kartika mengulum kontol Pak Hasan seperti yang di lakukan wanita yang ada di dalam layar televisinya.

"Oughk... Nikmat sekali Nduk! Aaahk..." Erang Pak Hasan keenakan.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Semakin lama Kartika makin terbiasa dengan keberadaan kontol Pak Hasan di dalam mulutnya, bahkan tanpa sadar ia semakin dalam menghisap kontol Pak Hasan, yang ia kombinasikan dengan pijitan lembut di kantung testis Pak Hasan.

Pak Hasan membelai, dan menjambak jilbab Kartika, ia yang sudah tidak tahan ikut menggoyangkan pantatnya maju mundur.

Kartika terhenyak ketika merasakan kepala kontol Pak Hasan menubruk-nubruk tenggorokannya, bahkan ia sampai tak bisa bernafas karena keberutalan Pak Hasan yang tengah menyetubuhi mulutnya. Matanya berlinang, dan wajahnya memerah.

"Eeehmmppsss... Eeehmmppsss... Ehmmmppss..." Kartika mencoba memukul paha Pak Hasan, ia sudah tidak sanggup lagi.

Tiba... Tiba...

Croootss... Croootss... Croootss...

Kartika tersentak kaget saat merasakan sperma Pak Hasan yang tiba-tiba menyembur ke dalam mulutnya. Rasa hangat dan lengket di lidahnya. Ia sedikit menelannya, rasanya tidak buruk, walaupun agak aneh tapi ini enak.

Tanpa sadar Kartika menelan sebagian besar sperma Mertuanya yang berada di dalam mulutnya.

"Peju Bapak enakkan?" Ledek Pak Hasan.

Kartika membisu, ia tersadar dari perbuatannya yang baru saja menelan sperma Pak Hasan. Dirinya juga bingung kenapa ia menelan lendir laknat tersebut.

Kemudian Pak Hasan membantu menantunya menanggalkan pakaiannya satu persatu. Kartika sadar sudah tidak ada gunanya ia melawan, di rumah ini mereka hanya berdua saja, dan tentunya Pak Hasan sangat leluasa melakukan apapun yang ia mau.

Di tambah lagi tamparan yang ia terima seakan menyadarkan Kartika.

"Pak..." Lirih Kartika.

Pak Hasan memposisikan Kartika berbaring dengan kedua kaki mengangkang menghadap kearahnya. "Kalau nurut ginikan enak Nduk." Ujar Pak Hasan, satu kakinya ia tekuk diatas sofa, sementara kaki lainnya tetap di bawah.

"Astaghfirullah Pak... Sadar Pak! Jangan lakukan ini Pak..." Pinta Kartika, hanya ini yang bisa di lakukan Kartika untuk menyadarkan mertuanya.

"Ckckck... Jangan sok alim kamu Nduk! Bapak tau kamu juga menginginkannya kan? Kamu sudah merasakan kontol Bapak, kamu pasti ketagihan kan? Hahaha..." Tawa Pak Hasan, membuat Kartika muak dengan kelakuan Mertuanya itu.

Kartika menggelengkan kepalanya. "Saya tidak mau Pak! Tolooong Pak sadarlah... Pak... Aughk..." Kepala Kartika mendongak keatas ketika merasakan kepala kontol Pak Hasan melesat masuk ke dalam relung memeknya yang terdalam.

"Enakkan Nduk? Jangan salahkan Bapak kalau nanti kamu kehilangan gairah terhadap anakku." Ledek Pak Hasan yang tau betul kalau menantunya itu aslinya menikmati kontolnya.

"Aaaahkkk... Bapak! Aaahkk... Jangan Pak." Jerit Kartika.

Dengan gerakan perlahan Pak Hasan menusuk-nusuk memek Kartika. "Memek kamu makin basah Nduk! Enak sekali ya Nduk?" Ejek Pak Hasan yang semakin yakin kalau menantunya sudah sangat terangsang.

"Aduuuuh... Tidak Pak! Aaahkk..." Erang Kartika.

Tangan kanan Pak Hasan terjulur ke depan, ia meremas-remas payudara Kartika, memilin putingnya dengan gemas.

Pinggul Pak Hasan bergerak semakin lama semakin cepat, menyodok-nyodok liang surgawi milik Kartika, wanita bercadar, Istri dari anaknya yang alim. Pak Hasan terlihat sangat menikmati jepitan dinding vagina Kartika yang terasa hangat.

Sembari memandangi wajah cantik Kartika yang tertutup cadar, ia melesatkan kontolnya bagaikan roket. Menusuk-nusuk tajam memek Kartika.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Hasan menyingkap cadar Kartika, lalu menyambar bibir merah Kartika, ia melumatnya dengan rakus, menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Kartika, hingga menumpahkan liurnya ke dalam mulut Kartika yang terpaksa di telan oleh menantunya itu.

Tanpa sadar Kartika malah memeluk leher mertuanya, gesekan antara kulit kasar kontol Pak Hasan dengan dinding rahimnya membuat wanita bercadar itu melayang ke nirwana. Bahkan Kartika sendiri tidak mengerti kenapa ini nikmat sekali, bahkan lebih nikmat dari semalam.

"Fuaaahk..." Pak Hasan melepas lumatannya dan berpindah kearah payudara Kartika.

Kartika yang sedari tadi menahan nafas, akhirnya bisa kembali menghirup oksigen, mengisi paru-parunya yang terasa kosong, berbanding kebalik dengan memeknya yang terasa penuh di jejali oleh kontol Pak Hasan yang tidak hanya panjang tapi juga gemuk.

Sembari memainkan payudara Kartika, Pak Hasan semakin mempercepat penetrasinya di dalam memek Kartika yang terasa semakin becek dan licin, membuatnya kian bersemangat menyetubuhi menantunya itu.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Kartika.

Wanita bercadar itu sampai menggigit bibirnya ketika Pak Hasan menghisap putingnya.

Aku tidak boleh menikmatinya... Tidaaak... Aku mohon... Jangan sekarang...

Tubuh Kartika menggeliat seperti cacing kepanasan. "Uughkk... Aaahkk... Aaahkk..." Lenguhan Kartika semakin lama semakin keras.

Memek Kartika terasa berkedut-kedut dan semakin lama semakin kencang, hingga akhirnya...

"Bapaaaaak...." Kartika pun melengking tinggi dan melepas. Tubuh wanita bercadar itu melengkung ke belakang saat memeknya meledak, menyemburkan cairan cinta lengket yang langsung merendam kontol besar Bapak Mertuanya hingga kepangkalnya, beberapa bahkan merembes, menetes diatas sofa sanking banyaknya.

"Enak Nduk?" Tanya Pak Hasan sambil terus menggerakkan pinggulnya, membuat penisnya yang besar terus bergesekan dengan dinding rahim Kartika yang sekarang sudah begitu basahnya.

“Ehh, hahh.. hahh.. hahh..” Cuma itu jawaban yang keluar dari bibir mungil Kartika. Wanita alim itu bernafas pendek-pendek untuk menikmati sisa-sisa orgasme yang masih melanda tubuh sintalnya. Matanya sedikit terpejam dengan tubuh masih setengah gemetar.

Dia pasrah saja ketika Pak Hasan menarik tubuhnya dan menyuruhnya untuk menungging disofa. Kedua tangan Pak Hasan mencengkram pantat montok Kartika, dari belakang ia kembali menjejalkan kontol besarnya hingga mentok ke dalam rahimnya.

"Aaahk... Pelan-pelan Pak!" Desah Karika ngilu, tapi enak.

Tangan Pak Hasan menjulur kebawah, menjamah payudara Kartika. "Enak sekali memek kamu Nduk, rasanya hangat..." Erang Pak sembari menggoyangkan pinggulnya maju mundur, maju mundur.

"Aaahk... Aaahk... Aaahkk..." Lenguh Kartika.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Wajah Pak Hasan menegang keenakan, merasakan jepitan dinding memek Kartika yang membungkus kontolnya. Rasanya sangat nikmat, jauh lebih nikmat di bandingkan memek pelacur yang biasa ia sewa untuk memuaskan hasrat birahinya.

Kedutan-kedutan memek Kartika semakin lama semakin kencang, Pak Hasan mulai tidak tahan, ia merasa kontolnya seperti di pijit-pijit di dalam sana, membuat Pak Hasan yang keenakan semakin enak, hingga akhirnya ia mengeram panjang.

"Aarrghkk..." Dengan tusukan dalam, spermanya yang dari tadi rasanya sudah berada di ujung akhirnya terlepas, meledak dan menyembur menyiram memek Kartika yang hangat, membuat benda itu menjadi semakin penuh dan lengket sekarang.

“Ehmmm,” Kartika merintih saat perlahan Pak Hasan, mertuanya menarik penisnya dan memberikannya untuk dikulum.

“Bersihkan ya, Nduk.” Pria tua itu meminta.

Sedikit mendesah, Kartika meraih kontol Pak Hasan yang basah dan lengket. Dengan mata masih setengah terpejam, wanita cantik itu segera menelannya, membersihkan kontol Pak Hasan dari sisa-sisa pertempuran mereka.

Dan ternyata kejutan dari Pak Hasan belum berakhir, tiba-tiba....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Mata Kartika membeliak ketika merasakan air kencing Pak Hasan yang menyembur keluar masuk ke dalam kerongkongannya.

Sebagian besar air kencing Pak Hasan ia telan, dan sebagian lagi tumpah membasahi tubuh indahnya, menyiram sepasang buah dadanya yang membusung, hingga mengenai memeknya.

"Oughk... Bapak puas sekali Nduk! Kita lanjut lain kali ya! Sekarang kamu baru boleh pergi mengajar." Ujar Pak Hasan seraya memungut kainnya. "Oh ya... Kamu tidak perlu mandi, kan tadi sudah mandi dengan air kencing Bapak, itu sudah lebih dari cukup." Lanjut Pak Hasan.

Kartika terbengong memandangi Mertuanya yang baru saja selesai memakai sarungnya, lalu pergi meninggalkan dirinya begitu saja.

Sembari memungut pakaiannya, dan mengenakannya kembali, Kartika menangis pilu. Ia merasa benar-benar di lecehkan dan di rendahkan harkat martabatnya sebagai seorang wanita muslimah. Dan parahnya lagi, yang melakukan itu semua adalah Mertuanya sendiri.

Maafkan aku Mas... Maafkan Istrimu yang tidak bisa menjaga kehormatan janji suci kita.

Dengan air mata berurai Kartika pergi meninggalkan rumah tanpa membilas tubuhnya terlebih dahulu yang sebelumnya telah di nodai oleh Pak Hasan.

******


Mbak Inem

Pagi ini cuaca begitu cerah, secerah hati Rayhan pagi ini. Sebelum ia berangkat ke sekolah, ia sempat bertemu dengan Mbak Inem di belakang rumah mereka, dan Mbak Inem memberitahu Rayhan kalau pagi ini ia sendirian di rumah, dan Rayhan mengartikannya sebagai undangan dari Mbak Inem.

Setelah mengenakan sepatunya, Rayhan melirik ke kiri dan kanan, memastikan kalau tidak ada orang yang melihatnya kalau nanti ia masuk ke rumah Mbak Inem.

Setelah yakin jalanan sepi, Rayhan langsung masuk ke dalam rumah Mbak Inem yang pintu rumahnya memang di biarkan terbuka agar Rayhan tidak perlu lagi memanggilnya.

"Mbak..." Panggil Rayhan.

Tiba-tiba dari dalam kamar Mbak Inem keluar seraya tersenyum manis. "Lama banget kamu Ray." Rutuk Mbak Inem, sembari berjalan mendekati Rayhan.

Dari sudut matanya, tampak mata Mbak Inem memancarkan birahi yang seakan sudah tidak terbendung lagi, apa lagi setelah melihat sosok Rayhan yang terlihat menggoda dengan seragam sekolahnya.

Mereka berpelukan sangat erat sembari bertukar air liur. Tangan kiri Rayhan mendekap kepala Mbak Inem, agar leluasa mengemut bibir merah tetangganya itu, sementara tangan kanannya membelai dan meremas bongkahan pantat Mbak Inem yang semok itu.

Wanita berusia 37 tahun itu hanya pasrah mengikuti permainan muridnya. Sesekali ia membalas, dengan mengait lidah Rayhan yang tengah menjamah langit-langit mulutnya.

Dengan satu tarikan cepat Rayhan menggendong tubuh sintal Mbak Inem. Reflek wanita paruh baya itu melingkarkan kedua tangannya di leher Rayhan. Sejenak mereka saling pandang, membuat hati Mbak Inem bergetar.

Rayhan segera membawa Mbak Inem ke dalam kamarnya. Ia membaringkannya dengan perlahan.

"Mbak cantik sekali!" Goda Rayhan. Ia ikut berbaring di samping Mbak Inem dengan posisi miring menghadap kearah tetangganya itu.

Inem tersipu malu. "Gombal!" Ujarnya sambil mencubit hidung Rayhan.

Rayhan membelai kepala Mbak Inem yang tertutup hijab syiria berwarna putih dengan motif bunga anggrek. "Suer, Mbak memang sangat cantik." Tegas Rayhan, dia mengecup kening Mbak Inem dengan mesrah.

Wanita berparas cantik itu hanya diam seraya tersenyum senang. Hatinya di buat berbunga-bunga oleh pujian dan sentuhan Rayhan kepada dirinya.

Ciuman Rayhan turun kebawah menuju sepasang kelopak mata indah Mbak Inem, terus hidung, kedua pipinya, lalu kemudian kembali melumat bibir merah tetangganya itu selama beberapa detik. Sembari menikmati bibir Mbak Inem, Rayhan membelai lembut payudaranya.

"Eenghkk..." Desah Mbak Inem.

Dia membiarkan pemuda tanggung itu menanggalkan kancing gamisnya. Dia dapat merasakan telapak tangan Rayhan yang hangat menyusup masuk ke dalam bra yang di kenakannya.

Matanya terpejam ketika jemari Rayhan mulai meremasi payudaranya yang ranum. Dan rasa itu kian nikmat tatkalah Rayhan memencet putingnya, memilin dan memelintir putingnya yang telah menegang.

"Ray! Aaahk... Aahkk..." Erang Mbak Inem.

Kedua tangan Rayhan melepas gamis yang di kenakan Mbak Inem, hingga yang tersisa hanya jilbab putih dengan motif bunga anggrek dan pakaian dalamnya yang berwarna cream.

Rayhan menyingkap keatas beha Inem, dia kembali menjamah payudaranya.

"Oughkk... Ray! Enak sekali!" Erang Mbak Inem.

Dia menunduk dan mulai mencucupi payudara Mbak Inem, dia menghisap putingnya secara bergantian, membuat wanita cantik itu menggelinjang nikmat, dan tampak celana dalamnya semakin basah, membentuk peta dunia.

Tangan Rayhan turun ke bawah, ia membelai vagina Mbak Inem dari luar celana dalam.

"Basah!" Bisik Rayhan.

Mbak Inem mentoel hidung Rayhan. "Gara-gara kamu." Omel Mbak Inem. "Kamu harus bertanggung jawab sayang." Lanjutnya lagi.

Rayhan mengangkat satu alisnya. "Apa yang harus hamba lakukan wahai bidadari surga." Ujar Rayhan sok puitis, tapi cukup ampuh untuk membuat wanita cantik yang ada di hadapannya saat ini tersipu malu

"Puaskan Mbak sayang" Lirih Mbak Inem.

Rayhan melanjutkan aksinya dengan menelanjangi tetangganya itu. Ia melepas beha yang di kenakan Mbak Inem, lalu kedua tangannya beralih ke sisi kiri dan kanan celana dalamnya. Dengan perlahan ia menarik celana dalam yang di kenakan Mbak Inem.

Rayhan mengambil posisi bersujud, dia mengangkangi kedua kaki Mbak Inem.

"Ini sungguh indah!" Gumam Rayhan.

"Jilat sayang."

Rayhan tersenyum tipis. Lalu dia membenamkan wajahnya diantara kedua kaki tetangganya itu. Lidahnya terjulur menyapu permukaan vagina Mbak Inem, menyentil clitorisnya dengan gemas. Sementara tangan kanannya membelai pubik vaginanya yang di tumbuhi rambut yang cukup lebat.

Kali ini permainan Rayhan terasa lebih nikmat dari sebelumnya. Setidaknya itulah yang di rasakan Mbak Inem saat ini.

Lendir kewanitaannya keluar semakin banyak, dan Rayhan tanpa merasa jijik menyeruput lendir kewanitaan milik tetangganya itu, membuat Mbak Inem menggelinjang kegelian.

Sluuuppss.... Sluuuppss... Sluuuppss....

Rayhan kembali menghisap clitoris Mbak Inem, sementara kedua jarinya menusuk lobang vaginanya. Dia menggerakkan tangan kanannya, menusuk vagina tetangganya itu. Sesekali jari tengah berputar, mengorek dan menusuknya kembali dengan gerakan yang berubah-rubah.

Alhasil tubuh Mbak Inem menggelinjang tak beraturan, sementara di bawah sana terasa semakin basah.

"Ray! Mbak KELUAAAR..." Teriak Mbak Inem.

Punggungnya terangkat cukup tinggi, dan tampak semburan cairan cintanya keluar cukup deras. Dengan mata terpejam, Mbak Inem menikmati orgasmenya.

Rayhan segera menanggalkan seragam sekolahnya, hingga ia telanjang bulat. Kedua kaki Mbak Inem ia letakan diatas pundaknya, sementara batang kemaluannya, ia arahkan tepat di depan bibir kemaluan Mbak Inem yang telah basah.

"Masukan sekarang sayang!!" Pinta Mbak Inem.

Rayhan tersenyum tipis, dia membekap kepala tetangganya itu dan bibirnya kembali melumat bibir merah Mbak Inem. Perlahan kepala penis Rayhan membelai bibir vagina Mbak Inem. "Bleeess..." Dengan satu dorongan, penis Rayhan bersemayam di dalam vagina Mbak Inem.

"Eehmmppss..." Erang Mbak Inem.

Dengan gerakan perlahan Rayhan menggoyangkan pinggulnya maju mundur menusuk lobang memek tetangganya, Istri Mas Pur.

Rayhan melepas ciumannya, tanpa menghentikan genjotannya. Dia menatap dalam wajah cantik Mbak Inem yang merah padam, sementara telapak tangannya meremas payudaranya.

Ploookkksss.... Ploookkksss.... Ploookkksss.... Plooookss... Plooookss...

Ploookkksss.... Ploookkksss.... Ploookkksss.... Plooookss... Plooookss...

"Aahkk... Aahkk... Aaahk..." Erang Mbak Inem.

Rayhan meningkatkan ritme permainannya, sementara jarinya sibuk menstimulasi puting Mbak Inem.

Tubuh Rayhan mulai bersimbah keringat, otot-otot pinggulnya mengeras, dengan wajah menadah keatas ia menikmati setiap gesekan batang kemaluannya dengan dinding vagina Mbak Inem yang seakan balik menghisap penisnya. Rasa nikmat itu sulit untuk di gambarkan dengan sebuah kalimat.

Hal yang sama juga di rasakan Mbak Inem, wanita paruh baya yang masih mengenakan hijab itu sangat menikmati hentakan batang kemaluan Rayhan di dalam liang surgawinya.

Mbak Inem merasa Rayhan sangat pintar menjaga ritme permainan, tidak menoton dan terlalu terburu-buru seperti beberapa hari yang lalu.

"Ray! Aaahk... Mbak keluar sayang!" Jeritnya.

Tubuh sintal bermandikan keringat itu menggeletar menyambut badai orgasme. Rayhan mendiamkan sejenak batang kemaluannya di dalam rahim Mbak Inem, hingga orgasme tetangganya itu mulai mereda, barulah Rayhan mencabut penisnya.

Pemuda itu berbaring di samping Mbak Inem lengan kekarnya mengangkat satu kaki kanan Mbak Inem hingga menggantung, sementara satu kakinya tetap terjulur.

"Aku masukan ya Mbak" Bisik Rayhan di dekat telinga Mbak Inem yang tertutup hijab yang mulai berantakan.

Mbak Inem mengangguk lemah, dia meraih batang kemaluan Rayhan dan mengarahkannya ke lobang vaginanya yang telah menganga, sehingga memudahkan penis Rayhan untuk kembali menjamah dinding vaginanya. "Oughkk..." Lenguh Mbak Inem ketika penis Rayhan kembali memasuki liang senggamanya.

Dengan gerakan menghentak tapi teratur Rayhan menyetubuhi Mbak Inem. Dia mencium dan menjilati pundak telanjangnya.

Sementara kedua tangannya kembali menjamah payudara tetangganya itu yang terasa kenyal di telapak tangannya. Ia menjepit puting Mbak Inem, membuat wanita berhijab itu makin menggelinjang nikmat.

"Enak ya Mbak?" Tanya Rayhan di sela-sela menyetubuhi tetangganya.

"Iya Ray! Aahkk... Enak sekali, kontol kamu sangat besar, Mbak suka." Jawabnya terengah-engah.

Tangan kanan Rayhan turun kebawah, ia menyibak libiya majora Mbak Inem, dengan jari telunjuknya ia menggesek clitorisnya.

Sementara pinggulnya semakin kuat menghujami vagina Mbak Inem dengan kontolnya.

"Ray! Mbak keluaaar lagiiii!" Tubuhnya melejang-lejang walaupun tidak sedahsyat sebelumnya. Rayhan yang belum puas meminta Mbak Inem untuk menungging, dan dengan patuhnya Mbak Inem menuruti keinginan muridnya.

Dari belakang Rayhan kembali melakukan penetrasi di dalam vagina Mbak Inem yang terasa semakin licin.

"Kamu belum keluar juga Ray?" Tanya Mbak Inem kewalahan.

Rayhan menggelengkan kepalanya. "Belum Mbak!" Ujar Rayhan, sembari meremas kedua bongkahan pantat Inem yang dulu sering ia pelototi, tapi siapa yang menduga, sekarang ia dengan bebas menyentuhnya.

Bagi Mbak Inem penis Rayhan memang sangat nikmat, tapi kalau pemuda itu terus-menerus menyetubuhinya ia juga merasa tidak akan sanggup, bagaimanapun juga usia tidak bisa bohong walaupun birahinya masih menginginkan Rayhan mengaduk vaginanya lebih lama lagi.

Sepintas Mbak Inem memiliki sebuah ide berlian, agar Rayhan cepat menuntaskan hasrat birahinya. Walaupun ia belum pernah melakukannya, tapi tidak ada salahnya kalau ia mencobanya.

Dia melihat kearah Rayhan yang masih bersemangat menggenjot vaginanya, padahal tubuhnya sudah tidak sanggup lagi kalau harus kembali orgasme.

"Ray, istirahat sebentar." Pinta Mbak Inem.

Rayhan menghentikan genjotannya. "Kenapa Mbak? saya belum keluar." Protes Rayhan.

"Sebentar saja sayang." Ulang Ustadza Dewi.

Dengan sangat terpaksa Rayhan mencabut batang kemaluannya dari lobang vaginanya. Saat penis Rayhan terlepas, Mbak Inem merasa vaginanya begitu plong tidak seperti sebelumnya yang terasa begitu penuh saat penis Rayhan berada di dalam vaginanya.

Mbak Inem turun dari atas tempat tidurnya, lalu dia mengambil sebuah lotion yang berada diatas meja riasnya. Kemudian ia kembali menghampiri Rayhan yang tengah duduk di tepian tempat tidurnya sembari mengocok kemaluannya.

Mata Mbak Inem membeliak ngeri melihat kemaluan Rayhan yang berukuran sangat besar.

"Kamu mau gak anal sex?" Tanya Mbak Inem.

Rayhan menganggukan kepalanya. "Mau Mbak, apa Mbak mau mencobanya?" Tebak Rayhan penuh tanda tanya kepada tetangganya.

"Kalau kamu mau!" Ujar Mbak Inem malu.

Rayhan tersenyum tipis. "Tentu saja aku mau Mbak! Pasti sangat menyenangkan bisa menjebol perawan pantat Istrinya Mas Pur." Kelakar Rayhan.

"Dasar kamu." Mbak Inem kembali naik keatas tempat tidur dengan posisi menungging. "Pake lotion itu, biar lebih muda." Suruh Mbak Inem sembari membuka pipi pantatnya selebar mungkin.

Rayhan meneguk air liurnya yang terasa hambar melihat anus Mbak Inem yang kemerah-merahan, merucut seperti bunga mawar yang hendak mekar.

Segera Rayhan menuangkan isi body lotion ke lobang anus Mbak Inem. Dengan jarinya ia meratakan lotion tersebut. Setelah cukup rata Rayhan segera mengambil posisi yang pas untuk merobek anus Mbak Inem. Mula-mula ia menggesek batang kemaluannya di lobang anus Mbak Inem.

"Aku masukan sekarang ya Mbak." Izin Rayhan.

Mbak Inem menganggukan kepalanya. "Pelan-pelan Ray! Anus Mbak masih perawan." Ujar Mbak Inem mengingatkan Rayhan.

"Tahan sedikit." Bisik Rayhan.

Dia mendorong penisnya untuk membuka lobang anus Mbak Inem, tapi percobaan pertamanya ia mengalami kegagalan, karena kepala penisnya meleset berulang kali setiap kali ia ingin mencobanya. Tidak kehabisan akal, Rayhan meludahi penisnya agar menjadi lebih licin.

Tangan kanan Rayhan memegangi batang kemaluannya, sembari mendorong pinggulnya. Kini usahanya mulai membuahkan hasil, karena kepala penisnya berhasil membuka lobang anus tetangganya itu.

Dan pada saat bersamaan wajah Mbak Inem meringis menahan rasa sakit di lobang anusnya.

"Eenghkk... Ray! Teruuuus." Perintah Mbak Inem.

Rayhan membelai pantat Mbak Inem, dia kembali menekan kemaluannya hingga kepala penisnya benar-benar masuk ke dalam lobang anus Mbak Inem. "Oughkk... Sempit sekali Mbak! Ini enak." Desah Rayhan, ia tidak menyangka kalau akan senikmat ini.

"Aduh Ray! Kontol kamu besar sekali... Aahkk..."

Plaaakk...

Rayhan menampar pantat Mbak Inem. "Tapi enakkan Mbak, hehehe... Aahkk... Tuhan." Lenguh Rayhan ketika batang kemaluannya juga ikut masuk ke dalam lobang anus Mbak Inem hingga mentok.

"Yeaaaaa..." Jerit kecil Mbak Inem.

Pinggulnya tersentak-sentak ketika Rayhan menarik penisnya hingga kepala penisnya berada di bibir anusnya. Lalu dengan dorongan pelan Rayhan kembali membenamkan penisnya ke dalam anus Mbak Inem. Secara konsisten Rayhan melakukan gerakan tersebut dengan perlahan.

Mbak Inem setengah mati menahan pedih di lobang anusnya, tetspi ia tidak meminta Rayhan untuk berhenti, karena ia percaya rasa sakit itu tidak akan lama.

Dan benar saja, seiring dengan waktu Mbak Inem mulai menikmati penetrasi penis Rayhan di dalam lobang anusnya, seiring dengan anusnya yang mulai bisa beradaptasi dengan ukuran penis Rayhan yang sangat besar itu.

"Aahkk... Aahkk... Terus sayang! Oughkk... Sodok anus Mbak Ray. Aaahk..." Jerit Mbak Inem.

Ploookkksss.... Ploookkksss.... Ploookkksss.... Plooookss... Plooookss...

Ploookkksss.... Ploookkksss.... Ploookkksss.... Plooookss... Plooookss...

Rayhan semakin cepat menyodok lobang Anus Mbak Inem, jepitan anus Mbak Inem di batang kemaluamnya membuat Rayhan merasa sudah hampir berada di puncaknya.

"Mbak saya mau keluar." Ujar Rayhan, ia meremas kuat bongkahan pantat Mbak Inem.

Tidak mau kalah dari murid didiknya, Mbak Inem ikut menggerakkan pantatnya, sementara jarinya menggosok clitorisnya dari bawah. "Bareng sayang... Mbak Inem juga mau KELUAAAR." Jerit Mbak Inem.

Beberapa detik kemudian, dengan cara bersamaan mereka berdua menumpahkan hasrat birahi mereka.

Rayhan membenamkan penisnya semakin dalam di lobang anus Mbak Inem. Giginya menggeratak sembari memuntahkan spermanya ke dalam lobang anus Mbak Inem. "Croooottss... Croooottss... Croooottss..." Pinggul Rayhan tersentak-sentak memuntahkan spermanya.

Seeeeeeeeeeeerrrrrrrr....

Kali ini Mbak Inem tidak hanya orgasme, tapi ia juga sampai terkencing-kencing. Hingga air urinnya menggenang diatas tempat tidurnya.

Perlahan penis Rayhan mulai mengecil dan terlepas dari lobang anus Mbak Inem. Saat penis itu terlepas, tampak lelehan sperma Rayhan yang tak tertampung keluar meleleh mengaliri paha Mbak Inem yang gemetar.

"Nikmat sekali Mbak" Lirih Rayhan.

Ia rebahan di samping Mbak Inem yang langsung memeluk tubuh kekarnya. "Kamu puas sayang, dengan lobang anus Mbak?" Goda Mbak Inem yang kembali merasakan linu di lobang anusnya.

"Iya sangat puas." Jawab Rayhan pelan sembari mencium kening Mbak Inem. "Terimakasih ya Mbak, sudah mau menjadi guru sex aku." Sambung Rayhan.

"Gak gratis Lo?" Goda Mbak Inem.

"Aku harus bayar berapa Mbak?"

Mbak Inem tersenyum sembari mengurut kontol Rayhan. "Bayar dengan kontol kamu." Jawab Mbak Inem, lalu mengecup lembut bibir Rayhan.

Rayhan merangkul tubuh Mbak Inem, sembari mengecup keningnya.

Ustadza Dewi memejamkan matanya, dan perlahan rasa kantuk mulai menguasai dirinya dan iapun tertidur lelap di dalam pelukan muridnya

*****
end part 10
 
04:45


Sang mentari menyapa bumi dengan kehangatan sinarnya. Kicau-kicauan burung tak mau kalah menyambut datangnya hari baru. Terdengar suara adzan dari menara masjid Al-fatah yang memecah keheningan subuh. Semua makhluk menatap indah hari yang penuh makna.

Di dalam sebuah kamar berukuran 3X3 tampak seorang pemuda yang baru terbangun dari lelapnya. Ia merenggangkan kedua tangannya, melenturkan otot-ototnya yang terasa kaku.

Dengan langkah gontai ia meninggalkan singgasananya demi melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Ia berjalan perlahan dengan mata yang sedikit terpejam, melewati kamar Ibunya yang pintunya sedikit terbuka. Sekilas Azril melihat Laras yang sedang berdiri di depan lemari pakain hanya mengenakan handuk berwarna putih membungkus tubuhnya.

Langkah Azril terhenti, matanya yang tadi sayu mendadak membeliak, ia mengucek matanya, memastikan apa yang ia lihat. Tampak Laras tengah mengeringkan rambutnya dengan hairdryer, membuat kedua ketiaknya yang putih mulus itu terbuka.

Perlahan Azril mendekati pintu kamar Ibunya, menyembunyikan tubuhnya agar bisa mengintip aktivitas Ibunya di dalam kamarnya.

Tumben Umi mandi sepagi ini? Gumam Azril.

Laras yang tidak menyadari adanya seseorang yang tengah mengintipnya, dengan santainya ia membuka lipatan handuknya, dan membiarkan handuknya jatuh kelantai. Dari belakang Azril dapat melihat punggung mulus Laras yang tampak sedikit basah, dan bulatan pantat Laras yang sempurna.

Pemandangan tersebut membuat Azril konak penisnya berdiri tegang.

Azril, itu Ibumu...

Azril menggelengkan kepalanya, ia sadar apa yang ia lakukan saat ini adalah sebuah kesalahan, ia tidak boleh mengintip Ibunya sendiri, bagaimana kalau ia sampai ketahuan.

Ini kesempatan langkah Azril, kapan lagi kamu melihat tubuh indah Ibumu... Kamu tidak akan ketahuan, percayalah...

Hati Azril menjadi bimbang antara tetap mengintip Ibunya berganti pakaian, atau segera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Di saat ia sedang bimbang, tiba-tiba Ibunya berbalik menghadapnya, membuat jantung Azril rasanya mau copot.

Beruntung dari posisi Ibunya tidak bisa melihat dirinya yang sedang mengintip, berbanding kebalik dengan Azril yang sangat leluasa melihat kearah Ibunya.

Gleeek...
Azril menelan air liurnya yang terasa hambar, sembari memandangi buah dada Laras yang ukurannya sangat berutal, membuat Azril kembali teringat ketika Daniel memijit payudara Ibunya. Entah kapan ia bisa merasakannya.

Tanpa sadar Azril meremas kemaluannya sendiri, sembari memandangi memek Ibunya yang tembem dipenuhi rambut kemaluan.

Laras berjalan kearah tempat tidurnya, mengambil pengikat rambut. Ketika Laras mengikat rambutnya yang terurai, payudara Laras kian terlihat membusung, membuat dada Azril terasa sesak.

Kemudian Laras kembali menuju lemari pakaiannya, ia mengambil satu set pakaian dalam berwarna abu-abu, dengan motif bunga semi transparan, berbahan straight. Saat Laras mengenakan behanya tampak kekecilan untuk menampung payudaranya yang berukuran besar.

Azril menahan nafasnya ketika Laras membungkuk saat hendak memakai celana dalamnya.

Matanya terfokus kearah cela bibir kemaluan Laras berwarna kecoklatan merah tua. Azril yang tak tahan semakin keras meremas kemaluannya, hingga akhirnya tanpa bisa ia tahan lagi, spermanya meledak, meninggalkan noda di celana piyamanya.

"Aaahkk..." Desah Azril seraya memejamkan matanya.

Tanpa di sadari Azril, seseorang pemuda yang usianya jauh berada diatasnya, tengah berjalan mendekatinya sembari tersenyum penuh arti.

Sementara itu Laras baru saja mengenakan mukenanya. Ketika mendengar sedikit keributan yang terjadi di luar kamarnya. Saat melihat kearah pintu kamarnya, ia kaget melihat pintunya yang tidak tertutup rapat. Segera Laras keluar dari dalam kamarnya.

"A-aku mau ambil wudhu Mas." Ujar Azril gagap.

Daniel tersenyum hangat. "Silakan! Sebentar lagi waktu subuh habis." Ujar Daniel memperingatkan Azril yang tampak pucat pasi.

"Ada apa Zril?" Tanya Laras kebingungan.

"....." Azril tidak mampu berkata-kata, ia hanya menunduk ketakutan.

"Gak apa-apa Amma." Jawab Daniel.

Laras melihat kearah Azril dengan tatapan curiga, saat matanya melihat celana Azril, ia kaget melihat ada bercak sperma yang sepertinya masih baru, membuat Laras bertanya-tanya.

Apa barusan Azril ngintipin aku?, Mana mungkin, Azril tidak mungkin seberani itu.

"Mandi wajib dulu Zril." Suruh Laras.

Azril mengangguk lemah. "Aku ke kamar mandi dulu Umi." Pamit Azril, yang kemudian segera berjalan cepat meninggalkan mereka berdua, membuat Laras semakin yakin kalau ada yang tidak beres dengan kelakuan Azril.

Selagi memikirkan putranya yang kini telah tumbuh menjadi dewasa, tiba-tiba Daniel menarik tangan Laras masuk ke dalam kamar. Kemudian dengan cepat Daniel mengunci pintu kamar Laras, membuat wanita cantik itu tidak bisa melarikan diri dari sang predator wanita.

Daniel tersenyum berjalan mendekati Laras yang tampak pucat pasi.

Tuhan... Tolong hambamu...

"Mau apa kamu Daniel?" Ucap Laras berusaha bersikap tegar.

Daniel mengusap pipi Laras dengan ujung telunjuknya. "Amma pasti tau apa yang aku inginkan?" Goda Daniel, membuat detak jantung Laras berpacu semakin cepat, adrenalinnya meningkat pesat.

"Saya mau shalat Dan." Melas Laras.

Daniel tidak mengubrisnya, ia mendekatkan wajahnya hendak mencium Laras. Reflek Laras melengos hingga ciuman Daniel hanya mendarat di pipinya.

Kemudian Daniel mendekap, memeluk tubuh Laras yang tampak terguncang.

"Semalam sudah cukup Dan."

"Tidak akan pernah cukup Amma! Setiap Hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik, setiap hembusan nafas, saya selalu merindukan jepitan memek Amma!" Bisik Daniel, merayu betinanya yang sedang kesepian karena sering di tinggal Suaminya.

Kenapa bukan Suamiku yang mengatakan itu? Sesal Laras.

Laras memejamkan matanya ketika Daniel memanggut lembut bibirnya, perlahan penuh dengan perasaan, membuat pertahanan Laras kembali jebol. Ia membuka mulutnya, membiarkan lidah Daniel menari-nari di dalam mulutnya.

Sembari melakukan French Kiss kedua tangan Daniel bergerilya di tubuh Laras. Tangan kirinya menangkup payudara Laras, sementara tangan kanannya membelai dan meremas pantat Laras dari balik mukena yang di kenakan nya.

Nafas Laras memburu, ia tidak pernah merasakan kenikmatan berciuman ketika bersama Suaminya, berbeda ketika ia melakukan itu dengan Daniel. Semua terasa begitu nikmat.

Fuaaah...

Daniel melepas pagutannya, sembari tersenyum ia menatap bibir merah Laras yang tampak basah.

Kemudian ia memutar tubuh Laras menghadap kearah meja rias. Laras sedikit membungkuk, kedua tangannya berpegangan dengan sisi meja, dan wajahnya mengarah kearah kaca riasnya, ia dapat melihat dirinya yang mengenakan mukena di balik pantulan cermin.

Laras menggigit bibirnya ketika merasakan semilir angin menyentuh kulit bokongnya ketika Daniel menyingkapnya keatas mukenna yang ia kenakan. Pemuda itu tentu bisa melihat bercak noda lendir kewanitaan nya di celana dalamnya saat ini.

Plaaaak... Daniel menampar keras pantat semok Laras.

"Aaahkk..." Lenguh Laras.

"Jadi ini yang di lihat Azril tadi?" Bisik Daniel.

Mata Laras membeliak, ia tidak percaya kalau Azril benar-benar mengintipnya. "Tidak mungkin." Lirih Laras yang bisa di dengar Daniel.

"Pria manapun pasti tergoda dengan keindahan tubuh Amma, bahkan putramu... Juga menyukainya." Telapak tangan Daniel membelai bongkahan pantat Laras, yang tampak gemetar. "Seharusnya Amma bangga." Sambung Daniel membuat wajah Laras merona merah.

Daniel berlutut di lantai, menarik perlahan celana dalam Laras dan melepaskannya. Dengan kedua jarinya ia membuka pipi pantat Laras.

Ada rasa malu menyeruak di sanubari Laras, menyadari kalau seseorang pria yang bukan muhrimnya dengan bebas menatap nanar bibir kemaluannya dari jarak yang begitu dekat. Bahkan Laras dapat merasakan hembusan nafas hangat Daniel di permukaan vaginanya.

Lidah Daniel terjulur menyapu bibir kemaluan Laras, membuat tubuh sang Ahkwat menggelinjang geli keenakan, dengan wajah mendongak keatas ia menggigit bibirnya, menahan gerlora syahwatnya yang menggebu-gebu atas sentuhan nakal Daniel.

"Dan... Aaahkk..." Erang manja Laras.

Dengan ujung lidahnya Daniel membelai clitoris Laras yang tampak membengkak merah, membuat Laras semakin tak tahan.

Lidah Daniel naik turun-turun menelusuri bibir kemaluan Laras. Menghisap lembut jengger bibir kemaluan Laras, membuat wanita Soleha itu kian keras mendesah. Seakan tidak puas, sapuan lidah Daniel naik keatas menuju anus Laras.

Mata Laras membeliak merasakan hangatnya lidah Daniel di lobang anus nya. Tiba-tiba kedua jari Daniel menyeruak ke dalam memeknya.

"Aaaaarrtt...." Jerit Laras.

Dengan gerakan perlahan kedua jari Daniel keluar masuk dari dalam memek Laras yang terasa hangat. Sesekali ia memutar jarinya, mengorek-ngorek lobang peranakan Laras.

Tubuh indah Laras melejang-lejang, ia merasakan nikmat yang luar biasa, yang sudah tidak mampu lagi ia tahan. "Danieeeeeel...." Jerit Laras tertahan saat ia akhirnya mencapai klimaksnya.

Tubuhnya menggelinjang menikmat orgasme haram yang di dapat dari pria lain.

Bukannya berhenti Daniel semakin mempercepat sodokan jarinya di dalam memek Laras, hingga rasa nikmat itu kian menjadi-jadi, hingga akhirnya tubuh Laras lemas tak berdaya.

Daniel berdiri di samping Laras, ia menanggalkan pakaiannya satu persatu hingga telanjang bulat. Dengan santainya ia berbaring diatas tempat tidur, menarik tangan Laras agar segera melakukan tugasnya seperti biasa yang di lakukan Laras.

Sedikit keimanannya menolak permintaan Daniel, Laras menggelengkan kepalanya, tetapi ia pasrah ketika di minta ikut naik keatas tempat tidur.

Laras berbaring di dekatnya dan meletakkan kepalanya di bagian bawah perut Daniel, dia membelai kontol Daniel yang sudah beberapakali mengantarkannya ke puncak kenikmatan, yang tidak mampu di berikan oleh Suaminya.

Dengan jarak yang begitu dekat Laras dapat mencium aroma kelakiannya, membuatnya semakin bergairah.

Tanpa ada paksaan Laras melakukan handjob, jemari halusnya bergerak naik turun sembari menatap takjub kearah tonggak sakti Daniel.

Cup... Cup... Cup...

Berulang kali ia mencium kepala kontol Daniel, menjulurkan lidahnya, menyapu, menjilati kepala pion kontol Daniel dengan perlahan. Haapss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... tanpa di minta Laras melakukan blow job.

Kepalanya naik turun menghisap batang kemaluan Daniel dan rasanya sunggu nikmat.

Sesekali Laras melakukan deepthroat hingga membuat mukanya memerah karena menahan nafas. Aksinya tersebut membuat Daniel mendesis keenakan, rasanya hangat dan basah.

"Amma enak banget." Puji Daniel.

Daun telinga Laras rasanya mengembang mendengar pujian Daniel, sehingga membuatnya semakin sering melakukannya. Sesekali ia mengkombinasikan dengan belaian lembut di kantung testis Daniel, membuat pemuda itu tampak kepayahan.

Hampir sepuluh menit Laras memanjakan kontol Daniel dengan mulutnya, hingga rahangnya terasa pegal, membuatnya harus berhenti sejenak.

"Lakukan sekarang Amma!" Pinta Daniel.

Laras menatap Daniel dengan perasaan campur aduk, tetapi Daniel berhasil meyakinkannya dengan tatapannya yang menggoda.

Perlahan ia naik keatas selangkangan Daniel, sembari menatap mata Daniel ia menggelengkan kepalanya dan menutup mulutnya dengan tangan kiri, seakan menolak untuk meneruskan permainan gila mereka. Sementara tangan kanannya menuntun kontol Daniel menuju lobang peranakannya.

Bleeesss...

"Aaarrrtt..." Jerit Laras.

Dengan satu hentakan kontol Daniel bersemayang di dalam lobang memeknya. Dengan gerakan naik turun Laras memanjakan kontol haram Daniel, memandikannya dengan cairan cintanya.

Lagi-lagi tanpa di minta Laras mengangkat mukenanya hingga sebatas lehernya, dan menyampirkannya ke belakang, tidak sampai di situ saja, ia juga menarik kebawa cup bra miliknya, membiarkan sepasang payudaranya terekpose.

Sembari tersenyum Daniel menatap nanar payudara Laras yang berayun-ayun mengikuti gerakannya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Tubuh Laras telonjak-lonjak diatas selangkangan Daniel, ia sangat menikmati tongkat sakti Daniel yang menghujam masuk ke bagian terdalam memeknya, menggesek-gesek dinding rahimnya yang terasa geli-geli nikmat, hingga membuatnya melayang ke nirwana.

Saat ini Laras terlihat begitu menggairahkan di mata Daniel, membuat pemuda itu tampak senang karena sedikit demi sedikit ia bisa membuka sisi liar Laras.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

"Lebih cepat Amma... Oughk... Nikmat sekali jepitan memek Amma... Terus Amma... Aaahkk... Aaahkk..." Ujar Daniel memberi semangat kepada Laras.

Dan benar saja, Laras seperti kerasukan, dia semakin bersemangat mengejar puncak klimaksnya. Tidak hanya naik turun, pinggulnya bergerak seperti mesin bor, memijit-mijit kontol Daniel yang tengah bersarang di dalam lobang memeknya yang jarang di sentuh.

Kedua tangan Laras meraih payudaranya, ia meremas-remas susunya, memilin putingnya, membuatnya semakin menggila oleh rasa nikmat yang luar biasa.

"Danieeel... Ama kekuaaar..." Jerit Laras.

Pantatnya Laras terangkat, tubuhnya bergetar dengan mulut mengangah ia melepaskan dahaganya.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Pinggulnya tersentak-sentak, memuncratkan sisa-sisa cairan haramnya di perut Daniel.

Laras terbaring lemas dengan nafas yang terengah-engah. Walaupun ia kepayahan, tetapi Laras merasa sangat puas, bahkan rasa nikmat itu masih bisa ia rasakan di sekujur tubuhnya.

"Sekarang giliran saya Amma." Bisik Daniel.

Laras tersipu malu mendengarnya. "Jangan zinahi Amma lagi Dan, ini dosa Daniel..." Ujar Laras yang terdengar seperti basa-basi.

"Nanti saya temani Amma di neraka." Jawab Daniel.

Pemuda itu mengangkat satu kaki Laras dan meletakannya diatas pundaknya. Ia masuk diantara kedua kaki Laras, mengarahkan terpedonya kearah sasaran yang tepat. Sembari menatap wajah Laras, ia mendorong pinggulnya, membelai bibir kemaluan Laras yang terasa licin dan hangat.

Posisi ini membuat Laras merasa lebih rileks, tetapi tetap tidak mengurangi rasa nikmatnya. Dan di posisi ini juga ia bisa melihat wajah Daniel yang tengah menodainya.

Dengan gerakan perlahan Daniel menghujamkan kontolnya maju mundur, menusuk pelan tapi dalam hingga ke dalam rahim Laras. Wanita Soleha itu kembali mendesis nikmat di setiap tusukan kontol Daniel yang terasa pas.

Di posisi ini Daniel dengan leluasa menjamah payudara Laras, ia bisa memainkan puting Laras dengan intens dan muda.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Daniel memberi kecupan hangat di kening Laras yang basah oleh keringat. "Memek Amma enak banget! Kontolku rasanya di remas-remas sama memek Amma." Puji Daniel, entah sudah berapa banyak wanita yang termakan gombalannya.

"Dan... Sssttt... Aaahkk... Enaaak... Sayang..." Desah Laras seraya menatap sayu lawannya.

Daniel tersenyum mendengarnya. "Kalau enak... Lepaskan semuanya Amma, jangan di tahan lagi." Bujuk Daniel, dan cara itu berhasil membuat Laras kian melupakan statusnya.

"Aaahkk... Aaahkk... Danieeel... Kontol kamu enaaak Dan... Keras dan panjang." Puji Laras tidak mau kalah.

"Ennakkan mana di bandingkan Kiayi Amma..."

"Enak punya kamu Daniel... Oughk... Danieeel... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Laras semakin keras, seakan ia lupa kalau di rumahnya masih ada Azril dan Aurel.

"Mulai sekarang kontol ini yang akan selalu memuaskan dahaga Amma..." Ujar Daniel, semakin meningkatkan tempo penetrasi nya.

"Aaahkk... Iya sayaaaang... Aaahkk... Puaskan dahaga Amma Daniel...." Erang Laras.

Daniel menjatuhkan tungkai kaki Laras dari pundaknya, ia menarik kedua tangan Laras hingga posisi Laras duduk di selangkangannya. Kedua tangan Laras memeluk leher Daniel, sementara kedua tangan Daniel menjadi sandaran bagi punggung Laras.

Di posisi ini wajah mereka terlihat begitu dekat, bahkan mereka bisa merasakan hembusan nafas satu sama lain, membuat mereka terasa semakin intim.

Laras menggerakan pinggulnya maju mundur, begitu juga dengan Daniel.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Laras.

Daniel memanggut mesrah bibir merah Laras, sembari membelai punggung Laras yang bermandikan keringat. Nafsu mereka kian menggebu-gebu, terutama Laras yang sudah lama memimpikan sebuah hubungan intim seperti saat ini.

Laras yang sedari kecil hidup di lingkungan agamis, tentu menyadari dosa besar yang menantinya saat ini. Tetapi di balik pakaian muslimah yang biasa ia kenakan, Laras tetaplah manusia biasa, ia membutuhkan sex di dalam hidupnya. Hanya perlu menunggu waktu saja bagi Laras untuk menjadi benar-benar binal.

"Dan... Aaahkk... Sudah jam enam..." Lirih Laras mengingatkan Daniel.

Daniel melepaskan dekapannya, kemudian Laras sedikit menjauh dari Daniel. Wanita Soleha itu mengambil posisi menungging di hadapan Daniel, ia melihat kearah Daniel, meminta Daniel untuk segera menuntaskan permainan terlarang mereka.

Sejenak Daniel memandangi kemaluan Laras, bibir memek Laras yang sudah basah terlihat indah di mata Daniel.

Pemuda itu mendekat, berlutut di belakang Laras. Ia menuntun kontolnya kearah cela bibir memek Laras yang sudah beberapakali ia nikmati. Dengan perlahan kontol Daniel melesat masuk ke dalam memek Laras, membuat Laras telonjak nikmat.

"Aaahkk... Siksa Amma Dan." Erang Laras.

Tangan kiri Daniel menjambak rambut Laras dari luar mukennanya, sementara tangan kanannya menampar-nampar bokong Laras dengan sangat keras.

Dengan gerakan menghujam, kontol Daniel mengaduk-aduk memek Laras. Di posisi ini Laras merasa kontol Daniel masuk semakin dalam, hingga ia merasa sangat menikmatinya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Kelembutan yang beberapa menit yang lalu masih di rasakan Laras, kini berubah menjadi sangat berutal. Laras merasa pantatnya begitu panas karena tamparan Daniel, dan memeknya terasa ngilu hingga kerahimannya, tapi anehnya Laras malah semakin terbuai oleh rasa nikmat yang di berikan Daniel.

Laras sadar kalau Daniel kini memperlakukannya seperti binatang, menghina dan merendahkan derajatnya sebagai seorang wanita.

Hati kecil Laras menolak di perlakukan semena-mena oleh Daniel, tetapi tubuhnya menagih rasa nikmat di setiap gesekan kedua kelamin mereka.

"Danieeel... Amaaa keluar..." Jerit Laras.

Daniel menarik dan mengangkat satu kaki Laras hingga menggantung, dan tiga detik kemudian dari kemaluannya keluar cairan bening yang begitu deras membasahi tempat tidur mereka dan sebagian lagi membasahi lantai kamarnya.

Pose Laras terlihat seperti seekor anjing yang sedang kencing.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Lenguh Laras.

Tanpa mencabut kontolnya, Daniel menarik kedua kaki laris hingga selonjoran, membuat Laras telungkup diatas tempat tidur. Kemudian dari atas Daniel kembali menghujamkan kontolnya ke dalam memek Laras yang terasa semakin menjepit kontolnya.

Layaknya seperti orang yang sedang push up Daniel menghujami memek Laras dengan kontolnya. Sanking kencangnya ranjang Laras sampai berderit-derit.

"Aaahkk... Aaahkk... Daniel... Aaahkk..."

"Ssssttt.... Aaahkk... Hah... Hah..." Desah Daniel keenakan.

Rahang Daniel mengeras menandakan kalau ia sudah hampir mencapai batasnya. Ia semakin cepat dan kuat menghujamkan kontol besarnya di dalam memek Istri Kiayi Umar, membuat Laras meringkik nikmat merasakan sensasi ketidak berdayaannya.

Dengan satu dorongan kuat, Daniel menembakkan spermanya ke dalam rahim Laras.

"Aaarrrtt...." Daniel mengeram nikmat.

Croootss... Croootss... Croootss...

Laras memejamkan matanya, menikmati rasa hangat mengalir di dalam rahimnya, hingga ia kembali orgasme. Perlahan kontol Daniel mulai mengecil di dalam memeknya, kemudian terlepas.

"Terimakasih Amma." Bisik Daniel.

Laras tidak mampu berkata-kata, seakan kesadarannya kini telah kembali. Bahkan Laras hanya bisa memandang Daniel yang tengah mengenakan kembali pakaiannya.

Sebelum pergi meninggalkannya, Daniel memberi kecupan di bibir Laras.

*****

07:00


Elliza (Demi kenyamanan bersama ilustrasi Elliza saya ganti)

"Non Elliza."

Raut wajah Elliza langsung berubah ketika melihat sosok Pak Girno mendekatinya. "A-ada apa Pak?" Tanya Elliza gugup, ia terlihat tidak nyaman.

"Dari mana Non?" Tanya Girno berbasa-basi.

"Dari kantor Aliyah Pak, ngambil spidol." Jawab Ellizza seadanya tapi tetap sopan. "Ada apa ya Pak? Soalnya saya buru-buru, sudah di tunggu Ustad di kelas."

"Sebenarnya ada hal yang penting Bapak ingin bicarakan, nanti pas jam Istirahat Non Elliza bisa temui Bapak di toilet dekat pos satpam." Pinta Girno, yang membuat Elliza makin tak nyaman.

"Maaf tidak bisa Pak."

Elliza hendak berlalu pergi, tapi Pak Girno menahan tangannya. "Tolong Non sekali ini saja, soalnya ini penting Non." Mohon Pak Girno.

"Saya sibuk Pak." Tolak Elliza.

"Pokoknya Bapak tunggu Non Elliza di toilet sana!"

"Terserah Bapak." Ketus Elliza sembari menarik lepas tangannya.

Pak Girno terdiam memandangi Elliza, wanita yang beberapa waktu lalu ia renggut kesuciannya. Mengenang kejadian tersebut ada rasa sesal sekaligus bangga yang di rasakan Pak Girno.

Setibanya di kelas Elliza terlihat tidak bisa fokus menerima pelajaran yang di berikan gurunya. Bahkan beberapa kali ia terlihat bengong.

Tentu Elliza tidak bisa melupakan kejadian di pos Satpam ketika kesuciannya di renggut paksa oleh Pak Girno dan teman-temannya. Walaupun kejadian tersebut tidak bisa di bilang sepenuhnya pemerkosaan, karena Elliza sendiripun menikmatinya.

"Elliza... Liza..."

Buru-buru Adinda menyikut lengan teman sebangkunya itu. "Za... Di panggil Ustadza Dwi." Bisik Adinda membuat Elliza tersadar.

"Na... Naam Ustadza." Reflek Elliza berdiri.

"Coba kamu jelaskan apa yang ada di papan tulis." Suruh Ustadza Dwi.

Elliza menghela nafas, dan mulai menjelaskan apa yang ada di papan tulis. Beruntung Elliza memiliki otak yang encer, dan semalam ia sudah lebih dulu mempelajari pelajaran yang akan di bahas hari ini, sehingga ia bisa dengan muda menjelaskan apa yang ada di papan tulis.

Setelah di persilahkan kembali duduk, Elliza berusaha melupakan pertemuannya dengan Pak Girno, tetapi usahanya sia-sia saja. Entah kenapa ia sangat penasaran tentang apa yang ingin di bicarakan Pak Girno kepadanya.

Selepas pelajaran Ustadza Dwi, Adinda mengintrogasi sahabatnya itu, karena sangat jarang sekali ia melihat Elliza tidak bisa fokus dalam belajar.

"Kamu kenapa Liza?"

Elliza tersenyum tipis. "Gak apa-apa kok Da! Cuman sedikit gak enak badan." Jawab Elliza berbohong kepada sahabatnya.

"Kamu pulang aja dulu Za." Saran Adinda.

"Gak apa-apa kok Da, aku cuman sedikit pusing, masih kuat kok." Tolak Elliza.

"Dari pada nanti tambah parah, mending kamu pulang." Ujar Asyifa yang tiba-tiba saja sudah ikut nimbrung diantara mereka berdua.

"Bener tuh! Nanti kalau kamu udah baikan baru masuk lagi." Usul Adinda.

"Soal izin gampang." Tambah Asyifa.

Elliza sebenarnya merasa berdosa karena telah membohongi sahabatnya. Tapi setelah di pikir-pikir, memang lebih baik ia pulang, dari pada tidak bisa fokus menerima pelajaran hari ini.

"Terimakasih ya, nanti aku pinjam catatan kamu ya Da."

"Beres." Jawab Adinda.

Di bantu teman-temannya Elliza membereskan buku pelajarannya. Bahkan Adinda dan Asyifa sempat menawarkan diri untuk mengantar Elliza pulang, tapi Elliza menolaknya, ia tidak ingin merepotkan kedua sahabatnya yang sudah begitu perhatian kepadanya.

Setelah pamit ke ketua kelasnya, Elliza segera meninggalkan kelas. Tapi alih-alih ke rumahnya, Elliza malah menuju pos satpam.

"Non Elliza." Kaget Girno saat Elliza menghampirinya di pos satpam.

"Bicara sekarang aja Pak." Desak Elliza.

Pak Girno tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya melihat Elliza datang menemuinya secepat ini. "Bicara di dalam aja ya Non, gak enak kalau di sini." Ajak Pak Girno.

Dan di luar dugaan Elliza langsung mengiyakannya, seakan Elliza telah melupakan tragedi yang terjadi di dalam ruangan sempit tersebut. Elliza sendiri beralasan karena ia tidak ingin ada orang yang ia kenal melihatnya berada di pos satpam, mengingat ia barusan izin pulang karena sakit.

Pak Girno mempersilahkan Elliza masuk ke dalam kamar satpam yang ada di pos satpam, dan tanpa sepengetahuan Elliza Girno sempat mengunci pintu kamar tersebut.

"Bicara sekarang Pak, saya buru-buru." Ketus Elliza.

Pak Girno duduk di tepian tempat tidur. "Jujur Non saya merasa sangat bersalah atas kejadian kemarin, makanya saya berharap ada polisi yang meringkus kami! Tapi sampai detik ini belum ada polisi yang datang untuk menangkap kami." Keluh Pak Girno.

"Bukankah bapak seharusnya senang." Ujar Elliza sinis.

"Bapak baru merasa senang kalau Non Elliza mau memaafkan perbuatan Bapak!" Pak Girno tertunduk dengan wajah sedih. "Sejak kejadian kemarin Bapak tidak bisa tidur Non, Bapak selalu kepikiran Non Elliza, Bapak merasa begitu jahat sama Non Elliza." Keluh Pak Girno membuat Elliza menjadi terharu.

Sejenak Elliza terdiam, kalau di pikir-pikir ini bukan salah Pak Girno, karena pria tersebut juga terpaksa melakukannya karena ke pergok olehnya.

Dan lagi saat Pak Girno memperkosanya, pria itu sama sekali tidak pernah menyakitinya, hingga ia sangat menikmati pemerkosaan yang di alaminya, bahkan Elliza tidak bisa lupa bagaimana nikmatnya ketika Pak Girno merenggut kesuciannya.

"Liza sudah melupakan semuanya Pak." Lirih Elliza seraya menatap pria yang ada di hadapannya.

"Apa itu artinya Non Elliza mau memaafkan Bapak?"

Elliza memejamkan matanya sejenak, lalu mengangguk. "Iya Pak, saya sudah memaafkan Bapak." Jawab Elliza mantab.

Tidak ada alasan bagi Elliza untuk membenci Pak Girno, walaupun pria tersebut telah menodainya. Gadis cantik itu hanya ingin melanjutkan hidupnya dan melupakan masa lalu kelamnya.

"Terimakasih Non."

Lagi-lagi Elliza tersenyum manis. "Sudah gak ada lagikan Pak yang mau di omongin? Saya harus kembali ke kelas Pak." Ujar Elliza.

"Ada Non, hmm... Bapak mau meminta sesuatu boleh?" Tanya Pak Girno.

"Minta apa Pak?"

Pak Girno menghela nafas berat sembari memandangi Elliza. "Non taukan kalau Bapak sudah bercerai dengan Istri Bapak." Elliza mengangguk, walaupun Pak Girno tidak pernah memberitahunya tapi ia tau kalau Pak Girno telah bercerai.

"Jadi kenapa Pak? Bapak mau minta di cariin jodoh?"

"Bukan Non..."

"Terus..."

"Eehmm... Bapak mau ngentot sama Non Elliza untuk terakhir kalinya." Elliza terhenyak kaget mendengar jawaban Pak Girno.

Baru saja ia memaafkan pria tersebut dan sekarang pria itu malah ingin kembali menodainya. Elliza merasa di permainkan oleh pak Girno. Tanpa menjawab permintaan Pak Girno Elliza langsung berbalik hendak pergi meninggalkan Pak Girno.

Tapi ternyata pintu ruangan tersebut sudah terkunci, dengan wajah panik Elliza mencoba membuka, tapi sia-sia saja, ia tidak berhasil membukanya.

"Pak..." Lidah Elliza terasa keluh ketika melihat Pak Girno sudah dalam keadaan telanjang bulat.

Elliza mendekap mulutnya, dengan pandangan sayu ia menatap kontol Pak Girno yang begitu besar dan panjang, siap menerkamnya bulat-bulat. Bayangan-bayangan kontol Pak Girno mengobrak-abrik memeknya, membuat tubuh mungilnya merinding.

Pak Girno berjalan mendekati Elliza dengan tenang, membuat gadis Soleha itu semakin panik.

"Jangan Pak..." Melas Elliza.

Pak Girno mendekap tubuh Elliza yang gemetaran. "Cuman sebentar Non, nanti juga Non pasti keenakan seperti waktu itu." Bisik Pak Girno di dekat telinga Elliza, kemudian ia menjilati pipi Elliza.

"Lepaskan Liza Pak..."

Pak Girno tidak mengubrisnya, ia mengambil tas sekolah Elliza dari pundaknya dan meletakannya diatas meja kecil yang berada tidak jauh darinya, kemudian ia meraih kancing seragam Elliza dan melepasnya satu persatu tanpa ada kesulitan sama sekali, karena Elliza tidak benar-benar mencegah perbuatannya.

Bahkan dengan mudanya melepas pengait bra yang ada di bagian depan.

"Tetek Non indah banget, putih mulus." Bisik Pak Girno.

Elliza menggelengkan kepalanya. "Lepaskan Pak... Jangan sentuh Elliza." Mohon Elliza, ketika kedua tangan Pak Girno menangkup payudaranya, meremasnya dengan perlahan tapi kasar.

"Empuk... Non, kenyal."

"Sssttt... Pak! Aaahkk... Jangan di pelintir pak! Aduuuhk... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Elliza dengan mata setengah terpejam ketika Pak Girno memainkan putingnya yang telah membesar.

Pak Girno menundukan wajahnya kearah payudara Elliza, kemudian ia melahap payudara Elliza dengan rakus, menghisap putingnya, menggigit lembut puting Elliza, hingga membuat gadis itu kegelian. Sembari mendekap kepala Pak Girno, Elliza menatap bibir Pak Girno yang tengah melahap payudaranya.

Tangan Pak Girno turun kebawah, ia memijit kemaluan Elliza dari luar rok hijau yang di kenakan Elliza. Reflek Elliza mencengkram pergelangan tangan Pak Girno.

"Ya Tuhan... Aaahkk... Bapak..."

"Eehmm... Sluuuppsss... Sluuppss... Oughk... Sluuppss... Enak banget puting Non Elliza... Sruuppsss... Sluuppss..." Racau Pak Girno di sela-sela menghisap payudara Elliza.

"Ughk... Pak! Aaahkk... Aaahkk..." Erang Elliza.

Pak Girno melepaskan payudara Elliza, kemudian ia menyingkap rok hijau yang di kenakan Elliza dan menarik lepas celana legging beserta celana dalamnya. Walaupun Elliza terkesan menolak, tapi Elliza mengangkat satu persatu kakinya saat Pak Girno melepas celananya.

Kini di balik rok hijaunya Elliza sudah tidak memakai apapun.

Pak Girno menarik tangan Elliza membawanya kearah tepian tempat tidur, lalu Pak Girno berbaring diatas tempat tidur dengan posisi kepala yang menjuntai di tepian tempat tidurnya.

"Sini Non." Suruh Pak Girno.

Elliza lagi-lagi menggelengkan kepalanya, tetapi ia tetap maju satu langkah, mengangkangi kepala Pak Girno yang menjuntai.

Tangan kiri Elliza menahan roknya agar tidak jatuh, sementara tangan kanannya mendekap mulutnya agar tidak berteriak histeris yang akan mengundang curiga orang-orang yang kebetulan berada di dekat pos satpam. Memang aneh rasanya mengingat Elliza saat ini tengah di perkosa, tapi ia tidak ingin orang lain mengetahui dirinya tengah di perkosa.

Kedua tangan Pak Girno mendekap paha Elliza, sembari menarik turun sedikit pinggulnya hingga memek Elliza tepat di depan wajahnya, membuatnya leluasa memandangi memek Elliza yang berbentuk bunga kulup, terlihat rapat dengan warna merah muda.

Bibirnya dengan lembut mengecup memek Elliza, membuat tubuh Elliza bergetar.

"Indah sekali memek Non Elliza... Sluuppss... Sruuppsss... Oughk... Sluuppss... Hmm... Sluuppss..." Puji Pak Girno sembari menjilati memek Elliza yang sudah sangat basah.

Cengkraman tangan Elliza di roknya semakin kuat, wajahnya mendongak keatas dengan tatapan kosong, sementara kedua tungkai kakinya terlihat gemetar, karena tak tahan oleh rasa geli yang nikmat di kemaluannya.

Dengan rakusnya Pak Girno menyapu bibir kemaluan Elliza, mengorek-ngorek lobang memek Elliza yang menjanjikan sejuta kenikmatan.

Semakin lama kedua kaki Elliza semakin merapat, menjepit kepala Pak Girno dengan kedua pahanya, hingga membuat Girno semakin leluasa menjilati memek Elliza, bahkan ia terlihat seperti sedang mengunyah memek Elliza yang berada di dalam mulutnya.

Ia menyeruput dengan rakus lendir yang keluar dari sela-sela bibir memek Elliza.

"Paaak..." Jerit Elliza.

Ia menjepit erat kepala Pak Girno yang berada diantara kedua pahanya. Pinggulnya tersentak-sentak nikmat selama beberapa detik, merasakan orgasme pertamanya dari mulut sang Satpam.

Pak Girno segera menarik tubuhnya keluar dari kangkangan Elliza, lalu dia menjatuhkan tubuh Elliza diatas tempat tidur. Segera tubuh besar itu menindih tubuh Elliza yang mungil, sembari mengangkang kan kedua kaki Elliza agar kontolnya bisa masuk dengan muda.

"Tu... Tunggu Pak." Pinta Elliza.

Gadis cantik itu mengambil sesuatu dari dalam tasnya, sebuah kotak persegi bermerk Durex. terlihat senyuman tipis di bibir Pak Girno.

Dengan malu-malu Elliza memberikan satu bungkus kondom kepada Pak Girno. "Terimakasih ya Non." Bisik Pak Girno sembari membuka bungkus kondom tersebut dan memasangnya.

Beberapa hari yang lalu ketika ia pergi ke kota, entah kenapa Elliza kepikiran untuk membeli kondom di minimarket. Elliza masih ingat betul senyuman di wajah mas kasir yang sedang melayaninya waktu itu, membuat Elliza merasa sangat malu.

"Pelan-pelan Pak." Pinta Elliza.

Pak Girno kembali menindih tubuh Elliza. "Percaya sama Bapak ya Non, di jamin Non akan ketagihan, hehehe..." Goda Pak Girno.

Tangan kanan Elliza terjulur ke depan, menggenggam kontol Pak Girno sembari menuntunnya kearah bibir kemaluannya. Setelah di rasa pas, Girno mendorong pelan pinggulnya, menusuk memek Elliza dengan kontolnya yang sudah sangat tegang.

Bleeesss...

"Aaahkk..." Jerit Elliza.

Pak Girno menatap teduh wajah Elliza. "Sssttt... Enak sekali memek Non Elliza, kontol Bapak rasanya di peras-peras." Seloroh Pak Girno.

"Aahkk... Aahkkk... Aaahkk..."

Dengan perlahan Pak Girno mengayunkan pinggulnya maju mundur, maju mundur, memompa, menyodok-nyodok memek Elliza yang terasa semakin licin dan hangat. Tangan kanan Pak Girno meraih buah dada Elliza, ia meremasnya dengan lembut membuat Elliza makin keenakan.

Semakin lama temponya semakin cepat, lebih cepat dan makin cepat, menyodok-nyodok memek Elliza yang semakin banyak mengeluarkan precum, mempermuda laju kontol Pak Girno.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkk... Aaahkk... Pak! Ougk..." Erang Elliza.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Enaaaak... Oughk... Memek Non Elliza Enak..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Kedua kaki Elliza melingkar di pinggul Pak Girno, sementara kedua tangannya memeluk leher Pak Girno. Posisi tersebut di manfaatkan Pak Girno melumat bibir Elliza dengan rakus, dan dengan senang hati Elliza bersedia bertukar air liur dengan satpamnya itu.

Hampir lima belas menit mereka bercinta, akhirnya Elliza kembali mencapai klimaksnya.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Elliza tampak terengah-engah.

"Masih kuatkan Non?" Tanya Pak Girno yang ingin langsung ke ronde ke dua.

Elliza mengangguk lemah sembari menatap sayu kearah Pak Girno. Elliza bangkit, dan membiarkan Pak Girno menggantikan posisinya berbaring diatas tempat tidur. Setelah Pak Girno menemukan posisi yang nyaman, Elliza segera merangkak naik keatas selangkangan Pak Girno dengan posisi memunggunginya.

Dengan perlahan Elliza menuntun kontol Pak Girno untuk kembali merajai memeknya. Bleeess... Elliza menghentak keras pantatnya ke bawah.

Perlahan tapi pasti Elliza menggerakan pinggulnya naik turun diatas tonggak sakti milik Pak Girno, ia mengerang-erang keenakan, kepalanya menggeleng ke kiri dan kanan, sesekali mendongak keatas, dan menunduk. Sungguh rasanya nikmat sekali.

Sementara Pak Girno dengan santai menikmati permainan Elliza, ia memandangi kontolnya yang tenggelam timbul diantara selangkangan Elliza.

"Aaahkk... Aaahkk... Ahhaahkk..." Erang Elliza keenakan.

Pak Girno mengangkat tubuhnya hingga posisinya saat ini seperti sedang memangku Elliza, bibirnya mencium pipi Elliza dari belakang, sementara kedua tangannya menggapai payudara Elliza, meremasnya dengan perlahan, menikmati tekstur kenyal payudara Elliza yang tengah telonjak-lonjak diatas selangkangannya.

"Terus Non, goyang lebih hot lagi." Geram Pak Girno.

Elliza melakukan gerakan memutar, mengulek-ngulek kontol Pak Girno di dalam memeknya. "Oughk... Pak! Aaahkk... Aaahkk..." Desah Elliza.

"Memek kamu legit Non, enak..."

"Eehmm... Pak! Aaahkk..." Lenguh Elliza, ia merasa sesuatu yang dahsyat hendak keluar.

Buru-buru Elliza memutar lehernya ke belakang, melumat bibir Pak Girno, pinggulnya terhentak-hentak menyambut kembali datangnya orgasme yang membuatnya melayang-layang. Lendir kewanitaan Elliza membanjir Deras, menyelimuti kontol Pak Girno yang masih bersemayam di dalam memeknya.

Perlahan Pak Girno memposisikan Elliza menungging, dari belakang ia menghunuskan kontolnya di dalam memek Elliza sedalam mungkin.

Lagi-lagi tubuh Elliza di buat telonjak-lonjak sanking nikmatnya di setiap tusukan yang di berikan Pak Girno di memeknya. Tekstur kontol Pak Girno yang kasar, menggaruk-garuk dinding rahimnya yang gatal, hingga terasa semakin nikmat.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Elliza.

Plaaaak... Plaaaak... Plaaaak...

Sembari menggenjot memek Elliza, sesekali Pak Girno menampar bongkahan pantat Elliza hingga tampak bergelombang.

Dengan jari telunjuknya, ia membelai lobang pantat Elliza, lalu mendorongnya masuk ke dalam lobang anus Elliza yang terasa ketat memeluk jari telunjuknya.

"Ughkk..." Lenguh Elliza keenakan.

"Enak gak Non... Hehehe..." Tanya Pak Girno percaya diri.

Elliza masih cukup malu untuk mengakuinya, sehingga ia memilih diam sembari menggoyangkan pinggulnya, hingga menambah rasa nikmat di memek dan lobang anusnya.

Tiba-tiba Pak Girno mencabut jarinya, dan juga kontolnya dari dalam memek Elliza, membuat Elliza tampak belingsattan.

"Kenapa Non? Hehehe... Bilang dulu dong Non, kalau enak..." Pinta Pak Girno, membuat muka Elliza merona merah seperti kepiting rebus.

"Pak... Ehmm... Iya..."

"Iya apa Non?"

"Enak Pak..."

Pak Girno tersenyum tipis. "Yang lengkap dong Non, apanya yang enak? Memeknya apa boolnya, hehehe..." Goda Pak Girno, membuat Elliza tampak salah tingkah.

"Du... Dua-duanya Pak... Memek saya enak! Pantat saya juga enak..." Jawab Elliza seraya menggigit bibirnya.

"Na gitu dong Non, hehehe... Jadi Bapak harus gimana dong Non." Ujar Pak Girno yang kian menyebalkan. Dengan isengnya Pak Girno membelai lobang pembuangan Elliza.

"Di masukkan Pak."

"Di masukan pake apa?"

"Pake burung Bapak." Jawab Elliza.

Pak Girno menampar-nampar pantat Elliza dengan kontolnya. "Ini kontol Non, bukan burung..." Ujar Pak Girno lagi, membuat Elliza makin tak sabar.

"Iya Pak Kontol..."

"Coba di ulang Non..."

Elliza menghela nafas perlahan. "Pak... To-tolong ma-masukkan ko-kontol-kontol Bapak di lobang pa-pantat sa-sa-ya Pak..." Pinta Elliza terbata-bata, ia sudah tidak sabar merasakan kontol Pak Girno di lobang pembuangannya.

"Siap Non, hehe..."

Tangan kanan Pak Girno membuka pipi pantat Elliza, kemudian ia mendorong perlahan kontolnya memasuki lobang anus Elliza. "Aaghk..." Lengguh manja Elliza ketika kepala kontolnya perlahan masuk ke dalam lobang pantatnya.

Kedua tangan Pak Girno mencengkram erat pinggul Elliza sembari mengobok-obok lobang anus Elliza yang terasa mencekik batang kemaluannya.

"Sssttt... Aaahkk... Aaahkk... Enak Pak! Ughk... Hah... Hah... Hah..." Desah Elliza mendesah nikmat.

Pak Girno mengepal erat pantat Elliza sembari menghunuskan kontolnya semakin dalam. "Yeaaah... Enaaak Non... Hah... Aahk..." Erang Pak Girno.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Elliza mendekap mulutnya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia merasa sudah berada di ambang batasnya. Tubuhnya kelojotan, melejang-lejang hebat ketika getaran orgasme itu datang menghantam sanubarinya.

"Saya keluar Pak..." Jerit Elliza.

Kedua telapak kakinya tertekuk, sanking nikmatnya Elliza sampai lupa bernafas.

Pak Girno yang sudah kepayahan semakin mempercepat sodokannya. Dan sedetik kemudian giliran Pak Girno melepaskan orgasmenya. Tubuhnya bergetar menikmati semburan spermanya yang terhalang oleh kondom yang ia kenakan.

Croootss... Croootss... Croootss...

"Ouughk..." Lenguh Pak Girno dengan wajah mendongak keatas.

Elliza meringkuk dengan nafas terengah-engah, ia merasa tenaganya sudah terkuras habis bersamaan dengan orgasmenya yang terakhir.

Pak Girno turun dari tempat tidur, ia menyodorkan kontolnya yang masih terbungkus kondom kearah wajah Elliza yang terlihat semakin cantik bermandikan keringat yang membasuh wajahnya.

Dengan sisa-sisa tenaganya, Elliza menghisap kontol Pak Girno bersama kondomnya. Saat ia menarik mulutnya keluar, gadis cantik itu dengan sengaja menarik kondom Pak Girno ke dalam mulutnya, hingga terlepas dari kontol Pak Girno.

Pak Girno tampak takjub dengan teknik yang di gunakan Elliza.

"Enak ya Non, hehehe... Kondom rasa bool bercampur peju saya.." Goda Pak Girno.

Elliza tidak mengubrisnya, tetapi mulutnya terlihat seperti mengunyah permen karet. Sejak pertama kali Elliza menelan sperma, sejak itu Elliza menjadi ketagihan menelan sperma.

Setelah kondom itu tidak ada lagi rasanya, Elliza melepehkannya keatas lantai.

"Tadi itu enak banget Non!" Komentar Pak Bejo sembari berbaring diatas tempat tidur.

"Itu yang terakhir Pak." Ujar Elliza sembari mengancingkan seragamannya dan merapikan rok hijau yang ia kenakan, yang terlihat aut-autan.

Pak Girno tersenyum hangat. "Masak yang terakhir Non? Temen-temen Bapak pasti juga kangen dengan jepitan memek dan bool Non Elliza." Goda Pak Girno sembari menatap wajah cantik Elliza yang tampak kepayahan.

"Mana kuncinya Pak?"

"Itu diatas meja Non." Tunjuk Girno.

Elliza segera mengambil kunci ruangan tersebut, dia segera membuka pintu ruangan tersebut tepat ketika terdengar suara bell tanda berakhirnya jam istirahat. Itu artinya sudah hampir dua jam ia melayani nafsu bejat Pak Girno. Mengingatnya membuat Elliza merasa sangat malu.

*****

13:30


Suci

Terdengar suara bell bertanda berakhirnya pelajaran hari ini, sementara itu tampak Ustadza Suci sedang memeriksa hasil tugas yang ia berikan beberapa menit yang lalu kepada muridnya. Ia mendesah pelan menatap murid-muridnya.

Ia menatap sosok Azril yang tengah asyik bercengkrama dengan Rayhan.

"Masih ada satu murid yang gak bisa menjawab satupun pertanyaan! Itu artinya dia tidak memperhatikan saya mengajar." Suci berdiri dari bangkunya, lalu duduk diatas meja. "Ustadza merasa sangat kecewa." Sambungnya lagi.

Suasana yang tadinya sedikit ramai kini mendadak tegang. Mereka saling pandang, dan bertanya-tanya siapa yang tidak bisa menjawab satupun soalan yang di berikan Ustadza Suci yang di kenal sangat galak.

"Kalian semua boleh keluar, kecuali Azril." Ujarnya tenang.

Sontak semua mata tertuju kearah Azril, sosok pemuda yang selama ini selalu langganan menjadi yang terbaik di kelasnya, tapi kali ini, ia menjadi satu-satunya murid yang tidak berhasil menjawab satupun soalan dari Ustadza Suci.

Rasanya sangat aneh, mengingat sosok Azril yang di kenal sangat pintar di kelasnya.

Bukan tanpa alasan kenapa Azril jadi begini, itu semua karena dirinya mulai kehilangan fokus belajar semenjak melihat Ibunya di pijat oleh Daniel. Sejak saat itu yang ada di pikirannya hanya tubuh indah Ibu tirinya.

Rayhan, Nico, Doni dan Rico memandang sosok sahabatnya yang tampak tertunduk lesu. Doni tampak mengulum senyum, sembari beranjak pergi, yang kemudian di susul oleh teman-temannya yang lain sembari menepuk pundak Azril.

Kini hanya tinggal Azril dan Suci saja di dalam kelas yang terasa hening.

"Maju ke depan!" Suruh Ustadza Suci.

Dengan langkah gemetar Azril berjalan mendekat kearah Ustadza Suci yang memandangnya dengan tajam, seakan ingin menelannya bulat-bulat.

Pemuda itu terlihat tidak berani menatap langsung wajah Ustadzah Suci yang tampak geram. Kecintaannya terhadap dunia pendidikan, membuatnya tidak bisa menerima kalau ada salah satu muridnya tidak mampu menjawab soalan yang ia berikan.

"Kenapa kamu tidak bisa menjawab satu soalan saja? Apakah penjelasan Ustadza masih kurang?" Tanya Suci dengan nada kecewa.

"Penjelasan Ustadza sudah sangat jelas."

"Lantas kenapa kamu tidak bisa menjawab?" Ustadzah Suci mendorong sedikit pantatnya ke belakang, sembari merenggangkan kedua kakinya.

Sanking kesalnya Suci sampai lupa kalau rok yang ia kenakan terdapat belahan yang cukup panjang, yang selama ini tersembunyi di balik lipatan roknya. Ketika ia membuka kakinya, otomatis rok hitam yang ia kenakan ketarik, membuat belahan roknya ikut terbuka.

Azril yang sedari tadi menunduk tampak shock, melihat paha mulus Ustadza Suci, dan ujung celana dalam Ustadza Suci yang berwarna putih.

Mimpi apa ia semalam bisa melihat aurat salah satu seorang Ustadzanya.

"Azril..."

"Eh... I-iya Ustadza."

Wanita cantik itu mendesah pelan, seraya menunduk frustasi dan pada saat itulah ia sadar kalau belahan roknya terbuka, memperlihatkan paha mulusnya beserta celana dalamnya. Saat ia melihat kearah muridnya, tampak Azril yang menunduk tapi ekor matanya menatap nanar kearah selangkangannya.

Menyadari auratnya mengundang syahwat pemuda polos yang ada di hadapannya, membuat adrenalin nya terpacu, jantungnya berdetak cepat memompa darahnya.

Perasaan yang sama yang ia rasakan ketika berada di mall kembali ia rasakan. Ada rasa bangga yang menyelimuti hatinya, ketika seseorang tertarik untuk melihat bagian terindah dari tubuhnya. Apa lagi yang tergoda melihatnya saat ini adalah salah satu murid terbaik yang di miliki pesantren Al-fatah.

Ya Tuhan Azril, sejak kapan...? Aaahkk... Kenapa aku jadi begini.

Tidak ada niatan sedikitpun di hati Mariska untuk menyembunyikan auratnya di hadapan Azril, bahkan ia malah ingin memperlihatkannya lebih lama lagi.

"Sekarang kamu kerjakan soal halaman 37." Suruh Ustadza Suci.

"Naam Ustadza."

Azril kembali ke mejanya, ia hendak mengerjakan tugas yang di berikan Ustadza Suci kepadanya.

"Siapa yang suruh kamu mengerjakan tugas di sana? Sini... Kerjakan di lantai di depan meja Ustadza." Suruh Suci yang sudah kembali duduk di kursinya.

Astaga Suci... Apa yang kamu lakukan?

Azril kembali maju ke depan, ia duduk bersila percis di depan meja Ustadza Suci, saat Azril hendak mulai menjawab soalan yang ada di buku, lagi-lagi fokus Azril teralihkan kearah selangkangan Ustadza Suci yang terlihat sangat jelas. Bahkan Azril dapat melihat lipatan memek Ustadzanya yang seakan memakan kain segitiga berwarna putih tersebut.

Sementara itu Suci terlihat sangat tegang, apa lagi posisi duduknya yang jauh lebih tinggi dapat melihat raut wajah polos Azril yang tampak shock.

Suci menggigit bibirnya menahan gejolak birahinya yang menggebu-gebu. Ia menggerakan kakinya membuka dan menutup, menjepit memeknya yang terasa amat gatal dan rasanya ingin sekali Suci melakukan masturbasi sekarang juga.

"Aaahkk... Hah... Hah... Hmm..." Suci mendesis pelan.

Azril di bawah sana bisa melihat celana dalam Ustadza Suci yang mulai basah.

Berulang kali Azril menelan air liurnya, menatap nanar selangkangan Ustadza Suci. Bahkan sanking khusuknya ia lupa mengerjakan tugasnya.

Tiba-tiba pulpen Ustadza Suci jatuh kebawah kolong meja. "Tolong ambilkan Nak." Pinta Ustadza Suci.

Azril terpaksa merangkak ke kolong meja guru untuk mengambil pulpen tersebut. Saat pulpen itu sudah berhasil ia dapatkan, tiba-tiba saja Ustadza Suci menginjak pulpen tersebut sehingga ia tidak bisa mengambilnya. Saat Azril mengangkat wajahnya, ia benar-benar shock, karena selangkangan Ustadza Suci tepat di depan matanya, karena Ustadza Suci memajukan posisi duduknya hingga semakin condong ke depan kearahnya.

Sembari memejamkan matanya, Ustadza Suci menikmati perasaan tegang yang ia rasakan saat ini, ketika ia memamerkan selangkangannya kepada muridnya yang lugu.

Andai saja pemuda yang ada di bawah meja itu bukan Azril, mungkin saja ia sudah di lecehkan sejak tadi, bahkan bisa saja ia di perkosa. Tetapi ini Azril, pemuda polos yang sangat lugu dan penakut.

Gerakan kedua kakinya semakin lama semakin cepat dan makin cepat, menggesek menjepit memeknya dengan kedua pahanya, hingga akhirnya ia dapat merasakan aliran darahnya yang kian memenas, berkumpul di satu titik yang membuatnya tidak bisa lagi bertahan.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

"Oughk..." Lenguh Ustadza Suci, sembari mendongakkan kepalanya keatas, kedua tangannya mencengkram erat pinggiran mejanya, hingga kukunya memutih.

Azril dapat melihat kedua kaki jenjang Ustadza Suci yang tampak melejang-lejang, di iringi dengan celana dalam Ustadza Suci yang terlihat semakin basah.

Setelah kesadarannya kembali pulih, Ustadza Suci mengangkat kakinya sembari merapikan roknya yang terbuka. Azril buru-buru mengambil pulpen tersebut dan memberikannya kepada Ustadza Suci.

"I-ini Ustadza." Ujar Azril tergagap. Pemuda itu tampak masih shock.

Suci mengambil pulpen tersebut seraya tersenyum. "Terimakasih ya Zril." Katanya. "Itu tugas tadi kamu kerjakan di rumah aja ya." Ujar Suci sembari merapikan barang-barangnya yang ada di atas meja.

"Baik Ustadza."

Suci segera bangkit dari kursinya. "Oh ya Zril, soal tadi jangan kasih tau siapa-siapa...." Azril lagi-lagi mengangguk. "Sekarang kamu boleh pulang." Katanya, lalu berlalu pergi meninggalkan kelas.

Sementara Azril tampak mematung memandangi Ustadza Suci yang entah kenapa kini mendadak menjadi guru favoritnya.

*****


Mariska

Mariska sadar kalau dirinya sudah tidak memiliki pilihan lain kecuali meminta bantuan Pak Sobri, walaupun rasanya berat sekali, tetapi demi keselamatan nyawa Ibunya ia harus berkorban, karena hanya ini yang bisa ia lakukan untuk menolong Ibunya.

Di temani oleh Haja Irma, mereka menemui Pak Sobri di sebuah hotel mewah yang ada di tengah-tengah kota.

Pak Sobri menyambut mereka dengan suka cita, rasanya ia tidak sabar ingin merasakan kehangatan memek Ustadza Mariska yang di kenal dingin selama ini. Ia tidak sabar melihat tubuh Mariska kelajotan di dalam pelukannya.

"Jadi bagaimana Bu Ustadza?" Tanya Pak Sobri.

Mariska tertunduk lemas. "Sa-sa-ya bersedia kawin kontrak dengan Pak Sobri." Jawab Mariska, sembari menyapu air matanya di ujung kelopak matanya.

"Berapa mahar yang harus saya bayar?"

"Tiga puluh juta Pak." Jawab Hj Irma menggantikan Mariska yang tampak terpukul.

Kemudian Pak Sobri mengambil sekantong uang dan meletakannya di atas meja. "Silakan di hitung dulu." Ujar Pak Sobri tak sabar.

Saat Hj Irma hendak menghitungnya, Mariska mencegahnya. "Tidak perlu di hitung, saya percaya Pak." Jawab Mariska.

"Jadi bisa kita mulai." Ucap Pak Sobri tak sabar.

Dengan berat hati Mariska menganggukkan kepalanya. Di bantu oleh Hj Irma sebagai mediator, mereka di nikahkan dengan cara sederhana, dan singkat. Setelah selesai menikahkan mereka Hj Irma meminta kesediaan keduanya menandatangani sebuah kontrak pernikahan, Pak Sobri lebih dulu mendatanganinya.

Ketika giliran Mariska, wanita cantik itu tampak ragu, mengingat dirinya yang telah bersuami. Tetapi bayangan wajah Ibunya membuat Mariska akhirnya memantapkan hatinya menandatangani kontrak tersebut.

Maafkan aku Mas, aku terpaksa melakukan ini semua...

"Kalau begitu saya pergi dulu ya Pak! Selamat atas pernikahan nya." Ujar Hj Irma. "Mariska kamu layani Suami kamu dengan baik, Umi tunggu kamu di lobby hotel." Nasehat Hj Irma kepada Mariska yang tampak sedih. Tanpa disadari Mariska, kalau saat ini ia tengah di jual oleh Hj Irma.

"I-iya Umi."

Selepas kepergian Hj Irma, kini hanya mereka berdua saja di dalam kamar hotel.

Jujur rasanya sangat canggung sekali berada satu kamar dengan pria yang bukan muhrimnya, apa lagi Mariska tau sebentar lagi tubuhnya akan menjadi milik Pak Sobri. Membayangkan tubuhnya di nikmati pria lain, membuat Mariska rasanya ingin mati saja.

"Di minum Ustadza." Tawar Pak Sobri.

Segera Mariska mengambil minuman tersebut dan meneguknya hingga habis. "Terimakasih Pak... Apa kita bisa mulai sekarang?" Tanya Mariska, ia ingin semuanya cepat selesai sehingga ia bisa pulang dan bertemu dengan Suaminya.

"Kamu mandi dulu aja, pakaiannya sudah saya siapkan di dalam kamar mandi." Ujar Pak Sobri.

Tanpa menjawab Mariska beranjak dari tempat duduknya, menuju kamar mandi yang ada di pojokan. Di dalam kamar mandi Mariska menumpahkan semua kesedihannya, ia menangis sejadi-jadinya. Ia merasa kalau dunia ini tidak adil kepadanya.

Bayangan wajah Suaminya yang hangat membuatnya merasa sangat bersalah, tetapi mau bagaimana lagi, ia melakukan ini semua karena baktinya kepada orang tua.

Setelah sedikit merasa tenang, barulah Mariska membasuh tubuhnya hingga bersih. Layaknya seorang pengantin yang tidak ingin terlihat kucel di hadapan Suaminya, walaupun Pak Sobri hanya menjadi suaminya selama beberapa jam saja.

Terkadang Mariska berfikir apa bedanya dirinya dengan pelacur, mereka sama-sama di bayar untuk memuaskan nafsu pria hidung belang, akad nikah yang mereka lakukan terlihat seperti formalitas saja, dan pernikahan mana yang mengatur berapa lama mereka menjadi pasangan Suami Istri.

Selesai mandi Mariska segera mengeringkan tubuhnya dengan selembar handuk yang sudah disiapkan di dalam kamar mandi.

Saat hendak mengenakan pakaian, di situlah Mariska baru sadar kalau pakaian yang di sediakan oleh Pak Sobri sebuah pakaian yang biasa di kenakan seorang pelacur, rasanya tidak ada bedanya ia telanjang dengan memakai pakaian tersebut.

Karena tidak ada pilihan Mariska terpaksa mengenakan pakaian yang sudah di sediakan, sehelai lingerie transparan berwarna hitam, di hiasi pita di bagian bawah kerah dadanya yang berbentuk V, sementara di bagian bawahnya di hiasi renda burkat yang terlihat cantik.

Ini terlalu seksi... Aku tidak bisa memakainya.

Mariska sempat ragu apakah dia harus keluar dengan pakaian seseksi ini, tapi bayangan wajah Ibunya, berhasil memantabkan hatinya.

Saat Mariska keluar dari kamar mandi, Pak Sobri tersenyum menyeringai sembari meneguk khamar. Tidak salah ia membuang uang sebesar 30 juta untuk wanita secantik Mariska.

Mariska berjalan menghampiri Pak Sobri sembari menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi ketelanjangannya saat ini.

"Kenapa harus di tutupi? Kamu malu... Sebentar lagi aku akan menikmati tubuh indahmu itu, jadi untuk apa kamu malu sayang." Goda Pak Sobri, mempermainkan perasaan Ustadza Mariska.

"Astaghfirullah..." Lirih Ustadza Mariska.

Pak Sobri melambaikan tangannya. "Kemarilah, duduk di sampingku." Pinta Pak Sobri.

Mariska tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menuruti perintah Pak Sobri sembari menitikan air matanya. Di dalam hidupnya, sekalipun Mariska tidak pernah memimpikan dirinya melayani pria lain selain Suaminya tercinta.

Ia duduk di samping Pak Sobri, dengan sedikit menjaga jarak. Pak Sobri memakluminya, bahkan ia menikmati sikap enggan yang di perlihatkan Ustadza Mariska kepadanya.

Ia meraih jemari Mariska dan menggenggamnya, jemari itu yang terasa dingin dan kaku. Kemudian Pak Sobri menatap wajah cantik Mariska yang polos tanpa make up. "Kamu cantik sekali! Pertama kali saya melihat Ustadzah, saya langsung jatuh hati kepada Ustadza, siapa sangkah, Ustadza malah datang sendiri menawarkan diri untuk saya nikmati." Ujar Pak Sobri yang dengan sengaja mempermainkan perasaan Mariska.

Memang benar apa yang di katakan Pak Sobri, dirinyalah yang mendatangi Pak Sobri, bahkan dirinyalah menawarkan tubuhnya kepada Pak Sobri.

Tangan kanan Pak Sobri menyentuh dagu Mariska, ia mendekatkan bibirnya ke bibir Mariska yang tampak terpejam, lalu saat bibir mereka bertemu di situlah Mariska kembali menitikan air matanya.

Seakan tidak perduli dengan tangisan Mariska, Pak Sobri melumat bibir Mariska yang terlihat pasif.

Kesal karena tidak ada respon, Pak Sobri melepaskan lumatannya. Ia berdiri meninggalkan Mariska, mengambil botol minuman dan menuangkannya ke dalam gelas. Dengan santainya ia meneguk khamar di depan Mariska.

"Saya tidak pernah memaksa kamu untuk kawin kontrak dengan saya! Kalau Ustadza keberatan melayani saya, silakan pergi dari kamar ini, dan kembalikan uang saya." Ujar Pak Sobri, sembari menatap sinis kearah Mariska yang tampak shock.

"Tapi Pak..."

"Oh ya satu lagi..." Potong Pak Sobri. "Jangan lupa mengundang saya di pemakaman Ibu kamu." Bisik Pak Sobri, seraya tersenyum sinis.

"Pak... Tolong maafkan saya! Apapun akan saya lakukan, tapi... tapi... Jangan batalkan kawin kontrak kita." Melas Mariska yang tampak ketakutan, ia sangat membutuhkan uang tersebut untuk kesembuhan orang tuanya.

"Saya ingin kamu berprilaku layaknya seorang Istri, melakukan apapun yang di perintahkan suaminya, tanpa ada kata penolakan, bagaimana? Kamu bisa..." Tantang Pak Sobri.

Dengan berat hati Mariska menganggukkan kepalanya. "Saya bisa Pak... Saya bisa..." Jawab cepat Mariska.

Pak Sobri berdiri di depan Mariska. "Tolong buka handukku." Suruh Pak Sobri.

Mariska tampak terkejut mendengarnya. "A-apa?" Kaget Mariska.

"Apakah perintahku tadi kurang jelas."

Sadar kalau posisinya saat ini hanya bisa mematuhi semua keinginannya Pak Sobri. Dengan amat terpaksa Mariska membuka handuk yang di kenakan Pak Sobri. Ketika handuk itu terlepas, wajah Mariska terlihat sangat terkejut melihat ukuran kontol Pak Sobri.

Reaksi wajah Mariska membuat Pak Sobri sangat senang, karena itulah yang di inginkan Pak Sobri.

"Kamu pasti tau apa yang harus kamu lakukan sekarang." Ujar Pak Sobri sembari menggoyangkan pinggulnya, membuat kontolnya berayun-ayun di depan wajah Mariska.

Ingin sekali rasanya Mariska pergi saat itu juga, andai saja ia tidak mengingat bagaimana perjuangan orang tuanya dalam membesarkan dan mendidiknya hingga menjadi seperti ini. Dan sekarang saatnya giliran dia yang berbakti kepada Ibunya.

Jemari Mariska gemetaran saat menggenggam kontol Pak Sobri, dengan perlahan ia mengurut kontol Pak Sobri dengan perlahan.

"Sssttt... Enak sekali! Aaahk... Jari kamu terlihat seksi dengan cincin mas di jemari manismu." Ejek Pak Sobri, membuat wajah Mariska merona merah.

Tetapi Mariska berusaha mengabaikan ucapan Pak Sobri, walaupun hatinya menjerit. Masih ingat betul bagaimana suaminya menyematkan cincin pernikahan itu di jari manisnya tepat ketika mereka selesai mengucapkan janji suci.

Pak Sobri mendorong ke depan kepala Mariska hingga mendekat kearah kontolnya.

"Kulum kontol saya." Perintah Pak Sobri.

Bola mata Mariska melebar mendengarnya. "Ta... Tapi Pak... Saya belum pernah melakukannya." Panik Mariska, karena memang benar Suaminya tidak perna memintanya melakukan hal yang aneh-aneh kepadanya.

"Bagus, berarti saya orang pertama! Lakukan sekarang..." Perintahnya lagi.

Mariska sadar kalau dirinya tidak punya pilihan, tapi bagaimana cara melakukannya. Saat ia sedang sibuk berfikir, tiba-tiba Pak Sobri sudah mendorong kontolnya hingga menubruk bibir merah Mariska.

"Buka mulutmu." Suruhnya lagi.

Dengan berat hati Mariska membuka mulutnya, dan membiarkan benda asing tersebut masuk ke dalam mulutnya. Rasanya keras, asin dan hangat...

"Gerakan mulutmu maju mundur." Ujar Pak Sobri memberikan instruksi.

Walaupun terasa kaku, Mariska tetap melakukannya, ia menggerakan mulutnya maju mundur, maju mundur dengan perlahan. Sementara Pak Sobri tampak senang bisa mendapatkan blowjob dari seorang wanita muslimah yang berstatus Istri orang.

Awalnya Mariska hanya memaju mundurkan kepalanya, tetapi lama kelamaan ia terlihat mulai terbiasa memanjakan kontol Pak Sobri. Sesekali ia menyedot kontol Pak Sobri hingga kedua pipiny tampak kepot, saat rahangnya mulai pegal, Mariska menggantikannya dengan sapuan lidahnya.

Permainan mulut Mariska membuat Pak Sobri tampak tidak tahan, beberapakali ia mendesis nikmat, bahkan ia nyaris ejakulasi andaikan saja Pak Sobri tidak menarik kontolnya dari dalam mulut Mariska.

"Cukup... Sepertinya kamu sangat menyukai kontolku." Ejek Pak Sobri, membuat kedua telinga Mariska yang mendengarnya terasa panas.

Kemudian Pak Sobri duduk di samping Mariska, ia merangkul dan mendekap pundak Mariska. Bibir tebalnya menyosor bibir merah Mariska. Berbeda dengan sebelumnya, kini Mariska membalas lumatan Pak Sobri. Ia sedikit terkejut ketika tangan Pak Sobri menangkup payudaranya, tapi pada akhirnya ia membiarkan saja telapak tangan Pak Sobri meremas payudaranya.

Perlahan tapi pasti, sentuhan Pak Sobri mulai membangkitkan birahinya. Bahkan Mariska beberapa kali sampai lupa bernafas sanking nikmatnya.

Sebisa mungkin Mariska mengendalikan pikirannya, agar tidak terbawa oleh suasana erotis yang tengah di bangun oleh Pak Sobri, dengan cara membayangkan wajah Suaminya yang saat ini tengah menunggunya di rumah.

"Eeehmm... Aaahkk... Ehmmppsss... Hah... Hah..." Lenguh Mariska putus-putus di tengah-tengah ciumannya bersama Pak Sobri.

Tangan kanan Pak Sobri terjulur kebawah, menuju selangkangan Mariska. Saat jemari Pak Sobri menyentuh kulit pahanya, tubuh Mariska tampak gemetar.

Rasa geli yang di rasakan Mariska membuat memeknya berkedut-kedut.

Jangaaan... Jangaaan...

Perlahan cairan cintanya merembes keluar seiring sentuhan tangan Pak Sobri yang semakin naik keatas, menuju kemaluannya.

"Eengkk..." Mariska terpekik kecil ketika jemari Pak Sobri sudah mencapai bibir kemaluannya.

Pak Sobri melepas ciumannya, menatap wajah cantik Ustadza Mariska yang tengah birahi, membuatnya semakin bersemangat mempermainkan perasaan Ustadza Marsika yang kini di landa kebimbangan, antara menikmati sentuhan Pak Sobri, atau melawannya.

Tangan kiri Pak Sobri menyusup masuk ke dalam lingerie Mariska, ia meraih payudara Mariska, meremasnya dan memilin puting Mariska yang semakin membesar.

"Hah... Hah... Aaahkkk..." Desah Mariska tak tahan.

"Tetek kamu empuk, kenyal seperti agar... Beruntung sekali Suamimu Ustadza..." Bisik Pak Sobri, membuat rasa bersalah semakin membunca di hati Mariska.

Ia menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir rasa nikmat yang membelenggunya saat ini. "Pak... Aaahkk... Sssttt... Aaahkk..." Lenguh Mariska kian tak berdaya oleh sentuhan Pak Sobri.

Kedua jemari Pak Sobri menerobos masuk ke dalam liang senggama Marissa yang terasa hangat dan seret, dengan gerakan perlahan ia menusuk-nusuk memek Mariska, membuat wanita Soleha itu makin kalang kabut di buatnya.

Mariska menggigit bibirnya, menahan suara desahannya untuk menjaga marwah islam di dalam dirinya. Tetapi usahanya sisa-sisa saja.

Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss...

Dengan cepat kedua jari Pak Sobri keluar masuk, keluar masuk di dalam memek Mariska, sementara cairan cintanya keluar semakin banyak, hingga menetes, mengalir di sela-sela pahanya.

"Paaaak... Oughk..." Jerit Mariska.

Tubuhnya kelojotan, bergetar hebat saat orgasme itu tak lagi bisa ia tahan.

Saat Pak Sobri menarik keluar kedua jarinya, tampak cairan cintanya muncrat beberapa kali. Pinggul Marissa tersentak-sentak menikmati orgasmenya barusan.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

"Oughk... Aaahkk... Hah... Hah..." Lenguh Mariska.

Pak Sobri membelai clitoris Mariska, menggosok-gosok clitorisnya dengan kedua jarinya dengan sangat cepat, hingga orgasme yang tadinya mulai meredah kini kembali datang. Bagaikan tsunami susulan, semburan deras cairan cintanya kembali menyembur deras dengan jumblah yang lebih banyak.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

"Ckckck... Nafsu Ustadza besar juga ya, pasti Ardi kesulitan mengimbangi nafsu Ustadza yang begitu besar." Ledek Pak Sobri membuat Mariska sakit hati mendengar ucapannya, tapi ia tidak bisa marah.

Sejujurnya Mariska juga bingung kenapa ia bisa begitu mudanya orgasme, padahal selama ini saat bercinta dengan Suaminya ia sangat sulit sekali mendapatkan orgasme, apa lagi sampai mendapatkan squirt berkali-kali.

Pak Sobri berbaring di atas tempat tidur, ia meminta Mariska naik keatas tubuhnya dengan gaya terbalik, atau gaya 69.

Dengan berat hati lagi-lagi Mariska menuruti kemauan Pak Sobri, ia mengangkangi wajah Pak Sobri, sementara wajahnya berada di depan kontol Pak Sobri yang tengah mengancung keras.

"Kulum kontol saya." Suruh Pak Sobri.

Jemari halus Mariska kembali membelai kontol Pak Sobri, mengocoknya dengan perlahan sembari mencium kepala kontol Pak Sobri dengan lembut. Lalu ia memasukan kontol Pak Sobri ke dalam mulutnya, dan mulai menghisap kontol Pak Sobri.

Sementara Pak Sobir terlihat tengah memandangi memek Mariska, ia dengan sengaja membuka libia majora vagina Mariska agar bisa melihat lobang memek Mariska yang tampak berkedut-kedut, bahkan dengan isengnya ia meniup lobang kemaluan Mariska.

Wajah cantik Mariska merona merah karena malu, bagi Mariska ini adalah kali pertama seorang pria melihat memeknya dengan jarak yang sangat dekat.

"Sluuppss... Sluuppss... Eengkk... Bapak! Hah... Pak... Aduuuh... Aaarrt..." Erang Mariska saat merasakan sapuan lidah Pak Sobri di bibir kemaluannya.

"Memek kamu enak Ustadzah... Sluuuppsss... Sruuupsss... Sluuppss... Sluuppss... Apa Ustad Ardi pernah menjilati memek Ustadza?" Tanya Pak Sobri dengan lantangnya.

Andai dalam kondisi normal, Mariska tentu akan mencak-mencak kalau di tanya seperti itu, tapi kondisinya saat ini berbeda, karena dirinya memang sudah menjadi milik Pak Sobri, sehingga ia harus menjawab pertanyaan yang memalukan tersebut.

"Be... Oughk... Belum Pak... Aaahkk..." Erang Mariska.

Pak Sobri tersenyum mendengarnya. "Berarti saya orang pertama yang mencicipi memek Ustadza! Sruuupsssss...." Tiba-tiba Pak Sobri menyeruput kuat kemaluan Mariska, membuat tubuh Mariska melejang-lejang tak karuan.

"Bapaaaaak..." Jerit Mariska.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Memek Mariska berkedut-kedut sembari menumpahkan cairan cintanya kewajah Pak Sobri yang tampak menyeringai senang, menyeruput lendir yang keluar dari memek Mariska.

Setelah puas Pak Sobri meminta Mariska terlentang dengan pose mengangkang. Sembari memalingkan wajahnya dari tatapan Pak Sobri, Mariska menahan kedua lipatan bagian belakang lututnya dengan kedua lengannya, posisi ini sama saja dengan Mariska mengizinkan Pak Sobri menikmati keindahan memeknya.

"Aku akan mengawinimu sekarang!" Goda Pak Sobri sembari menggesek-gesekkan kemaluannya di bibir memek Mariska.

Maafkan aku Mas... Maafkan Istrimu ini.

Mariska memejamkan matanya ketika kepala kontol Pak Sobri membela bibir kemaluannya, menerobos masuk dengan perlahan ke dalam lobang memeknya yang terasa legit dan nikmat.

Kening Mariska berkerut, menahan rasa ngilu bercampur nikmat ketika kontol Pak Sobri semakin dalam menusuk memeknya.

"Eengkk... Aaahkk... Sssttt... Aaahkk..." Lenguh Mariska.

Wajah Pak Sobri tidak kalah tegangnya, akhirnya ia bisa merasakan memek Istri Ustad Ardi. "Sempit sekali... Aku yakin kontol Suamimu sangat kecil." Masih sempat-sempatnya Pak Sobri mempermainkan perasaan Mariska yang tengah di landa kebimbangan.

"Aduuu... Pak! Aaahkk..."

"Ougk... Enaknya memek Istrinya Ustad Ardi." Racau Pak Sobri sembari mengayunkan pinggulnya maju mundur, memompa memek Mariska.

Mariska menggeleng-gelengkan kepalanya tak tahan ketika Pak Sobri semakin cepat menyodok-nyodok memeknya. Rasanya geli-geli tapi nikmat, membuat nafasnya memburu keenakan setiap ujung kepala kontol Pak Sobri menabrak bagian terdalam memeknya.

Kedua tangan Pak Sobri meraih payudara Mariska, meremas-remasnya dengan kasar seiring dengan tempo permainannya yang semakin cepat.

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Ploooopsss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Tepat ketika Pak Sobri mencabut kontolnya, cairan cinta Mariska langsung berhamburan keluar bagaikan air mancur yang menyembur begitu deras.

"Hah... Hah... Hah..." Nafas Mariska yang tampak kepayahan.

Tubuh indah Mariska terkulai lemas setelah kembali di buat orgasme oleh Pak Sobri. Dengan pandangan sayu, Mariska menatap Pak Sobri.

Kembali Pak Sobri menindih tubuh Mariska, ia mendekap kepala Marsika sembari melumat bibir manis Mariska dengan rakus, sementara kontolnya kembali menjelajahi relung memek Mariska yang terasa semakin licin, hingga mempermuda laju gerak kontol Pak Sobri.

"Gimana rasanya Ustadza? Enakkan?" Goda Pak Sobri.

Mariska memalingkan wajahnya, ia merasa sangat hina mendengar pertanyaan Pak Sobri. "Aaahkk... Aaahkk... Sssttt... Pelan-pelan Pak! Hah... Aaahkk..." Desah Mariska yang terdengar sangat manja di telinga Pak Sobri.

Kemudian Pak Sobri mencabut kontolnya, dan mengajak Mariska menuju sofa.

Mariska hanya menurut saja ketika di minta tiduran diatas sofa dengan posisi telentang, sementara pinggulnya di sangga oleh senderan tangan sofa sehingga pantatnya sedikit terangkat. Pak Sobri mengangkat kedua kaki Mariska diatas pundaknya sementara kontolnya di posisikan sejajar dengan memek Mariska.

Dengan muda Pak Sobri kembali menusukan kontolnya ke dalam memek Mariska. Lagi-lagi tubuh Mariska di buat menggeliat seperti cacing kepanasan.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Bagaikan mesin bor, kontol Pak Sobri menghujam tanpa ampun, mengobok-obok memek Mariska yang tampak memerah. Tapi anehnya wanita Soleha itu malah tampak sangat menikmati permainan kasar Pak Sobri kepada dirinya.

Hentakan-hentakan kontol Pak Sobri membuat payudara Mariska tampak berayun-ayun.

Saat Mariska hampir kembali mendapatkan orgasmenya, tiba-tiba Pak Sobri berhenti menghentak-hentakkan kontolnya di dalam memeknya.

"Putar badan kamu." Suruh Pak Sobri.

Pria paruh baya itu tampak menyeka keringat yang ada di dahinya.

Dengan bersusah paya Mariska memutar tubuhnya, Mariska menyandarkan perutnya di atas sandaran tangan sofa, sementara tubuh bagian atasnya sepenuhnya jatuh keatas sofa dengan pantat yang menungging kearah Pak Sobri. Kedua tangannya terjulur kebelakang, membuka pipi pantatnya.

Dari belakang Pak Sobri menuntun kontolnya untuk kembali merajai memek Mariska Bleeesss... Dengan satu sentakan, kontolnya amblas sedalam-dalamnya ke dalam memek Mariska.

Lagi dengan kekuatan power full Pak Sobri menggenjot memek Mariska, sementara tangan kanannya berpegangan dengan pundak Mariska.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Di posisi ini membuat kontol Pak Sobri masuk semakin dalam, membuat Mariska tampak kelimpungan menghadapi setiap hentakan kontol Pak Sobri di dalam lobang surgawi miliknya.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Mariska.

Dengan rahang yang mengeras, Pak Sobri menghentak-hentakkan pinggulnya dengan keras. "Oughk... Enak sekali memekmu Ustadza... Aaahkk... Hah... Hah..." Racau Pak Sobri.

Suka atau tidak Mariska harus mengakui betapa hebatnya Pak Sobri dalam urusan ranjang, buktinya ia kembali mendapatkan orgasmenya.

Selama melayani Suaminya ia tidak pernah bisa mendapatkan orgasme berkali-kali, bahkan satu kalipun jarang, tetapi dengan Pak Sobri ia bisa berkali-kali mendapatkan orgasme, membuatnya merasa melayang ke langit ketujuh sanking nikmatnya.

Kedua tangan Pak Sobri menarik kedua tangan Mariska kebelakang, hingga Ustadza Mariska berdiri tegak di depan Pak Sobri, sementara kontol Pak Sobri masih saja tertancap di dalam memeknya.

Dari belakang Pak Sobri memeluk erat perut Mariska sembari mencium pipinya.

"Aaahkk... Hah... Hah..." Desah Marsika terputus-putus.

"Kontol saya ennakkan Ustadza? Saya yakin setelah ini kontol Ustad Ardi tidak akan berasa di memek Ustadza! Hahaha..." Ejek Pak Sobri yang tampak senang sekali menggoda, mempermainkan perasaan Mariska yang terlihat semakin pasrah.

"Paaaak... Aaaaahkk... Hah... Hah... Saya mau keluar Paaaak... Aduh... Aaahkk..." Erang Mariska, tubuh indahnya kembali kelojotan.

Tapi tiba-tiba Pak Sobri mencabut kontolnya, membuat lorong memek Mariska terasa kosong, dan rasa nikmat yang hampir memuncak mendadak hilang bagaikan di telan angin.

Dengan tatapan sayu Mariska menatap Pak Sobri, rasanya sangat tidak enak kalau menggantung seperti ini.

"Belum saatnya." Ujar Pak Sobri.

"Pak..." Melas Mariska.

Kemudian ia duduk di sofa dengan kedua tangan menjadi sandaran di kepalanya. "Kamu mau ini Mariska? Jangan malu-malu katakan saja." Goda Pak Sobri sembari mengocok kontolnya yang tampak basah.

"Eehmm..." Mariska mengangguk lemah.

Pak Sobri tersenyum. "Duduk diatas pangkuanku sekarang." Suruh Pak Sobri seraya menatap tubuh telanjang Mariska yang terlihat indah.

"I-iya Pak..."

Mariska merangkak naik keatas sofa, dengan posisi mengangkangi kontol Pak Sobri. Kedua kakinya ia tekuk kebelakang sebagai penopang tubuhnya. "Kamu harus meminta izin terlebih dahulu kalau menginginkan kontol saya." Ujar Pak Sobri menggoda.

"Eh...."

"Dan beritahu alasannya kenapa kamu menginginkan kontolku, hahaha..." Tawa Pak Sobri yang tampak begitu puas mempermainkan perasaan Mariska.

Mariska yang seakan sudah kehilangan rasa malumya dengan cepat meminta izin kepada Pak Sobri. "Pak... Kontolnya saya masukin ya..." Pinta Mariska dengan suara gemetar, menahan gejolak birahinya.

"Masukan kemana?"

"Ke memek saya Pak..."

"Kenapa?"

Mariska terdiam, haruskah ia mengatakannya? "E-enak Pak... Kontol Bapak besar jadi rasanya enak banget." Jawab Mariska sejujur-jujurnya walaupun ia tau ucapan nya barusan sudah sangat merendahkan harga dirinya.

"Lakukan sesukamu Ustadza." Bisik Pak Sobri.

Mariska meraih kontol Pak Sobri, mengarahkannya ke depan memeknya. Dengan perlahan ia menurunkan pantatnya, menelan kembali kontol Pak Sobri yang terasa sangat nikmat. "Eeengkk... Aaaahk.... Aaahkk..." Lenguh Mariska merasakan nikmatnya setiap inci kontol Pak Sobri masuk ke dalam memeknya.

Kemudian dengan gerakan perlahan ia mulai mengangkat dan menuruni pinggulnya, mengocok-ngocok kontol Pak Sobri dengan memeknya.

Kedua tangan Mariska melingkar di leher Pak Sobri, wajahnya mendongak keatas menikmati setiap pertemuan rahimnya dengan kontol Pak Sobri. Rasa gatal di dalam memeknya, membuat Mariska semakin mempercepat goyangannya.

Sementara Pak Sobri terlihat begitu menikmati payudara Mariska yang berayun-ayun, mengikuti gerakan tubuh Mariska.

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss..

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss..

Suara benturan pantat dan paha Pak Sobri terdengar begitu nyaring, bagaikan sebuah melodi indah yang menambah keintiman mereka, membuat birahi mereka kian menggebu-gebu.

"Aaahkk... Hah... Hah... Hah..." Erang Mariska makin keras.

"Enak sekali memek Ustadza... Kontol saya rasanya seperti di peras-peras oleh memek Ustadza." Racau Pak Sobri keenakan.

"Yaaah... Aaahkk... Pak... Enak Pak... Aaahkk... Hah... Hah... Oughk..."

"Enakkan mana di bandingkan kontol Ustad Ardi?" Goda Pak Sobri, sembari meremas-remas payudara Mariska yang membusung indah.

"Enak kontol Bapak... Aaahkk... Kontooool Bapak enaaaak... Aaahkk... Hah... Hah... Saya mau keluar Pak... Saya sudah tidak tahan lagi...." Jerit Mariska tidak sadar atas apa yang barusan ia katakan.

Punggungnya menekuk kebelakang, dengan wajah mendongak keatas ia menyambut orgasmenya. Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr.... Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr.... Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr.... Pantatnya tersentak-sentak, menikmati sisa-sisa orgasme yang baru ia dapatkan.

Tubuhnya yang lemas tidak berdaya jatuh ke dalam pelukan Pak Sobri, yang membiarkan dirinya menikmati sisa-sisa orgasmenya.

Perlahan Pak Sobri berdiri sembari menggendong tubuh Mariska tanpa melepas kontolnya dari dalam memek Mariska. Lalu ia mulai mengayun-ayunkan tubuh Mariska ke udara, sehingga kontolnya tertancap semakin dalam ke dalam memek Mariska.

Rasa gatal dan nikmat kembali merasuki jiwa Mariska, ketika kontol Pak Sobri yang menancap dalam ke dalam memeknya setiap kali pinggulnya turun kebawah.

"Oughk... Pak... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Mariska keenakan di dalam gendongan Pak Sobri. "Paaak... Aduuuh... Enaaak... Pak..." Jerit Mariska seakan tidak pernah kenal lelah.

Pak Sobri mengajak Mariska berjalan-jalan mengelilingi kamar hotel, sembari menyodok-nyodok memek Mariska dari bawah. Kemudian ia membaringkan tubuh Mariska dengan posisi dirinya berada diatas tubuh indah Mariska.

Pak Sobri yang mulai kepayahan dengan kasar menggejot memek Mariska. Ia ingin segera mengakhiri kesenangannya hari ini.

Sembari melumat bibir Mariska yang terasa manis, Pak Sobri menggenjot memek Mariska dengan sangat berutal membuat wanita Soleha itu tampak kewalahan, tapi sangat menikmati keberutalan kontol Pak Sobri yang menusuk-nusuk lobang memeknya.

"Eehmmmppss... Aaahkk... Emmppsss... Sslpppsss... Aaahkk... Ehmmppss... Ehmmppss..." Hanya itu keluar dari bibir manis Mariska.

Dengan satu tusukan dalam, pinggul Pak Sobri tersentak-sentak dan beberapa detik kemudian, tampak lahar panas keluar dari dalam kontolnya, menyambar rahim Mariska.

Pada saat bersamaan Mariskapun kembali mencapai klimaksnya, menenggelamkan kontol Pak Sobri dengan lendir cintanya yang begitu banyak.

"Oughk..." Lenguh Mariska.

*****


Clara

Terik matahari yang begitu panas menerpa wajah Azril dan Clara yang tengah duduk berdua sembari menikmati es kelapa muda. Di hadapan mereka terhampar luas padi yang mulai menguning, terlihat indah walaupun hati mereka kini tengah gunda gulana.

Sudah hampir 10 menit mereka berdua di sana, tapi tidak ada satu katapun yang terucap.

Clara mendesah pelan, sembari memandangi sosok pemuda yang ada di sampingnya. "Maaf ya..." Ujarnya, dengan rasa bersalah yang membuncah di hatinya.

"Maaf untuk apa?"

"Untuk yang kemarin!" Clara membuang jauh pandangannya kearah seorang petani yang sedang memanen padi. "Kamu benar Zril! Ternyata Dedi bukan cowok baik-baik, dia selingkuh Zril." Bisik Clara, sembari menyapu ujung air matanya.

"Jadi kamu sudah tau?"

Clara mengangguk lemah, ia menceritakan kejadian kemarin siang saat ia memergoki Dedi yang berselingkuh di belakangnya. Untung saat itu ada Rayhan, kalau tidak mungkin ia dan Asyifa sudah menjadi korban kebengisan Dedi.

Mengingat kejadian itu semua, membuat dada Clara terasa sesak, karena ia benar-benar mencintai pemuda tersebut.

"Harusnya kamu bersyukur, dengan begitu kamu bisa mengakhiri hubungan kalian lebih cepat." Nasehat Azril, seraya memandangi gadis yang ada di sampingnya.

"Tapi bagaimana dengan masa depanku Zril?"

"Maksudnya?"

Clara tampak menghela nafas, melepaskan beban di hatinya. "Kamu juga taukan kalau aku sudah menyerahkan semuanya untuk Dedi." Clara kembali menatap Azril. "Apa masih ada pria yang mau sama aku Zril..." Lirih Clara yang tampak sedih.

"Aku..." Azril tersenyum. "Kamu lupa kalau aku sangat mencintaimu Ra? Kamu lupa, kalau aku sangat menyayangi kamu?"

"Tapi Zril..."

"Ra... Aku beneran suka sama kamu, aku bisa kok nerima kamu apa adanya?" Kejar Azril, pemuda itu sangat berharap kalau Clara bisa menerimanya sebagai kekasih nya.

Clara tertunduk lemah. "Maaf Zril... Tapi aku belum bisa..." Jawab Clara.

"Jadi aku di tolak?"

"....."

"Apa kurangnya aku Ra? Aku lebih ganteng dari Dedi, lebih pintar dan pastinya aku tidak akan pernah nyakitin kamu..." Desak Azril, dadanya bergemuruh kecewa. "Apa karena Dedi lebih populer, jagoan..." Desak Azril yang tampak sangat kecewa.

Clara menatap sayu mata Azril. "Bukan itu masalahnya Zril..." Ujar Clara.

"Terus apa?"

"Aku juga gak tau, tapi aku berharap kamu tidak pernah pergi meninggalkan aku... Aku berharap kamu selalu mencintaiku."

"Selamanya Ra... Selamanya aku akan mencintaimu."

"Terimakasih Zril... Kamu masih maukan jadi sahabat aku..." Clara menggenggam erat tangan Azril, tanpa mengalihkan pandangannya dari mata Azril.

Azril mengangguk seraya tersenyum. "Tentu saja, dan aku berharap suatu hari nanti kamu mau menerima perasaan ku." Kata Azril penuh harap.

"Terimakasih ya Zril, kamu memang sahabat terbaikku." Ujar Clara, padahal Azril sangat berharap dirinya tidak lagi di anggap sebagai sahabat, melainkan sebagai kekasih.

*****

16:45


Mariska

Haja Irma tampak duduk santai di lobby hotel sembari membaca majalah. Tidak lama kemudian ia melihat Mariska yang berjalan tertatih-tatih mendekatinya dengan wajah pucat pasih.

Haja Irma bisa menebak, kalau Mariska di hajar habis-habisan oleh kontol Pak Sobri.

"Sudah selesai?" Tanya Haja Irma layaknya seorang mucikari.

Ustadza Mariska mengangguk lemah. "Sudah Umi! Kita pulang sekarang Mi." Ajak Ustadza Mariska, ia ingin segera beristirahat di rumahnya.

"Yuk..."

Mereka berduapun segera meninggalkan hotel, menuju sebuah mobil yang sudah siap mengantarkan mereka pulang. Hj Irma terlihat senang karena rencananya telah berhasil, berbeda dengan Ustadza Mariska yang tampak murung setelah menyerahkan tubuhnya untuk di nikmati Pak Sobri.

*****

17:30


Dwi

Ustadza Dwi baru saja selesai mandi, ia terlihat sedang memilah-milah pakaian yang ingin ia gunakan. Tiba-tiba Suaminya datang dan langsung memeluk tubuh Istrinya dengan erat dari belakang, ia mengendus-endus aroma tubuh Istrinya.

"Astaghfirullah... Mas, bikin Adek kaget aja." Ucap Ustadza Dwi.

Hendra mengecup lembut pipi Istirnya. "Mas lagi pengen Dek." Bisik Hendra mesra, pelukan di perut Istrinya semakin kencang.

"Bentar lagi magrib! Masak Adek harus mandi lagi."

Hendra tidak mengubris ucapan Istrinya, ia melepas ikatan handuk Ustadza Dwi, hingga terpampang tubuh indah Ustadza Dwi. "Cuman sebentar sayang." Rayu Ustad Hendra, yang kemudian mencium bibir merah Istrinya.

"Eeehmmppsss... Mas... Eeehmmppsss..." Lenguh Ustadza Dwi.

Tangan kanan Ustad Reza meraih buah dada Ustadza Dwi dan meremasnya dengan perlahan, membuat Ustadza Dwi kegelian.

"Mas... Langsung aja, sssttt... Mau ke masjidkan?"

Hendra yang mengerti kalau sebentar lagi memasuki waktu magrib segera menuntun istrinya berbaring di atas pembaringan. Ia menindih tubuh Istrinya sembari mencium wajah Istrinya.

Tangan Ustadza Dwi meraih kontol Suaminya, ia mengarahkannya tepat di lobang kemaluannya.

"Aaahkk... Enak banget sayang." Rintih Hendra.

"Hmmm... Hah... Hah... Hah..." Desah Ustadza Dwi.

Dengan perlahan pinggul Ustad Hendra berayun-ayun, menusuk lobang peranakan Istrinya yang di rasa semakin basah.

Dwi mulai menikmatinya, tetapi tiba-tiba ia merasakan dengusan nafas Ustad Hendra yang mulai memburu, menandakan kalau Suaminya sebentar lagi akan orgasme. Tidak ingin di buat kentang Dwi ikut menggoyangkan pinggulnya, tapi beberapa detik kemudian Dwi merasakan hangatnya sperma Ustad Hendra.

"Oughk..." Hendra melolong keenakan.

Tubuhnya yang lemas ambruk di samping tubuh Istrinya yang diam-diam merasa kecewa karena tidak bisa mendapatkan orgasmenya.

"Terimakasih sayang, tadi itu enak banget! Kamu puaskan?" Tanya Ustad Hendra.

Ustadza Dwi tersenyum sembari mengangguk. "Iya Mas... Aku juga puas." Jawab Ustadza Dwi terpaksa berbohong untuk menyenangkan hati Suaminya.

Sementara itu di luar jendela tanpa mereka sadari seseorang mengintip aktivitas seksual mereka. Pak Bejo tersenyum menyeringai.

"Nafsu doang besar, tapi kemanpuan tidak ada. Ckckckck..." Lirih Pak Bejo sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

*****
end part 11
 

Salma

19:30
Sehabis makan malam Furqon menghampiri Istrinya, ia bermaksud ingin kembali mengajak Istrinya pergi ke dukun sakti, mengingat kalau masih ada satu Sukma lagi yang belum di tanamkan sang Dukun ke dalam tubuh Istrinya, andai Furqon tau apa yang Dukun itu lakukan kepada Istrinya, mungkin ia tidak akan pernah ingin kembali ke rumah si Dukun.

Salma sedang menonton tv, ia terlihat tidak bisa fokus menonton acara yang ada di televisinya. Semenjak kejadian hari itu, Salma terus memikirkannya.

"Sayang..."

Salma melihat kearah Suaminya. "Ada apa Mas?" Tanya Salma heran.

"Hhmm... haid kamu sudah selesaikan?" Salma menganggukkan kepalanya. "Berarti kamu sudah bisa untuk menerima Sukma dari si Dukun." Ucap Furqon membuat Salma tersentak kaget.

"Maksud Mas?"

Furqon tampak menghela nafas. "Adek lupa ya? Atau pura-pura lupa?" Sindir Furqon, ia tampak kesal dengan Istrinya.

"Janji kita cuman satu kali aja Mas." Tegas Salma.

"Iya, tapi masalahnya kan pengobatan kamu belum selesai. Masih ada satu Sukma lagi yang harus di tanamkan ke tubuh kamu Dek." Ingat Furqon, ia berharap tidak ada drama lagi dari Istrinya.

Salma melengos. "Aku gak mau Mas..." Ketus Salma.

"Astaghfirullah..."

"Mas... Cukup satu kali aja aku kesana, dan aku tidak akan pernah mau lagi pergi ke sana. Tolong jangan paksa aku Mas." Melas Salma, rasanya ia ingin sekali menangis melihat tingkah Suaminya.

Rahang Furqon tampak mengeras, menahan emosi yang bergejolak di dalam tubuhnya. "Mas hanya ingin punya anak Dek! Apa Mas salah?" Desak Furqon.

"Gak gitu caranya Mas."

"Jadi Mas harus bagaimana? Kita sudah pergi ke Dokter, ke tempat alternatif, memakan obat-obatan tradisional yang katanya bisa meningkatkan kesuburan, bahkan sudah berapa jenis obat china yang kamu makan, tapi tetap saja kamu gak hamil. Satu-satunya cara yang belum kita lakukan adalah pergi ke dukun." Ujar Furqon dengan nada tinggi.

Itu karena kamu mandul Mas...

Ingin sekali rasanya Salma meneriakkan kalimat tersebut di depan Suaminya, andai saja ia tidak ingat dengan nasehat mertuanya untuk tetap menjaga perasaan Suaminya.

"Pokoknya Mas gak mau tau, kamu harus tetap pergi ke dukun, atau kita...."

"Kita apa Mas? Cerai..."

Furqon melengos, ia tidak ingin melanjutkan ucapannya, karena jauh dari lubuk hatinya ia masih sangat mencintai Istrinya.

Salma yang kesal segera beranjak dari duduknya, pergi ke kamarnya, meninggalkan Suaminya. Di dalam kamarnya Salma hanya bisa menangis, ingin rasanya ia memberitahu Suaminya apa yang telah sang Dukun lakukan kepadanya, tetapi ia khawatir Suaminya akan benar-benar menceraikannya.

*****


Kartika

Selepas kepergian Suaminya, Kartika selalu dihantui rasa takut. Pak Hasan yang mendapatkan tugas untuk menjaga Kartika, malah kini berbanding kebalik, ia bukanya menjaga, tapi malah meneror Kartika sepanjang waktu, membuat Kartika terpaksa mengurung diri di dalam kamarnya.

Kartika sangat takut kalau Pak Hasan tiba-tiba kembali memperkosanya.

Tok... Tok... Tok...

"Nduk ada telpon dari Rifki, suami kamu." Kartika sontak kaget mendengar suara mertuanya.

Diatas tempat tidur ia meringkuk ketakutan, ia tidak ingin bertemu mertuanya lagi. Banyangan dirinya yang tengah di perkosa, membuat dirinya merasa muak. Andai ada pilihan, Kartika lebih memilih mati ketimbang bertemu dengan Mertuanya.

Sudah seharian ini Pak Hasan berusaha mendekatinya, tetapi Kartika tetap kekeuh tidak mau membukakan pintu untuk mertuanya itu.

Bahkan ia rela hanya makan roti yang sudah ia siapkan dari kemarin untuk mengganjal perutnya yang lapar.

"Halo Nak Rifki, ini Kartika kayaknya lagi sibuk, dari tadi pagi gak buka kamar." Terdengar suara Pak Hasan yang tengah berbicara di telepon, membuat Kartika mulai merasa bimbang.

"Iya Nak."

"Bapak juga khawatir takut dia kenapa-kenapa! Ini Bapak lagi berusaha manggil dia."

Cleeek...

Kartika membukakan pintunya karena ia pikir Suaminya benar-benar menelpon Mertuanya. Ia merampas hp milik pak Hasan. "Ha... Halo mas..."

"......"

"Mas... Halo..."

Kartika menoleh kearah Pak Hasan yang tampak tersenyum menyeringai. Sadar kalau dirinya di bohongi Kartika hendak kembali ke kamarnya, tapi dengan cepat Pak Hasan menahan pintu kamar menantunya. Ia menerobos masuk kendalam kamar anaknya.

Wajah Kartika tampak pucat pasi, ia tidak menyangkah kalau dirinya bisa termakan oleh taktik murahan Pak Hasan.

Pak Hasan menutup dan mengunci satu-satunya akses bagi Kartika untuk melarikan diri.

"Saya mohon Pak, jangan perkosa saya lagi." Melas Kartika.

Pak Hasan mendekap dan memeluk tubuh Kartika, bibir hitamnya berusaha mencium bibir Kartika. Tetapi Kartika tidak mau menyerah, ia terus berusaha menghindar dan melawan.

Pak Hasan yang mulai kesal membanting tubuh Kartika diatas tempat tidur.

"Jangan membuat saya marah!" Bentak Pak Hasan.

Kartika yang tidak perduli berusaha melarikan diri, tapi Pak Hasan dengan cepat menerkam tubuhnya. Ia menduduki perut Kartika, kemudian Plaaaak... Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Kartika, membuat wanita Soleha itu terdiam sejenak.

Pak Hasan menatap bengis kearah Kartika, tetapi ia tidak gentar dan membalas tatapan Pak Hasan.

"Mertua tidak tau diri..." Umpat Kartika.

Pak Hasan mencekik leher Kartika. "Di rumah ini hanya ada kita berdua, jangan coba-coba melawan atau saya bunuh kamu." Ancam Pak Hasan, membuat bulu romanya bergidik ngeri.

"Awwww..." Jerit Kartika.

"Makanya jangan coba-coba melawan saya, inilah akibatnya kalau kamu berani melawan saya! Hehehe.." Ejek Pak Hasan yang merasa berada di atas angin atas korbannya.

Dengan kasarnya Pak Hasan menarik gamis Kartika, hingga membuat kancing gamisnya berhamburan. Kartika yang seakan tidak jera kembali melakukan perlawanan, ia memukul-mukul lengan Pak Hasan yang berusaha melepas gamisnya.

Tetapi apa daya, tenaganya tidak sebanding dengan tenaganya Pak Hasan. Dengan tempo yang sangat cepat Pak Hasan berhasil melepas gamisnya, lalu di susul dengan bra dan celana dalamnya.

Sembari menatap tubuh telanjang menantunya, Pak Hasan melepas sarungnya.

"Indah sekali tubuhmu Nduk." Seloroh Pak Hasan.

Kartika berusaha menyembunyikan lekuk tubuhnya dari pandangan pak Hasan. "Biadab... Suatu hari nanti anda akan mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang anda lakukan kepada saya." Ucap Kartika dengan tatapan penuh amarah.

Plaaaak...

"Pukul lagi Pak... Pukul." Jerit Frustasi Kartika.

Pak Hasan mengaitkan kedua kaki Kartika di kedua lengannya, menekan lutut Kartika hingga pinggulnya terangkat keatas.

Kontol Pak Hasan yang sudah berdiri tegak sudah siap merobek-robek memek menantunya itu yang terlihat indah di mata tuanya. Kartika yang panik berusaha meronta-ronta, tetapi tidak banyak yang bisa ia lakukan, hingga akhirnya kontol besar Pak Hasan menerobos masuk ke dalam memeknya.

Bleeesss....

"Hiyaaaaa.... Sakiiiit Pak." Jerit Kartika.

Pak Hasan tersenyum menyeringai. "Ini hukuman untuk menantu yang nakal." Ujar Pak Hasan yang tampak puas mengerjai menantunya.

"Cabut Pak... Cabut..." Mohon Kartika.

Pak Hasan menarik pinggulnya perlahan, lalu menghunuskannya lagi ke dalam memek Kartika, gerakan tersebut ia lakukan berulang-ulang. Memek Kartika yang belum siap menerima kontol pak Hasan terasa sangat menyakitkan bagi Kartika.

Raut wajah Kartika yang meringis setiap merasakan tusukan kontolnya, memberikan sensasi yang berbeda bagi Pak Hasan.

Perlahan tapi pasti memek Kartika mulai memproduksi lendir kewanitaannya, membuat jalan bagi kontol Pak Hasan semakin muda. Tentu saja perubahan tersebut membuat Pak Hasan sangat senang, ia tau cepat atau lambat menantunya itu akan menikmati kontolnya.

"Hah... Hah... Aaahkk... Hah... Ahkk..." Lenguh Kartika.

Pak Hasan menyeringai menatap Kartika. "Sudah basah ya Nduk? Hehehe... Bapak tau kamu suka kontol Bapakkan? Tapi kamu masih malu... Hahaha..." Tawa Pak Hasan mengejek.

"Lepaskan saya Pak! Oughk... Pak... Aaahkk... Aaahkk... Lepaskan... Hah... Aaahkk..." Jerit Kartika di tengah-tengah desahannya.

Pak Hasan meningkatkan ritme sodokannya, ia menghajar memek Kartika dengan kontolnya tanpa ampun, membuat Kartika tampak kewalahan menerima serangan bertubi-tubi dari kontol Pak Hasan.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Hasan memanggut bibir Kartika, melumatnya dengan rakus tanpa menghentikan gejotannya yang semakin berutal menusuk-nusuk lobang peranakan menantunya yang belum pernah melahirkan sama sekali.

Ciuman Pak Hasan membuat Kartika kesulitan bernafas, hingga wajah cantiknya memerah.

Tidaaak... Aku tidak boleh orgasme....

Tubuh Kartika bergetar, dan kedutan memeknya semakin menjadi-jadi, hingga akhirnya badai orgasme datang menggulung tubuhnya. "Aaarrrtt...." Kartika melolong panjang, melepaskan dahaganya.

Ploooopsss...

Pak Hasan mencabut kontolnya, lalu ia duduk diatas payudara Kartika sembari menyodorkan kontolnya di depan wajah Kartika. Dari jarak yang begitu dekat, Kartika dapat mencium aroma kontol mertuanya yang khas, dan bentuknya yang mengerikan, terlihat besar dan berurat, sedikit bengkok ke kiri, membentuk huruf C.

Pria tak tau diri itu menyodorkan kontolnya ke mulut Kartika, tapi wanita Soleha itu menolak, ia menutup rapat mulutnya. Seakan tidak kehabisan akal Pak Hasan menjepit hidung menantunya itu agar tidak bisa bernafas.

Dan benar saja, usahanya menuai hasil, Kartika terpaksa membuka mulutnya untuk mengambil oksigen, mengisi paru-parunya yang kosong. Kesempatan tersebut di manfaatkan Pak Hasan untuk melesatkan kontolnya ke dalam mulut Kartika.

"Houksss..." Erang Kartika.

Wajah Pak Hasan tampak puas. "Percuma saja melawan Nduk, itu hanya akan menyiksamu." Seloroh Pak Hasan sembari memaju mundurkan kontolnya di dalam mulut Menantunya.

"Hoookss... Hoookss... Hoookss..." Sekuat tenaga Kartika mencoba melawan, memukul perut Pak Hasan, sementara kedua kaki jenjangnya mengais-ngais, membuat seprei tempat tidurnya menjadi berantakan. Tapi Pak Hasan malah terlihat tenang menikmati mulut menantunya itu.

Menekan kepala Kartika sembari menyodok-nyodok tenggorokan Kartika.

Wajah Kartika memerah, ia tidak bisa bernafas dengan baik akibat siksaan Pak Hasan kepadanya yang memaksa menghisap kontolnya.

"Kamu mau cara seperti ini, atau mau melakukannya dengan suka rela." Ujar Pak Hasan memberi kesempatan menantunya untuk memilih.

Kartika yang sudah kepayahan, akhirnya menyerah ia menatap sayu kearah Pak Hasan, memintanya untuk berhenti menyiksanya. Melihat menantunya yang nyaris kehabisan nafas, Pak Hasan segera menarik kontolnya dari dalam mulut menantunya.

"Hokss... Hokss... Hokss..." Kartika terbatuk beberapa kali.

"Pilihan ada di tangan kamu Nduk." Ujar Pak Hasan.

Kartika menatap frustasi kearah Pak Hasan. "Akan saya lakukan Pak! Jangan siksa saya lagi." Mohon Kartika menyerah, membuat Pak Hasan senang.

"Coba kalau dari tadi nurut kayak gini kan enak." Celoteh Pak Hasan sembari turun dari tubuh Kartika yang tampak kelelahan. "Pake burqamu Nduk! Aku lebih bernafsu ngentotin kamu memakai benda itu." Ujar Pak Hasan menyuruhnya.

*****


Ustadza Nadia

Sembari berjalan melewati jalan setapak, Pak Eddi memperhatikan sekitarnya yang terlihat sunyi, yang terdengar hanyalah suara burung hantu yang mengantarkan setiap langkahnya, semilir angin malam yang dingin seakan menggigit tubuhnya, membuat tubuhnya merinding.

Semenjak adanya teror pria bertopeng, keamanan pesantren menjadi di perketat. Piket malam di berlakukan, tidak hanya untuk satpam maupun santri, tapi juga untuk semua penghuni pesantren, dan malam ini Pak Eddi kebagian piket.

"Pak..."

"Astaghfirullah..." Pekik Pak Eddi telonjak kaget mendengar sapaan seorang wanita yang kini cekikikan di belakangnya. "Ya Allah Ustadza, bikin saya kaget aja." Keluh Pak Eddi.

"Bapak kira saya hantu." Sungut Ustadza Nadia.

Pak Eddi nyengir. "Iya begitulah Bu Ustadza! Tapi gak taunya malah bidadari yang datang." Goda Pak Eddi seraya menatap wajah cantik Ustadza Nadia.

"Hussst... Bisa aja ni Pak Eddi."

"Dari mana mau kemana Bu Ustadza?" Tanya Pak Eddi sopan.

Nadia tersenyum manis. "Dari rumah Ustadza Dwi, dan mau pulang." Jawab Nadia.

"Biar saya antar Ustadza."

"Terimakasih Lo Pak sudah mau mengantar saya." Kata Nadia dengan suara merdunya.

Merekapun berjalan beriringan menuju rumah Ustadza Nadia. Selama di perjalanan mereka mengobrol ringan, membahas banyak hal, dari hal yang receh hingga obrolan yang cukup serius.

Sembari mengobrol tidak henti-hentinya Pak Eddi mencuri pandang menatap paras cantik Ustadza Nadia.

"Mungkin korbannya lebih banyak dari itu Pak." Ujar Ustadza Nadia seraya memperhatikan jemari kakinya yang melangkah perlahan.

"Ustadza tau dari mana?"

"Hanya dugaan aja Pak! Soalnya itu aib Pak, pasti mereka lebih memilih tutup mulut Pak, dari pada memberitahu orang lain kalau diri mereka telah menjadi korban pria bertopeng." Jelas Ustadza Nadia, mengingat dirinya juga adalah salah satu korban yang memilih untuk tutup mulut.

"Tapi mereka juga tidak bisa di salahkan sepenuhnya Ustadzah! Pasti ada alasan kenapa korban memilih tutup mulut." Ujar Pak Eddi.

"Itu pasti Pak!"

Pak Eddi menghela nafas perlahan. "Saya janji akan selalu menjaga Ustadza Nadia dan Helena." Ujar Pak Eddi penuh semangat.

Nadia tersenyum mendengarnya, entah kenapa ia merasa senang. "Emang Pak Eddi gak takut sama pria bertopeng itu? Sama hantu aja Bapak takut." Canda Nadia, membuat Pak Eddi tampak salah tingkah.

"Hehehe... Itukan beda Ustadza."

"Dasar Pak Eddi!" Reflek Nadia mencubit perut Pak Eddi. "Terimakasih ya Pak, sudah mau menjaga saya dan putri saya." Ujar Nadia seraya tersenyum manis.

Pak Eddi mengangguk senang, perkataannya barusan tentu bukan hanya sekedar basa-basi, ia benar-benar akan melakukan apapun untuk menjaga, melindungi Nadia dan putrinya. Bahkan Pak Eddi siap menukar nyawanya demi keselamatan Nadia dan anaknya.

Tidak terasa mereka sudah tiba di depan rumah Ustadza Nadia.

"Mampir dulu Pak." Tawar Ustadza Nadia.

Pak Eddi tampak sungkan. "Gak usah Bu Ustadzah, saya mau keliling lagi." Tolak Pak Eddi, ia merasa tidak enak kalau harus mampir ke rumah Ustadza Nadia.

"Iissh... Ngopi dulu aja Pak."

"Gak enak Bu..."

Nadia melipat kedua tangannya diatas dada. "Gak enak sama siapa? Anak saya nginap di asrama temannya, suami saya lagi ronda." Ujar Nadia, secara tidak langsung ia menggoda Pak Eddi.

"Nanti kalau ada yang lihat gimana Bu Ustadza?"

Nadia terdiam sejenak, bisa saja saat Pak Eddi masuk ke rumahnya, ada seseorang yang melihatnya dan tentu saja itu akan menimbulkan kegaduhan.

Nadia tersenyum setelah menemukan ide yang bagus. "Lewat belakang aja Pak!" Usul Ustadza Nadia, membuat Pak Eddi agak terkejut mendengar saran Ustadza Nadia. Ia merasa seperti maling kalau harus lewat pintu belakang.

Awalnya Pak Eddi tetap kekeuh menolaknya, tetapi karena Ustadza Nadia memaksanya, akhirnya ia tidak mampu menolaknya lagi.

Nadia segera masuk ke dalam rumahnya, sementara Pak Eddi mengendap-endap memutari rumah Ustadza Nadia. Tidak lama kemudian pintu belakang terbuka, Nadia segera mempersilahkan Pak Eddi masuk ke dalam rumahnya.

"Tunggu di depan Pak! Saya buatkan kopi dulu."

Pak Eddi mengangguk. "Terimakasih Bu Ustadzah." Jawab Pak Eddi yang kemudian berlalu menuju ruangan depan Ustadza Nadia.

*****


Enni

21:00
Sementara itu di tempat yang berbeda, Ustadza Enni baru saja selesai menunaikan kewajibannya sebagai seorang Istri. Tapi sayangnya, lagi-lagi ia di buat kecewa oleh Suaminya, yang lebih mementingkan kepuasan sendiri ketimbang dirinya.

Tidak jarang ia teringat dengan masa lalunya saat masih berpacaran dengan Daniel. Dulu saat ia belum berhijrah, Enni memang sering melakukan zina dengan Daniel, bahkan pria itu juga yang pertama kali merenggut kesuciannya. Tapi anehnya sampai detik ini Enni sama sekali tidak menyesali nya.

Terlalu banyak kenangan indahnya bersama Daniel, membuat Enni tidak bisa melupakannya begitu saja. Bahkan dulu ia sempat berencana kawin lari dengan Daniel, tapi sayangnya Daniel menolak untuk menikah, sebagai penganut agnostik, Daniel tidak mempercayai sebuah pernikahan.

Keputusan Daniel tentu membuat Enni merasa kecewa, tetapi walaupun begitu rasa cintanya yang besar, membuat Enni memilih bertahan walaupun dirinya hanya di jadikan tempat pelampiasan nafsu belaka. Hingga suatu hari Daniel terlibat sebuah kasus besar yang membuat Daniel menjadi buronan polisi.

Dan karena itu juga, akhirnya Enni menuruti keinginan kedua orang tuanya yang ingin dirinya menikah dengan seorang Ustad.

Tapi siapa sangkah, di pesantren ia malah kembali bertemu dengan sang pujaan hati. Jujur saat pertama kali melihat Daniel perasaan Enni campur aduk, antara bahagia dan sedih. Bahagia karena Daniel baik-baik saja, sedih karena mereka tidak akan pernah bersatu.

Drtrtttt... Drrrttt...

Sebuah panggilan WhatsApp menyadarkan Enni dari nostalgia masa lalunya.

Tampak Enni tersenyum melihat nama yang tertera di layar hpnya. Segera Enni mengangkat telponnya. "Assalamualaikum Ustad." Panggil Enni, ia melihat kearah Suaminya yang tengah terlelap.

Daniel : Waalaikumsalam Ustadza! Belum tidur?

Enni beranjak dari tempat tidurnya, lalu ia segera pergi keluar kamar. "Belum, gak bisa tidur." Jawab Enni, sembari duduk di sofa.

Daniel : Ana tau kenapa antum gak bisa tidur

"Sok tau? Emang kenapa?"

Daniel : Pasti antum habis ML dengan Ustad Fikri kan? Dan dia membuat antum kecewa.

Eni terkikik renyah. "Sok tau akhi..."

Daniel : Hahaha... Tapi benerkan?

Eni terlihat salah tingkah, karena apa yang di katakan Daniel memang benar adanya. "Iya, puas..." Rajuk Enni, sembari memainkan ujung rambutnya.

Daniel : Kasihan yang di buat kentang... Ternyata benar apa yang di katakan Yenni, kalau ana lebih baik dari Suamimu, hahaha...?

"Pedee... Hihihi..."

Daniel : Sampai detik ini Ana masih ingat rasanya bibir Ustadza, manis, gurih...

Enni menggigit bibirnya, mengingat ciuman Daniel di bibirnya. "Astaghfirullah... Istighfar... Ingat Istri orang." Gemes Enni.

Daniel : Mau gimana lagi, bibirnya Istri Ustad Fikri emang enak, bikin nagih... Apa lagi payudaranya yang besar, empuk, kenyal...

"Jangan mulai..." Protes Enni, tapi di dalam hatinya ia senang di goda oleh mantan kekasihnya.

Daniel : Ingat gak, dulu ana suka sekali gigitin putingnya Uhkti...

Wajah Enni memerah mendengarnya. "Itu masa lalu, tidak perlu di ingat-ingat! Sekarang ana sudah menikah, masa lalu sudah ana kubur dalam-dalam." Jawab Enni dengan suara gemetar.

Daniel : Jadi antum sudah lupa rasanya jilatan lidah ana di bibir memek Uhkti? Lupa dengan hisapan bibir ana di clitorisnya Uhkti...

"Dan..." Rengek Enni.

Daniel : Ana tidak akan pernah lupa dengan suara erangan Uhkti saat kontol Ana mengaduk-aduk memek Uhkti.

"Gak mau denger... Gak mau denger..." Jerit Enni.

Daniel : Hahaha...

"Yang di ingat cuman bagian itu aja! Emang gak ada yang lain apa?" Sungut Enni pura-pura merajuk.

Bukannya berhenti Daniel semakin mengungkit kemesraan mereka berdua di masa lalu, walaupun Enni sering memprotesnya, tetapi di dalam hati Enni senang karena Daniel masih mengingatnya. Walaupun ada rasa sedikit bersalah kepada Suaminya.

Tidak terasa satu jam lebih mereka mengobrol, dan obrolan mereka tidak jauh dari selangkangan. Enni yang tidak tahan akhirnya menyudahi obrolan mereka.

Selepas menelpon, Enni yang masih terbawa suasana obrolan panas mereka, segera ia menuntaskan birahinya yang tertunda di dalam kamar mandi. Saat semuanya selesai, barulah Enni menyadari kekhilafan nya, tidak seharusnya ia menanggapi obrolan Daniel, mengingat dirinya kini telah bersuami.


******


Kartika

Mata tua Pak Hasan tak berkedip memandangi menantunya yang baru saja selesai mengenakan burqah, pakaian khas Muslimah Pakistan. Dengan wajah tertunduk Kartika berdiri di hadapan mertuanya yang tengah duduk santai sembari mengurut-ngurut kontolnya.

Dengan satu gerakan tangan, Pak Hasan memerintahkan Kartika untuk mendekat.

Kartika terlihat sangat frustasi, tetapi ia tidak bisa menolak perintah tersebut. Dengan amat terpaksa Kartika berlutut di depan mertuanya. Jemari halusnya terpaksa menggenggam kontol Pak Hasan, mengurutnya, mengocoknya naik turun.

"Oughk... Nikmat sekali Nduk! Aahk... Jilat Nduk." Racau Pak Hasan.

Kartika menyingkap tirai yang menutupi wajahnya, ia menjulurkan lidahnya, menyapu perlahan kepala kontol Pak Hasan, terus turun kebatang kemaluannya dan naik ke kembali ke kepalanya.

Sesekali Kartika mencium, mengecup mesrah kontol Pak Hasan, membuat pria tua itu menggelinjang keenakan.

"Haapsss... Sluuuppsss... Sluuppss... Sluuppss..." Kepala Kartika bergerak naik turun, mengulum kontol Pak Hasan yang besar.

Pak Hasan sendiri tampak menikmati permainan mulut Kartika. "Enak sekali kulumanmu! Seandainya saja Rifki tau, tentu ia akan sangat iri sama Bapak, hehehe..." Ujar Pak Hasan.

Hati Kartika panas mendengarnya, tetapi ia berusaha mengabaikan ucapan mertuanya. "Sluuppss... Sluuppss... Sluuppss..." Dengan gerakan memutar ia menghisap kontol Pak Hasan.

Jemari halusnya turun kebawa membelai kantung zakar Pak Hasan, membelai dan mengelus manja kantung zakar Pak Hasan.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Pak Hasan.

Sembari mengulum kontol Pak Hasan, Kartika menarik resleting bagian depan gamisnya, ia mengeluarkan payudaranya yang berukuran jumbo. Kartika menjepit kontol Pak Hasan dengan payudaranya, sementara lidahnya terjulur menjilati kepala kontol Pak Hasan yang mengkilat.

Tubuh Pak Hasan bergetar nikmat, merasakan sensasi jepitan payudara Kartika yang empuk.

"Bapak keluar Nduk..." Lolong Pak Hasan tak tahan.

Croooottss... Croooottss... Croootss...

Sperma Pak Hasan menyembur deras, sebagian mengenai jilbab dan cadar Kartika, dan sebagian lagi mengenai payudara Kartika.

Nafas Pak Hasan terengah-engah, wajahnya mengisyaratkan sebuah kepuasan.

Mata indah Kartika tak berkedip menatap kontol Pak Hasan yang bengkok, walaupun sudah orgasme, tetapi kontol Pak Hasan tetap berdiri kokoh, seakan siap untuk kembali mengaduk-aduk liang senggamanya, membayangkannya membuat memek Kartika berkedut.

"Sekarang giliran kamu." Ujar Pak Hasan.

Kartika memutar tubuhnya membelakangi Pak Hasan, dengan posisi rukuk ia menungging di hadapan Mertuanya. Pak Hasan menarik ujung gamis Kartika, menyingkapnya, hingga sebatas pinggangnya. Mata tua Pak Hasan membeliak menatap bulatan pantat Kartika, dan memek Kartika yang terjepit diantara kedua pahanya.

Jemari tua Pak Hasan yang mulai keriput membelai pantat Kartika, meremasnya dengan gemas lalu menamparnya beberapa kali.

"Renggangkan kakimu Nduk?" Perintah Pak Hasan.

Kartika membuka kakinya perlahan. "Pak... Eehmmm..." Lenguh Kartika, antara malu, marah dan terangsang.

"Ckckckck... Indah sekali memek kamu Nduk! Memek pelacur yang paling indah Bapak lihat." Entah itu sebuah pujian atau hinaan untuk menantunya. Kartika memilih diam seribu bahasa.

"....."

"Bilang apa yang harus bapak lakukan sekarang?"

"...." Kartika lagi-lagi diam.

"Kalau kamu diam, Bapak akan langsung masukan kontol Bapak ke memek kamu." Ujar Pak Hasan, membuat Kartika panik.

Saat ini memeknya memang sudah basah, tapi tidak cukup basah untuk menerima langsung kontol Pak Hasan yang besar dan bengkok itu ke dalam memeknya. Rasa sakit beberapa waktu yang lalu, masih membekas di dalam ingatan Kartika.

"Jangan Pak..." Ujar Kartika bersuara.

Pak Hasan tersenyum penuh kemenangan. "Jadi enaknya memek kamu ini Bapak apakan?" Goda Pak Hasan, membuat Kartika benar-benar malu.

"Di... Di jilat Pak!" Pinta Kartika setelah berfikir cukup lama.

"Bilang yang benar Nduk, apa yang harus Bapak jilat."

Kartika memejamkan matanya, ia tau apa yang di inginkan pria tua jelek itu. "Ji-jilat memek Kartika Pak!" Pinta Kartika akhirnya.

"Kamu itu sudah bersuami, kok malah minta bapak yang jilatin? Untung kamu menantu kesayangan Bapak Nduk..." Ujar Pak Hasan, benar-benar merendahkan harga dirinya sebagai seorang muslimah.

Kartika hanya bisa memejamkan matanya menerima setiap penghinaan yang di berikan oleh mertuanya, karena Kartika sadar percuma saja melawan mertuanya.

Hembusan hangat nafas Pak Hasan menerpa pori-pori vaginanya, menimbulkan sensasi geli di selangkangannya. Dan rasa itu kian nikmat ketika ujung lidah Pak Hasan menyapu bibir kemaluannya, menjilatinya dengan perlahan.

"Sluuuppsss... Sluuuppsss... Nikmat sekali memek kamu nduk! Sluuppss... Sluuppss..." Komentar Pak Hasan di sela-sela jilatannya.

"Eehmm... Sssttt... Pak... Hah... Aaahkk..." Lenguh Kartika mulai tak tahan.

"Enak ya Nduk, hehe..."

Dengan lihainya Pak Hasan menjilati memek Kartika, seakan ia menjilati es cream. Sesekali ia menusukan ujung lidahnya ke dalam cela-cela sempit memek Kartika yang semakin basah, mengorek-ngorek bagian dalamnya, membuat tubuh Kartika menggelinjang nikmat.

Matanya mengatup erat, kedua tangannya mengepal, hingga kuku tangannya menancap di telapak tangannya hingga memutih.

"Ughk... Pak..." Desis Kartika.

Tangan kanan Pak Hasan menangkup pantat Kartika, ia membuka pipi pantat Kartika hingga terlihat anusnya yang mekar.

Lidah Pak Hasan naik keatas, menyapu lobang dubur Kartika yang berkeringat. Menjilatinya dengan rakus, hingga anus Kartika terasa berkedut-kedut kegelian oleh sapuan lidahnya.

"Jangan Pak... Aaahkk... Jangan di situ..." Erang Kartika.

"Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuppss... Enak ya Nduk, hehe..." Racau Pak Hasan di tengah-tengah sapuan lidahnya di anus Kartika.

Jilatannya kembali turun ke bibir kemaluan Kartika, dan sebagai gantinya ia mengusap-usap anus Kartika dengan jari tengahnya. Perlahan ia mendorong jari tengahnya memasuki anus Kartika.

Wajah Kartika mendadak panik, merasakan benda asing masuk ke dalam anusnya. Tubuhnya mengejan, merasakan setiap inci jari Pak Hasan menerobos ke lobang yang salah.

"Ouggghk..." Kartika melolong panjang.

Di belakang Pak Hasan menyeringai senang. "Enakkan Nduk, hehehe..." Ledek Pak Hasan sembari menggerakan jarinya keluar masuk dengan perlahan di lobang dubur Kartika yang terasa hangat.

"Paaak... Aaahkk... Hah... Hah..."

"Sepertinya Bapak harus mencobanya langsung." Bisik Pak Hasan sembari menjejalkan kedua jarinya ke dalam anus Kartika.

Semakin lama gerakan jarinya semakin cepat, mengaduk-aduk anus Kartika hingga terasa sedikit longgar untuk kedua jarinya.

Kemudian Pak Hasan mencabut jarinya, dia menuntun Kartika untuk berlutut di depan tempat tidur. Ia mendorong tubuh Kartika kedepan, menarik pantatnya hingga berfose menungging di hadapan Pak Hasan yang sudah tidak sabar menikmati tubuhnya.

Pak Hasan ikut berlutut di belakang Kartika, ia membuka pipi pantat Kartia sembari menuntun kontolnya kearah lobang anus Kartika.

"Jangan di situ Pak... Saya mohon." Panik Kartika.

Pak Hasan tidak memperdulikannya, ia meludahi kontolnya dan meratakannya. "Sakit nya cuman sebentar, setelah itu kamu akan menikmatinya." Ujar Pak Hasan menenangkan Kartika.

"Jangan di situ Pak..."

Plaaaak.... Satu tamparan mendarat di atas bongkahan pantat Kartika.

"Diam..." Bentak Pak Hasan.

Tubuh Kartika gemetar, membayangkan anusnya yang akan di bobol oleh kontol Pak Hasan. Ia tidak bisa membayangkan betapa sakitnya nanti ketika kontol Pak Hasan merobek anusnya.

Tetapi Kartika juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah keinginan mertuanya tersebut.

"Ughk..." Lenguh Kartika ketika merasakan kepala kontol Pak Hasan menyeruak, membuka lobang anusnya yang masih sempit.

Sedikit demi sedikit kepala kontol Pak Hasan berhasil membuka lobang anus Kartika, walaupun terasa sangat sulit baginya.

"Jangan di lawan Nduk, rileks aja." Ujar Pak Hasan memberi arahan.

Kartika menggeleng-gelengkan kepalanya. "Sakit Pak... Aduuuh... Aaahkk... Sakit..." Erang Kartika tak kuat ketika kontol Pak Hasan masuk makin dalam.

"Sssttt... Aaahkk... Enak sekali Nduk! Aaahkk..." Racau Pak Hasan keenakan.

"Ya Tuhaaan... Pantat saya robek Pak." Jerit Kartika.

"Nanti juga enak kok Nduk."

"Paaaak..."

Kontol Pak Hasan masuk semakin dalam dan makin dalam ke dalam lobang anusnya, hingga akhirnya kontol Pak Hasan masuk sepenuhnya ke dalam anus Kartika. Tubuh Kartika tampak kaku, ia tidak berani bergerak dengan adanya kontol Pak Hasan yang tertancap di lobang anusnya.

Sembari memegangi pinggul Kartika, Pak Hasan mulai memompa anus Kartika. Mula-mula ia melakukannya dengan ritme perlahan.

Jepitan anus Kartika memberikan sensasi yang berbeda bagi Pak Hasan, begitu juga dengan Kartika. Gesekan antara dinding anusnya dengan bantang kemaluan Mertuanya yang bengkok, perlahan memberikan sensasi nikmat yang sulit di jelaskan.

"Aaahkk... Hah... Aaahkk... Hah..." Desah Kartika.

Pak Hasan meningkatkan penetrasinya. "Enakkan Nduk? Hehehe... Aaahkk... Sempit sekali anus kamu Nduk..." Erang Pak Hasan.

"Eengkk... Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Semakin lama Pak Hasan semakin meningkatkan sodokannya, mengebor lobang anus Menantunya yang semakin lebar karena di jejali oleh batang kemaluannya yang besar dan gemuk.

Nafas Kartika memburu, matanya merem melek keenakan. Rasa sakit yang sempat di rasakan Kartika, kini berganti dengan rasa nikmat.

"Ya Tuhaaaan... Aaaaahkk..." Kartika melolong panjang.

Pantatnya tersentak-sentak, dan dari bibir kemaluannya menyembur deras membasahi lantai kamarnya. Kartika tidak menyangkah, melalui lobang belakangnya ia bisa sampai squirt, rasanya sungguh sangat nikmat.

Pak Hasan yang tidak mau ketinggalan semakin gencar menyodok-nyodok anus menantunya, hingga akhirnya ia dapat merasakan kedutan hebat di kontolnya.

Buru-buru Pak Hasan mencabut kontolnya, ia menarik tangan Kartika agar kembali berlutut di depannya. Sedetik kemudian lahar panas sperma Pak Hasan menyembur deras mengenai wajah Kartika yang tertutup cadar.

Croooottss... Croootss... Croootss....

"Oughk... Nikmat sekali Nduk." Racau Pak Hasan.

Croooottss... Croooottss... Croooottss...

*****


Aurel

06:00
Azril tampak menghela nafas ketika melihat Adiknya Aurel masuk ke dalam kamarnya. Sembari tersenyum penuh arti Aurel menghampiri Azril yang tengah pura-pura sibuk membaca buku di depan meja belajarnya. Azril tau kalau Adiknya itu pasti ke kamarnya karena ada maunya.

Untuk kali ini Azril bertekad tidak akan membantu Adiknya, ia tidak ingin Aurel terbiasa meminta bantuannya untuk mengerjakan pr-nya.

Tetapi Aurel tentu saja tidak menyerah, ia duduk diatas tempat tidur kakaknya, dengan fose kedua kaki mengangkang kearah Kakaknya yang masih membelakanginya.

"Azril..." Panggil Aurel.

Azril yang kesal menoleh ke belakang. "A-aurel..." Lirih Azril kaget.

Aurel tersenyum manis. "Maukan bantuin Aurel ngerjain pr-nya Aurel." Pinta Aurel manja yang membuat Azril tidak berkutik.

Mata Azril membelalak, dengan mulut mengangah ia menatap selangkangan Aurel di balik seragam sekolahnya. Gadis nakal itu tidak memakai dalaman, sehingga Azril dapat melihat garis bibir kemaluan adiknya yang berwarna merah muda.

Tubuh Azril gemetar, pemandangan yang ada di hadapannya saat ini terlalu indah baginya.

Sadar Azril... Itu adik kandungmu.

Aurel tersenyum sembari menggigit bibirnya, menggoda saudara kandungnya. "Bantuiiin... Ya!" Pinta Aurel manja.

Ia meletakan buku tulisnya tepat di depan selangkangannya. Dengan pulpen yang ada di tangan, ia menggosok-gosok bibir kemaluannya yang basah, membuat pulpen tersebut ikut basah.

Iman Azril makin goyah, dia tidak ingin membuat adiknya terbiasa tidak mengerjakan pr-nya sendiri, tetapi di sisi lain ini adalah kesempatan langkah.

"Azril... Bantuin." Bujuk Aurel lagi setengah memaksa.

Seakan mendapatkan panggilan alam, Azril beranjak dari tempat duduknya, ia berlutut tepat di samping tempat tidurnya, menghadap langsung kearah memek Aurel yang menggoda imannya.

Dengan sengaja Aurel menjepit pulpen tersebut dengan bibir kemaluannya.

"Ambil..." Bisik Aurel.

Tangan Azril terjulur, dengan gemetaran ia mengambil pulpen yang terjepit di kemaluan Aurel, dengan tangan gemetar ia menjepit pulpen tersebut diantara jari tengah dan manisnya.

Ia menatap wajah Adiknya, lalu ia mulai mengerjakan pr adiknya dengan pulpen yang terasa lengket di jemarinya.

Aurel mengangkat kedua kakinya, meletakannya di atas pundak Azril. Tangan kirinya ia jadikan penopang tubuhnya, sementara tangan kanannya ia gunakan untuk membuka cela bibir kemaluannya, memperlihatkan memeknya yang terdapat lobang kecil perawan milik Aurel.

Wajah Azril tampak berkeringat, berulang kali ia menelan air liurnya, menatap nanar kearah memek Adiknya yang menggoda.

"Kerjain Zril." Suruhnya lagi.

Bagaikan kerbau yang di cocok hidungnya, Azril segera menjawab setiap soal di buku tulis Adiknya.

Sesekali matanya melirik kearah bibir kemaluan adiknya yang berwarna merah muda. Ingin sekali Azril mencium kemaluan adiknya, menjilatinya seperti anjing. Tapi tentu saja itu hanya ada di angan-angan Azril.

Tidak terasa semua pekerjaan rumah adiknya berhasil ia selesaikan dalam waktu setengah jam, dan selama itu juga birahi Azril tersiksa.

"Terimakasih ya Zril!" Ucap Aurel senang.

Azril terlihat kecewa ketika Aurel beranjak sembari membawa buku pelajarannya.

"Itu pulpen simpan aja, buat kenang-kenangan."

"......"

Azril hanya diam sembari memperhatikan Adiknya yang perlahan pergi menghilang dari pandangannya.

*****


Fatimah

08:12
Selepas kepergian anaknya, Fatimah memanggil ketiga pembantunya untuk masuk ke kamarnya. Ada yang ingin ia bahas bersama ketiga pembantunya itu. Markus, Arifin dan Soleh hanya menurut saja ketika di minta ke kamar majikannya.

Di dalam kamar Fatimah duduk di tepian tempat tidurnya sementara mereka bertiga duduk di lantai.

"Terimakasih ya Pak! Sudah begitu baik terhadap keluarga kami. Saya merasa beruntung bisa memiliki kalian bertiga." Ujar Fatimah seraya tersenyum.

"Kami juga senang kerja di sini Bu." Ujar Soleh.

"Selama ini Bu Yai dan keluarga sudah sangat baik terhadap kami, jadi wajar kalau kami membalas kebaikan Ibu dan sekeluarga." Tambah Pak Arifin, salah satu pembantu yang di tuakan di rumahnya.

"Sekali lagi saya meminta Bapak-bapak untuk menjaga rahasia ini dari keluarga saya." Pinta Haja Fatimah kepada mereka.

Markus tersenyum, memamerkan bibir yang hitam. "Ibu tidak perlu khawatir, kami janji rahasia Bu Haja aman di tangan kami! Kalau Ibu Yai butuh bantuan, kami siap membantu sebisa kami." Ujar Markus.

"Terimakasih Markus! Tapi untuk saat ini biar saya sendiri yang menghadapi masalah yang saya hadapi saat ini." Ujar Fatimah penuh keyakinan.

"Ada lagi Bu, yang mau di sampaikan?"

Fatimah mengambil amplop yang sudah ia siapkan lalu memberikannya kepada mereka. "Ini gaji kalian bulan ini." Ujar Fatiimah sembari memberikan amplop tersebut kepada mereka.

"Terimakasih Bu." Ujar Soleh semangat.

Wajah Markus terlihat kaget dengan jumblah yang ia dapatkan. "Tiga juta... Ini kelebihan satu juta Bu." Ujar Markus kepada Fatimah.

"Saya juga tiga juta."

"Mulai bulan ini gaji kalian saya naikan menjadi tiga juta, tapi jangan beri tau Kiayi ya." Pinta Fatimah, karena kenaikan gaji mereka memang berdasarkan inisiatif nya sendiri.

"Terimakasih banyak Bu Yai!" Ucap Pak Arifin senang.

Fatimah berdiri di depan mereka, kemudian secara mengejutkan ia melepas gamisnya, membiarkan gamis berwarna hitam itu jatuh kelantai. Di balik gamisnya, Fatimah sudah tidak memakai pakaian sehelaipun, ia telanjang bulat di hadapan ketiga pembantunya, hanya hijabnya saja yang masih melekat di kepalanya.

Mereka bertiga tampak takjub melihat tubuh telanjang Fatimah. Kulitnya yang kuning langsat, mulus tanpa cacat. Payudaranya yang berukuran 36D, menggantung seperti buah pepaya, dengan puting besar berwarna coklat tua.

Di bawah perut tampak gundukan gemuk di tumbuhi rambut hitam yang cukup lebat.

"Bu Yai?"

Fatimah tersenyum manis. "Ini bonus buat kalian yang sudah baik sama saya." Ujar Fatimah, sembari memamerkan kemolekan tubuhnya di usianya yang sudah tidak muda lagi.

"Serius Nyai?"

"Serius... Mulai hari ini saya adalah budak sex kalian! Kapanpun kalian butuh menyalurkan hasrat nafsu kalian, saya siap dengan dua syarat, pertama ketika rumah dalam keadaan sepi, yang kedua jangan pernah lepas hijab saya, karena hanya Kiayi yang boleh melihat saya dalam keadaan tanpa sehelai benangpun." Jelas Fatimah, kepada mereka bertiga yang mengangguk mengerti.

Markus berdiri lalu memeluk tubuh Fatimah, ia menatap Fatimah seakan meminta persetujuan. Fatimah menjawabnya dengan memejamkan matanya, dan pada saat bersamaan Markus melumat bibir manis Fatimah dengan perlahan.

Soleh tidak mau ketinggalan, jemarinya membelai dan meremas pantat Fatimah yang terasa sekal di telapak tangannya.

Perlahan Fatimah melepaskan ciumannya dari Markus, ia naik keatas tempat tidur lalu berbaring dengan fose mengangkang. Markus, Arifin dan Soleh saling pandang beberapa saat, kemudian mereka bertiga kompak menanggalkan satu persatu pakaian mereka hingga telanjang bulat.

Soleh naik keatas tempat tidur di sisi kanan wajah Fatimah, ia menyodorkan kontolnya kepada Haja Fatimah untuk mendapatkan servis mulutnya.

Segera jemari halus Haja Fatima menggenggam kontol Soleh, mengurutnya dengan perlahan sembari mengamati kontol Soleh yang panjangnya hanya sekitar 15cm, ukuran standar orang Asia, tidak begitu gemuk dan bentuknya tegak lurus seperti pensil.

Ukuran kontol Soleh yang tidak begitu besar membuat Fatimah tidak kesulitan mengoral kontol Soleh. Bahkan ia bisa memasukan semua batang kontol Soleh kedalam mulutnya.

"Ughkk... Enak sekali Bu Nyai! Aaahkk..." Racau Soleh.

Haja Fatimah semakin bersemangat mengulum kontol Soleh. "Sluuuppsss... Sluuuppsss... Kontol kamu juga enak Soleh! Sluuppss... Sluuuppsss..." Jawab Haja Fatimah di sela-sela oralnya.

Markus yang sedari tadi tergiur dengan bentuk payudara Haja Fatimah, segera melahapnya ke dalam mulutnya. Ia menghisap payudara Haja Fatimah dengan rakus, mengulum putingnya menggigitnya dengan gemas, dan sesekali ia menjilati puting Haja Fatimah.

Sementara itu Pak Arifin naik keatas tempat tidur, berada tepat diantara kedua kaki jenjang Haja Fatimah yang mengangkang.

Dengan perlahan Pak Arifin menggesek-gesekkan kontolnya di bibir kemaluan Haja Fatimah, yang terasa sudah sangat basah dan siap menerima terjangan terpedo darinya.

"Masukan sekarang Pak." Ujar Haja Fatimah di sela-sela mengulum kontol Soleh.

Segera Pak Arifin mendorong pinggulnya, memasukan kontolnya ke dalam lobang memek Fatimah yang terasa hangat dan licin. Dengan ritme perlahan Pak Arifin mengayunkan pinggulnya maju mundur, menyodok-nyodok lobang peranakan Haja Fatimah.

Tubuh indah Fatimah gelajotan menerima serangan bertubi-tubi dari kontol Pak Arifin.

"Aaahkk... Enak banget memek Bu Haja! Aaahkk... Ssstt... Oughk... Aaahkk... Beruntung sekali kami bisa bekerja di sini." Racau Pak Arifin di sela-sela menggenjot memek Fatimah yang semakin banyak mengeluarkan precum miliknya.

"Sedot dalam-dalam Bu." Pinta Soleh.

Tanpa kesulitan Fatimah melakukan deepthroat terhadap kontol Soleh, membuat pria berusia 28 tahun itu tampak menggelinjang nikmat. Rahangnya mengeras merasakan sensasi ngilu tapi nikmat di batang kemaluannya.

Sementara Markus masih sibuk bermain dengan sepasang payudara Haja Fatimah.

"Bu saya keluar..." Erang Pak Arifin.

Ia mendorong kontolnya masuk semakin dalam, sembari menembakan spermanya ke dalam rahim Istri KH Hasyim.

"Oughk..."

Tubuh Pak Arifin bergetar beberapa saat hingga akhirnya kontolnya terlepas dari lobang peranakan Haja Fatimah. Tampak spermanya mengalir keluar dari sela-sela bibir kemaluan Haja Fatimah.

"Gantian." Pinta Markus.

Fatimah memutar tubuhnya hingga menungging, sembari meminta Pak Arifin untuk mendekat kearahnya. Segera Pak Arifin mendekat sembari menyodorkan kontolnya kearah mulut Fatimah. Dengan rakus Haja Fatimah membersihkan kontol Pak Arifin.

Dari belakang Markus menatap cela kemaluan Haja Fatimah. Ia menggesek-gesek kan kontolnya, berusaha menjejalkan kontolnya kedalam memek Haja Fatimah. Ukuran kontol Markus memang lebih besar di bandingkan kedua temannya, sehingga ia agak kesulitan.

Tapi pada akhirnya kontolnya yang berukuran 18cm itu amblas ke dalam tubuh Haja Fatimah.

"Oughk..." Lolong Markus.

"Sluuuppsss... Sluuuppsss... Eehmm... Aaaaahkk... Kontol kamu besar Markus! Aaahk... Sluuuppsss... Sluuuppsss..." Erang Fatimah sembari mengoral kontol Pak Arifin yang semakin mengecil.

"Memek Bu Haja enak! Aaahkk... Empotannya mantab." Racau Markus memuji kenikmatan memek Istri KH Hasyim.

Fatimah melepaskan kontol Pak Arifin yang semakin sayu. "Kamu suka memek saya Markus? Aaahkk... Hah... Aaahkk... Sodok lebih keras... Oughk... Ssstt..." Desah Fatimah sembari ikut menggoyangkan pantatnya maju mundur menyambut kontol Markus.

"Suka... Suka banget Bu Haja..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Suara benturan kedua kelamin mereka terdengar nyaring, membuat suasana di dalam kamar itu semakin terasa erotis.

Dengan tubuh bermandikan keringat, kedua insan berlainan jenis tersebut sibuk mengejar kenikmatan duniawi. Mata indah Fatimah merem melek keenakan, tubuhnya bergetar nikmat merasakan setiap hentakan kontol Markus di dalam memeknya.

Tidak butuh waktu lama, iapun akhirnya mendapatkan kembali orgasmenya.

"Sayaaaa keluar Markuuus..." Jerit Fatimah.

Pinggulnya tersentak-sentak, menyambut datangan orgasmenya yang terasa sangat nikmat. Markus mencabut kontolnya, membiarkan majikannya menikmati sisa-sisa orgasmenya.

Nafas Fatimah memburuh, ia terlihat kepayahan setelah orgasme barusan.

Markus yang masih belum puas segera berbaring terlentang dan meminta Haja Fatimah naik keatas selangkangannya. Segera Fatimah merangkak naik, menuntun kontol Markus ke sela-sela bibir kemaluannya yang merekah indah.

Bleeesss...

Kontol Markus kembali bersemayam di dalam lobang peranakannya. Dengan gerakan teratur ia bergerak naik turun diatas selangkangan Markus.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkkk... Aaaaahkk... Aaahkkk..." Desah Fatimah.

Kedua tangan Markus terjulur ke depan, meraih payudara Haja Fatimah yang berayun-ayun, meremasnya dan memilin putingnya.

"Pak saya dapat lagi..." Erang Fatimah.

Tubuh indah Haja Fatimah yang bermandikan keringat ambruk diatas tubuh Pak Markus. Reflek Markus memeluk tubuh Haja Fatimah sembari melumat perlahan bibir manis majikannya.

Setelah orgasmenya meredah, Markus melepas lumatannya, menatap nafsu kearah Haja Fatimah yang tersenyum manis.

Haja Fatimah melihat kearah Soleh yang sedari tadi hanya menonton sembari mengocok kontolnya. Tampak pemuda itu sudah tidak sabar menunggu gilirannya menikmati jepitan memek Haja Fatimah, membuat wanita paru baya itu merasa kasihan.

"Kalau Soleh mau, lobang pantat Ibu masih nganggur." Tawar Fatimah.

"Serius Bu Haja?"

Fatimah mengangguk seraya tersenyum. "Tapi pelan-pelan ya Nak Soleh, ini pengalaman kedua Ibu." Ujar Fatimah sedikit deg-degan.

Tapi mengingat ukuran kontol Soleh tak sebesar milik Pak Sobri ataupun KH Sahal, membuat Fatimah sedikit tidak merasa khawatir.

Segera Soleh mengambil posisi di belakang Haja Fatimah, membuka cela pantat Fatimah sembari menyodorkan kontolnya di depan cincin anus Fatimah yang tampak berkedut-kedut. Dengan perlahan ia mendorong kontolnya masuk.

"Ughk..." Lenguh Fatimah.

Perlahan Soleh menekan pinggulnya agar kontolnya masuk semua. "Sakit Bu Haja?" Tanya Soleh merasa khawatir.

"Agak ngilu, tapi gak apa-apa! Pelan-pelan aja goyangnya." Pinta Fatimah.

"Iya Bu."

Perlahan Soleh mulai mengayunkan pinggulnya, menusuk dan menarik kontolnya dari lobang anus Fatimah yang terasa erat memeluk batang kemaluannya. Sementara Markus memilih diam, memberi waktu majikannya untuk beradaptasi dengan kedua kontol mereka yang ada di dalam tubuhnya.

Seiring dengan waktu Fatimah mulai menikmati keberadaan kedua kontol pembantunya di dalam tubuhnya, dengan tatapan sayu Fatimah meminta Markus untuk ikut menggenjot memeknya.

Di sandwich oleh kedua pembantunya, membuat Haja Fatimah melayang, rasa nikmat yang menggelitik lobang anus dan memeknya, membuatnya lupa siapa dirinya, membuatnya lupa siapa yang saat ini tengah menikmati tubuh indahnya.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Fatimah.

Soleh mencengkram erat bongkahan pantat Fatimah, sesekali ia menamparnya. "Nikmat sekali pantat Bu Haja! Aaahkk... Sssttt..." Soleh mendesis nikmat seiring dengan genjotannya yang cepat.

Markus tidak mau kalah, sembari meremas paha mulus Fatimah, ia menghajar memek majikannnya tanpa ampun. "Ooougjjkk...." Erang Markus.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Arifin yang sedari tadi hanya menonton tampak mulai kembali terangsang. Kontolnya yang sempat sayu kini kembali berdiri tegak. Pak Arifin yang sudah tidak tahan mendekati majikannya, meminta majikannya untuk kembali mengoral kontolnya.

Sembari mendesah nikmat, Fatimah menggenggam kontol Pak Arifin, lidahnya terjulur menjilati kontol Pak Arifin yang terasa nikmat.

Dengan satu lahapan, kontol Pak Arifin bersemayam di dalam mulutnya.

"Oughk... Nikmat sekali Bu Haja." Racau Pak Arifin.

Markus yang tengah menikmati jepitan memek Haja Fatimah melahap rakus payudara Fatimah yang menggantung bebas di hadapan wajahnya.

Layaknya bayi, ia mengulum, menghisap puting Haja Fatimah dengan rakus. Hingga akhirnya Markus merasakan desakan di ujung kepala kontolnya. Tubuhnya tampak memegang, tusukannya semakin pelan tapi menghentak.

"Bareng Markus..." Jerit Fatimah yang sadar kalau Markus sudah di ambang batasnya.

Beberapa detik kemudian, secara bersamaan mereka berdua melolong panjang melepaskan rasa nikmat yang luar biasa mereka dapatkan.

Croootss... Croootss... Croootss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Kontol Markus berkedut beberapa kali di dalam rahim Fatimah, melepaskan sisa-sisa spermanya.

Soleh ikut mencabut kontolnya, ia menarik tubuh Fatimah untuk berdiri. Kedua tangan Fatimah melingkar memeluk leher Soleh, mereka sempat berciuman beberapa saat, kemudian Soleh mengangkat satu kaki Fatimah dan melesatkan kontolnya ke dalam memek Haja Fatimah.

Dengan posisi berdiri memek Fatimah kembali di genjot oleh salah satu pembantunya. Tubuhnya yang lemah hanya mampu memeluk tubuh kerempeng Soleh untuk menjaga keseimbangan tubuhnya.

"Ikutan Soleh." Pinta Pak Arifin.

"Oke Pak." Jawab Soleh.

Dengan bersusah paya ia menggendong tubuh Fatimah, membuat pelukan Haja Fatimah semakin erat di lehernya, dan kedua kakinya melingkar di pinggang Soleh. Dari belakang dengan posisi berdiri Pak Arifin mengarahkan kontolnya ke lobang pantat Fatimah yang kembali menganggur.

Dengan di himpit oleh kedua pria tersebut, memek dan anus Fatimah kembali terasa penuh oleh desakan kontol mereka berdua, yang silih berganti menusuk lobang memek dan anusnya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Di posisi ini membuat kontol Soleh dan Pak Arifin terasa masuk semakin dalam. Dan tusukannya terasa semakin nikmat.

"Aaaaahkk... Pak... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Fatimah.

"Enak banget pantatnya! Ouughkk... Hangat." Racau Pak Arifin yang menikmati jepitan anus Fatimah.

"Ughk... Aaahk... Eenaaaak..."

"Saya keluar Bu Haja..." Erang Soleh.

Ia menekan dalam kontolnya sembari menembakkan spermanya ke dalam rahim Fatimah.

Dan pada saat bersamaan Fatimah juga kembali mendapatkan klimaksnya. Lendir cintanya yang bercampur dengan sperma Soleh mengalir dari sela-sela kedua paha mulusnya.

Sejenak mereka membiarkan Fatimah menikmati orgasmenya, mereka dapat merasakan kedutan dinding memek dan anus Fatimah.

Setelah di rasa cukup, mereka menurunkan kembali tubuh Fatimah, dan membaringkannya diatas tempat tidur yang sudah berantakan. Pak Arifin menindih Fatimah, mengarahkan kontolnya kembali ke dalam lobang anusnya yang kini terasa merekah.

Blesss...

"Oughk... Nikmat sekali Bu Haja." Racau Pak Arifin.

Kepala Haja Fatimah terbanting ke kiri dan kanan. "Aaahkk... Aaahkk... Hah... Hah... Aaahk..." Desah Fatimah keenakan.

"Bersihkan Bu." Pinta Soleh.

Fatimah segera mengulum kontol Soleh, membersihkan kontol Soleh dengan mulutnya.

"Saya keluar Bu..."

Pak Arifin menggenjot cepat anus Fatimah hingga akhirnya cairan kental berwarna putih menyembur deras tertanam di dalam anus Fatimah.

Croootss... Croootss... Croootss...

Pooppss...

"Aaahkk... Hah... Aaahkk... Hah..." Desah Fatimah.

*****

Tidak terasa sudah hampir tiga jam lamanya mereka bercinta. Secara bergantian Pak Arifin, Markus dan Soleh mengisi lobang mulut, memek dan anus Fatimah. Perzinahan terlarang itu baru berakhir tepat ketika jam menunjukan sebelas siang.

Tidak hanya ketiga pembantunya, Fatimah juga merasa sangat puas. Baru kali ini ia merasa benar-benar puas berzina dengan pria lain yang bukan suaminya.

"Terimakasih banyak ya Bu."

Fatimah tersenyum manis. "Sama-sama Pak Arifin, saya juga sangat berterimakasih kepada kalian bertiga." Ujar Fatimah seraya menutupi tubuh telanjangnya dengan handuk.

"Besok-besok kita masih bolehkan Bu?" Tanya Soleh malu-malu.

"Boleh apa?" Goda Fatimah.

Soleh menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Boleh ngentotin Bu Haja, hehehe..." Ucap Soleh tampak malu-malu.

"Dasar..." Fatimah tersenyum manis. "Kapanpun kalian boleh menzinahi saya, asalkan kalian tidak melanggar syarat yang saya berikan." Ujar Fatimah seraya tersenyum manis.

"Siap Bu Haja, hehehe..."

"Sekarang kalian boleh keluar! Saya mau istirahat sebentar." Pinta Fatimah.

Ketiga pembantunya itu segera pergi meninggalkan kamarnya. Selepas kepergian ketiga pembantunya Fatimah tampak merenung. Ia tidak mengerti kenapa dirinya bisa seperti ini. Fatimah mulai ragu akan keputusan yang sudah ia buat.

*****


Zaskia

18:30
Malam begitu tenang mengiringi keindahan suasana rumah di malam hari, sayup-sayup terdengar suara jangkrik memecah keheningan malam, sesekali suara burung malam terbang penuh harapan. Suara Muazin terdengar merdu dari menara masjid, memanggil umatnya untuk bermunajat kepada sang pencipta.

Di ruangan depan, di dekat televisi, tampak seorang pemuda terlihat gagah berdiri di depan, menjadi seorang imam untuk makmumnya yang setia mengikuti setiap gerakan sang imam.

Selesai menunaikan kewajibannya, tak lupa mereka berdoa, memohon ampun atas semua dosa-dosa mereka, meminta pertolongan agar terhindar dari perihnya api neraka jahanam.

"Amiiinn..." Zaskia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya tepat ketika Rayhan selesai memanjatkan doa.

Rayhan memutar tubuhnya menghadap ke belakang, tampak Zaskia tersenyum sembari menyodorkan tangannya. Pemuda itu segera mengamitnya, mencium lembut punggung tangan Kakak Iparnya.

Rasanya sudah lama sekali Zaskia tidak di imammi oleh adiknya.

"Maaf ya Kak, kalau selama ini aku ada salah." Ucap Rayhan.

Zaskia tersenyum hangat. "Iya... Kakak selalu memaafkan Adek kok." Jawab Zaskia, seraya memamerkan gigi putihnya yang rapih. "Terimakasih ya Dek, sudah mau menjadi imam Kakak." Sambung Zaskia seraya menatap sahdu.

"Sama-sama Kak."

"Kakak mau nyiapin makan malam dulu ya!" Zaskia berdiri, lalu dengan perlahan ia melepas mukena bagian bawahnya, lalu di susul mukena bagian atasnya di hadapan Rayhan.

Pemuda itu mematung tak percaya, di balik mukena sang Kakak tidak memakai sehelai benangpun di tubuhnya. Suasana yang awalnya kental akan nuansa keagamaan, berubah menjadi erotis. Mata Rayhan tak berkedip menatap nanar setiap inci tubuh Zaskia.

Payudara Zaskia yang berukuran 34D membusung indah dengan puting mungilnya, perutnya yang rata dan putih mulus menambah keindahan tubuh Zaskia. Di tambah lagi dengan gundukan tebal diantara selangkangannya yang bersih polos, terlihat semakin sempurna di matanya.

"Astaghfirullah... Kakak lupa pake hijab." Lirih Zaskia.

Segera ia mengambil hijabnya yang ada di atas tumpukan pakaian yang belum ia bereskan diatas meja, dan memakainya. Sementara Rayhan dari belakang memandangi punggungnya yang mulus dan pantatnya yang berisi.

Gleeek...

Zaskia terlihat anggun dengan hijab instans berwarna hitam, membungkus rambutnya yang indah. Nuansa islaminya terlihat sangat kental.

Tetapi saat pandangan Rayhan turun kebawah, pemandangan tersebut berubah menjadi sangat erotis, membuat birahi Rayhan makin bergemuruh. Matanya membelalak, melotot lebar menatap nanar tubuh indah Zaskia yang belum juga menyadari kondisinya saat ini.

Tapi tiba-tiba...

"Astaghfirullah..." Jerit Zaskia.

Reflek ia menyilangkan kedua tangannya, mencoba menutupi ketelanjangannya di hadapan Rayhan yang tampak takjub dengan keindahan tubuh Kakak Iparnya.

"Adek... Liat apa kamu?" Geram Zaskia.

Rayhan tampak salah tingkah. "Ma-maaf Kak, habisnya Kakak ada-ada aja masak buka mukena di depan Adek, sudah tau gak pake baju." Elak Rayhan membela diri atas tatapan nafsunya.

"Kamu nuduh Kakak sengaja ingin menggoda kamu ya? Emangnya kenapa kalau Kakak buka mukena di depan kamu, apa yang salah? Kamukan adik Kakak." Ujar Zaskia yang tidak mau di salahkan, padahal Zaskia tau kalau yang ada di depannya saat ini bukanlah adik kandungnya, melainkan hanya adik iparnya.

Rayhan tersenyum mendengarnya. "Kalau begitu kenapa Kakak marah?" Tanya Rayhan senang, sekarang Kakaknya tidak memiliki alasan untuk marah kepadanya.

Kini giliran Zaskia yang terpojok. "A-awas ya kalau sampe kamu nafsu sama Kakak? Ni..." Zaskia melepas tangannya dari dekapan payudaranya, lalu mengancungkan lengannya yang terkepal di depan Adik Iparnya.

Dengan leluasa Rayhan memandangi sepasang buah melon milik Zaskia tanpa harus merasa bersalah sedikitpun kepada Kakak Iparnya.

"Ya Allah Kak! Masak aku nafsu sama Kakakku sendiri." Jawab Rayhan enteng.

"Itu baru adiknya Kakak." Ucap Zaskia seraya tersenyum, ia bersikap tenang di hadapan Adik Iparnya. Tetapi kenyataannya saat ini Zaskia merasa sangat tegang, tubuhnya bergetar lembut, bahkan nafasnya kian terasa berat. "Di rumah ini kita hanya tinggal berdua! Ja... Jadi anggap Kakak seperti kakak kandungmu sendiri." Lirih Zaskia gugup.

"Iya Kak! Aku sudah menganggap Kakak seperti saudara kandungku sendiri, jadi aku tidak akan berbuat macam-macam dengan Kakak." Jawab Rayhan, ada sedikit rasa bersalah di hatinya.

Zaskia kembali tersenyum, ia merasa lega karena setidaknya Rayhan tidak akan nekat berbuat macam-macam kepadanya, apa lagi sampai nekat memperkosanya. Amit... Amit... salah satu alasan yang selalu membuat Zaskia khawatir saat adiknya melihat dirinya dalam keadaan telanjang.

Tetapi Zaskia juga tidak memungkiri dan tidak menyalahkan Rayhan kalau adiknya itu bernafsu kepada dirinya, karena ia memang salah.

Sementara Rayhan sendiri, tidak yakin kalau dirinya bisa menahan diri kalau selalu di suguhi pemandangan indah tubuh Kakaknya. Tetapi ia berjanji tidak akan menyakiti Kakaknya hanya untuk melampiaskan hawa nafsu binatangnya.

Obrolan mereka sudah selesai, dan seharusnya Zaskia sudah sejak tadi beranjak dari tempatnya tapi entah kenapa kakinya seakan tertancap di lantai, membuatnya enggan beranjak dari tempatnya berdiri saat ini.

"Kamu sudah punya pacar belum Dek?" Ya Tuhan Zaskia... Ada apa denganmu? Pergi sekarang juga Zaskia... jerit hati Zaskia.

Alih-alih pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaian, Zaskia malah duduk di sofa sembari melipat pakaiannya yang sudah kering. Rayhan menghampiri Zaskia dan duduk di samping Kakaknya.

Detak jantung Zaskia berdegup semakin kencang, dadanya bergemuruh seakan mau rubuh.

"Belom Kak, lagi nyari..." Jawab Rayhan.

Zaskia menghela nafas, tampak sepasang payudaranya berayun. "Sebenarnya pacaran itu di larang, tetapi anak seusia kamu rasanya sudah umum memiliki pasangan! Kakak tidak bisa melarang kamu pacaran, tapi pesan Kakak jangan sampai ke bablasan, jangan bikin malu keluarga." Ujar Zaskia seraya melipat pakaiannya.

"Iya Kak..."

"Zina itu haram dek! Dosanya besar..." Ujar Zaskia mengingatkan adiknya.

Rayhan tersenyum. "Iya Kak, aku tau kok, kan sudah di pelajari di sekolah." Jawab Rayhan, ekor matanya melirik kearah gundukan memek Zaskia.

"Coba jelaskan apa yang Adek tau tentang zina."

"Zina itu ya... Melakukan hubungan intim dengan lawan jenis Kak." Jelas Rayhan, Zaskia menggelengkan kepalanya.

"Tidak hanya itu loh Dek! Ada beberapa macam Zina, seperti Zina mata, Zina tangan, dan Zina Zina lainnya." Ujar Zaskia, ia melihat kearah Rayhan yang dengan terang-terangan menatap tubuh telanjangnya.

Zaskia merasa terjebak oleh ucapannya sendiri, sekarang ia tidak bisa marah karena pengakuannya barusan yang menganggap Rayhan sudah seperti adik kandungnya sendiri. Tetapi Zaskia memiliki pilihan, bisa saja Zaskia pergi saat ini juga.

Zaskia... Zaskia... Apa yang kamu lakukan sekarang juga termasuk Zina. Apakah ini yang kamu mau? Ya Tuhaaan...

Aneh rasanya, sungguh aneh. Mereka membahas tentang zina di saat Zaskia dalam keadaan telanjang, memamerkan payudara dan memeknya di depan Adik iparnya yang jelas bukan mahromnya.

"Contohnya Kak?" Tanya Rayhan penasaran.

Zaskia menghela nafas. "Ehmm... Contohnya seperti melihat aurat seorang wanita yang bukan muhrimnya." Sindir Zaskia, sembari menatap adiknya, ingin sekali rasanya Zaskia menegur adiknya, tetapi mulutnya seakan terkunci rapat.

"Astaghfirullah..." Rayhan buru-buru memalingkan wajahnya.

"Kamu kenapa Dek?"

"Kakakkan bukan muhrim! Apa ini juga termasuk Zina Kak?" Tanya Rayhan cepat tanpa melihat kearah Kakaknya yang tampak kebingungan.

Tentu saja ini Zina, karena Rayhan hanyalah adik iparnya bukan siapa-siapanya.

"Adik nafsu gak?" Tanya balik Zaskia.

Rayhan menggelengkan kepalanya. "Ya enggaklah Kak, kan Kakak sudah aku anggap seperti saudara sendiri." Jawab Rayhan.

Jangan bodoh Zaskia... Salah katakan salah, jangan cari-cari alasan untuk membenarkan sebuah kesalahan...

"Berarti... Bukan Zina Dek." Astaghfirullah... Zaskia.

"Alhamdulillah... Aku sudah takut banget loh Kak, soalnya aku dari tadi melihat tubuh telanjang Kakak." Ujar Rayhan yang secara tidak langsung mengaku kepada Kakaknya kalau sedari tadi ia melihat tubuh telanjang Kakak Iparnya.

Zaskia tersenyum sembari merapikan anak rambutnya yang keluar dari hijabnya. "Maafkan Kakak Dek... Kakak tidak bermaksud membohongi kamu... Maafkan Kakak Dek." Zaskia merasa sangat bersalah karena telah membohongi adiknya.

Rasa sesalnya membuat Zaskia akhirnya mendapatkan kekuatannya kembali, ia segera beranjak dari duduknya. "Kakak siapin makan malam dulu ya Dek, kamu pasti sudah laper bangetkan?." Ujar Zaskia, mencari alasan untuk segera menjauh dari Adiknya.

"Iya Kak, hehehe..."

Zaskia tersenyum lalu berlalu pergi meninggalkan Rayhan yang diam-diam tersenyum senang.

Di dalam kamarnya Zaskia mematut dirinya di depan cermin, ia menyalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa menahan diri dari godaan syaitan yang menggodanya. Zaskia merasa sangat malu, bagaimana mungkin seorang wanita muslimah seperti dirinya dengan sengaja memperlihatkan kemolekan tubuhnya di hadapan adik iparnya sendiri.

Saat jemari tangan kanannya turun untuk memeriksa kemaluannya, Zaskia kaget saat mengetahui kalau kemaluannya yang sudah sangat basah.

*****


Farah

01:15
KH Shamir terbangun dari lelapnya, ia melihat kearah jam dinding yang sudah menunjukan pukul satu dinihari. Segera ia beranjak dari tempat tidurnya, menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu untuk melaksanakan shalat malam.

Setibanya di dapur, sayup-sayup ia mendengar suara desahan seorang wanita di balik kamar mandi.

Karena penasaran KH Shamir mendekat kearah kamar mandi dan melihat dari celah-celah daun pintu yang sedikit terbuka.

Di dalam kamar mandi, tampak Farah yang tengah duduk diatas closet duduk dalam keadaan nyaris telanjang bulat. Kancing piyamanya sudah terbuka, tampak sepasang payudaranya yang indah membusung. Sementara celana piyamanya berikut dengan dalamannya sudah ia plorotkan hingga semata kaki.

Tangan Farah terlihat menggosok-gosok kemaluannya, tubuhnya menggeliat seperti cacing kepanasan.

"Aaahkk... Hah... Hah... Aaahkk..." Desah Farah.

Mata tua KH Shamir tak berkedip memandangi lekuk tubuh menantunya yang sangat menggoda imannya. Bahkan KH Shamir sampai lupa akan tujuan awalnya berada di sini.

Jemari Farah meraih payudaranya, ia meremas dan memilin putingnya, tampak cairan putih keluar dari putingnya membuat KH Shamir kian terpesona.

"Ouughk... Enaaaak... Aaahkk... Tusuk memek Farah Abi... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Farah.

Abi... Abi siapa... Siapa Abi itu? Gumam KH Shamir kaget.

Kedua jemari Farah terlihat semakin intens menusuk-nusuk lobang peranakannya. Matanya merem melek keenakan dan suara desahannya terdengar semakin kencang.

KH Shamir yang tidak tahan melihat keindahan tubuh menantunya, tanpa sadar merogoh celananya, meraih kemaluan nya yang sudah berdiri tegak.

Dengan tatapan tajam KH Samir mengurut-urut batang kemaluannya.

"Ya Tuhan Farah..." Desis KH Shamir.

Farah menggigit bibirnya sembari mencondongkan pantatnya kedepan. "Uughk... Abi! Aaahkk... Aaahkk... Enaaaak Abi... Kontol Abi besar... Aaahkk..." Erang Farah makin keras.

"Abi siapa Farah? Abi siapa..." Entah kenapa KH Shamir berharap Farah tengah memanggilnya.

"Aaahk... Aaahkk... Aaahkk..."

Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk... Teeeeeekkk....

Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk... Teeeeeekkk....

Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk... Teeeeeekkk....

KH Shamir semakin cepat mengocok kontolnya, ia membayangkan dirinya saat ini yang tengah menggauli menantunya itu. Semakin lama rasa itu semakin nikmat hingga kontol KH Shamir berkedut-kedut makin keras.

"Abi Shamir... Farah keluar..." Jerit Farah.

Dengan mulut mengangah dan tatapan mata yang membeliak, Shamir menatap menantunya dengan tatapan tidak percaya.

"Oughk..." KH Shamir melolong nikmat.

Croootss... Croootss... Croootss...

Dan pada saat bersamaan KH Shamir melihat semburan cairan bening dari sela-sela bibir kemaluan Farah yang menyembur deras.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

"Astaghfirullah...." Lirih KH Shamir.

Buru-buru pria paruh baya itu pergi meninggalkan dapur, kembali ke dalam kamarnya. Sementara itu di dalam kamar mandi Farah tampak tersenyum sembari menatap cela pintu kamar mandi yang terbuka.

"Ini belum seberapa Abi..." Ujarnya dengan senyum iblisnya.

*****

Inem

Sementara itu di tempat yang berbeda, Rayhan yang tidak bisa tidur karena terbayang-bayang oleh tubuh indah Kakak Iparnya, diam-diam ia mengendap masuk ke dalam rumah tetangganya dari pintu belakang rumah yang tidak terkunci sehingga membuatnya leluasa untuk masuk.

Setelah memastikan kondisi rumah dalam keadaan aman, Rayhan masuk ke dalam kamar Mbak Inem yang tengah terlelap tidur di samping Suaminya.

Gila... Ini benar-benar gila.

"Mbak..." Rayhan menggoyangkan kaki Mbak Inem.

Perasaan Rayhan campur aduk, ia takut ketahuan, tetapi di sisi lain ia membutuhkan Mbak Inem untuk menjadi pelampiasan nafsunya yang sudah di ubun-ubun, gara-gara Kakak Iparnya.

Beruntung Suami Inem tipe orang yang sulit bangun walaupun ada gempa sekalipun.

"Mbak..." Panggil Rayhan lagi.

Mata Mbak Inem berkedip beberapa kali, ia mengusap matanya. "Ya Tuhan..." Mbak Inem mendekap mulutnya, ia khawatir suaranya akan membangunkan Suaminya.

"Kamu sudah gila Ray?"

Rayhan tampak menggaruk-garuk kepalanya. "Maaf Mbak... Aku gak tahan." Ungkap jujur Rayhan kepada Mbak Inem.

Segera Inem berdiri mengajak Rayhan keluar dari kamarnya. Bisa berabe kalau sampai Suaminya tiba-tiba saja terbangun, walaupun Suaminya itu tipe yang sulit di bangunkan.

Rayhan hanya menurut saja ketika Mbak Inem membawanya masuk ke dalam kamar mandi.

"Nekat banget si kamu Ray?" Gemes Inem.

Rayhan tersenyum. "Habis kangen sama Mbak." Bisik Rayhan, sembari melingkarkan tangannya di pinggang Mbak Inem, lalu turun ke pantatnya.

"Dasar anak nakal." Ujarnya.

Mbak Inem memanggut bibir Rayhan, mereka berciuman sangat panas, saling bertukar air liur selama beberapa menit. Sembari berciuman tak henti-hentinya telapak tangan Rayhan membelai punggung dan pantat Mbak Inem yang masih memakai pakaian lengkap.

Mbak Inem melepaskan ciumannya ketika Rayhan menarik keatas kaos yang ia kenakan.

"Tetek Mbak indah sekali." Puji Rayhan.

"Kamu suka?"

Rayhan mengangguk. "Sangat suka Mbak." Jawab Rayhan cepat.

"Tetek ini milikmu sayang." Bisik manja Mbak Inem.

Rayhan langsung menyambar payudara Mbak Inem, mulutnya mencaplok payudara Mbak Inem, menghisapnya dengan rakus. Lidahnya dengan perlahan mengitari aurola puting Mbak Inem, lalu kembali melahapnya, menghisapnya dengan lembut.

Kedua tangan Mbak Inem mendekap kepala Rayhan, ia membiarkan pemuda itu mengulum dan menjamah payudaranya secara bergantian.

"Enak Mbak... Srruuppss..." Lirih Rayhan.

"Oughk... Enak Ray! Aaahkk..." Desah Mbak Inem, dengan wajah mendongak keatas.

Sesekali Rayhan menggigit puting Mbak Inem, lalu kembali menghisap puting Mbak Inem yang terasa semakin membesar.

Mbak Inem mendorong pelan pundak Rayhan, lalu ia berjongkok di depan Rayhan. Kedua tangannya dengan tangkas melepas celana Rayhan, merogoh kontol Rayhan keluar dari celananya. Sembari tersenyum ia mengurut kontol Rayhan yang berbentuk seperti buah pisang.

"Kontol kamu besar Ray!" Puji Mbak Inem.

Wanita yang telah bersuami itu mulai menciumi kontol Rayhan, mula-mula bagian kepalanya, lalu turun ke batang kemaluan Rayhan. Ia menuntun kontol Rayhan masuk ke dalam mulutnya, dan mengulumnya dengan lembut sembari mengurut batang kontol Rayhan.

Wajah Rayhan menegang, ia menikmati setiap sentuhan bibir dan lidah Mbak Inem.

"Enak Ray?" Tanya Mbak Inem.

Pemuda itu mengangguk. "Enak banget Mbak! Aaahk... Terus Mbak." Erang Rayhan, sembari membelai rambut hitam Mbak Inem.

"Sluuuppsss... Kontol kamu keras banget Ray! Beda dengan kontol Mas Pur. Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss..." Pujinya sembari mengulum kontol Rayhan, jemarinya mengurut kantul zakar Rayhan.

Telapak tangan Rayhan meraih payudara Mbak Inem dan meremasnya dengan perlahan.

Setelah di rasa cukup, Mbak Inem kembali berdiri. Di depan Rayhan ia melepas celana piyamanya, memamerkan kemolekan tubuhnya. Pemuda itu tampak tegang menatap tubuh telanjang Mbak Inem untuk yang kesekian kalinya.

"Masukan sekarang Ray!" Pinta Mbak Inem.

Wanita cantik itu berbalik menghadap tembok, sedikit mencondongkan pantatnya kearah Rayhan. Alih-alih langsung menyetubuhi tetangganya itu, Rayhan malah berlutut di depannya.

Kedua tangan Rayhan merenggangkan kedua kaki Mbak Inem hingga ia dapat melihat bibir kemaluan Mbak Inem yang tampak bergelembir.

"Ray..." Tegur Mbak Inem.

Rayhan menatapnya. "Sebentar aja Mbak..." Jawab Rayhan setengah berbisik.

Kemudian ia mendekatkan bibirnya kearah memek Mbak Inem, menciumnya dengan lembut. Menghisap bibir Mayoranya dengan rakus.

Tubuh Mbak Inem bergetar hebat, dari kemaluannya tampak cairan bening keluar sedikit demi sedikit yang langsung di seruput oleh Rayhan. Ia dapat merasakan lidah Rayhan yang menyeruak masuk ke dalam lobang memeknya, mengorek-ngorek liang kemaluannya.

"Uughk... Ray! Aaahkk..." Desah tertahan dari Mbak Inem.

Dengan rakus Rayhan menyedot clitoris Mbak Inem yang semakin membengkak, menggigit kecil membuat Mbak Inem memekik pelan.

Tubuh Mbak Inem menggelinjang, kedua kakinya melejang-lejang, bergetar tak tertahankan. Dengan mata membelalak ia merasakan sensasi yang begitu nikmat yang membuatnya mengerang lebih keras.

Di bawah sana Rayhan makin bergairah menyeruput cairan cinta Mbak Inem yang baru saja Orgasme.

Pemuda itu kembali berdiri, dari belakang Rayhan memeluk tubuh Mbak Inem, mencium aroma tubuh Mbak Inem yang membuatnya makin bergairah, lidahnya terjulur menjilati leher Mbak Inem. Perlahan Rayhan menuntun kontolnya kearah cela sempit memek Mbak Inem.

"Pelan-pelan sayang." Bisik Mbak Inem.

Perlahan kontol Rayhan membela masuk ke dalam lobang memek Mbak Inem. "Sempit... Hangat." Puji Rayhan yang menikmati jepitan dinding vagina Mbak Inem yang terasa nikmat.

"Ughh... Aaaahk... Tusuk lebih dalam sayang! Aaahk... Yeaaaa... Eenggk..." Erang Mbak Inem yang ikut menggoyangkan pantatnya.

Dengan gerakan perlahan ia menghujamkan kontolnya, lalu menariknya lagi hingga kontolnya hampir terlepas, dan memasukannya lagi. Gerakan tersebut ia lakukan berulang-ulang.

Kedua tangan Rayhan menyusup dari bawah ketiak Mbak Inem, ia meraih buah dada Mbak Inem dan keremasnya dengan perlahan.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkk... Hah... Hah... Aaahkk... Hah... Terus Ray! Aaahkk... Makin cepat sayang... Uugkk..." Mbak Inem menjerit-jerit keenakan.

"Jangan keras-keras Mbak, nanti ada yang bangun." Bisik Rayhan agak khawatir dengan suara Mbak Inem yang mengerang semakin keras.

Kepala Mbak Inem terbanting ke kiri dan kanan sanking nikmatnya. "Enak banget Ray! Aaahkk... Mbak gak tahan sayang... Aaahkk... Aaahkk..." Jerit Mbak Inem yang seakan mengabaikan peringatan Rayhan.

Tubuhnya yang bermandikan keringat kelajotan merasakan setiap tusukan bervariasi dari Rayhan yang terkadang kasar dan cepat tapi terkadang lembut tapi menghentak. Belum lagi sentuhan kedua jari Rayhan di kedua putingnya, membuatnya makin menggeliat keenakan.

Tidak butuh waktu lama bagi Mbak Inem untuk kembali mendapatkan orgasmenya.

Pinggulnya bergetar hebat, dan tampak cairannya yang hangat menenggelamkan kontol Rayhan yang masih sibuk melakukan penetrasi di dalam memeknya.

"Raaay... Ougk..." Jerit Mbak Inem.

Tapi tiba-tiba...

Tok... Tok... Tok...

Deg...

Mereka berdua saling pandang, raut wajah yang tadi penuh kepuasan berubah menjadi pucat pasih.

"Ibu..."

"Nikita." Bisik Mbak Inem kepada Rayhan.

"Jawab Mbak."

"I-iya sayang ada apa?" Tanya Mbak Inem gugup, sementara kontol Rayhan masih tertancap di dalam memeknya.

"Ibu kenapa kok teriak-teriak..."

Mbak Inem tampak gugup. "Anu... Gak apa-apa sayang! I-ibu lagi BAB." Jawab Mbak Inem membuat Rayhan terkikik pelan.

"Iih... Ya udah Nikita tidur lagi."

Mereka berdua dapat mendengar suara derap langkah Nikita yang menjauh dari kamar mandi. Sejenak mereka saling pandang, kemudian tertawa renyah.

"Hampir saja..." Gumam Rayhan.

"Masih mau lanjut?" Bisik Mbak Inem.

Rayhan mengangguk. "Masih Mbak..." Jawab Rayhan sembari membelai bibir kemaluan Mbak Inem.

Kedua tangan Mbak Inem melingkar di leher Rayhan, ia memanggut mesrah bibir adik tetangganya itu. Perbedaan usia mereka seakan tidak menjadi penghalang bagi mereka berdua.

Kedua tangan Rayhan mengangkat kedua kaki Mbak Inem, lalu menopang pantatnya agar Mbak Inem tidak sampai terjatuh.

Tangan kanan Mbak Inem melingkar di leher Rayhan, sementara tangan kirinya menuntun kontol Rayhan kearah lobang peranakannya. Bleeesss... Dengan satu hentakan kontol Rayhan bersemayam di dalam lobang peranakan Mbak Inem.

"Ughk... Dalem banget sayang!" Erang Mbak Inem.

Perlahan Rayhan mulai mengayun-ayunkan tubuh Mbak Inem, membuat kontolnya menusuk semakin dalam ke dalam memek Mbak Inem.

"Enak Mbak... Aaahkk..." Desah Rayhan.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Tubuh Mbak Inem terhentak-hentak di dalam gendongan Rayhan. Kontol Rayhan yang tidak hanya panjang tapi juga sangat besar dan tebal, hingga membuat memek Mbak Inem terasa penuh. Beberapakali Mbak Inem terpekik ngilu ketika kontol Rayhan menusuk memeknya hingga ke rahimnya.

Sudah lima belas menit Rayhan menggenjotnya dalam kondisi berdiri, tetapi belum ada tanda-tanda kalau pemuda itu kelelahan.

"Ray... Aaahkk... Kamu kuat sekali sayang." Erang Mbak Inem.

Rayhan memanggut mesrah bibir Mbak Inem, menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Mbak Inem yang di balas liar oleh Mbak Inem. Tidak lama kemudian tubuh Mbak Inem kembali kelajotan, untuk kesekian kalinya ia mendapatkan orgasmenya.

Memek Mbak Inem yang terasa semakin licin membuat kontol Rayhan makin leluasa menjelajahi relung memek Mbak Inem.

"Saya keluar Mbak..."

"Di luar aja Ray! Mbak belum minum obat." Erang Mbak Inem.

Tetapi peringatan Mbak Inem terlambat, Rayhan keburu menumpahkan spermanya ke dalam rahim Mbak Inem. Croooottss... Croooottss... Croooottss... Mbak Inem dapat merasakan betapa banyaknya sperma Rayhan di dalam rahimnya yang kini terasa hangat.

Setelah puas Rayhan menurunkan tubuh Mbak Inem yang tampak kelelahan.

Sejenak mereka berdua terdiam mengingat apa yang baru saja mereka lakukan. Dan sedetik kemudian Mbak Inem tersenyum menatap Rayhan.

"Maaf Mbak, kelepasan." Lirih Rayhan.

Mbak Inem menggelengkan kepalanya. "Gak apa-apa sayang! Siapa tau jadikan?" Goda Mbak Inem membuat Rayhan panik.

"Ya jangan dong Mbak."

"Hihihi... Emang kenapa kalau Mbak mengandung anak kamu." Goda Mbak Inem.

"Tapi Mbak..."

"Jangan takut, walaupun Mbak hamil sekalipun, Mbak gak akan minta pertanggung jawaban dari kamu. Mbakkan punya suami." Ujar Mbak Inem, tetapi tetap saja Rayhan merasa takut.

"Mudah-mudahan gak jadi ya Mbak."

Lagi-lagi Mbak Inem tertawa renyah. "Kamu ini, mau berbuat tapi gak mau bertanggung jawab." Goda Mbak Inem membuat Rayhan serba salah.

"Bukan begitu Mbak."

"Udah gak usah di pikirin! Sekarang kamu pulang ya, takut nanti ada yang bangun lagi."

"Iya Mbak."

"Tunggu sini, Mbak mau cek dulu."

Mbak Inem perlahan membuka pintu kamar mandinya, melihat kondisi aman terkendali, barulah ia mengizinkan Rayhan untuk segera keluar dari kamar mandi.

Sebelum pergi meninggalkan kediaman Mbak Inem, mereka berciuman bibir selama beberapa detik, lalu barulah Rayhan pamit. Dengan cara mengendap-endap ia kembali ke rumahnya.

*****
end part 12
 
Terakhir diubah:
05:15


Zaskia

Allahuakbar... Allahuakbar...

Kumandang adzan bergemuruh, memanggil umatnya untuk segera menunaikan kewajiban mereka sebagai mahluk tuhan. Zaskia yang bangun lebih awal segera menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu, dan bersiap-siap untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah yang taat akan perintah Agama. Baru saja ia hendak membaca niat, tiba-tiba ia teringat Rayhan.

Tepatnya ia teringat kejadian semalam, raut wajah Zaskia mendadak merona merah, mengingat kejadian semalam membuat Zaskia merasa malu. Ia khawatir Adiknya akan berpikiran yang tidak-tidak kepadanya.

Kakak ipar mana yang dengan sengaja telanjang di depan adiknya. Apa lagi semalam ia memberikan alasan-alasan yang sangat tidak masuk akal.

Apa menurut kamu Kakak sudah gila Ray? Gumam Zaskia.

Ia takut Rayhan berpikiran yang tidak-tidak tentang dirinya, ia khawatir kehilangan wibawanya sebagai seorang Kakak, sebagai seorang wanita Soleha di hadapan Rayhan, dan yang paling ia takutkan sikap Rayhan berubah menjadi kurang ajar kepada dirinya karena kenekatannya semalam. Semalam jelas sekali kalau Zaskia sengaja memamerkan tubuhnya kepada Rayhan.

Bagaimana kalau Rayhan menganggap itu sebagai tanda kalau dirinya seorang eksibisionis? Bagaimana kalau kejadian semalam membuat Rayhan merasa kalau dirinya memiliki rasa kepada Rayhan? Bagaimana kalau kejadian semalam membuat Rayhan nekat melecehkannya? Tidak... Tidak mungkin, Rayhan tidak mungkin melakukannya, tapi kalau Rayhan sampai benar-benar melakukannya, apa yang harus ia lakukan?

Perasaan tidak tenang tersebut mengantarkan langkah kaki Zaskia menuju kamar Adiknya. Saat pintu kamar terbuka, Zaskia melihat Rayhan yang masih terlelap tidur. Haruskah aku membangunkannya? Tapi bagaimana kalau tiba-tiba sikap Rayhan berubah? Aku tidak akan pernah tau kalau hanya diam saja. Pikir Zaskia.

Dengan langkah gontai Zaskia mendekati Adiknya, dengan perlahan ia mencoba membangunkan Rayhan yang masih tertidur lelap.

"Ray... Bangun!" Panggil Zaskia.

Rayhan menggeliat sembari merentangkan kedua tangannya keatas. "Bentar lagi Kak!" Elak Rayhan.

"Adek bangun... Mau subuh ni." Paksa Zaskia.

Perlahan Rayhan membuka sedikit matanya, menatap wajah cantik Zaskia yang berbeda dari biasanya. Entahlah Rayhan merasa ada sesuatu yang berbeda dari Kakaknya, karena biasanya kalau ia ngenyel tidak mau bangun Zaskia akan mencubitnya tapi subuh ini Zaskia tidak melakukannya.

Dengan sengaja Rayhan tidak memperdulikan Kakaknya. "Lima menit lagi Kak." Jawab Rayhan, sembari menarik selimutnya hingga membungkus seluruh tubuhnya.

"Astaghfirullah Dek... Kamu mau Kakak cubit lagi?" Ancam Zaskia agak ragu, ia khawatir Adiknya mulai berani melawannya.

"Iya Kak ini sudah mau bangun." Lagi-lagi jawaban yang sama yang di berikan Rayhan setiap paginya.

Zaskia langsung menyodorkan tangannya, mencubit lengan Rayhan, tidak begitu keras kalau di bandingkan dengan sebelumnya. Ia diam menunggu reaksi adiknya, apakah Rayhan akan balik membentaknya, atau mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas untuknya.

Dan di luar dugaan Rayhan malah mengadu kesakitan, bahkan ia memohon seperti biasanya kepada Zaskia agar berhenti mencubitnya.

"Aduuuuh sakit Kak... Aaahkk... Iya ini aku bangun Kak! Aduh... Aduh..." Jerit Rayhan memohon.

"Makanya kalau di suruh bangun ya bangun." Ucap Zaskia yang kini suaranya terdengar lebih normal dari sebelumnya.

"Aduh ampun Kak! Iya aku bangun ni."

Zaskia melepaskan cubitannya dengan perasaan legah, kekhawatiran nya terhadap sosok Rayhan ternyata tidak terbukti. Ia sempat merasa menyesal karena sempat berfikiran negatif terhadap Adiknya.

Sembari mengeluh Rayhan mengusap-usap lengannya yang baru saja di cubit oleh Kakaknya.

"Sana ambil wudhu." Suruh Zaskia.

Rayhan beranjak dari tempat tidurnya dengan malas. "Iya Kak!" Rutuk Rayhan.

"Nanti shalat bareng ya! Kakak tunggu di depan."

"Di kamar Kakak aja." Jerit Rayhan.

Zaskia tidak menjawab tetapi ia menuruti kemauan Adiknya. Ukuran kamar Zaskia tidaklah begitu besar, di tambah lagi isi perabotannya yang cukup banyak, membuat ruangan tempat mereka beribadah sangat sempit, kalau di paksa memang cukup untuk dua orang tapi tentu membuat gerakan mereka menjadi terbatas.

Tetapi walaupun begitu Zaskia tetap membentangkan dua sajadah diantara ujung tempat tidurnya dan lemari pakaian yang bersebelahan dengan meja riasnya.

Tidak lama kemudian Rayhan masuk ke dalam kamar Kakaknya. Ada yang beda dari sosok Rayhan, karena pemuda itu mengenakan sarung. Seingat Zaskia, sarung itu ia berikan beberapa bulan yang lalu.

"Tumben pake sarung?" Goda Zaskia.

"Gantengkan Kak." Puji Rayhan dengan sendirinya.

"Ehmm... Iya ganteng, sarungnya... Hihihi..." Ujar Zaskia sembari cekikikan.

"Issttt... Kakak nih."

"Udah ah, ayo kamu jadi imamnya." Suruh Zaskia.

Rayhan segera mengambil posisi di depan, sementara Zaskia berada di belakang.

Selama ritual ibadah mereka terlihat begitu hikmatnya, dengan fasih nya Rayhan membaca bacaannya tanpa ada yang keliru, sementara di belakang Zaskia mengikuti setiap gerakan Rayhan.

Ruangan sempit tersebut seakan tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk menunaikan kewajiban mereka sebagai seorang muslim.

"Assalamualaikum.... Assalamualaikum..."

"Assalamualaikum... Assalamualaikum..." Zaskia mengikuti.

Rayhan mengangkat kedua tangannya dan mulai memanjatkan doa sekaligus memohon ampunan dari yang maha kuasa, sementara Zaskia mengaminkan dari belakang setiap doa yang di panjatkan oleh adiknya.

Dan akhirnya ritual ibadah itu di akhiri dengan mengucap istighfar beberapa kali.

Rayhan memutar tubuhnya, ia meraih tangan Zaskia dan mengecup lembut punggung tangan Zaskia. Dan dramapun di mulai.

"Maafin aku ya Kak kalau ada salah." Ucap Rayhan.

"Maafin Kakak juga ya." Ujar Zaskia.

Rayhan tidak beranjak dari duduknya, ia menatap Zaskia dengan tatapan serius, membuat Zaskia merasa heran.

"Kenapa Dek?"

"Pipi aku gak di cium Kak?" Tanya Rayhan.

Kening Zaskia berkerut mendengar nya. "Cium? Jangan minta yang aneh-aneh Dek." Protes Zaskia, seraya tersenyum geli.

"Kok aneh? Kan biasanya di film Korea Nunanya suka nyium pipi adiknya sebagai tanda sayang? Kakak sayang gak sama aku?" Pancing Rayhan, mengingatkan Zaskia tentang film yang suka di tonton oleh Kakaknya yang berjudul loving brothers.

"Itukan di film."

"Kakak sayang gak sama aku?" Desak Rayhan tidak mau kalah, membuat Zaskia menjadi serba salah.

Film korea yang suka ia tonton tersebut memang sering mencium adiknya sebagai tanda rasa sayang kepada saudaranya dan begitu juga sebaliknya. Tapi itu adegan film, dan lagi itu film Korea, jelas mengikuti adat istiadat nya Korea, tidak ada korelasinya dengan kehidupan mereka yang lebih condong mengikuti adat ketimuran.

Rayhan yang seakan tidak mau tau tampak cemberut menerima penolakan dari Kakaknya. Layaknya seorang adik yang merajuk kepada Kakaknya.

"Kalau gak sayang gak apa-apa kok Kak." Ujar Rayhan.

Zaskia menghela nafas perlahan. "Jangan sembarangan ngomong, Kakak sayang banget sama kamu Dek." Geram Zaskia, karena memang nyatanya ia begitu menyayangi Rayhan.

"Buktinya apa?"

"Bukti... Buktinya..."

"Kakak gak bisakan membuktikannya?" Lirih Rayhan sembari tertunduk lemas. "Aku senang banget pas semalam Kakak bilang sudah menganggap aku seperti adik kandung sendiri." Rayhan terdiam selama beberapa detik. "Tapi nyatanya cuman basa basi aja." Sambung Rayhan, membuat Zaskia merasa bersalah.

"Ya Allah Dek... Masak cuman gara-gara cium pipi aja kamu jadi mikirnya sejauh itu." Kesal Zaskia, ia tidak terima kalau dikira ucapannya semalam hanya omong kosong belaka.

"Sudalah Kak, cukup tau aja." Rajuk Rayhan.

Ketika pemuda itu hendak beranjak pergi, Zaskia yang sudah kemakan bujukan Rayhan secara tiba-tiba mengecup pipi Rayhan. "Cup..." Rayhan dapat merasakan lembut dan hangatnya bibir Zaskia untuk pertama kalinya, begitu juga dengan Zaskia, ini adalah pengalaman pertamanya mencium pipi seorang pria dewasa yang bukan Suaminya.

Kecupan tersebut berhasil membuat Rayhan mengurungkan niatnya.

"Udah kan?" Ujar Zaskia gugup.

Rayhan masih cemberut. "Kayak gak ihklas gitu." Keluh Rayhan.

"Astaghfirullah... Dek." Geram Zaskia.

Sanking kesalnya Zaskia menarik tubuh Rayhan, lalu mengecup pipi kiri dan kanan Rayhan berkali-kali secara bergantian, hingga tampak sedikit air liur Zaskia menempel, membasahi kedua pipi Rayhan.

Tentu saja Rayhan merasa sangat senang, karena rencananya berjalan dengan sukses. Akhirnya ia bisa merasakan ciuman Zaskia walaupun hanya di pipinya. Tapi bagi Rayhan ini hanyalah sebuah permulaan yang cukup bagus.

"Udahkan." Ujar Zaskia misu-misu.

Rayhan tersenyum kecil. "Iya Kak, makasih ya Kak." Ujar Rayhan kegirangan.

Kemudian dengan cepat Rayhan membalas ciuman Zaskia dengan mencium pipi Zaskia. Bibirnya menempel lembut di pipi mulus Zaskia.

Deg... Deg... Deg...

Dada Zaskia bergemuruh, ada perasaan yang sulit ia gambarkan menyelimuti hatinya saat ini. Sanking shocknya, Zaskia hanya terdiam membisu, membiarkan adiknya mencium pipinya cukup lama, hingga akhirnya Rayhan menarik bibirnya dari pipinya.

Dengan perasaan campur aduk Zaskia menatap Rayhan dengan tatapan tak percaya.

"Aku juga sayang banget sama Kakak." Lirih Rayhan.

Sedikit rasa marah yang sempat terbesit di hatinya, tiba-tiba sirna begitu saja setelah mendengar ucapan sayang yang begitu tulus dari mulut adiknya.

Zaskia tersenyum. "Iya, Kakak juga sayang kamu." Ucap Zaskia.

"Aku balik kamar dulu ya Kak."

Zaskia yang masih shock menganggukkan kepalanya, ia masih tidak percaya kalau dirinya baru saja mendapatkan ciuman mesrah dari sang Adik ipar yang notabenenya bukanlah muhrimnya.

Rayhan berdiri kemudian ia membuka sarungnya, dan lagi-lagi Zaskia di buat shock, bahkan kali ini dua kali lipat dari sebelumnya.

Di balik sarungnya Rayhan tidak memakai apapun, kontolnya yang tengah ireksi dengan sengaja ia pamerkan kepada Kakak Iparnya, membuat tubuh Zaskia terasa lemas menatap kontol Rayhan yang berukuran sangat besar, berbentuk pisang yang membengkok keatas. Urat-urat nya yang menonjol keluar seakan ingin menggaruk-garuk dinding vaginanya.

"Kontol... Ray... Kontol kamu..." Lirih Zaskia.

Rayhan pura-pura tidak memperdulikannya. "Kontolku kenapa Kak?" Tanya Rayhan polos, sembari memegang kontolnya seakan tengah memeriksanya.

"Besar... Eh..." Zaskia buru-buru menggelengkan kepalanya, mengendalikan kesadarannya yang seakan mulai menghilang.

"Besar... Apanya Kak."

"Kamu gak pake celana? Ya Tuhan...." Geram Zaskia, ia tidak menyangka kalau di balik sarung itu Rayhan tidak memakai kain apapun.

"Emang ada yang salah Kak."

Zaskia mendesah pelan, nafasnya mulai terasa berat. "Jelas salah Dek." Tegas Zaskia, ia mencoba bersikap sedikit keras kepada Rayhan, ia merasa Adiknya itu sengaja ingin memamerkan kontolnya kepada dirinya.

"Salahnya di mana Kak! Bukannya Kakak sendiri yang bilang kalau bagusnya kita tidak memakai dalaman biar benar-benar dalam keadaan suci." Jelas Rayhan, membuat lidah Zaskia menjadi keluh.

Zaskia ingat dia memang pernah menjelaskan hal tersebut ketika Rayhan memergokinya tidak memakai apapun di balik mukenanya.

"Tapi gak harus buka di sini jugakan?" Zaskia berdiri sembari melipat kedua tangannya diatas dadanya.

Rayhan merenyitkan dahinya. "Apaan si Kak, kayak sama siapa aja deh..." Rutuk Rayhan tidak mau mengalah kepada Zaskia.

"Ya ampun." Zaskia sampai memijit keningnya.

Saat memijit keningnya Zaskia mengarahkan pandangannya ke bawah, menatap nanar kearah kontol Rayhan yang tampak manggut-manggut. Walaupun ini bukan kali pertama ia melihatnya tapi tetap saja, kontol Rayhan membuat tubuhnya merinding.

Beberapa kali Zaskia menelan air liurnya yang hambar, sembari menahan kedutan di memeknya.

"Minggir Kak, aku mau lewat." Pinta Rayhan.

Zaskia yang kehabisan kata-kata, memutar tubuhnya menghadap kearah meja rias, memberi ruang untuk Rayhan lewat.

Sembari berjalan menyamping menghadap kearah punggung Zaskia yang tengah membelakanginya.

Bukannya langsung melewatinya, Rayhan malah berhenti dan memepet pinggul Zaskia dengan pinggul bagian depannya. Mata Zaskia membelalak saat merasakan ada benda tumpul menubruk selangkangannya, membuatnya sejenak lupa bernafas.

"Kontol..." Lirih Zaskia.

Rayhan tentu saja mendengarnya walaupun sayup-sayup. "Minggir Kak, gak bisa lewat ni." Protes Rayhan, padahal masih ada cukup ruang baginya untuk lewat.

"Ini kakak udah mepet banget Dek."

"Geser Kak..." Rayhan menggerakan pinggulnya seakan ia tengah berusaha meloloskan dirinya.

Sementara Zaskia hanya terpaku merasakan sodokan dan gesekan kontol Rayhan dari belakang tubuhnya. Andai saja mukena yang ia kenakan di tarik keatas, dapat di pastikan kontol Rayhan akan langsung bertemu dengan lawan tandingnya.

Beruntung kain tipis mukena yang di kenakan Zaskia, menjadi penghalang untuk kontol Rayhan dan memeknya bertemu secara langsung.

"Unghk..." Zaskia mengeluh nikmat.

Pinggul Rayhan naik turun, naik turun, menggesek-gesek pantat Zaskia yang perlahan sedikit demi sedikit menungging kearahnya.

Sadar atau tidak, Zaskia mulai menikmati tekstur keras yang tengah menggesek-gesek kemaluannya saat ini, bahkan ia sampai berjinjit agar kontol Rayhan bisa menyodok-nyodok bibir kemaluannya.

Zaskia menggelengkan kepalanya, berusaha menyadarkannya dari belenggu syahwat yang kini tengah menggerogoti keimanannya. Zaskia tau kalau saat ini Adiknya tengah melecehkannya, tapi entah kenapa bibirnya terasa keluh utnuk protes, dan tubuhnya terasa kakuh untuk menghindar dari Adiknya.

"Sssttt... Eenghgk..."

Tangan Kanan Rayhan menjulur kedepan, berpegangan dengan tepian meja rias Zaskia agar tidak jatuh kebelakang, karena penghalangnya hanya tempat tidur Zaskia.

Dari posisi Rayhan saat ini saja sudah jelas, kalau pemuda itu sengaja ingin menggesek-gesekkan kemaluannya di pantat Kakak Iparnya. Karena bisa saja Rayhan lewat dari atas tempat tidur Kakaknya, tanpa harus memaksa lewat dari belakang Kakaknya.

Tetapi nafsu yang sudah menguasai dirinya membuat Zaskia malah mengikuti permainan gila Rayhan.

"Minggir dikit Kak!" Pinta Rayhan.

Zaskia seakan tidak mau kalah. "Ini udah mentok Dek... Ughk... Kontol kamu mentok di pantat Kakak Dek" Wajah Zaskia tampak meringis keenakan.

"Punya kakak besar sih..." Rutuk Rayhan.

"Enak aja nyalahin punya Kakak, itu kamu tuh besar banget..." Balas Zaskia tak jelas, sama tidak jelasnya dengan racauan Rayhan.


Selama sepuluh menit mereka berada di posisi yang sama, saling menggesek-gesekkan kemaluan mereka, mengejar kenikmatan yang hampir mereka dapatkan dari peraduan kelamin mereka berdua.

Kedutan memek Zaskia makin kencang, menandakan kalau ia hampir orgasme.

Detik-detik saat ia hendak orgasme, tiba-tiba Zaskia merasakan kedutan dari kontol Rayhan yang mengingatkannya dengan Suaminya ketika hendak orgasme. Bukannya sadar Zaskia malah semakin intens menggoyangkan pinggulnya.

"Uughk... Sssttt... Sssttt..."

"Aaahkk... Hah... Hah..."

Croootss... Croooottss... Croooottss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....


Secara bersama mereka berdua mencapai klimaks, tubuh Zaskia menggeliat, bergetar hebat, begitu juga dengan Rayhan, tubuh Rayhan menggelinjang nikmat melepaskan orgasmenya.

Zaskia dapat merasakan rembesan sperma Rayhan di pantat dan sedikit di kemaluannya.

Sejenak mereka berdua terdiam, dan dengan perlahan kesadaran Zaskia telah kembali, tetapi semuanya sudah terlambat.

"Hufff... Akhirnya bisa lewat juga." Celoteh Rayhan.

Zaskia menatap bingung kearah Adiknya yang terlihat biasa-biasa saja, seakan tidak terjadi apa-apa diantara mereka berdua.

Wanita Soleha tersebut sempat melirik kearah kontol Adiknya yang mulai sayu dan tampak di ujung kontolnya masih terdapat sperma yang menempel. Astaghfirullah... Maafkan aku ya Tuhan. Bisik Zaskia menyadari kesalahannya.

"Aku mandi duluan ya Kak." Pamit Rayhan.

Zaskia mengangguk. "Iya, jangan lama-lama, Kakak mau ngajar hari ini." Jelas Zaskia, yang di jawab dengan simbol 👌.

Selepas kepergian Rayhan, Zaskia kembali merenungi kedekatannya dengan Rayhan. Bermula dari ketidak sengajaan hingga kini berubah menjadi pura-pura tidak sengaja. Tetapi sikap tersebutlah yang membuat Zaskia tidak bisa memarahi Rayhan.

Atau jangan-jangan, memang dirinyalah yang menginginkan ketidak pura-puraan tersebut.

*****


Fatimah


Salma

09:00

Fatimah baru saja keluar dari kediaman KH Sahal, dengan langkah tertatih-tatih ia menelusuri trotoar. Saat berada di persimpangan, Fatimah memilih untuk terus, bukan belok ke kiri menuju rumahnya, melainkan lurus menuju rumah anaknya.

Cukup lama Fatimah berdiri di depan pintu rumah anaknya, dari raut wajahnya ada keraguan untuk meneruskan niatnya.

Tapi baru saja ia hendak melangkah pergi, tiba-tiba pintu rumah anaknya terbuka.

"Umi..." Panggil Salma.

Fatimah menoleh seraya tersenyum. "Umi kira lagi gak ada orang." Jawab Fatimah berusaha bersikap biasa-biasa saja agar Putrinya tidak curiga.

"Hari ini Salma gak ada jadwal Mi, ayo masuk Mi."

Fatimah segera masuk ke dalam rumah anaknya, ia duduk santai sembari memandangi ornamen dinding rumah menantunya yang bercat putih.

Tidak lama kemudian Salma yang sempat pergi ke dapur kembali menemui Fatimah dan meletakan dua gelas teh hangat diatas meja ruang tamu. "Diminum Umi." Pinta Salma.

"Terimakasih ya Nak Salma."

Fatimah meminumnya beberapa tegukkan, lalu kemudian mereka berdua mengobrol santai, membicarakan hal-hal yang ringan, dari kegiatan sehari-hari, hingga Salma curhat bagaimana mengatasi murid yang sulit sekali diatur.

Setelah obrolan mereka mulai mencair, barulah Fatimah mengungkapkan maksud dan tujuannya mampir kerumah anaknya.

Dan sedari awal Salma sudah bisa menebak tujuan dari Mertuanya.

"Kamu kenapa tidak mau ke sana lagi?" Tanya Fatimah.

Salma tampak menghela nafas, mencari-cari alasan yang tepat. "Salma hanya tidak mau menyekutukan Tuhan Umi." Jelas Salma.

"Kalau masalah itu kamu bisa berpura-pura percaya kepada sang Dukun."

"Tapi tetap saja Umi... Salma merasa tidak nyaman kalau harus ke sana lagi." Tegas Salma menolak anjuran mertuanya yang memintanya untuk kembali ke sang dukun sakti.

"Nak Salma, apa salahnya mengalah demi kebaikan."

Salma tertunduk, ia tidak ingin membantah ucapan mertuanya, tapi ia merasa benar-benar tidak bisa kembali ke sana. Dan Salma juga yakin, andai Mertuanya tau apa yang di lakukan sang dukun kepadanya, pastilah Mertuanya tidak akan mengizinkannya kembali ke sana.

Jemari Fatimah meraih tangan Salma, ia menggenggamnya dengan erat, berusaha menguatkan perasaan Menantunya itu.

"Apa ini ada hubungannya dengan ritual Sukma yang harus kamu lakukan?" Tanya Fatimah hati-hati.

Tubuh Salma bergetar hebat, bayangan dirinya saat melayani sang Dukun membuatnya merasa begitu sangat kotor sekali. Andai Mertuanya tau, mungkin saja Mertuanya akan membenci dirinya yang kini sudah tidak suci lagi.

Fatimah merangkul pundak Salma, memeluknya dengan erat. Perlahan Salma menitikan air matanya, ia tidak mampu lagi menahannya.

"Umi tau apa yang sudah kamu alami Nak! Maafkan anak Umi ya Nak." Lirih Fatimah, sembari mengusap air mata Menantunya.

"Aku selalu memaafkan Mas Furqon Umi."

Fatimah tersenyum manis. "Umi dengar katanya tinggal satu Sukma lagi harus di tanamkan ke tubuh kamu, apa kamu yakin tidak mau melanjutkannya?" Tanya Fatimah lembut.

"Umi percaya?"

Fatimah menggelengkan kepalanya. "Tapi Mas Furqon mu percaya." Jawab Fatimah.

"Tolong yakinkan Mas Furqon Mi."

"Furqon itu anaknya keras kepala, kamu juga tau itukan? Umi mohon untuk kali ini saja Salma, demi Umi..." Mohon Fatimah.

"Tapi Umi..."

"Umi mohon... Umi gak mau kalau nanti kalian bercerai hanya karena masalah ini." Fatimah mengusap anak rambut Salma. "Untuk kali ini saja Salma, Umi mohon." Melas Fatimah.

Sangat sulit bagi Salma untuk mengabaikan permohonan dari Mertuanya, karena ia memang sangat menyayangi mertuanya, dia tidak ingin mertuanya kecewa.

Karena merasa tidak ada pilihan, Salma akhirnya menyerah, ia menganggukkan kepalanya menandakan kalau ia akan memenuhi keinginan mertuanya yang ingin ia kembali pergi ke sang dukun untuk melanjutkan pengobatannya yang tertunda.

"Terimakasih ya Nak Salma."

"Umi..." Rengek Salma.

Ia melingkarkan tangannya di perut Ibu Mertuanya, memeluknya dengan sangat erat.

Sembari membelai kepala menantunya, Fatimah diam-diam menitikan air matanya, dari raut wajahnya ia terlihat begitu sedih dan merasa sangat bersalah.

******


Lidya

Sementara itu di tempat yang berbeda, Daniel yang tengah mengajar pelajaran olah raga tengah melakukan gerakan senam yang di ikuti oleh murid-muridnya. Setelah di rasa cukup Daniel mulai memerintahkan mereka untuk lari keliling lapangan basket.

Selagi murid-muridnya berlari mengitari lapangan basket, Daniel tengah duduk santai sembari memperhatikan salah satu muridnya yang juga tengah berlari bersama teman-temannya.

Gadis itu terlihat berbeda dengan teman-temannya, dimana yang lainnya mengenakan baju olahraga, sementara dirinya malah masih memakai seragam sekolah seperti hari-hari biasanya. Tetapi Daniel tidak begitu mempermasalahkannya.

"Ckckck... Cantik sekali." Gumam Daniel.

Ia memperhatikan payudara Lidya yang tampak melompat-lompat mengikuti gerakan langka kakinya.

Saat mata mereka berdua bertemu, Lidya melemparkan senyuman manisnya kearah Daniel yang tengah memandangnya.

Setelah melakukan lima kali putaran tiba-tiba Lidya terjatuh, ia meringis sembari memegangi pergelangan kakinya yang terkilir. Daniel yang melihat hal tersebut langsung datang menghampiri muridnya yang tengah mengadu kesakitan.

"Kaki kamu gak apa-apa?" Tanya Daniel.

Lidya menatap Daniel seraya menggigit bibir bawahnya. "Agak sakit Ustad." Jawab Lidya manja ketika Daniel menyentuh pergelangan kakinya.

Baru menyentuhnya sebentar Daniel langsung menyadari kalau muridnya kini tengah berpura-pura. Ia menatap dalam mata Lidya, dan dengan tersipu malu Lidya menundukkan wajahnya.

Tentu saja Daniel tidak akan membuang kesempatan mas seperti saat ini.

"Kamu bisa berdiri? Mau Ustad bantu?" Tanya Daniel.

Lidya pura-pura kesusahan saat hendak berdiri sehingga Daniel membantunya dengan cara merangkulnya. "Terimakasih Ustad." Ujar Lidya.

"Kamu mau Ustad Bawak ke klinik?" Daniel diam sebentar mendekatkan bibirnya di telinga Lidya lalu berbisik. "Atau ke Makamah?" Sambung Daniel, Lidya makin tersipu malu.

"Makamah Ustad." Jawab Lidya nyaris tak terdengar.

Daniel tersenyum mendengarnya. "Anak-anak kalian bisa main sendiri dulu ya, Ustad mau membawa Lidya ke klinik." Ujar Daniel.

"Iya Ustad."

"Perlu di bantu Ustad?" Tawar Tiwi, sengaja ingin menggoda Lidya.

Daniel tersenyum. "Tidak perlu, biar Ustad sendiri aja, kamu main aja sama yang lain." Suruh Daniel.

Sembari memapah Lidya, mereka pergi meninggalkan lapangan basket. Setelah di rasa sedikit jauh barulah Daniel melepaskan rangkulannya, karena ia takut ada ustad maupun Ustadza yang melihat kedekatan mereka berdua, bisa-bisa rencananya gagal total.

Sementara Lidya sendiri tidak keberatan berjalan beriringan di samping Daniel, menuju makamah yang jaraknya tidak terlalu jauh.

*****


Laras

"Aku balik dulu ya." Ujar Azril saat bell Istirahat berbunyi.

"Mau ngapain?" Tanya Doni.

"Mau ngambil buku hadist, ketinggalan."

"Jangan lama-lama, kita tunggu di kantin ya." Ujar Rayhan.

"Ok."

Setengah berlari Azril bergegas kembali ke rumahnya untuk mengambil buku yang tertinggal. Bisa gawat kalau ia sampai tidak membawa bukunya, tentunya Azril tidak mau di hukum oleh gurunya nanti.

Setibanya di rumah Azril bergegas ke kamarnya, ia mengambil buku yang tertinggal.

"Untung saja ingat." Gumam Azril. "Ke WC dulu ah." Lirih Azril, ia tidak langsung kembali menemui teman-temannya.

Setibanya di dalam WC, sayup-sayup Azril mendengar suara pintu kamar mandi yang di tutup dan tidak lama kemudian ada suara gumaman Ibunya di balik dinding pemisah antara WC dan kamar mandi yang ada di sampingnya. Sejenak ia kembali teringat dengan kemolekan tubuh Ibu tirinya yang selalu menghantui pikirannya.

Walaupun sempat ragu, tapi pada akhirnya Azril nekat naik keatas closet agar bisa mengintip Ibunya yang sedang berada di dalam kamar mandi. Dinding pemisah antara kamar mandi dan WC memang di buat tidak terlalu tinggi, agar serkulasi udaranya tetap bagus.

Deg... Deg... Deg...

Dan benar saja, Laras terlihat hendak mandi. Ia menggantungkan handuknya berikut dengan kimononya dibelakang pintu kamar mandi.

Lalu dengan perlahan ia menanggalkan pakaiannya satu persatu. Mata Azril tidak berkedip melihat kemolekan tubuh Ibunya yang begitu menggoda, payudaranya yang besar menggantung indah, dengan bentuk tubuh yang sempurna di mata Azril.

Di bawah pancuran shower, Laras mengusap tubuh telanjangnya dengan air sabun, ia membelai payudaranya yang malah terlihat seperti tengah meremas-remas payudaranya.

"Umi... Oughk..." Desah Azril yang tengah masturbasi.

Tangan kanan Laras turun kebawah, ia menyentuh membelai kemaluannya, jemarinya dengan intens menggosok-gosok clitorisnya.

Mata indah Laras tampak merem melek keenakan, seiring dengan memeknya yang semakin basah.

Tiba-tiba....

"Danieeel... Aaahkk..."

Deg... Deg... Deg...

Azril kaget bukan kepalang mendengar nama Daniel terucap dari bibir Ibu Tirinya.

Tapi belum sempat Azril menerka-nerka tentang apa yang ada di pikiran Ibunya, lagi-lagi ia di suguhi pemandangan yang begitu indah. Ia melihat kedua jari Laras yang menerobos masuk ke dalam lobang memeknya, mengorek-ngorek lobang memeknya sembari mengerang-erang.

Kocokan tangan Azril semakin lama semakin cepat, nafasnya memburu sembari menatap geliat tubuh Ibu tirinya yang tengah menikmati masturbasinya.

"Danieeel... Ama keluar sayang!" Erang Laras.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Dari cela-cela bibir kemaluannya, tampak cairan bening menyebur deras kelantai kamar mandi.

Mata Azril membeliak tak percaya dengan apa yang barusan ia lihat. Di tambah lagi ia dengan sangat jelas mendengar Ibunya meneriaki nama Daniel, yang tak lain adalah sepupunya sendiri.

Masih di dalam WC, Azril duduk termenung sembari memikirkan hubungan Ibunya dengan Daniel. Entah kenapa ia merasa kalau keduanya memang memiliki hubungan yang cukup dekat, membuat Azril mulai mencurigai kedekatan mereka berdua.

Apa mungkin Umi berselingkuh dengan Mas Daniel? Tidak... Tidak... Mana mungkin Umi berselingkuh dengan Mas Daniel. Tapi kenapa Umi menyebut nama Mas Daniel?

Azril terlihat galau memikirkannya, antara tegang membayangkan perselingkuhan Ibumu dan rasa sedih kalau memang benar ibunya berselingkuh.

"Semoga saja tidak." Lirih Azril.

*****


Lidya

Daniel benar-benar membawa Lidya ke kantor mahkamah, walaupun di dalam kantor tersebut ada Ustadza Enni dan Yenni.

Yenni memandangi Enni, lalu Yenni tersenyum sementara Enni menggeleng-gelengkan kepalanya.

Mereka berdua seakan sudah tau apa yang ingin di lakukan Daniel kepada Lidya, tetapi anehnya mereka berdua malah mengizinkan Daniel melakukannya dengan muridnya itu.

"Kenapa Ustad?" Tanya Yenni menggoda.

Daniel tersenyum penuh arti. "Biasa mau ngasih hukuman buat anak bandel." Jawab Daniel santai tapi penuh arti.

"Astaghfirullah..." Sindir Enni, Yenni tergelak mendengarnya.

"Ke sini sebentar Lid." Suruh Yenni, saat Lidya mendekat Yenni mengambil sebungkus kondom di dalam laci kerjanya. "Jangan keras-keras." Ujar Yenni setengah berbisik.

Lidya tampak tersipu malu. "I-iya Ustadza." Jawab Lidya.

Kemudian dengan langkah perlahan ia menyusul masuk ke dalam sebuah ruangan yang biasa di gunakan Enni maupun Yenni untuk beristirahat, sebuah kamar kecil yang terdapat matras yang cukup empuk untuk mereka memadu kasih.

Daniel menyuruh Lidya untuk duduk di atas matras, sementara ia memutar musik nasyid untuk menyamarkan suara lenguhan mereka nanti.

"Gimana kaki kamu masih sakit?" Goda Daniel.

Lidya mengangguk malu. "I-iya Ustad, masih agak sakit." Jawab Lidya manja.

Daniel meraih pergelangan kaki Lidya, ia merabahi pergelangan kaki Lidya hingga kebagian betisnya. "Pahanya sakit juga gak?" Tanya Daniel.

Lagi-lagi Lidya mengangguk. "Iya Ustadz, ngilu rasanya." Jawab Lidya, sembari menarik roknya keatas hingga sepasang paha mulusnya terekpose dan tampak kain segitiga berwarna putih terlihat menerawang diantara kedua pahanya.

Tanpa di minta Lidya membaringkan tubuhnya diatas matras dengan posisi kaki di tekuk. Dengan leluasanya Daniel membelai merabahi paha Lidya hingga kepangkang pahanya.

Jemarinya bergerak ke bagian dalam, kearah gundukan mungil yang tampak menggoda.

"Aaahkk... Ustad..." Lenguh Lidya.

Dengan jari telunjuknya Daniel menggosok-gosok kemaluan Lidya, hingga membuat dalaman yang di kenakan Lidya mulai basah.

Daniel meletakan tangan kirinya diatas kepala Lidya, ia membelai kepala Lidya sembari mendekatkan wajahnya kewajah Lidya. Ia dapat merasakan hembusan nafas Lidya yang terasa berat.

"Cantik sekali kamu Lidya." Puji Daniel.

Lidya tersipu malu. "Ustad juga ganteng." Jawab Lidya malu-malu.

Dengan lembut Daniel memanggut bibir Lidya, mengulumnya dengan perlahan, menikmati tekstur bibir Lidya yang terasa manis. Tidak tinggal diam Lidyapun membalas pagutan gurunya, ia membuka mulutnya membiarkan lidah Ustad Daniel menjelajahi rongga mulutnya.

Sembari berciuman jemari tangan kanan Daniel menyusup masuk ke dalam celana dalam yang di kenakan Lidya, ia membelai rambut tipis kemaluan Lidya, hingga menggosok-gosok clitorisnya.

"Aaaahkkk... Eehmmmppss... Hmmppss..."

Puas melumat bibir Lidya, ia mencium hangat pipi Lidya sembari menarik tangannya dari dalam celana dalam Lidya.

Kini tangan kanannya beralih keatas, ia meremas lembut payudara Lidya dari luar seragam yang di kenakan Lidya. Mata gadis muda itu tampak sayu, menikmati remasan jemari Ustad Daniel di atas payudaranya.

"Ustad buka ya." Bujuk Daniel.

Lagi-lagi Lidya mengangguk. "Buka aja Ustad." Jawab Lidya seraya menggigit bibir bawahnya.

"Gadis nakal!" Bisik Daniel.

Satu persatu kancing seragam Lidya ia preteli, dan ternyata di balik seragamnya Lidya tidak memakai bra, sehingga wajar saja saat ia lari, payudara Lidya terlihat mantul-mantul.

Telapak tangan Daniel meraihnya, meremas payudara Lidya yang berukuran 34D.

"Sssttt... Ustad! Aaahkk..."

"Enak..." Bisik Daniel.

Lidya menggangguk. "Enak banget Ustad... Aaahkk... Sssttt... Aaahkk..." Lenguh Lidya di tengah-tengah rangsangan yang di berikan Daniel.

Selain meremasnya ia juga memilin puting Lidya, hingga putingnya yang berwarna coklat muda itu terlihat mengeras kaku, membuat Daniel kian bersemangat menjamah payudara muridnya.

Tak tahan melihat keindahan sepasang bukit kembar milik muridnya, Daniel mencaplok payudara bagian kanan muridnya. Bagian lidahnya yang kasar menggesek-gesek putting Lidya, membuat gadis itu menggelinjang keenakan, kedua kaki jenjangnya menggeliat, mengais-ngais.

"Aaahkk... Enak Ustad..." Rintih Lidya.

Secara bergantian Daniel melumat payudara Lidya kiri dan kanan, menghisap dan menggigit puting Lidya yang terasa nikmat di mulutnya.

Puas bermain dengan payudaranya, ciuman Daniel turun menuju perutnya. Lidahnya bergerilya menjamah perut Lidya yang tampak bergetar saat ujung lidahnya menyentuh bagian dalam udelnya. Sembari menjilati perut Lidya, kedua tangan Daniel menarik turun celana dalam Lidya dengan perlahan.

"Wow... Indah sekali memek kamu Lidya." Puji Daniel.

Lidya tampak senang mendengarnya. "Ustad suka?" Goda Lidya, sembari membuka kedua kakinya memamerkan bibir kemaluannya yang mereka.

"Suka... Sangat suka." Jawab Daniel.

Ia memperhatikan bibir vagina Lidya yang tampak mekar berwarna coklat muda, clitorisnya yang membengkak tampak menonjol keluar membuatnya kian terbakar birahi.

Segera Daniel membenamkan wajahnya di selangkangan Lidya, lidahnya menari-nari di bibir kemaluan Lidya, naik turun, naik turun, menjilati bibir kemaluan Lidya yang terasa asin dan gurih. Sesekali ia menusukan ujung lidahnya ke dalam memek Lidya yang ia yakini sudah tidak perawan lagi.

Tubuh Lidya menggelinjang hebat, pinggulnya tersentak-sentak.

Kedua tangan Lidya meraih rambut Daniel, ia menjambaknya sembari menekan kepala Daniel kearah selangkangannya. "Saya keluar Ustad..." Jerit Lidya keenakan, sembari menyemburkan cairan bening dari dalam cela-cela kemaluannya.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Selagi memberi waktu bagi Lidya untuk beristirahat, Daniel menanggalkan pakaiannya satu persatu hingga ia telanjang bulat.

Lidya terlihat senang melihat ukuran kontol Ustad Daniel yang berukuran jumbo, seperti yang ia duga, Ustad Daniel memiliki tongkat yang besar dan tidak akan mengecewakannya. Rasanya Lidya sudah sabar merasakan kontol Daniel mengaduk-aduk memeknya.

"Lakukan Lidya." Ujar Daniel menyodorkan kontolnya di depan wajah Lidya.

Lidya kembali duduk di atas matras, jemarinya yang halus menggenggam kontol Daniel, mengocoknya dengan pelan sembari menatap nanar kontolnya.

Perlahan ia mulai menciumi kontol Daniel, lidahnya terjulur menyapu, menjilati kepala kontol Daniel dengan perlahan, berikut dengan batang kemaluannya yang terasa hangat dan kaku.

Hapsss... Lidya melahap kontol Daniel ke dalam mulutnya, ia mulai mengulum kontol Daniel dengan rakus. Sesekali ia melakukan gerakan memutar, dan menghisap kontol Daniel kuat-kuat, hingga membuat guru idolanya itu menggelinjang keenakan.

Sembari menikmati servis oral dari muridnya, Daniel meraih payudara Lidya, meremasnya dan memilin putingnya yang menggoda.

"Cukup... Ustad mau merasakan memekmu."

Lidya melepehkan kontol Daniel yang tampak basah oleh air liurnya.

Kemudian Lidya mengambil bungkusan kondom yang ia dapat dari Ustadza Yenni, dengan perlahan ia memasangkan kondom tersebut di batang kemaluannya Daniel.

"Kamu masih perawan?" Tanya Daniel memastikan.

Lidya kembali berbaring menghadap kearah Ustad Daniel, dengan kedua jarinya ia membuka bibir kemaluannya. "Apa menurut Ustad saya masih perawan?" Goda Lidya.

Daniel tersenyum sembari menindih Lidya. "Dasar pelacur." Bisik Daniel sembari mengarahkan terpedonya kearah cela kemaluan Lidya.

"Oughk..." Lenguh Lidya saat merasakan batang besar itu menusuk masuk ke dalam memeknya.

Dengan hentakan perlahan Daniel menyodok-nyodok memek Lidya dari atas. "Memek kamu enak Lidya... Aaahkk... Sssttt... Kamu pelacur kelas tinggi." Ucap Daniel di sela-sela desahannya.

"Aaahkk... Hah... Hah... Nikmati pelacurmu Ustad!" Racau Lidya keenakan.

Daniel makin bersemangat mengayunkan kontolnya maju mundur, menyodok-nyodok lobang peranakan muridnya yang terasa sangat nikmat. Tampak payudara Lidya berayun-ayun, mengikuti setiap hentakan kontol Daniel yang semakin cepat dan terukur.

Cairan cinta Lidya yang membanjir membuat kontol Daniel makin leluasa merajai memek Lidya.

"Aaahkk... Hah... Hah... Ughk... Ustad... Aaahkk..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Tangan kanan Daniel menjulur kedepan, ia meraih payudara Lidya, meremasnya dengan kasar hingga meninggalkan bercak lima jari diatas payudara Lidya yang membusung indah.

"Ustaaad... Saya keluar." Jerit Lidya.

Daniel mencabut kontolnya seiring dengan semburan cairan cinta Lidya yang menyemprot beberapakali hingga membasahi matras tempat mereka bercinta.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Wajah Daniel tampak sumringah melihat banyaknya cairan cinta Lidya yang keluar.

"Oughk... Hah... Hah..." Nafas Lidya tampak terengah-engah.

Daniel menarik tubuh Lidya dan memposisinya menungging. Dari belakang ia kembali menghujami kontolnya ke dalam memek Lidya.

Kedua tangan Daniel mencengkram pinggul Lidya, sementara pinggulnya bergerak semakin cepat dan makin cepat mengaduk-aduk, menusuk-nusuk lobang memek Lidya yang terasa hangat dan nikmat.

Plaaak... Plaaaak... Plaaaak...

Beberapa kali Daniel menampar pantat Lidya, sembari menikmati jepitan dinding vagina Lidya yang seakan meremas-remas batang kemaluannya.

Daniel benar-benar merasa beruntung bisa menikmati memek seorang santri dari pondok pesantren yang terkenal ini. Daniel tidak menyangkah kalau hari-harinya akan semenyenangkan ini. Awal-awal masuk ia sudah di perbolehkan menikmati tubuh Haja Irma, dan beberapa hari belakangan ia bisa menikmati memek Haja Laras, sekarang ia menikmati memek seorang santriwati, kurang beruntung apa dia.

Pilihannya kabur ke pesantren sepertinya memang sebuah pilihan yang tepat, walaupun tugas yang di berikan KH Sahal dan Pak Sobri cukup berat, walaupun sangat menyenangkan.

"Ustaaad... Saya mau keluar lagi." Jerit Lidya.

Daniel semakin cepat memacu hentakan kontolnya, karena ia juga merasa sudah berada di ujung. "Bareng Lidya... Aaahkk... Ustad juga mau keluar." Jerit Daniel.

Dan semenit kemudian secara bersama-sama mereka berdua menyambut puncak kenikmatan secara bersama-sama. Tubuh Lidya menggelinjang hebat, melepaskan nafsu syahwatnya yang menggebu-gebu, begitu juga dengan Ustad Daniel, dari raut wajah keduanya mereka tampak puas sekali.

Selama satu menit mata Lidya seperti berkunang-kunang, dan setelah itu kembali normal seiring dengan tenaganya yang hilang bagaikan tertiup angin.

Walaupun Daniel sudah orgasme, tetapi ia tetap menyodok-nyodok memek Lidya walaupun sudah tidak secepat sebelumnya, hingga akhirnya kontolnya semakin mengecil dan terlepas dari cengkraman memek Lidya.

"Tadi itu enak sekali Lidya." Puji Daniel.

Lidya tersenyum manis. "Sangat nikmat Ustad! Ehmmm..." Ujar Lidya malu-malu, setelah di setubuhi oleh gurunya.

"Kamu memang murid kesayangannya Ustad." Daniel mengecup kening Lidya.

"Besok-besok Ustad masih maukan?"

Daniel tampak berfikir sejenak. "Tergantung?" Daniel menatap muridnya yang tampak kecewa mendengarnya. "Tergantung kamu masih bandel apa gak, kalau masih bandel berarti Ustad harus menghukum kamu lagi." Sambung Daniel, membuat senyum di wajah Lidya kembali terpancar.

"Oke..." Jawab Lidya girang.

"Kamu temennya Aurelkan?" Tanya Daniel seraya menatap wajah manis Lidya.

Lidya mengangguk. "Iya Ustad, kenapa?"

"Ustad boleh minta tolong."

"Apa?"

"Tolong buat Aurel...."

*****

Suci

12:30

Selama mengejar di dalam kelas Suci terlihat gelisah, ada gejolak besar yang membunca di hatinya, yang membuatnya menjadi tidak tenang. Beberapa kali ia terlihat mengganti posisi duduknya, dan tak jarang ia berdiri maupun berjalan mengelilingi kelasnya.

Hingga akhirnya terdengar suara adzan Zuhur menandakan jam waktu istirahat shalat.

Setelah menjelaskan beberapa poin penting kepada murid-muridnya, Suci mengizinkan mereka untuk meninggalkan kelasnya.

Di dalam kelas Suci tampak termenung, ia terus memikirkan perubahan yang terjadi kepada dirinya, tepatnya kembalinya hasrat masa lalu yang telah ia kubur selama ini.

Ya...
Keinginan melakukan eksibisionis yang dulu sering ia lakukan kembali datang. Bahkan Suci merasa hasrat itu kian besar.

Suci sudah berusaha untuk menekan hasrat tersebut, tetapi semakin ia berusaha menekannya, hasratnya tersebut malah semakin menggebu-gebu, bayang-bayangan ekspresi wajah pria mupeng saat melihat keindahan tubuhnya terus terbayang di benaknya.

Istighfar Suci... Kamu sudah berhijrah sekarang.

Suci tampak menghela nafas, sebelum akhirnya berdiri meninggalkan kelas.

Alih-alih menuju masjid, Suci malah pergi menuju toilet yang ada di ujung kelas tempat ia mengajar, yang notabennya biasa di gunakan oleh para santri untuk buang air. Setibanya di depan toilet Suci tampak kebingungan, ia heran kenapa dirinya malah pergi ke toilet.

Saat ia sadar dan hendak pergi meninggalkan toilet santri, tiba-tiba ia mendengar suara derap langkah yang berjalan kearah toilet.

"Astaghfirullah...." Kaget Suci.

Bukannya segera keluar, Suci malah masuk ke salah satu bilik toilet yang kosong.

Di dalam ruangan sempit itu Suci terlihat panik, ia khawatir kalau keberadaan di ketahui oleh murid-muridnya, tetapi kondisi tersebut malah membuatnya semakin tegang.

Dan dugaannya ternyata benar, mereka masuk ke dalam bilik toilet yang ada di sampingnya, mereka tampak terburu-buru.

"Naik keatas bro." Perintah salah satu dari mereka.

"Buruan naik, nanti keburu ada pemeriksaan."

Suci tersenyum mendengar perdebatan yang terjadi diantara mereka. Dari obrolannya, Suci tau kalau mereka bermaksud untuk tidak melaksanakan shalat jamaah di masjid, yang memang di wajibkan bagi para santri, dan sekarang mereka berusaha menghindar dari pemeriksaan yang di biasa di lakukan oleh santri pengabdian, bagian keamanan.

Tidak lama kemudian santri pengabdian mulai memeriksa setiap bilik toilet.

Tok... Tok... Tok...

"Siapa di dalam?"

Suci agak terkejut saat mendengar biliknya di gedur. "Saya... Ada apa?" Jawab Suci dari dalam bilik toilet.

"Ma-maaf Ustadzah kami tidak tau."

"Kok Ustadza make toilet santri?" Ujar salah satu dari pengurus yang tampak keheranan.

"Kebelet mungkin! Sudah yuk gak enak, nanti di kiranya kita mau ngintip."

Suci tampak lega setelah mendengar suara langkah para santri yang pergi menjauh. Saat Suci hendak meninggalkan toilet tiba-tiba ia kembali mendengar suara obrolan para santri yang tadi masuk ke bilik toilet yang ada di sampingnya.

Suci dapat mendengar cukup jelas obrolan mereka dari atas pelapon toilet.

"Di bawah ada Ustadza." Bisiknya.

"Kira-kira siapa ya?"

"Coba intip, bisa gak..."

"Bentar... Lagi di cari lobangnya."

"Lobangin aja pelaponnya sedikit..."

Deg... Deg... Deg...

Tubuh Suci mendadak tegang mendengar obrolan para santri yang kini tengah bersembunyi diatas pelapon. Jiwa eksibisionisnya kembali meronta-ronta, membayangkan mereka mengintipnya dari atas pelapon.

Sembari memejamkan matanya Suci meremas-remas jemarinya, ia terlihat gelisah dan sangat gugup.

Istighfar Suci... Istighfar...

Tiba-tiba Suci mengurungkan niatnya, hasrat ingin melakukan eksibisionis terlalu kuat. Suci menarik ujung jilbabnya untuk menutupi wajahnya, menjadikan ujung jilbabnya sebagai cadar, agar wajahnya tidak di kenali oleh mereka yang kini berada diatas pelapon, tepat diatasnya.

Suci berharap, santri yang hendak mengintipnya saat ini belum pernah bertemu dengannya hari ini.

"Bisa bro... Masih pake baju lengkap."

"Gantian aku juga pengen lihat."

"Jangan berisik nanti kedengeran."

Suci menghela nafas perlahan, kemudian jari jemarinya mulai membuka satu persatu kancing gamisnya dengan perlahan. Lalu ia menarik lepas gamisnya, melewati atas kepalanya.

"Wuiii... Di buka... Bro... Di buka..."

Suci dapat mendengar suara gemuruh dari atas pelaponnya. Tetapi hal tersebut malah membuat Suci makin bergairah.

"Warna merah... Mantab..."

"Gantian, aku juga mau lihat."

"Bikin lobang lagi aja."

"Kamu geser dikit."

Deg... Deg... Deg...

Adrenalin Suci kian terpacu mengetahui betapa antusiasnya mereka ingin melihatnya dalam keadaan telanjang bulat.

Seakan tidak ingin mengecewakan pengintipnya, Suci melepas pengait bra yang ada di belakang punggungnya, ia melepasnya dan membiarkan sepasang payudaranya yang berukuran 34D. Ada perasaan puas ketika salah satu penutup bagian intimnya terlepas.

"Anjiing gede cuy..."

"Putingnya anjing... Enak tuh di sedot..."

"Kontolku ngaceng..."

Mendengar pujian-pujian yang terlontar dari sang pengintip, membuat memek Suci rasanya berkedut-kedut, bahkan Suci sadar kalau dirinya mulai basah.

Tanpa sadar Suci meraih payudaranya, ia meremas-remas payudaranya.

"Eh... Ngapain tuh..."

"Husstt... Jangan terlalu berisik."

"Anjiing Ustadza masturbasi..."

"Kalian kenal gak sama Ustadzanya?" Tanya salah satu dari mereka.

Mendengar ucapan barusan membuat Suci mulai khawatir, bisa gawat kalau identitasnya sampai ketahuan, apa lagi kalau perbuatannya saat ini tersebar hingga di kalangan para Ustad dan Ustadzah.

Sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak mendongak keatas dan tetap menunduk agar mereka tidak mengenalinya.

Tapi Suci kembali merasa lega setelah mendengar jawabban mereka. "Enggak kenal, gak keliatan wajahnya..." Ujar salah satu dari mereka.

"Pake cadar juga..."

"Bodoh amat Ustadzah siapa, yang penting bisa nonton Ustadza masturbasi."

"Ughkk... Teteknya bro mengkel."

Mendengar komentar-komentar sang pengintip membuat Suci makin bergairah, ia meremas kuat payudaranya, dan kedua jemarinya secara bersamaan memilin putingnya yang mulai tegang.

"Uughk... Sssttt.... Sttt..." Lenguh Suci.

Tangan kanannya turun kebawah, menuju selangkangannya yang di bungkus kain segitiga berwarna merah. Ia membelai, merabahi memeknya dari luar celana dalamnya.

Tubuh Suci gemetar, sensasi diintip saat masturbasi membuatnya kian bergairah.

"Gak sabar pengen liat memeknya."

"Jembutnya banyak gak ya..."

Seakan ingin memenuhi keinginan pengintipnya, Suci menarik turun celana dalamnya yang sudah cukup basah. Ia melepasnya dengan santai seakan tidak ada orang lain yang melihatnya dalam keadaan telanjang bulat. Kini yang tersisa hanya jilbabnya saja.

Ada kebanggan terhadap dirinya atas bentuk tubuhnya yang mampu menggoda para pria hidung belang, memanjakan mata-mata lapar mereka dengan keindahan tubuhnya yang sempurna.

Suci seakan lupa akan larangan Agama tentang mempertontonkan auratnya ke pria yang muhrimnya, Suci seakan lupa kalau di setiap dosa yang ia buat akan mendapatkan ganjaran di akherat nanti, yang di ingatnya saat ini hanyalah sebuah kepuasaan yang bersifat hanya sementara.

"Anjiiiiiing...."

"Jembutnya gak terlalu banyak, rapih... Ughkk... Pengen jilat memeknya..."

"Ustadzaaaa... Bikin kontol ngejerit."

Mendengar setiap ucapan mereka membuat Suci kian terbakar birahi, seakan ucapan mereka bagaikan bensin yang semakin membuat kobaran api birahinya semakin besar.

Dengan setenga menungging, Suci menampar kedua pantatnya beberapa kali, lalu ia membuka kedua pipi pantatnya seakan mengizinkan mereka untuk mencolok-colok lobang memeknya.

Tangan kiri Suci meraih payudaranya, meremasnya dengan perlahan, sementara tangan kanannya menggosok-gosok clitorisnya.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desahan Suci terdengar semakin keras.

"Anjing sperma siapa ni?" Jerit salah satu dari mereka.

"Berisik... Nanti kedengaran bego."

Suci menyunggingkan senyumannya mendengar salah satu dari mereka sudah K.O.

Suci menyandarkan tubuhnya di dinding, dengan mata setengah terpejam ia mencolok-colok kemaluannya dengan kedua jarinya. Sanking nikmatnya ia nyaris tak bisa mendengar suara bisik-bisik dari para santri yang tengah mengintipnya saat ini.

Lima belas menit sudah ia bermasturbasi, dan setengah jam sudah ia membiarkan para santri menikmati tubuh telanjangnya, hingga akhirnya Suci mencapai puncaknya.

Tubuh indahnya bergetar hebat, otot-otot nya melejang-lejang, dan pantatnya tersentak-sentak.

"Aaaahkkk..."

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

*****


Lidya


Enni


Yenni

Lidya terbangun dari lelapnya ketika mendengar suara adzan Zuhur. Tetapi tubuhnya yang terlalu lelah membuatnya malas untuk beranjak dari tempat tidurnya saat ini.

Daniel yang sedari tadi sudah bangun, memperhatikan muridnya yang sedari tadi masih tertidur pulas diatas matras tempat dirinya mengeksekusi Lidya.

"Lidya... Bangun! Sudah Zuhur." Panggil Daniel.

Lidya menoleh kebelakang menatap Ustad Daniel seraya tersenyum manis. "Sudah Zuhur ya Ustad." Lirih Lidya seraya merenggangkan otot-ototnya.

"Buruan shalat, atau kamu mau Ustad hukum." Ancam Daniel, sembari merabah gundukan memek Lidya yang terlihat menggoda.

Mendengar ancaman tersebut membuat Lidya semakin enggan untuk beranjak dari tempat pembaringannya. Tentu saja ia lebih memilih mendapatkan hukuman dari Ustad kesayangannya itu ketimbang melakukan hal yang lainnya.

Jemari Ustad Daniel menyelusup masuk kedalam lobang peranakan Lidya.

"Ughk...." Lenguh Lidya.

Daniel membelai kepala muridnya sembari menatap wajah manis muridnya. "Mau Ustad hukum lagi?" Goda Daniel sembari mengorek-ngorek lobang memek Lidya.

"Mau... Ughkk... Hukum Lidya sepuasnya Ustad."

Daniel berbaring di samping Lidya sembari mengocok kontolnya yang sudah ereksi maksimal.

Lidya segera naik keatas selangkangan Ustadza Daniel, ia menuntun kontol Ustad Daniel kembali menjelajahi lobang memeknya.

Blesss...

"Oughk..." Lengu Lidya.

Kedua telapak tangan Daniel menangkup sepasang payudara Lidya. "Goyangkan pantatmu." Suruh Daniel, dan Lidya segera melakukannya.

Pinggulnya bergerak naik turun diatas selangkangan Ustad Daniel, sesekali ia melakukan gerakan memutar, seakan memeras kontol Daniel yang saat ini berada di dalam lobang memeknya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Daniel meraih putingnya dan memencetnya. "Memek kamu enak sekali Lidya! Kamu membuat Ustad ketagihan." Ujar Daniel puas.

Mendengar pujian Daniel membuat Lidya semakin bersemangat. Ia menghentak-hentakkan pinggulnya, menyambut kontol Daniel yang tertancap bagaikan tombak yang menusuk dalam lobang memeknya, sanking dalamnya kontolnya Daniel sampai menyentuh rahimnya.

Ngilu, geli, dan enak, itulah yang di rasakan Lidya ketika kontol Daniel menusuk memeknya.

"Ganti gaya Lidya." Pinta Daniel.

Lidya kembali berbaring diatas matras, Daniel memeluknya dari belakang, lalu dia kembali menusukan kontolnya ke dalam memek Lidya.

Tanpa mengalami kesulitan berarti, kontol Daniel bergerak bebas keluar masuk, keluar masuk dari dalam lobang memek Lidya yang terasa semakin licin dan makin licin oleh lendir kewanitaannya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Ustaaad aku mau keluar..." Jerit Lidya.

Bukannya berhenti Daniel malah semakin cepat menghujamkan kontolnya ke dalam memek muridnya hingga tampak mekar. Dan benar saja, Lidya kembali mendapatkan orgasmenya.

"Oughkk..." Rintih Lidya.

"Hukuman kamu belum selesai sayang." Bisik Daniel, Lidya hanya pasrah melayani nafus bejat gurunya yang seakan tidak pernah puas menggarap sawahnya.

Sementara itu di luar ruangan, Yenni dan Enni saling pandang ketika mereka kembali mendengar suara erangan dari dalam ruangan tersebut. Yenni tersenyum penuh arti kearah Enni.

"Sudah mulai lagi." Celetuk Yenni.

Enni mendesah pelan sembari menggelengkan kepalanya. "Dari dulu nafsunya memang lebih dari yang lain." Ujar Enni, sembari mengingat masa lalunya ketika ia dulu masih sering melayani nafsu Daniel, yang tak lain adalah mantan kekasihnya.

"Tetapi sesuai dengan kemampuannyakan?" Goda Yenni, membuat Enni tersipu malu.

"Ngomong apa kamu? Jangan mulai deh."

"Hihihi... Yakin gak mau di ulang lagi..." Yenni semakin intens menggoda sahabatnya.

Enni tampak cemberut. "Itu masa lalu, masa depanku ya Suamiku saat ini." Jawab Enni pura-pura tegas, walaupun di dalam hatinya ada keraguan.

"Iyain ajalah..." Ledek Yenni.

Enni menggelengkan kepalanya sembari berusaha kembali fokus dengan pekerjaannya.

Sejujurnya ia masih menaruh hati kepada Daniel, tentu ia tidak akan pernah lupa apa yang sudah mereka lakukan di masa lalu. Tetapi Enni menyadari, Daniel bukanlah masa depannya.

Dan lagi kini ia juga mulai mencintai Suaminya, dan terus mencoba menerima kekurangan suaminya yang selalu gagal membuatnya orgame ketika mereka bergumul mesrah diatas ranjang. Andai Suaminya mampu, tentu saja Enni akan benar-benar bisa melupakan sosok Daniel.

*****
end part 13
 

Zaskia

Di dalam kamar tampak Zaskia tengah termenung sendiri, sesekali ia melihat kearah jam dinding yang sudah menunjukan pukul 05:30. Sebentar lagi waktu subuh akan berakhir, tetapi ia belum juga beranjak dari tepian tempat tidurnya.

Zaskia saat ini tengah bimbang, antara ingin membangunkan adiknya, atau membiarkan adiknya bangun kesiangan hari ini.

Kejadian beberapa hari belakangan ini, membuat Zaskia semakin sadar kalau ada yang salah dengan hubungannya bersama Rayhan, tetapi ia juga tidak bisa menyalahkan Rayhan sepenuhnya, karena dirinya juga tanpa sadar sering menggoda Adiknya.

Apa yang harus kulakukan sekarang? Kalau aku tidak membangunkannya, anak itu pasti kesiangan, itu artinya sama saja aku membiarkan dia berdosa karena tidak menunaikan kewajibannya, tetapi, kalau aku membangunkannya, kejadian kemarin pasti terulang lagi.

Beberapakali Zaskia tampak menghela nafas, ia terlihat begitu bimbang.

Sejenak ia kembali teringat dengan ucapan Haifa beberapa Minggu yang lalu, ketika ia memberitahu Haifa kalau dirinya sering memasuki kamar Rayhan untuk membangunkan adiknya itu.

Benar apa kata Mbak Haifa, lebih baik mana, membiarkan orang yang kita sayangi menanggung dosa sendirian, atau membantu orang yang kita sayangi untuk melaksanakan kewajibannya dengan sedikit melanggar aturan yang ada.

"Aku tidak boleh egois." Zaskia menguatkan hatinya.

Ia melangkah dari tempat tidurnya, berjalan dengan keyakinan menuju kamar Rayhan.

Seperti yang Zaskia duga, Rayhan masih tertidur lelap saat ini, dan ia bisa melihat betapa nyenyaknya Rayhan tidur saat ini. Sekali lagi Zaskia menghela nafas, menguatkan hatinya. Kemudian ia berjalan menghampiri adiknya yang masih terlelap.

"Dek... Bangun..." Panggil Zaskia.

Dan seperti biasa, Rayhan tidak mengubrisnya, pemuda itu sempat membuka matanya sebentar, lalu kembali memejamkan matanya.

Dengan sedikit lebih keras Zaskia mengguncang-guncang lengan Rayhan.

"Iya Kak! Ini sudah bangun." Rutuk Rayhan.

Lagi-lagi Zaskia di buat geram oleh tingkah Adiknya yang sulit sekali di bangunkan. Tetapi drama yang terjadi setiap pagi yang ia alami saat ini sudah menjadi candu bagi Zaskia. Rasanya aneh, kalau nanti suatu pagi ia menemukan Rayhan bangun lebih cepat.

Karena merasa geram, Zaskia menarik selimut Rayhan dan yang di khawatirkan Zaskia kembali terjadi. Lagi-lagi ia harus melihat kontol Adiknya yang tengah berdiri maksimal.

Rasanya sudah belasan kali, mungkin puluhan kali Zaskia melihat kontol Adik Iparnya, tetapi anehnya kontol Rayhan selalu membuatnya takjub.

Zaskia seakan terhipnotis oleh pesona kontol Adik iparnya sendiri.

Terkadang Zaskia bertanya-tanya, siapa di dunia ini seorang ahkwat yang setiap hari melihat kontol Adik iparnya. Mungkin jawabannya adalah dirinya, bahkan terkadang ia melihat kontol Rayhan dua sampai tiga kali dalam sehari, entah itu pagi, siang, ataupun malam hari.

Tubuh Zaskia merosot hingga berlutut di samping tepian tempat tidur Rayhan. Matanya sayu memandang, menatap kontol Adik iparnya.

Ya Allah, ada apa denganku, kenapa setiap kali melihat kontol Adik iparku, tubuhku selalu lemas. Jerit hati Zaskia.

Istighfar Zaskia... Kontol itu milik Adik iparmu, tidak mungkin kamu menginginkannya.

Di saat batinnya tengah berperang, tiba-tiba tangan kanan Rayhan terjulur kebawah, meraih batang kemaluannya. Mata Zaskia sampai terbelalak melihat bagaimana Rayhan mengurut, menggerakan tangannya naik turun, seperti orang yang sedang masturbasi.

Zaskia menutup mulutnya, sembari menggelengkan kepalanya tidak percaya.

Rayhaaaan...

Dengan perlahan Rayhan menggerakkan tangannya naik turun, mengocok kontolnya di depan Zaskia yang tengah terpana melihatnya onani. Bahkan Zaskia merasa memeknya ikut berkedut-kedut, seperti urat-urat kontol Rayhan yang berkedut-kedut.

Semakin lama Rayhan semakin cepat mengocok kontolnya, membuat perasaan Zaskia makin tak karuan.

Kamu ngapain Dek?

Zaskia beralih menatap wajah Rayhan yang terlihat damai dalam tidurnya. Membuatnya Zaskia yakin kalau Rayhan tidak sadar atas apa yang di lakukannya saat ini. Atau jangan-jangan ia hanya pura-pura tidur.

Sebenarnya Zaskia memiliki dua pilihan saat ini, yang pertama ia pergi meninggalkan Rayhan, yang kedua ia bisa mencubit Rayhan seperti yang biasa ia lakukan saat membangunkan adik iparnya itu. Tapi sayang Zaskia memilih opsi ketiga, membiarkan Adiknya tetap tertidur sembari mengocok kontolnya.

Kontol kamu Dek... Aaahkk... Ssstt... Semakin lama Zaskia semakin hanyut akan pemandangan yang ada di hadapannya saat ini.

Teeeek.... Teeeek... Teeekkk... Teeekk.... Teeeekkk... Teeekkk... Teeekkk...

Teeeek.... Teeeek... Teeekkk... Teeekk.... Teeeekkk... Teeekkk... Teeekkk...

Teeeek.... Teeeek... Teeekkk... Teeekk.... Teeeekkk... Teeekkk... Teeekkk...


Jemari tangan Zaskia turun kebawah, ia menggosok-gosok kemaluannya sendiri tanpa sadar sembari memandangi kontol Adiknya.

Gilaaaa.... Mungkin itu kalimat yang pantas atas apa yang di lakukan Zaskia saat ini. Sebagai seorang Muslimah yang telah menikah tidak seharusnya ia tergoda oleh kontol pria lain selain Suaminya, apa lagi ini adalah kontol Adik iparnya sendiri.

Tetapi Zaskia sepertinya sudah melupakan norma-norma tersebut, bahkan ia terkesan enggan melewati pemandangan yang ada di hadapannya saat ini.

Semakin cepat Rayhan mengocok kontolnya, maka semakin cepat ia menggosok memeknya. Hingga akhirnya secara tiba-tiba, kontol Rayhan menyemburkan spermanya keluar dengan sangat banyak sekali. Croootss.... Croootss... Croootss.... Croootss.... Croooottss... Sperma Rayhan muncrat sangat kuat, hingga sebagian mengenai wajah dan bibir Zaskia, sebagian besar jatuh diatas perut bagian bawah Rayhan.

Zaskia mematung tak percaya, dan reflek ia menyapu sperma Rayhan yang ada di bibirnya dengan lidahnya. Asin... Tapi enak. Itulah yang dirasakan Zaskia setelah mencicipi sperma adik iparnya.

Di saat kesadaran Zaskia yang belum pulih, tiba-tiba Rayhan merenggangkan otot-otot tubuhnya yang kaku, membuat Zaskia panik.

"Eehmm... Kak Zaskia..." Lirih Rayhan.

Secepat kilat Zaskia merubah ekspresi wajahnya, yang tadi mupeng berubah menjadi menakutkan. "Ya Allah Ray... Kamu tidurnya telanjang." Geram Zaskia, seraya berdesis marah.

"Eh, iya Kak, hehehe..." Rayhan menarik selimutnya. "Kemarin aku nonton tv kak, katanya kalau tidur bagusnya gak pake pakaian." Ujar Rayhan membela diri.

"Ada-ada aja kamu."

"Beneran Kak, coba aja Kakak baca di internet." Suruh Rayhan.

Zaskia tidak terlalu mengubrisnya, karena bagi Zaskia itu tidak terlalu penting. "Buruan bangun, shalat..." Suruh Zaskia lagi.

Ia berjalan menuju jendela kamar Rayhan lalu membuka jendela kamar Rayhan. Saat jendela kamar terbuka, hangatnya cahaya matahari langsung menerpa wajah Zaskia yang tampak terkejut. Ia langsung menoleh kearah jam dinding kamar Rayhan, dan ternyata jam sudah menunjukan pukul 06:17 pagi.

Lagi-lagi Zaskia terdiam, ia baru sadar kalau ternyata mereka sudah kesiangan.

"Astaghfirullah... Aku belum shalat." Lirih Zaskia.

Sembari menghela nafas ia memejamkan matanya, ia merasa berdosa karena telah melalaikan kewajibannya. Andai ia tidak tergoda dengan kontol adik iparnya, mungkin ia masih memiliki waktu yang cukup untuk menunaikan kewajibannya.

Tetapi nasi sudah menjadi bubur, tidak ada yang bisa ia salahkan, karena dirinyapun juga salah. Rasanya ini kali pertama Zaskia melalaikan kewajibannya.

"Kakak telat ni banguninnya." Rutuk Rayhan.

Mendengar protes dari Rayhan, Zaskia kembali geram. "Apa Dek? Coba di ulang... Jadi menurut kamu Kakak yang salah ya." Zaskia duduk disamping Rayhan dengan tatapan yang seakan ingin menelan Rayhan bulat-bulat, membuat wajah Rayhan panik.

"Hehehe... Bercanda Kak..." Ujar Rayhan cengengesan.

"Bercanda ya..." Zaskia manggut-manggut. "Bagus... Jadi hanya bercanda ya..." Tiba-tiba ia melancarkan cubitannya di perut Rayhan.

"Aduh Kak..." Jerit Rayhan.

"Ini semua gara-gara kamu yang susah sekali di bangunkan..." Omel Zaskia, sembari mencubit perut Rayhan.

"Ampun Kak... Iya aku yang salah... Aduuuh... Lepasin Kak... Maaf kak..." Melas Rayhan, dengan raut wajah meringis menahan sakit.

Karena merasa kasihan Zaskia melepaskannya, wanita cantik itu tampak menghela nafas panjang. Walaupun mulutnya menyalahkan Rayhan, tapi kenyataannya ia sama sekali tidak menyalahkan Adik iparnya, ini semua murni kesalahannya.

Melihat Zaskia hanya diam, Rayhan mengambil inisiatif untuk memintaa maaf dengan tulus, ia menyingkap selimut yang menutupi selangkangannya, lalu ia memeluk lengan kiri Zaskia.

"Maaf ya Kak! Gara-gara aku susah bangun Kakak jadi gak sembahyang." Aku Rayhan, sembari menatap wajah Zaskia yang tadi terlihat geram, kini berubah menjadi terlihat salah tingkah.

Ya... Perubahan raut wajah Zaskia bukan tanpa alasan, ketika Rayhan memeluk lengannya, tanpa sadar ia menarik tangan Zaskia kepangkuannya, alhasil punggung jemari Zaskia menyentuh kontol Rayhan, bahkan wanita Soleha itu dapat merasakan hangat dan lengketnya sisa-sisa sperma Adik iparnya tersebut.

Saat Rayhan menggoyang-goyangkan lengannya, pada saat bersamaan jemarinya menggosok-gosok kontol Rayhan dengan perlahan.

"Kak... Iistt... Kok malah diam." Protes Rayhan.

Zaskia masih pura-pura marah. "Apa?" Jawab Zaskia jutek yang membuat Rayhan tersenyum simpul.

"Kenapa senyum? Ngeledek."

Rayhan semakin erat memeluk lengan Zaskia, ia menggoyang-goyangkan lengan Zaskia. "Kakak cantik kalau lagi marah." Goda Rayhan, membuat suasana sedikit mencair.

"Gombal..." Gemas Zaskia.

Ia mengucek-ngucek rambut Rayhan dengan tangan kanannya. Rayhan menggeser duduknya hingga posisi mereka semakin menempel, hangatnya tubuh Rayhan kembali membangkitkan gairah sang Ahkwat, nafasnya tampak mulai tak beraturan.

Posisi tangan Zaskia yang sedikit bergeser membuat kontol Rayhan kini berada diantara telapak tangannya. Andai saja Zaskia mengepalkan tangannya, bisa di pastikan ia akan menggenggam kontol Rayhan.

"Maafin Adek ya Kak! Jangan marah lagi..." Bujuk Rayhan, kemudian ia mencium pipi Zaskia.

Zaskia kaget dan sempat berpikir ingin menegurnya, tetapi ia teringat dengan kejadian kemarin pagi, di mana ia memang sudah memberi izin secara tidak langsung untuk mencium pipinya sebagai tanda kalau Rayhan benar-benar menyayanginya.

Karena gemas Zaskia ikut mencium pipi Rayhan, dan pada saat bersamaan, jemarinya bergerak perlahan menggenggam kontol Rayhan.

"Kontol..." Karena kaget Zaskia kelepasan.

Rayhan pura-pura kaget. "Apa Kak?" Tanya Rayhan pura-pura tidak mendengar.

"Bu-bukan apa-apa." Gugup Zaskia.

"Oh jadi mulai main rahasia-rahasian ni..." Rajuk Rayhan, pura-pura ngambek.

"Kasih tau gak ya..." Balas Zaskia canggung.

"Kakak..." Rengek Rayhan sembari menggoyang lengan Zaskia, alhasil genggaman tangan Zaskia di kontolnya ikut bergerak. "Apa Kak... Atau..." Rayhan mengambil mainan ular nya yang terbuat dari silikon yang kebetulan berada diatas tempat tidurnya.

"Atau apa?"

Tiba-tiba Rayhan menunjukan mainan tersebut di depan wajah Zaskia, membuat Zaskia terperanjat kaget melihatnya. "Kontooool... Eh... Kontol... Ular... Adek..." Jerit Zaskia yang membuat genggamannya di kontol Rayhan semakin erat.

"Hayo... Kontolnya mau ngigit ni." Goda Rayhan.

"Adeeeek...." Zaskia memejamkan matanya.

Saat memejamkan mata itulah Zaskia mencoba menyadarkan dirinya, kalau apa yang ia lakukan saat ini sebuah kesalahan besar.

Mau sampai kapan kamu seperti ini Za? Apa kejadian beberapa menit yang lalu tidak cukup untuk membuatmu sadar? Istighfar Za... Kamu wanita Soleha, kamu wanita baik-baik. Jerit hati Zaskia yang tampak frustasi terhadap dirinya sendiri.

"Jauhin kontolnya Dek... Eh ularnya dek..." Jerit kecil Zaskia.

Rayhan tertawa renyah, ia semakin menjadi-jadi menggoda kakak iparnya. "Hayo, Kakak gak bisa kabur lagi..." Ledek Rayhan.

"Adeeek..."

Zaskia meronta-ronta tanpa melepaskan genggamannya dari kontol Adik iparnya. Bahkan kini ia dengan sangat sadar kalau dirinya tengah mengocok kontol Adiknya yang terasa semakin hangat dan keras seperti kayu.

Sementara Rayhan diam-diam juga sangat menikmati kocokan jemari Kakak iparnya di kontolnya.

Zaskia ingin berhenti, dan keluar dari permainan gila ini, tapi dia tidak mampu. Hangatnya kontol Rayhan membuatnya betah berlama-lama menggenggam dan merasakan tekstur kontol Adik iparnya yang jauh lebih besar dan keras di bandingkan milik Suaminya.

Karena tidak ingin kedekatan mereka segera berakhir Rayhan semakin menjadi-jadi menggoda Zaskia, sementara Zaskia yang nyaman dengan roll game yang di buat Rayhan, secara naluriah ia mengikuti permainan yang di ciptakan Rayhan.

Entah sudah berapa lama Zaskia mengocok kontol Adiknya, yang semakin lama semakin cepat ia kocok, hingga akhirnya Zaskia merasakan kedutan hebat di kontol Adiknya.

Bagaikan gunung Merapi, kontol Rayhan memuntahkan laharnya.

Croooottss.... Croooottss... Croooottss...

"Hahahaha... Kakak masak takut sama ular mainan." Masih bisa-bisanya Rayhan bercanda di saat ia sedang orgasme.

Tetapi karena sikap seperti itulah yang membuat rasa malu Zaskia sedikit berkurang. "Bukan takut, jijik Dek... Jauhin." Pinta Zaskia.

"Iya Kak."

Rayhan berdiri membuat genggamannya terlepas dari kontol Adik iparnya.

Dengan santainya Rayhan meletakan ular mainan itu diatas mejanya. Sementara Zaskia terdiam gugup dengan apa yang barusan ia lakukan. Tetapi melihat sikap Rayhan yang biasa-biasa saja, seakan tidak pernah terjadi apa-apa membuat Zaskia merasa lega, walaupun Zaskia yakin adiknya sadar atas apa yang barusan dirinya lakukan kepada Rayhan.

"Astaghfirullah..." Jerit Rayhan, menyadarkan lamunan Zaskia. "Udah hampir jam tujuh Kak." Sambung Rayhan dengan wajah panik yang di buat-buat.

Bohong rasanya, kalau mereka berdua tidak menyadari keterlambatan yang di sengaja.

"Buruan mandi Dek, awas ya kalau sampe kamu bolos." Ancam Zaskia sembari mengancungkan jarinya dengan pose mencubit.

"I-iya Kak, ampuuuun..." Pekik Rayhan sembari berlari keluar kamar.

Selepas kepergian Rayhan, tanpa sadar Zaskia tersenyum kecil, tetapi beberapa detik kemudian raut wajahnya kembali berubah sedih.

Dalam diam Zaskia mengutuk dirinya sendiri, karena lagi-lagi ia terjebak oleh permainan yang di buat oleh Adiknya. Harusnya ia bisa mencegahnya, kalau tidak bisa mencegahnya ia bisa menghindar dari Adik iparnya.

"Kamu jahat Dek..." Sesal Zaskia.

Kamu yakin Za, ini semua kesalahan Rayhan? Bukannya kamu juga menginginkannya? Kamu yang duluan memegang kontolnya, kamu yang memilih mengoral kontolnya, Rayhan tidak memaksamu, bahkan Rayhan tidak memintamu melakukan itu semua. Ya.... Benar... Adikku tidak bersalah.

Rasa sesal dan rasa berdosa membuncah di hati Zaskia. Ia berjanji di dalam hati ia tidak akan pernah mau mengulanginya lagi. Walaupun jauh di lubuk hati Zaskia meragukan tekatnya sendiri.

"Ini yang terakhir? Ya... Ini yang terakhir." Lirih Zaskia sembari memandangi jemarinya yang basah dan lengket oleh sperma adik Iparnya.

*****


Ustadza Dwi

Layaknya seorang Istri pada umumnya, Ustadza Dwi tampak sibuk menyiapkan semua keperluan Suami dan Adiknya Aziza. Sanking sibuknya, ia bahkan tidak punya waktu untuk mandi, tetapi walaupun begitu, ia ihklas dan senang melakukan semua pekerjaannya.

Dengan perasaan legah ia melepas kepergian Suaminya bekerja dan Adiknya ke sekolah.

"Akhirnya bisa santai juga." Seloroh Ustadza Dwi.

Ia segera mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. Perlahan ia menanggalkan pakaiannya satu persatu hingga telanjang bulat.

Di bawah guyuran air gayung, ia membasuh tubuhnya dengan seksama. Tidak lupa ia juga menyabuni setiap inci tubuhnya dengan busah sabun yang wangi. Kedua tangannya dengan telaten membersihkan dari sisa-sisa kotoran yang menempel di tubuhnya.

Setelah yakin tidak ada yang terlewatkan barulah Ustadza Dwi membilas tubuhnya dengan air bersih.

Saat sedang asyik membersihkan tubuhnya dari busah sabun, tanpa di sengaja ia melihat kearah pentilasi udara kamar mandinya. Dengan mata memicing ia menatap sepasang bola mata yang sedang mengintipnya mandi.

"Ya Allah..." Jerit Ustadza Dwi.

Sepasang mata itu mendadak menghilang, Ustadza Dwi yang panik buru-buru melilitkan handuk di tubuhnya dan mengenakan jilbab instannya. Dengan perasaan tak menentu ia berlari ke pintu belakang rumahnya, saat pintu terbuka, ia mendapatkan Pak Bejo yang tengah terjatuh diatas tanah.

Ustadza Dwi benar-benar kaget, ia tidak menyangkah firasat adik kandungnya tentang sosok Pak Bejo ternyata benar, pria itu benar-benar cabul.

"Pak Bejo..." Kaget Ustadza Dwi tak percaya.

Pak Bejo yang panik secara tiba-tiba berdiri dan lari kearah Ustadza Dwi.

Sadar kalau ada bahaya yang mendekat, Ustadza Dwi langsung kabur ke dalam rumahnya. Ia lupa menutup dan mengunci pintu belakang rumahnya, sanking paniknya.

Ustadza Dwi hendak bersembunyi di dalam kamarnya, tetapi belum sempat ia menutup pintu kamarnya, Pak Bejo dengan cepat menahan daun pintu kamar Ustadza Dwi, hingga terjadi aksi saling dorong diantara Pak Bejo dan Ustadza Dwi.

"Mau apa Bapak masuk kerumah saya..." Jerit ketakutan Ustadza Dwi.

Pak Bejo cengengesan. "Tenang Bu Ustadza, hehehe... Saya hanya mau bersenang-senang." Aku Pak Bejo, membuat Ustadza Dwi semakin ketakutan.

"Pergi Pak... Pergi..." Usir Ustadza Dwi.

"Percuma melawan Bu Ustadza, mending Ibu izinkan saya masuk."

Wajah Ustadza Dwi semakin panik saat pintu kamarnya sedikit demi sedikit mulai terbuka semakin lebar. Ustadza Dwi sadar bawah tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan Pak Bejo.

Perlahan tapi pasti, aksi dorongan yang mereka lakukan di menangkan oleh Pak Bejo.

Tubuh Ustadza Dwi tersentak hingga terjatuh di lantai, saat ia jatuh handuknya terlepas, memamerkan kemolekan tubuhnya di hadapan Pak Bejo yang tengah memandang takjub keindahan tubuhnya. Pak Bejo sampai menjilati bibirnya.

"Ya Tuhan..." Panik Ustadza Dwi.

"Ckckck... Mulus sekali Ustadza Dwi ini, walaupun sudah sering melihatnya, tapi tetap saja tidak membosankan." Ujar Pak Bejo yang tampak kegirangan melihat tubuh telanjang Ustadza Dwi.

Tangannya meraih handuknya dan berusaha menutupi tubuh telanjangnya. "Bajingan, keluar dari rumah saya sekarang." Jerit Ustadza Dwi prustasi.

Pak Bejo mendekap tubuh Ustadza Dwi yang hendak pergi, membuat Ustadza Dwi meronta-ronta di dalam dekapan Pak Bejo yang semakin erat. Layaknya seperti anjing, Pak Bejo mengendus-endus aroma tubuh Ustadza Dwi yang wangi sabun.

Perbuatan Pak Bejo membuat Ustadza Dwi semakin jijik dengannya.

"Lepaskan Pak..." Teriak Dwi.

Plaaaak...

Tubuh Ustadza Dwi terjerembab diatas tempat tidurnya yang empuk, tampak bibir bagian bawahnya sedikit berdarah akibat tamparan Pak Bejo.

Satu persatu Pak Bejo menanggalkan pakaiannya, membuat Ustadza Dwi makin ketakutan. Ia berusaha bangkit dari tempat tidurnya tapi entah kenapa rasanya sulit sekali, mungkin sanking takutnya Ustadza Dwi sehingga ia tidak mampu lagi untuk bergerak.

Pak Bejo berjalan sembari memamerkan kontolnya yang besar, terutama di bagian kepala pionnya yang di sunat berwarna coklat tua.

"Jangan kemari... Jangan Pak..." Histeris Ustadza Dwi.

Pak Bejo naik keatas tempat tidur. "Ckckck... Jangan takut, Bapak cuman mau mengajak Bu Ustadza senang-senang." Ucap Pak Bejo yang terdengar sangat menjijikan di telinga Ustadza Dwi.

"Astaghfirullah..."

"Cantik sekali Bu Ustadza ini." Komentar Pak Bejo sembari membelai pipi Ustadza Dwi. "Sayang sekali kalau tidak di nikmati." Sambungnya lagi.

"Tolooong... Lepaskan saya Pak..." Mohon Ustadza Dwi. Ia kembali meronta-ronta ketika Pak Bejo mendekap tubuhnya.

Air mata Ustadza Dwi tak terbendung ketika Pak Bejo berusaha mencium bibirnya. Ia mencoba menghindar sebisanya, tapi sangat sulit karena Pak Bejo menahan pergerakan wajahnya.

Bibir hitam Pak Bejo melahap bibir Ustadza Dwi, ia mengulumnya dengan rakus tanpa ada perlawanan berarti dari Ustadza Dwi.

Tangan kanannya turun kebawah, ia menangkup payudara Ustadza Dwi dan meremasnya dengan amat kasar, membuat Ustadza Dwi merintih kesakitan. Rasanya ia ingin mati saja hari ini dari pada menyerahkan kesuciannya kepada Pak Bejo.

"Tetek Ibu empuk sekali! Hehehe..." Racau Pak Bejo, di sela-sela mencium bibir Ustadza Dwi.

"Tidaaaaak... Eehmm... Lepaskan... Hhmmpsss..." Rintih Ustadza Dwi.

Dekapan Pak Bejo semakin erat. "Diam... Saya mau masukin kontol dulu." Bentak Pak Bejo yang terlihat kesulitan saat mencoba memasukan kontolnya ke dalam lobang peranakan Ustadza Dwi.

"Jangaaan Pak... Lepaskan saya..." Melas Ustadza Dwi.

Plaaaakkk... Plaaak.... Plaaak...

Kembali Pak Bejo menampar wajah Ustadza Dwi membuat Ustadza Dwi terdiam menahan sakit di wajahnya yang memerah.

Dengan kasarnya ia menjambak jilbab sekaligus rambut Ustadza Dwi.

"Jangan mencoba melawan saya." Bentak Pak Bejo.

Istri Soleha itu tampak makin histeris. "Tolong Pak, lepaskan saya..." Mohon Ustadza Dwi yang kian merasa frustasi dengan kondisinya saat ini.

"Nanti juga Ustadza keenakan." Ejek Pak Bejo.

Kedua tangan Pak Bejo membuka paksa kedua kaki Ustadza Dwi, kemudian dia kembali mencoba memasukan kemaluannya ke dalam lobang surgawi milik seorang Ustadza alim.

Ustadzah Dwi tidak mau menyerah, ia meronta-ronta dengan sisa-sisa tenaganya.

"Aahkkk..." Pekik Ustadza Dwi.

Dengan tusukan keras dan terukur, kontol Pak Bejo bersemayam di dalam lobang vagina Ustadza Dwi. "Akhirnya masuk juga." Racau Pak Bejo, dengan wajah meringis keenakan.

"Cabut Pak... Cabut..." Jerit Ustadza Dwi.

Tapi tentu saja Pak Bejo tidak memperdulikannya, dengan senyum menyeringai ia mengayunkan pinggulnya maju mundur, maju mundur, berulang-ulang kali tanpa jeda, membuat Ustadza Dwi semakin frustasi dengan apa yang ia hadapi saat ini.

Ustadza Dwi tidak menyangkah kalau dirinya akan menjadi korban pemerkosaan dari seorang penjaga kandang ayam.

"Seperti dugaan saya, Memek Ustadza seret kayak perawan." Celoteh Pak Bejo yang tampak menikmati jepitan memek Istri dari Ustad Hendra.

"Biadab... Lepaskan saya."

Pak Bejo tertawa senang melihat kegetiran di wajah Ustadza Dwi. "Pria biadab ini akan membuat Ustadza menggeliat keenakan." Ejek Pak Bejo, membuat Ustadza Dwi makin sakit hati.

Tangan kanan Pak Bejo terjulur kedepan, ia meraih payudara Ustadza Dwi yang berukuran 34D, ia meremas-remasnya seperti tengah mengadon gandum. Kedua jarinya sesekali menarik kasar puting Ustadza Dwi yang berwarna kecoklatan.

Ustadza Dwi membanting kepalanya ke kiri dan kanan, ia mulai tak tahan dengan setiap rangsangan yang ia terima dari Pak Bejo.

Bahkan Pak Bejo dapat merasakan hangatnya cairan cinta yang menyelimuti batang kemaluannya.

"Sudah mulai basah ya Ustadza! Hehehe..." Ledek Pak Bejo kepada wanita berusia 27 tahun itu.

"Aaahkk... Hah... Hah... Lepaskan saya... Ughkk... Aaahkk... Pak... Aaahkk..." Erang Ustadza Dwi, ia tidak mengerti kenapa tubuhnya mulai mengkhianati dirinya.

"Enak ya Bu Ustadza! Ckckck..."

Pak Bejo makin mempercepat laju kontolnya, ia mengaduk-aduk tanpa ampun lobang peranakan Ustadza Dwi yang semakin membanjir. Sesekali ia mencium bibir Ustadza Dwi, memanggutnya nikmat membuat Ustadza Dwi makin di buat belingsattan.

Tubuh Ustadza Dwi bergetar hebat, memeknya tiba-tiba mengalami kontraksi hebat.

"Oughk...." Ustadza Dwi melolong panjang.

Pada saat bersamaan Pak Bejo mencabut kontolnya, dan membuka lebar kedua tungkai kaki Ustadza Dwi sembari memandangi memek Ustadza Dwi yang berkedut-kedut sembari menyemburkan cairan bening dengan jumblah yang cukup banyak.

Pak Bejo tersenyum sumringah melihat korbannya yang berhasil ia buat orgasme. Sementara Ustadza Dwi tidak mampu menghentikan cairan yang keluar dari lobang peranakannya.

"Bu Ustadza ini tadi teriak gak mau, sekarang malah terkencing-kencing." Ledek Pak Bejo.

Ustadza Dwi memalingkan wajahnya, sembari merapatkan kedua pahanya. "Pergi Pak... Pergi dari rumah saya." Usir Ustadza dengan suara gemetar.

"Loh kok saya di suruh pergi Ustadza, sayakan belum selesai." Ledek Pak Bejo. "Jangan munafik Ustadza, saya tau kalau Ustad Hendra itu lemah." Ejek Pak Bejo, yang membuat Ustadza Dwi sangat tersinggung.

Pak Bejo menarik tubuh Ustadza Dwi, memposisikan Ustadza Dwi tidur menyamping menghadap kearahnya. Tangannya yang gempal mengait satu kaki Ustadza Dwi, sementara tangan satunya lagi menuntun kontolnya kearah memek Ustadza Dwi yang tengah mekar.

Dengan sisa-sisa tenaganya Ustadza Dwi tetap mencoba meronta-ronta, tapi usahanya sama sekali tidak membuahkan hasil.

Dengan senyum mengejek Pak Bejo menggesek-gesek batang kemaluannya di bibir kemaluan Ustadza Dwi yang siap untuk kembali ia hujami dengan kontolnya yang berukuran cukup besar itu.

"Jangan masukan lagi Pak." Mohon Ustadza Dwi.

Perlahan tanpa bisa di cegah, kepala kontol Pak Bejo kembali menerobos masuk ke dalam lobang memek Ustadza Dwi.

Memeknya yang sudah basah mempermuda laju kontol Pak Bejo.

"Eenggkk..." Lenguh Ustadza Dwi.

Lagi-lagi Pak Bejo menyeringai. "Enakkan Ustadza? Hehehe..." Goda Pak Bejo sembari menggerakan pinggulnya maju mundur.

"Sudah Pak... Aaahkk... Sudah..."

"Ughk... Enaknya memek Ustadza." Racau Pak Bejo, telapak tangannya mencengkram erat bongkahan pantat Ustadza Dwi.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...


Bagaikan mesin jahit, hujaman kontol Pak Bejo tanpa jeda dan sangat cepat, menusuk-nusuk tanpa ampun, mengebor liang senggama Ustadza Dwi yang semakin basah seakan baru saja di guyur hujan.

Wajah cantik Ustadza Dwi merona merah, wanita bersuami itu tidak mengerti dengan tubuhnya sendiri. Ia mencoba mengabaikan rasa nikmat itu, tapi gagal.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

"Enakkan Ustadza? Hehehe... Saya yakin kontol Suami Ustadza tidak akan bisa membuat Ustadza seenak ini. Akui saja Ustadza." Ledek Pak Sobri, yang tanpa henti terus merendahkan derajatnya.

"Hah... Bapaaak... Aaahkk... Aaahkk..." Lenguh Ustadza Dwi.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Di posisi ini Pak Bejo dapat menikmati kecantikan wajah Ustadza Dwi yang tengah berusah melawan rasa nikmat yang ia berikan.

Pak Bejo kembali mendekap kepala Ustadza Dwi, ia melumat kasar bibirnya yang merah, sembari menarik tubuhnya hingga tubuh Ustadza Dwi kini berada diatas tubuhnya. Dengan gerakan menghentak kontol Pak Bejo menghunus dalam memek Ustadza Dwi.

Tubuh indah Ustadza Dwi yang bermandikan keringat telonjak-lonjak diatas selangkangan Pak Bejo. Wanita alim itu sudah tidak tahan lagi.

Bahkan tanpa sadar Ustadza Dwi mulai menggerakkan pinggulnya naik turun dengan sendirinya, menyambut setiap tusukan tajam dari kontol si pria gempal menjijikan tersebut.

"Goyang lebih hot Bu." Perintah Pak Bejo.

Bagaikan kerbau yang di cocok hidungnya, pantat Ustadza Dwi yang semok semakin liar bergerak diatas selangkangan Pak Bejo.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...


Suara benturan kedua kelamin mereka terdengar begitu indah, seindah pemandangan yang ada di dalam kamar pengantin itu.

Ya Tuhan.... Aaahkk... Maafkan aku... Maafkan hamba mu ini... Jerit hati Ustadza Dwi.

Tubuh indahnya menggeliat diatas selangan Pak Bejo, dan beberapa detik kemudian ia kembali melolong nikmat, seiring dengan sentakan pinggul Ustadza Dwi sembari menyemburkan cairan cintanya yang begitu banyak dan sangat deras.

Ustadza Dwi roboh kesamping tempat tidur dengan nafas terputus-putus. Tampak payudaranya berayun pelan mengikuti irama nafasnya.

"Mantab sekali Ustadza, hehehe..." Ledek Pak Bejo.

Di sampingnya Ustadza Dwi hanya bisa menangis. "Sudah cukup Pak, Hiks... Hiks... Hiks..." Melas Ustadza Dwi, harga dirinya benar-benar hancur hari ini.

"Saya belum keluar." Ujar Pak Bejo.

Dia menarik tubuh Ustadza Dwi, dan memintanya untuk menungging. Ustadza Dwi yang sudah terlalu lelah hanya pasrah menerima perintah dari pria gempal yang ada di dekatnya saat ini. Ustadza Dwi sadar, tubuhnya kini sudah menjadi milik Pak Bejo.

Sembari mencengkram pantat Ustadza Dwi, Pak Bejo mendorong kontolnya masuk kembali ke dalam lobang memek Ustadza Dwi.

Bleeesss...

Dengan satu dorongan, kontol besar berbentuk palu itu menghunus kembali ke dalam memek Ustadza Dwi.

Plaaaak...

"Mantab sekali memek Ustadza." Puji Pak Bejo menampar pantat semok nan putih milik Ustadza Dwi yang telah bermandikan keringat.

"Aaahkk... Pelan-pelan Pak!" Lenguh Ustadza Dwi.

Dengan gerakan perlahan Pak Bejo kembali menghujami kontolnya ke dalam cela sempit memek Ustadza Dwi, ia menikmati setiap gesekan antara kontolnya dengan dinding vagina Ustadza Dwi.

Sembari menyodok-nyodok memek Ustadza Dwi dari belakang, tangannya menjulur kebawah meraih payudara Ustadza Dwi yang bergelantungan.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...


"Yeaaah... Aaahkk... Hah... Hah... Hah..."

Plaaaakkk.... Plaaaak... Plaaaak...

"Memek Ustadza Enak... Oughkk... Nikmatnya memek Istri Ustad Hendra." Racau Pak Bejo di sela-sela menyetubuhi Ustadza Dwi.

"Ya Tuhan... Aaahkk... Aaahkk... Hah..."

Semakin lama Pak Bejo makin mempercepat laju kontolnya keluar masuk, keluar masuk dengan cepat menghujami memek Ustadza Dwi.

"Saya keluar Ustadza..." Jerit Pak Bejo.

Wajah Ustadza Dwi tampak panik ketika mendengarnya. "Jangan di dalam Pak... Aaahkk... Aaahkk..." Jerit Ustadza Dwi dengan tubuh yang telonjak-lonjak ke depan.

"Saya ingin tau apakah saya bisa menghamili Ustadza, hahaha..." Pak Bejo tampak kegirangan saat tau kalau dirinya sebentar lagi akan menanam benih di dalam rahim Ustadza Dwi.

"Jangaaan Pak... Ya Tuhaaan... Aarrtt..."

Croooottss... Croootss... Croootss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...


*****

Ustadza Dwi masih meringkuk diatas tempat tidurnya, tubuhnya yang bermandikan keringat terlihat begitu indah di matanya tua Pak Bejo. Beberapa kali Pak Bejo tersenyum girang karena telah berhasil mencicipi tubuh Ustadza Dwi.

Sementara sang Ahkwat terlihat benar-benar terpukul dengan musibah yang baru saja menimpanya. Ia menangis dalam kesedihan yang mendalam.

"Jangan coba-coba lapor ke orang lain! Atau kalian satu keluarga akan saya bunuh." Ancam Pak Bejo.

Wajah cantik Ustadza Dwi tampak panik mendengarnya. "Jangan sentuh keluarga saya Pak." Ujar frustasi Ustadza Dwi.

"Keluarga Ustadza aman, selama Ustadza mau patuh dengan perintah saya." Pak Bejo menyeringai, sembari mengelus paha mulus Ustadza Dwi.

"Astaghfirullah... Hiks... Hiks... Hiks..."

"Saya pulang dulu, nanti kita ketemu lagi... Hehehe... Memek Ustadza memang juara." Bisik Pak Bejo.

Kemudian dengan raut wajah penuh kebahagian, pria gempal itu pergi meninggalkan Ustadza Dwi yang menangis semakin keras. Pak Bejo tertawa membayangi apa saja yang akan ia lakukan kepada Ustadza Dwi untuk pertemuan selanjutnya.

Sementara Ustadza Dwi sendiri sadar kalau dirinya kini telah menjadi milik Pak Bejo, ia tidak sanggup membayangkan apa yang akan di lakukan Pak Bejo kedepannya kepada dirinya.

"Tuhan... Selamatkan hambamu." Jerit frustasi Ustadza Dwi.

Ia menangis sendirian di dalam kamarnya selama hampir satu jam, tangisnya baru berhenti ketika ia mulai kelelahan dan akhirnya tertidur.

Ustadza Dwi berharap apa yang terjadi kepadanya hari ini hanyalah sebuah mimpi.

*****


Laras

Laras berdiri mematung di depan cermin, menatap pantulan dirinya dengan tidak percaya atas perubahan yang terjadi kepada dirinya. Sebagai seorang Muslimah Laras tau betul hukumnya berzinah bagi seorang wanita yang telah bersuami.

Tetapi sebagai seorang wanita, Laras juga tidak bisa membohongi perasaannya setelah beberapakali dirinya di nodai oleh Daniel.

Apa kata orang lain seandainya mereka tau, seorang Istri dari Kiai pesantren telah berzina dengan keponakannya sendiri, apa kata keluarganya nanti, dan apa yang akan di lakukan KH Umar, selaku suaminya andai tau dirinya telah berzina dengan keponakannya.

Laras mengambil sebuah benda kecil berbentuk persegi panjang yang terdapat dua garis merah di sana, menandakan kalau ia saat ini tengah berbadan dua. Perasaan Laras benar-benar campur aduk, antara malu dan berdosa.

Di saat ia sedang sibuk memikirkan anak yang kini berada di dalam kandungannya, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Dari pantulan cermin, Laras melihat sosok Daniel memasuki kamarnya dengan senyuman manis yang menghiasi bibirnya.

Haruskah dia memberitahu pemuda itu kalau ia tengah mengandung anak mereka saat ini?

"Amma..." Panggil Daniel.

Laras tertunduk lemas, ia masih memegangi hasil tespack dengan wajah tertunduk.

Daniel mendekatinya, dan melihat kearah benda kecil yang ada di tangannya. Tanpa ada penolakan, Laras membiarkan Daniel mengambil hasil testpack tersebut dari tangan Laras.

Daniel kembali tersenyum. "Selamat Amma, akhirnya Amma benar-benar akan menjadi seorang Ibu." Bisik Daniel, seraya memeluk Laras dari belakang.

"Hikss... Hikss... Hikss..." Tubuh Laras terguncang, ia sadar betul kalau anak yang ia kandung saat ini adalah anak hasil perbuatan zinanya bersama Daniel.

"Kenapa Amma menangis?" Bisik Daniel.

Laras menyapu air matanya. "A-Amma mengandung anak haram." Lirih Laras, hatinya sakit, ia belum bisa menerima kalau dirinya kini telah berbadan dua.

"Anak ini tidak bersalah! Dan... Amma juga tidak salah..." Ujar Daniel.

"Kamu puas Dan?"

Daniel mengangguk. "Iya, aku puas karena akhirnya aku bisa membuat Amma memiliki seorang anak, yang lahir langsung dari rahim Amma." Jawab Daniel di luar dugaan Laras. "Seharusnya Amma bahagia bukan malah bersedih seperti ini, bukannya Amma ingin punya anak langsung dari rahim Amma?" Kata Daniel meyakinkan Laras.

"I-iya... Tapi..."

"Tidak perduli bagaimana caranya, tidak perduli benih siapa yang Amma kandung, tapi yang pasti, anak ini adalah darah daging Amma sendiri." Nasehat Daniel.

Laras terdiam mendengarnya. Benar apa yang di katakan Daniel, siapapun Bapaknya, benih yang ada di dalam kandungannya saat ini adalah anak kandungnya, yang terbentuk dari darah dagingnya. Sebagai seorang wanita seharusnya ia bahagia.

Perlahan kesedihan yang di rasakan Laras mulai menghilang, dan di gantikan dengan perasaan lega yang menyelimuti hatinya.

Akhirnya setelah sekian tahun, mimpinya ingin memiliki anak terwujud, walaupun anak yang ia kandung bukan dari Suaminya, melainkan dari keponakannya sendiri dari hasil Zina.

Daniel menarik dagu Laras, wanita Soleha itu tampak bimbang sembari memandangi Daniel.

"Ini salah Dan..."

Daniel tersenyum, ia mendekatkan bibirnya ke bibir merah Laras, mengecupnya, memanggutnya dengan mesrah. Awalnya Laras hanya diam, tapi lama kelamaan ia mulai membalasnya.

Selama beberapa detik mereka bertukar air liur, layaknya sepasang kekasih yang tengah berbahagia.

"Jangan di sini, hari ini Kiayi Umar pulang, di kamar Azril aja." Bisik Laras.

Daniel mengangguk senang. "Terserah Amma aja, saya siap di manapun." Jawab Daniel, lalu dengan perlahan ia mengangkat tubuh Laras ke dalam gendongannya.

Sembari menggendongnya, Daniel membawa Laras ke dalam kamar Azril. Setibanya di dalam kamar Azril, Daniel menurunkan tubuh Laras dari dalam gendongannya seraya tersenyum bahagia karena akhirnya ia benar-benar bisa menaklukkan Istri KH Umar.

Laras pasrah ketika Daniel kembali memeluk dan memanggut mesrah bibirnya.

"Eehmmmppss... Eehmmmppss... Ehmmppss..."

Walaupun masih ada sedikit penolakan, tapi bukan masalah bagi Daniel, karena ia yakin Tantenya itu mulai menikmati permainannya.

Kedua tangan Daniel turun kebawah, menjamah pantat Laras, membelai dan meremas pantat Laras dengan gemas, membangkitkan birahi sang Ahkwat yang sudah berhasil ia taklukkan.

"Amma cantik sekali..." Puji Daniel.

Laras menatap sebal kearah Daniel. "Cukup Dan... Hentikan semua ini." Mohon Laras, tapi ia diam ketika Daniel menyosor bibirnya.

Tangan kanan Daniel meraih resleting di punggung gamis yang di kenakan Laras, menariknya turun dan melepaskan gamis Laras hingga jatuh kelantai, lalu di lanjutkan dengan melepas pengait bra yang melekat di punggung Laras.

Tanpa mengalami kesulitan, ia berhasil membuka pengait bra Laras dan melepasnya.

Dengan tatapan takjub Daniel memandangi sepasang gunung kembar milik Istri dari salah satu pimpinan pesantren Al-fatah.

"Indah sekali..." Daniel membungkuk hendak melahap payudara Laras.

Laras mencoba menahan pundak Daniel. "Jangan Dan... Aaahkk... Astaghfirullah... Daniel..." Jerit kecil Laras dengan nafas memburu.

"Sruuupsss... Enak Amma... Sluuppss... Sluuuppsss..." Seloroh Daniel sembari menghisap payudara Laras secara bergantian kiri dan kanan, membuat Laras makin hanyut akan buaian birahinya.

Dorongan yang di lakukan Laras kini berubah menjadi sebuah dekapan di kepala Daniel yang tengah menyusu diatas payudaranya. Kepalanya mendongak menikmati puttingnya yang tengah di hisap, alhasil memeknya kian basah sanking nikmatnya.

Puas bermain dengan payudara Laras, Daniel menuntun Laras duduk diatas meja belajar anaknya, ia mengangkat kedua tungkai kaki Laras di pundaknya, sembari membenamkan wajahnya di tengah rimbunnya rambut kemaluan Laras.

Tangan kiri Laras menjadi penopang tubuhnya, sementara tangan Kanannya mencoba menjauhkan wajah Daniel dari selangkangannya.

"Danieeel... Aaahkk... Hah... Hah... Sssttt... Ya Tuhaaan... Aaahkk..." Erang Laras, beberapakali ia menggenggelengkan kepalanya tak tahan dengan sapuan lidah Daniel di kemaluannya.

"Srruuppss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Gurih, enak Amma... Sruuupsss... Sluuuppsss..." Racau Daniel dari sela-sela aktivitasnya.

Jilatan dan sedotan Daniel di bibir kemaluannya membuat tubuh indah Laras menggelinjang, kedua kakinya tampak melejang-lejang, bahkan perutnya sampai keram sanking enaknya.

Lidah Daniel mengitari lobang kemaluan Laras, menjilati clitorisnya dengan lembut.

"Danieeel... Ya Tuhaaan... Aaahkk..." Laras melolong panjang ketika badai orgasme tiba-tiba datang menggulung tubuhnya.

Daniel mengecup beberapa kali memek Laras sembari mengangkat wajahnya. "Gurih... Memek Amma enak banget..." Puji Daniel yang puas mempermainkan kemaluannya

"Cukup Dan..."

"Amma yakin?" Daniel mengelus selangkangannya di depan Laras. "Kita coba sebentar saja, kalau nanti Amma tidak suka, nanti kita bisa berhenti." Bujuk Daniel, sembari menarik turun Laras.

"Hanya sebentar." Lirih Laras menyerah, ia memutar tubuhnya membelakangi Daniel.

Daniel segera membuka celananya, ia menuntun kontolnya kearah memek Laras yang sudah siap menerima kontolnya.

Perlahan Daniel mendorong kontolnya, masuk ke cela sempit memek Laras yang terasa hangat menyambut datangnya kontol Daniel. Mata indah Laras terpejam merasakan kulit kasar kontol Daniel yang tengah menggesek-gesek dinding kemaluannya.

Dengan gerakan perlahan, Daniel mengayunkan pinggulnya, menyodok pelan memek Laras yang terasa semakin licin dan basah.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...


"Oughk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Laras.

Sembari menggejot Laras dari belakang, Daniel membelai punggung Laras yang bermandikan keringat. "Nikmat sekali Amma... Oughk..." Racau Daniel sembari memacu birahinya.

"Eehmmmppss... Dan... Aaahkk..."

"Mau di teruskan apa berhenti di sini Amma?" Tangan Daniel terjulur kebawah, ia meraih payudara Laras dan meremasnya dengan perlahan.

Tentu saja rangsangan yang di berikan Daniel membuat Laras ragu untuk menghentikannya sekarang. "Se... Sebentar lagi... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Laras, ia semakin aktif menggerakan tubuhnya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Mendengar jawaban Laras, Daniel makin bersemangat menghujami kontolnya ke dalam memek Laras, menikmati remasan lembut dinding vagina Laras. Tampak lelehan cairan bening mengalir perlahan dari sela-sela kaki Laras, menandakan kalau Istri KH Umar sudah mendekati puncaknya.

Laras merasakan kontraksi hebat di memeknya, membuatnya makin bergairah mengejar kenikmatan maksimal yang hampir ia dapatkan.

Tapi tiba-tiba Daniel mencabut kontolnya dari selangkangan Laras.

"Dan..." Lirih Laras.

Pantatnya seakan mencari-cari kontol Daniel, tapi dengan santainya Daniel tidak memberikan apa yang di inginkan Laras.

"Pindah keatas tempat tidur aja Amma." Ajak Daniel.

Pemuda itu beranjak kearah tempat tidur Azril, dengan posisi terlentang ia mengocok kemaluannya di hadapan Laras yang tampak masih bimbang.

Sayang imannya kalah akan nafsunya, membuat Laras menyerah dan menghampiri Daniel. Tanpa di minta ia mengangkangi selangkangan Daniel, dengan raut wajah merona merah, ia menuntun kontol Daniel untuk memasuki relung memeknya.

"Oughk..." Lenguh Laras.

Perlahan memek Laras memakan, menenggelamkan kontol Daniel di dalam tubuhnya.

Dengan gerakan perlahan Laras menggoyang tubuhnya diatas selangkangan Daniel, naik turun, naik turun, dan semakin lama semakin cepat dan makin cepat, menghentak sekuat tenaga.

Sanking bersemangatnya, tempat tidur Azril berderit-derit seakan mau roboh. Melihat Laras bersemangat membuat Daniel senang.

"Sstttt... Aaahkk... Lebih cepat Amma... Aaahkk..." Desah Daniel menyemangati.

Laras menggerakan pinggulnya memutar, meremas-remas kontol Daniel. "Aaahkk... Daniel... Hah... Hah... Enaaaak... Aaahkk..." Erang Laras melolong panjang menikmati kontol keponakannya.

"Terus Amma... Terus..." Desak Daniel.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...


"Danieeel... Ama mau keluar..." Jerit Laras.

Mendengar hal tersebut membuat Daniel bersemangat. Ia menarik tubuh Laras hingga terlentang, berada di bawahnya.

Kini mereka kembali berganti posisi, dengan posisi konvensional, Daniel yang berada diatasnya dapat melihat mata indah Laras yang tampak sayu balik memandangnya, sementara bibir merah Laras tanpa henti mengeluarkan lenguhan-lenguhan manja yang membuat Daniel makin birahi.

"Bareng Amma... Saya juga mau keluar." Kata Daniel.

Laras melingkarkan kedua kakinya di pinggang Daniel dan kedua tangannya di leher Daniel. "Aaahkk... Aaahkk... Sssttt.... Hah... Hah..." Desah Laras.

Daniel mendekatkan bibirnya, ia melumat bibir merah Laras sembari menghentak-hentakkan pinggulnya ke bawah hingga menubruk bagian dalam rahim Laras. Semenit kemudian Daniel merasakan memek Laras mengalami kontraksi, yang kemudian di iringi dengan cairan hangat yang merembes keluar.

Sperma Daniel yang sudah berkumpul di satu titik, langsung ia lepaskan bersamaan dengan orgasme yang di alami Laras.

Croooootttssss.... Croooottss.... Croooottss...

Tubuh keduanya bergetar beberapa saat, melepaskan dahaga birahi mereka berdua.

"Nikmat sekali." Lirih Daniel melepas ciuman mereka.

Laras terdiam membisu, lagi-lagi ia harus mengakui kalau ia menikmati perzinahannya dengan Daniel. "Kumohon ini yang terakhir Daniel." Pinta Laras, ia menyesal tapi ia juga menikmatinya.

"Kenapa Amma? Bukannya Amma juga menikmatinya?" Goda Daniel.

"Ini dosa..."

Daniel memutar tubuhnya ke samping, sembari menatap indahnya mata Laras. "Ada dua cara kalau Amma takut dosa." Ujar Daniel.

"Maksud kamu?"

"Yang pertama kita menikah..." Ajak Daniel, membuat Laras tersentak kaget mendengarnya.

Dengan sisa-sisa tenaganya Laras beranjak duduk di tepian tempat tidurnya. "Jangan gila kamu Daniel, saya sudah menikah." Kesal Laras.

"Ada satu cara lagi..."

"....." Laras menatapnya diam.

Daniel memeluk Laras, lalu berbisik di dekat telinga Laras. "Amma... Menjadi budak saya! Bukankah seorang budak boleh di gauli." Tawar Daniel, membuat Laras kembali kaget mendengarnya.

"Saya wanita merdeka." Jawab Laras.

Daniel melepas pelukannya ia berlalu mengambil dan mengenakan kembali pakaiannya dengan santai. "Pilihan ada di tangan Amma..." Ujar Daniel seraya tersenyum penuh keyakinan.

"Keluar sekarang Dan..."

Daniel mengangguk seraya memandangi Laras yang tampak enggan membalas tatapan Daniel.

Sebenarnya Daniel bisa membalas sikap Laras dengan sebuah hinaan, mengingat dirinya sudah berapa kali menikmati tubuh tantenya itu, bahkan kini Laras telah mengandung anaknya. Tapi Daniel ingin menaklukan Laras dengan caranya sendiri.

*****


Kartika

12:00

"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan mas." Kartika menutup telponnya seraya tersenyum kecil.

Raut wajah kebahagian terpancar jelas di wajahnya yang beberapa hari ini terlihat murung. Setelah satu Minggu ia berpisah dengan sang Suami, akhirnya mereka bisa bertemu kembali, dan selama satu Minggu itu ia terpaksa melayani nafsu binatang mertuanya.

Ada kelegaan yang di rasakan Kartika, ia berharap dengan kembalinya sang Suami, Pak Hasan tidak akan berani macam-macam lagi dengannya.

Segera Kartika keluar dari kamarnya, ia bermaksud ingin menyiapkan makan siang untuk Suaminya. Karena tadi Rifki sempat berpesan agar Kartika memasakkannya masakan yang enak.

"Wangi sekali..." Tiba-tiba Pak Hasan masuk keruang dapur sembari mengendus aroma masakan Kartika.

Kartika tampak kaget melihat Pak Hasan. "Tunggu sebentar Pak, belum siap." Ujar Kartika datar, ia masih berusaha bersikap sopan setelah apa yang di lakukan Pak Hasan satu Minggu belakangan ini.

"Gak apa-apa, Bapak akan setia menunggu." Ujar Pak Hasan.

Kartika mencoba mencicipi gulai ayam masakannya, rasanya pas tidak begitu asin.

Tapi tiba-tiba dari belakang Pak Hasan langsung memeluknya, membuat sendok yang ada di tangannya terlepas sanking kagetnya. Kartika berusaha melepaskan pelukan Pak Hasan.

"Lepasin Pak... Sebentar lagi Mas Rifki pulang." Ujar Kartika mengingatkan mertuanya agar tidak berbuat macam-macam kepadanya.

Tetapi Pak Hasan tidak mengubrisnya, ia malah berusaha mencium Kartika. "Emang kenapa kalau anak Bapak pulang? Kamu takut ketahuan kalau sudah berselingkuh dengan Bapaknya?" Goda Pak Hasan, membuat Kartika kesal.

"Selingkuh? Saya korban pemerkosaan." Geram Kartika.

"Hahaha... Korban? Tapi kamu menikmatinya Nduk! Kira-kira bagaimana perasaan Rifki kalau tau Istrinya menikmati kontol Bapaknya."

"Stop..." Jerit Kartika.

Pak Hasan melepaskan pelukannya ia tersenyum melihat tatapan kebencian Kartika kepada dirinya. Dengan santai Pak Hasan menanggalkan satu persatu pakaiannya hingga ia telanjang bulat.

Buru-buru Kartika memalingkan wajahnya dari tubuh telanjang Pak Hasan.

"Lakukan sekarang, kalau kamu tidak ingin anakku Rifki melihat Bapaknya meniduri Istrinya." Ujar Pak Hasan tenang, dengan sedikit mengancam.

"Astaghfirullah Pak... Sebentar lagi Mas Rifki sampe Pak... Tolong jangan sekarang." Melas Kartika frustasi dengan sikap Mertuanya yang semaunya sendiri tidak perduli dengan kondisi saat ini.

Pak Hasan duduk di kursi makan. "Dia tidak akan tau, kalau kamu cepat bertindak dan tidak mengulur-ulur waktu." Ujar Pak Hasan.

"Tolong Pak..."

"Kamu tidak punya pilihan Nduk... Lakukan sekarang atau kamu akan menyesal."

Tubuh Kartika gemetar, ia benar-benar kesal dengan sikap Mertuanya yang seenaknya saja memintanya untuk melayaninya, padahal sebentar lagi Suaminya akan tiba di rumah, itu artinya resiko mereka begitu besar. Kartika tidak bisa membayangkan kalau Suaminya melihat dirinya ML dengan Bapaknya.

Kartika sadar tidak ada gunanya ia melawan, sehingga ia memutuskan untuk melayani Mertuanya secepat yang ia bisa.

Segera Kartika melepas celemek yang menempel di tubuhnya, kemudia ia berlutut di depan kemaluan Pak Hasan yang tampak belum ireksi sempurna. Jemarinya yang halus menggenggam kontol Pak Hasan.

"Kalau cuman di kocok seperti itu, kamu akan terlambat Nduk." Ujar Pak Hasan mengingatkan.

Kartika menatap benci kearah Mertua, tetapi walaupun begitu ia tetap mengoral kemaluan Mertuanya sembari berharap Mertuanya segera ejakulasi sebelum Suaminya tiba di rumah dan memergoki perbuatan mereka berdua yang tengah berzina.

Perlahan ia Kartika menjilati kontol Pak Hasan yang semakin lama semakin keras, ujung lidahnya menyapu lobang kencing Pak Hasan, membuat tubuh Pak Hasan bergidik geli.

Tidak sampai di situ saja, Kartika juga mencucupi kontol Pak Hasan, membuka mulutnya melahapnya dengan perlahan.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuppss... Sluuppss... Sluuuppsss...

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuppss... Sluuppss... Sluuuppsss...

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuppss... Sluuppss... Sluuuppsss...


Kepalanya naik turun diatas selangkangan Pak Hasan, mengoralnya dengan rakus sembari memainkan kantung zakarnya yang terasa kencang.

Sesekali ia melakukan deepthroat berharap teknik tersebut membuat Pak Hasan tak tahan dan segera orgasme, tapi usahanya tampak belum menuai hasil, walaupun rahangnya sudah mulai terasa pegal.

Kartika terlihat semakin panik melihat jam di dinding dapurnya yang hampir menunjukan pukul satu siang.

Tanpa banyak berfikir Kartika melepas kancing gamisnya, kemudian menyingkap cup branya. Dengan menggunakan payudaranya ia menjepit kontol Pak Hasan, sembari menggerakannya naik turun yang di kombinasikan dengan jilatan di kepala kontol Pak Hasan.

"Ini cukup enak, tapi tidak cukup untuk membuat Bapak orgasme Nduk." Ujar Pak Hasan.

Kartika tampak khawatir. "Saya mohon Pak! Sebentar lagi Mas Rifki sampe Pak." Melas Kartika yang terlihat sangat frustasi.

"Mungkin kamu bisa mengatakan sesuatu untuk membangkitkan libido Bapak." Saran Pak Hasan, sembari menyapu air mata yang mengalir di pipi mulus Kartika.

Kartika terdiam, ia menggigit bibirnya. Rasanya sulit sekali baginya untuk mengatakan sesuatu yang erotis, mengingat dirinya adalah seorang muslimah. Tetapi Kartika sadar kalau ia tidak punya pilihan. Bisa atau tidak, suka atau tidak, ia harus melakukannya agar Mertuanya makin bergairah.

Kartika memejamkan matanya, mencoba menenangkan dirinya, meyakinkannya atas apa yang akan ia lakukan semua itu demi keluarga kecilnya.

"Ke...kemaluan Bapak enak..." Lirih Kartika.

Pak Hasan menggelengkan kepalanya. "Ucapanmu malah membuat Bapak jadi gak mod." Ujar Pak Hasan, sembari menghela nafas.

"Kontol... Kontol Bapak enak..."

"Na begitu... Ayo coba lagi, yang lebih hot..." Ujar Pak Hasan menyemangati Kartika.

Kartika semakin cepat menggerakan payudaranya naik turun. "Kontol Bapak besar... Enak... Kartika suka kontol Bapak..." Puji Kartika yang semakin lancar, membuat Pak Hasan senang.

"Uughk... Kamu suka kontol Bapak Nduk."

"Suka Pak... Kontol Bapak enak..." Kartika menjulurkan lidahnya menjilati kepala kontol Pak Hasan.

"Enakkan kontol siapa Nduk, antara Bapak dan Suamimu?" Pancing Pak Hasan, membuat Kartika sempat terdiam beberapa saat.

"Ko... Kontol Bapak... Kontol Bapak lebih enak dari pada kontol Mas Rifki." Maafkan aku Mas... Aku terpaksa melakukan ini semua...

"Aaahkkk... Nduk... Kamu membuat Bapak semakin bergairah." Racau Pak Hasan.

Kartika yang merasa memiliki harapan, semakin cepat mengoral kontol Pak Hasan dengan payudaranya, hingga tangan dan payudaranya mulai terasa pegal dan panas, tetapi Pak Hasan belum juga terlihat akan segera orgasme, membuat Kartika semakin panik.

Mereka sempat bertatapan sebentar, dari tatapan Pak Hasan, Kartika mengerti kalau pria itu menginginkan dirinya untuk melakukan hubungan intim.

Kartika akhirnya menyerah. "Maafkan aku Mas... Maafkan aku..." Jerit Kartika, tubuhnya terguncang beberapa saat.

Pak Hasan terlihat sama sekali tidak merasa kasihan melihat menantunya yang tampak frustasi, ia malah terlihat semakin senang melihat Kartika yang menderita akibat perbuatannya.

Segera Kartika kembali berdiri, ia menarik celana legging berikut dalamannya.

"Inikan yang Bapak mau?" Geram Kartika.

Pak Hasan dengan santainya menepuk pahanya. "Waktu kita sangat sempit, jangan buang-buang waktu kecuali kamu ingin melihat Suamimu menjadi gila." Ujar Pak Hasan tenang.

"Suamiku anakmu juga Pak."

"Sudah jam satu siang..." Celetuk Pak Hasan.

Kartika menghela nafas, wanita Soleha itu sadar tidak ada gunanya berdebat dengan Mertuanya.

Kedua tangan Kartika gemetar ketika ia harus menarik keatas gamisnya. Dengan perlahan ia menurunkan pantatnya dengan posisi membelakangi Mertuanya, karena ia tidak ingin melihat senyum di wajah Pak Hasan yang merasa menang terhadap dirinya.

Awalnya Kartika terlihat kesulitan karena kontol Pak Hasan tidak bisa diam. Sembari menahan nafas Kartika memegang kontol Pak Hasan mengarahkannya tepat di depan bibir kemaluannya yang tidak cukup basah untuk menerima kehadiran kontol Pak Hasan.

"Pelan-pelan saja dulu Nduk." Nasehat Pak Hasan.

Kartika merasa muak mendengarnya. "Sssttt... Aaahkk... Aaahkk..." Lenguh Kartika yang tampak kesulitan memasukan kontol Pak Hasan.

"Masuk Nduk... Tekan..."

Kartika menekan pinggulnya kebawah, merasakan kepala kontol Pak Hasan yang menyeruak masuk ke dalam lobang peranakannya. Bleeesss... Kontol Pak Hasan tertancap penuh di dalam memeknya.

Sejenak Kartika tidak melakukan apapun, ia mencoba beradaptasi terlebih dahulu.

Walaupun ini bukan kali pertama memeknya di masuki kontol Pak Hasan, tetapi tetap saja Kartika selalu merasa kagok saat merasakan keberadaan kontol Pak Hasan di dalam tubuhnya. Karena ukuran kontol Pak Hasan yang tidak hanya panjang tapi juga gemuk.

Memek Kartika dalam sekejap terasa penuh, ia dapat merasakan kedutan kontol Pak Hasan yang tengah terhimpit oleh dinding kewanitaannya.

Setelah di rasa cukup, barulah Kartika menggerakan pinggulnya naik turun dengan perlahan diatas pangkuan Pak Hasan. Saat ia menarik pinggulnya keatas, ia dapat merasakan bibir kemaluannya iku ketarik keluar dan gesekan kasar antara kedua kelamin mereka, dan saat ia menurunkan pinggulnya, ia dapat merasakan kemaluannya ikut ketarik ke dalam dan ia juga merasakan kepala kontol Pak Hasan yang menubruk rahimnya.

"Uughkk... Hah... Hah... Aaahkk... Aaahkk." Lengu Kartika.

"Ooh... Enaknya memek kamu Nduk."

Kartika memejamkan matanya, merasakan nikmatnya tekstur kontol Pak Hasan yang terasa pas untuk memeknya. "Oughk... Pak! Aaahkk... Hah... Hah..." Erang Kartika tanpa sadar.

Kedua tangan Pak Hasan melingkar ke depan, dia menangkup kedua payudara Kartika, meremasnya dengan perlahan sembari memainkan puting Kartika yang tampak mulai mengeras, alhasil rangsangan yang di dapat Kartika membuatnya makin bergairah.

Seakan lupa akan tujuannya, Kartika seperti kesetanan, ia menggerakan pinggulnya naik turun, maju mundur dan sesekali berputar.

"Aaahkk.... Aaaahkk... Aaaahkk..."

"Enak ya Nduk... Hehehe... Ayo puaskan dirimu Nduk, Rifki tidak akan mampu membuat kamu keenakan seperti ini." Bisik Pak Hasan.

Kartika berusaha menyadarkan dirinya, tapi gagal sanking nikmatnya. "Ya Tuhaaan... Aaahkk... Ssssttt... Hah... Hah..." Desah Kartika sembari menggerakan tubuhnya menggeliat diatas pangkuan Pak Hasan.

Tangan kanan Pak Hasan turun menuju perut rata Kartika, ia membelainya perlahan sembari terus turun menuju rambut kemaluan Kartika.

Kartika yang sudah terlanjur birahi tidak begitu perduli dengan apa yang di lakukan Pak Hasan, bahkan ia terkesan menikmatinya. Matanya merem melek ketika jemari Pak Hasan menggosok-gosok clitoris Kartika yang membengkak.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Tiba-tiba tubuh Kartika melejang-lejang, kedua kakinya gemetar dengan pinggul yang tersentak-sentak. Kartika merasakan kenikmatan yang luar biasa, hingga terasa ke ubun-ubun.

"Oughk..." Lenguh Kartika.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

"Host... Host... Huh... Hah... Hah..."

"Enak banget ya Nduk? Hehehe..." Goda Pak Hasan, membuat Kartika merasa sangat malu.

"Sudah ya Pak..." Melas Kartika.

Pak Hasan tersenyum kecil. "Loh, saya belum keluar Nduk, kok sudahan." Tolak Pak Hasan, membuat Kartika kembali di hantui rasa khawatir.

Ia melihat kearah jam dinding yang sudah menunjukan pukul satu lewat tiga puluh menit lebih, itu artinya tidak lama lagi Suaminya akan tiba di rumah, bisa gawat kalau Suaminya memergoki dirinya yang masih sedang melayani mertuanya.

Sementara Kartika sudah tidak tau lagi bagaimana caranya untuk sesegera mungkin untuk membuat Mertuanya ejakulasi.

Tidak ada waktu lagi, itulah yang ada pikiran Kartika saat ini.

Ia memutar tubuhnya menghadap kearah Pak Hasan, yang seakan tengah menunggu aksi lanjutan dari Kartika yang tampaknya sudah kehabisan ide untuk membuat Mertuanya ejakulasi.

Kembali Kartika duduk di pangkuan Pak Hasan, ia menggenggam kontol Pak Hasan, mengarahkan kontol Pak Hasan kearah anusnya. Ya... Kartika memilih lobang pantatnya untuk menuntaskan birahi mertuanya, dan ia berharap kali ini berhasil.

"Oughk..." Lenguh Kartika.

Pak Hasan memeluk pinggang Kartika. "Hehehe... Kamu tau aja apa yang Bapak mau." Ujar Pak Hasan kegirangan karena bisa menganal menantunya.

"Sssttt.... Nikmati Pak! Aaahkk... Ini untuk Bapak..." Goda Kartika, memancing birahi Pak Hasan agar segera ejakulasi.

"Pantat kamu sempit Nduk."

Dengan sisa-sisa tenaganya Kartika menggerakan pinggulnya, memanjakan kontol Mertuanya melalui jepitan lobang anusnya.

Selain melakukan gerakan erotis, Kartika juga memancing birahi mertuanya lewat kata-kata manja yang sangat tidak pantas bagi seorang wanita Soleha untuk mengatakannya.

Pak Hasan mendekatkan wajahnya di payudara Kartika yang menganggur lalu melahap.

"Ughkk... Enak Pak! Aaahkk... Hisap putingku Pak! Aaahkk... Aaahkk..." Jerit Kartika sembari berayun-ayun diatas pangkuan Pak Hasan.

Plooookkkss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookkkss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookkkss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...


Secara bergantian Pak Bejo melahap payudara Kartika, kiri dan kanan. Sementara Kartika bekerja lebih keras, berharap Pak Bejo segera melepaskan lahar panasnya di dalam anusnya.

Ketika mereka lagi panas-panasnya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.

"Assalamualaikum..."

"Ya Tuhan..." Wajah cantik Kartika tampak pucat pasi.

Pak Hasan tersenyum, lalu dia mengangkat tubuh Kartika tanpa melepaskan kontolnya dari memek Kartika. Ia membawa Kartika ke depan pintu rumah mereka.

Kartika menggelengkan kepalanya, ia benar-benar ketakutan saat ini.

"Jangan berisik..." Bisik Pak Hasan.

Kartika mendekap mulutnya ketika Pak Hasan mengayun-ayunkan tubuhnya di dekat pintu rumahnya. Kini dirinya dan Suaminya hanya di pisahkan oleh daun pintu, andai pintu itu terbuka, maka tamatlah sudah riwatnya.

Beruntung pintu rumahnya terkunci sehingga Suaminya tidak bisa langsung masuk.

"Stop Pak... Aaahkk... Di luar ada Mas Rifki." Melas Kartika.

"Sebentar lagi..."

Kartika menggelengkan kepalanya, ini sudah gila... Sangat gila...

Tapi anehnya kondisi menegangkan tersebut malah membuat Kartika makin terbakar api birahi. Rasa nikmat yang di rasakannya menjadi berlipat-lipat. Dan benar saja, tanpa bisa ia tahan, lagi-lagi Kartika mencapai puncak orgasmenya.

"Nduk... Bapak jugar keluar." Bisik Pak Hasan.

Croooottts... Croooottss... Croooottss...

Akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga, Kartika dapat merasakan hangatnya sperma Pak Hasan di dalam lobang anusnya.

Pak Hasan menurunkan tubuh Kartika, ia tersenyum puas setelah kembali bisa menganal Kartika.

"Tadi itu enak sekali Nduk...!" Bisik Pak Hasan.

Pria tua itu segera pergi meninggalkan mereka, sementara Kartika terlihat sibuk merapikan kembali gamisnya. Kartika terlihat panik, sanking paniknya ia lupa rasa nikmat yang baru saja ia dapatkan. Setelah mengusap keringat di wajahnya, barulah Kartika membukakan pintu rumahnya.

Rifki sempat heran melihat raut wajah Istrinya yang merona merah.

"Waalaikumsalam Mas." Jawab Kartika.

Rifki tersenyum hangat. "Dari mana aja kamu sayang, kok lama buka pintunya?" Tanya Rifki, membuat Kartika kembali panik.

"A-anu mas... Itu..."

"Sayang kamu kenapa si? Kok kayak pencuri yang habis ketangkap basah." Kata Rifki lembut, ia meraih tangan Istrinya yang tampak gemetar.

"Gak apa-apa kok Mas... Ehmm... Aku lagi masak, belum selesai..." Ujar Kartika sembari memaksakan diri untuk tersenyum.

"Oh ya... Kamu masak apa Dek."

"Gulai ayam, kesukaan kamu Mas." Jawab Kartika yang kini terlihat lebih tenang.

Mendengar hal tersebut membuat Rifki bersemangat. "Jadi lapar, Mas mau langsung makan." Ujar Rifki hendak pergi ke dapur.

"Eh Mas..."

Buru-buru Kartika menghentikan Suaminya, Kartika baru ingat kalau pakaiannya dan Pak Hasan masih tertinggal di dapur.

"Kenapa Dek..."

"Hmmm... Mas mandi aja dulu, keringat... Bauk." Ujar Kartika manja. Rifki mencium aroma tubuhnya, dan raut wajah Rifki mendadak berubah.

"Hehehe... Ya udah Mas mandi dulu ya Dek, tolong kamu siapkan makanannya." Ucap Rifki membuat Kartika merasa legah. "Oh ya Dek, sekali ajak Bapak ya." Tambah Rifki, Kartika mengangguk sembari menyembunyikan kesedihannya.

Selepas kepergian Suaminya, Kartika segera kembali ke dapur untuk membereskan bukti sisa-sisa persetubuhannya bersama Pak Hasan.

Sebagai seorang istri, Kartika merasa sangat kotor, ia merasa tidak pantas menjadi Istri Rifki. Ia merasa telah mengkhianati janji suci pernikahan mereka, walaupun ia melakukan persetubuhan tersebut karena di paksa oleh Mertuanya.

Kartika hanya berharap mimpi buruk ini segera berakhir.

*****
end part 14
 

Aurel

07:40
Hembusan angin yang datang dari timur menerpa wajah cantiknya, sesekali ia mejamkan matanya sembari menikmati udara segar di pagi hari. Pemandangan danau yang terhampar luas di hadapannya sungguh sangat memanjakan mata, rasanya ia enggan untuk berpaling andai saja pemuda itu tidak memanggilnya.

"Aurel... Sini." Pemuda itu tersenyum, membuat hati Aurel berbunga-bunga.

Dengan langkah kecil ia berjalan mendekat, meminta temannya untuk sedikit bergeser agar ia bisa duduk di samping pujaan hatinya. "Minggir..." Ujarnya, sembari menepuk pundak sang pemuda.

"Ribet banget si kamu Rel." Rutuk Yogi yang tadi di minta bergeser. "Ayo mulai, udah gak sabar ni." Sambungnya dengan senyum sumringah.

Dedi mengambil sebotol Amer, hanya hitungan detik tutup botol itu terbuka. Aroma menyengat dari botol minuman tersebut membuat mereka bersemangat, kecuali Aurel yang tidak tertarik sama sekali. Gadis itu mencabut sebatang rokok.

"Kali ini kamu ikut minum ya." Pinta Dedi.

Aurel tampak salah tingkah. "Eum... Kalian aja ya." Tolak Aurel, ia menatap Dedi sembari mengangkat satu alisnya.

"Sesekali ikut kenapa Rel! Cuman Amer doang..." Ujar Tiwi, ia tampak kesal dengan Aurel yang selalu menolak ketika di ajak minum.

"Sedikit aja Rel, buat menghormati kita-kita." Celetuk Ferdi, sembari menguyah kacang duo kelinci.

"Puter... Puter..." Suruh Lidya.

Dedi segera meneguk minuman tersebut, dari raut wajahnya ia sangat menikmatinya. Kemudian Dedi menuangkan kembali minuman ke dalam gelas kecil tersebut dan memberikannya kepada Lidya.

Gelas tersebut terus berjalan, memutar, bergantian satu dengan yang lainnya, hingga akhirnya tiba giliran Aurel. Perempuan cantik itu tampak ragu ketika Dedi menuangkannya Amer kedalam gelasnya, ia menyodorkannya kepada Aurel.

"Sekali aja Rel, jangan khawatir kan ada aku." Bisik Dedi, membuat hati Aurel bergetar mendengarnya.

"Tapi..."

Tiba-tiba Dedi merangkul pundak Aurel, ia mendekatkan gelas tersebut tanpa melepaskan pandangannya kearah gadis lugu tersebut.

Seakan terhipnotis dengan tatapan Dedi, perlahan bibir tipisnya terbuka, menyentuh bibir gelas tersebut. Lalu dengan perlahan cairan haram itu masuk ke dalam mulutnya, mengalir ke tenggorokannya dan berhenti di lambungnya.

Aurel merenyitkan dahinya, Rasanya tidak enak.... Mendadak tenggorokannya terasa panas.

"Yeaaay...." Lidya bersorak.

Gio segera menyalimi Aurel, dan mengucapkan selamat untuk Aurel, lalu di susul oleh teman-temannya satu persatu membuatnya tertawa renyah. Baru kali ini ia melakukan sesuatu mendapatkan apresiasi oleh orang lain, walaupun ini hanya segelas Amer.

Aurel menatap Dedi yang tengah menenggak minumannya. "Untuk Aurel..." Ucap Dedi, membuat Aurel mengulum senyum.

"Untuk Aurel." Susul Lidya.

Kemudian yang lainpun mengucapkan hal yang sama, hingga akhirnya kini tiba gilirannya lagi.

Dedi kembali menuangkan minuman tersebut ke dalam gelas dan memberikannya kepada Aurel. Walaupun masih ada sedikit keraguan tapi Aurel kembali menerimanya, ia menegaknya dan kini ia merasa rasanya tidak begitu menyiksa tenggorokannya.

Untuk menghilangkan rasa Amer di mulutnya, Aurel ikut memakan kacang.

Gelas tersebut terus bergulir, tidak terasa sudah lima putaran dan Aurel tidak pernah absen untuk ikut meminumnya, membuatnya mulai merasakan perubahan yang terjadi kepada tubuhnya.

Kepalanya mulai terasa berat, dan tubuhnya terasa hangat, menandakan kalau Aurel mulai mabuk. Lidya yang sedari tadi memperhatikan Aurel tersenyum senang.

"Lagi Rel?" Tawar Dedi.

Aurel mengibaskan tangannya. "Aku sudahan... Kepalaku berat." Jelas Aurel, matanya tampak sayu,. menandakan tatapannya yang mulai kosong.

"Sekali lagi Rel." Dedi membantu Aurel meminumnya.

Dedi menuangkan kembali minuman tersebut ke dalam gelas, ia menyerahkannya kepada Lidya. Segera Lidya mengambil bungkusan kecil di saku depannya. Saat Lidya menaburkan bubuk tersebut, tampak para pria saling pandang sembari melempar senyum.

Sembari mendekap pundak Aurel, Dedi kembali menyodorkan minuman tersebut.

Saat melihat Aurel menelan habis minuman yang ada di dalam gelas, para pria tampak kegirangan, tidak terkecuali Tiwi dan Lidya.

"Pestanya sudah bisa di mulaikan?" Tanya Yogi.

"Tunggu sepuluh menit lagi..." Perintah Lidya, ia ingin memastikan kalau obat perangsang itu bekerja dengan baik.

Ferdi yang tidak tahan mencoba memeluk Tiwi, tapi di tepis olehnya. "Kalian fokus sama Aurel aja." Geram Tiwi, Ferdi tampak mayun.

Sembari menatap wajah Aurel, telapak tangan Dedi mulai bergerilya diatas payudata Aurel. Ia meremas pelan sembari melihat reaksi Aurel yang dalam keadaan setengah sadar setelah di buat mabuk oleh ketujuh temannya.

"Sssttt...." Aurel mendesis.

Dedi menatap temannya. "Aku yang pertama, ada yang mau protes?" Tanya Dedi, sembari menatap wajah keempat sahabatnya.

"Lanjut bos." Lirih Efran.

Selama beberapa detik Dedi menatap wajah cantik Aurel, akhirnya hari ini ia bisa menikmati perawan anak seorang Kiayi besar, anak dari salah satu pimpinan pondok pesantren Al-fatah.

Hembusan nafas Aurel menerpa wajah Dedi, ketika ia mendekatkan bibirnya dan memanggut lembut bibir Aurel yang terasa kenyal.

Dalam keadaan setengah sadar, Aurel juga bisa merasakan ciuman Dedi di bibirnya.

Dia menciumku... Ya Tuhan!

Remasan telapak tangan Daniel semakin kencang, membuat Aurel tampak gelisah, di tambah lagi lidah Dedi yang menyusup masuk ke dalam mulutnya, menjamah rongga mulutnya, membelit lidahnya, bahkan beberapakali Aurel menelan air liur Dedi.

"Kamu ngapain?" Tanya Aurel lemah.

Dedi tersenyum. "Aku menginginkanmu." Bisik Dedi, sembari meraih kancing seragam putih yang di kenakan Aurel.

"Jangan..." Melas Aurel.

"Sebentar saja." Bujuk Dedi.

Aurel mencoba menahan pergelangan tangan Dedi, tapi tanpa kesulitan berarti Dedi berhasil mempreteli kancing kemeja yang di kenakan Aurel. Tampak di balik kemejanya, payudaranya yang membulat indah terbungkus cup bra berwarna putih di hiasi dengan ukiran berwarna merah muda.

Ferdi, Efran, Gio dan Yogi tampak bersemangat, mereka sepertinya sudah tidak sabar menunggu giliran mereka.

"Jangan Ded..." Melas Aurel.

Dedi menyingkap keatas cup branya. "Indah sekali tetek kamu sayang." Bisik Dedi, membuat hati gadis polos itu bergetar.

Kembali telapak tangan Dedi menjamah buah dada ranum Aurel, ia meremasnya, mengusap-usap puting Aurel yang mulai membesar. Sentuhan jemari Dedi membuat Aurel mendesis nikmat.

Secara bergantian Dedi menjamah payudara Aurel, meremasnya dengan gemas.

Dedi membaringkan Aurel dengan kondisi kemeja yang kancingnya sudah terbuka, dan cup bra yang sudah tersibak keatas.

Aurel mencoba untuk berdiri, tetapi Lidya menahannya. "Nikmatin aja Rel! Ini hadiah dari kami untuk kamu." Ujar Lidya sambil menyunggingkan senyum penuh arti.

"Astaghfirullah..."

"Semenjak kapan kamu ingat Tuhan Rel!" Ledek Gio seraya tertawa.

Aurel menatap sayu kearah Dedi yang tengah menanggalkan pakaiannya hingga telanjang bulat, kemudian di susul oleh ke empat temannya. Aurel tampak panik melihat kontol mereka berlima yang tengah mengacung tegak.

Sekarang Aurel mengerti kenapa mereka terus mendesaknya untuk ikut minum. Aurel menyesali keputusannya yang termakan bujukan teman-temannya.

"Sekarang giliran kamu yang telanjang Rel." Bisik Tiwi.

Aurel menggelengkan kepalanya, ia mencoba menepis tangan Lidya dan Tiwi yang hendak melepas pakaiannya.

Walaupun Aurel berusaha sekeras mungkin, tapi pada kenyataannya, dirinya yang berada di bawah pengaruh alkohol tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan perbuatannya Lidya dan Tiwi, kedua sahabat yang ia kira tulus.

"Lidya... Jangan..."

Lidya menarik lepas kemeja Aurel. "Gak apa-apa Rel, kamu harus percaya sama aku ya." Bujuk Lidya yang tengah melepas bra Aurel.

"Kita sahabatkan? Kita satu rasa Rel... Kami juga pengen kamu merasakan apa yang kami rasalan Rel, percaya deh... Kamu pasti ketagihan." Rayu Tiwi.

"Aku gak mau... Gak..." Racau Aurel lemah.

Tiwi menarik lepas rok hijau yang di kenakan Aurel, tampak gundukan memek Aurel yang membukit di balik celana dalamnya yang sewarna dengan warna branya.

Belum selesai, Tiwi menarik lepas celana dalam Aurel. Tampak kue apem Aurel yang di tumbuhi rambut halus yang masih terlihat jarang-jarang dan agak lurus. Kelima pejantan yang tengah memandangi Aurel dengan tatapan takjub.

Terakhir Lidya melepas jilbab putih Aurel, dan menjadikannya alas di pantat Aurel.

"Silakan di nikmati teman-teman." Ujar Lidya.

Walaupun dalam keadaan mabuk, Aurel tetap bisa merasakan kekhawatirannya ketika Dedi dan kawan-kawannya berjalan mendekati Aurel. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Aurel kembali berdoa memohon pertolongan.

Ferdi mengangkat kepala Aurel ia meletakannya di paha kanannya, kontolnya yang ereksi menggesek pipi Aurel.

Yogi dan Efran mengambil posisi di kanan Aurel, sementara Gio di sisi kiri Aurel.

Dedi yang memang mendapat jatah pertama langsung mendapatkan jatah selangkangan Aurel. Aurel kembali mencoba meronta, tetapi dirinya yang berada dalam pengaruh alkohol tidak bisa berbuat apa-apa ketika Dedi mengangkangkan kedua kakinya.

Pemuda itu sampai tidak berkedip memandangi area kemaluan Aurel. Bibir kemaluannya yang tipis, berwarna merah muda terlihat sangat menggiurkan.

"Indah sekali Rel..." Bisik Dedi.

Aurel berusaha mendorong kepala Dedi yang semakin mendekat. Sanking dekatnya, Aurel dapat merasakan hembusan nafas Dedi di pori-pori vaginanya yang mulai basah.

Sejenak mata Aurel melotot, ia menahan nafasnya ketika merasakan sapuan lidah Dedi di bibir kemaluannya.

Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...


Dengan penuh semangat Dedi menjilati memek Aurel yang semakin basah. Ujung lidahnya menggelitik lembut clitoris Aurel yang dengan perlahan mulai membengkak.

Sementara Yogi, Ferdi, Efran dan Gio bergantian meremas-remas, menjamah payudara Aurel, sesekali mereka juga mengelus perut Aurel, membuat perutnya terasa keram. Sentuhan-sentuhan yang di berikan mereka membuat Aurel melayang ke nirwana.

"Oughk... aku keluar..." Desah Aurel.

Pinggulnya tersentak-sentak menikmati orgasme yang baru saja ia dapatkan.

Dedi dengan rakus menyeruput cairan cinta Aurel yang meleleh keluar, dan di akhiri kecupan lembut di bibir kemaluan Aurel.

"Enakkan Rel?" Tanya Lidya sembari merekam adegan mereka menggunakan hp Aurel.

"....." Aurel terlalu lemas untuk menjawab pertanyaan Lidya.

"Bantuin bro..." Pinta Dedi.

Efran menarik kaki kanan Aurel, dan Gio menarik kaki kiri Aurel.

Keringat sebesar biji jagung mengalir di dahi Aurel, ia menggeleng lemah ketika Dedi mendekat sembari mengurut batang kemaluannya, Aurel sadar kalau Dedi hendak merenggut kesuciannya, membuat Aurel kembali panik.

Ia meronta-ronta lemah, sembari menatap Lidya dengan tatapan memohon. Lidya menjawabnya dengan senyuman penuh arti.

"Tahan ya Rel... Agak sakit." Ujar Dedi.

Aurel menatap sayu kearah Dedi. "Jangan... Huh... Huh... Jangan Ded..." Mohon Aurel, ia merasakan gesekan batang krmaluan Dedi di bibir kemaluannya.

"Maaf Rel..." Bisik Dedi.

Tubuh Aurel menegang ketika merasakan kepala kontol Dedi menyeruak, memaksa masuk ke dalam memeknya. Kedua tangan Aurel terkepal, urat-urat lehernya tampak menyembul keluar menahan rasa sakit di selangkangannya.

Ferdi dan Yogi menstimulasi payudara Aurel, ia memainkan puting Aurel untuk mengurangi rasa sakit saat Dedi memperawaninya.

"Aduh sakit... Aaahkk... Sssttt..." Erang Aurel saat Dedi kembali mendorong pinggulnya ke depan.

"Sempit banget... Susah." Keluh Dedi.

Lidya yang tengah merekam kontol Dedi yang sedang menusuk memek Aurel ikut berkomentar. "Sedikit lagi Ded...." Jerit Lidya bersemangat.

"Dorong kuat-kuat Ded." Tiwi ikut antusias.

Dedi mengayunkan pinggulnya maju mundur perlahan, mengambil ancang-ancang. Lalu dengan dorongan kuat, ia menusuk memek Aurel dengan kontolnya. Bleeesss... Wajah Aurel mendongak keatas ketika ia merasakan ada yang robek di dalam sana.

"Aaaarrttt...." Aurel melolong panjang.

Dari raut wajah Dedi, tergambar kepuasan setelah berhasil merenggut kesucian Aurel. Yang notabenenya adalah anak seorang Kiayi yang sangat di hormati.

Sejenak Aurel merasa tidak mampu menggerakkan tubuhnya, rasa sakit yang dialaminya membuatnya sampai menahan nafas.

"Tarik Ded." Pinta Lidya.

Dengan perlahan Dedi menarik keluar kontolnya dari dalam memek Aurel. Bibir mayora Aurel tampak ikut tertarik keluar ketika Dedi menarik kontolnya yang baru saja merenggut keperawanan Aurel. Tampak bercak darah menempel di kulit kontol Dedi.

"Selamat Rel, kamu sudah gak perawan lagi." Ujar Tiwi senang.

Aurel sampai menitikkan air matanya, dirinya memang nakal, suka menggoda lawan jenis, bahkan menggoda saudara nya sendiri. Tapi Aurel tidak pernah berfikir akan kehilangan kesuciannya bukan di hari pernikahannya.

Dengan gerakan perlahan, Dedi mengayunkan pinggulnya maju mundur, maju mundur.

Sementara payudaranya kembali menjadi santapan keempat temannya yang lain. Aurel kini terlihat lebih pasrah, ia merasa sudah tidak ada gunanya melawan.

"Enak banget memek kamu Rel..." Racau Dedi.

Semakin lama hentakan kontol Dedi semakin cepat, menusuk-nusuk, mengobrak-abrik memek Aurel yang baru saja ia perawani.

Rasa sakit yang sempat di rasakan Aurelpun perlahan mulai di gantikan rasa nikmat. Setiap gesekan yang terjadi antara kulit kasar kontol Dedi dengan dinding vaginanya, membuatnya kembali melayang.

Tidak butuh waktu lama, Aurel kembali di buat orgasme oleh Dedi.

Ploooopsss...

Dedi mencabut kontolnya yang bermandikan lendir dan bercak darah perawan Aurel. "Nungging Rel." Pinta Dedi.

Dengan di bantu oleh teman-temannya, Aurel memutar tubuhnya sembari mengangkat pantatnya keatas. Dari belakang Dedi membelai, meremas-remas pantat Aurel.

Perlahan Dedi kembali menghujami kontolnya di dalam memek Aurel.

"Ougk... Enak sekali memek kamu Rel... Aahkk... Aahkk..." Racau Dedi, menikmati jepitan memek Aurel yang baru saja kehilangan perawannya.

"Aaahkk... Hah... Hah... Hah... Aahkk..."

Dedi mencengkram pantat Aurel. "Oughk... Memek kamu juara Rel... Anjiiiiiing... Enak banget... Aaahkk... Aahkk..." Jerit Dedi tak tahan.

"Pelan-pelan Ded... Aaahkk... Sstttt... Hah... Hah... Jangan kencaaang... Aaahk..." Erang Aurel, walaupun ia dalam keadaan di pengaruhi alkohol, Aurel masih dapat merasakan nikmatnya sodokan kontol Dedi.

Plaaak... Plaaaak... Plaaaak...

Tanpa menurunkan kecepatannya, Dedi menampar-nampar pantat Aurel hingga meninggalkan bekas merah.

Gio berlutut di samping Aurel, ia menyodorkan kontolnya kepada Aurel.

"Hisap Rel..." Pinta Gio.

Walaupun sempat ragu, tapi pada akhirnya ia membuka mulutnya. Sembari memegangi kepala Aurel Gio mengayunkan kontolnya, menyodok-nyodok mulut Aurel, membuat Aurel beberapa kali tersedak.

Ferdi tidak mau ketinggalan, kepalanya menyusup kebawah dada Aurel yang menggantung, dengan rakusnya ia melahap payudara Aurel.

Tiba-tiba Aurel kembali merasakan denyutan di kemaluannya.

"Eeengkk..." Aurel mengeram, karena mulutnya yang tersumbat kontol Gio.

Kedutan memek Aurel seakan meremas-remas kemaluan Dedi, membuat pertahanan Dedi bobol juga. Buru-buru Dedi mencabut kontolnya, lalu memuntahkan spermanya di atas pinggul Aurel. "Oughk... Enak banget Rel memek kamu." Racau Dedi yang tampak puas.

Efran berbaring di lantai, kemudian ia meminta teman-temannya untuk menuntun Aurel menduduki selangkangannya.

Aurel yang masih berada di bawah pengaruh alkohol, hanya pasrah ketika tubuhnya di tutun naik keatas selangkangan Efran. Tiwi membantu memegangi kontol Efran, mengarahkannya di lobang memek Aurel.

"Gila... Jepitan memek kamu Rel." Racau Efran.

Aurel menatap sayu Efran. "Aahkk... Aaahkk... Pelan-pelan Fran." Mohon Aurel kepada sahabatnya itu.

Efran memeluk pinggal Aurel, ia menjatuhkannya ke dalam pelukannya. Sembari melumat bibir Aurel, Efran menghentak, mendorong keatas kontolnya, mengaduk-aduk memek Aurel yang hangat dan seret.

Tubuh indah Aurel telonjak-lonjak diatas tubuh Efran. Matanya merem melek keenakan merasakan setiap tusukan kontol Efran yang beberapa kali menabrak rahimnya.

Plooookss... Plooookkkss... Plooookkkss... Plooookkkss... Plooookkkss...

Plooookss... Plooookkkss... Plooookkkss... Plooookkkss... Plooookkkss...

Plooookss... Plooookkkss... Plooookkkss... Plooookkkss... Plooookkkss...

Gio yang belum puas menerima servis mulut Aurel kembali meminta Aurel mengulumnya. Aurel yang sempoyongan hanya membuka mulutnya, dan membiarkan Gio menyodok-nyodok mulutnya.

"Kenapa gak dari dulu! Kamu enak banget Rel..." Racau Gio.

"Belakangnya kosong tuh." Celetuk Lidya.

"Buat aku ya." Yogi mengangkat tangannya.
"Ambil." Jawab Dedi.

Aurel yang sudah terlalu lemah hanya pasrah ketika Yogi berlutut di belakangnya sembari menggesek-gesekkan kemaluannya di lobang anusnya yang masih perawan.

Melihat kondisinya saat ini, membuat Aurel teringat dengan adegan film yang biasa Aurel dan kedua temannya tonton, di mana seorang wanita di gangbang beramai-ramai. Mengingat adegan tersebut membuat adrenalin Aurel meningkat.

Yogi meludahi tangannya, dan melaburi ludahnya di batang kemaluannya.

"Rileks ya Rel..." Ujar Yogi.

Lidya merekam bagian belakang Aurel. "Akhirnya Aurel di sandwich juga, hihihi..." Ujar Lidya semangat.

"Jangan gerak dulu." Pinta Yogi.

Beberapakali Yogi mencoba membobol anus Aurel, tetapi ia selalu gagal.

Seakan tidak mau menyerah, Yogi terus berusaha memasukan kontolnya ke dalam lobang anus Aurel. Perlahan tapi pasti, kepala pionnya berhasil memaksa, membuka cincin anus Aurel yang tampak mekar.

"Eengk...." Lenguh Aurel.

Yogi mencengkram pantat Aurel. "Ngilu... Tapi enak..." Racau Yogi.

Sedikit demi sedikit kontol Yogi bersemayam di dalam lobang anus Aurel, hingga akhirnya masuk semua. Yogi merasakan kenikmatan yang amat sangat, ia merasa kontolnya seperti di pijit-pijit oleh dinding anus Aurel yang terasa hangat dan kenyal.

Sementara Aurel sendiri perlahan tapi pasti kian menikmati perzinahannya. Kondisinya yang tak berdaya malah kian membangkitkan syahwatnya.

Secara bersamaan, Yogi, Gio dan Efran memompa tubuh Aurel dari berbagai arah. Selang beberapa menit kemudian Aurel kembali mencapai puncaknya, tubuhnya menggelinjang nikmat, merasakan kedutan dahsyat di kemaluannya.

"Telan pejuku Rel..." Erang Gio tiba-tiba.

Sembari menahan kepala Aurel, Gio menembakkan lahar panasnya.

Dengan amat terpaksa Aurel menelan sperma Gio yang tumpah ke dalam mulutnya. Rasanya asin tapi gurih.

"Host... Host... Host..." Tampak nafas Aurel yang tersengal-sengal.

"Mantab Rel... Hehe..."

Dengan pandangan sayu Aurel menatap Gio yang baru saja menuntaskan hajatnya. Kini tinggal Yogi dan Efran. Aurel berharap mereka berdua segera menyusul.

Dan benar saja, tidak lama kemudian giliran Efran yang melolong.

"Aku keluar Rel."

Croooottss... Croooottss... Croooottss...

Tanpa bisa di tahan, Efran menembakkan spermanya ke dalam rahim Aurel yang mendadak terasa hangat.

Yogi yang tidak mau kalah, semakin gencar menyodok-nyodok lobang anus Aurel. Lima menit kemudian giliran Yogi mencapai klimaksnya, tubuh pemuda itu tampak gemetar hebat, menikmati ejakulasinya.

"Ughk... Enak banget..." Racau Yogi.

Saat ia menarik kontolnya dari lobang anus Aurel, tampak cincin anus Aurel juga ikut ketarik keluar, yang kemudian di susul sperma Yogi.

Belum sempat ia mengistirahatkan tubuhnya, Ferdi sudah bersiap di depan selangkangannya. Pemuda itu mengangkat kedua kaki Aurel keras pundaknya, sembari memandangi memek Aurel yang tampak memerah.

"Sedap ni..." Racau Ferdi.

Dengan tenaga seadanya Aurel menahan perut Ferdi yang hendak menusuk memeknya. "Aku capek... Tolong..." Lirih Aurel lemah.

"Sebentar aja Rel."

Ferdi menggesek-gesekkan batang kemaluannya di bibir kemaluan Aurel, lalu dengan perlahan kepala kontolnya yang di sunat menembus bibir kemaluan Aurel yang terasa hangat.

Wajah Ferdi mendongak keatas sembari mengayunkan pinggulnya maju mundur.

Dengan tatapan sayu Aurel menatap Ferdi yang tampak keenakan, begitu juga dengan Aurel, dirinya yang sebenarnya sudah sangat lelah dengan mudanya kembali terangsang.

"Aaahkk... Aaahkk... Aahkk..." Erang Aurel.

Tangan Ferdi terjulur kedepan, meraih buah dada Aurel. "Oughk... Rel... Aaahkk..." Erang Ferdi yang semakin cepat menyodok-nyodok memek Aurel.

Di bombardir terus menerus membuat Aurel semakin hanyut akan kenikmatan birahi, mata indahnya tampak merem melek sembari sesekali dari bibir manisnya ia mengeluarkan lenguhan manja, menikmati setiap hentakan Ferdi.

Ferdi yang merasa sudah hampir tiba semakin gencar menyodok-nyodok memek Aurel. Dan lima belas menit kemudian kontolnya meledak.

Croooottss... Croooottss... Croooottss...

Aurel dapat merasakan hangatnya sperma Ferdi di dalam liang senggamanya.

"Gantian bro..." Ujar Gio.

Gio yang tenaganya telah pulih, meminta Aurel berbaring di sisinya, mengangkat bagian atas tubuhnya pada siku, menekuk kakinya pada lutut dan menekuknya sedikit. Gio berbaring di belakang, seolah-olah tubuhnya mengulangi siluet, salah satu tangannya memegang pinggang dan satu kaki tergelincir di antara kakinya.

Posisi ini Gio bisa meremas payudara Aurel, dan mencium leher Aurel dan telinganya. Alhasil tubuh Aurel kembali melejat-lejat, menandakan ia kembali orgasme.

"Aarrtt... Hah... Hah..." Lenguh Aurel.

Kedua jari Gio memilin memainkan puting Aurel yang mengeras.

Orgasme barusan benar-benar menguras tenaganya, perlahan pandangannya semakin gelap. Tubuhnya yang kelelahan di tambah pengaruh alkohol membuat kesadarannya dengan perlahan mulai menghilang.

Terakhir sebelum kesadaran Aurel menghilang, ia melihat Yogi yang kembali memposisikannya terlentang sembari menindih tubuhnya.

*****


Mariska

09:00
Sementara itu di tempat berbeda, di dalam sebuah ruang tamu tampak sepasang Suami Istri tertunduk membisu di hadapan seorang pria tambun yang di jaga kedua algojonya.

Pria tersebut adalah Pak Sobri yang menagih hutang mereka.

"Saya tidak mau berbasa-basi lagi, bayar hutang kalian hari ini, atau masalah ini akan saya Bawak kerana hukum." Ancam Pak Sobri.

Wajah Reza tampak pucat pasih. "Tolong beri kami waktu Pak." Mohon Reza.

"Tidak bisa, saya sudah cukup bersabar selama ini! Bayar sekarang atau saya akan penjarakan anda." Ancam Pak Sobri, sembari tersenyum sinis kearah Reza.

Mariska yang duduk di samping Suaminya, tampak kesal melihat kesewenangan Pak Sobri. Padahal baru beberapa hari yang lalu ia memenuhi keinginan Pak Sobri, tetapi hari ini Pak Sobri malah kembali menekan keluarganya.

Sesekali Pak Sobri menatap Mariska sembari melempar senyum kearah Mariska.

"Saya rasa obrolan hari ini cukup sampai di sini! Terimakasih sudah menerima kami di sini." Pak Sobri beranjak dari tempat duduknya.

Reza berlutut di depan Pak Sobri. "Tolong Pak... Saya mohon." Melas Reza, ia tidak bisa membayangkan dirinya mendekam di penjara karena tidak bisa melunasi hutangnya.

Pria tambun itu menatap sinis Reza, lalu beranjak pergi meninggalkan kediaman mereka. Reza terus memohon hingga ke depan pintu rumah mereka, tetapi Pak Sobri tidak bergeming, ia terus melangkah menuju mobilnya.

Mariska sendiri tidak kalah paniknya, tentu ia tidak ingin Suaminya di penjara.

Tanpa berpikir panjang Kartika menyusul Pak Sobri yang telah memasuki mobil Alphard miliknya, dan tidak di sangka-sangka Pak Sobri membukakan pintunya untuk Mariska.

Sembari menyunggingkan senyuman, Pak Sobri mempersilahkan Mariska masuk.

Ada keraguan ketika Mariska ingin memasuki mobil Pak Sobri, ia sempat melihat kearah Suaminya yang tampak kehilangan semangatnya. Membuat tekadnya kian bulat untuk berbicara empat mata dengan Pak Sobri.

"Masuk atau saya pergi." Ancam Pak Sobri.

Kartika yang geram segera masuk ke dalam mobil Pak Sobri. "Apa maksud Bapak ingin memperkarakan Suami saya." Geram Kartika.

"Salahnya di mana?"

"Pak... Kemarin... Apa yang saya lakukan kemarin tidak cukup?" Mariska hampir menangis, mengingat apa yang sudah ia lakukan bersama Pak Sobri.

"Ckckck... Kamu lupa, atau pura-pura lupa."

"Maksud Bapak?" Tanya Mariska.

"Kemarin itu saya sudah membayar kamu 30 juta, bukan untuk pelunasan hutang suami kamu." Jawab Pak Sobri santai. "Hutang suami kamu itu cerita yang berbeda, dan salahnya kamu sendiri kenapa tidak meminta pelunasan hutang kalian kepada saya." Sambung Pak Sobri, sembari menatap Reza dari kaca depan mobilnya.

Tubuh Mariska terasa lemas mendengarnya. "Itu tidak benar Pak." Tegas Mariska.

Pak Sobri mengambil map dari dalam tasnya. "Silakan baca sendiri." Ujar Pak Sobri, menyerahkan draf kontrak mereka kemarin.

Segera Mariska membacanya, dan benar saja di sana hanya tertulis uang 30 juta sebagai mahar, tidak ada perjanjian tentang pelunasan hutang Suaminya. Mariska tampak menyesalkan kelalaiannya.

Pak Sobri melingkarkan tangannya di pinggang Mariska, tapi wanita Soleha itu menepisnya sembari menatap marah kearah Pak Sobri.

"Semoga kamu siap untuk menjadi janda." Sinis Pak Sobri.

Wajah Mariska tampak pucat pasi. "Tolong beri kami tambahan waktu, satu Minggu saja." Mohon Mariska.

"Bisa saja, tapi ada syaratnya."

"A-apa?" Tanya Mariska dengan bibir gemetar.

Pak Sobri membuka resleting celananya, sembari memamerkan terpedonya di hadapan Mariska yang tentunya sudah bisa menebak keinginan Pak Sobri.

Melihat kembali kontol Pak Sobri, membuat Mariska merasa muak dengan dirinya sendiri.

"Kamu hanya perlu melepas dalaman kamu dan duduk di pangkuan saya." Ujar Pak Sobri enteng sembari mengurut kemaluannya.

"Apa? Pak... Saya mohon."

"Saya tidak punya waktu Bu Ustadza, lakukan sekarang dan kamu mendapatkan waktu satu Minggu untuk melunasi hutang Suamimu, atau besok pihak berwajib akan menyeret Suamimu ke penjara." Ujar Pak Sobri mengancam. "Soal itu jangan khawatir, kaca mobil saya gelap." Sambung Pak Sobri setelah melihat raut wajah Mariska yang tampak khawatir.

Tubuh Mariska terasa lemas, Mariska tentu tau Pak Sobri tidak hanya sekedar mengancamnya, mengingat Pak Sobri orang yang cukup penting di negara ini.

Membayangkan Suaminya di dalam penjara membuat Mariska ketakutan.

"Pak..."

"Kita sudah pernah melakukannya, ini bukan masalah besar." Ujar Pak Sobri.

Mariska terdiam seribu bahasa, ia menatap Suaminya yang tengah berdiri di depan pintu, rasanya ia tidak bisa kalau harus kembali mengkhianati Suaminya, tetapi ia lebih tidak bisa kehilangan Suaminya.

Dengan kedua tangan yang gemetar, Mariska menarik gamisnya keatas, ia mengaitkan kedua jarinya di sisi karet celana dalamnya. Perlahan ia melepas celana dalamnya.

"Bagus... Ayo duduk di pangkuan saya." Suruh Pak Sobri.

Lagi ia melihat kearah Suaminya, dengan tatapan bersalah. Maafkan aku Mas... Maafkan aku... Gumam hati Mariska.

Mariska berpindah duduk keatas pangkuan Pak Sobri, dengan posisi memunggungi Pak Sobri, jemari halusnya menggenggam kontol Pak Sobri mengarahkan kontol Pak Sobri tepat di depan bibir kemaluannya.

Lakukan Mariska... Ini demi Suamimu.

Perlahan Mariska menurunkan pantatnya, merasakan kontol Pak Sobri yang berukuran besar itu memasuki rongga memeknya.

"Ughk... Enak sekali memek kamu." Desah Pak Sobri.

Wajah Mariska mendongak keatas, merasakan tusukan kontol Pak Sobri yang membuat memeknya terasa penuh. "Aahkk..." Desah manja Mariska merasakan gesekan batang kemaluan Pak Sobri dengan dinding vaginanya.

Kedua tangan Pak Sobri melingkar di perut Mariska. "Goyang Ustadza Mariska." Suruh Pak Sobri sembari melihat kearah Suami Mariska yang berdiri di depan pintu rumahnya.

Mariska mendekap mulutnya dengan tangan kanannya, mata indahnya sayu menatap sang Suaminya yang sedang menunggunya.

Perlahan pinggulnya mulai bergerak naik turun diatas pangkuan Pak Sobri.

Rasa bersalah dan nikmat menjadi satu, membuat adrenalinnya kian memacu. Ia tidak bisa membayangkan perasaan Suaminya, andai pria yang ada di luar mobil itu tau apa yang sedang ia lakukan dengan Pak Sobri di dalam mobil.

"Lebih cepat Ustadza! Kamu tentu tidak ingin suami kamu curiga?" Bisik Pak Sobri.

Mariska sadar kalau ia tidak bisa terlalu lama di dalam mobil bersama Pak Sobri. "Ehmm... Aaahkk... Aaahkk... Ssstt... Aaahkk..." Mata Mariska merem melek keenakan seiring dengan semakin cepatnya ia menggerakan pinggulnya.

Reza yang berada di luar mobil tampak merasa gelisah, ia sedikit merasa heran melihat mobil Alphard milik Pak Sobri sedikit bergoyang.

Sebenarnya Reza ingin menghampiri mobil Pak Sobri, tetapi ia khawatir kehadirannya hanya akan membuat negosiasi Istrinya menjadi berantakan. Di dalam hatinya ia berharap Istrinya bisa membujuk Pak Sobri agar memberi tambahan waktu.

Sementara itu di dalam mobil tanpa sepengetahuan Reza, Mariska Istrinya yang tengah memadu kasih dengan Pak Sobri.

"Memek kamu banjir banget Ustadza! Kamu menyukai kontol saya?" Goda Pak Sobri, membuat Mariska sangat malu.

"Eengk... Eenggkk... Aaahkk... Hah... Ougk... Aaahkk... Aaaaahkk..." Jerit Mariska seiring dengan goyangannya yang semakin hot.

Mariska hanya pasrah ketika Pak Sobri membuka kancing gamisnya, lalu menyingkap branya keatas. Kedua tangan Pak Sobri mendekap payudaranya, meremasnya dan memilin puttingnya yang telah membesar.

Sentuhan kedua tangan Pak Sobri semakin membangkitkan birahi Mariska.

Berselang beberapa menit kemudian, tiba-tiba tubuh Mariska telonjak-lonjak, bola matanya yang indah tampak memutih, seiring dengan ledakan orgasmenya yang hebat.

"Ougk...." Lenguh Mariska.

Pak Sobri dapat merasakan hangatnya cairan cinta Mariska yang tengah membanjiri batang kemaluannya.

Tubuh Mariska bergetar selama beberapa detik, menikmati orgasmenya.

"Sudah keluar Bu Ustadza, hehehe..." Ledek Pak Sobri.

Mariska yang merasa lemas seakan tidak memiliki tenaga lagi untuk menggerakkan pinggulnya. Sementara Pak Sobri belum juga keluar. Pak Sobri yang mengerti tidak memaksakan Mariska untuk melanjutkan tugasnya.

"Saya rasa sudah cukup Ustadza." Bisik Pak Sobri.

"Eh..."

"Masih mau di lanjutkan? Ustadza masih sanggup." Goda Pak Sobri.

Mariska buru-buru menarik memeknya dari tusukan kontol Pak Sobri. Ia kembali duduk di jok samping Pak Sobri. Walaupun merasa heran, tapi Mariska bersyukur dan berharap Pak Sobri benar-benar tidak berniat melanjutkannya.

Pak Sobri segera memasukan kembali kontolnya yang tampak berlinangan cairan cintanya Mariska.

Sementara Mariska dengan buru-buru merapikan kembali gamisnya. Saat ia hendak memakai dalamannya, Pak Sobri memgambil dalaman tersebut.

"Buat kenang-kenangan." Ucap Pak Sobri.

Mariska menatap kesal kearah Pak Sobri. "Saya sudah memberikan yang Pak Sobri mau, tolong pegang janjinya." Tegas Mariska.

"Tentu saja, satu Minggu waktu yang saya berikan." Ucapnya seraya tersenyum licik.

"Terimakasih."

Mariska bergegas keluar dari dalam mobil tanpa melihat kearah Pak Sobri yang tengah tersenyum puas. "Sebentar lagi, kamu akan menjadi milikku Ustadza Mariska." Gumam Pak Sobri.

Setelah hampir lima belas menit Reza menunggu Istrinya, akhirnya ia melihat Mariska keluar dari dalam mobil. Raut wajah Reza tampak khawatir saat melihat Mariska yang cukup lama berada di dalam mobil.

Mariska berusaha bersikap biasa saja saat menghampiri kembali Suaminya.

"Gimana sayang?" Tanya Reza.

Mariska tersenyum hangat. "Alhamdulillah Mas, Pak Sobri mau mengerti, dia memberi kita waktu tambahan selama satu Minggu." Ujar Mariska, membuat Reza merasa lega.

"Alhamdulillah ya Tuhan..."

"Bagaimanapun caranya kita harus bisa mencari uang untuk melunasi hutang-hutang kita Mas." Ujar Mariska.

"Iya sayang! Mas janji akan berusaha mendapatkan uangnya."

Mariska tersenyum mendengarnya, sebelum ia masuk ke dalam rumahnya, Mariska sempat melihat mobil Pak Sobri yang pergi meninggalkan halaman depan rumahnya.

Reza yang berada di belakang Istrinya tampak heran melihat gaya berjalan Mariska yang tidak biasanya. Dan seandainya saja, Reza bisa lebih jeli, tentu ia bisa melihat cairan yang mengalir di mata kaki Mariska.

*****


Zaskia

12:30
Cuaca hari ini cukup bersahabat, tidak terlalu panas, tapi juga tidak teduh, sangat pas untuk melakukan kegiatan di luar rumah, dan itulah yang di lakukan Zaskia saat ini. Ia sedang duduk santai di kantin pesantren sembari mengerjakan pekerjaannya, di temani oleh Haifa sahabatnya.

"Gimana kabar hubungan antum dengan Rayhan?" Tanya Haifa tiba-tiba.

Zaskia yang tengah meneguk minumannya hampir tersedak. "Ya begitula Mbak..." Ujar Zaskia.

"Begitu gimana?"

"Bingung Mbak..." Zaskia menghela nafas perlahan. "Ana merasa Rayhan makin berani, Ana khawatir Rayhan tidak bisa menahan diri." Aduh Zaskia mengingat beberapa kejadian belakangan ini bersama Rayhan.

"Makin berani? Maksudnya?"

"Selama ini Rayhan tidur selalu memakai celana pendek, tapi sudah dua hari ini Rayhan tidur telanjang Mbak! Ana merasa Rayhan sengaja tidur telanjang Mbak." Keluh Zaskia, Haifa yang mendengarnya hanya tersenyum.

"Ya ampun Rayhan, jadi antum setiap pagi melihat tongkolnya dia dong." Goda Haifa.

"Mbak... Jangan keras-keras." Tegur Zaskia.

Haifa tertawa renyah. "Hihihi... Beruntung banget kamu Za..." Goda Haifa membuat Zaskia tersipu malu.

"Beruntung apa Mbak! Dua hari ini gara-gara Rayhan aku gak shalat subuh." Aku Zaskia, sembari menggembungkan pipinya.

"Astaghfirullah... Serius? Kok bisa..."

"Akhir-akhir ini Rayhan susah sekali di bangunkan, belum lagi setiap pagi pasti ada dramanya. Ana merasa berdosa Mbak, karena melalaikan kewajiban." Keluh Zaskia.

Sejujurnya Zaskia memang benar-benar merasa berdosa, karena sudah dua hari ini ia tidak shalat subuh. Tapi di sisi lain, ia juga tidak bisa mengabaikan sosok Rayhan, ia selalu dilema antara menikmati drama yang terjadi diantara mereka, atau menunaikan kewajibannya.

Selama ini Haifa orang yang paling mengerti dirinya, dan biasanya setelah curhat dengan Haifa Zaskia sedikit merasa legah.

"Berdosa kenapa? Emang antum sengaja?"

Zaskia menundukkan kepalanya. "Gak taulah Mbak." Lirih Zaskia.

"Sekarang ana tanya? Tujuan Uhkti ke kamar Rayhan untuk apa? Melihat kontol Rayhan?" Tanya Haifa di selingi godaan.

Wajah Zaskia makin memerah mendengarnya. "Astaghfirullah Mbak... Aku kekamarnya untuk membangunkannya shalat Mbak." Bela Zaskia, walaupun hatinya ragu tentang ketulusannya membangunkan Rayhan.

"Berarti tujuan antum baik, jadi masalahnya apa?" Tanya Haifa lagi.

"Tapi gara-gara itu aku jadi gak shalat."

"Antum gak shalat bukan karena antum gak mau shalatkan?"

Zaskia menggelengkan kepalanya. "Ya enggaklah Mbak, ana gak shalat karena Rayhan susah sekali di bangunkan." Jawab Zaskia.

"Itu artinya antum gak shalat bukan atas kemauan antum sendiri, tapi karena keadaan! Antum tidak perlu merasa berdosa, karena menurut Mbak apa yang di lakukan antum sudah benar." Nasehat Haifa yang memang ingin di dengar Zaskia.

Raut wajah Zaskia terlihat lebih tenang. "Iya si Mbak, tapi masalahnya itu Rayhan kalau tidur suka telanjang Mbak, ana jadi bingung Mbak, serba salah pokoknya." Keluh Zaskia lagi.

"Bukannya Uhkti sudah biasa melihat Rayhan telanjang?" Sindir Haifa.

"Iya, tapikan itu gak sengaja."

"Kalau sekarang?" Pancing Haifa.

Zaskia menghela nafas perlahan, rasanya ia tidak punya alasan untuk mengatakan kalau kejadian dua hari ini karena tidak sengaja.

Zaskia yang canggung mengusap kelopak matanya dengan jari telunjuk. "Ya mau gimana Mbak, soalnyakan ana harus membangunkan Rayhan shalat." Ujar Zaskia memberikan pembelaan.

"Antum sayangkan sama Rayhan?"

"Iya Mbak..."

Haifa tersenyum kecil. "Uhkti pasti gak maukan Rayhan berdosa karena melalaikan kewajibannya? Kalau Uhkti memang sayang Rayhan, seharusnya perkara Rayhan tidur telanjang tidak bisa di jadikan alasan." Nasehat Haifa yang lagi-lagi bisa di terima oleh Zaskia.

"Iya Mbak."

Zaskia menghela nafas lega, rasa bersalahnya sedikit terobati dengan jawaban Haifa.

Melihat Zaskia yang tersenyum lebar membuat Haifa ikut senang. Tentu Haifa tau Zaskia bukanlah tidak tau tentang haram dan halal, ilmu agama Zaskia sudah cukup untuk mengetahui mana yang boleh di lakukan seorang muslimah dan yang tidak boleh mereka lakukan.

Hanya saja terkadang ada kalanya mereka ingin menembus batasan-batasan tersebut, dan Haifa hanya membantu Zaskia agar bisa menembus batasan tersebut.

"Terimakasih untuk nasehatnya Mbak."

Haifa tersenyum. "Sama-sama... Kapanpun kalau kamu butuh nasehat, Mbak pasti selalu ada untuk kamu." Jelas Haifa.

Tiba-tiba seseorang datang menghampiri mereka berdua.

"Ayo lagi ngerumpiin apa?" Tanya Ustadza Suci.

"Biasa, ngerumpiin santri yang makin lama kelakuannya makin berani." Jawab Haifa sembari melirik Zaskia yang tampak tersipu malu.

"Bener banget, ana sampe stres dengan kelakuan mereka." Jawab Suci.

Di saat Suci dan Haifa sibuk berbagi cerita tentang kelakuan para santri, Zaskia malah terdiam dengan sesekali tersenyum kecil. Entah kenapa Zaskia rasanya sudah tidak sabar untuk menunggu pagi.

*****


Aurel

14:30
Di dalam bangunan tua itu, Aurel tersadar dan mengedip-ngedipkan matanya melihat dirinya masih terbaring sendiri telanjang di lantai. Masih terasa sekali tubuhnya yang luluh lantak akibat perkosaan tadi, bekas ceceran sperma mengering dan aroma tajamnya pun masih ada.

Aurel menangisi kebodohannya yang mau saja di bujuk untuk minum.

Andai saja ia tidak minum, mungkin saja ia masih bisa mempertahankan kesuciannya. Aurel juga tidak menyangkah kalau sahabatnya bisa setega itu menjebaknya.

Dengan sisa-sisa tenaganya Aurel mencoba berdiri, ia merasa tenggorokannya, selangkangannya dan pantatnya masih terasa ngilu.

Segera ia mengenakan kembali pakaiannya yang berceceran di lantai. Saat hendak memakai jilbabnya, ia melihat bercak darah perawan yang menempel di sana.

Aurel menguatkan hatinya, mencoba tetap tegar dengan apa yang baru saja ia alami.

*****


Suci

Di kediamannya Suci tampak sibuk membuat minuman untuk kedua teman suaminya yang sedang berkunjung ke rumah mereka. Setelah minumannya siap, Suci segera mengantarkan minuman tersebut untuk mereka berdua.

Seraya tersenyum kearah kedua tamu tersebut, Suci meletakan minuman itu diatas meja.

"Silakan di minum." Ujarnya.

"Terimakasih Mbak." Jawab mereka serempak.

Suci duduk di samping Suaminya. "Kenalin sayang, ini Allex, yang satunya Budi, temanku waktu SMA dulu." Ujar Ardi memperkenalkan kedua temannya.

"Suci... Baru datang ya Mas."

"Iya, baru aja, kebetulan lagi ada urusan di sini jadi mampir dulu." Ujar Budi yang tengah menjabat tangan Suci yang terasa halus.

"Gak nyangka, Lo bisa mendapatkan Istri yang cantik!" Celetuk Allex.

"Siapa dulu dong." Ujar Ardi bangga, sembari menepuk dadanya.

Suci yang mendengarnya tersipu malu. "Kalian bisa aja." Ujar Suci seraya tersenyum.

"Kamu beruntung banget Ar, selain cantik, istri kamu juga wanita karir." Lagi-lagi Allex mengungkapkan kekagumannya terhadap Istri sahabatnya itu.

"Ngomong-ngomong sekarang kamu kerja di mana Ar?" Tanya Budi.

Ardi mendadak terdiam. "Masih nganggur! Cari kerja susah sekarang." Jawab Ardi tampak lesu, sebenarnya ia malu untuk mengakui dirinya seorang pengangguran.

"Jadi, yang menjadi tulang punggung keluarga Mbak Suci?" Tanya Allex terkejut.

"Parah lu, masak cewek yang ngebiayain hidup lu, tanggung jawab lu sebagai suami di mana?" Budi ikut menimpali, memojokan Ardi yang tampak terdiam.

Suci mencoba membela suaminya. "Gak apa-apa Mas, kan cuman untuk sementara!" Bela Suci kepada Suaminya.

"Tetap saja Mbak, tugas pria itu menafkahi, bukan di nafkahi." Nasehat Allex.

"Betul itu..." Tambah Budi. "Kamu beruntung banget Ar, kalau cewek lain, mungkin cewek itu sudah kabur dari dulu." Ucap Budi yang benar-benar menohok hati Ardi.

"Doain aja ya Mas, semoga suami saya segera mendapatkan pekerjaan." Suci mulai kesal karena suaminya terus di pojokan oleh mereka.

"Kita selalu mendoakan yang terbaik untuk sahabat-sahabat kita." Ujar Allex seraya menatap kagum kearah wajah cantik Suci.

"Ngomong-ngomong, dari tadi aku belum lihat keponakan kita ni." Celetuk Budi.

Ardi lagi-lagi merasa tertekan. "Anu... Kami belum punya momongan, tolong doanya aja agar kami segera mendapatkan momongan." Pinta Ardi, Budi dan Allex menatap Suci dengan tatapan kasihan.

"Mbaknya sabar banget, sudah punya suami pengangguran, mandul lagi." Ucap Budi merendahkan.

"Jangan terlalu jujur." Timpal Allex.

Suci sedikit tersinggung. "Tau dari mana Suami saya mandul." Sindir Suci, ia berusaha untuk tidak emosi.

Sebenarnya Suci cukup kesal dengan suaminya yang hanya diam saja, seharusnya Ardi marah karena teman-temannya yang sangat kurang ajar itu, seenaknya saja menghina suaminya mandul.

"Kami tau ukuran burung Suami Mbak, hahaha..." Tawa Budi tergelak.

"Tidak lebih besar dari jari kelingking kaki kami, hahaha..." Timpal Allex, Ardi hanya tertunduk menerima hinaan mereka.

Suci tampak menghela nafas, menahan amarah di dadanya.

"Maaf saya kekamar dulu ya, mau ganti baju dulu." Tanpa menunggu jawaban, Suci segera berlalu ke kamarnya.

Di dalam kamar Suci kembali mendumel kesal, ia tidak menyangkah kalau ada orang yang begitu berani menghina orang di depan Istrinya. Dan yang membuat Suci makin kesal, karena Suaminya tidak melawan sama sekali.

Untuk meredahkan emosinya, Suci memutuskan untuk mandi.

Sembari mengguyur tubuhnya dengan air dingin, Suci mencerna kembali ucapan mereka tentang Suaminya. Rasanya tidak ada yang salah dari ucapan mereka tentang Suaminya yang pengangguran dan ejakulasi dini.

Beberapa tahun belakangan ini Suci menjadi tulang punggung keluarga, ia yang membiayai semua kebutuhan keluarganya, yang seharusnya menjadi tanggung jawab Suaminya.

Bahkan beberapakali orang tua Suci meminta Suci untuk menceraikan Suaminya yang pengangguran, yang membuat Suci sempat kepikiran.

Soal sex, tentu Suci sangat kecewa terhadap Suaminya, di tambah lagi dirinya yang biasa selalu mendapatkan kepuasan biologis dari mantan-mantannya terdahulu, kini sudah tidak bisa lagi merasakannya.

Alasan Suci bisa bertahan hingga saat ini, hanya karena melihat pengorbanan Suaminya selama ini.

Selesai menyabuni sekujur tubuhnya, Suci segera membilas tubuhnya dengan air, dan saat ia hampir selesai, tiba-tiba pintu kamar mandinya terbuka lebar.

"Aaaaaaarrrttt...." Suci menjerit keras.

Teriakan Suci ternyata di dengar oleh Ardi dan Budi, mereka berdua bergegas menuju ke bagian belakang rumah. Di sana tampak Allex berdiri mematung sembari memandangi bagian dalam kamar mandi.

Sesampainya di lokasi, Ardi dan Budi tidak kalah kagetnya melihat Suci dalam keadaan telanjang bulat.

"Maaf bro... Gue gak tau kalau bini Lo lagi mandi." Ucap Allex setibanya Ardi di sana.

Suci menatap panik kearah mereka sembari menutupi ketelanjangannya dengan kedua tangannya yang menyilang.

Suci berharap Ardi memarahi temannya itu, tapi yang terjadi malah sebaliknya.

"Iya gak apa-apa! Saya juga salah lupa ngasi tau kalau Istri saya lagi mandi." Ujar Ardi yang malah menyalahkan dirinya sendiri.

"Aduh maaf banget bro, gue jadi ngeliat bini Lo telanjang." Ujar Allex seraya melihat kearah Suci yang tertunduk.

"Anggap aja rezeki." Suci kaget bukan main mendengar jawaban Suaminya.

"Rejeki nomplok ini namanya." Budi ikut melihat kearah Suci, lalu ia tersenyum mesum membuat bulu kuduk Suci berdiri.

Suci terdiam seribu bahasa melihat Suaminya yang malah terlihat biasa saja setelah temannya melihat dirinya dalam keadaan telanjang, dan parahnya lagi Ardi tidak berusaha mengajak temannya untuk menjauh.

Lagi-lagi pandangan Suci bertemu dengan Allex, dari sorot mata Allex, pria itu seakan meminta izin untuk melihat bagian intim tubuhnya.

Entah kenapa insting eksibisionis Suci mendadak bangun, dirinya yang sempat tidak menyukai kedua sahabat suaminya itu mendadak terpikir ingin menggoda mereka berdua.

Jangan Suci... Jangan lakukan, ingat di sini juga ada suami kamu.

Kamu tidak perlu takut, suami kamu juga sepertinya tidak akan berani menegur kamu Suci, lihatlah... Suami lemahmu itu tidak berdaya di hadapan kedua temannya.


Seakan menjawab permintaan Allex, Suci menarik turun tangan kanannya dari atas payudaranya, hingga putingnya yang besar mencuat indah di hadapan mereka. Allex tersenyum penuh arti kearah Suci.

Tidak sampai di situ saja, tangan kiri yang ia gunakan menutupi pubik memeknya ia geser kesamping keatas pahanya.

Budi dan Allex sampai menelan air liurnya menatap gundukan memek Suci yang tidak begitu lebat dan tertata rapi. Pemandangan tersebut benar-benar membuat mereka berdua terangsang. Sementara Ardi, tampak kebingungan.

Ardi ingin mengajak kedua temannya untuk segera pergi, tetapi ia tidak tau bagaimana caranya mengusir mereka berdua.

"Kirain tadi ada apa? Mbak Suci bikin kita khawatir aja." Ujar Budi seakan tidak terjadi apa-apa.

"Maaf Mas, saya cuman kaget." Ucap Suci. "Mas Allex mau pake kamar mandi, ini saya sudah selesai." Kata Suci.

"Iya, udah kebelet ni."

Budi merangkul Ardi dan mengajaknya kembali ke ruang tamu. "Aman bro, yuk ngobrol lagi, tadi obrolan kita belum selesai." Ajak Budi, ia melihat kearah Suci sembari mengedipkan matanya tanpa sepengetahuan Ardi.

Selepas kepergian Ardi dan temannya, Suci segera melilitkan handuk ke tubuhnya. Ia segera keluar dari kamar mandi dan di gantikan oleh Allex yang masuk ke dalam kamar mandi. Saat Suci hendak pergi Allex mengatakan sesuatu yang membuat Suci terdiam.

"Tubuh Mbak bagus..." Bisik Allex.

Suci tersipu malu. "Husstt... Sembarangan, nanti di dengar Ardi." Rutuk Suci sembari mengulum senyum.

"Kalau denger, emang Ardi bisa apa?"

Suci menggelengkan kepalanya, dan tiba-tiba Allex membuka celananya memamerkan kontolnya yang besar dan panjang kearah Suci, membust Suci tampak shock melihatnya.

Dengan santainya Allex mengeluarkan air seninya di hadapan Suci.

Pancuran air kencing Allex terlihat begitu kencang dan deras, membuat degub jantung Suci berpacu hebat. Ia tidak menyangkah kalau Allex akan seberani itu di hadapannya. Tapi anehnya Suci sama sekali tidak marah, ia malah mengagumi kontol Allex yang belum di sunat itu.

Sementara itu di ruang tamu Ardi tidak bisa fokus dengan obrolan mereka. Ia terus melihat kearah ruang tengah, berharap Allex segera muncul.

"Bro... Gue ke kamar dulu ya." Pamit Ardi.

Budi mencoba mencegahnya. "Mau ngapain..." Tanya Budi.

"Gak apa-apa, mau ambil hp." Ujar Ardi beralasan.

Tanpa mengubris temannya Ardi segera menuju kamarnya, ia kaget karena tidak mendapatkan Istrinya berada di dalam kamar. Pikiran Ardi mulai berkecamuk, perasaannya mulai tidak tenang, mengingat bagaimana sahabatnya itu menatap Istrinya dengan tatapan tidak biasanya.

Ardi segera keluar dari kamar dan hendak ke kamar mandi, pada saat bersamaan Istrinya berjalan menuju kearahnya.

"Dari mana?" Tanya Ardi bingung.

Suci tersenyum. "Kan Mas tau kalau tadi aku lagi mandi, kok malah nanya." Jawab Suci seraya memandangi Suaminya.

"Oh iya, maaf."

"Mas kenapa? Kangen ya... Baru ilang sebentar Istrinya langsung di cari." Goda Suci sembari mencolek perut Suaminya.

"Tau aja kamu Dek."

"Dasar... Sudah sana, temennya pada nunggu tuh." Usir Suci. "Nanti kalau temannya sudah pulang baru boleh kangen-kangenan." Pancing Suci membuat Ardi makin gemas.

"Kamu dek, bikin gemes aja! Ya udah Mas balik ke ruang tamu dulu ya." Ujar Ardi yang sedikit merasa lega karena kecurigaannya tidak terbukti.

"Iya Mas, jangan lama-lama, hihihi..."

Lagi Ardi tersenyum melihat sikap manja Istrinya, kemudian ia segera kembali menemui temannya di ruang tamu, tampak di sana Allex sedang mengobrol serius dengan Budi, ketika mereka melihat Ardi, mendadak keduanya terdiam.

Mereka menyambut Ardi seperti biasanya, seakan tidak terjadi apa-apa.

"Dari mana Bro?" Tanya Allex.

Ardi duduk kembali di Sofanya. "Dari kamar." Jawab Ardi.

"Ngecek Istrinya, takut di culik, hahaha..." Ledek Budi, Ardi tampak salah tingkah.

"Bisa aja bro..."

"Punya bini cantik harus waspada bro, banyak yang incer, hahaha..." Tambah Allex sembari bertatapan dengan temannya Budi.

"Istri saya setia, aman." Ujar Ardi tenang.

"Yakin..." Goda Budi.

"Sudah bro, sakit perut gue... Hahaha... Eh kita harus balik ni, sudah sore soalnya." Ujar Allex, sembari melihat kearah jam tangannya.

"Mau pulang sekarang?"

"Iya bro, terimakasih sudah mau menerima kita, kapan-kapan kita mampir lagi." Allex menyodorkan tangannya yang di sambut Ardi.

"Istrinya mana Bro."

"Lagi sibuk kayaknya di kamar." Ujar Ardi, entah kenapa ia tidak ingin kedua sahabatnya berpamitan dengan Istrinya.

"Ya udah titip salam aja sama Istri Lo."

"Oke bro, nanti gue sampein."

Baru saja mereka berdua hendak pergi, tiba-tiba Suci muncul dengan gamis berwarna cream di padu dengan hijab itam.

"Mau pulang Mas?"

"Eh iya Mbak... Kita pulang dulu ya." Ujar Budi.

Ardi tampak tidak tenang ketika Istrinya mendekat dan menyodorkan tangannya untuk bersalaman. "Terimakasih sudah main kerumah kami." Ujar Suci sembari bersalaman dengan Budi.

Kemudian ia beralih ke Allex. "Terimakasih..." Ujar Allex, ia menggelitik telapak tangan Suci dengan jari telunjuknya.

"Lain waktu mampir lagi Mas."

"Tentu saja."

"Ehmmm... Bro... Hati-hati di jalan ya." Potong Ardi, membuat Allex terpaksa melepaskan pegangannya di tangan Suci.

Setelah berbasa-basi akhirnya Ardi bisa bernafas lega melihat mereka pergi meninggalkan rumah kediamannya. Ketika mobil mereka menghilang dari pandangannya, Suci balik memandangi Suaminya.

"Mas cemburu ya..." Goda Suci.

Ardi tampak salah tingkah di todong langsung oleh Istrinya.

Tanpa banyak bicara Suci menarik Suaminya ke dalam kamar mereka. Sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang mengganggu Ardi, tapi ia tidak berani menanyakannya kepada sang Istri.

*****


Zaskia

20:00

Rayhan yang notabenenya suka dengan sepak bola, tidak pernah melewatkan pertandingan klub kebanggaannya yang berasal dari kota kelahirannya. Seperti saat ini, ia terlihat sangat serius menatap layar televisi, sesekali ia mengeram dan menggerutu.

Sanking seriusnya ia tidak sadar kalau seseorang sedang berjalan mendekatinya.

"Gooolll... Eh!"

Tiba-tiba layar televisi berubah menjadi tayangan sinetron, Rayhan melihat kearah Zaskia yang tengah tersenyum senang karena berhasil mengerjai adiknya yang tengah menonton tv.

"Kok di ganti Kak, sini remotnya." Protes Rayhan.

Zaskia yang malam ini terlihat anggun dengan gaun tidur berwarna putih tampak cuek. "Dari pada nonton bola, mending sinetron." Ujar Zaskia.

"Sssttt... Kakak." Kesal Rayhan.

"Apa?" Tantang Zaskia sembari menyembunyikan remotnya ke sisi kirinya.

Rayhan yang tidak mau kalah mencoba merebut remot tersebut dari Kakaknya, saat Rayhan hendak menggapainya, Zaskia memutar tubuhnya kesemping kirinya hingga terjadi perebutan diantara keduanya saat ini.

Sekilas posisi Rayhan saat ini terlihat seperti sedang memeluk Zaskia dari belakang.

"Adeeek... Kakak mau nonton sinetron!"

Rayhan yang tidak mau kalah bermaksud mengambil remot dari Kakaknya, tetapi tangannya malah tidak sengaja menekan payudara Zaskia yang terasa empuk. "Jangan ganggu Kak... Sebentar lagi habis." Ujar Rayhan.

"Kontol... Eh... Adeekk..." Jerit Zaskia.

Wanita cantik itu mulai tegang ketika lengan Rayhan tidak hanya menekan tapi menggesek buah dadanya, membuat putingnya terasa mengeras oleh perbuatan adiknya tersebut.

Rayhan yang menyadari ada kesempatan untuk melecehkan Kakaknya, tentu tidak mau menyia-nyiakan nya.

Tangan kanannya memegang punggung tangan Zaskia yang sedang memegang remot, sementara tangan kirinya yang terjepit diantara lengan kiri dan payudara Zaskia ia manfaatkan untuk menangkup payudara Kakaknya.

"Adeeek... Kontolnya eh... Remotnya jangan di ambil..." Jerit Zaskia, posisi Rayhan yang memepet tubuhnya, membuat Zaskia dapat merasakan kontol Rayhan yang menekan punggungnya.

"Siniin teteknya Kak! Eh... Remotnya." Ujar Rayhan sembari meremas payudara Zaskia.

"Aahkk... Adek... Ngalah kek sama Kakak sendiri." Omel Zaskia, sembari mendesah pelan, ketika Rayhan semakin intens meremas-remas payudaranya.

Dengan wajah menunduk Zaskia melihat telapak tangan Rayhan yang tengah meremas-remas payudaranya.

Ya Allah Dek... Tetek Kakak kamu apain...

Zaskia yang terangsang seakan tidak mampu menghentikan perbuatan cabul Rayhan.

"Siniin Kak..."

Zaskia menggigit bibirnya menahan gejolak birahi yang luar biasa. "Gak mau... Aaahkk... Adek... Jangan ambil tetek Kakak... Sstttt..." Desah Zaskia yang semakin tidak terkendali.

"Kakak siniin teteknya." Ucap Rayhan.

Sadar Zaskia... Sadar... Kalau di teruskan bisa-bisa akan keterusan... Jerit hati Zaskia.

Karena takut Adik iparnya menjadi khilaf, mengingat Rayhan yang kini di rasa terang-terangan meremas payudaranya. Zaskia secara tidak langsung menyerahkan remot yang ada di tangannya kepada Rayhan.

Melihat gerakan tangan Zaskia yang seakan ingin mengembalikan remotnya membuat Rayhan segera menghentikan perbuatannya, Rayhan yang tidak ingin membuat Kakaknya tidak nyaman, segera merebut remot tersebut.

"Yeeee... Dapat juga akhirnya." Girang Rayhan.

Dengan raut wajah tanpa dosa Rayhan memindahkan chanelnya kembali.

Sementara Zaskia yang duduk di sampingnya masih terdiam. Ia agak kaget dengan respon cepat Rayhan, yang lebih memilih mengambil remot di tangannya dari pada terus menjamah payudaranya, membuat Zaskia merasa tersanjung.

Ia tau kalau Rayhan melakukan itu semua karena adiknya itu tidak ingin membuatnya merasa tidak nyaman atas sikap cabul yang di lakukannya.

Tetapi bukannya bersyukur, Zaskia malah membuat dramanya kembali berlanjut. Ia mencoba merebut remot yang ada di tangan Rayhan, tapi dengan cepat Rayhan melindungi remotnya diatas pahanya.

"Kakaaaak..." Jerit Rayhan.

Zaskia tertawa senang mengerjai adiknya. "Siniin dek remotnya..." Pinta Zaskia, ia mencoba merebut remot yang di pegang Rayhan.

"Jangan ganggu Kak, ya Allah." Ujar Rayhan pura-pura kesal.

Entah sengaja atau tidak, tiba-tiba tangan Zaskia sudah berada di selangkangan Rayhan yang malam itu hanya memakai celana boxer tanpa dalaman. Zaskia sendiri kaget merasakan kontol Rayhan yang telah ireksi.

Jantung Zaskia kembali berdegup kencang, aliran darahnya mengalir deras, membuat adrenalinnya terpacu.

Kamu terangsang Dek?

Zaskia mentap diam kewajah Adiknya, entah kenapa hatinya berbunga-bunga mengetahui Adiknya terangsang kepadanya.

Sadar Zaskia... Dia adikmu, ingat dia adik iparmu. Jerit hati Zaskia.

Rayhan pura-pura memberontak, dan momen itu di manfaatkan Zaskia untuk meremas-remas batang kemaluan adiknya. Entahlah, ia suka sekali dengan tekstur keras kontol Rayhan yang kini ada di genggaman tangannya.

Seakan mendukung apa yang di lakukan Kakaknya, Rayhan meraih punggung tangan Zaskia, ia meremas lembut punggung tangan Zaskia yang tengah meremas kemaluannya.

Cukup lama mereka bergumul, hingga akhirnya Rayhan melepaskan remotnya.

Zaskia yang sebenarnya masih ingin melanjutkan drama diantara mereka, terpaksa mengambil remot yang ada di tangan adiknya.

Dengan raut wajah yang agak kesal Zaskia mengganti Chanel tvnya. Tanpa di sadari Zaskia, Rayhan tengah tersenyum memandanginya yang tengah merajuk.

"Kak... Siniin memeknya, eh remotnya." Pinta Rayhan sembari memasang wajah serius.

Zaskia menatap Rayhan dengan senyuman kecil. "Gak mau..." Buru-buru Zaskia melindungi remotnya diatas pangkuannya.

"Mau serahin memeknya eh remotnya baik-baik apa aku ambil paksa." Rayhan menggeser duduknya menjadi lebih dekat.

Saat Rayhan melingkarkan tangannya di pinggang ramping Kakaknya, Zaskia tidak bereaksi sama sekali untuk menjauh dari adiknya, yang ada ia malah membungkukkan tubuhnya ke depan, mempermuda aksi Rayhan.

Tangan kanan Rayhan menjulur kepangkuan Zaskia, hendak mengambil remot yang ada di tangan Kakaknya, dengan sekuat tenaga Zaskia mempertahankannya.

"Adeeek... Kakak juga mau nonton..." Protes Zaskia.

Tangan kiri Rayhan yang berada disisi kiri Zaskia berusaha menarik daster Kakaknya, sementara tangan kanannya seakan ingin merebut remot tersebut.

"Aku juga mau nonton Kak."

"Enggaaak... Ngalah kenapa si Dek." Rutuk Zaskia, sembari melihat kedua tangan Rayhan yang mulai beraksi.

Sedikit demi sedikit kain daster yang di kenakan Zaskia tersingkap, memperlihat paha mulusnya. Ketegangan semakin di rasakan Zaskia, ketika mengetahui sebentar lagi dalamannya akan terlihat oleh adik iparnya.

Tangan kanan Rayhan yang tadi berusaha mengambil remot dari kakaknya tampak berhasil mengambil remot dari tangan Kakaknya, tapi Rayhan tidak langsung menariknya, seakan-akan tangannya tertahan oleh tangan Kakaknya.

"Kakak tuh harusnya ngalah sama adik sendiri." Protes Rayhan.

Tangan kiri Zaskia yang tidak lagi memegang remot di tangannya, beralih memegang lengan Rayhan. "Adek... Jangan ambil memek Kakak..." Jerit Zaskia, tepat ketika Rayhan berhasil menyelipkan remot tersebut di kedua pahanya dengan posisi berdiri.

"Aku mau nonton Kak." Ujar Rayhan tepat ketia daster Zaskia ketarik hingga memperlihatkan dalamannya yang sedikit basah.

Zaskia merapatkan pahannya, menjepit remot yang ada di selangkangannya. Tiba-tiba tubuh Zaskia menegang ketika Rayhan menekan remot tersebut kearah memeknya.

"Aahkk... Memek Kakak..." Erang Zaskia.

Rayhan menekan-nekan remot tersebut ke selangkangan Zaskia. "Ini memek Aku Kak..." Ujar Rayhan sembari tersenyum menatap Kakaknya.

Zaskia menggigit bibirnya. "Uhmm... Dek... Jangan di ambil... Aaahkk... Kakak mau nonton." Desah Zaskia dengan nafas yang memburu menandakan birahinya yang sedang tinggi.

Dengan gerakan perlahan, Rayhan menggerakan remot tersebut turun naik, menggesek-gesek bibir kemaluan Zaskia dari balik celana dalamnya yang berwarna putih, gesekan yang terjadi antara remot dan selangkangannya menimbulkan rasa nikmat yang luar biasa.

Tidak sampai di situ saja, tangan kiri Rayhan yang melingkar di pinggang Zaskia, tiba-tiba naik keatas, ia meraih payudara Zaskia.

Adeeek... Aaahkk... Kamu nakal sayang...

Tubuh Zaskia terasa lemas di rangsang habis-habisan oleh Adik iparnya.

Rayhan sendiri sangat menikmati momen tersebut, ia tidak menyangkah bisa berbuat sejauh ini kepada Kakak Iparnya yang dulunya selalu berusaha menjauh darinya, tapi kini mereka berdua menjadi sangat dekat.

"Siniin memeknya Kak..." Lirih Rayhan dengan suara berat.

"Adeeek... Aaaaahkk... Memek Kakak... Aaahkk... Jangan ambil memek Kakak..." Erang Zaskia, yang semakin tidak tahan.

"Nyerah aja Kak..."

"Enggak... Aaahkk... Adek... Aaahkk..."

Rayhan makin cepat menggerakan remot tersebut, membuat memek Zaskia terasa makin gatal.

Bahkan Rayhan dapat melihat dalaman Kakaknya yang semakin basah.

Hampir sepuluh menit Rayhan menggesek-gesekkan remot tersebut di selangkangan Kakaknya, hingga akhirnya Zaskia yang sudah tidak tahan mendesis panjang seiring dengan celana dalamnya yang mendadak basah.

Kedua paha Zaskia tampak gemetar, menahan serangan orgasme yang ia dapatkan. Rayhan menarik wajah Zaskia bersandar di pundaknya, sementara itu Zaskia yang tidak tahan dengan rasa nikmat yang ia dapatkan terpaksa mengigit pundak Rayhan.

"Eeeengkk..." Erang Zaskia.

Kedua kakinya melejang-lejang, bergetar hebat dengan posisi mengangkang.

Rayhan sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari selangkangan Zaskia yang terhentak-hentak sembari menumpahkan cairannya di celana dalam Zaskia yang kini sudah benar-benar basah, bahkan sampai ke sofa mereka.

Selama dua menit Zaskia merasakan nikmatnya orgasme, sebuah orgasme yang belum pernah ia dapatkan dari Suaminya.

Perlahan tubuh Zaskia mulai tenang, sembari memejamkan matanya, ia menikmati sisa-sisa orgasmenya. Perlahan nafas Zaskia mulai teratur kembali.

Saat ia membuka matanya, yang pertama Zaskia lihat adalah senyuman Rayhan.

"Akhirnya aku dapat juga." Teriak girang Rayhan.

Zaskia menegakkan kembali posisi duduknya. "Adek... Isssh... Orang mau nonton." Protes Zaskia, tampak wajahnya berseri di balik keringat yang membsuh wajahnya.

"Ya habis..." Lirih Rayhan kecewa.

Zaskia tertawa puas melihat raut wajah kecewa adiknya. Sebelum berdiri dengan sengaja Zaskia menyelipkan ujung dasternya ke dalam celana dalamnya. "Sukur... Wekss..." Ledek Zaskia seraya menjulurkan lidahnya.

Rayhan menatap Kakak Iparnya yang kini tengah berdiri di depannya dengan posisi ujung daster yang terlipat diatas selamhkangannya.

Pemuda itu dapat melihat jelas hasil dari perbuatannya barusan, tidak hanya dalam Zaskia yang basah, tapi juga paha Zaskia terlihat sangat basah, seperti habis di guyur hujan.

"Awas ya Kak, nanti aku gangguin juga kalau Kakak nonton." Ancam Rayhan setengah merajuk.

"Gangguin aja kalau bisa, wekkss..." Lagi Zaskia menjulurkan lidahnya, membuatnya terlihat sangat menggemaskan.

Rayhan mengambil bantal dan melemparkannya kearah Zaskia. Buru-buru Zaskia berlari menuju kamarnya sembari tertawa. Ketika Zaskia hendak menutup pintu kamarnya, ia sempat tersenyum kearah Rayhan yang di balas senyuman juga oleh Rayhan.

Di dalam kamar Zaskia membanting tubuhnya diatas tempat tidur, dengan posisi telungkup ia membenamkan wajahnya diatas bantal.

"Adeeek..." Gumam Zaskia.

Kedua tungkai kakinya memukul-mukul tempat tidurnya, ia terlihat seperti anak kecil yang habis di jahilin oleh saudaranya.

Setelah puas meluapkan emosinya, Zaskia memutar kepalanya ke samping, tampak senyum bahagia terukir di wajah cantiknya.

*****


Laras

22:15
Seorang wanita tampak tengah memakai kembali pakaiannya setelah melakukan hubungan intim dengan seorang pemuda yang tengah duduk bersandar diatas tempat tidurnya sembari menikmati sebatang rokok.

Sulit sekali rasanya bagi Laras untuk percaya, kalau dirinya lagi-lagi ditaklukan oleh Daniel.

Daniel beranjak dari tempat tidurnya setelah mematikan api rokoknya. Ia berjalan mendekat kearah Laras dan memeluknya dari belakang.

Dengan mata terpejam Laras membiarkan Daniel memeluknya untuk yang kesekian kalinya. Laras merasa tidak memiliki alasan untuk menolak pelukan Daniel.

"Gimana dengan tawaran ku kemarin Amma?" Tanya Daniel.

Laras tampak bingung. "Tawaran apa?" Tanya Laras yang sudah melupakan ucapan Daniel beberapa hari yang lalu.

"Tawaran untuk menjadi budak sex."

"Apa?" Laras tersentak mendengarnya.

Laras berbalik menatap kesal kearah Daniel. Pemuda itu sudah mendapatkan apa yang dia mau, tetapi pemuda itu kini malah meminta lebih, membuat Laras merasa harga dirinya benar-benar di injak oleh Daniel.

Tanpa merasa bersalah sedikitpun Daniel mengecup bibir Laras.

"Rencananya nanti saya akan pindah dari rumah ini ke Makamah." Ujar Daniel, Laras tampak terkejut mendengarnya. "Apa KH Umar belum memberitahu Amma?" Laras menggelengkan kepalanya.

"Ba-bagus, kalau bisa secepatnya." Ujar Laras ragu.

Daniel kembali tersenyum. "Saat saya meninggalkan rumah ini, makan sejak saat itu saya tidak akan pernah lagi mengganggu Amma." Daniel diam sebentar. "Bisa di bilang Amma akan terbebas dari saya." Lanjutnya.

Laras kembali terdiam, entah kenapa dada terasa sesak mendengar kabar tersebut.

Sanking shocknya Laras tidak bisa berkata-kata, bibirnya terasa keluh. Padahal seharusnya ia senang karena akan terbebas dari belenggu dari siksaan birahi Daniel.

Tapi apakah benar ia akan merasa hidupnya lebih tenang tanpa ada gangguan dari Daniel? Sejujurnya hidup Laras sedikit berwarna karena Daniel.

"Amma bisa memikirkannya lagi sebelum aku benar-benar pergi." Daniel mengusap pipi Laras. "Datanglah ke kamarku kapan saja, kalau Amma bersedia menjadi budak sex." Daniel tersenyum penuh arti.

Laras masih terdiam membisu, ia tidak tau apa yang harus ia lakukan.

Daniel mendekatkan bibirnya ke telinga Laras. "Akan saya pastikan memek Amma dower karena kontol saya." Bisik Daniel.

"....." Mulut Laras sampai menganga mendengarnya.

"Sekarang Amma boleh pergi."

Dengan perasaan yang tidak menentu dan sulit untuk di mengerti Laras pergi meninggalkan kamar Daniel.

*****
end part 15
 

Aurel

09:30

Dari kemarin Aurel menghabiskan harinya dengan tangisan, ia sangat marah, kecewa dan sedih setelah apa yang ia alami kemarin. Sungguh ia tidak menyangkah kalau kedua sahabatnya akan dengan teganya menjebak dirinya, membiarkan dirinya di nikmati oleh Dedi dan kawan-kawannya.

Selepas lonceng istirahat di bunyikan, Aurel bergegas keluar dari kelasnya. Bahkan ia tidak mengubris ketika seseorang memanggilnya.

Aurel sudah membulatkan tekadnya bertemu dengan teman-temannya. Ia ingin bertanya langsung kenapa sahabatnya sendiri bisa menjebaknya, kenapa mereka bisa begitu tega kepada dirinya.

Seingatnya, Aurel tidak pernah sekalipun menyakiti teman-temannya.

"Aurel..." Lirih Dedi.

Aurel menatap Dedi dengan tatapan penuh amarah, lalu ia memandang satu persatu teman-temannya dengan tatapan penuh kebencian. Dan saat matanya melihat kearah Lidya dan Tiwi tatapan tersebut berubah menjadi sebuah tatapan sedih.

Ia berjalan menghampiri Lidya dan Tiwi yang terlihat tengah tersenyum kearah Aurel.

"Kalian para cowok keluar dulu ya..." Pinta Lidya.

Tiwi mendorong Efran yang tengah memeluknya. "Sana keluar..." Usir Tiwi sembari mendorong Efran yang tengah asyik meremas payudaranya.

"Duduk rel." Ujar Lidya.

Aurel masih berdiri sembari mengepal tangannya. "Kenapa Lid... Kenapa Wi..." Tanya Aurel dengan suara parau menahan tangis.

"Soal kemarin..."

"Aku benar-benar kecewa sama kalian! Apa salahku Lidya... Kenapa kalian bisa setega itu. Aku pikir kalian sayang sama aku, ternyata kalian semua jahat." Keluh Aurel yang mulai menangis.

Lidya tampak menghela nafas. "Kamu salah paham Rel..." Ujar Lidya sembari berdiri.

"Salah paham? Setelah kesucianku hilang kalian bilang salah paham? Enak banget ya..." Kata Aurel dengan emosi.

"Kami tidak bermaksud menyakiti kamu Rel." Lirih Tiwi.

Lidya menambahkan. "Rel... Kami cuman ingin membantu kamu, memujudkan keinginan kamu, apa kamu sudah lupa?" Ucap Lidya mengingatkan.

"Bantu apa? Bantu menghancurkan hidupku." Sengit Aurel. Ia merasa benar-benar sangat bodoh mempercayai mereka berdua selama ini.

"Bukannya kamu yang dulu sering nanya gimana rasanya di gangbang? Bukannya kamu pernah bilang sering masturbasi membayangkan kamu di gangbang ramai-ramai." Sindir Tiwi.

"Sekarang kamu taukan rasanya gimana? Enak?" Timpal Lidya ikut menyindir.

Mendengar ucapan sahabatnya membuat Aurel semakin geram. "Gila kalian semua..." Bentak Aurel dengan raut wajah memerah.

"Gila... Tapi kamu menikmatinyakan?"

Aurel menggelengkan kepalanya. "Tidak... Kalian menghancurkan hidupku, merenggut masa depanku." Geram Aurel kesal.

"Jangan terlalu lebay Rel." Sinis Tiwi.

"Lebay kalian bilang hah... Lebay... Setelah apa yang sudah kalian lakuin sama aku?"

"Mending kamu pergi Rel, dari pada bikin ribut di sini." Usir Lidya yang ikut terbawa emosi.

"Aku akan pergi, aku juga gak Sudi dekat-dekat wanita murahan kayak kalian." Aurel menghentak kakinya kelantai, kemudian ia berbalik hendak meninggalkan kedua temannya yang selama ini mereka bertiga selalu bersama-sama.

Kebersamaan yang sudah mereka lalui bersama, seakan kini sudah tidak ada artinya lagi.

"Tunggu Rel." Panggil Lidya.

Aurel menoleh dengan tatapan penuh amarah. "Apa? Mau minta maaf? Terlambat Lidya, harga diriku sudah tidak bisa di kembalikan lagi." Teriak Aurel, ingin sekali rasanya Aurel membunuh mereka berdua.

"Jangan terlalu geer Rel." Lirih Tiwi.

Lidya memberihkan handphone Aurel yang memang masih ada di tangannya. "Ini hp kamu, di dalamnya ada video kamu yang lagi di gangbang." Ujar Lidya santai sembari menyerahkan hp Aurel.

"Kamu bisa lihat sendiri, di sana kamu tersiksa apa malah sebaliknya." Timpal Tiwi. "Kita temenan sudah lama, kita tau apa yang kamu mau." Sambung Tiwi.

Aurel menerima hpnya. "Terimakasih, tapi persahabatan kita cukup sampai di sini." Tegas Aurel, lalu ia berbalik meninggalkan kedua sahabatnya sembari menitikan air matanya.

Kenangan-kenangan indah bersama kedua sahabatnya membayangi setiap langkah kakinya. Dedi yang tengah berdiri di luar menatap Aurel dengan tatapan sedih, tapi Aurel melewatinya begitu saja dengan perasaan hancur berkeping-keping.

Hari ini, Aurel memutuskan untuk bolos sekolah, ia lebih memilih menyendiri menangisi hubungan baiknya dengan kedua sahabatnya.

Selepas kepergian Aurel, Lidya mengirim sebuah pesan kepada Daniel.

Aurel: Misi berhasil.

*****


Ustadza Dwi

"Kamu kenapa Dek? Mas perhatikan beberapa hari ini kamu jadi lebih pendiam." Tanya Hendra yang merasa heran dengan sikap Istrinya yang beberapa hari ini terlihat berbeda dari biasanya.

Ustadza Dwi tersenyum sembari menyerahkan tas Suaminya. "Gak apa-apa kok mas." Jawab Dwi singkat.

"Gak apa-apa gimana? Biasanya kamu itu setiap pagi pasti rame udah kayak pasar! Hahaha... Tapi akhir-akhir ini Mas perhatikan kamu jadi lebih kalem, hehehe..." Canda Hendra menggoda Istrinya.

"Jadi menurut Mas aku kayak ibu-ibu penjual pasar gitu."

"Kabur ah..." Canda Hendra sembari berlari kecil keluar dari dalam kamar mereka yang di susul oleh Ustadza Dwi.

Saat mereka berada di depan pintu rumah, tiba-tiba Pak Bejo lewat di depan rumah mereka, dan menegur mereka dengan santainya. Melihat Pak Bejo membuat Ustadza Dwi ketakutan, mengingat apa yang sudah di lakukan Pak Bejo kepadanya beberapa hari yang lalu.

Sementara Hendra yang tidak tau apa-apa malah menyapa Pak Bejo dengan hangat.

"Mau kemana Pak?" Tanya Ustad Hendra.

Pak Bejo tersenyum menyeringai, memamerkan giginya yang kuning. "Cuman jalan-jalan aja, Pak Ustad mau pergi mengajar?" Tanya Pak Bejo hanya sekedar berbasa-basi.

"Iya Pak, ini juga udah kesiangan." Hendra balik menatap Istrinya yang tampak pucat pasi. "Aku pergi dulu ya sayang." Pamit Hendra kepada Istrinya, tanpa menyadari perubahan raut wajah Dwi yang tampak ketakutan.

"Mas... Hari ini libur aja ya! Aku takut nanti pria bertopeng kemari." Pinta Dwi, ia sengaja mengatakan pria bertopeng sembari melihat kearah Pak Bejo.

"Pria bertopeng kan datangnya malam Bu Ustadza." Ucap Pak Bejo.

Hendra tersenyum sembari mengusap wajah Istrinya. "Kamu gak perlu khawatir sayang, orang itu beraksinya selalu malam hari, dan lagi di sinikan ada Pak Bejo." Ucap Hendra yang berniat menenangkan Istrinya, tapi malah membuat Istrinya ketakutan.

"Tapi Mas..."

"Bener apa kata Pak Ustad, kalaupun nanti pria bertopengnya datang, saya pasti tidak akan tinggal diam." Ujarnya, sembari menatap Dwi dengan penuh arti.

Dwi sangat kesal sekali dengan sikap Pak Bejo, jelas-jelas pria penjaga kandang ayam itu telah menodainya, dan sekarang ia pura-pura ingin menjadi pahlawan untuk keluarganya.

"Aku pergi dulu ya... Pak tolong jagain Istri saya." Pinta Hendra.

Pak Bejo mengangguk. "Tentu Pak... Saya jamin keluarga Pak Ustad akan aman dan baik-baik saja, hehehe..." Jawab Pak Bejo seraya tersenyum menyeringai menatap Ustadza Dwi.

Ustadza Dwi tidak bisa apa-apa melihat kepergian Suaminya, dirinya juga tidak bisa mengatakan kepada Suaminya kalau ia telah di perkosa oleh Pak Bejo. Ia khawatir pandangan Suaminya kepadanya akan berubah andai Suaminya tau kalau istri nya telah di nodai oleh pria lain.

Cukup lama Dwi berdiri memandangi Suaminya yang perlahan semakin menjauh, ia baru tersadar ketika melihat Pak Bejo yang berjalan mendekat kearahnya.

"Astaghfirullah..." Jerit kecil Dwi.

Ia bergegas masuk ke dalam rumahnya, tapi sayangnya ia terlambat untuk mengunci pintu rumahnya karena Pak Bejo dengan cekatan berhasil menahan daun pintu rumahnya.

Tanpa bisa berbuat apa-apa, dengan leluasanya Pak Bejo menerobos masuk ke dalam rumahnya.

"Ya Tuhan... Keluar Pak." Jerit Ustadza Dwi panik.

Dengan cepat Pak Bejo mendekap tubuh Ustadza Dwi yang tengah meronta-ronta. "Kalau saya di luar, bagaimana saya bisa melindungi Bu Ustadza, hehehe..." Tawa Pak Bejo yang terdengar sangat menjijikan di telinga Ustadza Dwi.

"Lepaskan saya Pak... Tolooong... Lepaskan Pak..." Mohon Ustadza Dwi.

Pak Bejo yang kesal mendorong Dwi hingga terjerembab di lantai. "Diam... Atau saya bunuh kamu." Ancam Pak Bejo sembari mengacungkan pisau.

"Jangan Pak... Jangan..." Melas Ustadza Dwi ketakutan.

Pak Bejo duduk di samping Ustadza Dwi sembari mengacungkan pisaunya. "Jangan coba-coba melawan saya, bukan hanya kamu yang akan saya bunuh, tapi suami kamu juga." Ancam Pak Bejo membuat Dwi makin ketakutan.

Tangan kiri Pak Bejo meraih dan meremas payudara Ustadza Dwi dengan kasar sembari tersenyum menyeringai menatap Ustadza Dwi.

Tiba-tiba ia melepaskannya, duduk tenang di atas sofa sembari menatap Ustadza Dwi yang meringkuk ketakutan.

"Berdiri di depan saya sekarang." Perintah Pak Bejo sembari memainkan pisaunya.

Ustadza Dwi yang takut Pak Bejo akan benar-benar membunuhnya, terpaksa menuruti kemauan lelaki biadab tersebut. Ia bangkit dan berdiri sembari menunduk di hadapan sang predator.

"Ckckck... Kalau Bu Ustadza ingin keluarga selamat, turuti semua perintah saya! Ini bukan hanya sekedar ancaman, saya tidak akan ragu untuk menyakiti bahkan membunuh keluarga Bu Ustadza, apa anda mengerti?" Ancam Pak Bejo.

Sembari terisak Ustadza Dwi terpaksa menganggukkan kepalanya.

"Saya tidak dengar."

"I-iya Pak, saya mengerti." Jawab Dwi gugup.

Pak Bejo meletakan pisaunya diatas meja, sembari merentangkan kedua tangannya di sandaran sofa ia memberi perintah pertama untuk Ustadza Dwi. "Lepas pakaian Ustadza sekarang." Suruh Pak Bejo.

Dwi menatap melas kearah Pak Bejo, tetapi pria tua itu tidak mau tau membuat Dwi benar-benar di buat frustasi olehnya.

Sadar kalau tidak punya pilihan, terpaksa Dwi menuruti kemauan Pak Bejo. Tentunya Ustadza Dwi tidak ingin terjadi apa-apa dengan keluarganya. Lebih baik dirinya berkorban demi keselamatan keluarganya yang amat ia cintai.

Perlahan dengan kedua tangan yang gemetar Dwi menanggalkan gamisnya, berikut dengan hijabnya, lalu di susul dengan pakaian dalamnya hingga ia telanjang bulat di hadapan Pak Bejo.

"Wuuuh... Indah sekali tubuhmu Ustadza." Puji Pak Bejo yang membuat Ustadza Dwi merasa risih.

"Tolong Pak... Jangan ganggu keluarga kami."

"Diam..." Bentak Pak Bejo. "Sekarang kamu ambilkan saya minuman." Suruh Pak Bejo.

Dwi memejamkan matanya, ia bermaksud ingin kembali mengenakan pakaian, tapi Pak Bejo melarangnya. Dengan terpaksa Dwi pergi kedapur mengambil segelas minuman dalam keadaan telanjang bulat.

Ia berjalan tertatih-tatih menghampiri Pak Bejo sembari menyerahkan minuman tersebut.

Tiba-tiba Pak Bejo menarik tangan Ustadza Dwi, hingga istri Soleha itu duduk di pangkuannya. Ustadza Dwi hanya bisa memejamkan matanya ketika Pak Bejo mencium wajahnya sembari menjamah tubuhnya, membelai dan meremas payudaranya.

"Ehmmpsss... Eehmmmppss... Ehmmpsss..." Dengan rakus Pak Bejo melumat bibir merah Ustadza Dwi.

Ustadza Dwi terpaksa membiarkan Pak Bejo menjamah tubuhnya, bukan karena ia menikmatinya, tetapi karena demi keselamatan dirinya dan juga keluarganya. Bagaimanapun juga ia tidak ingin Pak Bejo benar-benar melukai keluarganya.

Pak Bejo menarik dagu Ustadza Dwi, membuka mulut Ustadza Dwi agar ia bisa menjelajahi bagian dalam mulut sang Ustadza.

Dengan liarnya Pak Bejo mengulum lidah, dan menjamah dinding bagian atas mulut Ustadzah Dwi.

"Eehmmmppss... Sssluuuppss.... Sluuuppsss..." Rintih Ustadza Dwi, merasakan sapuan lidah Pak Bejo yang kian intens.

"Nikmat sekali mulutmu Ustadza." Bisik Pak Bejo.

Perlahan tapi pasti, birahi Ustadza Dwi mulai naik, apa lagi ketika kedua jari Pak Bejo memilin putingnya yang mulai mengeras.

Dirinya hanyalah wanita biasa, ia tidak bisa memungkiri betapa nikmatnya ketika putingnya di mainkan oleh kedua jari Pak Bejo. Beruntung sedikit imannya membuat Ustadza Dwi tidak sampai kehilangan akal sehatnya sebagai seorang wanita Soleha.

Ciuman Pak Bejo turun ke leher jenjangnya, ia menjilati leher mulus Ustadza Dwi, membuat tubuhnya merinding geli.

"Aaahkk... Sudah pak! Aaahkk..." Erang Ustadza Dwi.

Tangan kanan Pak Bejo turun kebawah, ia membelai paha mulus Ustadza Dwi, membuka paha Ustadza Dwi yang terkatup rapat.

Ustadza Dwi menggeleng-gelengkan kepalanya ia sudah tidak tahan lagi.

"Akui saja kalau kamu menikmatinya Ustadza." Bisik Pak Bejo.

Ustadza Dwi menggelengkan kepalanya. "Tidak akan pernah... Ssttt... Paaak... Aaahkk..." Jerit Ustadza Dwi ketika jemari Pak Bejo berhasil menyusup ke selangkangannya.

"Sudah basah ya Ustadza, hehe..."

Dengan kedua jarinya Pak Bejo menggosok-gosok bibir kemaluan Ustadza Dwi yang sudah membanjir. Clitorisnya yang sensitif tidak luput dari sentuhan jemari kasar Pak Bejo.

Tidak sampai di situ saja, kedua jari Pak Bejo berusaha menyusup ke dalam memek Ustadza Dwi, dan tanpa kesulitan berarti kedua jari Pak Bejo menembus masuk ke dalam lobang peranakan sang Ustadza yang sudah sangat basah dan licin.

"Oughkk... Ampun Pak." Jerit Ustadza Dwi.

Pak Bejo menyeringai senang karena berhasil membuat mangsanya tak berdaya. Sembari mengorek-ngorek lobang kemaluan Ustadza Dwi, Pak Bejo menyambar payudara Ustadza Dwi, ia melahapnya, menghisap dan menjilati putingnya.

Kepala Ustadza Dwi terbanting ke kiri dan kanan, matanya membeliak tak tahan dengan rangsangan yang ia dapatkan dari Pak Bejo.

Tanpa sadar Dwi mengangkat satu kakinya keatas sofa, membuat kedua jari Pak Bejo semakin leluasa mengocok lobang memeknya yang semakin licin akibat lendir kewanitaannya yang keluar semakin banyak, bagaikan air bah yang jebol.

"Oughkk... Aaahkkk... Aaaaahkk...." Erang Ustadza Dwi.

Slookkss... Slookkss... Slookkss...

Slookkss... Slookkss... Slookkss...

Slookkss... Slookkss... Slookkss...


Tidak puas hanya dengan dua jari, Pak Bejo memaksa ketiga jarinya masuk ke dalam lobang peranakannya, membuat Ustadza Dwi kian menjerit antara rasa sakit dan nikmat yang bersamaan menyiksa kemaluannya. Dan... Semenit kemudian gelombang orgasme yang sedari tadi ia tahan akhirnya meledak.

"Aaaarrttt...."

Creeettss.... Creeettss.... Creeettss....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....


Pinggul Ustadza Dwi terhentak-hentak menyemburkan cairan bening dari dalam lobang peranakannya.

"Aaah... Aaah... Aaah..." Tampak Ustadza Dwi yang terengah-engah.

"Ckckck... Sampe muncrat kayak gitu ya Ustadza." Ledek Pak Bejo. "Wow... Jari saya sampe lumer kayak gini, hehehe..." Sambung Pak Bejo sembari memamerkan jarinya yang basah kuyup.

Ustadza menepis lengan Pak Bejo. "Hentikan Pak..." Pinta Ustadza Dwi, ia sangat malu atas apa yang barusan ia alami.

"Gimana rasanya, enakkan? Hehehe..."

"Biadab..." Geram Ustadza Dwi.

Ia mengumpat kesal, bukan hanya karena Pak Bejo mempermainkannya, tapi juga karena dirinya yang sangat muda di taklukkan.

Pak Bejo berdiri dan mulai menanggalkan pakaiannya satu persatu hingga ia telanjang bulat, memamerkan tubuh gempalnya yang telah bermandikan keringat. Kontolnya yang berukuran 17cm meter tampak manggut-manggut, mengintimidasi Ustadza Dwi.

Wanita Soleha itu memalingkan wajahnya, ia malu harus melihat kontol pria lain.

Dengan sangat kasar Pak Bejo menarik tangan Ustadza Dwi hingga terjerembab di lantai. Kemudian ia menarik rambut Ustadza Dwi dan menariknya kearah selangkangannya.

"Sakit Pak..." Mohon Ustadza Dwi terisak.

Tanpa memperdulikan ucapan Ustadza Dwi, Pak Bejo menampar-nampar wajah cantik Ustadza Dwi dengan kontolnya. "Kulum kontol saya Ustadza lonte." Perintah Pak Bejo.

"Cukup Pak... Sudah cukup..." Mohon Ustadza Dwi.

Kesal karena mendapat penolakan, Pak Bejo semakin kuat menarik rambut Ustadza Dwi, hingga wajahnya menadah keatas. "Kulum..." Bentak Pak Bejo.

Karena tidak ingin di siksa, Ustadza Dwi terpaksa mengangguk, mengiyakan permintaan Pak Bejo.

Pak Bejo melepas jambakannya, lalu dia kembali menyodorkan kontolnya. Dengan amat terpaksa Ustadza Dwi menggenggam kontol Pak Bejo, rasanya hangat dan keras seperti kayu. Dengan gerakan perlahan ia mengocok kontol Pak Bejo.

Sejenak ia menghela nafas, menenangkan dirinya dan meyakinkan dirinya kalau ia bisa melakukannya. Dengan bibir gemetar ia membuka mulutnya.

"Haapsss... Sruuupsss.... Sluuuppsss... Sluuuppsss...." Dengan gerakan perlahan Ustadza Dwi mulai menghisap kontol Pak Bejo.

Rasanya memang tidak karuan, tetapi ada sensasi yang membuat Ustadza Dwi mampu melakukannya.

Ukuran kontol Pak Bejo yang panjang beberapakali menubruk masuk ke dalam tenggorokannya, membuatnya tercekik. Tapi anehnya sensasi tersebut membuat Ustadza Dwi makin bersemangat.

"Oughk... Nikmat sekali Ustadza." Racau Pak Bejo.

"Suuuppss.... Sssttt.... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sruuupsss...." Semakin lama Ustadza Dwi terlihat makin terbiasa dan mahir memanjakan kontol Pak Bejo.

Seakan tidak mau diam, Pak Bejo meraih payudara Ustadza Dwi, ia meremasnya dengan kasar dan sesekali ia memilin putingnya, menariknya menjadikan puting Ustadza Dwi seperti mainan. Beberapakali Ustadza Dwi mendesis kesakitan.

Selama sepuluh menit Ustadza Dwi mengoral kontol Pak Bejo, membuatnya mulai kelelahan, rahangnya mulai terasa keram.

Pak Bejo yang kesal karena kuluman Ustadza Dwi yang melemah, menjambak rambut Ustadza Dwi, lalu kemudian ia mendorong kuat-kuat kontolnya ke dalam mulut Ustadza Dwi, membuat wanita Soleha itu kesulitan bernafas.

"Hoookksss... Hmmmmppsss... Hmmmmppsss..."

Dengan pukulan lemah, Ustadza Dwi memukul kedua paha Pak Bejo.

Bukannya kasihan, Pak Bejo malah menyeringai senang melihat raut wajah Ustadza Dwi yang merona merah karena mulai kehabisan oksigen. Saat di detik-detik terakhir Ustadza Dwi kehabisan nafas, barulah Pak Bejo menarik kontolnya.

"Oh... Hah... Hah... Hah..." Buru-buru Ustadza Dwi menarik nafas dalam, mengisi oksigen ke dalam paru-parunya yang terasa kempis.

"Hahaha...." Tawa Pak Bejo puas.

Penderitaan Ustadza Dwi belum berakhir, ia kembali menjejalkan kontolnya ke dalam mulut Ustadza Dwi hingga Istri Ustad Hendra tersebut kembali tak bisa bernafas, sebelum Ustadza Dwi benar-benar kehabisan nafas, Pak Bejo segera menariknya kembali.

Pak Bejo melakukan gerakan tersebut berulang kali, membuat Ustadza Dwi sangat tersiksa.

Tenaga Ustadza Dwi sudah terkuras habis, sehingga ia pasrah ketika tubuhnya di banting diatas sofa dengan posisi telentang.

Pak Bejo tersenyum sumringah memandangi tubuh telanjang Ustadza Dwi. Rambutnya yang sedikit bergelombang tampak aut-auttan, payudaranya yang berukuran 34D tampak memerah akibat remasannya yang kuat. Tatapan Pak Bejo beralih kearah pubik vagina Ustadza Dwi yang di tumbuhi rambut hitam bergelombang yang tidak begitu rimbun.

Ustadza Dwi pasrah ketika kaki kanannya diangkat dan di letakan diatas sandaran sofa. Mata keriput Pak Bejo berbinar memandangi bibir kemaluan Ustadza Dwi yang terlihat seperti tirai, karena satu sisi labia minoranya menonjol keluar.

"Ckckck.... Bentuk memek kamu bagus Ustadza, seperti memek lonte, hahaha...." Ejek Pak Bejo.

Ustadza Dwi hanya memalingkan wajahnya sembari mengutuk Pak Bejo dari dalam hatinya.

Pak Bejo naik keatas sofa, ia menekuk satu kakinya diatas sofa, sembari menyodorkan kontolnya diantara lipatan vagina Ustadza Dwi.

Sadar kalau percuma untuk melawan, Ustadza Dwi memilih diam sembari memalingkan wajahnya. Terlintas bayangan wajah Suaminya Hendra, membuat luka di hatinya terasa semakin dalam.

"Eenggkk..." Ustadza Dwi tampak mengejan.

Harus di akui kontol Pak Bejo memang lebih besar di bandingkan dengan milik Suaminya, bahkan kepala kontol Pak Bejo lebih besar tiga kali lipat di bandingkan dengan ukuran kepala kontol Suaminya yang hanya sebesar jari jempolnya.

Pria berusia 45 tahun itu tidak mau menyerah, ia menekan kasar kontolnya, hingga kepala kontolnya yang memang berukuran lebih besar di bandingkan lingkar batang kemaluannya bisa menyeruak masuk ke dalam memek Ustadza Dwi.

"Aasrrtt.... Pelan-pelan Pak." Mohon Ustadza Dwi.

Gigi Pak Bejo menggratak, menahan ngilu di kemaluannya. "Uhkk... Sempit sekali memek kamu Ustadza... Aaahkk... Sssttt..." Desah Pak Bejo antara nikmat dan ngilu.

Wajah Ustadza Dwi mengeras, ia sampai menahan nafas saat kontol Pak Bejo menerobos masuk ke dalam memeknya. "Eeengkk... Aaahkk... Hah... Hah..." Desis Ustadza Dwi.

"Akhirnya masuk juga." Lirih Pak Bejo lega.

"Hah... Hah... Hah..."

Dengan perlahan Pak Bejo mengayunkan pinggulnya, menyodok-nyodok pelan kemaluan Ustadzah Dwi yang tengah memeluk erat batang kemaluannya.

Tubuh indah Ustadza Dwi terhentak-hentak, rasa sakit yang sempat di rasakannya, berganti dengan rasa nikmat yang sangat luar biasa, membuat tubuhnya tanpa sadar ikut bergerak.

Sembari meningkatkan tempo sodokannya, tangan kanan Pak Sobri meraih buah dada Ustadza Dwi. Ia membelai dan memilin kasar puting Ustadza Dwi.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk...." Jeritan Ustadza Dwi makin cepat seiring dengan hujaman kontol Pak Bejo yang terhunus semakin dalam dan cepat, mengobrak abrik memeknya.

"Aaahkk... Nikmat sekali memek kamu lonte." Racau Pak Bejo.

Ustadza Dwi yang kelabakan karena rasa nikmat yang datang bertubi-tubi tampak sangat tersiksa. "Uughk... Ampuuun... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Ustadza Dwi yang tampak menderita.

"Jangan munafik kamu lonte, saya bisa merasakan kedutan memek kamu." Geram Pak Bejo.

Ia menghujamkan kontolnya dengan sangat kasar, membuat Ustadza Dwi kesakitan, sekaligus keenakan oleh sodokan kontol Pak Bejo.

Selama lima menit Pak Bejo memompa memek Ustadza Dwi, hingga akhirnya pertahanan Ustadza Dwi jebol juga, ia melolong panjang sembari melepaskan dahaganya. Tubuh indahnya yang bermandikan keringat tampak bergetar hebat.

Ploooopsss....

Pak Bejo mencabut kontolnya dari dalam memek Ustadza Dwi, kemudian ia memutar tubuh Ustadza Dwi hingga telungkup.

Dari belakang Pak Bejo kembali menghunuskan kontolnya ke dalam lobang memek Ustadza Dwi yang kali ini di rasakan lebih muda di bandingkan sebelumnya. Dengan hentakan kasar ia kembali menggauli Istri dari Ustad Hendra.

"Aaahkk... Aaahkk... Pak! Aaahkk..." Erang Ustadza Dwi.

Tangan kanan Pak Bejo membelai lembut punggung Utarza Dwi. "Sssttt.... Oughk... Enak sekali memek kamu Ustadza... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Pak Bejo.

"Tidaaak... Aaahkk... Aaahkk... Sudah Pak.... Aduuuh... Aaahkk... Ampuuun... Aaahkk..."

Ploooksss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss....

Ploooksss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss....


"Akui saja Ustadza, kalau kontol saya jauh lebih nikmat di bandingkan kontol Suamimu." Racau Pak Bejo sembari menggarap ladang ustadzah Dwi.

Kedua tangan Pak Bejo mengambil kedua kaki Ustadza Dwi, ia merentangkan kedua kakinya hingga berbentuk huruf V terbalik.

Dengan keadaan pinggul Ustadza Dwi yang terangkat, Pak Bejo menghujami memeknya.

Ploooksss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss....

"Ahkkk... Aaahk... Aaahkk..."

"Host... Host... Hostt... Aku hampir sampai Ustadza... Host... Host... Aku akan menghamili mu." Racau Pak Bejo yang semakin bersemangat saat merasakan spermanya yang sudah berada di ujung.

"Jangan Pak... Hah... Hah... Jangan..." Jerit Ustadza Dwi ketakutan.

Tapi permohonannya terlambat, karena sedetik kemudian Pak Bejo menumpahkan spermanya ke dalam rahim Ustadza Dwi.

Croooottss... Croooottss... Croootss...

Pak Bejo mencabut kontolnya dari memek Ustadz Dwi, tampak lelehan spermanya mengalir keluar hingga membasahi sofa tempat mereka bercinta.

"Huh... Saya puas Bu Ustadza." Celoteh Pak Bejo.

Ustadza terisak sembari memalingkan wajahnya. "Saya mohon ini yang terakhir Pak..." Melas Ustadza Dwi sembari mengusap air matanya.

"Tidak ada kata terakhir, kecuali kamu mau melihat keluargamu mati." Ancam Pak Bejo.

Pak Bejo memungut dan kembali mengenakan pakaiannya. Sementara Ustadza Dwi hanya meringkuk menangisi nasibnya. Ia tidak menyangkah kalau hidupnya kini berada di tangan Pak Bejo.

"Tolong jangan sakiti keluarga saya."

Pak Bejo menatap Ustadza Dwi dengan seyuman sinis. "Keluarga anda aman selama anda menuruti semua perintah saya." Ujarnya seraya tersenyum.

"......" Ustadza Dwi tak mampu berkata-kata.

"Oh ya satu lagi, saya lihat pentilasi kamar mandi di tutup! Saya taunya besok pagi sudah di buka, karena saya ingin mengintip Aziza telanjang." Ujarnya sembari menyeringai.

"Tolong Pak..."

"Saya tidak akan menyakiti adikmu, selama kamu menuruti perintah saya! Tapi kalau Ustadza berani membangkang sekali saja, Aziza akan menjadi korbannya, Ustadza paham." Bentak Pak Bejo, membuat tubuh Ustadza Dwi bergetar ketakutan.

"Iya Pak, saya paham."

"Bagus... Saya pulang dulu, nanti kita bertemu lagi, hahaha..." Tawa puas Pak Bejo sembari berlalu meninggalkan Ustadza Dwi.

Sementara itu Ustadza Dwi hanya bisa menangis, mengutuk perbuatan Pak Bejo kepada dirinya.

Entah sampai kapan dirinya akan menjadi budak sex Pak Bejo, Ustadza Dwi hanya berharap pertolongan Tuhan segera datang. Dan ia berharap Pak Bejo mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang sudah di perbuat Pak Bejo kepada dirinya.

*****


Ustadza Salma

13:00

Sebuah kendaraan SUV melaju cepat di jalanan yang terlihat sepi. Tampak sang pengendara sudah tidak sabar untuk segera tiba di tempat tujuan, sementara penumpang yang duduk di sampingnya, sedari tadi terlihat murung, sembari menatap kosong keluar jendela mobil.

Salma benar-benar dilema, antara ingin melanjutkan pengobatan atau meminta Suaminya untuk putar balik. Tetapi apakah mungkin Furqon mau menuruti permintaannya.

Sejujurnya Salma tidak ingin lagi kembali ke gubuk reyot tersebut. Tetapi apa yang bisa ia lakukan, di tambah lagi Ibu Mertuanya Haja Fatimah sudah merestui pengobatan yang akan ia lakukan. Tentu saja Salma tidak berani membantahnya.

Tidak terasa akhirnya mereka tiba di gubuk tersebut, segera Furqon mengajak Istrinya masuk, dan dengan terpaksa ia menuruti Suaminya.

"Assalamualaikum Mbah..."

"Silakan masuk..." Teriak pria bersuara berat dari dalam gubuk tersebut.

Mereka berdua pun segera masuk ke dalam gubuk reyot tersebut. Tampak seorang pria tua menatap tajam kearah mereka berdua tanpa menunjukan ekspresi apapun di wajahnya.

Furqon dan Salma duduk di depan sang Dukun yang membaca mantra.

"Maaf Mbah... Kami ke sini mau melanjutkan ritual kemarin yang belum selesai." Ujar Furqon dengan sangat hati-hati.

"Tunggu sebentar." Suruh Mbah Dukun.

"Baik Mbah."

Sembari membaca mantra, Mbah Dukun tersebut menaburkan bubuk putih keatas sesajen yang ada di hadapannya. Tampak sesajen tersebut mengeluarkan asap lebih banyak dengan aroma yang cukup menyengat.

Sembari membaca mantra, ia memejamkan matanya membuat Furqon dan Salma tampak gugup.

"Gimana Nak Salma apa kamu sudah siap?" Tanya Mbah Dukun dengan suara parau.

"....." Salma terdiam, ia benar-benar bingung.

"Dek..." Tegur Furqon.

Salma menghela nafas perlahan. "Siap Mbah... Tapi kalau bisa ritual di lakukan di depan Suami saya Mbah..." Pinta Salma sembari menunduk.

Furqon kaget mendengar permintaan Istrinya, ia menatap kecewa kearah Salma, ia khawatir kalau Mbah Dukun akan membatalkan pengobatan mereka, dan tentu saja itu beresiko untuk keluarganya, mengingat pantangan yang sempat di katakan Mbah dukun beberapa waktu yang lalu kepada mereka.

Salma mengerti kalau Suaminya akan marah, tapi hanya ini satu-satunya cara agar kejadian tempo dulu tidak terulang lagi.

Dan di luar dugaan Mbah Dukun menyetujuinya. "Tidak masalah... Karena pengobatan lanjutan kali ini tidak membutuhkan privasi." Ucap Mbah Dukun sembari mengambil gelas berisi air minum.

"Terimakasih Mbah." Jawab Salma tenang.

Dengan raut wajah yang datar ia membaca mantra, lalu meniup air yang ada di dalam gelas. Tanpa mengatakan apapun ia memberikan minuman tersebut kepada Furqon.

Lalu dia mengambil gelas lainnya yang juga berisi air putih, membaca mantra seperti sebelumnya dan kemudian ia menaburkan bubuk ke dalam gelas tersebut.

"Di minum." Ujar Mbah dukun sembari memberi gelas tersebut kepada Salma.

Furqon dan Salma saling pandang, kemudian mereka berdua meminum minuman tersebut tanpa merasa curiga, hingga minuman tersebut tidak bersisa, sang Dukun yang menyaksikannya diam-diam tersenyum menyeringai menatap pasangan pasutri yang tengah berharap bisa segera mendapatkan momongan.

Setelah di rasa cukup membaca mantra, dukun tersebut meminta Salma untuk melepas semua pakaiannya dan hanya mengenakan sarung seperti ritual sebelumnya, hanya saja kali ini sang Dukun tidak meminta Salma untuk mandi kembang.

Ritualpun di lakukan, ia meminta Salma untuk duduk bersila di depannya, di saksikan oleh Suaminya sendiri.

Sang dukun mengambil kemeyan yang sudah di bakar, lalu mengibas-ngibaskan asapnya kearah Salma. Ritual yang di lakukan sang Dukun terlihat normal.

"Rileks ya Nak Salma." Pinta sang Dukun.

"......" Salma hanya mengangguk.

Sang dukun mulai melakukan pijitan di pundak Salma, sembari membaca mantra dan beberapakali ia meniup bagian ubun-ubun kepala Salma. Sementara Itu Furqon menyaksikannya dengan seksama.

Lama kelamaan Furqon mulai merasa dirinya sangat mengantuk, beberapakali ia terlihat menguap, sembari mengucek-ngucek matanya.

"Telungkup Nak." Suruh Mbah Dukun.

Segera Salma menuruti perintah sang Dukun, ia telungkup sembari menatap Suaminya yang beberapakali terlihat memejamkan matanya.

"Maaf nak Furqon, Mbah minta izin untuk melumuri tubuh Istrinya dengan minyak jampian ini." Ujar Mbah Dukun kearah Furqon yang sudah tidak bisa fokus lagi sanking ngantuknya.

"I-iya Mbah silakan." Jawab Furqon.

Salma kaget mendengarnya, Suaminya mengizinkan pria lain menyentuh auratnya. Padahal selama ini, jangankan di sentuh kakinya, ia bersalaman dengan seorang pria saja Furqon sangat marah, tapi kali ini Furqon malah mengizinkan seorang pria melumuri seluruh tubuhnya dengan minyak zaitun.

Dengan mata setengah terpejam, Furqon melihat bagaimana tangan sang Dukun mulai melumuri betis Istrinya dengan minyak.

"Mas..." Lirih Salma tak percaya.

"Kalau nak Furqon mengantuk tidur saja, nanti kalau sudah selesai Mbah bangunkan." Ujar Mbah Dukun, berbarengan dengan lirihnya Salma.

Furqon yang sudah sangat mengantuk, akhirnya membaringkan tubuhnya. Salma sempat melihat Furqon yang masih melihat kearahnya ketika tangan sang Dukun mulai masuk semakin dalam ke dalam kain yang ia kenakan saat ini.

Mas... Kamu serius mengizinkan tubuh Istrimu di sentuh pria lain? Mas.... Aku kecewa denganmu.

Melihat Suaminya yang diam saja, membuat Salma akhirnya memilih pasrah dan membiarkan sang Dukun yang kini tengah memijitnya sembari melumuri setiap inci kulit kakinya dengan minyak Zaitun.

"Eenggkk...." Salma mendesis sembari menggigit bibirnya.

Lagi-lagi tanpa di ketahui Salma, sang Dukun tersenyum menyeringai, ia tau kalau obat perangsang yang ia campurkan dengan minuman Salma mulai beraksi, membuat aksinya semakin mudah.

Mbah Dukun mendorong semakin dalam tangannya, menuju bagian dalam selangkangan Salma, menantu dari seorang pimpinan pondok pesantren Al-fatah.

"Mbah...." Tolak Salma.

Mbah Dukun menghentikan sesaat aksinya. "Ada apa Nak Salma?" Tanya Mbah Dukun datar, sembari melihat kearah Salma.

"Jangan kesitu Mbah." Pinta Salma memberanikan diri.

"Maaf Nak Salma, seluruh tubuh Nak Salma memang harus di lumuri minyak, tidak kecuali kemaluan Nak Salma." Ungkap sang Dukun.

Salma tampak dilema, walaupun ia pernah berada di posisi ini sebelumnya, tapi ia tidak ingin melakukannya lagi. "Tapi Suami saya tidak mungkin mengizinkannya Mbah." Ujar Salma mencari alasan.

"Nak Furqon, Mbah minta izin untuk melumuri memek Istri Nak Furqon dengan minyak." Tanya Mbah Dukun, kalimat memek yang di ucapkan Mbah dukun terdengar samar-samar.

Dan jawaban Furqon benar-benar membuat Salma kaget bukan kepalang. "Hmmbboleeh... Mbah." Jawab Furqon yang terdengar seperti orang tengah ngelindur.

Astaghfirullah... Tidak mungkin... Mas... Kamu... Sulit sekali Salma mempercayai ucapan dari Suaminya.

"Bagaimana Nak Salma, apakah Mbah boleh melakukannya? Kalau nak Salma merasa keberatan, tidak apa-apa, Mbah tidak memaksa." Ucap Mbah Dukun sembari menarik tangannya. "Tapi itu artinya, ritual yang sudah kalian lakukan gagal." Sambung Mbah Dukun.

Ucapan Mbah Dukun sukses membuat Salma semakin dilema, di sisi lain ia tidak ingin melanjutkan ritual gila ini, tapi di sisi lainnya ia takut kalau Suaminya menjadi murka dan membenci dirinya atas penolakannya.

Salma tidak punya banyak waktu untuk memikirkan pilihannya.

"La-lanjutkan Mbah, Mas Furqon sudah mengizinkan." Ujar Salma yang akhirnya memilih untuk melanjutkan ritual gilanya.

Ini yang kamu maukan Mas. Jerit hati Salma.

Mbah Dukun kembali melumuri tangannya dengan minyak jelanta, lalu dia mengusapkan kembali minyak tersebut dari betis hingga kepangkal paha Salma. Ia melakukannya berulang kali sembari melakukan pijitan lembut di kaki Salma.

Salma memejamkan matanya saat jemari Mbah Dukun menyentuh bibir kemaluannya. Ia dapat merasakan tekstur kasar dari jari Mbah Dukun.

Wanita Soleha itu terlihat mulai tidak tenang, kedua tungkai kakinya tampak mengejang, sesekali ia menekuk jemari kakinya menahan gelombang nikmat surgawi yang di berikan sang dukun.

Kembali sang dukun menarik tangannya, mencelupkannya ke dalam minyak.

"Tahan ya Nak Salma." Pinta sang Dukun.

Ia kembali memijit betis Salma, naik keatas pahanya hingga kembali ke selangkangan Salma.

Mata Salma membeliak saat merasakan jari Mbah dukun membuka cela bibir kemaluan Salma, kemudian dengan perlahan kedua jari Mbah Dukun menyeruak masuk ke dalam memek Salma yang sudah sangat membanjir itu.

"Oughk..." Jerit Salma.

Kedua tangannya terkepal, dan kedua tungkai kakinya menekuk lututnya.

Dengan tenang Mbah Dukun mengorek-ngorek lobang kemaluan Salma yang semakin licin, bukan hanya karena lendir kemaluannya saja tapi juga karena minyak zaitun yang membasahi jari Mbah Dukun.

"Jangan di lawan Nak Salma." Pinta Mbah Dukun.

Sembari menusuk-nusuk kedua jarinya ke dalam memek Salma, tangan kiri Mbah Dukun dengan perlahan menarik kain yang di kenakan oleh Salma hingga sebatas pinggangnya, hingga sang dukun dapat melihat pergerakan kedua jarinya di dalam memek Salma.

Tidak sampai di situ saja, ia mulai membelai dan meremas pantat Salma.

"Aahkk... Hah... Mbah... Aaah..." Erang Salma.

Ia menatap sayu kearah Suaminya yang tengah tertidur lelap dengan mata setenga terbuka, hingga membuat Salma merasa kalau saat ini Suaminya tengah menyaksikan dirinya yang sedang di lecehkan. Bukannya merasa bersalah, Salma malah semakin birahi.

Dengan perlahan sang Dukun menelusuri belahan pantat Salma, ia mengelus-elus lobang anus Salma yang tampak berkedut-kedut.

"Mbah.... Ssttt...." Erang Salma tak tahan.

Dengan jari telunjuknya ia menekan lobang anus Salma. "Sukma terakhir, akan Mbah masukan lewat lobang ini." Kata Mbah Dukun dengan suara datar.

Salma terkejut mendengarnya, tapi belum sempat ia protes, tiba-tiba jari telunjuk Mbah Dukun menusuk lobang anusnya, memaksa cincin anusnya terbuka menyambut jari Mbah Dukun.

"Aaahkk...." Jerit Salma.

Mbah Dukun semakin mempercepat sodokan jarinya di dalam memek Salma, sembari menusuk pelan lobang anusnya.

Tusukan-tusukan nikmat tersebut membuat tubuh Salma menggelinjang, ia merintih, merengek nikmat. Kedua kakinya melejang-lejang, pantatnya bergetar dan memeknya cenat-cenut.

"Aku pipis Mbah..." Erang Salma panjang.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Tampak lelehan cairan bening mengalir dari sela-sela bibir kemaluan Salma.

Sang Dukun kembali tersenyum melihat apa yang barusan ia lakukan terhadap seorang wanita Soleha yang sepertinya sudah berhasil ia taklukkan. Sejenak ia membiarkan Salma untuk beristirahat sebentar, mengembalikan staminanya yang terkuras setelah orgasme.

Sementara Salma sendiri tampak terdiam membisu, ia terlihat tengah mengatur nafasnya yang memburu. Sungguh ia tidak menyangkah dirinya bisa kembali di taklukan oleh sang dukun.

"Minum dulu Nak Salma." Suruh Mbah Dukun.

Salma yang merasa sangat kehausan segera meminum air putih pemberian sang Dukun.

"Terimakasih Mbah." Ujar Salma.

Mbah Dukun mengambil kembali gelas tersebut. "Sudah siap untuk menerima Sukma dari Mbah?" Tanya sang dukun.

Walaupun masih ada keraguan, tapi Salma mencoba meyakinkan dirinya. "Su-sudah Mbah." Jawab Salma terbata-bata.

Pria berperawakan tua itu menanggalkan celananya, dan lagi-lagi Salma di buat takjub dengan ukuran kontol Mbah Dukun yang panjangnya mencapai 18 centimeter. Bentuknya yang tegak lurus dan berurat membuat kontol sang Dukun terlihat gagah perkasa.

Salma tau apa yang ia harus lakukan, tapi ia masih ragu untuk melakukannya.

Apa aku harus kembali melakukannya Mas? Bisik hati Salma, sembari menatap Suaminya yang masih tertidur lelap, seakan tidak terganggu dengan apa yang barusan di lakukan sang dukun kepadanya.

"Kamu melakukan semua ini demi baktimu kepada Suami, jadi jangan khawatir." Bujuk sang Dukun, terlihat sekali kalau pria itu menginginkan Salma.

Salma memandangi kembali kontol sang dukun, lalu mengangguk lemah. "Baik Mbah, saya siap untuk melakukannya." Jawab Salma yakin, setelah mengingat Suaminya yang ingin sekali dirinya berobat dengan sang dukun cabul.

Jemari halusnya menggenggam kontol Mbah Dukun, membelainya dengan perlahan.

Sebagai perkenalan, Salma mencium kepala kontol sang Dukun, menjulurkan lidahnya, menjilati kepala kontol sang Dukun yang terasa asin di lidahnya.

Lalu dengan perlahan ia melahap kontol sang Dukun sembari menatap lirih kearah Suaminya.

"Ssttt..." Sang Dukun mendesis nikmat.

Sembari mengocok batang kemaluan sang Dukun, Salma menghisap kontolnya. "Sluuuppsss... Sruuupsss... Cup... Cupp... Sluuuppsss... Sluuuppsss..." Seakan sudah terlatih, Salma melakukan oral sex untuk kedua kalinya di dalam hidupnya.

"Owhk... Terus Nak Salma, Sukma Mbah hampir keluar." Desis Mbah dukun.

Mendengar hal tersebut membuat Salma makin bersemangat, ia menjulurkan tangannya yang lain untuk membelai kantung telur Mbah dukun, menstimulasi bagian-bagian sensitif Mbah Dukun agar ia segera memindahkan sukmanya.

"Mbah keluar Nak, telan Sukma Mbah." Erang Mbah dukun.

Croootttss... Croootss... Croootss....

Dengan jumblah yang cukup banyak, sperma Mbah dukun tumpah ke dalam mulutnya.

Tanpa ada karugan sedikitpun, Salma menelan sperma Mbah dukun yang terasa gurih dan enak. Sanking enaknya, Salma tidak menyisakan sedikitpun sperma yang ada di dalam mulutnya, bahkan ia menjilati bibirnya yang terdapat sperma Mbah dukun.

"Masih ada dua Sukma lagi! Kamu sudah siapkan?" Tanyak Mbah Dukun, sembari menikmati orgasmenya yang barusan.

Tanpa berfikir dua kali, Salma langsung menganggukkan kepalanya. "Sudah Mbah..." Jawab Salma yang kini tidak ragu lagi.

"Lepas kainmu Nduk."

Salma berdiri dengan perlahan, lalu ia membuka lipatan kain yang ia kenakan, dan membiarkan kain putih itu jatuh keatas lantai.

Kini di hadapan sang dukun, Salma sudah tidak memakai sehelai benangpun, kecuali hijabnya yang masih setia menutupi kepalanya. Mata mbah dukun tampak berbinar menatap tubuh telanjang seorang wanita Soleha, istri dari anaknya seorang Kiayi besar.

Mbah dukun memberi isyarat agar Salma berbaring di lantai, dan tanpa penolakan Salma membaringkan tubuhnya dengan posisi telentang. Tidak sampai di situ saja, ia membuka kedua tungkai kakinya lebar-lebar, hingga bibir kemaluannya terpampang jelas di hadapan Mbah dukun yang tampak menelan air liurnya.

Pria berperawakan tua itu tampak terpesona dengan kemaluan Salma, selain bersih tanpa rambut kemaluan, bibir kemaluan Salma juga terlihat rapat karena bibir Mayoranya yang lebih menonjol dan menutupi keseluruhan bagian dalam vulva.

Jantung Salma bedegup kencang ketika Mbah Dukun berlutut di hadapannya, sembari memandangi memeknya yang berwarna merah muda.

"Mbah...." Lirih Salma.

Pria tua itu tersenyum. "Mbah harus menyiapkan memek kamu sebelum menerima Sukma." Ujar Mbah dukun beralasan. Wajah tuanya mendekati kemaluan Salma, nafasnya yang memburu menerpa kemaluan Salma hingga membuat tubuhnya merinding.

"Aaahk... Mbah..." Desah Salma ketika ujung lidah sang dukun menyapu bibir kemaluannya.

Tangan kanan Salma meraih kepala Mbah dukun yang tengah menjilati bibir kemaluannya. Mbah dukun yang sudah lihai dalam menaklukan seorang wanita, tanpa kesulitan berarti merangsang bagian sensitif Salma, hingga membuat wanita Soleha itu histeris keenakan ketika lidahnya bermain dengan clitorisnya.

"Ooughk... Mbah... Itilku... Aahkk... Ssttt... Mbaaah...." Erang Salma ketika clitorisnya di hisap oleh bibir keriput Mbah dukun.

"Sruuupsss... Sluupss... Sluuuppsss..." Sesekali Mbah dukun menghisap clitoris Salma, menjilatinya, hingga menggigit kecil clitoris Salma, membuat wanita Soleha itu sampai menggigit bibirnya.

Salma benar-benar di buat melayang oleh setiap sentuhan yang di berikan sang dukun.

Kedua kaki indahnya melejang-lejang, mengais-ngais, dan menjepit kepala Mbah dukun yang sedang melumat bibir kemaluannya.

"Mbaaaah... Aku mau pipis." Jerit Salma.

Pinggulnya menegang, dan otot-otot vaginanya mengencang ketika badai orgasme itu kian dekat menghempaskan dirinya. Tapi tiba-tiba Mbah Dukun menjauhkan wajahnya dari bibir kemaluan Salma, membuat pinggul Salma bergerak seakan mencari mulut Mbah dukun.

Dari raut wajahnya tergambar jelas kalau Salma merasa sangat kecewa.

"Mbah..."

Mbah dukun menatapnya lembut. "Belum saatnya Nak Salma, sabar ya..." Goda Mbah dukun, sembari mengurut-urut batang kemaluannya.

Ingin sekali Salma berteriak dan meminta Mbah dukun untuk segera menggaulinya, tapi pada saat bersamaan Salma sadar kalau dirinya adalah seorang Istri Soleha, tidak seharusnya ia mengumbar hawa nafsunya kepada pria lain.

Mbah dukun menindih tubuh Salma, ia mengarahkan kontolnya ke bibir kemaluan Salma. Seakan ingin mempermainkan birahi Salma, Mbah dukun hanya menggesek-gesekkan kemaluannya di bibir vagina Salma.

"Mbah... Ssstt...." Lenguh Salma yang kembali birahi. Pinggulnya bergerak-gerak, seakan ingin kontol Mbah dukun segera memasuki relung surganya.

"Kenapa Nduk? Kamu ingin sukmanya Mbah?" Pancing Mbah dukun, sembari menyodok-nyodok clitoris Salma yang telah membengkak sanking terangsangnya ia saat ini.

Masukan sekarang Mbah... Masukan... Jerit hati Salma saat ini.

"Kamu mau hamil?" Pancing Mbah dukun lagi.

Salma mengangguk lemah. "I-iya Mbah... Tolong tanamkan Sukma Mbah ke dalam rahimku." Ujar Salma menyerah akan hawa nafsunya. Bahkan ia meraih kontol Mbah dukun dan memposisikan kontol Mbah dukun tepat di lobang peranakannya.

Ya Tuhan... Ada apa dengan diriku.

Perlahan Mbah dukun mendorong pinggulnya, menusuk lobang memek Salma yang meresponnya dengan jepitan erat di batang kemaluan Mbah Dukun yang terdorong semakin dalam.

"Aaahkk...." Erang mereka bersamaan, menikmati persetubuhan terlarang.

Mbah dukun mendiamkan sejenak kontolnya di dalam tubuh Salma, menikmati jepitan dinding vagina Salma yang memeluk erat batang kemaluannya. Lendir cinta Salma yang melumuri kontolnya terasa hangat dan membuat kontolnya nyaman.

Begitu juga yang di rasakan Salma, kontol sang dukun yang tidak hanya gemuk tapi juga panjang, membuat kontol tersebut masuk hingga kedalam rahimnya, ia dapat merasakan sundulan kepala kontolnya di dasar rahimnya.

"Kamu sudah siap Nak Salma?" Tanya Mbah Dukun, yang tak bosan-bosannya memandangi wajah cantik muslimah yang ada di hadapannya saat ini.

Salma mengangguk malu. "Lakukan Mbah... Aku milikmu." Lirih Salma tanpa sadar, ia memalingkan wajahnya menatap suaminya yang masih terlelap tidur tanpa menyadari kalau Istirnya kini tengah di garap oleh sang dukun kepercayaannya.

"Ooh... Enaknya." Racau Mbah Dukun sembari menarik perlahan kontolnya hingga hampir tercabut dari memek Salma, sebelum kontolnya benar-benar terlepas dari jepitan memek Salma, ia kembali mendorongnya, menghujami memek Salma dengan hentakkan keras, hingga Salma dapat merasakan betapa dahsyat dan nikmatnya kontol sang dukun.

"Aaaaahkk... Mbaaah.... Aaahkk... Terus Mbah... Aaahkk... Aaahkk...." Erang Salma, menikmati genjotan kontol Mbah dukun.

"Sempit sekali memek Nak Salma... Sukma bapak bisa cepat keluar kalau kayak gini." Celoteh Mbah dukun yang tidak di gubris oleh Salma, karena sang Ahkwat kini benar-benar sudah tergila-gila dengan kejantanan sang dukun yang yang mengaduk-aduk liang senggamanya.

Otot-otot vagina Salma memeluk erat batang kemaluan sang dukun, membuat kontol Mbah dukun seakan tercekik oleh memek Salma.

Ploooksss... Plooookss... Plooookss....

Tubuh indah Salma yang bermandikan keringat tampak terhentak-hentak oleh sodokan kontol Mbah dukun, membuat sepasang payudaranya yang berukuran 34C berayun-ayun, mengikuti hentakan tubuhnya.

Bulatan payudara Salma yang menggoda, membuat Mbah dukun tidak tahan untuk menyentuhnya, ia menangkup payudara Salma, meremasnya dengan lembut, sembari menjepit puting merah muda Salma dengan kedua jarinya, jari telunjuk dan jari tengah.

Stimulasi-stimulasi yang di lakukan Mbah dukun terhadap tubuhnya, membuat Salma kian melayang, merasakan kenikmatan yang tidak berkesudahan.

"Mbaaaah... Aaahkk.... Aaahkkk... Oughkk... Aaahkk...." Mbah Dukun semakin gencar menyodok-nyodok memek Salma, kontolnya yang besar keluar masuk dengan cepat, seperti jarum jahit.

Tangan kiri Mbah dukun membelai kepala Salma, ia menatap nanar kearah wajah Salma. "Nak Salma cantik sekali kalau lagi terangsang!" Puji Mbah dukun, membuat semburat merah di wajah Salma, entah kenapa ia bisa tersipu malu oleh pujian pria lain.

Wanita Soleha itu memejamkan matanya, ketika Mbah dukun memanggut bibirnya dengan mesrah. Awalnya ciuman mereka biasa-biasa, tapi lama kelamaan ciuman mereka semakin panas. Bahkan Salma sama sekali tidak merasa canggung membalas lumatan Mbah dukun yang tengah mempermainkan lidahnya.

"Mbaaah... Aku keluar..." Lolong Salma.

Mendengar kabar tersebut membuat sang dukun semakin buas, ia semakin cepat menyodok-nyodok memek Salma.

Dan benar saja, Mbah dukun dapat merasakan kedutan memek Salma yang semakin intens, membuat pertahannya nyaris jebol, beruntung Mbah dukun mampu bertahan di tengah-tengah jepitan dinding vagina Salma yang mencekik erat kemaluannya.

Sedetik kemudian Mbah dukun dapat merasakan hangatnya siraman cairan cinta Salma yang membungkus batang kemaluannya. Sejenak Mbah dukun mendiamkan kontolnya di dalam memek Salma, hingga orgasme Salma dengan perlahan mulai mereda.

Ploooopss...

Mbah Dukun mencabut kontolnya dari memek Salma, tampak lendir putih menyelimuti kemaluannya.

Ia mendekati wajah Salma, menyodorkan kontolnya kearah Salma. Sang Ahkwat yang mengerti apa yang di inginkan Mbah dukun, segera melahap dan membersihkan kontolnya dari lendir kewanitaannya.

"Sekarang giliran kamu ya Nduk." Pinta Mbah dukun. Pria berperawakan tua itu berbaring di lantai. "Naik keatas selangkangan Mbah, masukan kontol Mbah ke dalam memek kamu." Suruh Mbah Dukun, walaupun sempat ragu, tapi Salma tetap menurutinya.

Ia mengangkangi kontol Mbah dukun yang menjulang tegak seperti tombak. "Seperti ini?" Tanya Salma, sembari menuntun kontol Mbah dukun ke cela memeknya.

"Masukan Nak Salma."

Sembari menggigit bibir bawahnya, Salma menekan pinggulnya kebawa, menuntun kontol Mbah dukun masuk ke dalam memeknya. Bleeesss...

"Aaaaahkk...." Mereka mengerang bersama-sama ketika kontol Mbah dukun menerobos masuk ke dalam lobang peranakannya yang semakin licin karena lendir kewanitaannya.

Secara naluriah Salma mulai menggerakan tubuhnya naik turun diatas selangkangan Mbah dukun yang menusuknya dari bawah.

Rasa nikmat yang luar biasa yang di rasakan Salma, membuat Salma tanpa sadar semakin liar bergerak diatas tubuh Mbah dukun, pinggulnya mengliuk-liuk seperti ular, membuat payudara ikut berayun-ayun indah di hadapan sang dukun cabul.

"Aaahkk.... Hah... Hah... Aaahkk... Hah... Hah..." Erang Salma sembari menatap wajah keriput sang dukun. Aneh rasanya melihat dirinya saat ini bisa begitu terangsang oleh sosok pria yang lebih layak menjadi ayahnya itu.

"Lebih cepat lagi Nak Salma..." Ujar sang dukun menyemangati Salma.

Seakan terhipnotis oleh ucapan sang Dukun, Salma semakin gencar meliuk-liukkan pinggulnya diatas selangkangan Mbah Dukun, ia mengerang-erang tak terkendali, seakan ia lupa kalau suaminya saat ini tengah tertidur di sampingnya.

Sang dukun yang melihat ekspresi Salma tampak sangat senang, ia tau kalau pasiennya saat ini tengah berada di puncak birahinya.

"Mbaaaah... Aku keluar lagi." Jerit Salma.

Ia menarik pinggulnya keatas hingga kontol Mbah dukun terlepas dari memeknya. Pinggulnya terhentak seiring dengan semburan cairan bening yang tumpah ruah diatas perut Mbah dukun.

Setelah orgasmenya meredah, sang Dukun bangkit dan meminta Salma menungging.

Dari belakang ia mengamati bulatan pantas Salma yang padat berisi, membuat sang dukun tak tahan untuk meremas-remas pantat pasiennya itu.

"Sepertinya Mbah akan menanami Sukma Mbah di sini." Bisik Mbah dukun sembari membuka pipi pantat Salma, hingga tampak kerutan cincin anus Salma yang berwarna coklat muda.

"Apa? Tapi Mbah...." Lirih Salma ragu, ia tau kalau Mbah dukun ingin menganalnya.

Keputusan Mbah dukun sudah bulat, dan tidak bisa di ganggu gugat. Ia mengambil minyak jelantah, dan melumuri batang kemaluannya berikut dengan lobang anus Salma yang masih perawan. Tentu saja aksi tersebut membuat Salma ketakutan.

Sembari menggigit bibirnya, ia menoleh kearah kontol Mbah dukun yang tengan menubruk-nubruk cincin anusnya yang masih perawan.

"Sakitnya hanya sebentar!" Bujuk Mbah dukun.

"Pelan-pelan Mbah." Lirih Salma, entah kenapa ia juga penasaran bagaimana rasanya ketika kontol besar itu menusuk lobang anusnya, mengingat jari telunjuk sang dukun yang sudah lebih dulu menusuknya, dan rasanya sangat enak.

Sembari menuntun kontolnya, Mbah dukun menekan pinggulnya. "Sempit sekali." Racau Mbah dukun yang tampak kesulitan.

"Sssttt.... Sakiiittt..." Erang Salma, perutnya sampai mules ketika kepala kontol Mbah dukun mulai memasuki lobang anusnya.

"Sedikit lagi..." Gumam Mbah dukun.

Sembari meremas bongkahan pantat Salma, ia mendorong semakin dalam kontolnya ke dalam lobang anus Salma hingga mentok. "Aaaarrttt...." Salma menjerit kesakitan, ia merasa anusnya terluka.

"Aaahkk... Enak sekali." Racau Mbah dukun, merasakan jepitan anus Salma yang begitu ketat.

Sementara Salma sendiri tampak tersiksa, tubuhnya menegang hebat merasakan pantatnya yang terpaku oleh kontol Mbah dukun. Sanking tegangnya, Salma sampai tidak berani menggerakan tubuhnya, ia takut anusnya akan semakin terluka.

"Mbah mulai sekarang ya..." Izin Mbah dukun, sembari membelai anus Salma.

"Pelan-pelan Mbah..." Pinta Salma, ia memejamkan matanya ketika Mbah dukun mulai menarik kontolnya keluar dengan perlahan, lalu saat berada di ujung kepala kontolnya, Mbah dukun kembali mendorong kontolnya masuk dengan perlahan.

"Oughk... Pantat kamu enak... Aaahkk... Sstt...." Erang Sang dukun yang tengah menggagahi lobang anus pasiennya.

"Ughk.... Hmmm.... Aaahkk... Aaahkk..." Lenguh Salma.

Cengkraman telapak tangan Mbah dukun di pantat Salma semakin kencang, seiring dengan hentakan kontolnya yang semakin cepat. Dengan wajah yang mendongak keatas, Mbah dukun memacu pinggulnya dengan cepat, maju mundur, maju mundur.

Perlahan tapi pasti, rasa sakit yang sempat di rasakan Salma mulai berkurang dan di gantikan dengan rasa nikmat yang sulit ia jelaskan.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Kontol Mbah dukun menghentak semakin cepat dan makin cepat, terlihat sekilas ada bercak darah segar di batang kemaluan Mbah dukun yang tengah bekerja menusuk-nusuk lobang anus Salma.

"Mbaaaah... Aaahkk... Aaahkkk... Lebih cepat Mbah..." Erang Salma yang kini mulai keenakan.

Mendengar ucapan Salma, membuat Mbah dukun makin bersemangat, ia memukul menampar panta Salma dengan keras. "Enakkan Nak Salma..." Goda Mbah dukun, yang semakin gencar menyodok-nyodok anus Istri dari Ustad Furqon.

"Enak Mbah... Ooo... Aku hampir sampai Mbah." Erang Salma yang sudah hampir mencapai puncaknya. Tanpa sadar ia ikut menggerakan pantatnya, menyambut kontol Mbah Dukun.

"Bareng Nak Salma, Mbah juga hampir sampai." Jerit Mbah dukun, ia semakin cepat mengayunkan kontolnya, menyodok-nyodok anus Salma.

Kedua insan tersebut mengerang secara bersamaan, mengejar puncak kenikmatan yang sudah sangat dekat kepada mereka. Hingga akhirnya, secara serempak, tubuh mereka bergetar hebat, seiring dengan orgasme yang baru saja mereka dapatkan.

"Oughk...."

Croooottss... Croootss.... Croootss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....


Mbah dukun mendiamkan sejenak kontolnya di dalam anus Salma, hingga tidak ada lagi sperma yang keluar dari kontolnya. Perlahan ia mencabut kontolnya, dan tampak cairan kental berwarna putih kemerah-merahan, mengalir keluar dari lobang anus Salma.

Salma yang benar-benar sudah kehabisan tenaga tampak ambruk dengan tatapan kosong. Rasa nikmat yang di rasakan Salma beberapa menit yang lalu, kini kembali berganti dengan rasa perih di anusnya.

Sang dukun terduduk diam sembari memandangi Salma, ia merasa sangat perkasa karena berhasil membuat menantu KH Hasyim bertekuk lutut di hadapannya. Pandangannya beralih kearah Furqon yang masih tertidur lelap, tampak senyuman tipis mengembang di bibir Mbah dukun.

"Kalau nak Salma mau bersih-bersih, di belakang ada kamar mandi." Ujar Mbah dukun sembari mengenakan kembali celananya.

Dengan sisa-sisa tenaganya, Salma memungut pakaiannya, lalu ia berjalan tertatih-tatih sembari menahan perih di anusnya. Di dalam kamar mandi, Salma yang kembali tersadar dari pengaruh birahinya tampak menangis. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa dirinya kembali bisa di taklukan oleh sang dukun.

Setelah membersihkan tubuhnya dari sisa-sisa pertempurannya dengan sang dukun, Salma kembali ke ruangan sebelumnya. Di sana tampak Suaminya yang sedang mengobrol dengan sang dukun.

"Gimana Mas Furqon, istri anda terlihat lebih segarkan?" Tanya Mbah dukun.

"Iya Mbah, terlihat lebih cerah." Jawab Furqon mengaminkan ucapan Mbah dukun setelah melihat wajah Istrinya yang terlihat semakin cantik dan cerah. "Maaf ya sayang tadi mas ketiduran." Ujar Furqon ke Istrinya.

Salma duduk di samping Suaminya, saat pantatnya menyentuh lantai ia tampak meringis kesakitan. "Sssttt... Iya Mas gak apa-apa." Jawab Salma sembari menahan sakit di anusnya.

"Oh ya sayang, sepertinya kita harus kembali lagi ke sini." Ujar Furqon sembari meraih tangan Salma. "Kata Mbah dukun, kamu belum sanggup menerima tiga Sukma sekaligus, jadi ya kita harus ke sini lagi." Jelas Furqon saat melihat raut wajah Salma yang tampak terkejut.

Memang benar, Mbah dukun tadi hanya menanamkan dua Sukma di tubuhnya, yang pertama di mulut dan yang kedua di anusnya.

Salma yang tidak berani membantah suaminya hanya dapat menghela nafas kecewa. Ingin sekali rasanya ia memberitahu Suaminya tentang Sukma yang di bicarakan sang Dukun, andai Furqon tau kalau Sukma yang di maksud adalah sperma sang dukun tentu ia tidak akan pernah mau menginjakan kakinya di gubuk reot ini.

Sang Dukun mengeluarkan beberapa lipatan kertas berukuran kecil. "Oh ya Nak Furqon, tolong ini nanti di berikan kepada Salma, cara memakainya harus di hisap melalui hidung." Ujar Mbah Dukun sembari membuka satu bungkusan kertas.

"Apa ini Mbah."

"Ini namanya aspad, atau bisa di bilang ini adalah makanan jin, tujuannya untuk membuat jin yang ada di dalam tubuh Salma tidak menyakitinya." Jelas sang Dukun, sembari meminta Salma mendekat. "Tutup satu hidung kamu, dan hisap serbuk kecil yang ada di kertas ini." Perintah Mbah dukun.

Salma sempat ragu, tetapi setelah melihat Suaminya mengangguk, akhirnya Salma mau melakukannya. Ia menutup sebelah hidunya dengan cara menekannya dengan jari telunjuknya. Lalu dia menarik nafas dalam, dan tampak bubuk putih tersebut ke sedot kedalam hidungnya.

Rasanya aneh, hidung Salma seperti terbakar, tetapi walaupun begitu ia tetap melakukannya hingga bubuk putih itu habis.

Sejenak Salma merasakan tubuhnya yang hangat, dan kepalanya yang sedikit keleyengan, tetapi beberapa saat kemudian tubuhnya mulai terasa enteng dan segar. Salma merasakan tubuhnya tidak seperti biasanya, dirinya yang tadi sangat kelelahan mendadak merasa segar kembali, aneh... Sangat aneh.

"Ini harus di gunakan setiap pagi, jangan sampai telat." Perintah sang dukun sembari menyerahkan sisa bingkisan kertas tersebut kepada Furqon. "Oh ya, sebelum aspad itu habis, kalian harus sudah kesini, kalau tidak nyawa Istrimu akan dalam bahaya." Sambung Mbah dukun.

"Baik Mbah... Kira-kira berapa yang harus kami bayar Mbah?" Tanya Furqon hati-hati, tentu ia tidak ingin membuat sang dukun tersinggung.

"Dua juta."

Furqon segera mengambil uang di dalam tasnya, lalu memberikan uang tersebut kepada sang dukun. "Ini Mbah, terimakasih banyak." Ucap Furqon, sembari menyerahkan uangnya.

"Sama-sama." Jawab sang dukun senang. "Sekarang kalian berdua boleh pulang." Suruhnya lagi.

Setelah berpamitan dengan sang dukun, pasangan pasutri tersebut segera meninggalkan kediaman sang dukun. Pria tua itu tersenyum memandangi mobil yang di kendarai Furqon meninggalkan kediamannya. Selepas kepergian Furqon ia kembali masuk ke dalam rumahnya.

Di sebuah ruangan, tempat pertama sang dukun menggarap Salma, tampak seorang wanita paruh baya meringkuk diatas tempat tidur, giginya menggertak seperti orang yang tengah menggigil kedinginan. Saat pintu terbuka, wanita tersebut langsung berusaha menghampiri sang dukun yang baru saja masuk ke dalam kamar tersebut dengan tatapan memelas.

Seakan tidak memperdulikan wanita tersebut, sang dukun melepas rambut palsunya, berikut dengan kumis dan janggut putihnya. Kini terlihat jelas, siapa sosok pria yang menyamar menjadi seorang dukun tersebut.

"Kamu mau ini?" Tanya pria tersebut sembari menunjukan bubuk putih yang terbungkus plastik bening kearah wanita tersebut.

Dengan cepat ia mengangguk. "Tolong... Tuan... Berikan obat itu, saya sudah tidak tahan lagi." Mohon wanita tersebut yang terlihat sangat tersiksa.

Pria itu berjongkok di depannya. "Akan saya berikan, tapi ingat, jangan coba-coba lagi menolak perintah saya, atau... Kamu akan menderita." Ucapnya sinis, sembari menuangkan bubuk tersebut keatas punggung tangannya.

Tanpa banyak bicara wanita itu segera menghirup bubuk itu dengan hidungnya, saat pria tersebut menyodorkan punggung tangannya.

Setelah beberapa detik, tampak kondisi wanita tersebut mulai membaik. Ia menatap pria itu dengan penuh amarah. "Bajingan kamu Sobri." Geram Fatimah dengan emosi.

*****


Ustadza Dwi

21:30

Hendra benar-benar merasa heran dengan sikap Istrinya yang sangat pendiam. Bahkan hari ini Istrinya beberapa kali memgabaikannya, dan terlihat lebih banyak melamun, membuat Hendra merasa ada yang tidak beres dengan Istrinya, tapi sayangnya Dwi tidak mau memberitahukannya.

Ia naik kearas tempat tidur, sembari memperhatikan mata Istrinya yang tampak kosong.

"Kamu kenapa sayang?" Tanya Furqon lembut.

Ustadza Dwi melihat kearah Suaminya, sembari tersenyum yang di paksakan. "Aku gak apa-apa kok Mas." Jawabnya.

"Tidak apa-apa tapi dari tadi aku lihat kamu diam terus." Ujarnya, Hendra merasa khawatir dengan sikap Istrinya hari ini.

"Bener kok Mas, aku gak apa-apa."

"Kalau kamu lagi ada masalah, cerita sama Mas, biar kita cari solusinya sama-sama." Hendra meraih tangan Istrinya dan menggenggamnya dengan erat, mencoba menguatkan Istrinya, kalau dirinya saat ini selalu ada untuk Istrinya.

Ingin sekali rasanya Dwi memberi tau suaminya kalau ia telah menjadi korban pemerkosaan, tetapi ia takut Suaminya emosi dan mendatangi Pak Bejo. Dwi takut Suaminya akan di sakiti oleh Pak Bejo. Walaupun bisa saja mereka melaporkan perbuatan Pak Bejo ke pihak berwajib, tetapi masalahnya berapa lama Pak Bejo akan di penjarah, dan apa yang harus mereka lakukan kalau pria tua itu keluar dari penjara.

Tentunya Pak Bejo akan menuntut balas, sekeluarnya dari penjara Pak Bejo pasti akan mendatangi mereka dan menyakiti keluarganya.

"Sayang...."

"Eh iya Mas..." Dwi tersentak kaget dari lamunannya.

Hendra tersenyum lirih. "Tuhkan kamu melamun lagi, kamu ada masalah apa, ayo cerita." Desak Hendra yang mulai tidak sabar.

"Soal momongan Mas, kita sudah lama menikah tapi kita belum juga punya anak." Jawab Dwi sembari memeluk Suaminya. Ia terpaksa berbohong agar Suaminya tidak merasa curiga.

"Kalau soal itu jangan kamu pikirkan, kita serahkan saja semuanya kepada Tuhan, kalau memang sudah waktunya, Mas yakin kita akan segera mendapatkan anak." Hendra mengecup kening Istrinya. "Yang terpenting, kita harus selalu berusaha." Sambung Hendra.

"Iya Mas, sudah mau menerima aku apadanya." Lirih Ustadza Dwi seraya tersenyum manis.

Furqon kembali mencium Istrinya. "Selamanya, mas akan selalu mencintai kamu." Bisik Hendra mesrah, membuat hati Ustadza Dwi berbunga-bunga.

"Bikin anak yuk." Ajak Dwi.

Mendengar ajakan Istrinya, Hendra menjadi bersemangat. Melihat tingkah Suaminya membuat Ustadza Dwi kembali bisa tertawa. Dan malam itu, kebahagian yang sempat di renggut oleh Pak Bejo, kini kembali bermekaran.

*****


Ustadza Zaskia

05:00

Di dalam sebuah kamar, tampak seorang wanita yang tengah mengenakan mukena tengah duduk termenung sembari menggenggam handphone yang ada di tangannya. Beberapa menit yang lalu, Zaskia baru saja menerima telpon dari Suaminya.

Azzam sempat berpesan kepadanya agar selalu akur dengan adiknya, Rayhan. Azam meminta mereka untuk saling meyayangi.

Sejujurnya Zaskia merasa sangat bersalah kepada Suaminya, seandainya Suaminya tau seberapa dekat dirinya dengan Rayhan, tentu ia tidak akan pernah setuju Rayhan tinggal satu atap dengannya.

Sekarang Zaskia di buat dilema, antara ingin membangunkan adik iparnya, atau tidak.

Azzam tadi juga sempat berpesan kepadanya, untuk tidak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Tetapi nyatanya, sudah beberapakali ia melalaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Bahkan subuh ini Zaskia sengaja belum mengambil wudhu karena tau dirinya akan kembali tidak melaksanakan kewajibannya.

Mbak Haifa, apa yang harus kulakukan sekarang? Bisik hati Zaskia yang tengah galau. Biasanya hanya Mbak Haifa yang mampu membuatnya merasa tenang.

Cukup lama Zaskia memikirkannya, hingga akhirnya ia memutuskan untuk tetap membangunkan adiknya, tapi kali ini ia berjanji kepada dirinya untuk tidak macam-macam, ia kekamar Rayhan hanya ingin membangunkan adiknya untuk beribadah.

Saat pintu kamar Rayhan terbuka, lagi-lagi keraguan menyeruak di hatinya. Haruskah ia masuk dan membangunkan adiknya.

Setelah menguatkan hatinya, dan membenarkan apa yang ingin ia lakukan. Zaskia segera menghampiri adiknya yang masih terlelap tidur. Ia sempat berdiam diri memandangi tubuh adiknya yang berada di balik selimut. Zaskia yakin, di balik selimut itu Rayhan tidak memakai sehelai benangpun.

"Dek.... Bangun..." Panggil Zaskia dengan suara parau. Rayhan menggeliat seperti biasanya, tanpa mencoba untuk bangun.

Zaskia tidak mau menyerah, ia mengguncang-guncang tubuh Rayhan dengan sedikit kasar, membuat sebagian selimut Rayhan terbuka. Saat itu entah kenapa keinginan Zaskia menarik selimut Rayhan semakin besar, bahkan ia sudah memegang sisi selimut Rayhan.

Jangan lakukan Za... Ingat janjimu barusan. Jerit hati Zaskia.

Tetapi yang terjadi selanjutnya Zaskia malah menarik selimut Rayhan, dan benar saja di balik selimut itu, Rayhan tidak memakai sehelai benangpun, membuat tubuhnya menggigil memandangi tubuh telanjang Rayhan, terutama bagian kontolnya yang di tumbuhi rambut halus.

Tanpa sepengetahuan Zaskia, Rayhan sudah membuka matanya, melihat kearah Zaskia yang tengah terperangah melihat kontolnya.

"Bentar lagi Kak..." Lirih Rayhan.

Zaskia melihat kearah jam di dinding kamarnya sudah menunjukan pukul lima lewat tiga puluh menit, sebentar lagi matahari akan menampakkan wujudnya, itu artinya Zaskia hanya memiliki waktu sebentar kalau ia ingin menunaikan kewajibannya.

Sang Ahkwat sadar betul, kalau ia hanya memiliki dua pilihan, pergi meninggalkan Rayhan untuk beribadah, atau tetap berusaha membangunkan Rayhan, yang artinya ia akan kembali melalaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah.

Dan akhirnya Zaskia memilih melalaikan kewajibannya demi sang Adik.

"Bangun Ray... Awas ya kalau sampai Kakak gak shalat lagi gara-gara kamu." Omel Zaskia, ia mencubit-cubit kecil perut Rayhan.

Tubuh Rayhan menggeliat membuat kontol Rayhan ikut bergoyang-goyang. "Kak... Ih, bentar lagi." Rutuk Rayhan, ia menepis tangan Kakaknya beberapa kali kearah kontolnya, membuat lengan Zaskia beberapakali menyentuh kontolnya.

"Buruan bangun dek..." Mata Zaskia melotot, tapi Rayhan mengabaikannya.

Zaskia melihat kearah pentilasi jendela kamar Rayhan, tampak matahari mulai menampakkan dirinya, itu artinya ia lagi-lagi dengan dengan sengaja melalaikan kewajibannya, tapi anehnya Zaskia sama sekali tidak merasa bersalah atas apa yang sudah ia lakukan.

"Astaghfirullah... Sudah mau jam enam." Jerit Zaskia, di balik bantal Rayhan tersenyum mendengarnya.

Rayhan mengangkat wajahnya, menatap Kakaknya yang memasang wajah bengis. "I-iya Kak, aku bangun ni." Ujar Rayhan sembari beranjak dari tempat tidurnya, ia duduk di samping Zaskia yang masih cemberut.

"Gara-gara kamu Kakak jadi gak shalat subuh." Omel Zaskia dengan wajah di tekuk.

"Kok jadi aku yang di salahin."

Mata Zaskia semakin melotot mendengarnya. "Oo... Jadi menurut kamu Kakak yang salah gitu?" Zaskia melipat kedua tangannya diatas dada, ia pura-pura marah kepada adik iparnya.

"Hehehe... Kakak gak salah... Sumpah Kakak gak salah." Rayhan melambaikan kedua tangannya tanda kalau ia menyerah.

Zaskia menggembungkan pipi kirinya. "Jadi yang salah siapa?" Tanya Zaskia, menatap tajam kearah Rayhan yang pura-pura ketakutan.

Tiba-tiba Rayhan memeluk pinggang Kakak Iparnya, sembari menatap Zaskia. "Kakak kalau marah nanti mukanya jelek lo." Goda Rayhan, ia semakin erat memeluk pinggang ramping Kakaknya. Tubuh Zaskia rasanya seperti terkena tegangan aliran listrik ketika Rayhan memeluknya dengan erat.

Seakan lupa dengan Suaminya, Zaskia malah merangkul leher Rayhan dengan lengan kanannya, seakan ia mencekiknya. "Jadi menurut kamu Kakak jelek? Kamu berani ya sama Kakak." Tangan kiri Zaskia membelai perut Rayhan seakan ia ingin mencubit perut Rayhan.

"Ampun Kak, ampun Kak..." Rayahan mendorong wajahnya lebih dekat dengan payudara Kakak Iparnya, hingga menempel di atas payudara Kakaknya yang hanya terhalang oleh mukenanya.

"Kakak cantik apa jelek?" Pancing Zaskia.

Rayhan tidak langsung menjawab, ia mengangkat tangannya keatas paha Kakaknya. "Jeeeelek.... Eh cantik." Goda Rayhan.

Zaskia pura-pura kesal dengan semakin erat memeluk leher Adiknya, alhasil wajah Rayhan makin menekan payudara Zaskia. "Sudah berani ya ngatain Kakak jelek." Geram Zaskia dengan nafas yang terasa berat.

"Amphun Kak..." Mohon Rayhan, ia sengaja menghentakkan kalimatnya agar bibirnya bisa menyentuh puting Zaskia.

Sejenak Zaskia terdiam merasakan sentuhan bibir Rayhan di putingnya, tubuhnya gemetar terkena hembusan nafas Rayhan. Walaupun ia mengenakan mukena, tetap saja mukena tersebut tidak mampu untuk menepis hembusan nafas Rayhan yang menyentuh langsung puting payudaranya.

Sementara tangan Rayhan mulai bergerilya diatas paha Zaskia, ia mengelusnya dengan lembut sembari bergerak mendekati selangkangan Zaskia.

Aaahkk... Adeeeek... Jangan dek... Rengek Zaskia di dalam hati, padahal itulah yang dia mau, alasan dirinya berada di kamar Rayhan karena ia ingin di lecehkan oleh Adik iparnya.

Bulu kuduk Zaskia sampai berdiri sanking tegangnya, nafasnya kian berat tatkala jemari Rayhan menyusup diantara kedua pahanya. "Aahkk..." Lenguh Zaskia ketika jemari Rayhan menyentuh bibir kemaluannya dari balik mukena yang ia kenakan.

"Ja... Jawab De...deeek..." Ucap Zaskia terbata-bata.

Tangan Rayhan yang menganggur menuntun tangan Kakaknya yang sedang mencubit perutnya, menuntunnya menuju kontolnya yang tengah ireksi. Secara naluri Zaskia menggenggam kontol Adiknya yang terasa hangat. "Aduh pahaku sakit Kak... jangan di cubit." Rengek Rayhan.

"Ma... Makanya... Ja... Jangan bandel... Ssttt...." Desah Zaskia, wajahnya merona merah, ia malu sangat malu dengan akting mereka yang begitu buruk.

Dengan perlahan Zaskia menggerakan tangannya naik turun mengocok kontol Adiknya, yang katanya tengah mencubit paha adiknya, tapi kenyataannya saat ini tengah memanjakan kontol Adiknya dengan pijatan-pijatan erotis yang membuat Adiknya keenakan.

Rayhan seakan tidak mau kalah, ia mengecup lembut puting Zaskia yang menonjol di balik mukenanya.

Zaskia sampai menggigit bibirnya, menahan suara erangannya agar tidak sampai keluar. Tetapi sekuat apapun ia menahannya, tetap saja sentuhan Rayhan membuat Zaskia kalang kabut.

"Ssttt... Aangggk.... Eeengkk... Aaaaahkk..." Desah Zaskia tak kuat.

"Iya Kakak cantik... Aduh sssttt.... Hah... Ampun Kak." Desis Rayhan, ia menjepit puting Zaskia yang telah membengkak dengan kedua bibirnya, memainkan bibirnya, menggoyang-goyang puting Zaskia.

Zaskia memejamkan matanya, menikmati jepitan bibir Rayhan di putingnya. "Sstttt... Bandel banget Dek." Lirih Zaskia tak tahan.

Rayhan mengangangkat wajahnya, menatap wajah Zaskia yang merona merah.

Semakin lama Rayhan semakin intens menggosok-gosok bibir kemaluan Kakaknya, bahkan ia bisa merasakan lendir cinta Zaskia yang merembes, membasahi mukena yang ia kenakan.

"Bandel gimana si Kak?" Goda Rayhan.

Zaskia yang gemas menjepit kepala kontol Rayhan. "Kamu tuh jahil... Suka gangguin Kakak! Gara-gara kamu Kakak sampe gak shalat." Omel Zaskia dengan suara beratnya.

"Kan bandelnya cuman sama Kakak." Jawab Rayhan, ia membenamkan wajahnya diatas payudara Zaskia, melahap putingnya dari balik mukena yang di kenakan Zaskia. Nafas Zaskia sampai sesak karena ulah Rayhan yang begitu nekat.

Mau sampai kapan kamu kayak gini Zaskia? Berpura-pura seakan tidak terjadi apa-apa.

Zaskia yang sudah berada di puncak birahi hanya bisa pasrah menerima perlakuan Rayhan yang dengan sengaja menyentuh bagian sensitif tubuhnya.

Tentu saja Zaskia sadar kalau apa yang mereka lakukan saat ini sudah sangat jauh. Bahkan secara terang-terangan mereka berdua saling merangsang satu sama lain. Andai ada orang yang melihat mereka, tentu orang tersebut akan mengira kalau mereka berdua sepasang kekasih.

"Janji..." Lirih Zaskia.

Rayhan menggigit lembut puting Zaskia. "Janji Kak... Adek cuman jahilnya sama Kakak doang." Jawab Rayhan seraya tersenyum penuh arti. Mendengar jawaban Rayhan, hati Zaskia berbunga-bunga, ia merasa dirinya sangat spesial di mata Rayhan.

"Kakak sayang Adek." Bisik Zaskia, ia mencium lembut pipi Rayhan.

Cukup Zaskia... Cukup...

Pemuda itu tersenyum, lalu pandangannya kembali turun kearah payudara Zaskia. Ia membenamkan wajahnya kembali diatas payudara Zaskia, sembari matanya melirik kearah mata Zaskia, Rayhan membuka mulutnya.

Zaskia memalingkan wajahnya, dan sebagai jawabannya ia semakin cepat mengocok kontol Rayhan. Dan... Selanjutnya Zaskia di buat mabuk birahi oleh hisapan bibir Rayhan di puting payudaranya. Lidahnya menggelitik lembut puting Zaskia, membuat memeknya makin basah.

Zaskia hanya diam ketika tangan kiri Rayhan yang tengah memeluk pinggangnya berpindah keatas payudaranya, ia meremasnya dengan lembut payudara Zaskia dari balik mukena yang ia kenakan.

Kamu benar-benar sudah gila Zaskia.

"Aaahkk.... Sstttt... Dek... Aaahkk..." Desah Zaskia berat. Ia benar-benar tidak tahan karena di rangsang terus menerus oleh Adiknya.

"Adek sayang Kakak." Bisik Rayhan.

Zaskia menggigit bibirnya, entah kenapa ia senang mendengar pengakuan Rayhan. "Sumpah..." Gemas Zaskia, sembari mengusap-usap kepala kontol Rayhan yang terasa licin karena sedikit cairan kontol Rayhan yang keluar dari ujung penisnya.

Rayhan kembali mengangkat wajahnya, kemudian dengan cepat ia mengecup bibir merah Zaskia.

Sejenak suasana menjadi hening, Zaskia tidak menyangkah kalau Adiknya akan sangat berani mencium bibir merahnya. Selama ini hanya Azzam, suaminya yang pernah mencium bibirnya.

"Kenapa kamu mencium bibir Kakak?" Lirih Zaskia.

Jemari Rayhan meraih puting Zaskia, ia memilin lembut puting Zaskia. "Karena aku sayang Kakak." Bisik Rayhan.

Zaskia yang awalnya marah karena kenekatan Rayhan, menjadi luluh setelah mendengar pengakuan dari adiknya. Bahkan ia pasrah ketika Rayhan membaringkannya diatas tempat tidur adiknya. Lagi mata mereka bertemu, saling tatap seakan mata mereka berdua berbicara, mengutarakan perasaan satu sama lainnya.

Jemari Rayhan membelai wajah cantik Zaskia, kemudian ia mengecup mesrah kening Zaskia.

"Kakak cantik sekali." Puji Rayhan.

Zaskia tersipu malu mendengarnya. "Gombal..." Lirih Zaskia, sembari mencubit lembut hidung adiknya yang mancung.

Zaskia memejamkan matanya ketika wajah Rayhan semakin dekat dengan wajahnya, kemudian dengan perlahan Rayhan menyentuh bibir Zaskia dengan bibirnya. Awalnya itu hanya ciuman biasa, tapi lama kelamaan Rayhan mulai melumat bibir Zaskia.

Hentikan Zaskia... Kamu sudah keterlaluan, sangat keterlaluan. Zaskia membuka mulutnya, membiarkan adiknya melumat bibirnya dengan lembut.

Seakan tidak mau kalah dari Adiknya, Zaskia membalas lumatan Adiknya, ia menjulurkan lidahnya membelit lidah Rayhan. Bahkan tanpa segan Zaskia bertukar air liur dengan Adiknya.

Sembari berciuman tangan Rayhan menjamah payudara Zaskia, ia meremasnya dengan lembut, mencubit putingnya dari balik mukena yang di kenakan Zaskia saat ini. Sungguh Zaskia ingin menghentikan kegilaan yang sedang mereka lakukan saat ini, tapi Zaskia tidak mampu untuk melakukannya.

Sadarlah Zaskia... Ini sudah terlalu jauh.

Jemari Rayhan turun kebawah, ia meraih gundukan memek Zaskia dari luar mukena yang di kenakan Kakaknya, ia membelai memijit mesrah memek Kakaknya yang sudah basah.

Rayhan melepas pagutannya dengan lembut, ia kembali menatap mata indah Zaskia.

"Aku sayang Kakak." Ujarnya lembut.

Dengan bibir bergetar Zaskiapun menjawab. "Kakak juga sayang Adek." Lirih Zaskia, jantungnya berdegup kencang, ia seperti seorang gadis yang sedang jatuh cinta dengan seorang pemuda.

Sedikit demi sedikit Rayhan menarik mukena Kakaknya. Perlahan mukena itu terus naik, melewati betis jenjangnya, lutut, hingga mulai memperlihatkan paha mulusnya yang sediit berlemak. Zaskia sadar sebentar lagi memeknya akan terlihat.

Hentikan sekarang Zaskia...

Kamu sayang Rayhankan Zaskia? Dia hanya ingin menelanjangimu, apa yang salah dengan apa yang ingin di lakukan adikmu, bukannya kamu sering telanjang di depan adikmu.

Hentikan Zaskia, ingat... Kamu sudah bersuami.


Sekilas Zaskia melihat bayangan wajah Suaminya saat pertama kali meminang dirinya. Apa yang kulakukan, ini tidak boleh terjadi.

Dengan sedikit kesadarannya Zaskia menahan pergelangan tangan Rayhan, bahkan ia mendorong dada Rayhan yang tengah berada diatasnya. Rayhan tampak terkejut dengan reaksi Kakak Iparnya, ia hanya diam melihat Zaskia beranjak dari tempat tidurnya.

Tanpa mengatakan satu patapun, Zaskia bergegas keluar dari kamar Rayhan sembari menitikan air matanya. Rayhan sempat melihat Kakaknya yang menangis, membuat Rayhan merasa sangat bersalah.

Pemuda itu terdiam, memandangi pintu kamarnya yang terbuka.

Sementara itu Zaskia berlari kekamarnya, ia menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidurnya, membenamkan wajahnya kedalam bantal sembari menangis sejadi-jadinya. Sungguh ia merasa dirinya begitu tega mengkhianati cinta suaminya sendiri.

Cukup lama Zaskia menangis, bahkan ia mengabaikan panggilan Rayhan.

"Kenapa kamu jadi seperti ini Za? Apakah kamu sudah lupa kalau kamu sudah bersuami.?" Gumam Zaskia, bertanya kepada dirinya sendiri.

Sekarang Zaskia benar-benar di buat kebingungan, haruskah ia menjaga jarak dari adiknya. Pemuda yang satu bulan belakangan ini mengisi hatinya yang kosong di tinggal pergi oleh Suaminya. Mampukah ia mengabaikan adiknya yang amat sangat ia sayangi.

Zaskia duduk di tepian tempat tidurnya, ia mengusap air matanya, mencoba menguatkan hatinya.

"Aku pasti bisa." Gumam Zaskia.

Ia mengambil bingkai foto pernikahannya diatas meja riasnya. Menatap foto dirinya bersama Azzam saat mereka menikah dulu, sedikit senyuman terukir di wajahnya, walaupun senyuman itu sedikit terlihat palsu, sebuah senyuman yang berbeda ketika ia melihat Rayhan.

"Maafkan aku Mas, aku janji kejadian barusan tidak akan pernah terulang lagi." Lirih Zaskia, ia meyakinkan dirinya untuk memenuhi janjinya kali ini.

*****

Kalau tidak ada halangan, saya akan update selanjutnya dua hari lagi.
Doakan saja semua pekerjaan dengan lancar, sehingga tidak menggangu proses pembuatan cerita yang saat ini saya kerjakan.
Terimakasih sudah mau menunggu, mohon maaf kalau masih banyak kekurangan.
end part 16
 

Elliza

Seperti biasanya, setiap hari Jumat pesantren Al-fatah mengadakan olahraga bersama untuk para santri. Selesai berolahraga, beberapa santri ada yang memutuskan untuk melanjutkan bermain bersama teman-temannya, ada yang bermain basket, badminton dan bahkan ada yang bermain sepak bola.

Sebagiannya lagi memilih kembali keasrama, ataupun pulang ke rumahnya, seperti yang di lakukan Helena. Sehabis lari pagi mengelilingi pesantren, Helena bersama teman-temannya berkumpul di rumah Helena.

Layaknya anak remaja pada umumnya, mereka membicarakan topik yang lagi hangat-hangatnya saat ini, yaitu tentang teror yang di lakukan pria bertopeng.

Semalam pria bertopeng kembali menebarkan ancamannya, kali ini seorang santriwati menjadi korban kebiadabannya. Dan tadi pagi saat mereka hendak melakukan senam bersama, Kh Sahal meminta muridnya untuk tidak menyebarkan berita memalukan tersebut. Tentu saja Helena dan teman-temannya tidak sependapat dengan permintaan KH Sahal, tapi mereka juga tidak berani menentangnya.

"Makin lama pesantren kita jadi makin serem." Rutuk Asyifa, yang tengah duduk selonjoran sembari memijit kakinya yang sedikit pegal.

Adinda menghela nafas. "Yang di katakan KH Sahal barusan, memang itu atas perintah Abi kamu ya?" Tanya Adinda kepada Elliza yang sedari tadi menyimak obrolan teman-temannya.

"Gak tau juga, soalnya Abi juga belum pulang." Jawab Elliza.

"Kamu harus memberitahu Abi kamu soal perintah KH Sahal. Enak banget dia bilang untuk tidak menceritakan masalah ini keorang lain, bahkan sama orang tua kita juga tidak boleh." Aziza mendumel kesal.

"Lama-lama KH Sahal sudah kayak mudir. (Pimpinan tertinggi di pesantren)" Celetuk Asyifa.

"Iya ya, aku juga merasa kayak gitu, akhir-akhir ini semua aturan kayaknya di pegang oleh KH Sahal." Tambah Clara yang sedari tadi diam juga ikut angkat bicara tentang masalah pria bertopeng.

"Astaghfirullah... Kalian ini kok malah menggibahkan seorang kiayai, gak takut kualat?" Nasehat Adinda.

"Astaghfirullah..." Lirih Helena.

Obrolan mereka tentang pria bertopeng terhenti ketika Ustadza Nadia, Ibu Helena membawakan minuman untuk mereka berenam.

"Ayo di minum dulu, kalian pasti capekkan habis olahraga." Ujar Nadia seraya meletakan es sirup yang baru saja ia buat untuk anak dan teman-temannya.

"Terimakasih Ustadza..." Ujar mereka serempak.

"Maaf Ustadza jadi merepotkan." Kata Adinda sungkan dengan kebaikan Ustadza Nadia.

Wanita cantik itu tersenyum. "Gak ngerepotin kok, ayo di minum dulu, kalau kurang manis bilang ya." Suruh Nadia sangat ramah.

"Iya Ustsdza."

"Kalian lanjut ngobrolnya ya, Ustadza mau ke dapur dulu." Ujar Nadia, yang kemudian ia pergi meninggalkan mereka berenam.

Setelah Ustadza Nadia pergi, mereka kembali mengobrolkan tentang sosok misterius yang sudah satu bulan terakhir ini meneror pesantren, sudah ada beberapa yang telah menjadi korbannya, sehingga sangat wajar kalau keenam santri tersebut ketakutan.

Mereka tentunya sangat berharap pria bertopeng yang telah meneror pesantren segera di tangkap, agar pesantren kembali damai seperti dulu.

"Udah ah, jangan ngomongin itu lagi, serem." Potong Clara bergidik ngeri membayangkan kalau dirinya yang menjadi korban.

"Eh kalian sudah mengerjakan tugas dari Ustadza Kartika belom?" Tanya Asyifa.

"Belom, pulang ini baru mau aku kerjakan." Jawab Aziza.

"Kita kerjakan bareng yuk, aku juga belom." Pinta Helena. Adinda menghela nafas melihat temannya yang suka sekali menunda pekerjaan.

"Kalian ngapain aja dari kemarin." Tegur Adinda.

"Kamu sudah?" Tanya Clara.

Adinda mengangguk. "Sudah selesai dari kemarin, emang kalian yang suka menunda-nunda pekerjaan. Kamu pasti belum jugakan Clara!" Sindir Adinda.

"Belum sih, tapikan ada ayang Azril." Jawab Clara cengengesan.

"Azril lagi, Azril lagi, kasihan banget tuh anak." Lirih Aziza, mengingat Azril selalu saja di manfaatkan oleh Clara selama ini.

"Dasar playgirl, hahaha..." Ledek Helena.

"Gak baik memanfaatkan kebaikan orang lain, nanti kamu bisa kena karma, baru tau rasa." Nasehat Adinda yang hanya di jawab senyuman oleh Clara.

"Aku balik ke klinik dulu ya! Takut Ustadza Haifa nunggu." Asyifa berdiri sembari merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku.

"Di tunggu Ustadz Haifa apa ayang Rayhan ni?" Goda Clara, membuat Asyifa menjewer kuping temannya itu.

"Gak sudi aku di tunggu oleh dia." Sinis Asyifa.

"Awas Lo nanti beneran jatuh cinta, ingat kata pepatah dulu, jangan membenci terlalu berlebihan, nanti malah jatuh cinta." Aziza ikut menggoda temannya tersebut yang membuat Asyifa kesel.

"Mustahil!" Tegas Asyifa. "Udah ah, aku duluan ya, assalamualaikum." Ucap Asyifa sembari ngacir keluar dari rumah Helena.

Selepas kepergian Asyifa mereka kembali mengobrol santai, dari masalah guru yang galak, hafalan, hingga masalah gosip terkini tentang artis nasional, yang saat ini tengah terlibat kasus video porno. Mereka tampak antusias membahasnya kecuali Elliza yang terlihat hanya diam saja.

Tidak lama kemudian Elliza pamit ke teman-temannya untuk pulang lebih dulu.

Di perjalanan pulang Elliza kembali mengingat kejadian memilukan yang ia alami diawal bulan kemarin. Elliza merasa dirinya sudah sangat kotor, bahkan tidak jauh beda di bandingkan dengan artis yang barusan di bicarakan oleh teman-temannya.

"Non Elliza..."

Gadis cantik itu menghentikan langkahnya, mencari sumber suara yang memanggilnya. "Pak Dadang?" Lirih Elliza kaget saat tau siapa yang memanggilnya.

Pria yang memiliki tinggi badan 165cm itu menghampiri Elliza yang kini telah menjadi santri kesayangannya. "Rasanya lama sekali kita tidak bertemu ya Non Elliza." Sapa Pak Dadang, salah satu tersangka yang telah memperkosanya.

Mengingat perbuatan Pak Dadang tempo dulu, membuat Elliza muak dengannya. "Maaf Pak saya sibuk." Ucap Elliza ketus, ia hendak pergi meninggalkan Pak Dadang yang tengah cecengesan menatap dirinya.

"Coba Non liat ini dulu." Suruh Pak Dadang. Pria berusia 45 tahun itu memperlihatkan sebuah foto Elliza yang tengah mengangkang, memeknya yang di penuhi sperma yang di yakini Elliza kalau itu milik saah satu dari mereka. Entah kapan satpam itu memfoto dirinya.

Raut wajah Elliza langsung berubah ketakutan, ia hendak merebut handphone tersebut tetapi Pak Dadang dengan cepat menyimpannya kembali.

"Hapus Pak." Pinta Elliza panik.

Pak Dadang tersenyum sumringah. "Kalau Non Elliza mau foto ini di hapus, Non Elliza harus menemui kami siang ini di pos satpam." Bisik Pak Dadang, membuat tubuh Elliza terasa lunglai. Yang ia takutkan akan kembali terjadi kepadanya.

"Tolong Pak?" Melas Elliza.

"Saya harus kembali ke pos Satpam, pilihan ada di tangan Non Elliza. Kalau siang ini Non Elliza tidak datang, jangan salahkan kami kalau foto ini sampai ke tangan KH Hasyim." Ancam Dadang. "Ini sedikit hadiah dari kami, jangan lupa di pake." Lanjut Pak Dadang sembari menyerahkan bingkisan plastik.

"Biadab kalian semua." Elliza menarik bingkisan tersebut dari tangan Pak Dadang.

Pak Dadang hanya tersenyum, lalu ia berlalu pergi meninggalkan Elliza yang tampak tertunduk sembari menitikan air matanya, sungguh ia tidak menyangkah kalau dirinya akan kembali berada di tangan para satpam yang di pekerjakan oleh pesantren, yang di pimpin oleh orang tuanya sendiri.

*****



13:00

Di tengah padatnya lalu lintas, tampak seorang pemuda yang tengah membonceng seorang gadis tengah mengendarai sepeda motornya. Meliuk-liuk melewati beberapa kendaraan yang ada di depannya. Sesekali ia mengerem mendadak, berharap yang di bonceng mau memeluk pinggangnya.

Tapi sayang usahanya tidak membuahkan hasil, sang gadis tetap kekeuh tidak mau memeluknya dari belakang. Hingga akhirnya, merekapun tiba di tempat tujuan wisata yang ingin mereka kunjungi.

Setelah memarkirkan motornya, Azril mengajak Clara menuju tepian pantai.

"Ke sana yuk." Ajak Azril.

Tatapan Aurel tampak berbinar memandangi hamparan laut biru yang begitu luas. Ombaknya yang tidak begitu besar menggulung hingga ke bibir pantai.

Clara kembali tersenyum sembari berjalan di samping Azril, saat pemuda itu hendak meraih tangannya, Clara dengan sopan menepisnya, membuat Azril sedikit kecewa karena Clara tidak mau bergandengan tangan dengannya. Padahal ia sangat berharap bisa menggemgam jemari pujaan hatinya.

Dan akhirnya merekapun tiba di bibir pantai, tampak ombak kecil menyapu kedua kaki mereka.

"Seger ya..." Ucap Clara.

Azril tersenyum sembari menatap wajah cantik Clara. "Kamu suka?" Tanya Azril, ia tentu ikut bahagia kalau melihat pujaan hatinya bahagia.

"Suka banget Zril, terimakasih ya sudah mau ngajak aku ke sini." Girang Aurel, ia merentangkan kedua tangannya, membiarkan angin laut menerpa tubuhnya, membuat hijab dan gamisnya yang berwarna hitam tertiup angin. Dalam diam Azril mengamati Aurel dengan tatapan kagum. Selain cantik, Aurel juga terlihat seksi hari ini.

"Aku juga seneng banget, apa lagi ke sininya bareng kamu." Rayu Azril. Tapi sepertinya Clara tidak termakan oleh gombalannya.

"Dulu aku sering banget ke sini." Ujar Clara mengingat masa lalunya. "Bahkan di sini adalah tempat pertama kali kami bertemu." Akunya, rasanya ia belum benar-benar bisa move on dari mantan kekasihnya, walaupun sang mantan telah mengkhianatinya.

Azril yang mendengar perkataan Clara tampak tidak suka. Azril tau siapa sosok yang sedang di bicarakan oleh Clara. Seseorang yang sangat Azril benci, mengingat bagaimana jahatnya Dedi mencampakkan pujaan hatinya, dan dirinya yang selama ini selalu ada untuk Clara malah tidak dianggap ada.

"Dia begitu berarti ya buat kamu?" Sindir Azril.

Clara menghela nafas perlahan. "Maaf Zril, tapi dia memang sangat berarti! A-aku tidak bisa membencinya." Mata indah Aurel tampak berkaca-kaca, mengingat betapa ia mencintai pria yang telah mencampakkannya.

"Apa bagusnya Dedi?" Liri Azril sinis.

"Aku juga gak tau Zril, tapi rasanya beda aja kalau lagi sama dia." Aku Clara lagi. "Udah ah... Gak usah ngomongin dia, nanti ada yang cemburu." Goda Clara yang kini kembali tersenyum.

"Apa menurut kamu aku tidak berarti?" Tuntut Azril.

Clara memejamkan matanya, ia sedikit kesal dengan sikap Azril yang kekanak-kanakan. "Udah ah Zril, gak usah bahas itu." Clara mengelak dari pertanyaan Azril. Ia tidak ingin menjawabnya, tepatnya dia belum ingin menjawab pertanyaan Azril.

"Kok gak di jawab." Kejar Azril yang mulai kesal. "Jujur aja Ra, aku gak apa-apa kok." Desak Azril, ia menatap sedih kearah Aurel.

Entahlah melihat raut wajah sedih Azril, Clara sama sekali tidak merasa iba, yang ada ia malah tergelitik. "Bohong..." Elak Clara, sebenarnya ia bisa saja berbohong untuk menyenangkan hati Azril, tapi entah kenapa ia tidak ingin melakukannya.

"Aku gak mau jawab!" Ketus Clara.

Azril tidak mau kalah. "Pokoknya harus jawab." Tegas Azril tidak mau mengalah.

"Kenapa si, kamu pengen banget tau."

"Aku cuman pengen tau aja, siapa diantara aku dan Dedi yang paling berarti menurut kamu." Azril menatap mata Clara penuh harap. "Apa susahnya Ra, kamu hanya tinggal jawab aku apa Dedi." Paksa Azril yang mulai gusar karena Clara tidak kunjung mau menjawab.

"Azril..." Clara balik menatap Azril. "Buat aku, kamu sosok yang paling berarti di dalam hidup aku, kamu selalu ada untuk aku, kamu tidak pernah menyakitiku." Jawaban Clara membuat hati Azril berbunga-bunga, tapi lanjutan dari kalimat Clara selanjutnya membuat hatinya kembali hancur berkeping-keping. "Dan Dedi dia sosok paling spesial di hatiku." Clara tersenyum tipis sembari menunggu reaksi wajah Azril.

Azril terdiam membisu, ucapan Clara sebelumnya sama sekali tidak ada artinya sekarang. Tanpa sadar air mata Azril jatuh mengalir, membasahi kedua pipinya. Baru saja ia di buat terbang tinggi, tapi dalam sekejap ia di buat sejatuh-jatuhnya oleh orang yang paling ia sayangi.

Jemari lembut Clara mengusap lembut air mata Azril, seraya tersenyum ia mencoba menghibur hati Azril yang sedang terluka.

"Makanya tadi aku gak mau jawab." Ucap Clara.

"Gak apa-apa kok, jujur lebih baik." Kata Azril dengan suara gemetar, menahan sesak di dadanya.

"Maaf ya Zril."

"Kamu gak salah kok Ra, kamu berhak memilih siapa orang yang paling spesial menurut kamu." Azril memaksakan bibirnya untuk tersenyum. Walaupun hatinya saat ini tengah hancur. "Aku... Aku yang salah, karena terlalu berharap." Bisik Azril lemah, ia benar-benar merasa hancur saat ini, ia merasa perjuangannya selama ini sia-sia saja.

"Apa kamu mau berhenti berharap?" Tanya Clara. "Aku pikir kamu tulus sayang sama aku Zril, ternyata kamu sama saja." Ucap Clara kecewa. Jujur Clara tidak mau Azril berhenti mengharapkannya.

"Bukan begitu Ra..."

"Aku mau pulang." Rajuk Clara.

Ia berjalan menjauh dari Azril, membuat Azril menjadi kalang kabut. Ia mencoba mengejar pujaan hatinya, tapi Clara tidak mau berhenti. Berkali-kali Azril memanggil Clara, meminta maaf kepada Clara, dan mencoba menjelaskan maksud dari ucapannya. Tapi Clara seakan tidak mau mendengarkannya lagi.

Azril sampai memohon kepada Clara agar ia mau memaafkannya. Awalnya Clara tak bergeming, tetapi setelah mereka menjadi pusat perhatian pengunjung lainnya, barulah Clara mengiyakan permohonan maaf Azril kepadanya.

Dan hari itu mereka menutup pertemuan mereka dengan makan siang bersama.

*****


Elliza

14:00

"Akhirnya datang juga Non." Seloroh Rudi, pria berusia 34 tahun bertubuh kurus.

"Ayo Non masuk, nanti keburu ada yang lihat." Sueb yang tidak sabar segera menarik tangan Elliza yang baru saja tiba di pos satpam.

Kedua tungkai kaki Elliza lemas tidak berdaya ketika ia harus melangkah masuk ke dalam ruangan pos satpam, yang telah menjadi saksi biksu di mana kesuciannya di renggut paksa oleh mereka. Masih ingat jelas bagaimana dirinya di gangbang beramai-ramai oleh mereka.

Dan hari ini, Elliza akan kembali mengalami nasib yang sama, seperti awal bulan lalu, ketika ia dengan terpaksa harus memuaskan nafsu binatang para satpam pesantren Al-fatah.

Didalam pos tersebut, sudah ada Pak Dadang, Pak Girno dan Pak Lukman, yang tengah menatapnya dengan tatapan buas.

"Apa kabar Non." Sapa Pak Girno ramah tama.

Elliza menatap penuh amarah kearah Girno, ia sangat menyesal dulu sempat menerima undangan Girno, yang harus membuatnya kembali lagi keruangan jahanam ini. "Kabar buruk Pak." Jawab Elliza judes, dadanya bergejolak penuh emosi.

"Nanti juga jadi kabar baik Non." Ledek Pak Dadang sembari menyikut lengan Pak Lukman. "Kamu jaga dulu!" Suruh Dadang.

Pak Lukman tampak tidak rela meninggalkan mangsanya, tapi mau bagaimana lagi, ia memang mendapatkan giliran pertama untuk berjaga di luar, memastikan tidak ada orang yang tau tentang aktivitas mereka di dalam ruangan yang ada di pos satpam.

"Bisa kita mulai sekarang Non?" Pinta Pak Rudi tidak sabar, ia ingin sekali kembali merasakan jepitan memek Elliza yang mencengkram itu. Bahkan sampai detik ini Pak Rudi tidak bisa melupakan jepitan nikmat memek Elliza.

Ingin sekali Elliza berlutut dan memohon kepada mereka untuk melepaskannya, tapi Elliza sadar kalau cara itu tidak akan membuat mereka bergeming. Siapa juga yang akan menyia-nyiakan ikan segar seperti dirinya? Membayangkan tubuh indahnya akan di garab beramai-ramai, membuat tubuhnya merinding ngeri.

Pak Sueb yang tadi berdiri di samping Elliza ikut nimbrung duduk di samping ketiga temannya diatas tempat tidur.

"Tolong lakukan dengan cepat." Lirih Elliza.

Kedua tangannya gemetar ketika ia membuka kancing gamisnya, dengan perlahan ia melepas gamis yang ia kenakan, dan di balik gamis itu Elliza memakai seragam anak SD, putih merah, pemberian Pak Dadang tadi pagi. Hanya saja seragam yang di kenakannya terlihat tidak layak di sebut sebagai seragam sekolah. Kemeja yang di kenakannya terlihat seperti kurang bahan, perutnya terekpose kemana-mana, kancing bagian atasnya tidak ada, sehingga belahan payudaranya ikut terekpose.

Rok merah yang di kenakannya tidak kalah seksi, rok lipat tersebut begitu pendek, bahkan sangat pendek untuk di katakan layak sebagai rok.

Selesai melepas gamisnya, Elliza segera membuka hijab lebarnya. Tampak rambutnya yang indah di kuncir dua, kiri dan kanan. Penampilanny kini benar-benar terlihat seperti anak SD yang suka menguncir rambutnya. Jujur Elliza merasa risih mengingat usianya yang sudah tidak pantas bertingkah laku seperti anak kecil.

"Ambooooyyy..." Kagum Pak Dadang.

Pak Rudi mengambil hpnya, ia memutar lagu yang saat ini tengah viral di tiktok. "Goyang tiktok dulu Non." Pinta Pak Rudi.

"Ckckck... Cantik sekali Non Elliza ini." Komentar Pak Sueb.

"Mulai Non." Pinta Pak Rudi tidak sabar.

Untuk memenuhi keinginan mereka, Elliza terpaksa memperagakan gerakan tiktok yang biasa ia tonton di hp miliknya. Gerakannya yang kaku karena merasa risih, tidak mengurangi kekaguman keempat satpam yang tengah menontonnya bergoyang.

Elliza bergerak menyamping, kedua tangannya bertumpuh diatas lututnya, kemudian ia menggerakan pantatnya naik turun, membuat rok merahnya berayun-ayun, alhasil membuat keempat pria mesum tersebut bersorak kegirangan.

"Mantab Non..."

"Suiiit... Suiiiit..."

"Pantatnya ngadap sini Non."

Elliza memutar tubuhnya, membelakangi keempat satpam terdebut, kemudian ia kembali melakukan gerakan pantatnya naik turun. Mata keempat satpam pesantren itu membeliak memandangi bulatan pantat Elliza yang terbungkus celana dalam g-string kupu-kupu pemberian Pak Dadang, di mana G-string tersebut sama sekali tidak menutupi lubang kemaluannya.

Plaaaakkk....

Tamparan keras mendarat di pantat Elliza selagi ia menggoyangkan pantatnya.

Harga diri Elliza benar-benar hancur, ia merasa dirinya di perlakukan seperti seorang pelacur, bahkan jauh lebih rendah dari seorang pelacur, karena ia melakukan semua ini tanpa di bayar.

Pak Girno mengomandoi keempat temannya untuk mengelilingi Elliza yang masih bergoyang. Kemudian ia menyuruh Elliza berlutut di depan mereka berempat yang tengah mengelilinginya, dengan tatapan seakan ingin memakannya bulat-bulat.

Elliza hanya pasrah menuruti kemauan mereka, dan berharap semuanya segera berakhir.

"Buka celana kami Non, dan hisap kontol kami." Perintah Girno, sembari membelai wajah cantik Elliza yang tampak terlihat sedih.

"I-iya Pak." Lirih Elliza.

Kedua tangannya memegangi celana Pak Girno, dengan perlahan ia membuka ikat pinggang dan kancing celana satpam Pak Girno, dengan perlahan ia menarik turun celana satpam itu bersamaan dengan celana dalam Pak Girno. Elliza reflek memejamkan matanya ketika kontol Pak Girno melompat keluar.

Tangis Elliza pecah, ia tidak ingin melakukannya lagi, sungguh ia tidak mau. "Tolong Pak... Jangan perlakukan saya seperti ini." Mohon Elliza, ia terisak sedih memikirkan nasibnya kedepan.

"Jangan takut Non, kami tidak mungkin menyakiti Non Elliza." Bujuk Pak Girno sembari mengangkat dagu Elliza yang tertunduk.

"Bener Non, sama seperti kemarin, kami hanya ingin bersenang-senang dengan Non Elliza."

"Percaya deh Non, kali ini pasti jauh lebih enak di bandingkan waktu itu! Asalkan Non mau menikmatinya, Bapak jamin Non Elliza pasti ketagihan." Bujuk mereka bergantian, berharap Elliza mau melakukan apa yang mereka inginkan tanpa paksaan.

Sejenak Elliza merenung, rasanya tidak ada gunanya ia melawan, karena sudah pasti hari ini ia akan di gilir oleh mereka semua.

Gadis cantik itu membuka matanya, memandangi kontol Pak Girno yang tampak manggut-manggut. Membuatnya teringat betapa nikmatnya kontol itu ketika menusuk-nusuk memeknya. Jemarinya yang halus menggenggam kontol Pak Girno yang menyerupai bentuk timun, bagian kepala kontolnya terlihat mengecil lalu membesar di bagian batang kontolnya.

Pandangan Elliza menyebar, menatap satu persatu wajah mereka. Dari raut wajahnya, memang tidak ada tanda-tanda kalau mereka ingin menyakiti dirinya.

"Janji jangan sakiti saya ya Pak." Pinta Elliza melunak.

Pak Girno mengangguk. "Kami tidak mungkin menyakiti Non Elliza." Jawab Pak Girno meyakinkan Elliza yang masih terlihat khawatir.

"Kalau mainnya suka sama suka, rasanya akan jauh lebih enak." Timpal Pak Sueb.

Elliza mulai menggerakan tangannya maju mundur, bibir tipisnya dengan lembut mengecup mesrah kepala kontol Pak Girno, dengan perlahan iapun melahap kontol Pak Girno, mengulumnya dengan lembut penuh perasaan membuat Pak Girno menggelinjang nikmat.

Pak Rudi, Pak Sueb dan Pak Dadang bergegas membuka celananya, tanpa di komando Elliza menggunakan kedua tangannya mengurut-urut batang kemaluan mereka dengan berbagai ukuran.

Secara bergantian Elliza mengulum kontol mereka, dan mengocoknya.

"Cukup Non, naik keatas tempat tidur." Pinta Pak Dadang.

Elliza bangkit lalu dia berbaring terlentang diatas tempat tidur mereka. Pak Girno berada sisi kanan Elliza sementara Pak Sueb dan Pak Rudi berada di sisi kirinya sembari mengancungkan kontolnya, mereka meminta Elliza menservis kontolnya.

Tanpa di minta dua kali kedua tangan Elliza menggenggam kontol Pak Girno dan Pak Sueb, sementara Pak Rudi sibuk menjamah payudaranya.

Pak Rudi membuka kancing seragam Elliza, hingga sepasang gunung kembarnya terpampang dihadapan keempat pejantannya. Dengan lembut Pak Rudi meremas payudaranya, menstimulasi puting Elliza yang tampak mulai kencang.

"Sssttt... Pak! Aahkk..." Lenguh Elliza. Sentuhan jari Pak Rudi di payudaranya terasa sangat nikmat, membuat tubuhnya menggeliat keenakan. Terutama ketika Pak Rudi memainkan putingnya, rasanya sungguh luar biasa.

Pak Dadang tidak mau kalah, ia menciumi betis Elliza dengan lembut, menjilatinya hingga kepangkal paha Elliza. Mata Pak Dadang tampak berbinar memandangi kemaluan Elliza yang tampak mengkilat karena cairan pelumasnya yang mulai membanjiri memeknya. Dari jarak yang begitu dekat, Pak Dadang dapat mencium aroma memek Elliza yang pekat.

"Memeknya wangi Non, sering di rawat ya Non?" Tanya Pak Dadang sembari menikmati aroma lavender dari memek Elliza.

Ucapan Pak Dadang, mengingat kan Elliza tentang apa yang ia lakukan sebelum menemui mereka. Tadi sebelum ke pos satpam Elliza mandi terlebih dahulu, dan menyabuni memekknya dengan sabun khusus wanita, sehingga aroma memeknya menjadi lebih wangi dan bersih tentunya. Tidak hanya memeknya saja, Elliza juga menyabuni lobang anusnya, seakan ia sudah tau kalau dirinya akan di anal hari ini.

Pak Dadang menyelampirkan tali g-string yang menyelip diantara lipatan memek Elliza, ia mendekatkan hidungnya, menghirup aroma memek Elliza.

Hangatnya hembusan nafas Pak Dadang membuat tubuh Elliza menggigil. "Sssttt... Pak! Aaahkk... Aaahkk..." Desah Elliza, ketika Pak Dadang menyapu bibir kemaluannya dengan lidahnya.

"Sluuuppsss... Sruuupsss... Sssluuuppss..."

"Tetek Non bagus banget... Putingnya mungil, gemes pokoknya." Seloroh Pak Rudi.

"Makin hari Non Elliza makin cantik." Timpal Pak Girno.

Pak Sueb tidak mau ketinggalan. "Non Elliza selain cantik juga pinter... Pinter manjain kontol kita, pokoknya Non Elliza juara deh." Ujar Pak Sueb antusias.

Mendengar pujian-pujian yang di lontarkan untuknya, membuat Elliza bingung antara senang atau malah marah kepada mereka. Tapi kalau ditanya ke hatinya, tentu Elliza senang, walaupun ia tidak mengerti kenapa ia bisa sesenang itu mendapatkan pujian dari mereka. Mungkinkah Elliza sudah berdamai dengan kondisinya saat ini.

Elliza tidak bisa terlalu lama hanyut akan pujian mereka, setelah merasakan getaran lidah Pak Dadang di clitorisnya.

Tidak sampai di situ saja, Pak Dadang menusukkan satu jarinya ke dalam lobang memek Elliza, membuat gadis cantik itu menggelinjang tak karuan, ia mendesah-desah nikmat, merasakan liang senggamanya di korek-korek oleh jemari Pak Dadang.

"Bapak entotin sekarang ya Non." Izin Pak Dadang.

Pria itu mengurut-urut kontolnya yang berukuran 13cm, tidak terlalu panjang, dan juga tidak terlalu gemuk, sehingga Elliza bisa sedikit tenang. "Pake kondom ya Pak." Pinta Elliza, ia takut Pak Dadang membuahinya nanti.

"Bapak gak punya Non."

"Saya ada Pak, tolong Pak Girno ambilkan kondom saya di tas." Pinta Elliza, segera Girno mengambilkan beberapa bungkus kondom dan ia berikan kepada Elliza. Segera Elliza membuka satu bungkus kondom lalu dengan sangat telaten ia memasangkannya ke kontol Pak Dadang.

"Sekarang sudah boleh Non?" Tanya Pak Dadang.

Elliza mengangguk. "Sudah boleh Pak, tapi pelan-pelan ya Pak..." Pinta Elliza, ia masih khawatir akan rasa sakit yang di deritanya ketika kontol Pak Dadang menembus memeknya nanti.

"Boleh apa Non?" Godanya lagi.

Elliza tersipu malu mendengarnya. "Bapak boleh ngentotin memek Liza." Jawab Elliza malu-malu dengan suara manja saat memberi izin kepada Pak Dadang yang tampak sumringah mendengarnya.

"Na gitu dong Non, Bapak jadi makin semangat." Ujarnya seraya menggesek-gesekkan kemaluannya di selangkangan Elliza.

"Oughk..." Lenguh Elliza ketika kontol Pak Dadang menembus pertahanan terakhirnya.

Wajah Pak Dadang medongak keatas menikmati sensasi jepitan memek Elliza yang terasa ngegrib. "Sempit sekali memek Non Elliza ini." Racau Pak Dadang, sembari menggoyangkan pinggulnya maju mundur.

"Aaahkk... Aaahkk... Paaaak... Aaahkk..." Erang Elliza.

Sodokan demi sodokan di terima oleh Elliza tanpa henti, awalnya terasa ngilu, tapi lama kelamaan Elliza mulai menikmati setiap hentakan kontol Pak Dadang di liang senggamanya.

Hentakan demi hentakan pinggul Pak Dadang membuat payudara Elliza berayun-ayun, Pak Girno yang melihatnya tampak gemas, ia menundukkan wajahnya, melahap payudara Elliza, menghisapnya dengan perlahan membuat Elliza makin keenakan.

"Hisap kontol saya Non!" Suruh Pak Sueb.

Elliza mengocok sebentar kontol Pak Sueb. "Happss... Sluupps... Sluuuppsss... Sluuuppsss..." Gadis alim itu melahap kontolnya dan mulai mengoralnya dengan mulutnya.

Pak Rudi tidak mau kalah, ia meminta Elliza menggocok kontolnya. Alhasil seluruh tubuh Elliza di jadikan alat oleh mereka sebagai tempat pelampiasan nafsu binatang mereka. Dan anehnya Elliza sama sekali tidak keberatan.

Sepuluh menit sudah Pak Dadang menggenjot memek Elliza, hingga akhirnya ia mengerang panjang, menumpahkan spermanya yang terhalang kondom.

"Aaahkk... Nikmat sekali memek Non Elliza." Racau Pak Dadang sembari mencabut kontolnya.

"Sudah selesai Pak?" Tanya Girno.

Pak Rudi mengangguk puas. "Sudah Pak, mantap banget memeknya Non Elliza." Puji Pak Dadang seakan tidak ada habisnya.

"Sekarang giliran saya ya Non." Pinta Pak Girno yang sedari tadi menahan konaknya. "Miring Non." Suruhnya, ia ingin menggenjot memek Elliza dengan pose menyamping. Elliza dengan patuhnya memiringkan sedikit tubuhnya ke samping.

Lengan kanan Pak Girno mengangkat satu kaki Elliza, sementara tangan kirinya menuntun kontolnya agar berada tepat di depan lipatan bibir kemaluan Elliza yang terlihat semakin memerah. Tubuh Elliza merinding saat merasakan gesekan kepala kontol Pak Girno di bibir kemaluannya.

Perlahan kepala kontol Pak Girno yang berbentuk jamur itu menerobos masuk ke dalam liang lobang memek Elliza. Gadis muda itu dapat merasakan tekstur kontol Pak Girno yang berurat.

"Paaak... Aaahkk... Kondomnya..." Lirih Elliza, ia baru ingat kalau Pak Girno belom memakain kondom.

Tangan kiri Pak Girno menarik wajah Elliza kebelakang. "Nanti saya keluarkan di luar Non." Ujar Pak Girno menenangkan Elliza, kemudian ia memanggut bibir manis Elliza sembari mengayunkan kontolnya maju mundur menyodok-nyodok memek Elliza.

"Eehmmmppss... Ehmmpsss... Eehmmmppss..." Elliza tanpa ragu membalas lumatan Pak Girno.

Setelah beberapa kali hentakan, Pak Girno menarik tubuh mungil Elliza untuk menungging. Dan dengan pasrah nya Elliza melakukannya. Dari belakang Pak Girno kembali menghunuskan kontolnya ke dalam lobang memek Elliza yang terasa semakin licin.

Kontol besar itu begitu leluasa bergerak maju manjur mengobok-obok lobang memek sang Akhwat muda.

"Aaahkkk... Pak! Enaaaak Pak... Aahkk..." Erang Elliza.

Mendengar jeritan Elliza Pak Girno semakin bersemangat menyodok-nyodok memek Elliza dari belakang. Sesekali ia menampar gemas pantat Elliza yang juga mulai ikut aktif menggerakan pantatnya maju mundur, maju mundur menyambut setiap tusukan tajam kontolnya yang terhunus di dalam memek Elliza.

Setelah beberapa menit berlalu, Pak Girno dapat merasakan cengkraman dinding vagina Elliza yang memeluk kontolnya dengan kencang, menandakan kalau sang Ahkwat sebentar lagi akan orgasme.

Karena tidak mau kalah dari Elliza, Pak Girno makin berutal menyodok-nyodok memek Elliza. Plooookss... Plooookss... Plooookss... Suara benturan kelamin mereka terdengar semakin kencang. Dan tidak lama kemudian tubuh Elliza bergetar hebat, memeknya kerkedut-kedut nikmat.

"Ellliza.keluar Pak." Jeritnya.

Pak Girno menarik kontolnya, ia mengocok sebentar kontolnya hingga cairan putih yang sangat kental meledak diatas punggung dan belahan pantat Elliza.

"Oughk... Oughk..." Pak Girno mengeram nikmat.

Setelah puas memuntahkan spermanya Pak Girno duduk lemas di sandaran tempat tidur mereka. Elliza menoleh kearah Pak Girno yang tampak kelelahan, kemudian ia merangkak mendekati selangkangan Pak Girno, jemari halusnya memegang kontol Pak Girno yang mulai layu. Tanpa di minta Elliza melahap kontol Pak Girno, membersihkan sisa-sisa lendir cintanya yang menempel di batang kemaluan Pak Girno.

Usai membersikan kontol Pak Girno, Elliza menatap Pak Sueb dan Pak Rudi yang tengah menunggu giliran menggarap tubuh Elliza.

"Sekali dua ya Non." Pinta Pak Sueb.

Elliza menganggukkan kepalanya. "Tapi jangan kasar-kasar ya Pak." Ujar Elliza memberi syarat kalau mereka ingin mensandwich dirinya.

"Aman pokoknya Non!" Janji Pak Sueb.

Pak Rudi mengambil posisi terlentang diatas tempat tidur. "Bapak pake kondom aja Non, takut kelepasan." Ujar Pak Rudi seraya mengocok kontolnya yang berukuran 16cm, lebih pendek di bandingkan punya Pak Girno.

Elliza menyobek bungkus kondom, lalu memasangkannya di kontol Pak Rudi. "Liza naikin sekarang ya Pak." Kata Elliza malu-malu.

"Ayo Non." Pak Rudi membantu Elliza yang mengangkangi kontolnya, lalu dengan perlahan kontol Pak Rudi membela memeknya. Blesss... Memek Elliza kembali terisi penuh, membuat memeknya terasa sesak kembali.

Elliza menjatuhkan tubuh indahnya diatas tubuh Pak Rudi, sembari merenggangkan kakinya, memberi akses bagi Pak Sueb yang ingin membobol anusnya. Gadis cantik itu tampak tegang, menjelang detik-detik dirinya akan kembali di sandwich. Terakhir ketika ia di sandwich, Elliza merasakan sakit yang luar biasa di lobang anusnya.

Pak Sueb menekuk lututnya, mengambil posisi untuk menjejalkan kontolnya di anus Elliza. "Tahan Non." Lirih Pak Sueb sembari mendorong kontolnya masuk ke dalam lobang anus Elliza yang masih terasa sangat sempit, walaupun sudah pernah melakukan anal sex.

Tubuh indah Elliza menegang, menerima tusukan di kedua lobangnya. Perut Elliza mendadak mules setelah menerima tusukan di pantatnya. Beruntung Pak Sueb dan Rudi cukup mengerti kondisi Elliza saat ini yang belum terbiasa dengan keberadaan kedua kontol mereka secara bersamaan di dalam tubuh Elliza.

"Gerakan pelan-pelan Pak." Pinta Elliza.

Pak Rudi lebih dulu menggenjot memek Elliza yang semakin terasa sesak, rasanya sungguh sangat nikmat sekali membuat Pak Rudi merem melek.

Setelah beberapa tusukan, barulah Pak Sueb ikut mengayunkan pantatnya maju mundur dengan perlahan, merajai lobang anus Elliza yang hangat. Kedua tangan Pak Sueb mencengkram erat pipi pantat Elliza yang padat berisi walaupun tidak begitu besar.

Perlahan tapi pasti Elliza mulai menikmati double penetrasi yang di lakukan kedua satpam pesantren Al-fatah kepada dirinya.

"Aaahkk... Aaahkk... Hmmmm... Aaahkk..." Erang Elliza merintih-rintih keenakan diantara kedua genjotan pejantannya.

"Enakkan Non? Hehehe..." Goda Pak Sueb yang semakin gencar menyodok-nyodok anus Elliza. Saat Pak Sueb mendorong kontolnya ke dalam anus Elliza, pada saat bersamaan Pak Rudi menarik kontolnya, perbedaan ritme yang mereka lakukan membuat Elliza menggelinjang nikmat.

Tubuh Elliza yang bermandikan keringat telonjak-lonjak di dalam dekapan mereka. "Aaahkk... Enak Pak... Oughk... Aaahkk... Terus Pak... Liza mau pipis Pak...." Jerit Elliza yang sebentar lagi akan orgasme.

Tidak hanya cepat, sodokan kontol merekapun semakin dalam, dan akhirnya mereka berdua mengantarkan Elliza kembali mendapatkan orgasmenya. Tubuhnya meliuk-liuk nikmat diantara tubuh Pak Rudi dan Pak Sueb yang tengah menggarap kedua lobangnya.

Seakan tidak memberikan waktu Elliza beristirahat, mereka berdua semakin gencar menyodok-nyodok kedua lobang Elliza.

"Saya keluar Non..." Jerit Pak Rudi.

Tubuh kurus Pak Rudi menengang, sembari melepaskan spermanya yang tertahan di kondomnya.

Dengan sangat erat Pak Rudi memeluk tubuh Elliza, menikmati sensasi orgasme yang baru saja ia rasakan. Perlahan kontolnya mulai menciut dan mengecil, hingga akhirnya terlepas dari memek Elliza.

"Tadi itu enak banget Non." Puji Pak Rudi.

Elliza hanya tersenyum mendengarnya. "Liza juga enak kok Pak." Jawab Liza tersipu malu.

Kemudian Pak Sueb mengajak Elliza berdiri, ia menyandarkan Elliza di dinding kamar tersebut. Sembari berhadap-hadapan Pak Sueb memandangi wajah cantik Elliza yang tampak berantakan. Dengan lembut ia melumat bibir Elliza.

Tanpa ada penolakan Elliza membalas pagutan Pak Sueb, sembari berciuman Pak Sueb mengangkat satu kaki Elliza, sembari menuntun kontolnya kearah lobang beranakan Elliza. "Bleeesss..." dengan satu hentakan kontolnya kembali bersemayang di dalam lobang memek Elliza.

Dengan posisi berdiri Pak Sueb menggenjot memek Elliza yang yang terasa hangat dan licin, dan rasanya sungguh nikmat sekali.

"Eehmmppsss.... Ssssttt.... Hmmmpss... Slruuupss... Sluuuppsss..." Erang mereka berdua.

Hampir lima menit mereka bercinta sambil berdiri, Pak Sueb mulai merasakan getaran-getaran nikmat di ujung kontolnya, menandakan kalau ia akan segera menuntaskan permainannya. Tempo sodokan Pak Sueb mulai melemah, tapi hentakannya semakin kencang.

Detik-detik saat ia hendak Orgasme, Pak Sueb menekan pundak Elliza hingga berlutut di depannya, sedetik kemudian. Crooott... Croootss... Croootss... Sperma Pak Sueb berhamburan di wajah dan rambut Elliza yang sedikit berantakan.

"Oughk... Non." Pak Sueb mengeram nikmat.

Setelah tidak ada lagi sperma yang keluar, Elliza membuka matanya, menatap Pak Sueb yang tampak puas sekali setelah menggarab sawah Elliza.

Dan pada saat bersamaan pintu kamar tebuka, tampak Pak Lukman baru saja masuk ke dalam kamar. Buru-buru Pak Lukman menanggalkan pakaiannya hingga ia telanjang bulat. Kontolnya yang berukuran 16cm dan sedikit bengkok keatas.

"Giliran saya ya Non." Pinta Pak Lukman sembari menarik pergelangan tangan Elliza, dan membawa Elliza keatas tempat tidur.

Dengan posisi terlentang, Elliza membuka kedua kakinya, menyajikan memeknya untuk di nikmati Pak Lukman yang sedari tadi harus sabar menunggu gilirannya menggarap memek Elliza.

Dengan perlahan ia mendorong kontolnya, masuk ke dalam memek Elliza tanpa kesulitan sama sekali. "Plooookss... Plooookss... Plooookss... tanpa ampun Pak Lukman menggenjot memek Elliza, sembari menikmati wajah Elliza yang berlepotan sperma.

"Enak sekali Non! Aaahkk... Non Elliza makin terlihat cantik dengan riasan Peju, hehehe..." Seloroh Pak Lukman sembari menghunuskan kontolnya dalam-dalam hingga mentok.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Elliza, kedua tungkai kakinya melingkar di pinggang Pak Lukman, memeluknya hingga kontol Pak Lukman semakin dalam menyodok-nyodok bagian dalam memeknya. Sepertinya apa yang di katakan mereka memang benar, kalau ia melakukannya dengan suka cita, rasanya jauh lebih nikmat, seperti yang ia rasakan sekarang.

Tidak butuh waktu lama, di dalam dekapan Pak Lukman, Elliza kembali mencapai puncaknya. Creettss... Creeettss... Creeettss... Tubuh Elliza menegang hebat, memeknya berkedut-kedut nikmat.

Pak Lukman menarik tangan Elliza dan melingkarkan tangan Elliza di lehernya. Dengan perlahan ia mengangkat tubuh Elliza membuat Elliza semakin erat memeluk leher Pak Lukman. Sembari berdiri Pak Lukman mengayunkan tubuh Elliza ke udara.

Tubuh Elliza telonjak-lonjak di dalam gendongan Pak Lukman. Kontol Pak Lukman seperti tombak yang menusuk-nusuk memeknya dari bawah.

"Non Bapak keluar." Jerit Pak Lukman.

Buru-buru Pak Lukman menurunkan tubuh Elliza, kemudian ia mengarahkan kontolnya kearah tubuh Elliza. Croooottss... Croooottss... Croooottss... sperma Pak Lukman berhamburan diatas payudara Elliza dan sebagian mengenai seragam sekolahnya.

Permainan masih berlanjut, Pak Girno yang tenaganya telah pulih, meminta Elliza menungging. Plaaak... Plaaak... Plaaaakkk... Berkali-kali Pak Girno menampar pantat Elliza yang di sambut dengan suara rengekan manja dari Elliza.

Mata Elliza membeliak saat merasakan kontol Pak Girno menusuk lobang anusnya. "Aaahkk... Dalam banget Pak..." Jerit manja Elliza.

"Lobang memek dan lobang pantat Non Elliza sama enaknya." Racau Pak Girno. Tangan kiri Pak Girno menarik kedua kuncir rambut Elliza, hingga membuat wajah cantik Elliza mendongak kedepan. Pak Girno semakin kencang menghentakkan kontolnya ke dalam anus Elliza.

Walaupun tubuhnya tersiksa, tapi Elliza malah menikmatinya. "Pukul lagi Pak..." Erang Elliza, meminta Pak Girno kembali memukul pantatnya.

"Enak ya Non di kasarin kayak gini?" Goda Pak Girno.

Elliza harus mengakui, di perlakukan dengan kasar ternyata lebih nikmat di bandingkan sebelumnya. "Aaahk... Aaahkk... Lebih keras lagi Pak... Pukul lebih keras pantat Liza..." Pinta Elliza yang sangat menikmati setiap pukulan yang mendarat di pantatnya.

"Wah... Non Elliza makin liar aja ni." Komentar Pak Dadang yang kembali birahi. "Hisap kontol saya Non." Ia menyodorkan kontolnya kewajah Elliza.

Segera Elliza melahap kontol Pak Dadang, ia menyedot-nyedot kontol Pak Dadang.

Di siksa habis-habisan oleh mereka, membuat Elliza kembali mencapai puncaknya. Dari bibir kemaluannya, menyembur cairan bening yang lebih banyak dari sebelumnya.

Tidak lama kemudian giliran Girno yang menuntaskan hasratnya. Ia menusuk dalam anus Elliza sembari menyemburkan spermanya di anus Elliza. Crooottsss... Croooottss... Croooottss... Saat Pak Girno mencabut kontolnya tampak lelehan sperma keluar dari lobang anus Elliza.

Tubuh Elliza terkulai lemas, ia berbaring dengan nafas memburu. Walaupun ia kelelahan, tetapi api birahinya tidak juga surut. Ia menatap Pak Rudi yang tengah mengocok kontolnya.

Seakan mengerti apa yang di inginkan Elliza Pak Rudi segera mengambil posisi diantara kedua paha Elliza.

Tangan Elliza menjulur kearah kontol Pak Rudi, ia mengarahkan kontolnya tepat di lobang anusnya. Entah kenapa ia suka anusnya di siksa oleh kontol-kontol mereka yang perkasa. Dan rasa nikmat itu kembali menerpa dirinya ketika Pak Rudi menggenjot anusnya.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Elliza.

Pak Rudi semakin cepat mengayunkan pinggulnya, memompa anus Elliza. "Non Elliza suka di kasarinkan?" Ujar Pak Rudi, sembari membelai payudara Elliza yang membusung indah.

"Kasarin Liza Pak... Aaahkk... Siksa Liza..." Pinta Elliza gelajotan di sodok-sodok anusnya oleh Pak Rudi.

Plaaaak....

"Oughk...." Elliza menjerit nikmat ketika payudaranya di tampar.

Pak Rudi menggenggam payudara Elliza, meremasnya dengan kasar membuat rintihan Elliza semakin menggelora. Dan ia semakin menikmati siksaan itu tatkala Pak Rudi memelintir putingnya, menusuk putingnya dengan kuku jarinya.

Siksaan-siksaan yang di derita Elliza kembali mengantarkan gadis Soleha itu kepuncak klimaksnya. Dan tidak lama kemudian di susul oleh Pak Rudi yang ikut menyumbangkan spermanya di anus Elliza.

"Hah... Hah... Hah..." Nafas Elliza memburu, ia sangat menikmati permainan liar mereka.

Pak Sueb tidur terlentang di samping Elliza. "Naik sini Non." Ajak Pak Sueb, dengan sisa-sisa tenaganya Elliza naik keselangkangan Pak Sueb, ia membenamkan kontol Pak Sueb di memeknya.

"Pak..." Panggil Elliza sembari membuka pantatnya.

Pak Dadang bergegas kearah belakang Elliza, dan untuk kali ke dua Elliza di sandwich oleh mereka. Pak Lukman yang tenaga sudah kembali pulih, meminta Elliza mengulum kontolnya. Sungguh sulit di percaya, Elliza yang awalnya tidak ingin di perkosa, dan tidak ingin di sakiti, kini malah meminta mereka untuk menyiksa dan menyakitinya terus menerus.

Kurang lebih dua jam lamanya Elliza di gangbang oleh mereka, di dalam sebuah kamar yang berada di pos satpam.

Pertempuran itu diakhiri oleh mereka berlima menumpahkan spermanya ke dalam anus Elliza hingga anus Elliza penuh oleh sperma mereka.

"Ougkkk..." Lenguh Pak Rudi sembari mengocok kontolnya, menumpahkan spermanya ke dalam lobang anus Elliza.

*****

Di dalam kamar sempit itu Elliza berbaring lemas setelah di gangbang selama dua jam. Penampilan Elliza terilihat sudah tidak karuan, hampir sekujur tubuhnya memerah, baik di bagian wajah, leher, dada, perut hingga memeknya memerah.

Tetapi raut wajah Elliza sama sekali tidak terlihat menderita, ia malah terlihat sangat puas.

"Terimakasih Non." Ucap Pak Dadang yang sudah kembali mengenakan pakaian dinasnya.

Elliza mencoba bangkit dari tempat tidurnya, di bantu oleh Girno dan Pak Lukman. "Tolong jaga rahasia ini ya Pak." Mohon Zaskia, ia takut mereka bercerita tentang kejadian hari ini ke orang lain.

"Kita gak akan kasih tau siapa-siapa Non, hehehe... Tapi kita gak akan di laporin ke polisikan Non karena sudah bikin memek dan pantat Non dower." Goda Pak Sueb sembari mengambilkan gamis Elliza yang tercecer diatas lantai.

Elliza menggembungkan pipinya. "Liat aja nanti." Ujar Elliza ngambek.

"Badannya kita bersihin ya Non." Tawar Pak Rudi, ia mengelap tubuh Elliza yang terdapat banyak bercak sperma dengan kaosnya. Elliza hanya diam saja membiarkan mereka membersihkan tubuhnya.

"Sperma yang di pantat Non mau kita bersihkan juga?" Tawar Pak Rudi.

Elliza menggelengkan kepalanya. "Tidak usah Pak!" Jawab Elliza malu, entah kenapa ia ingin menyimpan sperma yang ada di pantatnya lebih lama lagi.

"Buat kenang-kenangan ya Non." Goda Girno sembari membantu Elliza melepas pakaian cosplay seragam SD yang di kenakan Elliza. Pak Dadang ikut membantu, ia menarik celana dalam g-string kupu-kupu yang selalu di pakai oleh Elliza saat mereka menggarabnya tadi.

Dengan di bantu oleh mereka, Elliza kembali mengenakan gamisnya.

"Terimakasih ya Pak." Elliza mengambil tasnya.

Pak Girno, Pak Sueb, Pak Rudi, Pak Lukman dan Pak Dadang ikut berdiri. "Kami yang harusnya terimakasih sama Non Elliza." Ujar mereka, Elliza tersenyum kecil mendengarnya.

"Non jangan laporin kira ya." Pinta Pak Rudi.

Elliza memasang wajah marah, tapi kemudian tersenyum hangat. "Liza sayang sama Bapak, jadi... Liza gak akan lapor sama siapapun." Ujar Elliza seraya menarap mereka satu persatu.

Mendengar pengakuan Elliza membuat mereka sangat senang. "Kalau begitu, lain kali masih bisakan Non." Pinta Pak Girno semangat.

"Lain kali Elliza akan ngelawan." Ucap Elliza seraya menekuk bibirnya.

Mereka berlima sontak tertawa, itu artinya lain kali mereka harus lebih kasar untuk menikmati tubuh gadis muda itu. Dan tentunya itulah yang di inginkan Elliza, karena gadis itu baru tau, ternyata hardcore jauh lebih nikmat rasanya.

Setelah berbasa basi sebentar, Ellizapun akhirnya di perbolehkan pulang oleh mereka.

*****


Haja Laras

20:00

Suaminya baru saja selesai menunaikan kewajibannya, setelah merapikan perangkat ibadahnya, KH Umar naik keatas tempat tidur, berbaring di samping Istrinya yang sedari tadi tampak gelisah, seakan ada yang mengganjal di hatinya.

KH Umar mengambil buku filsafat Islam yang berada diatas meja.

"Abi..." Panggil Laras.

KH Umar kembali menutup bukunya sembari melihat kearah Istrinya. "Ya, ada apa Umi?"

"Katanya Daniel mau pindah ya Abi." Ujarnya dengan hati-hati, jangan sampai KH Umar berfikiran yang tidak-tidak kepada dirinya.

"Oh iya, rencananya mungkin awal bulan nanti."

"Berarti tinggal beberapa hari lagi ya Abi?" Mendengar jawaban Suaminya, Laras tampak merasa ada yang akan hilang dari dalam dirinya.

"Memangnya kenapa Umi? Kok kayaknya Umi gak rela gitu." Heran KH Umar, melihat Istrinya yang tampaknya tidak suka Kalau Daniel di pindahkan.

Wajah Laras tampak panik, ia agak khawatir kalau suaminya akan curiga. "Bukannya begitu Abi, masalahnya kan sekarang lagi ada teror pria bertopeng, Umi agak khawatir kalau tidak ada cowok di rumah kita, apa lagi Abi sibuk terus sama Istri muda." Sindir Laras, membuat kecurigaan KH Umar berganti dengan rasa bersalah.

"Astaghfirullah... Umi cemburu?" KH Umar tersenyum hangat. "Abi lama di sana bukan karena dia, tapi Umikan tau, kalau Abi di beri tanggung jawab buat ngurusin Pesantren Tahfiz Al-fatah." Jelas KH Umar.

"Iya deh, percaya aja deh..."

"Jadi Uminya mau gimana? Pengen Daniel tetap di rumah kita untuk sementara waktu?" Tanya KH Umar.

Kini Laras malah terdiam membisu, karena dirinya juga bingung antara menginginkan Daniel tetap di rumahnya atau ingin Daniel keluar dari rumahnya. Entah kenapa pilihan yang harusnya muda, menjadi sulit bagi Laras saat ini.

Kembali ia teringat bagaimana Daniel telah menodainya, yang seharusnya membuat dirinya marah, bukan malah merindukannya.

"Menurut Umi, baiknya Daniel di sini dulu aja Bi, Umi takut pria bertopeng ke rumah kita." Ujar Laras, hatinya berdegup kencang saat meminta Daniel tetap tinggal di rumahnya.

KH Umar tersenyum hangat. "Kalau menurut Umi itu yang terbaik, Abi akan bicarakan lagi dengan Daniel." KH Umar mengecup lembut kening Istrinya. "Mudah-mudahan Daniel mau ya Mi." Sambungnya.

Rasanya tidak mungkin Daniel akan menolak tawaran untuk tetap tinggal di rumah mereka.

Laras balas tersenyum kearah Suaminya, sebagai ungkapan terimakasih karena Suaminya sudah mau mendengarkan permintaannya.

Sebenarnya masih ada lagi yang ingin Laras beritahukan kepada Suaminya, yaitu perihal kehamilannya saat ini, tapi ia masih bingung untuk mengatakannya, ia takut kalau Suaminya akan curiga kalau dirinya tidak mengandung anak dari Suaminya.

"Ada lagi Mi?" Tanya KH Umar.

Laras diam sebentar. "U... Umi hamil Bi." Lirih Laras, nyaris tak terdengar.

Wajah KH Umar tampak sumringah mendengar kabar tersebut. "Serius Mi? Jadi... Kita akan punya anak! Ya Allah Alhamdulillah..." KH Umar langsung turun dari atas tempat tidur sembari melakukan sujud syukur sanking bahagianya ia saat ini.

Melihat KH Umar yang tampak begitu bahagia membuat Laras merasa sangat sedih. Mengingat janin yang ia kandung saat ini bukanlah janin dari hasil persetubuhannya dengan sang Suaminya.

Setelah mengucap syukur yang mendalam, KH Umar kembali menghampiri Istrinya.

"Tapi Mi... Perasaan satu bulan ini kita belum pernah melakukan itu?" Heran KH Umar, setelah mengingat-ingat kapan terakhir mereka melakukan hubungan Suami Istri.

Lagi Laras di buat panik, wajah Laras tampak pucat pasi, kepalanya terasa panas, memaksa otaknya berfikir untuk mencari-cari alasan agar Suaminya percaya kalau janin yang ia kandung saat ini adalah hasil dari kerja keras Suaminya, bukan pria lain.

"Abi lupa ya, Minggu kemarinkan kita pernah coba." Sewot Laras, seakan ia marah karena Suaminya lupa kalau mereka sempat bercinta. "Coba aja kalau sama Istri muda pasti ingat." Rajuk Laras, membuat KH Umar tampak serba salah.

"Bukan begitu Umi, tapikan kemarin Abi gagal masukin burung Abi." Ingat KH Umar.

Laras terdiam sesaat. "Tapikan Abi sempat keluar di situnya Umi." Jelas Laras sedikit meninggi.

"Emang bisa ya Mi."

"Bisalah Bi... Apa Abi pikir Umi selingkuh?" Lirih Laras.

KH Umar tersentak kaget mendengarnya, KH Umar tidak sampai sejauh itu berfikirnya. "Astaghfirullah Umi... Mana mungkin Abi menuduh Umi selingkuh, tidak mungkin Umi." Kata KH Umar membela diri.

"Siapa tau? Secara Abi pernah selingkuh." Sesal Laras.

KH Umar kali ini benar-benar di buat bungkam. Dulu waktu ia menikah lagi, KH Umar memang tidak memberitahu Istrinya, setelah tiga bulan pernikahannya barulah KH Umar memberitahu Istrinya kalau ia telah menikah lagi.

Awalnya Laras sangat marah, bahkan ia minta di ceraikan. Tetapi setelah di bujuk dan di beri penjelasan akhirnya Laras bersedia di madu.

"Maaf ya Mi." Bisik KH Umar.

Laras yang kembali mengingat momen menyakitkan itu memilih memmunggungi Suaminya.

Memang rasanya sangat tidak adil baginya, di mana seorang pria bisa dengan mudanya berselingkuh dengan alasan atas nama Agama. Sementara mereka perempuan tidak boleh memiliki lebih dari satu Suami. Sembari memejamkan matanya, Laras kembali teringat dengan Daniel, sosok yang membuatnya mengerti betapa nikmatnya menjadi seorang wanita.

*****


Lidya

Sementara itu di tempat yang berbeda, di sebuah kamar yang ada di kantor Makamah Al-fatah, tampak sepasang anak manusia tengah memaduh kasih. Daniel memeluk erat tubuh muridnya dalam keadaan telanjang bulat.

Beberapakali ia mendaratkan ciuman di wajah cantik Lidya, dan sesekali memanggut mesrah bibir Lidya yang terasa manis.

"Terimakasih Lidya." Bisik Daniel.

Lidya tampak tersipu malu. "Sama-sama Ustadz, Lidya senang bisa membantu Ustadz." Jawab Lidya, ia meraih kontol Daniel, mengurutnya dengan perlahan. "Ngomong-ngomong kenapa Ustad mau aku menjebak Aurel?" Tanya Lidya, ia juga merasa heran kenapa Ustad Daniel memintanya menjebak Aurel, yang notabenenya adalah saudara sepupunya sendiri.

"Karena Ustad sayang sama Aurel, sama seperti Ustad sayang sama Lidya." Jawab Daniel, ia meraih buah dada Lidya, meremasnya dengan perlahan.

"Lidya juga sayang Ustad." Ujar gadis cantik tersebut.

"Lidya mau gak jadi pengikutnya aliran Al-Qiyadah Islamiyyah?" Tawar Daniel, sembari merebahkan tubuh Lidya diatas matras. "Ustad akan senang banget kalau Lidya mau bergabung dengan Al-Qiyadah.

"Ustad... Sttt... Bukannya itu aliran sesat?" Tanya Lidya sembari mendesis saat jemari Ustad Daniel menyentuhnya bibir kemaluannya.

"Itukan menurut mereka, tapi menurut kami aliran Al-Qiyadah Islamiyyah adalah aliran yang paling benar!" Jelas Ustad Daniel. "Gimana, Lidya mau gak jadi saudaranya Ustad." Bujuk Daniel sembari menindih tubuh Lidya, kontolnya yang tengah berdiri tegak sudah siap menyodok-nyodok memek muridnya.

"Aku mau Ustad." Jawab Lidya seraya tersenyum. "Aaahkk... Ssstt... Enaaaak... Aaahkk..." Desah Lidya ketika Daniel mulai menggerakan pinggulnya, menyodok-nyodok lobang peranakan Lidya yang sudah sangat basah, hingga mempermudah laju penetrasi yang ia lakukan.

"Ini hadiah spesial dari Ustad untuk Lidya." Bisik Daniel sembari mengayunkan pantatnya, maju mundur, menyodok-nyodok liang senggama Lidya yang terasa hangat dan licin.

Tubuh Lidya menggelinjang nikmat merasakan setiap hujaman kontol Daniel yang menusuk dalam hingga ke rahimnya. Kedua tangan Lidya melingkar di leher Ustad Daniel sembari melumat bibir Ustad idolanya tersebut dengan sangat rakus.

Semakin lama kontol Daniel melesat semakin cepat, dan makin cepat. Plooookss... Plooookss... Plooookss... Suara benturan kelamin mereka terdengar semakin nyaring, seiring dengan tempo permainan mereka berdua yang semakin panas.

Tidak butuh waktu lama bagi Lidya untuk mendapatkan orgasmenya.

"Eeeengkk..." Erang Lidya, menikmati orgasmenya.

Ploooopss...

Daniel mencabut kontolnya, lalu ia berbaring di samping Lidya. Seakan mengerti apa yang di inginkan Daniel, Lidya beranjak duduk, ia menggenggam kontol Daniel, mengurutnya sebentar lalu mengulumnya. Kontol Daniel yang terasa sangat asin, karena telah bercampur dengan lendir kewanitaannya.

Kemudian ia merangkak keatas selangkangan Daniel. Bleeesss.... satu hentakan kebawah membuat kontol Daniel bersemayam di dalam memeknya.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Lidya.

Kedua tangan Daniel meraih payudara Lidya, meremasnya dan memilin putingnya. "Goyangan kamu buat Ustad gak tahan sayang." Rayu Ustadza Danel sembari menstimulasi puting Lidya.

"Ustaaad... Aaahkk... Enak Ustad..." Lidya semakin gencar menaik turunkan pantatnya. Plooookss... Plooookss... Plooookss... Sesekali ia melakukan gerakan memutar, memelintir kontol Ustad Daniel yang tengah menancap di memeknya.

Lidya berhenti sebentar, merapikan anak rambutnya yang menutupi wajahnya. Kemudian ia berbalik membelakangi Ustad Daniel, kedua tangannya bertumpuh diatas paha Ustad Daniel sembari kembali menggoyangkan pantatnya dengan liar.

Di posisi ini Daniel dapat melihat bongkahan pantat Lidya yang tengah bergerak naik turun diatas selangkangannya. Plaaaakkk... satu tamparan keras mendarat di pantat Lidya.

Dengan jari jempolnya, Daniel membuka pipi pantat Lidya, tampak lobang pantat Lidya yang membesar berkedut-kedut.

"Ustaaaaad.... Aku keluar..." Jerit Lidya.

Pinggul Lidya melejang-lejang tak karuan, menikmati kembali orgasmenya. Tubuhnya ambruk kedepan dengan posisi sujud.

Daniel beranjak mendekati pantat Lidya, ia membelai, mengelus pantat Lidya. "Indah sekali pantat kamu Lidya." Puji Daniel sembari membuka kedua pipi pantat Lidya hingga lobang pantatnya yang kecoklatan terlihat jelas di kedua matanya.

"Jangan di lihat Ustad, pantat Lidya sudah rusak." Rengek manja Lidya.

Daniel mendekatkan wajahnya ke pantat Lidya, sembari memejamkan matanya ia mengendus pantat Lidya. Melihat kelakuan gurunya, Lidya di buat tersipu malu. "Wangi sekali aromanya sayang." Ujar Daniel, sembari menjulurkan lidahnya, menjilati lobang anus Lidya yang merekah.

"Geliii Ustad! Aaahk..."

Cengkraman kedua tangan Daniel semakin erat di pantat Lidya. "Kamu tau Lidya, keimanan seorang wanita menurut aliran kami terlihat dari lobang pantat dan lobang memeknya, semakin dower dan besar lobangnya, itu artinya semakin besar keimanannya." Ujar Daniel sembari menciumi pantat Lidya.

"Aaahkk... Ustad.... Ssttt... Apakah aku termasuk wanita beriman?" Tanya Lidya bergetar.

Daniel tidak langsung menjawab, ia mendekatkan kontolnya di lobang anus Lidya, lalu dengan perlahan ia mendorong kontolnya masuk ke lobang anus Lidya tanpa kesulitan sama sekali, karena anus Lidya sudah terbiasa menerima kontol pria lain.

Dengan gerakan perlahan, Daniel mengayunkan pinggulnya maju mundur menyodok anus Lidya. "Kamu wanita beriman sayang." Jawab Daniel.

Ia menarik rambut Lidya, sembari menghujamkan kontolnya ke dalam lobang anus Lidya.

Gadis muda itu tampak pasrah menerima perlakuan kasar dari gurunya. Kekagumannya terhadap sang Guru membuatnya mau melakukan apa saja untuk gurunya, bahkan harga dirinyapun siap ia gadaikan.

"Ustad mau keluar Lidya..." Erang Daniel.

Lidya mulai ikut menggerakan pantatnya maju mundur, sementara tangan kirinya menjulur kebelakang, menggosok-gosok clitorisnya. "Aaahkkk.... Aaahkkk... Aaahkk... Terus Ustad, aku juga hampir sampai." Jerit Lidya tidak mau kalah.

Secara bersamaan mereka berdua melolong panjang. "Oughkk..." Tubuh keduanya bergetar, melepaskan cairan cinta mereka berdua.

Ustadz Daniel mencabut kontolnya, ia menyodorkan kontolnya di depan wajah Lidya, menampar-nampar wajah Lidya dengan kontolnya. "Bersihkan Lidya." Pinta Ustad Daniel, menggosok-gosok bibir Lidya.

Aroma sperma, lendir cintanya hingga kotorannya menjadi satu, membuat aroma kontol Daniel menjadi tak karuan, membuat Lidya sempat ragu untuk membersihkan kontol Daniel. Tapi Daniel tidak menyerah, ia membelai pipi Lidya seraya tersenyum.

Perlahan Lidya membuka mulutnya, memberi akses kontol Daniel masuk ke dalam mulutnya. Dan rasanya sungguh luar biasa, sampai membuat Lidya merasa mual.

"Nanti juga kamu akan terbiasa." Ujar Daniel.

Lidya diam saja, ia menggerakan kepalanya maju mundur mengulum kontol Daniel yang perlahan mulai mengecil. "Fuaaaah..." Tampak air liur Lidya ikut menetes.

"Ennakkan Lidya?"

Lidya mengangguk. "Iya, Ustad enak." Jawab Lidya, seraya menelan sisa lendir yang ada di mulutnya.

Daniel kembali berbaring diatas matras di samping Lidya, ia memeluk tubuh Lidya yang bermandikan keringat. "Nanti Ustad akan kenalin kamu sama pemimpin kita." Janji Daniel.

"Emang namanya siapa Ustad?"

Daniel mengucek rambut Lidya. "Nanti kamu juga akan tau sendiri." Ujarnya, lalu ia mencium ubun-ubun kepala Lidya.

*****


Zaskia

07:00

Ketika Zaskia sedang mencuci piring sisa sarapannya barusan, ia melihat Rayhan yang baru saja selesai berganti pakaian. Raut wajah Rayhan tampak tegang, ia terlihat seperti sangat terburu-buru.

Tentu saja Zaskia mengerti kenapa Rayhan bisa seperti itu, dan karena itulah Zaskia merasa bersalah karena membuat Adiknya menjadi gelagapan.

"Kok aku gak di bangunin si Kak!" Protes Rayhan.

Zaskia terlihat cuek sembari membilas cuciannya. "Kamu itu sudah besar, mau sampai kapan minta Kakak yang bangunin!" Katanya, tanpa melihat kearah Rayhan yang sedang cemberut.

"Aku jadinya telat Kak." Kesal Rayhan.

"Kalau tidak mau telat kamu bangunnya pagi..." Ketus Zaskia tidak seperti biasanya. Rayhan yang mendengarnya juga kaget, ia tidak menyangkah akan mendapatkan jawaban yang begitu ketus.

Di dalam hati Rayhan mulai bertanya-tanya, kenapa sikap Kakaknya mendadak berubah? Ah... Sudahlah. Rayhan tidak memiliki banyak waktu untuk memikirkan sikap Kakaknya pagi ini, biar nanti saja ia cari tau kenapa Kakaknya berubah.

Sanking buru-buru nya, Rayhan sampai tidak sarapan pagi, bahkan minta uang jajanpun tidak.

Zaskia yang melihat kepergian adiknya dengan tatapan yang tidak biasanya. Dari pancaran matanya, ada kekosongan yang ia rasakan. Di tambah lagi setelah ia melihat piring Rayhan yang masih utuh, membuatnya makin merasa sedih. Ini adalah kali pertama Rayhan tidak memakan masakannya.

Kamu harus bisa Zaskia... Jerit hati Zaskia, menyemangati dirinya sendiri.

****

Di kantor Zaskia terlihat tidak bersemangat, raut wajahnya datar tidak seperti biasanya. Padahal beberapa hari belakangan ini ia selalu terlihat ceria, dan bersemangat tapi untuk hari ini sangat berbeda sekali, ia menjadi sedikit lebih pendiam dari biasanya.

Sembari memainkan pulpen di jemarinya, ia memikirkan hubungannya dengan Rayhan. Hubungannya selama ini dengan Rayhan sangat baik, bahkan ia menyukai hubungannya yang mungkin sebagian orang akan menganggapnya aneh, tetapi Zaskia menyukai hubungannya yang seperti itu.

Tetapi kejadian kemarin pagi, seakan merubah semuanya. Zaskia sadar bagaimanapun juga Rayhan seorang laki-laki yang sudah cukup dewasa, cepat atau lambat kejadian kemarin akan terjadi, terlalu naif kalau Zaskia berharap Rayhan tidak melakukannya.

"Ada yang ingin Uhkti ceritakan?" Tanya Haifa yang tiba-tiba sudah duduk di depannya.

Zaskia menggelengkan kepalanya. "Gak ada Mbak." Jawab Zaskia, rasanya saat ini ia tidak ingin membicarakan tentang Rayhan.

"Yakin?" Pancing Haifa. "Tadi pagi ana lihat Rayhan di hukum Ustad Soleh karena terlambat!" Cerita Haifa, membuat raut wajah Zaskia berubah menjadi semakin sedih dengan cerita Haifa.

"Di hukum? Dia di hukum apa Mbak?" Desak Zaskia.

Haifa menatap lembut Zaskia. "Ya biasa, di pukul pake rotan, terus di jemur selama satu jam di luar kelas." Jawab Haifa, mendramatisir yang terjadi tadi pagi. "Kasihan banget tadi aku lihatnya, Rayhan kayaknya mau pingsan gitu." Sambung Haifa.

Zaskia benar-benar shock mendengarnya, bahkan Zaskia sampai mendekap mulutnya. "Ya Allah Ray." Zaskia hampir menangis membayangkan adiknya yang sedang di hukum.

Zaskia ingat kalau tadi pagi Rayhan belum sarapan, di tambah lagi Rayhan tidak membawa uang jajannya, membuat penyesalan Zaskia semakin besar, ia merasa begitu tega kepada Adiknya. Andai saja ia membangunkan Rayhan, tentu kejadian seperti hari ini tidak perlu terjadi.

Ingin sekali Zaskia memberikan uang jajan adiknya, tapi sudah terlambat, karena jam tanda berakhirnya jam istirahat sudah usai.

"Ya Allah, kok ana tega banget ya." Zaskia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

Haifa meraih tangan Zaskia, ia menatap wajah Zaskia yang sedih. "Antum sama Rayhan ada masalah apa?" Tanya Haifa.

"Pagi tadi aku sengaja tidak membangunkan Rayhan Mbak." Jujur Zaskia.

"Kenapa? Kamu galau lagi."

Zaskia mengangguk lemah. "Kemarin kita hampir melakukan itu Mbak." Bisik Zaskia, ia sangat malu mengingat kejadian kemarin.

"Ngentot..." Lirih Haifa.

Lalu Zaskia menceritakan kronologis kejadian kemarin, bagaimana Rayhan mau menyentuh kemaluannya. Haifa tersenyum simpul mendengar cerita Zaskia yang terlihat sangat antusias sekali, seakan-akan kejadian kemarin bukanlah aib sama sekali, tetapi sesuatu yang menyenangkan.

Alasan Zaskia tidak membangunkan Rayhan pagi tadi, karena ia takut kejadian kemarin terulang lagi dan ia tidak mampu menolaknya. Dan lagi ia merasa hubungannya dengan Rayhan sudah terlalu jauh.

Haifa sangat mengerti dilema yang di rasakan oleh Zaskia saat ini.

"Semua keputusan ada di tangan antum, sebagai sahabat ana hanya bisa memberi dukungan." Haifa tersenyum lembut. "Kalau menurut antum menjaga jarak dengan Rayhan adalah yang terbaik, lakukan saja, jangan ragu-ragu." Nasehat Haifa tidak biasanya.

Zaskia tertunduk, ia tidak tau apakah keputusannya ini sudah tepat. Karena jauh dari lubuk hatinya, Zaskia merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Sesuatu yang membuat gairah hidupnya menjadi padam.

"Tetapi di setiap keputusan ada konsekuensinya. Kamu akan kehilangan Rayhan! Kamu akan kehilangan sosok yang selama ini membuat hidupmu lebih berwarna." Haifa menepuk-nepuk punggung tangan Zaskia.

Sekarang apa yang harus ia lakukan, di sisi lain ia takut kejadian kemarin membuat mereka kebabblasan hingga melakukan perzinahan, tetapi di sisi lain Rayhan adalah penyemangat hidupnya, ia tidak bisa membayangkan kehilangan canda dan tawa Rayhan, yang selama ini menghiasi hari-harinya.

*****


Haja Laras

14:00

"Sini Dan, duduk dulu." Suruh KH Umar.

Daniel mendekat lalu duduk di samping KH Umar. "Ya Kiyai, ada apa ya Kiayi?" Tanya Daniel heran, karena tidak biasanya KH Umar ingin berbicara kepadanya empat mata. Seakan ada sesuatu yang penting, yang harus mereka bicarakan.

"Soal kamu mau tinggal di kantor Makamah jadi?" Tanya Kiayi.

"Iya Kiayi, katanya awal bulankan?"

Kiayi mengangguk. "Kamu betah tinggal di sini Dan?" Tanya KH Umar, sembari menyeruput kopinya yang mulai dingin.

"Betah Kiayi, emangnya kenapa?" Tanya Daniel makin heran.

KH Umar tersenyum hangat kearah Daniel, wibawanya sebagai seorang ulama begitu terasa. "Kamu taukan kalau akhir-akhir ini pesantren kita di teror oleh pria bertopeng? Amma kamu sebenarnya agak keberatan kalau kamu mau pindah dari sini sekarang, apa lagi saya jarang di rumah." Ungkap KH Umar yang secara tidak langsung meminta kepada Daniel untuk tinggal lebih lama di rumahnya.

Tentu saja Daniel sangat senang mendengarnya, itu artinya ia memiliki banyak waktu bersama Haja Laras untuk bersenang-senang.

Andai saja KH Umar tau apa yang telah di lakukan Daniel kepada istrinya, niscaya dia tidak akan membiarkan serigala seperti Daniel berada di dalam rumahnya.

"Maksud Kiayi, Amma mau aku tetap di sini?"

KH Umar mengangguk. "Itu kalau kamu tidak keberatan Daniel." Katanya bijak, tentu KH Umar tidak ingin memaksa Daniel untuk tetap tinggal di rumahnya.

"Saya ngikut Kiayi saja, mana yang menurut Kiayi baik buat saya." Jawab Daniel.

"Sementara waktu baiknya kamu tetap tinggal di sini, dan tolong kamu jagain Amma kamu sama Adik-adik kamu." Pintanya.

Daniel mengangguk. "Baik Kiayi, insyaallah saya akan menjaga keluarga Kiayi." Janji Daniel, di dalam hati ia sangat senang karena dengan tinggal di rumah ini, Daniel menjadi semakin muda menjalankan misinya, untuk menaklukkan istri dan anak gadis KH Umar.

"Terimakasih ya Dan!"

"Saya yang seharusnya berterimakasih kepada Kiayi, karena sudah mengizinkan saya tinggal di rumah ini." Ungkap Daniel, yang membuat KH Umar berfikir kalau sosok Daniel adalah orang yang baik. Bahkan di dalam hatinya, KH Umar merasa menyesal karena sempat berpikir negatif tentang sosok Daniel.

"Oh ya Dan! Sebentar lagikan tuju belasan, kamu bisa bantu untuk menyelenggarakan lombanya nanti?" Pinta KH Umar, tingkat kepercayaannya kepada Daniel kini lebih besar dari sebelumnya.

"Bisa kok Kiayi, insyaallah."

"Alhamdulillah..."

"Mohon maaf Kiayi, saya izin kebelakang dulu ya." Pinta Daniel dengan sangat sopan, membuat KH Umar makin menyukainya.

"Silakan, silakan... Saya juga mau lanjut baca lagi."

"Permisi Kiayi."

Daniel segera pamit dari hadapan KH Umar, jujur ia merasa sedikit tidak nyaman dan tegang berada di dekat KH Umar. Oleh karena itu ia mencari alasan agar tidak terlalu lama berada di dekat KH Umar.

Saat Daniel hendak ke kamar mandi, ia melihat Haja Laras yang sedang memasak. Daniel mengurungkan niatnya ke kamar mandi dan mendekati Haja Laras setelah memastikan kondisinya cukup aman. Haja Laras sendiri tampak terkejut saat Daniel mendekatinya.

Tiba-tiba Daniel sudah memeluknya dari belakang, membuat Laras tersentak kaget.

"Astaghfirullah.... Lepasin Dan..." Protes Laras.

Tapi Daniel tidak mengindahkannya. "Amma..." Bisik Daniel, tangannya terjulur menuju pantat Laras yang siang ini memakai gamis Kaima Rinjani dengan kancing rampel dari atas hingga bawah, berwarna coklat tua.

Tubuh Laras menegang, birahinya melonjak saat Daniel meremas pantatnya. Dia ingin menyingkirkan tangan Daniel, tapi ia takut akan menimbulkan kegaduhan, yang akan membuat Suaminya curiga.

Bisa gawat kalau sampai KH Umar melihat dirinya di lecehkan oleh keponakannya.

"Astaghfirullah.... Daniel." Jerit Laras tertahan, tubuhnya tersentak saat Daniel meremas bongkahan pantatnya yang kenyal.

"Saya kangen sama Amma!" Bisik Daniel, ia menarik wajah Laras ke belakang, lalu dengan lembut ia memanggut bibir tipis Laras.

Walaupun Laras terkesan menolak, tetapi wanita Soleha itu tidak bisa berbohong kalau cumbuan Daniel sangat memabukkan. Bahkan ia tak tahan untuk tidak membuka mulutnya, untuk merasakan permainan lidah Daniel di dalam mulutnya.

Sembari berciuman tangan Daniel tak henti-hentinya menggerayangi tubuh Laras, tidak hanya meremas pantat Laras, ia juga berani menjamah payudara Laras yang montok itu. "Ehhmmpsss... Sluupsss... Sluuuppsss... Hmmmpsss... Sluuupp...." Beberapa kali Laras menelan air liur Daniel yang masuk ke dalam mulutnya.

"Amma cantik sekali, selalu membuat saya bergairah." Goda Daniel.

Laras menggelengkan kepalanya. "Kamu sudah gila Daniel... Kiayi ada di depan." Geram Laras, ia takut perbuatan mereka ketahuan oleh Suaminya.

"Kiayi sedang sibuk dengan bukunya, dia tidak akan tau." Kata Daniel seraya tersenyum.

"Jangan Dan... Istighfar..." Tolak Laras kekeuh.

Tetapi Daniel tidak memperdulikan penolakan Laras, ia membuka kancing gamis Laras, dari bagian perut hingga selangkangannya. Kemudian tangan Daniel masuk ke dalam gamis Laras, dan mulai melakukan pijitan di selakangan Laras yang siang ini memakai celana dalam segitiga berwarna grey, berbahan katun.

Dalam sekedap celana dalam Laras menjadi lecek, karena cairan cintanya yang membanjir. "Oughk... Daniel... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Laras, ia mendekap mulutnya agar suaranya tidak keluar.

"Memek Amma basah ya? Enakkan Amma?" Goda Daniel menekan-nekan selangkangan Laras.

Setelah di rasa cukup Daniel menarik kembali tangannya keluar, kemudian ia menyingkap keatas gamis yang di kenakan Laras hingga menampakkan bulatan pantat Laras yang tertutup celana dalamnya.

Tanpa kesulitan berarti Daniel menarik turun celana dalam Laras.

Lagi-lagi Laras mencoba mencegah Daniel yang ingin menggagahinya. "Jangan nekat Dan! Kiayi ada di rumah." Lirih Laras, walaupun di dalam hatinya dia juga ingin merasakan kembali kontol Daniel mengaduk-aduk liang vaginanya.

"Sebentar aja Amma." Bujuk Daniel, sembari menuntun kontolnya kearah lipatan bibir vagina Laras yang tembem, berbentuk seperti tirai karena bibir minoranya yang menonjol keluar.

Tubuh Laras menegang, merasakan kepala kontol Daniel yang bergerak masuk menusuk lobang memeknya yang telah basah. Sungguh rasanya sangat nikmat. "Eehkk... Daniel." Sekuat tenaga Laras mencoba untuk tidak mengerang.

"Jepitan memek Amma enak banget." Racau Daniel, dia meraih bagian dada Laras, membuka kancing gamis bagian atas Laras.

Satu persatu kancing gamis Laras di buka, kemudian tangan Daniel menyusup masuk ke dalam gamis Laras, ia menyingkap cup Laras keatas agar leluasa menjamah pabrik susu Laras yang ukurannya sangat berutal.

Tubuh Laras kian menggelinjang, merasakan remasas diatas payudaranya, di padu dengan goyangan pinggul Daniel yang semakin cepat mengaduk-aduk memeknya.

Laras menggeleng-gelengkan kepalanya, rasanya ia sudah tidak kuat lagi, terutama ketika Daniel memilin putingnya.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkkk..." Desah Laras tertahan.

Daniel kian meningkatkan tempo sodokannya, mengebor lobang memek Laras hingga kebagian terdalamnya, sementara telapak tangannya meremas-remas payudara Laras, memilin putingnya yang semakin mencuat kedepan.

Apa yang mereka lakukan saat ini sungguh gila menurut Laras, mengingat Suaminya ada di rumah, tetapi kondisi tersebut malah membuat adrenalinnya kian terpacu. Terbukti dengan cairan vaginanya yang tanpa henti memproduksi precum untuk semakin mempermudah laju kontol Daniel masuk semakin dalam ke dalam rahimnya.

Laras menoleh ke belakang, menatap wajah Daniel yang tengah memandangnya dengan tatapan tajam, membuat degub jantungnya kian berdebar-debar. Saat Daniel kembali memanggut bibirnya, Laras hanya pasrah menerimanya. "Hmmppss... Uuhmmmpss... Sluuuppsss... Hmmppss..." Laras memanfaatkan ciuman mereka untuk meredam suaranya.

Hampir sepuluh menit Daniel menggagahinya, dan selama sepuluh menit itu juga Laras di buat melayang-layang, dan sekarang Laras mulai mendekati puncak kenikmatannya, membuat Laras mulai ikut menggerakan pantatnya menyambut setiap hentakan kontol Daniel.

Tubuh Laras menegang, dan otot-otot vaginanya semakin kencang memeluk kontol Daniel, menandakan kalau ia akan segera sampai.

Dekapan tangan Daniel semakin erat, dan tiba-tiba secara bersamaan tubuh mereka menegang, bergetar hebat. Sedetik kemudian secara bersamaan mereka berdua mencapai puncak klimaksnya. Laras dapat merasakan hangatnya semburan seperma Daniel yang memenuhi liang rahimnya.

Daniel tersenyum, kemudian mengecup kening Laras. "Tadi itu enak sekali Amma." Bisik Daniel, membuat Laras tersipu malu.

Daniel melepas pelukannya, sembari kembali mengenakan celananya.

"Tadi Kiayi sudah bilang, kalau Amma pengen aku tetap di rumah ini, apa itu benar." Ujar Daniel seraya memakai celana.

"....." Laras terdiam.

Daniel membelai wajah Laras yang tampak sedikit berantakan karena keringat yang membasahi wajahnya. "Jujur aku senang mendengarnya, tetapi aku akan tetap pergi kecuali Amma yang memintaku langsung." Lirih Daniel, lalu ia tersenyum yang membuat hati Laras kembali berkecamuk.

Harus di akui Laras sangat menginginkan Daniel untuk tetap tinggal, tapi sedikit harga dirinya membuatnya ragu untuk memintanya langsung.

"Umi..." Panggil Kiayi tiba-tiba.

Terdengar suara derap langkah menuju dapur, buru-buru Laras merapikan kembali pakaiannya, mengancingkan gamisnya yang terbuka. KH Umar sedikit merasa aneh melihat Daniel yang sedang bersama Istrinya.

"Lo ada Daniel juga." Ujar KH Umar.

Daniel tersenyum hangat. "Tadi saya habis dari kamar mandi Kiayi." Ujar Daniel beralasan.

"Oh ya Umi, tadi Abi sudah sampaikan ke Daniel, soal Umi yang pengen Daniel tetap tinggal di rumah kita." Ujar KH Umar, membuat Laras menjadi salah tingkah. Selama ini Laras selalu memperlihatkan ketidak sukaannya sama Daniel, tapi nyatanya kini malah berbanding kebalik.

"Iya Dan... Menurut Amma lebih baik kamu tinggal di sini saja ya. Soalnya kamu taukan Kalau Kiayi jarang pulang, Amma jadi kesepian!" Ujarnya.

"Bener apa kata Amma kamu Daniel, pekerjaan saya semakin banyak di sana, jadi tolong kamu temani Amma kamu ya, jangan buat Amma kamu kesepian." Pinta Kiayi yang terdengar seperti ia meminta Daniel untuk selalu meniduri Istrinya agar Istrinya tidak kesepian.

Sekilas Daniel dan Laras beradu pandang, pemuda itu tersenyum penuh arti, yang membuat Laras menjadi salah tingkah.

"Kalau Amma yang meminta, saya tidak berani menolak Kiayi, takut kualat." Jawab Daniel, ia kembali menatap Laras yang tertunduk, sekilas Laras terlihat seperti anak ABG yang sedang jatuh cinta.

Aneh rasanya, mendengar Daniel mau tinggal bersama mereka, membuat hati Laras berbunga-bunga, apa lagi saat melihat senyuman misterius Daniel yang membuat Laras makin salah tingkah. Laras sadar, kalau dirinya mulai jatuh cinta kepada Daniel. Sebuah perasaan terlarang yang seharusnya tidak di milikinya.

*****
end part 17
 

Zaskia

22:00

Menjelang larut malam, tampak Zaskia tidak juga merasakan kantuk sama sekali, ia terus memikirkan hubungannya dengan Rayhan yang tidak kunjung menemukan titik temu. Zaskia merasa hampa tanpa hadirnya sosok Rayhan yang suka mengganggunya, tetapi ada ketakutan di dalam diri Zaskia, kalau ia tetap dekat dengan adiknya. Dirinya takut hubungan mereka yang terlalu dekat bisa menjadikan sebuah hubungan terlarang.

Zaskia mendesah pelan, matanya menatap kosong kearah layar televisi yang saat ini tengah menanyangkan sebuah berita nasional.

Apakah kamu yakin Zaskia, bisa hidup tanpa Rayhan? Apa kamu yakin, hidupmu akan berwarna seperti saat ada Rayhan di sisimu?

"Aku tidak bisa." Lirih Zaskia sembari menggenggam tangannya sendiri.

Tapi bagaimana caranya mengembalikan hubungan kami yang runyam ini?

"Aasrrtt..." Zaskia mengucek-ngucek kepalanya sendiri, ia terlihat stress dengan masalah yang saat ini sedang ia hadapi.

Sanking stresnya ia tidak menyadari kehadiran Rayhan yang berjalan mendekatinya. "Kak." Panggil Rayhan, ia duduk di samping Zaskia yang tampak salah tingkah.

"Ya, kenapa Dek."

"Kakak marah ya..." Bisik Rayhan.

Zaskia menoleh sebentar, kemudian ia kembali menatap layar tv.

Pemuda itu sadar betul apa yang membuat Kakaknya menjadi berubah. Dan Rayhan sungguh sangat menyesal karena telah mencoba untuk mencabuli Kakaknya tempo hari. Andai ia bisa menahan diri, hubungannya dengan Kakak iparnya mungkin akan baik-baik saja sampai detik ini. Tapi nasi sudah menjadi bubur, dan Rayhan tengah berusaha memperbaikinya.

"Apa kamu tau letak kesalahan kamu?" Lirih Zaskia, ia menunduk menatap ujung kakinya. "Kenapa Dek?" Suara Zaskia bergetar, antara kecewa dan malu.

"Maaf Kak, aku... Aku khilaf!" Jawab Rayhan.

Zaskia menggigit bibirnya, menguatkan hatinya untuk segera mengambil sebuah keputusan yang menurutnya buruk dari yang terburuk. "Khilaf... Setiap hari kamu bangun kesiangan, kamu bilang itu khilaf." Zaskia memandang adiknya sembari menggembungkan kedua pipinya dengan tatapan manja, membuatnya terlihat manis.

"Eh..." Rayhan terdiam.

Jawaban Zaskia sungguh di luar dugaan, Rayhan pikir Kakaknya akan membahas masalah dirinya yang kemarin nekat hendak mencabulinya. Atau jangan-jangan, Kakaknya memang tidak ingin membahas kejadian kemarin.

"Kalau Kakak nasehatin tuh denger." Tiba-tiba Zaskia menjewer kuping Rayhan.

"Adu... Du... Iya Kak! Ampun." Rengek Rayhan, sembari memegangi tangan Zaskia yang tengah menjewer kupingnya. "Udah Kak, sakit..." Melas Rayhan lagi.

"Makanya jangan nakal." Omel Zaskia.

Rayhan mengelus-elus kupingnya, sembari tersenyum kearah Zaskia. "Jadi aku di maafin ni Kak." Harap-harap cemas Rayhan.

"Di maafin tapi ada satu syarat?"

"Ya, kok pake syarat." Lirih Rayhan mendumel.

Zaskia melipat kedua tangannya, bersiap mengomeli Adiknya. "Mau di maafin gak? Atau mau Kakak jewer lagi." Ancam Zaskia.

"Iya, iya, apa syaratnya."

"Mulai besok kamu harus bangun sendiri, Kakak gak akan bangunin kamu lagi." Ucap Zaskia dengan mimik wajah yang serius. Rayhan yang mendengar ucapan Zaskia merasa kecewa, karena itu artinya dia sudah tidak bisa lagi bermesra-mesraan dengan Kakak Iparnya.

Senyum sumringah yang tadi tergambar di wajahnya mendadak hilang. "Iya Kak, mulai besok aku akan bangun pagi." Janji Rayhan, ia sadar apa yang telah ia perbuat kemarin pagi sudah sangat keterlaluan.

"Janji..." Zaskia menyodorkan jari kelingkingnya.

Rayhan tersenyum sembari mengikat jari kelingkingnya dengan jari kelingking Zaskia. "Janji..." Jawab Rayhan mantab.

"Berarti mulai besok gantian kamu yang harus membangunkan Kakak." Lanjut Zaskia, dan lagi-lagi membuat Rayhan kebingungan. Apakah itu artinya mereka masih bisa bermesraan? Sebenarnya apa yang di inginkan Zaskia dari Rayhan?. "Denger gak..." Zaskia mencubit perut Adiknya yang membuat Rayhan tersadar.

"Aduh... Eh iya Kak." Kaget Rayhan.

Cubitan Zaskia turun kebawah, menuju selangkangan Rayhan. "Kakak gak akan bangun, sampe kamu bangunin Kakak." Ancam Zaskia.

"Aduh... Eh iya Kak." Rengek Rayhan.

Dengan lembut Zaskia meremas kemaluan Rayhan. "Sakitkan? Ini hukuman buat Adek nakal." Katanya, dengan suara mendayu. Mendengar hal tersebut tentu saja membuat Rayhan senang.

Sebagai ungkapan rasa sayangnya, Rayhan memeluk pinggang ramping Kakaknya, dan pada saat bersamaan jemari Zaskia menyusup masuk ke dalam celana boxer Adiknya, ia menggenggam, mengurut batang kemaluan Adiknya.

Rasanya Rayhan sangat merindukan sentuhan tersebut, walaupun baru satu hari ia tidak merasakannya.

"Ssttt... Kak! Adek sayang Kakak." Bisik Rayhan.

Jemari telunjuk Zaskia mengusap cairan pelumas yang mengambang di ujung kepala penis Rayhan. "Kakak juga sayang Adek..." Jawab Zaskia dengan berbisik.

"Maafin aku ya Kak." Ucap Rayhan tulus.

Zaskia mengerti kemana arah ucapan adiknya. "Kamu gak salah sayang, karena... karena... Kakak juga menginginkannya, hanya saja Kakak lebih suka melakukannya dengan cara ini." Aku Zaskia seraya memejamkan matanya ketika merasakan sentuhan lembut di payudaranya. "Dek... Ssttt... Jangan nakal lagi ya..." Bisik Zaskia.

"Iya Kak... Aduh... Aahkk... Sakit Kak... Ampun... Aku gak akan nakal lagi." Desah Rayhan di selingi dengan beberapa kalimat drama.

Zaskia semakin cepat mengocok kontol Adiknya. "Makanya jangan bandel." Omel Zaskia, sembari memanjakan kontol Rayhan dengan tangannya.

"Kak... Ssttt... Kak..." Desah Rayhan, tubuhnya menegang, menandakan kalau ia hampir sampai.

Sadar kalau Adiknya hampir klimaks, Zaskia semakin mempercepat kocokannya, hingga akhirnya. Croooottss... Croootss... Croooottss... Sperma Rayhan meluber di jemarinya.

Sejenak suasana mendadak hening, mereka berdua saling pandang, dan sedetik kemudian Rayhan memberanikan diri mengecup mesra bibir Kakaknya. Zaskia memejamkan matanya, membiarkan Rayhan mengulum bibir merahnya.

"Adek sayang Kakak." Lirih Rayhan.

Zaskia tersenyum. "Kakak juga sayang Adek... Jangan bandel lagi." Nasehat Zaskia, ia tidak ingin adiknya memperlakukan dirinya seperti hari itu.

"Janji Kak."

"Sana kamu tidur, nanti besok kamu malah jadi kesiangan! Ingat ya, besok jangan lupa bangunin Kakak." Ujar Zaskia mengingatkannya, dan tentunya Rayhan tidak akan lupa.

"Siap bos."

*****


Farah

05:30

Seperti biasa, selesai shalat subuh KH Shamir di sibukkan dengan membaca kitab, mengulangi hafalannya, walaupun semua ayat-ayat yang ada di dalam kitab tersebut sudah berada di luar kepalanya sanking khatam nya. Tetapi walaupun begitu, KH Shamir yang rendah hati tetap masih belajar dan mau mengulangi pelajarannya.

Ketika ia sedang khusuk-khusuknya, Farah menghampiri KH Shamir sembari membawa segelas kopi hangat untuk mertuanya itu.

"Ini Bi, kopinya." Farah meletakan segelas kopi itu di atas meja.

KH Shamir mengangkat wajahnya. "Terimakasih Nak... Kopinya." Lirih KH Shamir dengan raut wajah tegang, menatap menantunya.

Tepatnya KH Shamir tengah menatap bagian dalam kerah leher gaun yang di kenakan Farah saat ini.

Tampak sepasang pepaya muda menggantung indah di balik gaun yang di kenakan Farah. Puting yang besar berwarna kemerah-merahan, mengintip malu-malu di balik gaun tidurnya yang seksi.

Gleeek...

Mata keriput KH Shamir seakan tidak mau berkedip, memandangi penampilan Farah pagi ini yang terlihat sangat seksi.



Gaun tidur sutra dengan motif plain yang di kenakan Farah terlihat seksi di mata KH Shamir. Layaknya seorang pria normal, sudah sewajarnya kalau KH Shamir yang notabenenya seorang duda menjadi terpesona dengan penampilan menantunya itu.

"Abi..." Panggil Farah.

KH Shamir tersentak sadar. "Astaghfirullah..." Shamir mengusap wajahnya, menenangkan dirinya atas kekhilafannya barusan.

"Kenapa Bi? Abi sakit..." Farah duduk di samping mertuanya.

"Eng... Enggak apa-apa kok Nak Farah." Jawab KH Shamir terbata-bata. Dirinya sangat gugup saat ini, berada di dekat seorang wanita seksi, yang tak lain adalah menantunya sendiri.

Godaan seakan tidak mau berhenti sampai di situ saja. Tiba-tiba Farah menarik tangan KH Shamir, dan meletakan tangannya diatas pangkuannya. "Abi kayaknya kecapean." Ujar Farah, sembari memijit lengan KH Shamir.

"Ehm... Ya, mungkin karena lagi banyak kerjaan."

"Abi banyak-banyak istirahat ya, kalau nanti Abi sakit siapa yang repot?" Farah tersenyum manis, membuat KH Shamir semakin salah tingkah. "Kalau Abi butuh bantuan, bilang aja sama Farah, pasti Farah bantu." Sambungnya, ia tersenyum penuh arti.

"Iya Nak Farah, terimakasih ya."

"Sama-sama Bi." Jawab Farah, sembari memijit lengan KH Shamir.

Diam-diam KH Shamir memperhatikan belahan dada Farah yang mengintip malu-malu di balik gaun tidur menantunya.

Sejenak KH Shamir teringat kejadian beberapa hari yang lalu, sebuah kejadian yang membuat KH Shamir benar-benar shock di buatnya. Sebenarnya KH Shamir sudah berusaha melupakannya, dan menganggap kejadian tersebut tidak ada. Tetapi penampilan Farah hari ini, mau tidak mau mengingatkannya dengan kejadian malam itu, ketika dirinya memergoki Farah masturbasi sembari menyebut namanya.

Apa mungkin dia sengaja melakukannya? Bisik hati KH Shamir.

KH Shamir sadar kalau menantunya ini sangat cantik, dan beberapa kali ia tergoda. Seandainya KH Shamir hanyalah pria biasa, mungkin ia akan membalas godaan Farah. Tapi dia seorang kiyai, tidak sepatutnya dia membiarkan kedekatan mereka semakin intim.

Bagaimanapun juga Farah adalah menantunya, ia harus bisa bersikap tegas terhadap menantunya itu, agar tidak menimbulkan kekhilafan.

"Astaghfirullah.... Maaf Nak Farah." KH Shamir menarik tangannya.

Farah tampak bingung melihat reaksi Mertuanya. "Ada apa Abi?" Tanya Farah, menatap KH Shamir yang hanya menundukkan wajahnya.

"Maaf Nak Farah, apakah Nak Farah bisa ganti pakaian dulu?" Pinta KH Shamir.

"Emang kenapa dengan pakaianku Abi? Ada masalah?" Tanya Farah, sembari memperhatikan pakaiannya.

"Nak Farah, kita ini bukan muhrim, rasanya tidak pantas Nak Farah mengenakan pakaian seperti itu, bagaimanapun juga Abi seorang laki-laki, dan Nak Farah seorang perempuan." Nasehat KH Shamir kepada menantunya.

Farah menggeser duduknya. "Maaf Abi, kalau Farah terlihat murahan di depan Abi." Farah berkata Lirih dengan tatapan sedih.

"Bukan itu maksud Abi."

"Gak apa-apa kok Abi, kalau Abi tidak suka Farah di rumah ini, Farah akan pergi." Dengan punggung tangannya Farah mengusap air matanya. "Abi jaga kesehatan ya." Sambung Farah, membuat KH Shamir jadi merasa sangat bersalah.

"Astaghfirullah... Abi tidak bermaksud seperti itu Nak!" KH Shamir mencoba menjelaskan maksud dari ucapannya barusan.

"....." Farah terdiam sembari terisak.

"Nak Farah dengarkan dulu! Maksud Abi berkata seperti itu, bukan karena Abi membenci nak Farah. Abi sangat sayang sama nak Farah, tapi bagaimanapun juga Abi seorang laki-laki dewasa dan Nak Farah seorang wanita dewasa, kalau Nak Farah memakai gaun terbuka seperti itu bisa membuat Abi bersyawat." Aku KH Shamir, mencoba menjelaskan maksud ucapannya agar Farah tidak tersinggung.

"Emangnya kenapa kalau Abi bersyahwat sama Farah? Apa yang salah?" Bela Farah.

KH Shamir tampak menghela nafas. "Kamu menantu Abi, Istri dari anak Abi." Tegas KH Shamir kepada Farah.

"Apa Farah salah menggap Abi seperti orang tua Farah sendiri? Apa Farah salah ingin berbakti kepada orang tua sendiri." Sengit Farah, mendebat ucapan Mertuanya.

"Tidak ada yang salah, yang salah itu Abi." Lirih KH Shamir.

Farah membuang wajahnya ke samping. "Salah kenapa? Karena Abi bersyahwat sama Farah?" Tanya Farah manja.

"Iya." Aku KH Shamir.

"Salah benarnya itu tergantung sama Farah! Dan bagi Farah Abi tidak salah, dan Abi tidak akan pernah salah di mata Farah." Tegas Farah sembari beranjak dari duduknya, ia menatap KH Shamir dengan sedih, kemudian beranjak pergi dari hadapan KH Shamir.

Sementara Kh Shamir hanya bisa mematung, memandangi menantunya yang pergi begitu saja, meninggalkan dirinya dengan perasaan campur aduk, yang sulit di mengerti oleh KH Shamir.

*****



Zaskia

Zaskia yang sudah bangun lebih dulu tampak gelisah menunggu Rayhan yang tidak kunjung ke kamarnya untuk membangunkan dirinya. Zaskia sudah menduga, adiknya itu pasti tidak akan bangun, membuat Zaskia sangat kecawa.

Tetapi dugaan Zaskia ternyata salah, tiba-tiba ia mendengar suara pintu yang terbuka.

Detak jantung Zaskia berdegup kencang, dirinya mendadak gugup. Kepanikan semakin di rasakan Zaskia ketika ia mendengar langkah kaki yang semakin mendekatinya.

Tempat tidurnya sedikit bergoyang ketika Rayhan duduk di sampingnya. Berulangkali Zaskia menghela nafas.

"Kak..." Rayhan menggoyangkan lengan Zaskia.

Zaskia tidak bergeming, ia tetap diam, menunggu aksi yang lebih berani dari adiknya. "Bangun Kak, nanti kesiangan aku yang di marahin." Omel Rayhan, sembari mengguncang-guncang tubuh Zaskia.

"Bentar lagi!" Zaskia menarik selimutnya lebih tinggi.

Jujur Zaskia sangat gugup saat ini, di sisi lain ia menginginkan kenakalan Rayhan, tapi di sisi lain ia juga merasa berdosa kepada Suaminya yang telah mempercayakan dirinya bersama Rayhan.

Sejenak Rayhan terdiam, ia tersenyum kecil menatap Kakak Iparnya yang tengah memejamkan matanya.

"Astaghfirullah... Bangun Kak." Suruh Rayhan lagi sembari menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur Kakaknya.

Lagi Rayhan terpaku memandangi wajah cantik Kakak iparnya, bibir merahnya seakan mengundang untuk di sentuh. Walaupun sempat ragu, tetapi Rayhan memberanikan dirinya menyentuh wajah cantik Kakaknya, membelai hidungnya, hingga turun menujur bibir merah Zaskia.

Tubuh Zaskia terasa merinding, saat jemari Rayhan membelai lembut wajahnya, mengelus bibirnya yang indah.

Perlahan Zaskia membuka mulutnya, sehingga jemari Rayhan bisa masuk ke dalam mulutnya. Lagi tubuh Zaskia merinding, ketika jemarinya membelai lidah Zaskia yang terasa lembut.

"Kak..." Panggil Rayhan lagi.

Zaskia mengulet sebentar, tetapi tidak ada tanda-tanda Zaskia akan bangun.

Rayhan menarik perlahan selimut yang di kenakan Zaskia. Mata Rayhan membeliak saat selimut yang di kenakan Zaskia, tidak lagi menutupi tubuh indahnya. Tampak pagi ini Zaskia mengenakan sebuah lengerie berwarna hitam yang sangat tipis hingga membuatnya transparan.



Jangan di lihat Dek... Ya Tuhan... Aku malu... Aku malu... Jerit hati Zaskia, tapi anehnya ia malah semakin basah.

Berulang kali Rayhan menelan air liurnya, menatap payudara Zaskia yang berukuran 34DD, yang membayang di balik gaun tidurnya yang seksi. Ukuran payudara Zaskia yang besar, mengingatkannya dengan Kimi Hime salah satu YouTubers game favoritnya.

Sembari memejamkan matanya, Zaskia menggigit bibir bawahnya. Ia tau keputusannya mengenakan lingerie seksi sangatlah berani, tetapi mau bagaimana lagi, hatinya menginginkan Adiknya untuk melihat dirinya dari sisi yang berbeda.

Rayhan bukan main senangnya, melihat penampilan Zaskia yang begitu menggoda. Ia tau kalau Kakaknya sengaja memakai gaun tidur seksi untuk dirinya.

"Kak..." Lirih Rayhan dengan suara berat.

Mata pemuda itu menelusuri lekuk tubuh Zaskia yang indah di balik lingerie, matanya berhenti tepat di sebuah bukit kecil yang di tutupi kain berbentuk segitiga kecil yang juga berwarna hitam.

Zaskia menekuk lututnya keatas, seakan ingin memperlihatkan keindahan pahanya.

"Bangun Kak... Sudah siang." Pinta Rayhan. Telapak tangannya menjamah pelan payudara Zaskia, ia meremasnya dengan lembut membuat tubuh sang dara cantik menggeliat.

Tidak sampai di situ saja, Rayhan semakin berani menyentuh, memilin lembut puting Zaskia yang sudah menegang.

"Aahkk... Sstttt... Eehmm..." Desah Zaskia, ia tampak mulai gelisah.

"Kak..." Panggil Rayhan lagi.

Tetapi kali ini Zaskia memutuskan untuk bangun. "Sebentar lagi Dek, masih ngantuk." Rutuk Zaskia, pura-pura marah karena Rayhan mengganggu tidurnya. Kemudian Zaskia bangkit sebentar dan kemudian bergeser mendekat, membaringkan kepalanya diatas perut Rayhan.

Ya Tuhan, kenapa kamu semakin berani Zaskia?

"Nanti kalau sampe kesiangan jangan salahkan aku ya." Omel Rayhan.

Zaskia tidak mengubrisnya, ia meletakan tangannya diatas paha Rayhan, membelainya hingga ke selangkangan Rayhan. Dengan lembut Zaskia membelai kontol Rayhan yang telah berdiri tegang di balik celananya.

Besar sekali kontol kamu Dek... Gumam Zaskia di dalam hati.

Seakan tidak mau kalah dari Kakaknya, Rayhan mulai membelai tubuh Kakaknya, dari punggung hingga ke pinggulnya, lalu turun ke pantat Zaskia. Remasan-remasan kecil Rayhan, membuat tubuh Zaskia bergetar nikmat. Pok... Pok... Pok... Berulang kali Rayhan menepuk pantat Zaskia.

"Kak..."

"Aahkk... Stttt... Eeehmm..." Desah Zaskia, pantatnya bergoyang pelan, ketika Rayhan menggosok-gosok memeknya dari luar g-string yang ia kenakan.

Rayhan menarik tali g-string tersebut keatas, lalu menggerakannya naik turun, hingga bibir kemaluan Zaskia bergesekan dengan g-string yang ia kenakan, membuat kemaluannya semakin banyak memproduksi lendir.

Tidak... Jangan lakukan itu Zaskia. Jerit Zaskia saat jemarinya dengan perlahan menarik celana pendek adiknya.

Gleeeek... Zaskia sampai menahan nafas, melihat kontol Rayhan yang jaraknya hanya beberapa centi dari wajahnya. Karena tidak tahan, Zaskia nekat menggenggam kontol Rayhan, ia mengurutnya, membelai kontol Rayhan yang entah sudah berapa kali ia lakukan.

Zaskia menggigit bibirnya saat melihat cairan bening di ujung lobang kontol Rayhan. Entah kenapa ia merasa sangat penasaran ingin mencicipinya.

Gimana ya rasanya? Apa aku jilat aja... Tidak... Tidak... Jangan lakukan itu, tapi...

Lidahnya terjulur, dengan ujung lidahnya ia menjilati cairan tersebut. Asin... tapi nikmat, membuat Zaskia tidak bisa berhenti. Lidahnya mulai menjilati sebagian batang kontol Rayhan yang mampu di jangkau lidahnya, layaknya ia sedang menjilati sebatang es cream.

Tentu saja Rayhan menikmatinya, dan perbuatan Zaskia membuat Rayhan makin berani. Ia menyampirkan tali g-string Zaskia ke samping, lalu dengan lembut ia membelai bibir kemaluannya Zaskia dengan jarinya, hingga ia dapat merasakan hangatnya cairan cinta Zaskia.

Wajah Zaskia merona merah, ini kali pertama memeknya di sentuh oleh pria lain, dan parahnya lagi saat ini ia sudah sangat basah.

"Sstttt... Ehmmm.... Hah... Hah..." Lenguh Zaskia.

Jemari Rayhan menyapu anak rambut Zaskia yang menutupi wajahnya, sehingga ia dapat melihat lidah Zaskia yang tengah menjilati kontolnya.

Mata Zaskia terpejam saat merasakan jari telunjuk Rayhan menusuk masuk ke dalam cela sempit memeknya yang terasa hangat dan menjepit itu. Bahkan Rayhan dapat merasakan kedutan memek Zaskia di jarinya.

Ingin rasanya Zaskia melompat pergi seperti yang di lakukannya tempo hari, tetapi anehnya ia seakan tidak punya tenaga untuk menolak sentuhan jemari adiknya.

Apa yang kamu lakukan Dek! Sssttt... Ya Tuhan... Aaahkk... Kenapa enak sekali... Aku tidak bisa... Tidak bisa...

Zaskia membuka mulutnya melahap kontol Rayhan. Deg... Zaskia seakan baru tersadar saat kontol Rayhan sudah berada di dalam mulutnya. Aku mengulumnya... Lirih Zaskia, ia mencoba berhenti, tapi yang terjadi ia malah menghisapnya.

Jangankan Zaskia, Rayhan pun sangat terkejut dengan apa yang di lakukan Kakaknya. Rayhan tidak menyangkah kalau Kakaknya akan berbuat sampai sejauh itu.

Tubuh Rayhan menegang, saat kontolnya di hisap oleh Kakaknya.

Sembari menikmati kuluman Kakaknya, Rayhan semakin bersemangat menyodok-nyodok lobang peranakan Kakaknya yang semakin basah, sesekali ia beralih ke clitoris Zaskia yang mulai membengkak merah.

"Aaahkk... Sluupss... Sluuuppsss... Eehmmppss... Sluuuppsss..." Desah Zaskia, di sela-sela memanjakan kontol Rayhan dengan mulutnya.

Jemari Rayhan semakin cepat mengocok-ngocok memek Kakaknya, membuat Zaskia makin keenakan oleh kocokan jemari Rayhan. Pinggulnya tersentak-sentak, menggeliat, meliuk-liuk keenakan, sementara cairan cintanya membanjir semakin banyak membasahi tempat tidurnya.

"Eenggkk..." Zaskia melenguh panjang, sembari memuntahkan cairan cintanya.

Creeeetttss... Creeettss... Creeettss...

Rayhan mencabut jemarinya yang di penuhi oleh cairan cinta Zaskia.

Seakan tidak mau kalah dari Adiknya, Zaskia semakin intens menghisap, menjilati kontol Rayhan, dengan di selingi kocokan jemarinya di batang kemaluan Rayhan yang terasa semakin hangat. Tiba-tiba... Croooottss... Croootss... Croootss... Zaskia yang tidak siap, terpaksa menerima sperma Rayhan di dalam mulutnya.

Ya Tuhan... Aku menelannya. Jerit hati Zaskia.

Zaskia memejamkan matanya, ia benar-benar tidak mengerti kenapa ia bisa melakukannya sampai sejauh itu. Bahkan ia sampai menelan sperma Rayhan. Dan anehnya, ia sama sekali tidak merasa jijik ketika sperma Rayhan tertelan olehnya.

Suasana mendadak hening, perasaan Zaskia saat ini benar-benar campur aduk, antara bahagia, puas, dan rasa bersalah yang membuncah di hatinya. Bayangan wajah Suaminya seakan menari-nari di kelopak matanya, tetapi semuanya sudah terlambat, dirinya sudah melakukan oral sex dengan Adiknya.

Haruskah dia marah atas apa yang terjadi saat ini? Atau...

"Kak bangun..." Panggil Rayhan memecah keheningan.

Zaskia menggeliat, pura-pura bangun dari tidurnya. "Isstt... Adek, ganggu orang lagi enak tidur aja." Omel Zaskia.

"Sudah jam 6 Kak." Omel Rayhan.

"Hah... Serius?" Ujar Zaskia kaget, ia beranjak duduk sembari melihat jam di dinding kamarnya. "Astaghfirullah... Adek, kita jadi gak shalat lagikan?" Omel Zaskia.

"Ehmmm..." Rayhan menggaruk-garuk kepalanya. "Yang gak bangun-bangun siapa, yang di salahin siapa?" Rutuk Rayhan.

"Oh... jadi menurut kamu Kakak yang salah."

Rayhan menggelengkan kepalanya. "Eh... Enggak-enggak aku yang salah." Ucap Rayhan, dengan raut wajah pura-pura ketakutan melihat Kakaknya.

"Bagus... Bagus... Udah ah, Kakak mau mandi dulu." Ucap Zaskia sembari tersenyum manja, dia seperti anak remaja yang tengah di mabuk asmara.

Ia turun dari tempat tidurnya, berdiri dan hendak keluar kamar. Tapi tiba-tiba tubuh Zaskia limbung hingga ia kembali terjatuh. Dan Bleeesss.... Sesuatu yang besar tiba-tiba menancap ke dalam lobang memeknya.

Kontol Rayhan? Gumam hati Zaskia.

Rayhan terdiam membisu, ia tidak percaya kalau saat ini Kakaknya tengah duduk diatas pangkuannya, dan parahnya kontol Rayhan tidak sengaja menusuk memek Kakaknya.

"Ya Tuhan." Jerit kecil Zaskia.

Wanita Soleha itu dapat merasakan, betapa panjang dan gemuknya kontol Rayhan, hingga membuat memeknya terasa begitu penuh. Sesuatu yang tidak pernah ia rasakan ketika sedang bercinta dengan Suaminya.

Secara naluri Rayhan perlahan memeluk perut Kakaknya. "Kakak gak apa-apa?" Tanya Rayhan, suaranya terdengar berat, menahan gejolak birahi yang membuncah di sanubarinya.

"Sstttt... Gak apa-apa!" Lirih Zaskia bingung.

Ya Tuhan apa yang harus kulakukan? Kontol Rayhan ada di dalam memekku saat ini.

Hati Zaskia menjerit, dia tau apa yang harus ia lakukan saat ini, tetapi tubuhnya seakan menolak menuruti jeritan hatinya, membuatnya menjadi serba salah, antara harus menuruti kemaluan tubuhnya, atau hatinya.

Zaskia mencoba bangkit, tapi baru terangkat sedikit, pantat Zaskia kembali jatuh keatas selangkangan Rayhan. "Aahkk..." Jerit Zaskia, merasakan hentakan kontol Rayhan menembus rahimnya.

Kedua kakinya terasa kehilangan tenaga, Zaskia juga tidak mengerti kenapa bisa seperti itu. Tubuhnya terasa sangat lemas.

"Kakak gak apa-apa?" Tanya Rayhan pelan, pemuda itu juga terlihat panik.

Zaskia memejamkan matanya, ia tidak bisa bohong kalau tusukan kontol Rayhan membuat memeknya terasa penuh dan nikmat. "Ssttt... Badan Kakak lemes Dek... Ughkk..." Desah Zaskia, ia sedikit menggerakkan pinggulnya.

"Kakak istirahat dulu aja ya, jangan di paksa." Bisik Rayhan, ia tidak tau harus mengatakan apa lagi. Reflek tangan kirinya naik keatas, menjamah payudara Zaskia.

Berdiri Zaskia... Lawan nafsumu, kamu wanita Soleha bukan wanita murahan, jangan kalah oleh nafsumu. Ingat suami kamu Zaskia, ingat...

Zaskia... Zaskia... Bukan kemauan kamu, dan bukan salah kamu. Kenapa kamu harus merasa bersalah kepada Azzam? Coba kamu rasakan Zaskia, kontol Rayhan jauh lebih panjang dan lebih besar di bandingkan milik Suamimu, apa kamu yakin ingin melewatkan momen ini? Yakin kamu tidak akan menyesal?


Batin Zaskia bergejolak, terjadi peperangan yang luar biasa di dalam hatinya saat ini, antara ingin segera menghentikan perzinahan mereka sekarang, atau tetap meneruskannya.

Kembali bayangan wajah Suaminya melintas di dalam ingatannya, bayangan Suaminya ketika mereka sedang bercinta.

Maafkan aku Mas...

Kedua telapak tangan Zaskia meremas paha Adiknya, dengan perlahan ia menarik pinggulnya, lalu menurunkannya lagi. "Aaahkk..." Lenguh nikmat Zaskia merasakan kemaluannya yang kini terasa penuh oleh sumbatan kontol Rayhan.

Jangan lakukan itu Zaskia... Jangaaan... Sadar Zaskia... Lawan nafsunya. Hati Zaskia menjerit tak karuan.

Bukan main kagetnya Rayhan dengan apa yang di lakukan oleh Kakaknya. Gerakan perlahan naik turun yang di lakukan Zaskia, membuat permukaan luar kulit kemaluannya bergesekan dengan dinding vagina Kakaknya yang terasa hangat dan legit.

Nafas Rayhan memburu, tubuhnya menegang menikmati setiap gesekan yang terjadi diantara kedua kelamin mereka.

"Kak..." Lirih Rayhan tidak percaya.

Zaskia menggigit bibirnya, ia sangat malu, tapi tubuhnya tidak mau berhenti. "Sssttt... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Zaskia di tengah gerakan pantatnya yang tengah naik turun diatas selangkangan tubuh Rayhan.

Tubuh indah Zaskia tampak menegang hebat, ia merasakan badai orgasme akan segera menggulung dirinya. "Eeengkk...." Zaskia meringkik, saat orgasme itu tak bisa ia hentikan.

Creeeetsss... Creeeett... Creeettss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....


Mulut Rayhan menganga lebar saat merasakan hangatnya lendir cinta Zaskia yang kini tengah menyelimuti kontolnya.

Sejenak suasana mendadak hening, mereka berdua sibuk dengan pikiran mereka masing-masing atas apa yang barusan terjadi. Setelah kesadarannya pulih, Zaskia segera beranjak dari pangkuan Adik iparnya.

"Kak..." Panggil Rayhan.

Zaskia tidak mengubris panggilan tersebut ia terlalu malu untuk melihat kearah Adiknya. Segera Zaskia berlalu pergi meninggalkan Rayhan yang masih membisu sembari menatap kontolnya yang basah oleh cairan cinta Kakaknya.

"A... Aku berzina dengan Kakak." Gumam Rayhan.

******


Kartika

11:00
Selama beberapa hari suaminya ada di rumah, Kartika merasa menjadi orang yang merdeka. Mertuanya Pak Hasan sama sekali tidak berani mengganggu dirinya, membuat tidurnya kembali nyenyak, tidak di hantui rasa takut.

Tetapi kebahagian itu tidak bertahan lama, karena bagaimanapun juga Suaminya harus kembali ke pesantren Tahfiz Al-fatah.

Zaskia mengantarkan Suaminya dengan perasaan tidak menentu.

"Sayang, mas pergi dulu ya." Pamit Ardi saat mobil travel yang akan mengantarkannya sudah tiba di terminal.

"Iya Mas, hati-hati di jalan, nanti kalau sudah sampai kabari ya Mas." Pinta Kartika dengan berat hati. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi setibanya ia di rumah nanti.

"Nanti Mas kabari." Ardi mengecup mesra kening Istrinya. "Titip salam sama Bapak ya." Ujar Ardi, Kartika hanya mengangguk dengan berat hati. Ingin rasanya ia menceritakan apa yang sudah di lakukan mertuanya kepada dirinya. Tapi bibirnya terasa keluh untuk mengatakannya.

Biarlah ia simpan sendiri rahasia itu, Kartika tidak ingin menghancurkan kepercayaan Suaminya kepada Bapaknya. Ia tidak ingin melihat Suaminya bersedih, seandainya Ardi tau apa yang sudah di lakukan oleh pria mesum itu kepada dirinya.

Sembari melambaikan tangannya, setetes air matanya mengalir melepas kepergian Suaminya.

Sepulangnya dari terminal, Kartika tidak langsung pulang ke rumahnya, ia memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Ia bermaksud ingin tinggal di rumah orang tuanya sementara waktu di saat Suaminya tidak ada di rumah.

Sebenarnya KH Shamir sama sekali tidak keberatan kalau anaknya Kartika mau tinggal di rumahnya, tetapi Farah malah menentangnya.

"Mbak tentu senang kalau kamu tinggal di sini, tetapi bagaimana dengan perasaan Pak Hasan, kalau kamu tinggal di sini Kartika?" Tanya Farah memojokan Kartika. "Mbak takut nanti ia berfikir kalau kamu tidak menyukainya." Nasehat Farah kepada Adik iparnya.

"Tapi Mbak! Bagaimanapun juga ana dan Pak Hasan itu bukan muhrim, rasanya tidak elok kalau kami tinggal berdua dalam satu rumah."

"Astaghfirullah Kartika... Pak Hasan itu orang tua Suami kamu, bukan orang lain. Seharusnya kamu melayaninya dengan baik, bukan malah ingin meninggalkannya. Kalau seandainya Ardi tau kamu meninggalkan Bapaknya sendiri, bagaimana dengan perasaan suami kamu?" Tegas Farah yang semakin memojokan Kartika.

"Benar apa kata Mbakmu Kartika, Abi tidak mau nanti mereka mengira kalau Abi gagal mendidikmu." Tambah KH Shamir yang membuat Kartika makin terpojok.

Ingin sekali Kartika memberitahukan ke orang tuanya apa yang sudah di lakukan Mertuanya kepada dirinya. Tetapi ia tidak sanggup untuk melihat reaksi orang tuanya nanti. Ia tidak ingin membuat orang tuanya jadi kepikiran.

Kartika sudah tidak tau lagi, apa yang harus ia lakukan untuk menghindari Mertuanya. Apakah sekarang dirinya harus pasrah? Menerima setiap perbuatan yang di lakukan Pak Hasan kepadanya?

"Pulanglah... Mertua kamu mungkin saat ini sedang khawatir." Bujuk Farah.

Kartika seakan kehabisan alasan. "Iya Mbak... Terimakasih nasehatnya." Lirih Kartika, wajahnya terlihat kebingungan. "Abi... Tika pulang dulu ya!" Pamit Kartika.

"Iya Nduk, baik-baik ya sama Mertua kamu." Nasehat KH Shamir.

Kartika hanya bisa mengangguk patuh. "Iya Bi." Jawabnya. "Mbak... Titip Abi ya, assalamualaikum..." Kartika beralih ke Farah.

"Titip salam untuk Pak Hasan." Ujar Farah.

Kartika mengangguk sembari memaksakan senyumnya. Setelah itu pergi meninggalkan kediaman orang tuanya dengan perasaan campur aduk. Antara kecewa dan takut yang kini menghantui dirinya.

Selepas kepergian Kartika, KH Shamir merasa ada sesuatu yang di tutupi oleh anaknya, tapi apa? KH Shamir tidak bisa menerkanya.

Lamunan KH Shamir buyar ketika melihat Farah berlalu pergi. "Nak Farah." Panggil KH Shamir. "Maafkan Bapak ya..." Ucap KH Shamir pelan.

Farah mengangguk, lalu pergi meninggalkan Mertuanya ke dalam kamarnya. Sementara Kh Shamir mematung membisu, entah kenapa ia merasa kehilangan sesuatu yang sulit ia jelaskan dengan kata-kata.

*****



Laras

Tampak seorang wanita mengenakan kimono berwarna merah berjalan perlahan menelusurinya rumahnya. Ia berhenti tepat di depan sebuah pintu kamar, ia terlihat ragu saat hendak membuka pintu kamar tersebut, walaupun pada akhirnya ia tetap membukanya.



Seorang pemuda tersenyum menyambut kedatangannya yang membuat sang wanita tertunduk malu.

"Masuk Amma."

Sang wanita tampak ragu, tapi ia menguatkan hatinya. Ia melangkah masuk, sembari menutup pintu kamar tersebut. "Da.... Daniel..." Lirih Laras, tubuhnya gemetar, nafasnya terasa sesak.

"Apa jawaban nya Amma?"

Keraguan kembali menggelayut di hatinya, tapi pada akhirnya ia memutuskan untuk memberikan jawaban sesuai dengan keinginan hatinya yang terdalam, walaupun menyadari jawaban tersebut bukanlah jawaban yang benar.

Jemari halusnya tampak gemetar ketika ia meraih tali kimononya, dengan perlahan ia menarik tali simpul kimononya, membukanya dengan perlahan-lahan hingga kimono itu jatuh kelantai.

"Jadikan Amma budak kamu Dan..." Lirih Laras, seraya menggigit getir bibirnya.

Daniel tersenyum mendengarnya, sembari menatap tubuh telanjang Laras yang kini tengah berdiri di hadapannya.

Pemuda itu memberi isyarat agar Laras mendekatinya dan dengan patuhnya Laras mendekati Daniel, ia bersimpuh di depan Daniel yang tengah duduk di kursi.

"Amma yakin mau jadi budaknya saya?" Tanya Daniel, sembari membelai pipi Laras.

Lagi Laras memantapkan hatinya, ia mengangguk pelan. "Amma yakin Dan..." Jawab Laras dengan suara gemetar.

"Apakah Amma siap, meninggalkan semuanya? Keluarga? Teman? Keyakinan Amma?" Tanya Daniel, ia menatap dalam mata Laras.

"Saya siap..." Jawab Laras, Daniel tersenyum mendengarnya.

Tanpa menunggu perintah Daniel, Laras menarik turun celana boxer yang di kenakan Daniel dengan perlahan. Birahinya bergejolak menatap kontol Daniel yang tengah mengacung, mengintimidasinya.

Dengan perlahan Laras menggenggam kontol Daniel, mengurutnya, mengocoknya naik turun.

"Ssttt... Aahk... Enak sekali..." Racau Daniel.

Laras melahap kontol Daniel, mulutnya bergerak naik turun mengulum kontol keponakannya itu yang kini telah menjadi tuannya atas dirinya.

Sembari menghisap kontol Daniel, jemari Laras mengurut batang kemaluannya, menikmati kontol Daniel dengan rakus, membuatnya kini tak lagi terlihat seperti seorang wanita muslimah. Hampir sepuluh menit Laras memanjakan kontol Daniel, kemudian pemuda itu meminta Laras duduk di sampingnya.

"Mulai sekarang panggil saya tuan saat kita bersama." Perintah Daniel sembari merangkul pundak Laras.

Laras mengangguk. "Iya Tuan... Hamba akan mematuhi semua perintah tuan." Jawab Laras, ia menatap sayu kearah majikannya dengan tatapan penuh birahi.

"Kalau perintah itu menyangkut keluarga Amma, apakah Amma juga mau mematuhinya." Pancing Daniel, ia merangsang payudara Laras dengan membelai puting Laras.

"Apapun... Apapun Tuan." Jawab Laras, ia menyosor melumat bibir Daniel.

Sembari berciuman Daniel merebahkan tubuh Laras, telapak tangannya membelai meremas-remas payudara Laras, mencubit pelan putingnya yang kian membesar, membuat nafas sang Ahkwat mulai memburu.

Ciuman Daniel turun kebawah, ia menjilati permukaan payudara Laras, lalu berhenti di putingnya yang mencuat.

"Aaahkk... Tuaaaan... Terus Tuan..." Rintih Laras.

Sesekali Daniel memperhatikan raut wajah Laras yang tampak merem melek. "Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss..." Daniel menghisap, menyedot puting Laras secara bergantian.

"Oughk... Aaahkk... Hah... Hah..."

Tubuh Laras tampak gelisah, menggeliat, meliuk-liuk liar. Matanya merem melek, kepalanya menoleh ke kiri dan kanan.

Puas bermain dengan payudara Laras, Daniel turun kebawah, ia menelusuri perut Laras dengan lidahnya, terus turun menuju pubik vagina Laras yang di tumbuhi rambut kemaluan yang cukup rindang itu.

"Tuaaaan... Jilat memek hamba..." Pinta Laras.

Daniel membuka kedua kaki Laras. "Memek lonte..." Lirih Daniel, sembari menatap nanar kearah bibir kemaluan Laras yang terlihat seperti tirai berwarna merah mudah.

"Memek lonte Tuan gatal... Aaahkk... Jilat Tuaaan..." Laras Sampai memohon agar Daniel mau melakukannya.

Beberapakali ia mencium kemaluan Laras, baru setelah itu ia menjilatinya. Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sruuuupsss... Dengan perlahan ia menyapu permukaan berlendir itu, menggelitik clitorisnya yang mulai membengkak. Sesekali ia menyeruput clitorisnya.

"Aaaaahkk... Aaahkk... Hah... Hah..." Lenguh Laras.

Sembari menjilati clitorisnya, Daniel mencelupkan kedua jarinya ke dalam lobang peranakan Laras yang terasa hangat. Dengan gerakan perlahan ia mendorong jarinya keluar masuk, menusuk dalam, kedalam lobang memek Laras yang sudah sangat becek itu.

Tubuh Laras menggelinjang, kedua jemarinya meremas erat seprei tempat tidur keponakannya sanking nikmatnya.

Payudaranya yang besar tampak berayun, mengikuti irama nafasnya yang kian memburu.

"Oughk... Aaahkk... Tuaaan... Aaahkk..."

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Semakin lama gerakan jemari Daniel semakin cepat, hingga akhirnya ia menggelinjang hebat, menandakan ia baru saja mendapatkan orgasmenya. Selama beberapa detik tubuh Laras terhentak-hentak, menikmati orgasmenya.

Daniel menarik jemarinya saat orgasme Laras mulai meredah. Ia memperlihatkan jemarinya yang basah oleh cairan najis Laras.

"Bersihkan Amma." Suruh Daniel.

Laras melahap kedua jari Daniel, mengenyotnya dengan gemas.

Tangan kiri Daniel menuntun kontolnya, diantara lipatan memek Laras yang sudah siap menerima terpedonya. "Apakah Amma mau berzina dengan keponakan Amma sendiri?" Goda Daniel, sembari menggesek-gesekkan kontolnya di depan bibir kemaluan Laras.

Laras terdiam sebentar sembari menggigit bibirnya. "Mau Tuan... Zinahi Amma sekarang? Ssttt... Jangan ragu Tuan, aku budakmu." Melas Laras, sembari menggoyangkan pinggulnya, mencari kontol Daniel.

"Bukankah zinah itu dosa Amma..." Bisik Daniel. "Apakah Amma mau menjadi seorang pendosa?" Pancing Daniel.

"Mau... Jadikan Amma pendosa."

Daniel menatap dalam wajah Laras, dengan perlahan ia mendorong pinggulnya, menekan kontolnya masuk ke dalam lobang surgawi milik Istri KH Hasyim. Tubuh Laras menegang, merasakan tusukan kontol Daniel.

Tangan kiri Daniel menangkup payudara Laras, sembari mengayunkan kontolnya, maju mundur, maju mundur.

"Aahkk... Aaahkk... Aahkk..." Desah Laras.

Semakin lama Daniel semakin cepat menyodok-nyodok memek Laras. "Oughk... Nikmat sekali! Aaahkk..." Lenguh Daniel, ia memilin puting Laras dengan gemas.

"Ughk... Tuan... Aahkk... Sodok lebih kencang..."

"Memek Amma peret banget... Kayak memek perawan, Ughk... Amma... Memek Amma bikin saya ketagihan." Racau Daniel yang semakin kencang menghentak-hentakkan kontolnya ke dalam lobang memek Laras.

Kedua kaki Laras melingkar di pinggang keponakannya, memeluknya dengan mesrah membuat birahi pemuda itu kian menggebu-gebu.

Daniel tidak mau kalah, ia meraih, memanggut bibir Laras. Menciumnya layaknya ia tengah mencium kekasihnya. Laraspun memberikan perlawanan yang tidak kalah ganas, ia menjulurkan lidahnya hingga mereka beradu lidah.

Tidak butuh waktu lama, Daniel kembali membuat Laras menggapai puncaknya. Tubuh indah wanita Soleha itu melejang-lejang, menumpahkan cairan cintanya. "Aaahkk.... Uhmmpss..." Lenguh Laras menikmati orgasmenya.

Danial melepas ciuman mereka, menatap wajah Laras yang tampak merona merah. "Gimana rasanya Amma? Enak..." Goda Daniel.

"Enak... Enak banget Tuan..." Lirih Laras.

"Masih mau lanjut?" Tanya Daniel, ia menyapu bibir merah Laras.

Dengan malu-malu Laras mengangguk. "I-iya masih mau Tuan... Ssttt... Memek saya masih gatal Tuan..." Aku Laras yang semakin berani mengekspresikan apa yang ia rasakan saat ini.

Tampak Daniel tersenyum senang mendengarnya, ia meminta Laras menungging, kemudian sedikit membuka cela kemaluan Laras yang kini sudah sangat basah itu. Dengan perlahan ia kembali menuntun kontolnya masuk ke dalam lobang memek Laras.

Tubuh Laras menegang, merasakan desakan kontol Daniel di dalam tubuhnya. "Aaahkk... Sstttt... Enaaak Tuaaan..." Racau Laras.

"Anggap saja ini bayaran untuk Amma, selama Amma mau mematuhi perintah saya, kontol saya akan selalu ada untuk Amma." Seloroh Daniel, sembari menghentak-hentakkan kontolnya di dalam lobang memek Laras.

Benturan selangkangan mereka berdua, membuat pipi pantat Laras tampak bergelombang, seperti ombak. Daniel membelai, meremas pantat Laras, sesekali ia juga menamparnya.

Laras tampak sangat menikmati setiap gesekan yang terjadi diantara kedua kelamin mereka.

"Aahkk... Aaaaahkk... Aahkk..."

Daniel meraih kedua tangan Laras, ia menariknya kebelakang. "Amaaa... Aaahkk... Memek Amma enak banget... Aaahkk..." Racau Daniel, yang semakin cepat menyodok-nyodok memek Haja Laras yang terasa semakin licin.

"Tuaaaan... Sstt... Terus... Aahkk..." Lenguh Laras, wajahnya tampak memerah nikmat.

Tubuh Laras yang bermandikan keringat tampak telonjak-lonjak nikmat, merasakan setiap sodokan kontol Daniel menghunus kuat kedalam lobang memek Laras, membuat memek Laras yang terasa penuh.

Rasa nikmat inilah yang membuat Laras akhirnya bertekuk lutut di hadapan Daniel. Sebagai seorang wanita, sudah sewajarnya kalau Laras ketagihan di setubuhi oleh keponakannya sendiri.

Tidak butuh waktu lama, Laras kembali mengerang panjang, menandakan kalau ia kembali mencapai puncaknya.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr.....

Creeeetttssss... Creeettss... Creeettss...


*****


Nadia

Malam semakin larut, di saat semua orang terlelap, tampak seorang pria berjalan mengendap-endap masuk ke dalam sebuah rumah melalui jendela. Suasana dalam rumah itu tampak sepi, mengingat penghuninya telah tertidur lelap.

Pria asing itu memasuki sebuah kamar, tampak sepasang suami Istri yang tengah terlelap.

Sembari tersenyum sinis, pria itu diam-diam naik keatas tempat tidur, dan dengan cepat mendekap wajah seorang pria dengan sapu tangannya.

Pria itu terbangun, ia mencoba melawan tapi obat bius yang terdapat di sapu tangan tersebut, membuatnya tidak sadarkan diri.

Cukup lama Jamal tidak sadarkan diri, hingga akhirnya kesadarannya mulai pulih. Ia mengejap-ngejapkan matanya, menatap seorang pria mengenakan topeng yang tengah duduk di tepian tempat tidur di samping Istrinya Nadia yang tampak ketakutan.

Tangannya yang mengkilat berotot bergerak meraih baju tidur Nadia kemudian menariknya dengan keras hingga robek membuat kancing-kancingnya putus. Tampak terpampang sepasang bukit kembar yang begitu indah. Payudara Nadia yang sangat ranum dan padat terpampang jelas. Nampak sekali kalau wajah pria bertopeng itu terkesima.

Kini Jamal benar-benar tersadar, ia mendadak sangat takut. Segala kemungkinan bisa saja terjadi, mengingat pria yang ada di hadapannya saat ini adalah sosok pria yang akhir-akhir ini meneror pondok pesantren.

Sudah beberapa wanita yang menjadi korban kebiadaban pria tersebut.

Jamal yang panik hendak menghampiri pria tersebut, dan pada saat itulah Jamal tersadar kalau tubuhnya terikat.

"Eehmm... Eehmmm... Heeem..." Geram Jamal karena mulutnya yang juga tersumpal kain.

Pria bertopeng itu menoleh kearah Jamal yang tidak berdaya. "Sudah sadar? Hahaha..." Tawa pria bertopeng yang tampak senang melihat Jamal yang tidak bisa berbuat apa-apa di saat ia menikmati Istirnya nanti.

Pria bertopeng itu terus memandangi buah dada Nadia yang sangat sensual itu. Pelan-pelan dia membelai wajah cantik Nadia. Tangannya turun menyentuh tubuh Nadia yang sama sekali tak bisa menolak karena kaki dan tangannya yang juga terikat lakban.

Nadia terlihat sangat panik. Dia memejamkan matanya sambil mengeram, berusaha melepaskan dirinya.

“Hheehh.. Hheehh.. Heehh..”

"Percuma melawan, bukannya Ustadza sudah merasakannya?" Sindir Pria bertopeng di dekat telinga Nadia, membuat Nadia sangat geram.

Tentu saja Nadia tidak akan pernah lupa, kalau pria bertopeng itu pernah memperkosanya.

Mengingat kejadian malam terkutuk itu membuat Nadia mengeluarkan air matanya, ia menangis sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Dan sentuhan pria bertopeng itu tidak berhenti sampai di situ saja. Air mata Nadia, membuat pria bertopeng itu semakin bersemangat menaklukkan Nadia. Telapak tangannya dengan tanpa ragu mengelus-elus dan kemudian meremas-remas buah dada Nadia.

Pemandangan tersebut benar-benar membuat darah Jamal menggelegak marah. Jamal harus berbuat sesuatu yang bisa menghentikan semua ini apapun risikonya. Yang kemudian bisa ia lakukan adalah menggerakkan kakinya yang terikat, menekuk dan kemudian menendangkan ke tepian ranjangnya.

Pria bertopeng itu kaget namun sama sekali tidak bergeming.

“Hey, brengsek. Mau ngapain kamu? Jangan macam-macam. Jangan ganggu istrimu yang sedang menikmati pijitanku,” Pria itu menghardik Jamal.

Dan benar saja, nyali Jamal langsung ciut. Jamal sadar ia tak mungkin bisa berbuat apa-apa lagi. Kini ia hanya bisa menggerutu, meratapi kejadian malam ini.

Dan yang terjadi berikutnya adalah sesuatu Yang benar-benar mengerikan. Pria bertopeng itu menarik robek seluruh pakaian tidur istrinya. Dia benar-benar membuat Nadia telanjang, kecuali celana dalamnya.

Lantas pria itu merebahkan tubuhnya, merapatkan tubuhnya disamping Nadia. Istri Jamal nampak bak rusa rubuh dalam terkaman serigala. Dan kini pemangsanya mendekat untuk mencabik-cabik dan menikmati tubuhnya.

Jamal hanya bisa mengeram marah, melihat perbuatan pria bertopeng kepada Istrinya. Dalam setengah telanjangnya Jamal kian menyadari betapa cantiknya Nadia, istrinya ini, betapa bagian-bagian tubuhnya menampilkan sensualitas yang pasti menyilaukan setiap lelaki yang memandangnya. Rambutnya yang terurai, membuat Nadia terlihat semakin seksi.

Payudaranya yang membusung ranum dengan pentilnya yang merah sebesar biji kacang terlihat sangat menantang. Perut dengan pinggulnya yang.. Uuhh.. Begitu dahsyat mempesona syahwat. Jamal sendiri terheran bagaimana ia bisa menyunting dewi secantik ini.

Tampak pria bertopeng itu menenggelamkan mukanya ke dada Nadia. Pria bertopeng itu menciumi dan menyusu Payudara Istri Jamal seperti bayi. Dia mengenyoti pentil istrinya yang nampaknya berusaha berontak dengan menggeliat-geliatkan tubuhnya yang dipastikan sia-sia saja.

Sementara Jamal hanya pasrah melihat Istrinya di lecehkan tepat di depan matanya.

Dengan gampang dia menjelajahkan moncong bibirnya ke sekujur tubuh Nadia. Dia merangsek menjilat-jilat dan menciumi ketiak istrinya yang sangat sensual itu.

Mulutnya menjarah dengan kenyotan, jilatan dan ciumannya pria bertopeng itu merangsek ke tepian pinggul Nadia dan kemudian naik ke perutnya. Dengan berdengus-dengus dan nafasnya yang memburu dia menjilati puser Nadia sambil tangannya menggerayang ke segala arah meremas dan nampak terkadang sedikit mencakar menyalurkan gelegak nafsu birahinya.

Perlahan tapi pasti, rontahan Nadia semakin melemah. Yang terdengar hanyalah gumamaman dan dengusan mulut Nadia yang tersumpal kain, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai ungkapan penolakannya.

Mungkin ketakutan serta kelelahannya membuat tenaganya mulai terkuras dan lumpuh. Sementara sang pria bertopeng terus melumati perutnya dan menjilat-jilat bagian-bagian sensual tubuhnya.

Kebringasan serta kebrutalan hasrat syahwat pria bertopeng itu semakin meroket ke puncak. Jelas akan memperkosa istrinya di depan suaminya. Dia bangun dari ranjang dan dengan cepat melepasi baju serta celana dekilnya. Pria itu menelanjangi dirinya, yang membuat Jamal terkesima.

Pria bertopeng itu memiliki postur tubuh yang sangat atletis dan menawan menurut ukuran tampilan tubuh lelaki. Dengan warna kulitnya yang coklat kehitaman berkilat karena keringatnya yang tampak terlihat di dadanya, otot lengannya, perutnya begitu kencang seperti atlit binaraga. Tungkai kakinya, paha dan betisnya sungguh serasi.

Yang membuat Jamal sangat terperangah adalah kemaluannya. kontol pria itu begitu mempesona. Muncul dari rimbun rambut kemaluan nya yang lebat.

Kontol pria bertopeng itu tidak hanya gemuk, tapi panjangnya juga di atas rata-rata kemaluan pria biasa pada umumnya, dan nampak sangat serasi dengan warna kulitnya yang hitam legam.

Dalam ketakutan dan panik istrinya Nadia melihat pria bertopeng itu bangun dan dengan cepat melepasi pakaiannya. Begitu pria bertopeng itu benar-benar telanjang Jamal melihat perubahan pada wajah dan mata istrimya. Wajah dan pandangannya nampak terpana, yang sebelumnya layu dan kuyu kini beringas dengan mata yang membelalak.

Mungkin karena ia sanking takutnya atau karena adanya ’surprise’ yang tampil dari sosok lelaki telanjang yang kini ada bersamanya diatas diranjang mereka.

Anehnya pandangannya itu seakan terpaku, hingga ekor matanya mengikuti kemanapun lelaki pria bertopeng itu bergerak.

Walaupun Jamal tak berani menyimpulkan secara pasti, tetapi menurut pendapat Jamal wajah macam itu adalah wajah yang diterpa hasrat birahi. Mungkinkah birahi Nadia bangkit dan berhasrat pada lelaki pria bertopeng itu? yang dengan brutal telah mengikat dan menelanjangi tubuhnya tepat di depan suaminya itu.

Melihat tatapan Istrinya, membuat Jamal terbakar api cemburu. Ia teringat dengan sebuah cerita tentang seorang Istri yang malah menikmati dirinya di perkosa pria lain.

Lelaki pria bertopeng itu turun dari ranjang dan merangkak di depan arah kaki Nadia yang terikat. Dia meraih kaki Nadia yang terikat dan mulai dengan menjilatinya. Lidahnya menyapu ujung-ujung jari kaki Nadia dan kemudian mengulumnya.

Jamal menyaksikan kaki Fatimah yang seakan disengat listrik ribuan watt. Kaget meronta dan melejang-lejang. Jamal tidak tau pasti, apakah itu gerak kaki untuk memberontak atau menahan kegelian syahwatnya. Sementara lelaki bertopeng itu terus menyerang dengan jilatan-jilatannya di telapak kakinya.

Secara bergantian pria bertopeng itu melakukannya pada kedua tungkai kaki istrinya untuk mengawali lumatan dan jialatan hingga menuju puncak nikmat syahwatnya.

“Pak Ustad, istrimu enak banget loh. Boleh aku zinahi ya? Boleh.. Ha ha. Aku zinahi strimu yaa..” Ledeknya, membuat hati Jamal membara.

Jamal yang tergolek seperti batang pisang tak berdaya hanya mampu menerawang dan menelan ludah mendengar ucapan pria bertopeng tersebut.

Namun ada yang mulai merambati dan merasuk ke dalam sanubarinya. Entah kenapa Jamal jadi ingin tahu, seperti apa wajah Istrinya saat kontol pria bertopeng itu nanti menembusi kemaluan Istrinya.

Dan keinginan tahuannya itu ternyata mulai membuatnya terangsang. Dalam ketidak berdayaannya, sembari memandangi ulah lelaki pria bertopeng itu di atas tubuh pasrah istrinya yang jelita kontolnya jadi menegang. Jamal mengalami ireksi.

Jama menyaksikan betapa pria itu merangsek ke Selangkangan istrinya. Dia menciumi dan menyedoti paha mulus Nadia hingga meninggalkan merah cupang di setiap jengkal kulitnya.

Namun yang membuat jantungnya berdegup kencang adalah geliat-geliat tubuh istrinya yang terikat serta desahan dari mulutnya yang terbungkam. Jamal sama sekali tidak melihatnya adanya perlawanan seorang yang sedang disakiti dan dirampas kehormatannya. Ia melihat Istrinya nampak begitu hanyut menikmati ulah pria tersebut.

Jamal memastikan bahwa Nadia telah tenggelam dalam hasrat seksualnya. Dia menggeliat-geliat dan menggoyang-goyangkan tubuhnya, terutama pinggul serta pantatnya. Nadia dilanda kegatalan birahi yang sangat dahsyat dan kini nuraninya terus menjemput dan merindui kenyotan bibir pria tersebut.

Jamal berusaha tetap berpikir positip. Bahwa sangat berat menolak godaan syahwat sebagaimana yang sedang dialaminya. Secara pelan dan pasti kontolnya sendiri semakin keras dan tegak menyaksikan yang seharusnya tidak ia saksikan.

Dan klimaks dari pergulatan perkosaan itu terjadi. Pria bertopeng itu menenggelamkan bibirnya ke bibir vagina Nadia. Dia menyedot dan mengenyoti clitoris Istri Ustad Jamal, dan menyeruakkan lidahnya menembusi gerbang kemaluannya.

Tak bisa di pungkiri, dalam kucuran keringat yang terperas dari tubuhnya Nadia menjerit dalam gumamannya.

Pantatnya semakin diangkatnya tinggi-tinggi. Dia nampak hendak meraih orgasmenya. Bukan main, karena biasanya sangat sulit bagi Nadia menemukan orgasmenya. Dan kali ini belum juga pria itu melakukan penetrasi, dia telah dekat pada puncak kepuasan syahwatnya.

Sedetik kemudian Nadia meraih orgasmenya. Creeettss... Creeettss... Creeettss... Dia mengangkat tinggi pantatnya dan tetap Diangkatnya hingga beberapa saat sambil melejat-lejat.

Nampak walaupun tangannya terikat jari-jarinya mengepal seakan hendak meremas sesuatu. Dan kaki-kakinya yang meregang mengungkapkan betapa nikmat syahwat sedang melandanya. Itulah yang bisa ditampilkan olehnya dikarenakan tangan serta kakinya masih terikat ke ranjang.

Dan sang pria bertopeng itu dengan cepat naik keatas tubuh Nadia, menindih tubuh istrinya, lalu menuntun kontolnya ke lubang vaginanya. Beberapa kali dia mengocok kecil sebelum akhirnya kemaluan yang lumayan besar dan panjang itu menembus dan amblas ditelan memek istrinya.

Pria bertopeng itu langsung mengayun-ayunkan kontolnya ke lubang nikmat yang sepertinya juga di nikmati oleh istrinya, dengan menggoyangkan dan mengangkat-angkat pantat dan pinggulnya agar kontol itu bisa menyentuh gerbang rahimnya.

"Eenggkk... Sssttt... Sssttt..." Desah Nadia.

Pria bertopeng itu menoleh kearah Jamal. "Memek Istrimu ini enak sekali! Aaahkk... Sempit kayak perawan." Ucap Pria tersebut, meledek ketidak berdayaan Jamal.

Jujur Jamal sendiri demikian terbakar birahi menyaksikan peristiwa itu. Khususnya bagaimana wajah istrinya dengan rambutnya yang berkeringat semawut jatuh ke dahi dan alisnya. Jamal tak mampu melakukan apa-apa untuk Melepaskan dorongan syahwatnya.

Genjotan pria bertopeng itu semakin cepat dan sering. Bisa di pastikan bahwa pria bertopeng itu sangat menikmati jepitan memek Nadia. Kontolnya yang semakin keras dan kaku nampak licin berkilat karena cairan birahi yang melumurinya nampak seperti piston diesel keluar masuk menembusi memek istrinya.

Jamal membayangkan betapa nikmat yang melanda istrinya. Dengan kondisinya yang tetap terikat di ranjang, pantatnya nampak naik turun atau menggeliat menimpali pompaan kontol pria bertopeng tersebut.

Sebentar lagi sperma pria bertopeng itu akan muncrat mengisi rongga kemaluan istrinya. Dan nampaknya istrinyapun akan segera mendapatkan orgasmenya kembali. Orgasme beruntun yang di dapat Istrinya yang tidak pernah di dapatkan oleh Nadia selama pernikahan mereka.

Saat-saat puncak orgasme serta ejakulasinya semakin dekat, lelaki itu mendekatkan wajahnya ke wajah Nadia dan tangannya meraih kemudian melepas lakban di mulut Nadia. Namun pria itu tidak memberinya kesempatan untuk teriak. Mulutnya langsung menyumpal mulut Nadia.

Jamal menyaksikan mereka berdua saling berpagutan. Dan itu bukan sebuah lumatan keterpaksaan. Nadia nampak menimpali lumatan bibir pria itu. Mereka tenggelam dalam nikmatnya pagutan. Dan...

Maling itu tiba-tiba melepas cepat pagutannya dan sedikit bangkit. Dia menyambar pisau dapur yang masih ada di dekatnya. Dengan masing-masing sekali sabetan kedua ikatan tangan Fatimah terbebas. Dan pisau itu langsung dilemparkannya ke lantai.

Tangan maling itu dengan cepat memeluk tubuh Nadia serta bibirnya kembali memagutinya. Dan tanpa ayal dan ragu begitu terbebas tangan Nadia langsung memeluk tubuh pria bertopeng itu.

Kini Jamal menyaksikan persetubuhan yang nyaris sempurna. Lelaki bertopeng itu bersama Nadia istrinya langsung tenggelam mendekati puncak syahwatnya.

Hingga akhirnya...

“Aarrcchh.. Cantikk.. Aku keluaarr.. Hhoohh.. Ampun enaknyaa..” Jerit Nadia.

Istrinya mendesis nikmat, dia kembali meraih orgasmenya. Dengan tangannya yang bebas dia bisa melampiaskan gelegak birahinya. Tangannya mencakar punggung pria bertopeng itu dan menancapkan kukunya. Nampak bilur sejajar memanjang di kanan kiri punggungnya merembes kemerahan.

Masih beberapa saat mereka dalam satu pelukan sebelum pada akhirnya pria bertopeng itu bangkit dan menarik kontolnya dari kemaluan istri Jamal.

Jamal dapat menyaksikan spermanya yang kental melimpah tumpah dan meleleh dari lubang vagina Nadia. Sesaat pria bertopeng itu melihat tubuh istrinya Nadia yang tampak lunglai.

Maling bertopeng itu turun dari ranjang, memakai celana dan kaosnya. Tidak sampai 2 menit sejak turun ranjang dia langsung keluar dan kabur meninggalkan sepasang suami istri tersebut yang tampak masih shock dengan kejadian yang baru saja menimpah mereka.

Jamal menghela nafas berat, ia tidak menyangkah kalau dirinya akan menyaksikan Istrinya yang menjadi korban pria bertopeng, bahkan ia menyaksikannya sendiri, melihat bagaimana pria itu menggauli Istrinya.

Tetapi Jamal masih sedikit bersyukur karena Putrinya Helena tidak terlibat dalam masalah ini.

Nadia nampak bengong sambil melihati Suaminya. “Maaf, maass.. Aku harus memuaskan nafsu syahwatnya agar dia tidak menyakiti Mas..” Nadia sudah siap dengan alibinya.

Jamal hanya diam, karena dirinya juga merasa bersalah karena tidak bisa berbuat apa-apa ketika menyaksikan Istrinya di gauli pria bertopeng, bahkan ia malah menikmati Istrinya di perkosa oleh pria lain. Dan entah kenapa Jamal bisa memaklumi perbuatan Istrinya yang menikmati di perkosa oleh pria tersebut, karena memang postur tubuhnya serta kaliber kemaluannya tak mungkin mengimbangi milik pria bertopeng tersebut.

*****

"Maleeeng... Maleeeeng... Maleeeeng..."

Berbondong-bondong penghuni pesantren mengejar pria bertopeng yang baru saja selesai beraksi. Diantara rombongan tersebut, juga tampak Rayhan dan teman-temannya yang ikut mengejar pria tersebut.

Saat mendekati kediaman rumah KH Sahal, tiba-tiba secara mengejutkan pria bertopeng itu menghilang dari pandangan mereka.

"Kemana bajingan itu pergi." Umpat salah satu dari mereka.

"Cepet banget larinya."

"Tadi kayaknya dia lari ke sini, tapi kenapa sekarang dia menghilang."

"Jangan-jangan dia bisa ngilang lagi."

Selagi yang lain sibuk membahas hilangnya sang pria bertopeng, Rayhan memberanikan dirinya pergi ke rumah KH Sahal.

Setelah mengucap salam beberapakali, akhirnya ada yang keluar membukakan pagar untuknya, dan sosok itu adalah KH Sahal yang tengah memakai jubah kebesarannya berwarna putih. Ia menatap heran kearah Rayhan yang celingak celinguk memperhatikan halaman depan rumahnya.

Siapa tau pria bertopeng itu bersembunyi di sekitaran halaman depan rumah KH Sahal.

"Ada apa?"

Rayhan tegelagap. "Anu... Afwan Kiayi! Kami sedang mengejar pria bertopeng, tadi aku lihat ia mengarah ke sini, apa Kiayi melihatnya?" Tanya Rayhan sopan.

"Tidak... Saya tidak lihat." Jawab KH Sahal ketus.

Kemudian tanpa berkata-kata KH Sahal membanting pagar rumahnya. Secara tidak langsung ia mengusir Rayhan.

Pemuda itu berjalan menjauh, tetapi entah kenapa Rayhan merasa heran dengan sikap KH Sahal yang seakan tengah berusaha menutupi sesuatu, tetapi apa? Untuk menghilangkan rasa penasarannya, Rayhan kembali berbalik, ia berjalan ke samping rumah KH Sahal menuju belakang rumah KH Sahal.

Dan tiba tiba..

Bruuuk...

Seseorang melompati pagar KH Sahal dari dalam kediaman KH Sahal.

"Lo... Kok." Bingung Rayhan.

Pria tersebut juga tidak kalah kagetnya melihat Rayhan yang berada di sana. Dengan cepat pria itu langsung mencoba lari, berusaha kabur dari Rayhan yang tentunya tidak akan tinggal diam, ia ikut berlari mengejarnya.

Hingga akhirnya mereka tiba di pinggir danau, tepat tidak jauh dari rumah KH Sahal.

"Kali ini kamu tidak akan bisa kabur." Lirih Rayhan.

"Ckckck... Sepertinya kamu belum jera juga." Ledek pria bertopeng itu sembari memasang kuda-kuda.

Rayhan merangsek maju, ia melakukan tendangan ke udara yang langsung mengarah kewajah pria bertopeng. Walaupun berhasil di blok, tetap saja tendangan Rayhan memberikan efek yang cukup menyakitkan.

Tidak mau kehilangan momentum, dengan gerakan memutar ia mencoba menerjang perut pria bertopeng itu.

Buuuk...

Tendangan Rayhan telak mengenai hulu hatinya, membuat pria tersebut ambruk keatas tanah.

Seakan tidak berefek, pria itu kembali berdiri, kini giliran dia yang menyerang. Beberapa kombinasi pukulan ia lepaskan kearah Rayhan, pukulan tersebut sangat cepat dan bertenaga, tetapi pemuda itu berhasil menangkisnya, dan sebagian lagi berhasil ia hindari.

Rayhan mundur kebelakang memberi jarak, sembari melepaskan pukulan jab kearah lawannya. Sejenak mereka berdua terdiam, sembari mengamati satu sama lain.

Rayhan kembali maju kedepan, ia menendang kesamping tubuh pria bertopeng, yang di susul pukulan hook kiri kewajah pria tersebut.

"Boleh juga." Ledek pria tersebut.

Pemuda itu tersenyum sinis. "Kali ini aku akan lebih serius." Ucap Rayhan.

Pria itu menyeruduk kedepan kearah Rayhan, kedua tangannya dengan cepat mengunci kaki Rayhan. Tanpa bisa berbuat apa-apa, Rayhan pasrah ketika tubuhnya di banting ke tanah. Tidak sampai di situ saja ia juga mengunci tubuh Rayhan.

Beruntung kali ini Rayhan sudah lebih dulu mengantisipasi serangan pria tersebut, sehingga ia bisa lolos dari kunciannya.

Seakan tidak mau kehilangan mangsanya, pria tersebut kembali menyeruduk Rayhan. Dengan cepat Rayhan mencondongkan bagian tubuh atasnya kedepan, dan menarik kebelakang kedua kakinya, menjauh dari jangkauan kedua tangan pria tersebut.

Sebagai balasan Rayhan, memeluk pinggang pria tersebut, dengan sekuat tenaga ia mengangkat tubuh pria itu lalu membantingnya dengan keras diatas tanah.

Bruuuk...

Suara dentuman terdengar cukup keras, ketika tubuh pria itu menghantam tanah.

Tidak sampai di situ saja, Berkali-kali Rayhan menerjang tubuh pria tersebut yang seakan tidak berdaya menerima setiap tendangan Rayhan.

"Aarrt..." Jerit pria itu.

Rayhan mencengkram leher pria tersebut, lalu menghantamkan pukulan tangannya beberapakali kewajah pria bertopeng itu, hingga tampak bercak darah yang merembes keluar dari topeng yang di kenakan pria tersebut.

Saat pria itu sudah tidak berdaya, barulah Rayhan menghentikan pukulannya.

"Akhirnya ketangkap juga... Hos... Hos... Hos..." Ujar Rayhan lega, sembari mengatur nafas. "Sekarang kita lihat, siapa kamu sebenarnya." Rayhan menarik penutup wajah yang di kenakan pria tersebut.

Tapi tiba-tiba seseorang menghampiri Rayhan, membuat pemuda itu urung membuka topeng yang menutupi wajahnya.

"Kamu gak apa-apa?" Tanya Daniel yang baru saja menyusul.

Rayhan mengangguk. "Gak apa-apa Ustad. Ini pelaku yang selama ini meresahkan pesantren kita." Ujar Rayhan, sembari menatap tajam kearah pria bertopeng yang sudah tidak berdaya itu.

"Kerja bagus... Sekarang kamu pergi panggil yang lain. Biar Ustad yang mengurus dia." Perintah Daniel sembari memperhatikan pria menyedihkan tersebut.

"Naam Ustad, saya permisi dulu."

Dengan sangat terpaksa Rayhan pergi meninggalkan pria bertopeng tersebut, walaupun sebenarnya Rayhan sangat penasaran siapa pria yang ada di balik topeng tersebut. Padahal tinggal sedikit lagi ia akan tau siapa sosok di balik topeng itu.

Rayhan bergegas memanggil yang lainnya, memberitahu mereka kalau pria bertopeng yang meresahkan pesantren selama ini telah berhasil di tangkap.

Berbondong-bondong mereka menuju lokasi Ustad Daniel yang menjaga pria tersebut.

Tetapi sesampainya di sana, mereka benar-benar di buat terkejut, di sana mereka hanya melihat Daniel yang terduduk sembari mengusap darah yang keluar dari bibirnya.

Rayhan terdiam membisu, ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Pria bertopeng yang sudah di hajarnya habis-habisan itu bisa melarikan diri dalam keadaan tidak berdaya. Rasanya sulit sekali untuk mempercayainya.

"Maaf, saya kecolongan." Lirih Ustad Daniel.

Bukan hanya Rayhan, mereka yang ada di sana juga merasa sangat kecewa. Tetapi mau bagaimana lagi, mereka tentu tidak bisa menyalahkan Ustad Daniel yang lalai menjaga pria bertopeng tersebut, apa lagi saat ini Daniel juga terluka.

Seorang Ustad meminta yang lainnya untuk kembali mencari pria bertopeng yang berhasil melarikan diri. Sementara yang lainnya di minta untuk membantu Ustad Daniel.

Dan malam itu, lagi-lagi mereka gagal meringkus pria bertopeng.

Mungkinkah teror pria bertopeng akan kembali berlanjut? Dan ada berapa banyak lagi yang akan menjadi korbannya.

Bab 1 selesai...

*****

Mohon maaf saya baru bisa update sekarang, karena kesibukan yang tidak bisa di tinggal. Bab 1 sudah selesai, kita akan lanjut ke Bab 2.
end part 18
 

Inem

15:00
Plooookss... Plooookss... Plooookss...


Di dalam sebuah kamar tampak sepasang anak manusia berlainan jenis tengah memadu kasih. Dengan gaya konvensional, seorang pemuda tengah memacu birahinya diatas seorang tubuh wanita yang usianya jauh lebih tua darinya. Tetapi perbedaan usia tersebut tidak menjadi sebuah penghalang bagi mereka.

Sembari menghentak-hentakkan pinggulnya, telapak tangan Rayhan bergerilya diatas payudara Mbak Inem, ia meremas dan sesekali memilin puting Mbak Inem.

Keduanya tampak begitu menikmati perzinahan mereka, seakan mereka sudah tidak lagi perduli dengan ancaman dosa yang saat ini tengah membayangi keduanya, yang mereka inginkan saat ini hanya sebuah kepuasaan batin.

"Ray... Aahkk... Terus sayang... Aaahkk..." Lenguh Mbak Inem, tubuhnya yang bermandikan keringat tampak terhentak-hentak menerima setiap sodokan kasar kontol Rayhan yang tengah berada diatasnya.

Jemari kiri Rayhan membelai kepala Mbak Inem, ia menatap wajah Mbak Inem yang tampak merona merah. "Nikmat sekali memeknya Mbak... Sssttt... Aku gak perna bosan ngentotin Mbak Inem." Racau Rayhan, pemuda itu tampak senang sekali karena bisa menyetubuhi tetangganya itu kapanpun dia mau.

"Nafsu kamu gede... Tapi Mbak suka." Lirih manja Mbak Inem.

Rayhan memanggut bibir tetangganya itu, melumatnya sembari menjejalkan lidahnya ke dalam mulut Mbak Inem yang dengan gesit membelit lidah Rayhan, menyedotnya, hingga menelan air liur Rayhan yang memenuhi rongga mulutnya. Mereka berciuman sangat liar dan panas.

Telapak tangan Rayhan makin liar bergerilya diatas payudara Mbak Inem yang ranum. Ia memainkan putingnya yang telah membesar, memberinya stimulasi-stimulasi nikmat, yang membuat syahwatnya Mbak Inem kian terbakar.

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...


Suara hentakan kontol Rayhan yang menembus relung memek Mbak Inem terdengar semakin nyaring, seiring dengan cepatnya pinggulnya bergoyang maju mundur, maju mundur menyodok-nyodok memek Mbak Inem yang sudah sangat basah itu.

Sanking keras dan cepatnya, Mbak Inem di buatnya kelimpungan. Wanita berusia 33 tahun itu sudah tidak sanggup lagi, dorongan nafsunya begitu besar hingga akhirnya iapun orgasme.

Tubuhnya meliting-liting, kedua betisnya menegang dan pantatnya terangkat cukup tinggi. "Mbak dapat Ray.... Mbaaaak... Dapat..." Jerit Mbak Inem, matanya memutih dan wajah cantiknya memerah.

Sejenak Rayhan mendiamkan kontolnya, membiarkan Mbak Inem menikmati sisa-sisa orgasmenya.

Suasana yang tadinya di penuhi suara-suara erotis kini mendadak hening. Rayhan terpaku diam memandangi wajah cantik Mbak Inem yang bermandikan keringat tampak sayu. Entah kenapa ada kepuasan tersendiri setiap kali ia berhasil membuat wanita nya tergolek lemas setelah di hantam terpedonya.

"Kamu belum keluar juga Ray?" Tanya Mbak Inem.

Rayhan berbaring di samping Mbak Inem, sembari memeluk pinggang ramping Mbak Inem. "Gak apa-apa kok Mbak! Yang penting Mbaknya puas." Ujar Rayhan, sembari menatap lembut mata Mbak Inem.

"Sepertinya kamu butuh wanita lain Ray! Hihihi..."

"Emang Mbak Inem gak cemburu kalau aku ngentotin cewek lain?" Goda Rayhan, ia mencium lembut pipi merah Mbak Inem.

Mbak Inem menggelengkan kepalanya. "Mbak malah senang, itu artinya didikan Mbak berhasil." Canda Mbak Inem, Rayhan ikut tertawa, mengingat memang benar Mbak Inemlah yang mengajarkannya bagaimana cara merayu wanita.

"Kalau begitu aku harus mencobanya." Rayhan meraih dagu Mbak Inem dan kembali melumat bibir Mbak Inem dengan rakus, sebagai ungkapan terimakasih.

Tangan Mbak Inem meraih batang kemaluan Rayhan yang masih terasa kaku dan besar. Tubuhnya merinding setiap merasakan kontol Rayhan yang tidak hanya besar tapi sangat keras seperti batu. Dalam sekejap Mbak Inem kembali terbakar api birahi.

Syahwatnya menggebu-gebu, ia ingin kembali merasakan kejantanan Rayhan kembali mengobok-obok liang syurgawi miliknya.

Mbak Inem mendorong tubuh Rayhan hingga telentang, dengan cepat ia naik keatas selangkangan Rayhan, menuntun kontol Rayhan tepat berada di celah-celah bibir kemaluannya yang sudah sangat licin. Dengan perlahan kontol besar itu membela masuk ke dalam lobang memek Mbak Inem.

"Aahkk... Sekarang giliran Mbak." Racau Mbak Inem.

Kedua tangan Mbak Inem menggenggam kedua tangan Rayhan, ia meletakkan tangan mereka tepat di samping kepala Rayhan, membuatnya seakan-akan terlihat sedang memperkosa Rayhan. Sembari memandangi wajah polos Rayhan, Mbak Inem mulai menggerakan tubuhnya dengan perlahan.

Rayhan memejamkan matanya, menikmati permainan liar Mbak Inem yang tengah naik turun diatas selangkangannya. Harus diakui permainan Mbak Inem sungguh luar biasa, tidak heran kalau Rayhan sampai ketagihan menikmati goyangan erotis dari seorang wanita secantik Mbak Inem.

Sesekali Mbak Inem juga meliukkan pinggulnya, maju mundur, dan sesekali melakukan gerakan memutar membuat kontol Rayhan seakan di peras oleh dinding kemaluannya yang menjepit erat kontol Rayhan.

"Oughk... Mbak! Aaahkk..." Lenguh Rayhan.

Gerakan tubuh Mbak Inem semakin liar, seiring dengan gairahnya yang kian memuncak. Rasa nikmat yang tidak pernah ia dapatkan dari Suaminya kini ia dapatkan dari Rayhan. "Aaahkk... Aaahkk... Ray! Aaahkk... Oughk... Sssttt... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Mbak Inem, wajahnya mendongak keatas, dan jemarinya semakin erat memeremas jemari Rayhan.

Tidak mau tinggal diam, Rayhan juga ikut menggerakan pinggulnya, menusuk keatas menyambut lobang memek Mbak Inem yang membuat tubuh indah Mbak Inem telonjak-lonjak.

"Aku dapaaaat sayaaaaang..." Jerit Mbak Inem.

Tubuh indahnya melejang-lejang, dan wajah cantiknya sampai mendongak keatas. Untuk kesekian kalinya Mbak Inem di buat orgasme oleh Rayhan, membuat tubuh indahnya terasa remuk, setelah menerima orgasme ke empat kalinya sore ini.

Rayhan yang merasa sudah waktunya mengakhiri permainan mereka, segera memposisikan tubuh Mbak Inem menungging.

Dengan pasrah Mbah Inem menuruti permintaan Rayhan. "Ayo Ray! Mbak sudah siap..." Goda Mbak Inem, sembari menggoyangkan pantatnya.

Plaaak... Plaaaak... Plaaak...

Beberapa kali Rayhan menampar pantat Mbak Inem, meremasnya hingga meninggalkan bekas merah di pantat semok Mbak Inem.

"Aku masukan sekarang ya Mbak." Kata Rayhan.

Sembari mencengkram kedua pinggul Mbak Inem, Rayhan mendorong masuk kontolnya ke dalam lobang memek Istri tetangganya itu. Wajah Rayhan tampak meringis, menikmati sensasi jepitan memek Mbak Inem yang tengah memeluk erat batang kemaluannya.

Dengan gerakan perlahan pinggul Rayhan bergerak maju mundur, menusuk-nusuk lobang memek Mbak Inem hingga mentok.

Lima menit kemudian Rayhan mulai merasakan aliran darahnya yang berkumpul di satu titik kemaluannya yang membuat kontolnya kian terasa panas. Setelah beberapa kali hentakan akhirnya Rayhan bisa menuntaskan birahinya. Sembari membenamkan kontolnya, ia menembakkan amunisinya ke dalam rahim Mbak Inem.

Tubuhnya bergetar sesaat seiring dengan semburan lahar panasnya. Croooottss... Croootss... Croootss. "Oughk... Enak banget Mbak." Racau Rayhan.

Ploooopss...

Rayhan mencabut kontolnya dari dalam memek Mbak Inem, tampak lelehan spermanya mengalir keluar, mentes hingga jatuh kelantai.

Mereka mengakhiri cumbuan siang ini dengan berpelukan mesrah.

*****

Sementara itu di rumah kediaman KH Sahal, tampak ia kedatangan tamu penting, yaitu Pak Sobri dan Daniel. Mereka tengah membahas rencana mereka yang ingin segera menyingkirkan KH Hasyim dari posisinya saat ini sebagai pemimpin pesantren Al-fatah. Di tambah lagi, pemilu sudah semakin dekat, Pak Sobri khawatir kalau nanti partainya mengusung KH Hasyim sebagai calon Bupati, mengingat elektabilitas KH Hasyim masih sangat tinggi ketimbang dirinya.

Di tambah lagi kejadian semalam semakin membuat mereka makin khawatir. Beruntung malam itu Daniel dengan cepat membantu pria bertopeng untuk melarikan diri sebelum yang lainnya memergoki mereka.

Seandainya saja malam itu pria bertopeng berhasil di tangkap, bisa-bisa rencana mereka makin berantakan.

"Sekarang apa yang harus kita lakukan?" Tanya KH Sahal, ia menatap serius kearah Daniel dan Pak Sobri yang juga tampak tegang.

Pak Sobri menghela nafas. "Secepatnya kita harus menyingkirkan KH Hasyim, dengan cara apapun." Usul Pak Sobri. Ia tidak yakin kalau rencana mereka untuk membuat KH Hasyim mundur dengan sendirinya akan berhasil.

"Apa pendapat kamu Dan?" Tanya KH Sahal.

"Benar apa kata Pak Sobri, kita harus segera menyingkirkan KH Hasyim, setidaknya dengan begitu kita bisa maju satu langkah." Jawab Daniel.

"Tapi bagaimana caranya? Menjebloskan KH Hasyim ke penjara? Sama saja saya menggali lobang kuburan sendiri." Keluh KH Sahal.

"Akhir-akhir ini sudah banyak yang mengeluhkan ke pemimpinan KH Hasyim, mungkin kita bisa mulai dengan menggalang suara untuk meminta KH Hasyim turun dari jabatannya sebagai pemimpin pesantren." Usul Pak Sobri kepada mereka.

Daniel mengangguk sembari menatap KH Sahal. "Saya akan mencoba membujuk beberapa Ustad dan Ustadza untuk mendukung rencana itu." Ujar Daniel sepakat.

"Bagaimana dengan Ustadza Farah, apa dia sudah berhasil menaklukkan KH Shamir?"

KH Sahal menggelengkan kepalanya. "Sepertinya tidak muda untuk membuat KH Shamir tergoda oleh Ustadza Farah." Keluh KH Sahal, ia tidak menyangkah kalau KH Shamir bisa bertahan sampai detik ini untuk tidak tergoda dengan menantunya.

"Tapi cepat atau lambat, kita pasti bisa membuat KH Shamir berada di barisan kita." Ucap Pak Sobri penuh keyakinan. "Bagaimana dengan Haja Laras Daniel?"

Daniel tersenyum. "Aku sudah berhasil menaklukannya Pak! Hanya perlu sedikit waktu lagi untuk membuatnya berada di barisan kita." Pengakuan Daniel membuat Pak Sobri dan KH Sahal tampak senang, karena bagaimanapun juga sosok Haja Laras sangat di butuhkan untuk melancarkan rencana mereka.

Mereka kembali membahas lanjutan rencana mereka untuk menyingkirkan KH Hasyim, karena sosok KH Hasyim sangat vital bagi mereka untuk mencapai mimpi mereka. Seperti yang sudah di ketahui, mereka bertiga memiliki mimpi masing-masing.

KH Sahal sangat ingin menjadikan pesantren Al-fatah menjadi pusat penyebaran aliran Al-Qiyadah, yang dulu pernah di perjuangkan oleh Mertuanya, orang tua dari Haja Irma. Tapi sayangnya, belum sempat Al-Qiyadah berkembang, aliran tersebut harus bubar setelah mendapat titel sebagai aliran sesat.

Sementara Pak Sobri sangat berambisi menjadi orang nomor satu di kabupaten Durian. Dan satu-satunya pesaing beratnya adalah KH Hasyim. Selain itu ia juga tergiur untuk menjadikan para Ustadza dan Santriwati pesantren Al-fatah sebagai pion untuk mempermuda rencananya dalam menaklukan orang-orang penting yang ada di kabupaten Durian.

Sedangkan Daniel, sebagai seorang pengedar narkoba dan mucikari, ia juga membutuhkan tempat yang aman untuk di jadikan markasnya. Membantu KH Sahal dan Pak Sobri akan menjadi keuntungan tersendiri baginya dalam menjalankan bisnis elegalnya.

*****




Laras

21:00

Di dalam sebuah kamar tampak seorang wanita berhijab tengah terbaring lemas diatas tempat tidurnya tanpa memakai sehelai pakaian kecuali jilbabnya yang menutupi rambutnya. Tak jauh dari tempat tidurnya, terdapat beberapa helai pakaian yang berserakan diatas lantai, menandakan kalau dirinya baru saja bercinta dengan seorang pria.

Daniel duduk bersandar diatas tempat tidurnya, sembari memeluk, merangkul Laras yang tampak manja memeluk tubuh Daniel.

"Bagaimana rasanya yang barusan Amma? Enak?" Goda Daniel, tampak Laras tersipu malu mendengarnya.

Ia mengangguk lemah. "Enak banget Dan! Sepertinya Amma benar-benar ketagihan sama kamu." Jawab Laras malu-malu, mengakui betapa ia menikmati perzinahan terlarang mereka.

"Amma masih maukan, ngentot sama saya?" Tanya Daniel.

"Tentu saja, kenapa kamu bertanya seperti itu sayang? Bukankah Amma sudah menjadi budak seks kamu." Lirih Laras, mengingat dirinya kini memang telah resmi menjadi budak seks keponakannya tersebut.

"Kalau begitu Amma maukan menuruti semua perintah saya?" Daniel membelai lembut wajah Laras yang tampak memerah.

Laras kembali tersenyum. "Tentu saja, apapun perintah dari kamu, akan Amma turuti." Jawab Laras, ia meraih batang kemaluan Daniel, menggenggamnya dan mengurutnya dengan perlahan.

"Apa Amma pernah dengar tentang aliran Al-jamak? Yang sekarang di kenal dengan aliran Al-Qiyadah."

Laras terdiam sejenak, rasanya ia sangat familiar dengan aliran tersebut. "Bukannya itu aliran sesat?" Tanya Laras memastikan.

"Saya salah satu penganut aliran tersebut Amma?"

"Apa?" Kaget Laras. "Dari mana kamu belajar aliran tersebut Dan? Setau Amma aliran tersebut sudah di larang oleh pemerintah."

Daniel mendekatkan wajahnya kewajah Laras, lalu ia melumat lembut bibir Laras. "Saya mempelajarinya di pesantren ini Amma." Jemari Daniel membelai paha Laras, terus naik keselangkangan Laras. "Kalau benar Amma budak saya, seharusnya Amma bersedia menjadi bagian dari Al-Qiyadah, dan membantu Al-Qiyadah semakin berkembang." Tegas Daniel.

Laras terdiam membisu ia tidak tau haruskah ia menjadi pengikut aliran Al-Qiyadah.

Bagaimanapun juga aliran Al-Qiyadah sudah di anggap sesat oleh pemerintah maupun pemuka Agama. Ancaman menjadi penganut Al-Qiyadah tidak main-main, bagi mereka yang tetap menganut aliran tersebut akan di penjara, setidaknya lima tahun penjara.

"Bagaimana Amma?" Bisik Daniel.

Laras tampak ragu bergabung menjadi penganut Al-Qiyadah. "Amma tidak yakin Dan." Lirih Laras, hati kecilnya jelas menolak menjadi bagian Al-Qiyadah, mengingat dirinya juga sangat mengetahui betapa sesatnya ajaran tersebut.

Saat aliran tersebut pertama kali muncul di permukaan, Laras salah satu yang menentang aliran tersebut, bahkan ia sampai membeli kitab-kitab aliran Al-Qiyadah untuk ia pelajari. Saat membaca kitab tersebut, Laras sampai merinding, ia tidak menyangkah kalau aliran tersebut bisa ada di muka bumi ini.

Dari yang ia ketahui, aliran tersebut lebih menuhankan sex bebas. Bahkan cara beribadah merekapun juga aneh, karena saat beribadah mereka harus dalam keadaan telanjang bulat.

"Kenapa Amma ragu-ragu? Kalau menjadi pengikut Al-Qiyadah, Amma bisa merasakan kontol saya setiap hari loh? Apa Amma sudah tidak menginginkan kontol saya lagi?" Goda Daniel, ia tau percis apa yang harus ia lakukan untuk membujuk Laras.

Laras menatap diam wajah Daniel. "Saya ikut kamu aja Dan." Jawab Laras menyerah, toh dirinya sudah memutuskan untuk menjadi budak Daniel.

"Ini baru budak saya.!" Daniel mendorong jemarinya masuk ke dalam lobang memek Laras. "Saya yakin Amma tidak akan menyesal memilih aliran Al-Qiyadah, karena hanya Al-Qiyadah yang mengerti apa yang di inginkan seorang wanita." Bisik Daniel, sembari mengorek-ngorek lobang kemaluan Laras.

"Aahkk... Daniel... Ssstt... Terus Dan..." Desah Laras.

Daniel memposisikan dirinya berada diatas tubuh Laras, ia mengangkat kedua kaki Laras keatas pundaknya sembari menggesek-gesekkan kontolnya yang sudah ireksi maksimal di kemaluan Laras. "Panggil saya Tuan." Perintah Daniel.

"Tuaaan... Zinahi saya..." Rintih Laras.

Dengan perlahan kontol Daniel menyeruak masuk ke dalam lobang memek Laras, ia memompa memek Laras yang sudah sangat basah itu. Ploooksss... Plooookss... Plooookss... Semakin lama sodokan Daniel semakin cepat, membuat Laras melayang keenakan.

Telapak tangan Daniel meraih buah dada Laras, ia membelainya, memainkan puting Laras yang tampak mencuat besar.

Kedua jari Daniel tampak sibuk memelintir puting Laras, menarik-nariknya dengan gemas.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Laras.

"Al-Qiyadah menghalalkan zinah, bahkan mewajibkan untuk berzina... Apakah Amma bersedia melakukan zinah?" Tanya Daniel sembari menyetubuhi Tantenya itu.

Dalam keenakan Laras menganggukkan kepalanya. "Amma bersedia Tuaaan... Aahkk... Aaahkk... Amma janji akan mengikuti semua perintah yang ada di kitab Al-Qiyadah...." Jawab Laras di tengah-tengah desahan erotisnya.

"Selamat bergabung Amma..." Bisik Daniel.

Daniel semakin mempercepat sodokannya, bagaikan mesin jahit yang menusuk-nusuk tajam. Tubuh Laras menggeliat nikmat, sungguh ia bersedia melakukan apapun demi mendapatkan surga duniawi yang di tawarkan oleh Daniel.

Cukup lama mereka bercinta hingga akhirnya mereka berdua secara bersamaan mencapai puncak kenikmatan birahi.

Malam ini resmi sudah Laras menjadi bagian dari Al-Qiyadah, ia telah berjanji setia kepada Al-Qiyadah dan rela meninggalkan semuanya hanya demi lendir kenikmatan yang bersifat sementara.

*****




Aziza

Berulang kali Elliza mencoba memejamkan matanya, tapi dirinya tak kunjung tidur, padahal jam di dinding kamarnya sudah menunjukan pukul dua belas malam. Berbagai cara sudah ia lakukan agar matanya cepat lelah dan segera beristirahat.

Dari membaca buku, mengulangi hafalan, hingga menonton film, tapi usahanya sia-sia saja.

Beberapa kali Elliza tampak mendesah pelan, bayang-banyangan dirinya di gangbang di dalam kamar pos satpam seakan tidak mau hilang. Semenjak kejadian yang terakhir itu, Elliza selalu terbayang tentang dirinya yang melayani mereka dengan sepenuh hati, dan bayangan itu kini selalu menghantuinya.

Elliza tidak bisa melupakan betapa nikmatnya ketika kontol-kontol mereka memasuki rongga mulutnya, lobang memeknya, hingga lobang anusnya. Sehingga wajar saja kalau kini tubuhnya menuntut untuk kembali merasakan kenikmatan tersebut.

Elliza meraih HP-nya membuka aplikasi galeri yang ada di hpnya. Jemarinya tampak gemetar ketika mengklik sebuah album foto rahasia miliknya.

"Ya Allah, apakah benar ini diriku?"

Matanya sayu memandangi foto-foto seksi dirinya yang ada di galeri hpnya.

Di sana ia terlihat begitu binal dan nakal dengan pakaian yang terlihat sangat seksi. Bahkan ada foto dirinya yang sedang mengoral kontol mereka, hingga saat dirinya di sandwich oleh mereka.

"Ughkk..." Memek Elliza mulai terasa berkedut-kedut.

Wanita Soleha itu merebahkan tubuhnya diatas tempatnya. Di saat tangan kanannya sibuk menscroll foto-foto dirinya yang sedang di setubuhi oleh satpam pesantren, tangan kirinya sibuk menarik celana piyama yang ia kenakan.

Saat jemarinya membelai selangkangannya, Elliza dapat merasakan memeknya yang sudah basah.

"Ssttt... Aaahkk... Kenapa aku merindukan kalian Pak." Rintih Elliza tak tahan. Ia menggosok-gosok kemaluannya dari luar celana dalam berwarna merah muda yang ia kenakan saat ini.

Birahi Elliza kian menggelegak ketika matanya memandangi sebuah foto dirinya yang sedang di anal oleh Pak Girno. Membuat dirinya kembali teringat bagaimana ia menjerit keenakan ketika kontol Girno mengaduk-aduk lobang anusnya.

Wajahnya tampak meringis saat melihat slide foto selanjutnya, yang memperlihat lobang anusnya yang tampak membesar setelah di anal oleh Pak Girno.

Lobang anusnya yang telah rusak itu malah terlihat indah di mata Elliza. Tidak ada penyesalan sama sekali, bahkan ia ingin memiliki lobang anus yang lebih besar lagi dari apa yang ia miliki saat ini.

Karena sudah tidak tahan lagi, Elliza segera menanggalkan pakaiannya satu persatu hingga ia telanjang bulat.

Sejenak ia mengulum jemarinya sembari membayangkan dirinya yang tengah menghisap kontol mereka satu persatu, seperti yang ia lakukan beberapa hari yang lalu. Setelah jemarinya cukup basah, Elliza mengarahkan jemarinya kebibir kemaluannya, membelainya dengan lembut.

Tubuh indah Elliza melejang nikmat, matanya merem melek ketika jemarinya membelai bibir kemaluannya.

Dengan gerakan nakal jemarinya membelai clitorisnya yang membengkak, sesekali kedua jarinya menjepit clitorisnya sembari membayangkan clitorisnya tengah di gigit oleh mereka. Bayangan-bayangan beringas wajah mereka ketika memperkosa dirinya membuatnya kian melayang.

"Oughk... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Elliza.

Dengan kedua jarinya ia menusuk lobang memeknya, mengorek-ngorek liang senggamanya yang semakin basah oleh cairan cintanya.

Tidak hanya maju mundur, sesekali ia memutar jarinya dari dalam memeknya. Wajahnya mendongak keatas dengan mata merem melek. Tubuh indahnya berdesir nikmat, kedua kakinya melejang-lejang, bergetar nikmat dengan nafas memburu.

"Oughk..." Elliza melolong panjang, pantatnya terangkat dengan hentak-hentakan keras seiring dengan semburan cairan cintanya.

Creeettss.... Creeettss... Creeettss...

Seeeeeeeerrrrrr....


"Aahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Elliza.

Tubunya bergetar hebat, merasakan nikmatnya orgasme yang baru saja ia dapatkan dari permainan jarinya. Perlahan orgasmenya mulai meredah seiring dengan nafasnya yang mulai teratur. Orgasme barusan setidaknya bisa sedikit mengurangi kegelisahannya, walaupun harus di akui, di perkosa oleh satpam pesantren jauh lebih nikmat ketimbang jemarinya.

Elliza kembali membuka hp miliknya, sejenak ia terdiam sebelum akhirnya ia memilih membeli salah satu produk yang dijual di online shop.

*****



Zaskia

06:35
Zaskia tampak sibuk menyiapkan sarapan pagi berupa nasi goreng kari spesial. Selagi Zaskia sibuk menyelesaikan masakannya, Rayhan diam-diam memandangi Kakak Iparnya. Jujur semenjak kejadian dua hari yang lalu, di mana ia tidak sengaja menyetubuhi Kakaknya, hubungan mereka kini terasa sedikit canggung, tidak seperti biasanya.

Ada rasa bersalah dan takut di hati Rayhan, ia khawatir Kakaknya kembali cuek kepada dirinya. Walaupun kekhawatiran Rayhan sama sekali tidak mendasar, karena sikap Zaskia kepada Rayhan tetaplah sama, wanita cantik itu tetap baik kepadanya bahkan masih rutin membangunkannya.

Hanya saja kini tidak ada drama seperti biasanya, lebih tepatnya Rayhan yang kini merasa canggung kepada Zaskia membuat sikapnya sedikit berubah.

"Adek... Ni sarapannya?" Panggil Zaskia.

Rayhan kembali merasakan ketidaknyamanan dihatinya setiap kali berada di dekat Zaskia. "I-iya Kak, terimakasih."

"Dari tadi Kakak panggil gak jawab-jawab, kamu lagi ngelajor ya?"

"Ngelajor?" Bingung Rayhan.

"Ngelamun jorok, hihihi..." Zaskia tertawa renyah, membuat suasana sedikit mencair.

Rayhan menggaruk-garuk kepalanya tidak gatal. "Kirain apaan tadi." Rayhan ikut tertawa mendengar jawaban Zaskia.

"Kamu kenapa Dek? Dari kemarin Kakak lihat kamu sering bengong, nanti kesambet lo..."

"Gak apa-apa kok Kak."

Zaskia menarik nafas perlahan sembari memperhatikan Adiknya yang sedang makan. Tanpa di jelaskan Rayhan pun, Zaskia tentu tau apa penyebab Adiknya yang akhir-akhir ini menjadi lebih pendiam dari biasanya.

Sebenarnya bukan hanya Adiknya yang shock atas kejadian beberapa hari yang lalu, dirinyapun juga tidak menyangkah bisa terjadi seperti itu.

Tetapi walaupun begitu Zaskia sama sekali tidak marah kepada adiknya. Bagi Zaskia kejadian kemarin hanyalah sebuah kecelakaan yang tidak di sengaja, bisa di bilang itu sebuah kecelakaan yang menyenangkan, sehingga tidak ada alasan bagi Zaskia untuk marah, apa lagi sampai membenci Adiknya.

"Kalau kamu lagi ada masalah, jangan ragu cerita sama Kakak." Zaskia melahap perlahan makanannya kedalam mulutnya.

Rayhan mengangguk patuh. "Iya Kak, aku pasti cerita kok." Jawab Rayhan sembari melanjutkan makannya.

"Di rumah ini kita hanya berdua, cuman ada kamu dan Kakak. Keterbukaan itu sangat penting, kalau bukan sama Kakak, kamu mau cerita sama siapa lagi? Masak kamu lebih percaya sama temen kamu dari pada Kakak." Rutuk Zaskia, Rayhan hanya diam saja.

"Iya Kak..."

"Kamu sudah punya pacar belum Ray? Atau ada cewek yang kamu suka?" Pertanyaan Zaskia yang tiba-tiba membuat Rayhan sampai tersedak.

Buru-buru Zaskia memberikan segelas air putih kepada Adiknya.

"Pertanyaan Kakak ada-ada aja deh..." Rutuk Rayhan.

Zaskia tertawa renyah. "Emang ada yang salah dengan pertanyaan Kakak? Kamu itu sudah besar Dek, wajar kok kalau kamu tertarik dengan lawan jenis." Ucap Zaskia sembari mengedipkan matanya.

"Emang aku di bolehin pacaran Kak?"

"Kalau menurut agama jelas tidak boleh dek, kamu juga pasti sudah taukan." Ujar Zaskia. "Tapi, kalau Kakak gak masalah kalau kamu mau pacaran, asal jangan kebablasan aja." Sambung Zaskia menasehati Rayhan yang menurutnya sudah sewajarnya kalau ia ingin memiliki kekasih.

"Kebabblasan gimana Kak?"

"Jangan sampe kamu melakukan zina? Itu dosa besar dek... Kecuali..." Zaskia dengan sengaja menggantung kalimatnya untuk memancing keingintahuan Rayhan.

Dan umpannyapun di makan Rayhan. "Kecuali apa Kak."

"Kecuali tidak sengaja." Zaskia tersenyum penuh arti menatap Rayhan. "Seperti yang kita lakukan kemarin dek." Sambung Zaskia di dalam hati.

"I-iya Kak." Jawab Rayhan salah tingkah.

Sembari menyantap sarapan, berulang kali Zaskia menanyakan sosok wanita yang saat ini di sukai Rayhan, tapi sayangnya pemuda itu tidak kunjung mengatakannya dan selalu mengelak kalau ia tidak menyukai siapapun. Padahal Zaskia sangat berharap kalau dirinyalah yang di sukai oleh Adik iparnya itu.

Terkadang Zaskia merasa dirinya kini sudah benar-benar gila, bagaimana mungkin ia menyukai Adik iparnya sendiri. Tetapi Zaskia juga tidak dapat memungkiri kalau sosok Rayhan dengan perlahan mulai menggantikan sosok Suaminya di hatinya saat ini.

Selepas sarapan, Rayhan pamit ke kamar mandi untuk buang air kecil, pemuda itu bergegas menuju kamar mandi. Saat hendak mengunci pintu kamar mandi, Rayhan kaget karena tidak menemukan pengait untuk mengunci pintu kamar mandi, padahal tadi pagi saat ia mandi, pengait pintu tersebut masih ada.

Rayhan yang tidak terlalu memperdulikan kemana perginya pengait pintu kamar mandinya bergegas membuka celananya.

Seeeeeeeerrrrrr.....

"Adeeeek...." Tiba-tiba dari belakang Zaskia menjerit melihat Rayhan yang sedang buang air kecil.

Rayhan yang kaget buru-buru merapikan celananya, karena kencingnya belum usai, alhasil celannya kecipratan air kencingnya sendiri. Zaskia yang melihat kejadian tersebut malah tertawa geli melihat sikap Adiknya yang tampak kaget melihat kehadirannya.

"Iiisstt... Kakak ngagetin aja." Protes Rayhan.

Zaskia melipat kedua tangannya diatas dadanya. "Ooh... Jadi menurut kamu Kakak yang salah, kamu yang gak ngunci pintu kamar mandi, tapi Kakak yang di salahkan?" Omel Zaskia sembari mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Jadi basah kan Kak."

Zaskia tiba-tiba berlutut di depan Rayhan. "Sini buka dulu celananya?" Jemari lentik Zaskia melepas pengait celana Rayhan, lalu dengan perlahan ia menarik turun celana sekolah Adiknya, berikut dengan dalaman yang di kenakan adiknya.

Zaskia menatap sayu kearah kontol Rayhan dalam kondisi setengah tegang.

Sementara Rayhan hanya diam membisu menatap tak percaya kearah Zaskia yang rela berlutut di lantai demi membuka celananya. Pemuda itu mendadak tegang melihat apa yang di lakukan oleh Kakak Iparnya yang begitu berani.

Ternyata tidak sampai di situ saja, Zaskia menggenggam kontol Rayhan, lalu dengan perlahan ia memijit kemaluan Rayhan.

"Kalau habis kencing itu di cuci Dek, air kencing kan najis." Nasehat Zaskia, sembari mengocok kontol Adiknya yang tampak memerah.

Rahang pemuda itu tampak mengeras, terutama ketika jemari halus Zaskia membelai kepala kontolnya. "Ssttt... Iya Kak! Aaahkk... Maaf." Lenguh Rayhan keenakan di oral oleh Kakak Iparnya.

Cuiih... Zaskia meludahi kontol Rayhan. "Gak ada air, pake air luda Kakak aja gak apa-apa ya?" Zaskia menatap wajah Rayhan yang tampak tegang.

"Iya Kak, gak apa-apa." Sanking bersyahwat nya, suara Rayhan sampai bergetar.

Sedikit tersenyum, Zaskia mencium kontol Rayhan dan kemudian apa yang di lakukan Zaskia membuat lutut Rayhan terasa lemas.

Sungguh Rayhan tidak menyangkah kalau Kakaknya akan dengan terang-terangan mengulum kontolnya, karena biasanya dirinyalah yang memancing Kakaknya terlebih dahulu, dan pagi ini secara mengejutkan tanpa ia pancing Zaskia mau melakukannya dengan alasan yang sungguh tidak masuk akal.

Tepat di samping mereka terdapat bak mandi yang terisi penuh oleh air.

"Aaahkk... Sssttt..." Desah Rayhan.

Zaskia tampak semakin bersemangat mengulum kontol Adiknya, sesekali ia menyedot kuat kontol Rayhan seakan ingin menelan kontol Rayhan, dan sesekali ia menggetarkan bibirnya, membuat tubuh Rayhan merinding dibuatnya.

Kuluman Zaskia sangat profesional, seakan-akan ia sudah biasa memanjakan kontol lawan jenisnya. Padahal Rayhan adalah pria pertama yang pernah mendapatkan servis langsung dari mulutnya. Karena Zaskia selalu menolak melakukannya setiap kali Suaminya meminta.

Sejujurnya Zaskia sendiripun tidak menyangkah kalau dirinya semakin hari semakin liar seperti saat ini, apa mungkin karena ia sudah lama tidak mendapat jatah dari Suaminya? Atau jangan-jangan memang dirinya haus akan kontol Rayhan.

Rayhan yang menyadari kalau Kakaknya mulai kelelahan segera mengambil alih permainan. Sembari memegangi kepala Zaskia, Rayhan menggerakan pinggulnya maju mundur, menyodok-nyodok mulut Zaskia dengan sedikit kasar.

"Kak.... Aaahkk..." Lolong Rayhan, tubuhnya gemetar seiring dengan lahar panasnya yang menyembur keluar.

Croooootttssss... Croooootttssss... Croooottss...

Rayhan menumpahkan spermanya ke dalam mulut Zaskia, yang dengan suka rela menelan sperma Rayhan yang berada di dalam mulutnya. Sungguh Zaskia sangat ketagihan dengan rasa sperma Rayhan, sperma yang sangat ia rindui.

Sejenak suasana mendadak hening, Rayhan tertegun dengan apa yang barusan mereka lakukan, sementara Zaskia tengah menikmati sisa-sisa sperma Adiknya.

"Ya... Gamis Kakak ikut basah deh." Rutuk Zaskia tiba-tiba sembari berdiri. "Gara-gara kamu ni Dek." Omel Zaskia, pura-pura marah.

"Maaf Kak."

Zaskia berdiri, dan apa yang di lakukan Zaskia kembali membuat Rayhan terdiam. Di hadapannya Zaskia menanggalkan gamisnya, menyisakan sepasang dalaman berwarna merah maroon. Tidak sampai disitu saja, Zaskia dengan santainya melepas pengait branya, dan melepaskannya di hadapan Rayhan.

Mata Rayhan membeliak, menatap payudara Kakak Iparnya yang ranum indah seperti buah melon, yang membulat sempurna. Putingnya yang kemerah-merahan seakan mengundangnya untuk mencaploknya, mengulumnya, dan menjilatinya.

Zaskia berbalik menghadap kearah pintu kamar mandi. "Bantuin Dek..." Tegur Zaskia, yang membuat kesadaran Rayhan kembali.

"Bantu apa Kak?" Gugup Rayhan.

"Bukain celana dalam Kakak, kena najis gara-gara kencing kamu..." Omel Zaskia, seakan apa yang ia minta bukan sesuatu yang luar biasa. Tetapi tidak dengan Rayhan. Pemuda itu terlalu shock dengan permintaan dari Kakak Iparnya.

Buru-buru Rayhan berlutut di depan pantat Zaskia, dengan tangan gemetar, jemari Rayhan menarik celana dalam Zaskia. Dengan perlahan nampak di hadapannya pantat Zaskia yang montok putih mulus, sanking mulusnya bahkan lalatpun akan terpeleset jika nekat hinggap di pantatnya.

Deg... Deg... Deg...

Debar jantung Rayhan kian kuat, bagaikan gendang yang di tabuh. Sejenak Rayhan tak bisa bernafas, tepat ketika wanita pujaan hatinya sedikit menungging tepat di depan wajahnya.

"Subhanallah..." Lirih Rayhan.

Matanya tidak berkedip memandangi bulatan pantat Kakaknya. Dari celah-celah selangkangan Zaskia, Rayhan dapat melihat bibir merah memek Kakaknya yang tampak licin dan basah, mengundang birahi pria manapun yang melihat nya.

Deruh nafas Rayhan kian tercekat tarkalah tangan kiri Zaskia menjulur kebelakang, membuka perlahan pipi pantatnya yang indah.

"Kak..."

Zaskia menoleh kebelakang dengan semburat merah di pipinya. "Bantuin buka Dek... Buka memek Kakak Dek" Tambah Zaskia di dalam hatinya.

Rayhan yang mendadak polos seakan tidak mengerti apa yang di inginkan Zaskia. Bukannya mencoba menyentuh memek Kakaknya, ia malah menarik kembali celana Zaskia hingga sebatas mata kaki Zaskia. Seakan memberi kode kepada adiknya, Zaskia sengaja tidak mengangkat kakinya, bahkan ia semakin mendekatkan pantatnya kearah wajah Rayhan.

"Ang... Angkat kakinya Kak?" Pinta Rayhan dengan suara gemetar.

Gigi Zaskia menggratak, ia sangat kesal dengan Adiknya yang tidak kunjung mengerti dengan apa yang dia mau. Dengan malas-malasan Zaskia mengangkat kakinya, membantu Rayhan melepas celana dalamnya, dan berharap setelah itu Rayhan akan memberikannya sebuah kejutan seperti biasanya.

Tapi yang terjadi pemuda itu malah hendak berdiri, membuat Zaskia makin kesal.

"Siniin dalamannya Dek." Zaskia menjulurkan tangannya di antara kedua kaki jenjangnya, membuat Rayhan urung berdiri.

Ia menyodorkan celana dalam Kakaknya. "I-ini Kak." Ujar Rayhan.

Zaskia menarik tangannya agak jauh, membuat Rayhan reflek mencondongkan tangannya ke depan mendekati tangan Kakaknya, membuat wajah Rayhan kian dekat dengan pantat Zaskia.

Zaskia yang semakin kesal meraih pergelangan tangan Adiknya, menariknya dan menahannya berharap Rayhan segera mengerti apa yang dia inginkan saat ini, mengingat wajah Rayhan kini benar-benar menempel di pantatnya. Bahkan ia dapat merasakan hembusan hangat nafas Adik iparnya.

Rasanya ingin sekali Zaskia meneriaki Adiknya, berharap adiknya segera melakukan apa yang dia mau. "Adek..." Panggil Zaskia.

Seakan tidak mengerti apa yang diinginkan Zaskia kepadanya, Rayhan hanya mematung, walaupun dorongan syahwatnya sudah menggebu-gebu. Seperti pria bodoh, Rayhan hanya diam sembari memandangi bibir kemaluan Zaskia yang begitu indah.

Kesabaran Zaskia sudah mendekati puncaknya, ingin rasanya berteriak di depan Rayhan, dan meminta adiknya itu untuk segera mencabulinya, seperti biasa yang di lakukan adiknya selama ini.

Kaki jenjang Zaskia menghentak, layaknya anak kecil yang tidak mendapatkan apa yang dia inginkan, sembari merampas celana dalamnya dengan cepat. "Adek bodoh." Umpat Zaskia, menatap Rayhan sembari menggembungkan kedua pipinya.

Rayhan memasang wajah datar, seakan-akan ia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang diinginkan Kakak Iparnya, membuat Zaskia kian kesal.

"Bodoh... Bodoh... Bodoh... Bodoh..." Umpat Zaskia layaknya anak kecil yang tengah merajuk.

Kemudian ia segera keluar dari kamar mandi, berjalan menghentak menuju kamarnya. Pemuda itu tersenyum kecil memandangi Kakak Iparnya yang tampak merajuk setelah tidak mendapatkan apa yang di inginkan olehnya dari Adiknya.

******

9:35

Teng.... Teng... Teng...


Di kantin putra, tampak Rayhan berkumpul bersama teman-temannya sembari menyantap bakso mang Udin yang terkenal lezat di kalangan para santri putra maupun santri putri.

Pembahasan tentang sosok pria bertopeng seakan tidak ada habisnya. Aksi-aksi pria bertopeng yang selalu saja berhasil lolos dari sergapan pihak pesantren, membuat mereka bertanya-tanya. Bahkan isu tentang adanya seseorang yang melindungi pria bertopeng semakin keras berhembus.

"Gak mungkin dia bisa selalu lolos kalau gak ada yang nolongin." Geram Nico.

"Pasti ada yang membantu?" Celetuk Doni.

"Siapa? Jangan asal menudu." Potong Azril. "Kemarin itu katanya pria bertopeng sudah berhasil di ciduk oleh Ustad Daniel, cuman sayangnya Ustad Daniel lengah sehingga orang itu bisa kabur, bukan karena di bantu orang lain." Jelas Azril panjang lebar, tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi malam itu.

Rayhan terdiam mendengarnya. Ternyata isu tentang Ustad Daniel yang menangkap pria bertopeng sudah tersebar kemana-mana. Padahal yang sebenarnya terjadi, dirinyalah yang menangkap pria bertopeng, dan Ustad Daniel yang memaksa untuk menjaga pria tersebut, dan hasilnya pria itu berhasil kabur.

Karena isu tersebut nama Ustad Daniel semakin di kenal oleh warga pesantren, bahkan ia di anggap pahlawan, walaupun aksinya kemarin gagal.

Rayhan juga tidak mengerti kenapa isu itu bisa di hembuskan dan kenapa Ustad Daniel tidak memberitahu kejadian yang sebenarnya kepada orang lain. Sebenarnya apa yang di inginkan Ustad Daniel? Apakah dia sedang berusaha mendapatkan simpati warga pesantren?.

"Kalian yakin, Ustad Daniel bisa nangkap pria bertopeng?" Tanya Rayhan ragu. Haruskah ia memberitahu teman-temannya, kalau dirinyalah yang menangkap pria tersebut kemarin malam.

"Gak yakin si, tapi menurut orang-orang seperti itu." Doni menyeruput pelan es tehnya.

"Emang kenapa Ray?"

Rayhan mendesah pelan. "Kalau seandainya aku bilang kalau aku yang menangkap pria bertopeng itu, apa kalian percaya?" Tanya Rayhan, ia menatap satu persatu wajah temannya.

Azril tergelak mendengarnya. "Mana mungkin Ray! Kamu tidak akan mampu." Ujar Azril meremehkan sahabatnya sendiri.

"Aku dengar kemarin kamu yang memanggil yang lain untuk membantu Ustad Daniel?" Ingat Nico.

"Tentu saja aku percaya Ray." Tembak Doni, Nico mengangguk yakin. "Memang agak aneh sebenarnya, kalau memang Ustad Daniel bisa mengalahkan pria bertopeng, mana mungkin ia bisa kehilangan orang tersebut." Tambah Doni yang sebenarnya juga meragukan kebenaran tentang cerita Daniel.

"Cerita yang sebenarnya kayak apa si?" Cecar Nico.

Rayhan mulai menceritakan kejadian kemarin malam, di mana ia melihat pria bertopeng melompati pagar dari dalam rumah KH Sahal. Hingga terjadi perkelahian diantara Rayhan dan pria tersebut. Saat sudah berhasil mengalahkannya Daniel datang, lalu memintanya mencari bantuan. Dan yang terjadi selanjutnya pria tersebut berhasil melarikan diri.

Rayhan juga menyampaikan beberapa kejanggalan yang di rasa Rayhan agak aneh. Di mulai dari pria bertopeng yang berada di perkarangan belakang rumah KH Sahal, hingga kaburnya pria bertopeng dalam kondisi setengah sadar.

"Bagaimana cara orang itu bisa masuk keperkarangan rumah KH Sahal?" Heran Doni.

Nico mendengus pelan. "Apa mungkin pria itu menyelinap ke halaman rumah KH Sahal, lalu lari kebelakang untuk mencoba kabur." Nico mencoba menerka-nerka kejadian kemarin malam.

"Tidak mungkin." Celetuk Azril. "Satu-satunya akses untuk menyelinap kebelakang halaman rumah KH Sahal, harus melewati rumahnya terlebih dahulu." Jelas Azril, yang memang sudah beberapa kali berkunjung ke rumah KH Sahal, sehingga ia tau betul seperti apa kondisi rumah KH Sahal.

"Bisa saja ia menyelinap masuk kedalam rumah KH Sahal? Lalu lewat pintu belakang rumah KH Sahal untuk kabur." Ujar Doni.

"Bagaimana caranya? Setiap pintu dan jendela di pasang teralis, kecuali pemilik rumah yang mengizinkannya masuk." Ucapan Azril membuat yang lainnya terdiam, seakan mereka menemukan sebuah petunjuk baru.

"Ray kata kamu Pria itu sudah gak berdayakan? Kok bisa dia kabur? Anggaplah Ustad Daniel lengah hingga pria itu bisa kabur, tapi seberapa jauh pria itu bisa kabur dalam kondisi seperti itu? Aneh gak si..." Nico memaparkan kecurigaan.

"Satu-satunya jalan ada yang menyembunyikan pria tersebut." Lirih Rayhan.

"Tidak mungkin KH Sahal melakukan itu?" Azril meragukan tembakan teman-temannya, karena Azril juga sangat mengenal KH Sahal yang begitu baik selama ini kepada dirinya dan keluarganya.

"Untuk sementara kita simpan saja kecurigaan ini, setidaknya sampai kita menemukan bukti baru." Lerai Rayhan, ia juga tidak yakin kalau KH Sahal benar-benar ikut terlibat membantu pria bertopeng.

"Kamukan satu rumah dengan Ustad Daniel, coba kamu cari tau Zril, siapa tau nanti ada bukti baru tentang keterlibatan Ustad Daniel." Ujar Doni kepada Azril.

"Nanti aku coba cari tau."

*****



Farah

Sudah dua hari ini KH Shamir nyaris tidak bicara dengan menantunya. Kejadian hari itu membuat hubungan keduanya menjadi renggang. Walaupun begitu Farah tetap melayani KH Shamir, hanya saja kali ini terasa hanya formalitas saja.

Tentu kondisi ini membuat KH Shamir tidak nyaman, apa lagi mereka tinggal satu atap. Dan gara-gara masalah kemarin, KH Shamir juga menjadi tidak bebas bermain dengan cucunya.

Di saat ia tengah melamun, KH Shamir melihat Farah yang baru pulang sembari menggendong Aldi cucunya.

Sejenak mata mereka bertemu, kemudian Farah menundukan wajahnya dan berlalu pergi meninggalkan KH Shamir yang tengah duduk di sofa ruang keluarga. Di cueki menantunya, membuat KH Shamir merasa kehilangan sesuatu yang berharga.

"Aku harus bicara kepadanya." Lirih KH Shamir.

Ia beranjak dari sofa, menuju pintu kamar menantunya. "Nak Farah... Abi boleh masuk." Panggil KH Shamir, ia berharap Farah mau mengizinkannya.

"Masuk aja Bi."

Segera KH Shamir masuk ke dalam kamar anaknya, rasanya ia sudah lama sekali tidak masuk ke dalam kamar anaknya, bermain dengan cucunya.

KH Shamir melihat Farah yang sedang menepuk-nepuk pantat anaknya, menemani Aldi tidur siang. Farah sempat melihat KH Shamir, lalu membuang muka, seakan ia ingin memberitahu Mertuanya kalau saat ini ia masih marah kepada mertuanya.

"Aldi sudah tidur?" Tanya KH Shamir.

Farah menarik ujung jilbabnya kebawah, seakan hendak menutupi tonjolan payudaranya. "Belum, Mau Farah buatkan kopi." Sindir Farah, karena biasanya KH Shamir memanggilnya karena membutuhkannya.

"Abi lagi gak mau ngopi."

"Terus?"

KH Shamir menghela nafas, lalu duduk di samping menantunya. "Kamu marah sama Abi?" Bujuk KH Shamir mencoba berdamai dengan menantunya.

"Enggak..." Jawab Farah ketus.

"Astaghfirullah... Abi minta maaf ya Nak Farah, kalau ucapan Abi sudah melukai hati Nak Farah."

Farah menatap sedih kearah KH Shamir. "Minta maaf buat apa? Abi gak salah, Farah yang salah." Wanita soleha itu diam sebentar. "Farah salah karena berharap Abi mau menganggap Farah seperti anak Abi sendiri." Adu Farah, tampak sebening tetes air mata mengalir di kedua pipinya, membuat KH Shamir semakin merasa bersalah.

"Abi sudah menganggap Nak Farah seperti anak kandung Abi sendiri."

"Apa buktinya Bi?"

"Sekarang Nak Farah mau minta bukti apa sama Abi? Farah pengennya Abi seperti apa?" Tantang balik KH Shamir, ia benar-benar ingin menantunya percaya dengan ucapannya barusan.

"Tidak ada."

KH Shamir benar-benar di buat pusing oleh kelakuan Menantunya. "Abi janji, akan menuruti semua kemauan Nak Farah, asalkan Nak Farah tidak marah lagi." Bujuk KH Shamir.

"Farah cuman pingin Abi menganggap Farah seperti anak Abi sendiri." Lirih Farah.

"Tentu saja, Abi sudah menganggap Nak Farah seperti anak sendiri."

"Farah ingin di manja Bi..." Farah menundukan wajahnya. "Farah ingin Abi melihat Farah seperti Farah melihat Aldi." Sambung Farah, Shamir yang tidak begitu mengerti hanya mengangguk saja.

"Apapun yang kamu mau akan Abi turuti."

Farah menjulurkan jari kelingkingnya. "Janji."

"Janji." KH Shamir melingkarkan jari kelingkingnya di jari kelingking menantunya.

Farah tersenyum manis mendengarnya. "Terimakasih Bi, sudah mau menganggap Farah seperti anak Abi sendiri." Ungkap Farah senang.

Setelah dua hari mereka tidak saling menyapa, akhirnya KH Shamir bisa kembali merasa lega. Hati KH Shamir berbunga-bunga menatap senyuman manis di bibir menantunya. Ia merasa sangat senang bisa berbaikan dengan menantunya.

Tiba-tiba Aldi menangis, segera KH Shamir menggendong cucunya, menimang-nimang cucunya agar berhenti menangis.

Suasana yang tadinya normal, mendadak tegang tatkala Farah membuka kancing gamisnya. Ia mengeluarkan payudaranya, dan hendak menyusui anaknya yang sedang menangis.

Jantung KH Shamir berdetak tak beraturan ketika melihat payudara Farah.

"Sini sayang, mau nenen ya."

Saat Kh Shamir hendak menyerahkan Aldi ketangan Farah, tidak sengaja kulit keriputnya menyentuh payudara Farah, membuat bulu kuduk KH Shamir merinding, bahkan syahwatnya tiba-tiba saja muncul setelah merasakan kelembutan payudara menantunya.

Sejenak KH Shamir tertegun melihat Farah yang sedang netein cucunya.

"Cup... Cup... Cup..." Bujuk Farah.

Kedua tangan KH Shamir terkepal seraya memejamkan matanya. "Astaghfirullah.... Astaghfirullah... Astaghfirullah..." KH Shamir beristighfar di dalam hati.

"Lihat deh Bi, Aldi langsung diam tuh..." Pancing Farah.

KH Shamir tampak semakin salah tingkah. "I-iya Nak Farah... Hmm... Abi keluar dulu ya." Pamit KH Shamir, ia tidak akan tahan kalau terlalu lama melihat menantunya yanh sedang menyusui cucunya.

"Mau kemana Bi?"

"Mau balik ke kamar?"

Wajah Farah berubah cemberut. "Mau balik ke kamar, apa mau menghindar dari Farah Bi?" Sindir Farah, sembari menatap mata KH Shamir.

"Yaudah Abi tetap di sini." Ujar KH Shamir mengalah.

Mendengar jawaban mertuanya, membuat Farah kembali bisa tersenyum. Sementara Kh Shamir malah terlihat semakin gelisah, apa lagi ketika ia mulai menyadari kalau kemaluannya mulai mengeras di balik celana kain yang ia kenakan saat ini.

Bagaimanapun juga KH Shamir seorang laki-laki, dan sangat wajar kalau ia terangsang melihat sepasang pepaya muda milik menantunya yang sedang ranum-ranumnya itu.

Selama kurang lebih lima belas menit, KH Shamir harus tersiksa melihat menantunya menyusui, hingga akhirnya penderitaan birahi itu berakhir setelah cucu tersayangnya tertidur lelap.

"Akhirnya tidur juga." Lirih Farah, ia meletakan anaknya di dalam box.

"Aldi sudah tidur?"

Farah berbalik menghadap Mertuanya. "Sudah Bi." Farah tersenyum, dan tiba-tiba ia melepas gamisnya hingga jatuh kelantai, menyisakan pakaian dalamnya yang melekat di tubuhnya.

Bra yang tidak terpasang sempurna memperlihatkan keindahan payudaranya. Sementara di bawah perutnya, tampak memek Farah yang terbungkus kain segitiga berwarna putih yang tampak penuh, membuat KH Shamir yang melihatnya terkulai lemas.

Ternyata penderitaan nya belum berakhir, sekarang ia di suguhi pemandangan yang lebih ekstrim lagi, yang bisa membuatnya menjadi gila.

"Kenapa Bi?" Tanya Farah enteng.

KH Shamir menghela nafas. "Kamu mau ngapain Nak Farah?" Tanya KH Shamir keheranan.

"Mau ganti baju Bi, gerah..." Jawab Farah sembari menanggalkan celana dalamnya. Mata tua KH Shamir membeliak menatap pubik vagina menantunya yang tampak bersih.

KH Shamir sampai tidak bisa berkata-kata, tubuh indah Farah seakan menghipnotisnya. Sementara Farah sendiri sangat senang karena berhasil membuat Mertuanya yang alim itu mendadak menjadi pria tua yang cabul, yang suka menikmati kemolekan tubuh menantunya sendiri.

Tanpa beranjak sedikitpun, KH Shamir memperhatikan Farah yang berganti pakaian.

"Nak... Bapak keluar dulu ya." Bisik KH Shamir dengan gemetar.

Farah mengangguk. "Iya Bi, nanti kopinya Farah anterin ya Bi."

"I-iya..."

Dengan cepat KH Shamir pergi meninggalkan kamar menantunya, dengan perasaan campur aduk. Antara senang, dan perasaan berdosa yang menghantui dirinya. Berbeda dengan Farah, kali ini ia merasa misinya memiliki kemajuan yang signifikan.

Sembari memperhatikan tubuh telanjangnya di depan cermin, Farah tersenyum penuh kemenangan.

*****


Laras

19:45

Di kediaman KH Umar, tampak Istri berserta kedua anaknya tengah menikmati siaran televisi. Laras tenga duduk di ujung kiri sofa dengan posisi kaki selonjoran kearah Azril yang duduk di sisi ujung sofa lainnya, sementara Aurel tengah tengkurap diatas karpet.

Seperti biasanya, Azril sama sekali tidak menikmati tayangan yang ada di televisi, ia lebih tertarik memperhatikan gerakan kaki Ibu Tirinya, dan Adik kandungnya.

Diam-diam Azril menatap nanar kearah Aurel, dari atas lutut Aurel hingga ke pinggangnya. Ia sangat menikmati bulatan pantat Adiknya, dan sedikit mengintip karet celana dalam Aurel yang terlihat diantara pinggangnya yang ramping. Berulang kali Azril menelan air liurnya, menatap keindahan tubuh Adiknya.

Sesekali Azril juga melihat kearah Ibunya, berharap Ibunya menekuk lututnya, sehingga ia dapat melihat isi di balik daster yang di kenakan Laras.

Alam seakan tau apa yang di inginkan Azril, ketika pemuda itu beralih menatap Ibunya lagi, pada saat bersamaan Laras menekuk lutut kanannya, sehingga dasternya sedikit tersingkap. Mata Azril berbinar memandangi paha mulus Ibunya yang menggoda.

"Ya Allah kejam banget orang itu." Komentar Laras mengenai tayangan yang ada di tv.

"Kesel banget liat cowoknya Umi, bukannya belain malah diam." Sambung Aurel, hanya Azril yang tampaknya tidak perduli.

"Cowok lemah kayak gitu harusnya di tinggal aja."

Laras tampak geram dengan tingkah laku salah satu aktor pria yang ada di sinetron tersebut. Sanking kesalnya, ia tidak sadar kalau saat ini ia tengah menekuk kedua lututnya, memberikan tontonan yang sangat menarik bagi putranya yang saat ini mencuri pandang kearah selangkangannya.

Azril sampai kesulitan menelan air liurnya ketika matanya menangkap siluet celana dalam berenda berwarna ungu yang di kenakan oleh Laras.

Memek Laras yang gemuk, membuat celana dalam Laras terlihat penuh. Sungguh sebuah pemandangan yang tidak bisa di gantikan keindahannya dengan pemandangan apapun. Setidaknya itulah yang dirasakan Azril saat ini yang tengah mengagumi selangkangan Ibunya.

Dari sela-sela lipatan selangkangan Laras, Azril dapat melihat rambut kemaluan Ibunya yang menjuntai keluar, membuat adrenalinnya kian berpacu.

Layaknya anak remaja pada umumnya, sangat sulit bagi Azril untuk menutupi kekagumannya. Dari raut wajahnya sangat terlihat jelas kalau ia sedang bersyahwat terhadap Ibu tirinya.

"Zril... Liat apa kamu?" Tegur Aurel.

Dengan tatapan curiga gadis cantik itu memandangi saudaranya. Raut wajah Azril mendadak pucat pasi, ia sampai salah tingkah di buat Adiknya.

Tidak butuh waktu lama bagi Aurel untuk mengetahui apa yang sedang di lakukan oleh Saudaranya. Ia tersenyum sinis kearah Azril yang ketangkap basa berbuat asusila terhadap Ibu mereka sendiri. Aurel balik memandang Ibunya.

"Kenapa Dek?" Tanya Laras masih bingung.

Aurel kembali melihat Azril. "Daster Umi ke buka, ada yang ngintip tuh." Sindir Aurel, membuat Azril benar-benar mati kutu.

"Ngintip?" Laras melihat kearah Azril yang tertunduk lesu, lalu balik melihat posisi kakinya yang agak mengangkang. "Astaghfirullah..." Lirih Laras, sembari merapikan kembali dasternya yang agak kesingkap.

Bukan main malunya Azril karena ketangkap basa mengintip selangkangan Ibunya, apa lagi selama ini Azril di kenal sebagai anak yang baik. Dan anak baik itu malam ini dengan kurang ajarnya mencuri kesempatan mengintip selangkangan orang tuanya sendiri.

Azril memberanikan dirinya menatap Ibunya, hingga kedua mata mereka bertemu. Tampak seutas senyuman terukir indah di wajah Laras.

"Hati-hati Bun, ada pria cabul di rumah kita." Sindir Aurel pedas, bahkan jauh lebih pedas di bandingkan dengan cabe terpedas di dunia sekalipun.

Laras tidak mengubris ucapan Putrinya, ia kembali menonton tv seakan tidak terjadi apapun barusan. Sementara Azril hanya diam membisu, ingin sekali rasanya pemuda itu menghilang saja, sanking malunya yang di rasakan Azril saat ini.

Beruntung adegan di TV sedang seru-serunya, sehingga Aurel tidak lagi menyinggungnya.

Azril kembali melihat kearah Ibunya, tepat ketika Laras juga melihat kearahnya, dan lagi-lagi Laras tersenyum manis. Sedetik kemudian Laras kembali menekuk lututnya, membuang kaki kanannya kesamping kesandaran sofa sehingga membuat dasternya kembali tersingkap lebar.

Mata Azril membeliak menatap gundukan memek Ibu tirinya yang gemuk. Membuat pemuda itu seakan lupa kalau dirinya baru saja ketangkap basah mengintip Ibunya tersebut.

Berulang kali jakun Azril turun naik, menelan air liurnya, sanking takjubnya.

Saat sedang asyik-asyiknya mengintip selangkangan Ibunya, tiba-tiba Laras kembali menutup akses bagi dirinya menikmari selangkangan Laras, dan ternyata pada saat bersamaan Aurel menoleh kearahnya. Tetapi kali ini Azril selamat karena Aurel tidak memergokinya lagi.

Saat Aurel kembali fokus kearah layar televisi, kembali Azril di suguhi sebuah pemandangan yang indah, yang akan membuatnya terbayang-bayang.

Hingga tidak terasa sinetron yang mereka tonton bersambung. Aurel beranjak sembari melirik kearah Azril, ia tersenyum sinis lalu beranjak pergi meninggalkan Azril yang tengah tertunduk malu.

Selepas kepergian Aurel, Azril hendak kembali ke kamarnya tapi tiba-tiba Laras memanggilnya.

"Mau kemana Kak?" Tanya Laras.

Saat menoleh kearah Ibunya, lagi-lagi Azril di buat lemas dengan pemandangan yang begitu menakjubkan di hadapannya saat ini. Laras dengan sengaja membuka selebar mungkin pahanya, sehingga Azril sangat leluasa memandanginya.

Mendadak Azril mengurungkan niatnya kembali ke kamarnya. "Mau ke kamar Umi." Jawab Azril tergagap, sembari mencuri pandang kearah Laras.

"Temenin Umi sebentar ya." Pinta Laras.

Azril mengangguk dan kembali duduk di dekat Ibunya. Sesekali Azril memberanikan dirinya melirik keatas, memandangi gundukan memek Laras yang terbungkus kain segitiga ungu. Laras yang menyadari lirikan Azril terkesan cuek, bahkan ia terkesan sengaja membiarkan Azril melakukan zina mata.

Selama mengobrol dengan Ibunya, maka selama itu juga Azril mendapatkan tontonan yang jauh lebih menarik dari pada yang di tayangkan oleh media televisi.

*****
end part 19
 
Pasti semua penulis merasa di rugikan masalah karya yanh di ambil tanpa ijin...dan ini juga jadi alasan kenapa masih belum tersambung dan lanjut cerita ini....hemmmm....ayo sama sama lapor pencuri ke semua member biar tahu
 
Selamat malam suhu mesum sekalian, MOHON MAAF ane mengganggu waktunya.

Ada pepatah yang mengatakan "MUSUH DARI MUSUHKU ADALAH TEMANKU".

Maka, ane membawa kabar buruk untuk suhu mesum sekalian, selaku Fans Setia dari Penulis ( Thread Starter ).


Ane lihat ada Seekor ANJING BANGSAT yang MENCURI ( COPAS dan REPOST ) Karya Berkualitas dari para suhu penulis di forum Semprot.

Entah apakah ini ADA hubungannya atau tidak dengan banyaknya cerita EPIC dan AMAZING yang MANDEK / MACET???

Tapi yang pasti, tindakan pencurian itu sudah menyinggung dan mencederai semangat suhu penulis untuk terus berkarya.

Jika dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan akan semakin banyak suhu penulis yang ENGGAN ( MALAS ) untuk berkarya.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tentu hal tersebut akan berakibat fatal bagi pembaca maupun forum ( Semprot ) karena akan menimbulkan efek DOMINO.

Penulis merasa enggan berkarya karena khawatir ceritanya akan dicuri ( Copas dan Repost ) atau bahkan dijual ( Berbayar ) ke website lain.

Akibatnya akan semakin sedikit karya berkualitas yang muncul untuk menghibur kita dan pembaca akan KEHILANGAN BaCol Idamannya.

Hal itu juga berdampak buruk bagi Semprot karena akan semakin SEPI TRAFFIC dikarenakan semakin sedikit pengunjung yang mampir ke sini.

Para pengunjung akan lebih memilih mampir ke website tempat HASIL CURIAN ( Copas dan Repost ) diposting.


Puncaknya, para ANJING BANGSAT yang SUKA MENCURI itu akan TERTAWA SENANG karena mereka sudah MENANG.

Mereka mendapatkan Cerita Berkualitas tanpa perlu susah-payah berpikir / menulis.

Mereka mendapatkan pembaca yang selalu setia menanti Updatean dari Hasil Curian.

Reputasi mereka semakin terbangun dengan Karya EPIC dan AMAZING yang sudah mereka curi.

Dan tujuan akhirnya adalah mendapatkan CUAN dari Member Berbayar yang rela merogoh kocek untuk membaca Hasil Curian itu.

Sementara kita hanya bisa gigit jari, kehilangan Karya MASTERPIECE dari para suhu penulis panutan di forum ini ( Semprot ).

Dan forum Semprot akan mulai kehilangan peminatnya.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Karena itu, ane mengajak dan menghimbau Semua Suhu Mesum Sekalian untuk MENYERANG akun dan thread si ANJING PENCURI.

Silahkan di-repost semua komentar ane untuk disebarkan ke penulis lain (thread lain) yang karya EPIC dan LUAR BIASA-nya dicuri tanpa izin.


Ajak juga FANS SETIA (pembaca) dari suhu lain (penulis) yang karyanya telah dicuri oleh si ANJING BANGSAT @AndiMeteor.

Semakin banyak suhu mesum yang melaporkan (REPORT), dan menyampahi threadnya (HUJAT dan BULLY), maka semakin tidak nyaman pula si PENCURI BANGSAT sebagai tuan rumah (pemilik thread).


Ini adalah daftar cerita yang di-repost dan copas oleh @AndiMeteor dari forum Semprot. Total ada 18 cerita di akun si PENCURI BANGSAT.

Pesantren Series : @Meong15
https://www.wattpad.com/story/283642649-pesantren-series


Lendir Pesantren : @nengsexta2
https://www.wattpad.com/story/284894517-lendir-pesantren


Ada Cerita di Pesantren : @Topi-Jerami
https://www.wattpad.com/story/283521344-ada-cerita-di-pesantren


Terbelenggu Nafsu Umi Indah dan 3 Anak Gadisnya : @Bajolijo888
https://www.wattpad.com/story/283528950-terbelenggu-nafsu-umi-indah-dan-3-anak-gadisnya


Mengendalikan Tubuh Akhwat : @Deusxxx
https://www.wattpad.com/story/299065327-mengendalikan-tubuh-akhwat


Perjalanan Hasrat dan Birahi : @Schitzler
https://www.wattpad.com/story/298468659-perjalanan-hasrat-dan-birahi


Jamuan Seks di Pedalaman Sulawesi : @ranfast
https://www.wattpad.com/story/299049283-jamuan-seks-di-pedalaman-sulawesi


Ada Cerita di Pernikahan : @Topi-Jerami
https://www.wattpad.com/story/298369632-ada-cerita-di-pernikahan


Kisah Keluarga Citra : @tolrat
https://www.wattpad.com/story/285780754-kisah-keluarga-citra


Petualangan Prapto dengan Jurus Saktinya : @PendekarTOGE
https://www.wattpad.com/story/285327233-petualangan-prapto-dengan-jurus-saktinya


Ipar-Iparku : @tomame
https://www.wattpad.com/story/285139571-ipar-iparku-tamat


Asrama Lendir : @nengsexta2
https://www.wattpad.com/story/284893876-asrama-lendir


Syahwat di Sekolah : ???
https://www.wattpad.com/story/281423612-syahwat-di-sekolah


Penikmat Dosa : @Rayhan93
https://www.wattpad.com/story/284344257-penikmat-dosa


Santri dan Syahwat : @Satria_cabul
https://www.wattpad.com/story/284419396-santri-dan-syahwat


Bunga Bunga Surgawi : @Otta
https://www.wattpad.com/story/283406866-bunga-bunga-surgawi


Tradisi Lelang Perawan : @jakamaya
https://www.wattpad.com/story/281382160-tradisi-lelang-perawan


Janji Selama 10 Tahun : ???
https://www.wattpad.com/story/281348591-janji-selama-10-tahun


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Untuk semua suhu mesum semprot, silahkan SEBARKAN (REPOST) KOMENTAR ANE kepada semua suhu penulis yang karya LUAR BIASA-nya telah dicuri.

Kita ajak SEBANYAK dan SEMAKSIMAL mungkin pembaca (FANS SETIA) dari penulis lainnya untuk MENYERANG dan MENYAMPAHI akun dan thread si ANJING BANGSAT @AndiMeteor.


Biarkan si ANJING BANGSAT @AndiMeteor tahu, dengan siapa dia berhadapan sekarang.

Dia belum tahu bahwa Suhu Penulis Semprot punya BASIS PENDUKUNG MILITAN ( FANS SETIA ) yang siap MEMBELANYA hingga titik akhir.


Jika @AndiMeteor atau PENCURI BANGSAT lainnya membuat akun baru untuk Copas dan Repost lagi, maka kita GEMPUR TERUS sampai DIA SENDIRI YANG MENYERAH.


Sama seperti Haura yang selalu Menyerah karena Lemas Tak Berdaya ( KO ) setelah Multi Orgasme, saat Vagina Sempitnya digempur habis-habisan oleh Kontol Hitam Kekar milik Karjo semalaman.

Dan diakhiri dengan Semprotan Benih Sperma Kental dari Karjo untuk Membuahi dan Menghamili Rahim Kehangatan Haura saat Haura menikmati Kepuasannya setiap hari.


Kekekekek... Hihihihi...
Akhirnya hilang tuh akun bangsat bikin kita kehilangan bacaan bagus.

Mana nih Haura, Hanna, Nada, Syifa, Rania, Salwa

Woyyy Karjo muncul ditunggu.... Kekekekek

:konak: :konak: :konak:
 
Semoga saja ini adalah Awal yang Baik untuk semua suhu Penulis.


Semoga kita juga bisa segera mendengar Suara Merdu dari Desahan Manja para Bidadari Pesantren ( Haura, Nada, Hanna, Rachel, Syifa, Nisa, Rania, Diah, Salwa ).

Panggilan kepada pak Karjo, sang Pejantan Penakluk untuk segera bersiap-siap MEMBINALKAN para Ustadzah Alim.


Izin mencolek sang sutradara @Topi-Jerami

Kekekekek...


:pandajahat::pandajahat::pandajahat:
jujur saja bro. saya penasaran belah durennya Rachel....sama siapa ya kira2nya... apakah kita bikin vote saja kah...wkwkwkwkwk
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd