Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pesantren Series (Remake)

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Kalo aja laras bisa bantu besarin anunya si azril pasti bakalan seru tu bisa bantuin laras lepas dari jebakan nafsunya nya danil juga bisa rebut wanita idamannya kembali, moga aja kali ini ceritanya bisa panjang dan sampai tamat, semangat hu ... ayo up
 


05:00

Sudah dua hari Rayhan terbaring lemas di rumahnya, tetapi walaupun begitu Rayhan menikmatinya. Bagaimana tidak, Zaskia wanita yang menjadi icon masturbasi nya selalu ada di sampingnya, hampir di setiap kegiatannya Zaskia mengerjakannya di dalam kamar Rayhan, kecuali di saat tidur atau berganti pakaian.

Walaupun ada rasa bersalah karena membuat Kakak iparnya menjadi sibuk karena harus merawatnya. Tetapi ada satu momen yang selalu Rayhan tunggu yang sulit ia dapatkan kecuali saat dirinya sedang sakit, yaitu ketika Zaskia habis menunaikan ibadah, karena Kakaknya tersebut biasa hanya memakai dalaman di balik mukenanya.

Seperti pagi ini, Zaskia baru saja selesai menunaikan ibadah subuh. Dan tanpa ia sadari Rayhan sudah bangun sejak tadi dan diam-diam memperhatikannya.

Melihat Adiknya yang ia kira masih tidur, dengan santainya Zaskia melepas mukenanya membiarkan dirinya hanya memakai dalaman berwarna putih di hiasi renda dan motif abstrak berwarna merah muda.

Rayhan menatapnya takjub, walaupun sudah sering melihat Kakak Iparnya dalam keadaan setengah telanjang, tetapi tetap saja, pemandangan tersebut tidak bisa di abaikan olehnya. Kaki jenjang Zaskia yang berisi dan putih mulus membuat nafas Rayhan terasa sesak.

Diam-diam Rayhan merogo kedalam celananya, di balik selimut yang menutupi setengah tubuhnya.

Sembari menikmati keindahan tubuh Zaskia, Rayhan melakukan aktivitas masturbasi di balik selimutnya. Nafasnya memburu ketika melihat Zaskia mulai mengenakan pakaiannya.

Satu persatu Zaskia mengenakan pakaiannya dengan perlahan, dan tanpa ia sadari sepasang mata tengah menikmati keindahan tubuhnya.

Rayhan semakin cepat mengocok batang kemaluannya, bahkan beberapa kali ia mendesis pelan, tapi Zaskia tidak menyadarinya, ia pikir Adiknya tengah mendengkur.

Saat Zaskia sedikit membungkuk, memakai celana legingnya. Rayhan menatap nanar kearah selangkangan nya yang sedikit basah.

"Aaahkk... Kak Zaskia! Kamu seksi sekali." Racau Rayhan di dalam hati.

Teeekkk... Teeekkk... Teeekkk... Teeekkk... Teeekkk... Teeekkk... Teeekkk... Teeekkk...

Rayhan semakin mempercepat kocokannya ketika ia merasakan spermanya yang sudah berkumpul di satu titik dan siap untuk di lepaskan.

"Aaarrrtt..." Jerit kecil Rayhan.

Croootss... Croootss... Croootss...

Rayhan orgasme tepat ketika Zaskia memakai kembali gamisnya. Dan ternyata jeritan kecil Rayhan terdengar oleh Zaskia, hingga ia menoleh ke belakang dengan tatapan heran.

Deg... Deg... Deg...

Detak jantung Rayhan berdegup kencang, ada kekhawatiran kalau Zaskia mengetahui dirinya yang tengah berpura-pura tidur.

"Ngelindur lagi." Lirih Zaskia.

Rayhan dapat bernafas lega karena Kakak Iparnya berfikir kalau dirinya sedang ngelindur.

Setelah mengenakan jilbab nya Zaskia menghampiri Rayhan, mengecek suhu badan Rayhan dengan menempelkan telapak tangannya di kening adiknya. Zaskia tampak tersenyum legah.

"Alhamdulillah sudah turun." Lirih Zaskia.

Rayhan membuka matanya perlahan, pura-pura baru terbangun. "Hmmm... Kak!" Ujar Rayhan pelan sembari menatap wajah cantik Zaskia.

"Iya Dek! Kamu mau apa?"

"Aku haus kak."

Zaskia segera mengambil gelas minuman yang ada di atas meja belajar Rayhan. "Duduk Dek." Pinta Zaskia sembari membantu Rayhan duduk. Kemudian ia membantu Rayhan untuk minum.

"Terimakasih Kak." Ujar Rayhan.

"Sama-sama! Gimana keadaan kamu Dek? Sudah mendingan?" Tanya Zaskia, sembari mengusap pundak Rayhan.

"Iya Kak, cuman masih sedikit pusing." Jawab Rayhan sembari meringis.

"Sini, biar Kakak pijitin." Zaskia beralih kebelakang Rayhan, kemudian ia mulai memijit kepala Rayhan dengan perlahan.

Sesekali Rayhan dengan sengaja menyandarkan kepalanya di atas payudara Zaskia yang terasa empuk dan lembut, membuat Rayhan semakin keenakan. Sementara Zaskia yang tidak menyadari aksi nakal Rayhan, terlihat biasa saja.

"Kamu sudah berapa hari gak mandi?" Tanya Zaskia menyelidik.

Rayhan menyeringai masam. "Baru tiga hari Kak." Jawab Rayhan polos, sementara Zaskia tampak terkejut mendengar ucapan Adiknya. Pantas saja Zaskia mencium bauk apek. Ternyata itu aroma tubuh Rayhan.

"Astaghfirullah Ray!"

"Kakak kan tau, kalau aku masih sakit." Ujar Rayhan.

Zaskia yang tadinya ingin marah kini ia malah tertawa kasihan melihat Adiknya. Bahkan hanya sekedar untuk mandi saja Rayhan tidak bisa.

"Biar Kakak yang mandikan kamu." Usul Zaskia.

"Eh..."

"Gak usah membantah." Ucap Zaskia memasang wajah galak.

Sebenarnya Rayhan malu kalau harus di mandikan oleh Kakaknya. Mengingat usia Rayhan saat ini yang sudah dewasa, tapi karena tidak ingin membuat Kakaknya mengamuk, akhirnya Rayhan memilih pasrah.

Zaskia menyingkap selimut yang di kenakan Rayhan, dirinya yang tadinya sibuk mengoceh mendadak diam ketika melihat kontol Rayhan yang sudah berada di luar celananya, tidak hanya kontol Rayhan yang terlihat, tetapi bercak sperma Rayhan yang belum mengering tidak luput dari penglihatan nya.

"Astaghfirullah..." Zaskia menutup mulutnya takjub tanpa memalingkan pandangannya.

"Kenapa Kak?"

"I-itu kontol kamu... Eh... Itu kamu..."

"Apa si kak." Ujar Rayhan pura-pura tidak tau.

"Ituuuu... Kontol kamu kelihatan, eh maksudnya Kakak burung kamu." Tunjuk Zaskia shock melihat kontol Rayhan yang tidak hanya panjang tapi sangat gemuk.

Rayhan pura-pura kaget, ia segera menutup selangkangannya dengan kedua tangannya, tetapi ia sengaja membiarkan kepala kontolnya tetap terlihat dengan bercek sperma diatas perutnya.

"Maaf Kak! Hehehe..."

"Kebiasaan..." Sungut Zaskia.

Zaskia segera membantu adiknya untuk berdiri. Dengan bersusah paya akhirnya Rayhan bisa berdiri dengan merangkul pundak Kakaknya. Sebenarnya Rayhan merasa kasihan, mengingat tubuhnya lebih besar dari pada Kakaknya. Tapi Zaskia tetap memaksa.

Setibanya di dalam kamar mandi, Zaskia segera menutup pintu kamar mandi seakan takut kalau ada orang lain yang melihat. Tentu saja dengan tertutupnya pintu kamar mandi, membuat mereka terlihat semakin intim.

Di dalam kamar mandi Rayhan duduk di bangku plastik berukuran kecil.

"Bajunya kok gak di lepas." Ujar Zaskia melihat Rayhan yang memakai pakaian lengkap. "Sini biar Kakak yang buka." Zaskia menarik kaos yang di kenakan Rayhan hingga tampak dada bidang Rayhan.

Saat Zaskia hendak menarik celana pendeknya, Rayhan sempat menahan tangan Kakaknya. Tapi tidak berapa lama karena Zaskia buru-buru melototinya.

Dengan perlahan celana pendek Rayhan ketarik kebawah, dan pada saat bersamaan Zaskia tersadar dari apa yang ia lakukan saat ini, ketika matanya kembali melihat kontol Rayhan yang berukuran jumbo keluar dari sangkarnya. Untuk beberapa detik tangan Zaskia berhenti menarik celana adiknya.

Deg... Deg... Deg...

Jantung Zaskia berdebar-debar sanking tegangnya, ia seakan lupa kalau Rayhan kini telah tumbuh menjadi sosok pemuda dewasa. Beberapa detik yang lalu Zaskia masih memandang Rayhan seperti anak kecil, tapi kali ini daya tarik seksual yang di miliki Rayhan membuatnya sadar.

"Kok diam Kak?" Tanya Rayhan memasang wajah polos.

"Eh iya..." Zaskia tersadar dari lamunannya. "Kok susah sekali buka celana kamu Dek." Ujar Zaskia, dengan suara yang terdengar gemetaran, menandakan kalau saat ini ia tengah gerogi.

Di dalam hati Rayhan tersenyum senang, ia berfikir ingin sedikit menggoda Kakak Kandungnya.

Setelah sedikit bersusah paya akhirnya Zaskia berhasil melepas celana adiknya. Ia segera meletakan celana adiknya di dalam keranjang pakaian kotor bersama baju Rayhan. Sejenak Zaskia terdiam membelakangi Rayhan.

"Astaghfirullah..."

Zaskia memejamkan matanya, menenangkan dirinya yang mendadak gelisah.

Walaupun Rayhan sudah ia anggap seperti adik kandungnya sendiri, tapi tetap saja Rayhan seorang pria dan dia seorang wanita. Seharusnya Zaskia menyadarinya sejak awal sebelum memaksa Rayhan untuk mandi. Tapi sekarang sudah terlambat, ia tidak mungkin meminta Rayhan mandi sendiri, karena kondisi tubuh Rayhan yang masih lemah.

"Dia adikku, apa yang salah kalau aku memandikannya? Apa lagi saat ini ia sedang sakit, bukankah sudah menjadi tugasku untuk membantunya? Benar... Kamu tidak salah Zaskia." Lirih Zaskia di dalam hati.

Setelah merasa tenang, Zaskia kembali berbalik menghadap kearah Rayhan. Dan pada saat bersamaan, matanya kembali tertuju kearah kontol Rayhan.

Deg... Deg... Deg...

Ya Tuhan... Itu kontol Rayhan? Serius itu kontol adikku? Ya Tuhan... Besar... Besar sekali... Gemuk... Issstt... Ehmmpsss... Kenapa nafasku jadi sesak. Bisik hati Zaskia sembari melihat kontol Rayhan yang manggut-manggut.

"Kak... Kakak..." Panggil Rayhan.

"Eh, iya dek." Zaskia tergagap.

Ia buru-buru mendekati adiknya, dan sebisa mungkin ia tidak melihat kearah tubuh telanjang Rayhan. Ia mendekati bak mandi dari samping tubuh Rayhan sembari mengambil gayung yang ada di dalam bak mandi.

"Kak."

"I-i-iya Dek."

Rayhan mengulum senyum melihat Kakak Zaskia yang terlihat sangat tegang. "Anu Kak! Itu bajunya gak di lepas aja Kak, takut nanti basah." Ujar Rayhan mengingatkan Kakaknya. Zaskia menunduk melihat pakaiannya, ujung gamisnya yang sedikit basah karena menyentuh lantai kamar mandi.

Zaskia yang tengah kalut karena keputusannya ingin memandikan adiknya, tanpa sadar menanggalkan gamisnya dan menyisakan tank top berserta celana legging yang membalut sepasang kaki jenjangnya. Bagi Rayhan bisa milihat Zaskia memakai pakaian saat ini saja sudah cukup, tapi di luar dugaan, Zaskia malah membuka tanktopnya.

Zaskia berjalan santai melewati Rayhan yang terdiam seribu bahasa melihat penampilan Kakaknya yang kini memakai bra berbahan spandek.

Ia menggantungkan gamisnya di belakang daun pintu kamar mandi, berikut dengan tanktop miliknya. Dan pemandangan selanjutnya, membuat Rayhan nyaris mati berdiri ketika Zaskia sedikit membungkuk di depannya sembari menarik perlahan celana legging yang ia kenakan.

Deg... Deg... Deg...

Detak jantung Rayhan menjadi tak beraturan, dan nafasnya tampak tersengal-sengal seakan ia baru saja lari meraton. Sedikit demi sedikit celana legging berwarna hitam yang di kenakan Zaskia di tarik lepas, melewati paha mulusnya, lutut, betis hingga akhirnya celana legging itu benar-benar lepas dari kedua kaki jenjangnya.

Kini di hadapannya Zaskia berdiri membelakanginya hanya memakai satu set dalaman berwarna putih di hiasa renda-renda berwarna merah muda yang sedikit menerawang.

Mata Rayhan menjelajahi punggung Zaskia yang putih mulus dan terdapat tali pengait bra. Terus turun menatap pinggang ramping Kakaknya, di bawahnya terlihat sedikit belahan pantat Zaskia yang putih mulus, karena celana dalamnya sedikit ketarik kebawah ketika ia melepas celana legingnya.

Tanpa sadar Rayhan menggenggam kemaluannya, sembari menatap nanar kearah pantat itik Kakaknya yang terlihat sangat kencang dan besar, sungguh sebuah pemandangan terindah yang pernah di lihat Rayhan.

Baru beberapa detik Rayhan menatap pantat Kakaknya, tiba-tiba Zaskia memutar tubuhnya.

"Ray." Lirih Zaskia.

Matanya tertuju kearah kontol Rayhan yang kini telah berdiri sempurna mengancung menghadap kearahnya. Sama seperti Rayhan, yang menatap nanar kearah vagina Zaskia yang terlihat gemuk dan menjiplak di celana dalamnya.

Rayhan mengangkat wajahnya, hingga mata mereka saling menatap selama beberapa detik. Tangan kanan Zaskia mendekap mulutnya, sementara tangan kirinya mengepal tepat diatas gundukan memeknya.

"Rayhaaaan...."

*****



06:45

"Aku berangkat sekolah dulu ya Mi! Assalamualaikum..." Azril mencium punggung tangan Ibunya yang terasa halus.

"Waalaikumsalam... Sekolah yang bener, jangan berantem lagi."

"Iya Umi."

Laras masih berdiri di depan pintu rumahnya, hingga bayangan Azril menghilang dari pandangannya. Selepas kepergian Azril Laras kembali masuk ke rumahnya, menutup pintu rumahnya.

Saat ia berbalik hendak ke kamarnya, tiba-tiba ia di kagetkan dengan sosok Daniel yang sudah berdiri di belakangnya.

Laras mematung, melihat Daniel kembali mengingatkannya akan kejadian beberapa hari yang lalu ketika Daniel dengan nekatnya memperkosa dirinya di saat keadaan rumah sepi. Laras masih ingat betul bagaimana rasanya ketika Daniel menggaulinya. Dan sampai detik ini Laras masih bingung kenapa ia tidak melaporkan perbuatan Daniel.

Dengan tatapan penuh kebencian Laras melewati sosok pemuda tersebut, tapi tiba-tiba Daniel menarik tangannya.

"Lepaskan Dan!" Bentak Laras.

Daniel tersenyum. "Saya merindukan Bu Haja!" Tanpa embel-embel Amma (Tante).

"Kamu menjijikan Dan." Umpat Laras, kemudian Daniel menarik tubuh Laras ke dalam pelukannya. "Auwww... Lepaskan Dan!" Jerit Laras, memberontak di dalam pelukan Daniel.

"Saya makin merindukan Bu Haja kalau lagi galak seperti ini." Seloroh Daniel, sembari menciumi wajah Laras yang berusaha menghindarinya.

"Lepaskan... Lepaskan..."

Pelukan Daniel semakin erat, bibirnya mencoba mencari bibir Laras, setelah dapat ia melumatnya dengan rakus, sementara tangan kirinya yang menganggur meremas-remas kasar payudara Laras yang terasa mengkal di telapak tangannya.

Dengan sekuat tenaga Lara meronta-ronta hingga akhirnya ia bisa melepaskan diri dari dekapan Daniel.

Setengah berlari Laras menaiki anak tangga yang kemudian di susul oleh Daniel. Laras memasuki kamar Azril, ketika ia hendak menutup kamar putranya, dengan cepat Daniel menahan dun pintu kamar Azril.

Perbedaan tenaga yang cukup jauh, membuat Daniel dengan mudahnya masuk ke dalam kamar Azril. Laras mundur kebelakang hingga menabrak tembok.

Dengan santainya Daniel menutup dan mengunci pintu kamar Azril, lalu dengan perlahan ia berjalan mendekati Laras yang tampak ketakutan. Dalam hitungan detik Daniel sudah berdiri di depan Laras yang semakin terpojok.

"Mau lari kemana lagi." Bisik Daniel.

Laras berusaha mendorong tubuh Daniel, tapi Daniel tidak bergeming sama sekali. "Mau apa kamu Dan! Lepaskan Amma Dan..." Jerit Laras yang tampak mulai frustasi dengan keadaannya saat ini.

"Ah... Cantik sekali Bu Haja kalau lagi marah-marah seperti ini." Ujar Daniel, kemudian ia memepet tubuh Laras, mengangkat kedua tangan Laras keatas dinding kamar Azril hingga Laras tak bergerak.

Laras memalingkan wajahnya ketika Daniel berusaha menciumnya, tapi usahanya sisa-sisa saja karena pada akhirnya Daniel lagi-lagi dapat mencium bibirnya.

"Eeehmmppsss... Eehmmmppss... Eehmmmppss..."

Tangan kirinya yang menganggur menjulur ke depan, menjamah dan meremas-remas payudara Laras dengan kasar tetapi sangat teratur.

Sentuhan Daniel mulai membuahkan hasil, rontahan Laras perlahan mulai melemah, bahkan lidahnya berhasil masuk ke dalam mulut Laras, membelit mesrah lidah Laras, menjelajahi rongga-rongga mulutnya.

Laras terlihat semakin panik, ia mulai terbawa alur sentuhan seksual yang di lakukan Daniel.

"Tidaaaaak... Aku tidak mau..." Jerit hati Laras.

Wajah memerah, menandakan birahinya yang mulai meningkat. Bahkan di bawah sana Laras dapat merasakan kedutan memeknya yang semakin sering.

Tiba-tiba Daniel mendorong tubuh Laras ke samping hingga terjerembab diatas tempat tidur Azril. Belum sempat Laras bangun, tiba-tiba Daniel sudah menindihnya sembari menarik turun bagian atas gamisnya, lalu memutar tubuhnya hingga terlentang.

Daniel menatap penuh nafsu kearah buah dada Laras yang terbungkus bra berwarna coklat tua.

"Lepaskan Amma Daniel!" Jerit Laras.

Daniel menindih tubuh Laras, ia membelai wajah Laras yang begitu cantik. "Ssstt... Amma cantik sekali! Sayang kalau tidak di nikmati." Bisik Daniel yang membuat Laras murka.

"Ngomong apa kamu Dan! Istighfar..."

"Aku bicara apa adanya Amma, pria manapun pasti mengagumi kecantikan Amma, kecuali Kiayi Umar yang matanya sudah rabun." Ucap sinis Daniel. "Bodoh sekali dia, mengabaikan bidadari secantik Amma hanya demi daun muda yang tidak begitu cantik." Ujar Daniel mengungkapkan kekagumannya.

"Ini dosa Dan... Sadar..."

Tiba-tiba Daniel menyingkap kebawah cup bra Laras, hingga payudaranya yang berukuran 36E melompat keluar dari sarangnya.

Laras dapat melihat decak kagum dari kedua bola mata Daniel.

"Wow... Walaupun sudah sering melihatnya, tapi tetap terlihat mengagumkan." Puji Daniel, sembari membelai payudara Laras.

Laras menggelengkan kepalanya. "Amma sudah tua Dan! Aaahkk... Jangan Dan." Erang Laras saat ketika putingnya di pelintir oleh jari-jari Daniel yang terlihat gemas dengan payudaranya.

"Payudara Amma jauh lebih indah ketimbang Istri muda KH Umar." Ujar Daniel seakan ia sudah pernah melihatnya.

"Kamu... Aaahkk... Daniel!" Erang Laras.

Perlahan Daniel melahap payudara Laras, menghisap puting Laras yang kian mengeras di dalam mulutnya. Secara bergantian ia menjamah payudara Laras, ketika mulutnya sibuk dengan payudara bagian kanan Laras, maka tangannya yang menganggur menjamah payudara sebelah kiri Laras dan begitupun sebaliknya.

Walaupun hatinya menolak, tetapi tubuhnya tidak bisa berbohong kalau ia mulai menikmati setiap sentuhan Daniel di tubuhnya.

Sembari memanjakan payudara Laras, Daniel menarik lepas gamis Laras melewati pinggul hingga ujung kakinya, lalu melemparnya kesembarang arah. Ciuman Daniel turun kebawah perut Laras, ia menciumi pusar Laras, menjilatinya membuat tubuh Laras menggelinjang.

"Daaaan... Sudaaah..." Erang Laras.

Daniel meletakan kedua jarinya di karet elastis di pinggang Laras. "Aku buka ya Amma." Bisik Daniel dengan tatapan menggoda.

"Jangan Dan! Amma mohon... Jangan..." Laras menggelengkan kepalanya dan tanpa sadar mengangkat pantat nya ketika Daniel menarik celana dalamnya.

"Ya Tuhan! Indah sekali Amma..."

Laras merapatkan kedua kakinya, agar Daniel tidak bisa melihat bagian dalam memeknya. Tetapi usahanya hanya bertahan sebentar. Laras hanya pasrah ketika Daniel membuka kedua kakinya cukup lebar hingga memeknya tersibak indah.

Mata Daniel berbinar memandangi memek Haja Laras yang tampak basah.

"Memek terindah yang di miliki seorang Bu Haja." Puji Daniel setinggi langit.

"Jangan di lihat! Ama malu Dan..."

Daniel membelai rambut kemaluan Laras yang lebat. "Kenapa harus malu? Memek Ama sangat indah." Ujar Daniel lembut. "Kalau KH Umar tidak mau lagi melihatnya, biarlah pria lain yang melihatnya, saya yakin, pria manapun yang melihatnya pasti memiliki pendapat yang sama dengan saya." Daniel mencium paha gempal Laras.

"Tidak... Ini salah... Aaahkk... Ssstt..." Desah Laras.

Rasa hangat dan lembut menyapu bibir kemaluannya ketika Daniel menjilatinya.

Laras yang terbuai akan pujian Daniel dan sentuhan Daniel, perlahan melonggarkan rontahannya, berganti dengan meremas dan menjambak rambut Daniel yang tengah sibuk memanjakan memeknya.

Laras memejamkan matanya ketika Daniel menjilati clitorisnya. "Ya Tuhaaan... Kenapa ini nikmat sekali." Racau Laras tidak berdaya di dalam hatinya.

Sembari menjilati memek Laras, Daniel menusuk, mencolok-colok memek Laras dengan kedua jarinya hingga memek Laras makin basah dan semakin licin. Tidak cukup dengan dua jari, Daniel menambahkan jari manisnya, hingga ada tiga jari yang tengah mengobok-obok memek Laras.

Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss...

"Aaahkk... Daaaan... Aaahkkk... Kamu apakan memek Amaa Daniel..." Jerit Laras dengan pinggul terangkat menyambut sodokan-sodokan demi sodokan jari Daniel.

Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss...

Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss...

Semakin lama Daniel semakin cepat menyodok-nyodok memek Laras dengan ketiga jarinya, sesekali ia memutar jarinya mengikuti arah jarum jam.

Kepala Laras terbanting kekiri dan kanan, ia merasa sudah tidak tahan lagi.

"Oughk...." Erang Laras.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Creetss... Creeettss... Creeettss...

Ploopss...

Daniel menarik ketiga jarinya yang basah oleh cairan cinta Laras, dan memperlihatkannya kepada Laras yang tersipu malu.

Kemudian Daniel menindih tubuh Laras, ia memposisikan kontolnya di depan bibir memek Laras yang sudah sangat basah. Laras yang panik mencoba mencegahnya dengan menahan perut Daniel.

"Jangan zinahi Amma Dan!" Mohon Laras.

Daniel membelai lembut kepala Laras yang tertutup jilbab. "Amma akan menikmati zinah ini." Bisik Daniel sembari mendorong pinggulnya, memasukan kejantanannya ke dalam memek Laras.

"Oughk..." Erang Laras.

"Enakkan Amma..." Goda Daniel.

Laras menggelengkan kepalanya, ia tidak tahan menerima setiap tusukan kontol Daniel di dalam memeknya yang semakin licin karena cairan precumnya yang keluar terus menerus, membuat kontol Daniel semakin leluasa menjelajahi bagian dalam memek Laras.

Sembari menggenjot memek Laras, kedua tangan Daniel menstimulasi payudara Laras yang ikut bergoyang mengikuti irama sodokan kontol Daniel.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Selangkangan Daniel menghentak-hentak selangkangan Laras, semakin lama semakin cepat dan makin cepat hingga menimbulkan suara erotis yang kian membangkitkan birahi mereka berdua.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Laras.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Nikmat sekali memek Amma! Oughk... Saya merasa sangat beruntung bisa menikmati memek Amma..." Racau Daniel yang tidak henti-hentinya memuji Laras.

"Aduh Dan... Aaahkk... Lepaskan Amma Dan..." Erang Laras sembari menatap Daniel.

Pemuda itu kembali menyosor bibir Laras, tapi kali ini Laras membalas lumatan Daniel, ia ikut membelit bibir Daniel, menikmati ciuman panas mereka berdua yang terasa semakin panas.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Daan... Amma keluaaaar..." Jerit Laras.

Kedua tungkai kaki Laras memeluk erat pinggul Daniel, seakan ia tidak ingin Daniel berhenti menyodok-nyodok liang senggamanya.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Bukannya berhenti Daniel semakin gencar menyodok-nyodok memek Laras, membuat orgasme Laras kian terasa sangat nikmat.

Dalam waktu singkat Laras langsung menyambut orgasme keduanya yang jauh lebih dahsyat, yang membuat tubuhnya terasa lemas, tenaganya seakan terhisap.

"Oughkk... Dan!" Erang Laras.

Daniel mencabut kontolnya dari dalam memek Laras yang masih sedikit mengeluarkan cairan bening dari sela-sela bibir kemaluannya.

"Enakkan Amma?" Bisik Daniel.

Laras menatap sayu kearah Daniel. "Kenapa kamu melakukan ini semua Dan? Kenapa harus sama Amma Dan?" Pilu Laras, selama ini ia sudah bersikap baik bahkan mau menerima Daniel di rumahnya, tetapi kenapa Daniel malah membalasnya dengan menodainya.

"Karena saya ingin membantu Amma! Saya tau Amma selama ini menderita karena KH Umar yang lebih mementingkan Istri mudanya." Daniel mengecup lembut bibir Laras. "Dan saya juga ingin Amma tau, selain KH Umar, masih banyak pria di luar sana yang menginginkan Amma." Sambung Daniel sembari berbaring di belakang Laras dan memeluknya dengan mesrah.

Daniel memegang tangan Laras, dan mengarahkannya ke kontolnya yang sudah siap kembali bersarang di dalam memeknya.

"Amma berhak bahagia! Amma berhak mendapatkan kepuasan biologis entah dari siapapun itu." Bisik mesrah Daniel.

Laras terdiam sembari menggenggam kontol Daniel, kemudian ia mengarahkan kontol Daniel tepat di bibir kemaluannya yang sudah sangat basah. Kemudian ia memundurkan selangkangannya hingga kepala kontol Daniel kembali di makan memeknya.

"Ini dosa Dan..." Lirih Laras.

Daniel mendekap erat tubuh Laras, sembari mendorong masuk kontolnya semakin dalam. "Kita nikmati bersama dosa ini Amma." Ujar Daniel menikmati hangatnya memek Laras.

"Aaahkk... Ssstt... Danieeel... Aaahkk..." Desah Laras.

Dari belakang Daniel kembali mengobrak-abrik lobang memek Laras yang kini terasa semakin menerima keberadaan kontolnya.

Laras memejamkan matanya, menikmati setiap tusukan kontol Daniel. Laras tau apa yang mereka lakukan saat ini adalah sebuah dosa besar. Tetapi di sisi lain Laras merasa bahwa dirinya juga berhak bahagia, berhak mendapatkan nafka biologis, walaupun itu bukan dari Suaminya.

*****


Kartika

Sementara itu di tempat yang berbeda Kartika tengah membantu Suaminya yang sedang bersiap-siap pergi untuk menemani KH Hasyim untuk membantu menjadi pengajar di pesantren Al-fatah B. Sebenarnya Kartika tidak begitu setuju, karena ia tidak terbiasa berpisah dengan Suaminya, tapi mau bagaimana lagi, ini perintah dari KH Sahal yang meminta Suaminya membantu KH Hasyim, mengingat pesantren Al-fatah B masih kekurangan pengajar yang cukup kompeten di bidangnya.

Setelah selesai memasukan semua pakaian ke dalam tas yang akan di bawah suaminya, Kartika menggelendot manja di lengan Suaminya.

"Seminggu sekali aku akan pulang." Ujar Rifki sembari mengusap-usap kepala Istrinya.

"Kenapa sih KH Sahal sampe minta Mas ke sana, padahal KH Hasyim sendiri tidak memintanya." Sungut Kartika manja.

"Ya Allah sayang! Di sana masih butuh banyak pengajar, nanti juga kalau sudah banyak Mas akan balik mengajar di sini lagi." Ujar Rifki menenangkan Istrinya yang tampak tidak menerima keputusan KH Sahal yang di anggap mengambil keputusan sepihak.

"Kenapa gak sekalian aku juga mengajar di sana."

Rifki menghela nafas perlahan. "Untuk saat ini pesantren Al-fatah B hanya menerima santri! Dan Ustadza di sana juga sudah cukup." Jelas Rifki.

"Nanti kalau aku kangen gimana?"

"Semalamkan udah..." Goda Rifki.

Wajah Kartika merona merah. "Ihk... Mas Rifki, bukan itu..." Rengek manja Kartika.

"Hahaha... Udah ah, ayo keluar! Abi sudah nungguin kita tuh." Bujuk Rifki, dan akhirnya Kartika terpaksa mengizinkan Suaminya pergi.

Mereka berdua segera keluar dari dalam kamar, menemui Pak Hasan yang sedang duduk di meja makan, menunggu anak dan menantunya.

Pagi itu terasa berbeda bagi Kartika, karena ini akan menjadi sarapan terakhir mereka bersama Minggu ini. Selesai sarapan, Kartika dan Pak Hasan mengantar hingga ke halaman rumah mereka. Tidak lupa Rifki menitipkan Istrinya ke Pak Hasan.

"Aku titip Kartika ya Bi." Ujar Rifki.

Pak Hasan mengangguk. "Iya, Abi akan jaga Istrimu, kamu tenang-tenang saja di sana." Ujar Pak Hasan, membuat Rifki merasa tenang.

"Terimakasih Pak, sayang kalau ada apa-apa kamu bilang sama Bapak ya."

Kartika mengangguk. "Iya Mas..." Jawab Kartika yang tampak belum ikhlas harus berpisah dengan Suaminya tercinta.

Tidak lama kemudian sebuah mobil SUV bertuliskan Al-fatah berhenti di depan mereka. Setelah berpelukan dan mencium kening istrinya, Rifki pamit ke orang tuanya dan Istrinya. Kartika melambaikan tangan kearah mobil yang di tumpangi Suaminya.

Selepas kepergian Rifki, tampak Pak Hasan menatap nanar kearah Kartika, seraya tersenyum penuh arti.

*****

09:45


Elliza


Adinda

Adinda mendekati sahabatnya yang beberapa hari ini terlihat murung, seakan ada masalah besar yang tengah dihadapi oleh sahabatnya itu. Walaupun Elliza berusaha menyembunyikan masalahnya dari teman-temannya, tetapi ia tidak bisa menyembunyikan nya dari Adinda.

Adinda duduk di samping Elliza yang sedang menatap dua anak kecil yang sedang bermain di halaman depan kantor pusat.

"Eh... Da! Kamu gak ikut ke kantin?" Tanya Elliza kaget melihat sosok sahabatnya yang sudah duduk di sampingnya.

Adinda menggelengkan kepalanya. "Kamu kenapa Liza? Aku perhatikan kamu sepeeti sengaja menghindari kami." Ujarnya, seraya menatap mata sahabatnya, mencari kebenaran dari sahabatnya.

"Aku gak apa-apa kok."

Adinda menghela nafas. "Gak usah bohong, aku tau kamu lagi ada masalah kan? Kenapa kamu gak mau cerita sama kami?" Desak Adinda.

Elliza terdiam membisu, tidak mungkin ia memberitahu teman-temannya kalau ia telah menjadi korban pemerkosaan yang di lakukan oleh para satmpam pesantren yang seharusnya menjaga mereka, bukan malah membuat teror.

Tetapi Elliza juga tidak bisa berbohong kepada Adinda, karena selama ini ia selalu cerita kepada Adinda setiap kali ia ada masalah.

"Kita sahabatan?" Bujuk Adinda.

Elliza mengangguk, dan sedetik kemudian ia wmenangis. Adinda memeluknya dengan erat, walaupun Adinda tidak tau masalah apa yang di hadapi sahabatnya, tapi ia mengerti kalau sahabatnya membutuhkan dirinya untuk menguatkan hati sahabatnya.

Cukup lama Elliza menangis di dalam pelukan sahabatnya, hingga akhirnya Elliza merasa sedikit tenang, walaupun hatinya masih menjerit nangis.

"Maaf Da, aku belum bisa cerita." Ujar Elliza pelan.


Adinda tersenyum hangat, ia mengerti kalau tidak semuanya bisa di certikan. "Gak apa-apa Za, aku mengerti kok... Tapi kalau nanti kamu butuh teman untuk berbagi, kamu bisa memberitahuku." Pinta Adinda.

"Iya Da! Terimakasih..."

Mereka berdua kembali berpelukan, Elliza merasa sangat bersyukur karena dikelilingi oleh orang-orang baik seperti sahabatnya. Dan tidak seharusnya ia tenggelam oleh perasaan sedihnya hingga membuat orang-orang yang ada di sekitarnya khawatir.

*****


Fatimah

Sementara itu di rumah Elliza mereka kedatangan tamu yaitu Pak Sobri. Pria tambun itu sengaja menemui Haja Fatimah untuk menyetor birahinya. Fatimah yang tidak bisa berbuat apa-apa terpaksa menerima kedatangan Pak Sobri dengan tangan terbuka.

Di ruang tamunya Fatimah tengah berlutut sembari mengoral kontol Pak Sobri.

"Sssttt... Aaahk... Nikmat sekali." Racau Pak Sobri.

Kepala Fatimah maju mundur mengulum kontol Pak Sobri dengan rakus hingga membuat air liurnya menetes ke dagunya.

Di lihat dari cara Fatimah mengoral kontol Pak Sobri, sepertinya ia sudah terbiasa melakukannya, tidak ada lagi kecanggungan ketika Fatimah melahap kontol Pak Sobri yang terasa nikmat baginya.

Tapi tiba-tiba...

"Bu Haja..."

Laras menghentikan aksinya, melihat ke samping kearah dapur rumahnya.

Tubuh Fatimah mendadak lemas ketika melihat Markus, salah satu pembantu di rumahnya, melihat dirinya yang sedang mengoral kontol Pak Sobri. Fatimah merasa nerakanya sudah sangat dekat. Berbeda dengan Pak Sobri ia terlihat santai bahkan tetap memaksa Fatimah mengoral kontolnya.

"Pak..." Tolak Fatimah.

Pak Sobri melihat kearah Markus yang masih mematung tidak percaya. "Panggil ke tiga temanmu ke sini." Suruh Pak Sobri.

Fatimah melihat Pak Sobri tidak percaya, entah apa yang diinginkan pak Sobri hingga meminta Markus memanggil ketiga pembantunya yang lain. Sementara Pak Sobri terlihat begitu santai tidak mengubris kepanikan yang ada di wajah Fatimah.

Tidak lama kemudian Pak Arifin, Soleh, Markus dan Mbak Yuni sudah berada di ruang tamu dengan tatapan bingung, penuh tanda tanya.

"Apa pendapat kalian tentang Hj Fatimah?" Tanya Pak Sobri sembari memeluk Hj Fatimah dari belakang.

"Pak tolong!" Melas Fatimah.

"Jawab saja, jangan takut..." Ujar Pak Sobri kepada pembantu Fatimah, mengabaikan permohonan Fatima yang nyaris menangis.

"Ca... Cantik Pak! Seksi..." Jawab Markus berani.

Pak Arifin menyikut Markus. "Jangan sembarangan ngomong." Bentak Arifin, tetapi Markus tidak begitu perduli.

"Yang lain?" Tanya Pak Sobri.

"Judes... Menyebalkan." Ucap Mbak Yuni seraya tersenyum sinis, ia mulai mengerti dengan keadaan saat ini sehingga ia memiliki keyakinan kalau ia akan baik-baik saja setelah mengungkapkan unek-uneknya.

"Bagus... Kalau menurut kamu?" Tanya Pak Sobri ke Soleh.

"Teteknya besar..." Jawab Soleh ragu-ragu.

Pak Sobri melihat kearah Pak Arifin. "Baik... Cantik..." Jawab Pak Arifin.

Pak Sobri kembali tersenyum. "Apa kalian bertiga mau meniduri majikan kalian?" Tanya Pak Sobri, membuat Fatimah benar-benar shock.

"Mau Pak." Jawab Markus dan Soleh serempak, sementara Pak Arifin malah terdiam bingung.

"Lepas pakaian kalian!" Suruh Pak Sobri, segera Markus dan Soleh menanggalkan pakaian mereka hingga telanjang bulat. Pak Arifin yang tadinya diam, kini mulai ikut menanggalkan pakaiannya. "Bagus... Bagus... Sekarang kalian tunggu saja di kamarnya KH Hasyim." Perintah Pak Sobri.

Tanpa banyak bicara mereka bertiga segera ke kamar Haja Fatimah bersama KH Hasyim. Sementara Mbak Yuni masih berdiri di tempatnya.

Kemudian Pak Sobri mengambil uang sebesar 5 juta dengan pecahan ratusan ribu. Ia berjalan mendekati Mbak Yuni yang terlihat kegirangan. Kemudian Pak Sobri memperlihatkan uangnya kepada Mbak Yuni.

"Apakah kamu mau menutup mulut dan menjadi bagian dari kami?" Tanya Pak Sobri sembari memberi kode meminta Mbak Yuni mengangkat gamisnya.

Segera Mbak Yuni mengangkat gamisnya, memperlihatkan dalamannya kepada Pak Sobri, kemudian Pak Sobri memasukan uang tersebut ke dalam celana dalam Mbak Yuni, sembari membisikan sesuatu di telinga Mbak Yuni.

Wanita yang tidak tau diri itu menganggukan kepalanya seraya tersenyum senang, kemudian menghampiri majikannya.

Plaaaak...

Satu tamparan mendarat keras di wajah Fatimah, membuat wanita berhijab itu tersentak kaget melihat keberanian Yuni yang notabennya adalah pembantunya sendiri, yang ia gaji setiap bulannya.

"Apa-apaan kamu Yun!"

Plaaak...

"Diam..." Bentak Yuni. "Mulai hari ini saya majikan kamu, panggil saya madam." Ujar Yuni yang tampak puas, sudah lama sekali Yuni ingin melakukan ini terhadap majikannya sendiri.

"Astaghfirullah... Yuni."

"Panggil saya Madam..." Bentak Yuni lagi.

Pak Sobri mendekati kembali Fatimah. "Turuti semua perintah Yuni, atau... Rekaman kita kemarin akan saya sebarkan dan saya pastikan kamu dan keluargamu hancur." Ujar Pak Sobri.

Fatimah yang sadar kalau dirinya tidak memiliki pilihan terpaksa menuruti semua perintah Pak Sobri, dan mengakui kalau Mbak Yuni adalah majikannya. "Ma... Madam..." Lirih Fatimah.

"Ikut saya."

Fatimah sempat melihat kearah Pak Sobri yang acuh tak acuh, kemudian ia mengikuti Mbak Yuni, menuju kamar Mbak Yuni.

*****


Lidya


Tiwi


Aurel

14:20

Sepulang sekolah Aurel memutuskan ikut bersama Lidya dan Tiwi ke tempat markas baru mereka. Setibanya di sana mereka langsung di sambut oleh Dedi, Efran, Ferdi dan Ardi. Mereka bersantai sembari merokok, mengobrol ngarul ngidul tidak jelas.

Tiba-tiba Yogi datang sembari membawa tas ransel besarnya, lalu dia membuka tasnya dan mengeluarkan isinya membuat mereka bersorak senang kecuali Aurel.

Yogi ternyata menyembunyikan sebotol anggur merah di dalam tasnya.

"Saatnya minum-minum." Ujar Dedi.

Mereka mulai memutar botol untuk di nikmati bersama-sama secara bergiliran. Lidya dengan santainya meneguk minuman haram tersebut.

"Mantab..." Ujar Lidya.

"Giliran kamu Wi." Pinta Boy bersemangat, ia berharap mereka mabuk.

Tiwi meminta mereka semua tenang. "Oke... Oke... Giliran aku sekarang." Segera Tiwi menegak minuman beralkohol tersebut hingga sedikit tumpah mengenai seragam putihnya.

"Mantaaab..." Puji Ferdi.

"Ni giliran kamu Rel!" Tiwi menyodorkan botol minuman tersebut ke Aurel.

Aurel menggelengkan kepalanya. "Gak ah... Kalian aja yang minum." Tolak Aurel, ia memang belum pernah meminum minuman beralkohol, ia juga khawatir minuman tersebut membuatnya mabuk.

"Gak asyik kamu Rel."

"Kita semua minum lo Rel, masak kamu gak."

"Dikit aja Rel..."

"Coba dulu, kamu pasti ketagihan."

Bujuk mereka agar Aurel mau mencoba minuman memabukkan tersebut. Tetapi Aurel memilih tetap tidak meminumnya, karena ia khawatir aroma minuman tersebut tercium oleh orang tuanya. Bisa mati dia kalau sampai ketahuan.

"Gak ah... Aromanya itu kuat nanti aku ketahuan Umi." Tolak Aurel.

"Ya... Cemen kamu Rel." Protes Tiwi.

Beruntung Dedi membela Aurel. "Jangan di paksa kalau dia tidak mau, kita habiskan sendiri saja." Usul Dedi membela Aurel. Ia mengambil botol dari Tiwi untuk ia minum menggantikan Aurel.

"Terimakasih Ded..." Bisik Aurel.

Dedi melihat Aurel sebentar lalu mereka berdua tersenyum, dan entah kenapa Aurel merasa mulai menyukai sosok Dedi.

Tidak terasa sebotol minuman tersebut habis tidak bersisa mereka minum.

"Ngapain lagi ni enaknya?" Celetuk Efran sembari menghisap rokoknya.

"Kita berenang yuk." Usul Lidya.

"Ide bagus." Celetuk Yogi senang.

"Kitakan gak punya pakaian ganti loh." Protes Aurel, mengingatkan teman-temannya yang lebih dulu beranjak dari tempat mereka.

Tiwi yang berjalan paling belakang berbisik di dekat telinga Aurel. "Telanjang... Hihihi..." Ujar Tiwi cekikikan sembari berjalan sempoyongan menyusul teman-temannya yang lebih dulu pergi ke belakang.

Aurel menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menyusul teman-temannya.

Dan benar saja di perkarangan belakang Lidya dan Tiwi tengah melepas satu persatu pakaian mereka hingga hanya memakai dalaman saja, membuat Aurel benar-benar tidak habis pikir akan kenekatan mereka berdua, sementara para cowok tampak semangat.

"Gak ikut Rel?" Tanya Dedi.

Aurel menggelengkan kepalanya. "Gak ah malu... Biar mereka aja." Tolak Aurel sembari melihat kedua temannya yang sedang berenang bersama-sama.

"Kenapa malu." Heran Dedi.

"Aku juga gak bisa berenang." Ujar Aurel memberi alasan kepada Dedi.

"Tenang, kan ada aku..." Ucap Dedi sembari menepuk dadanya, membuat Aurel tertawa dengan tingkah Dedi yang sok menjadi pahlawan.

Tetapi diam-diam Aurel sebenarnya juga ingin ikut nyebur bersama teman-temannya, apa lagi melihat teman-temannya yang terlihat begitu seru. Mereka kejar-kejaran, bahkan ia melihat Lidya berciuman dengan Efran, mereka terlihat sangat romantis, membuat Aurel merasa iri dan membayangkan dirinya berciuman dengan Dedi. Sedetik kemudian Aurel menggeleng-gelengkan kepalanya, dia bukan wanita murahan seperti teman-temannya.

Pandangannya beralih ke Tiwi, ia melihat Tiwi di pegangi oleh Ferdi dan Boy, ia melihat Tiwi cekikikan sembari berusaha melepaskan diri, tiba-tiba dari bawah air Yogi keluar sembari mengangkat tangannya yang sedang memegang kain segitiga berwarna hitam.

Aurel mendekap mulutnya sanking kagetnya, ia tau itu dalaman Tiwi. Sementara Dedi yang ada di sampingnya tertawa puas.

"Yuk berenang." Ajak Dedi.

Aurel menggelengkan kepalanya walaupun hati kecilnya ingin sekali ikut nyemplum ke sungai.

Lidya dan Tiwi saling pandang, lalu mereka berdua naik keatas teras belakang rumah kemudian dengan sigap mereka menangkap tubuh Aurel yang meronta-ronta ketika keduanya berusaha menelanjanginya. Karena takut seragamnya sobek akhirnya Aurel hanya pasrah ketika dirinya di telanjangi oleh mereka.

Dedi tampak terpukau memandangi lekuk tubuh Aurel yang di balut bra dan celana dalam berwarna putih.

Tapi tidak berapa lama Dedi tersadar dari lamunannya, buru-buru ia membantu Tiwi dan Lidya untuk membawa Aurel melompat ke air sungai.

Byuuurrr...

"Yeaaaah..." Sorak Lidya dan Tiwi.

Aurel yang tak bisa berenang memeluk erat leher Dedi, ia takut karena air sungai yang cukup dalam bisa membuatnya tenggelam.

"Tenang Rel! Ada aku..." Ujar Dedi.

Aurel memukul sebal dada Dedi. "Awas ya kalau sampe aku hanyut...." Omel Aurel, tapi di dalam hati ia senang karena berada di dekat Dedi.

Sementara itu Lidya dan Tiwi tengah berenang bersama teman prianya yang lain. Lagi-lagi Efran mendekati Lidya kemudian Aurel melihat mereka berciuman sambil berpelukan, dan yang membuat Aurel makin kaget ketika ia melihat dalaman Lidya yang mengambang.

"Mereka berani banget ya... Kamu berani gak?" Rayu Dedi, Aurel langsung melotot.

"Jangan samain aku dengan mereka." Ujar Aurel, padahal di bawah sana sudah berkedut-kedut kerena Aurel dapat merasakan tonjolan di celana Dedi yang terasa menyodok-nyodok selangkangannya.

Pandangan Aurel beralih ke Tiwi dan ternyata Tiwi lebih parah lagi. Kedua tangannya merangkul leher Boy dan Ferdi, sementara kedua tungkai kakinya memeluk leher Yogi yang tengah menjilati bibir kemaluannya, pemandangan tersebut benar-benar membuat Aurel merasa shock, ia tidak menyangkah kalau kedua temannya bisa senekat itu.

Melihat kelakuan kedua sahabatnya Aurel malah malu sendiri, ia merasa apa yang di lakukan kedua temannya sangat menjijikan.

"Udahan yuk..."

"Kenapa?" Tanya Dedi.

Aurel tidak mengubris ia tetap meminta Dedi membawanya kembali ke pinggir.

Lalu tanpa berkata apa-apa Aurel bergegas naik keatas rumah dan mengenakan kembali pakaiannya. Ia tau kalau kedua temannya memang nakal, bahkan dirinya juga nakal. Tapi untuk urusan sex, Aurel masih sedikit waras dibandingkan kedua temannya.

Menurut Aurel senakal-nakalnya wanita, tetap harus menjaga harga dirinya. Telanjang di kelilingi oleh lawan jenis saja sudah memalukan, apa lagi kalau sampai berbuat mesum.

Dedi yang tidak mengerti dengan perubahan Aurel hanya diam sesaat. Walaupun sempat bimbang tapi akhirnya Dedi membiarkan Aurel pergi, dan dirinya segera menghampiri Lidya yang sedang bersama Efran. Tentu saja Dedi tidak mau melewati pesta yang ada di depan matanya.

Biarlah Aurel ia urus nanti, dan Dedi memiliki keyakinan kalau ia pasti bisa menaklukan anak KH Umar nantinya.

*****


Fatimah

Fatimah hanya pasrah ketika Yuni membawanya masuk ke dalam kamarnya yang sudah ada ketiga pembantunya yang lain dalam keadaan telanjang bulat. Harga diri Fatimah benar-benar di lucuti oleh Pak Sobri, membuatnya merasa seperti wanita paling hina di muka bumi ini.

Sembari memejamkan matanya Fatimah pasrah ketika Yuni membuka kimono yang di kenakan oleh Fatimah.

Ketiga pasang mata yang menatapnya tampak berbinar tidak percaya. Di hadapannya Fatimah yang biasanya mengenakan pakaian Muslimah, kini terlihat seperti pelacur murahan.

Di bawah tatapan ketiga pasang mata yang terlihat lapar, membuat tubuh Fatimah merinding.

"Selamat di nikmati ya Bapak-bapak." Ujar Yuni tersenyum puas.

Sekilas ia menatap sinis kearah Fatimah, lalu pergi meninggalkan Fatimah bersama ketiga serigala kelaparan yang hendak menjadikannya sebagai makanan.

Awalnya ketiga pria pembantu rumahnya itu terlihat ragu, tapi pada akhirnya Umarlah yang maju lebih dulu mendekati majikannya, tanpa berkata Umar memeluk tubuh Fatimah, sembari melumat bibir Fatimah dengan rakus. Kedua temannya hanya memandang takjub melihat Fatimah yang sama sekali tidak marah.

Ingin rasanya Fatimah memberontak, tapi dirinya sadar tidak ada gunanya ia melawan selama video pornonya berada di tangan Pak Sobri.

Setelah puas mencium bibir Fatimah, Umar meminta Fatimah berlutut dan mengulum penisnya.

Lagi-lagi Fatimah terlihat sangat patuh, ia menggenggam kontol Umar lalu melahapnya dengan perlahan, mengulumnya dengan lembut.

"Sssttt... Aaahkk... Nikmat sekali Bu Haja." Racau Umar keenakan.

Melihat betapa pasrahnya Fatimah, akhirnya membuat Soleh dan Pak Arifin memberanikan diri mendekati Fatimah, wanita yang sangat mereka hormati sekaligus mereka takuti. Siapa sangka hari ini malah menjadi hari keberuntungan mereka.

Soleh menyodorkan kontolnya, begitu pula dengan Pak Arifin. Dengan sigap Fatimah menggenggam kontol mereka, mengocoknya dengan perlahan. Lalu secara bergantian ia mengulum kontol mereka.

Hampir lima belas menit Fatimah memanjakan kontol mereka dengan mulut dan tangannya, membuat Fatimah mulai kepayahan.

Karena ingin cepat selesai, Fatimah memutuskan untuk langsung ke menu utama.

Ia berdiri berjalan keatas tempat tidur, lalu ia berbaring menghadap kearah mereka bertiga, dengan perlahan ia menekuk kakinya, lalu membukanya, memamerkan memeknya yang tembem kehadapan mereka bertiga.

"Ini yang kalian mau kan? Selesaikan sekarang atau tidak sama sekali." Cetus Fatiimah. Sebenarnya ia merasa sangat malu karena harus berfose seseksi mungkin untuk menggoda mereka agar mau menyetubuhinya sekarang juga.

Tapi setelah di pikir-pikir ia sudah melakukan hal ini beberapa kali bersama Pak Sobri, bahkan ia pernah melayani Pak Sobri dan KH Sahal secara bersamaan, membuat Fatimah yakin bisa melayani ketiga pembantunya tersebut.

"Bu Haja tau aja yang kita mau." Ujar Soleh.

Pemuda berusia 26 tahun itu mendekati Fatimah yang sudah terlentang pasrah, kemudian ia berlutut diantara kedua tungkai kaki Fatimah.

Tindakan Soleh membuat Fatimah berubah menjadi panik, tadinya ia berharap mereka langsung menggaulinya bukan malah merangsangnya terlebih dahulu. Fatimah hendak menutup kedua kakinya, tapi sudah terlambat karena wajah Soleh sudah berada di selangkangannya.

"Oughk... Apa yang kamu lakukan Soleh? Aaahkk... Lepaskaaaan... Aaahkk..." Erang Fatimah tidak tahan dengan sapuan lidah Soleh di bibir kemaluannya.

Pak Arifin dan Umar duduk di samping Fatimah, mereka berdua menjamah payudara Fatimah dengan perlahan dan lembut, memilin putingnya membuat nafas Fatima mulai tersengal-sengal.

Tubuhnya menggeliat di rangsang oleh ketiga pembantunya sekaligus.

Yang ditakutkan Fatimah akhirnya terjadi, memeknya kian berkedut-kedut, mengeluarkan cairan bening dengan jumblah yang banyak.

Rasa nikmat itu kian menjadi-jadi ketika lidah Soleh menyeruak masuk kedalam memeknya, mengorek-ngorek liang memeknya yang semakin basah, di tambah lagi Pak Arifin melumat bibirnya dan Umar menghisap payudaranya dengan perlahan.

"Eehmmmppss... Eeehmmppsss... Eehmmmppss..." Lenguh Fatimah tidak berdaya.

Sapuan lidah Soleh beralih ke clitorisnya, ia menjilati daging mengil tersebut sembari menusuk-nusuk lobang memek Fatimah.

Tidak butuh waktu lama bagi mereka bertiga untuk mengantarkan Fatimah berada di puncak klimaksnya. Tubuh Fatimah menggelinjang indah, ketika ia menggapai orgasmenya.

"Nikmat banget Memek Bu Haja." Ujar Soleh.

Fatimah merasa benar-benar kehilangan muka di hadapan mereka bertiga. "Masukan sekarang Soleh, saya ingin ini cepat selesai." Ujar Fatimah ketus, ia tidak ingin di permalukan lebih lama lagi.

"Iya Bu." Jawab Soleh santun.

Pemuda itu segera memposisikan kontolnya di depan bibir kemaluan Fatimah. Alih-alih menusuknya, ia malah hanya menggesek-gesekkan batang kontolnya di kemaluan Fatimah yang sudah sangat basah.

Pak Arifin kembali meminta wanita Soleha itu mengoral kontolnya.

"Kulum Bu." Pinta Pak Arifin.

Fatimah menuntun kontol Pak Arifin masuk ke dalam mulutnya, lalu menghisapnya dengan perlahan, seakan ia sangat menikmati kontol Pak Arifin di dalam mulutnya. Umar tidak mau kalah, ia duduk diatas perut Fatimah, lalu menjepit kontolnya dengan payudara Fatimah.

Kembali Fatimah merasakan birahi yang meluap-luap, apa lagi Soleh tidak kunjung memasukan kontolnya ke dalam memeknya.

"Masukan sekarang Soleh." Suruh Fatimah kian frustasi, air mata Fatimah mulai jatuh ke pipinya. "Tolong... Jangan permalukan saya lebih dari ini, atau bunuh saja saya." Mohon Fatimah terisak.

Soleh tersenyum kecil. "Saya akan masukan kalau Bu Haja Fatimah benar-benar menginginkannya." Jawab Soleh tenang.

"Kita mau melakukannya dengan landasan suka sama suka Bu! Bukan karena paksaan." Ujar Pak Arifin, seraya membelai kepala Fatimah.

"Benar Bu Haja, kita mau Bu Haja juga menikmatinya, bukan hanya kita saja." Ujar Umar.

Fatimah terdiam beberapa saat, kemudian ia meminta ketiga pembantunya untuk berhenti menyentuhnya, dan mereka benar-benar berhenti merangsangnya, menuruti perintah Fatimah, membuat Fatimah merasa heran dengan sikap mereka yang begitu patuh.

Fatimah memandang mereka tidak percaya, entah kenapa Fatimah merasa mereka tengah merencanakan sesuatu untuk menjebaknya seperti Pak Sobri.

"Yakin kalian tidak mau?" Sindir Fatimah.

Mereka bertiga saling pandang. "Tadi kami sudah bicara satu sama lain Bu! Kami tidak tau Ibu ada masalah apa dengan Pak Sobri, tapi yang pasti kami tidak mau ikut-ikutan." Jelas Pak Arifin.

"Selama ini keluarga Ibu sudah sangat baik sama kami, tentu kami tidak ingin mengambil kesempatan dari masalah Ibu dengan Pak Sobri." Sambung Umar.

"Dari dulu kami memang sering menjadikan Bu Haja bahan coli kami, tapi... Kami tidak sejahat itu hingga ingin menodai Bu Haja! Kami bisa berpura-pura sudah meniduri Bu Haja di hadapan Pak Sobri." Ujar Soleh, seraya menatap Fatimah yang tampak terharu.

Fatimah benar-benar tidak menyangkah, kalau ketiga pembantunya itu mau mengerti kondisi yang sedang ia hadapi saat ini. Padahal bisa saja mereka menidurinya dan tentunya ia tidak akan melawan, karena berada di bawah ancaman Pak Sobri.

Fatimah menyesal karena telah berfikiran yang tidak-tidak kepada ketiga pembantunya itu.

Pak Arifin menarik selimut dan menyelimuti tubuh telanjang Fatimah, dengan senyum hangat Fatimah berterimakasih kepada mereka.

"Ya Allah, saya tidak menyangka kalau kalian begitu baik kepada saya." Lirih Fatimah terharu.

"Hmmm... Bu Haja, bisa gak kalau kita pura-pura ML, takutnya nanti Yuni menguping di balik pintu." Tutur Umar seraya melihat kearah pintu kamar Fatimah.

"Iya Bu, saya takut nanti Ibu malah terkena masalah lebih besar lagi kalau sampai ketahuan tidak melayani kita bertiga, bisa-bisa Ibu malah di suruh melayani orang lain." Sambung Soleh.

"Iya kalian benar! Pak Sobri tidak akan pernah puas kalau belum melihat saya tersiksa." Ujar Fatimah.

"Kalau boleh tau ada masalah apa Bu Haja sama Pak Sobri?" Tanya Umar yang tampak penasaran, melihat majikannya yang begitu patuh menuruti perintah Pak Sobri, walaupun mereka meyakini kalau itu bertentangan dengan batinnya Fatimah.

"Nanti saya ceritakan kalau Pak Sobri sudah pergi." Jawab Fatimah.

Mereka berempat mulai berakting seakan-akan mereka sedang bercinta. Fatimah mendesah-desah sembari memohon di lepaskan oleh mereka, sementara mereka berakting seakan tengah memaksa majikan mereka melayani mereka.

Soleh sampai melompat-lompat diatas tempat tidur agar terdengar suara deritan, layaknya seseorang yang sedang bercumbu.

Dan benar saja, di balik daun pintu kamar Fatimah, tampak Yuni sedang menguping. Dari raut wajahnya ia terlihat senang, karena akhirnya majikannya yang suka menceramahinya dan memarahinya karena berpenampilan seronok akhirnya kena batunya.

Ia berjalan menuju Pak Sobri yang sedang duduk di sofa sembari mengocok kontolnya. Seraya tersenyum Yuni menanggalkan pakaiannya hingga telanjang bulat.

*****


Laras

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Sementara itu di tempat berbeda, Daniel dengan gagahnya menyetubuhi Haja Laras dengan gaya doggy-style. Tubuh indah Laras telonjak-lonjak menerima setiap tusukan Daniel dari belakang. Pemuda itu mencengkram, meremas dan menampar-nampar pantat Laras dengan keras dan beringas.

Sementara Laras terlihat sangat menikmati setiap tindakan kasar Daniel kepadanya.

"Danieeel... Ama mau dapaaat..." Jerit Laras.

Daniel semakin kencang menjorokan kontolnya di dalam memek Laras. "Bareng Amma, saya juga mau keluaaaar... Kita bikin Adek untuk Azril." Erang Daniel.

"Jangan di dalam Daaan... Aaarrrtt..."

Croootss... Croootss... Croootss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Pantat Laras bergetar seiring dengan cairan cintanya menyembur deras membuat seprei tempat tidur Azril menjadi basah.

Ploopss...

Daniel mencabut kontolnya dari dalam memek Laras, tampak kontol Daniel mengkilat oleh cairan lendir cintanya yang menyelimuti batang kemaluannya. Dari celah-celah bibir memek Laras, tampak mengalir sperma Daniel hingga jatuh keatas seprei tempat tidur Azril.

Tubuh Laras terkulai lemas, setelah dari pagi tadi hingga siang ini ia melayani nafsu Daniel. Tapi jujur, Laras menikmatinya, bahkan sangat menikmatinya. Sudah tidak terhitung berapa kali ia orgasme.

"Sebentar lagi Azril pulang, jangan tutupi tubuh Amma." Ujar Daniel seraya mengenakan pakaian.

"Astaghfirullah..."

Laras melihat kearah jam dinding kamar anaknya, sudah menunjukan pukul 2 siang, itu artinya sebentar lagi Azril akan pulang. Wajah Laras mendadak pucat pasi, melihat kondisi kamar anaknya yang sudah sangat berantakan.

Apa kata Azril kalau ia melihat kamarnya yang seperti kapal pecah.

"Tidak perlu panik Amma! Tiduran saja... Nanti kalau Azril ke kamar bilang aja Amma habis di pijat." Ujar Daniel, tapi tetap tidak bisa membuat Laras menjadi lebih tenang.

"Apa yang harus aku lakukan." Lirih Laras frustasi.

"Amma percaya sama saya! Walaupun Azril tau sekalipun, dia tidak akan melaporkan apa yang kita lakukan barusan, Amma lupa kalau saya sering menelanjangi Amma selama ini di depan Azril?" Ujar Daniel mengingatkan Laras tentang kejadian beberapa hari ini.

Kalau di pikir-pikir apa yang di katakan Daniel ada benarnya juga. Kalaupun Azril ingin memberitahu Abinya, seharusnya Azril sudah melakukannya sejak dari ia di pijit oleh Daniel, tapi nyatanya, Suaminya tidak tau sama sekali kalau selama ini Daniel yang memijitnya, bukan mbok Saritem tukang pijit langganannya.

Bahkan ketika Laras berbohong ke Suaminya, Azril sama sekali tidak mencelanya, dan membiarkan ia berbohong.

Daniel tersenyum. "Amma hanya perlu pura-pura tidur dan lihat seperti apa reaksi Azril." Bisik Daniel, lalu pergi meninggalkan Laras sendirian di dalam kamar tanpa busana.

Sementara itu tampak seorang pemuda baru saja memasuki rumahnya. Azril bernafas lega setelah tiba di rumahnya, karena cacing di perutnya yang mulai berdemo. Saat ia hendak meletakan tasnya di kamar, tiba-tiba ia melihat Daniel keluar dari kamarnya.

Selepas kepergian Daniel, Azril bergegas ke kamarnya, saat pintu kamarnya terbuka, mendadak lutut Azril terasa lemas melihat Ibunya berbaring dalam keadaan nyaris telanjang bulat, hanya jilbab saja yang masih melekat di atas kepalanya.

Perasaan Azril bekecamuk, antara senang bisa melihat Ibunya dalam keadaan polos, dan gelisah khawatir kalau Ibunya di apa-apakan oleh Daniel.

"Azril..." Lirih Laras sembari menarik selimut Azril menutupi tubuh telanjangnya. "Kamu baru pulang sayang?" Tanya Laras seakan tidak terjadi apa-apa di dalam kamar Azril ketika anaknya tidak ada di kamar.

"I-iya Umi! Hmm... Umi habis ngapain?" Tanya Azril sembari melihat tempat tidurnya yang berantakan.

Laras duduk diatas tempat tidur Azril sembari menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut Azril. "Umi habis di pijit sayang! Soalnya kaki Umi sakit lagi." Jawab Laras, seraya tersenyum memandangi putranya yang tampak gerogi.

"Sama siapa Umi?"

Laras sedikit menyibak kesamping selimutnya hingga tampak memeknya di hadapan Azril. "Sama... Mbok Saritem sayang!" Jawab Laras jelas berbohong.

Azril terdiam sejenak, mencari tau kenapa Ibunya harus sampai berbohong kepadanya. Jelas sekali Azril melihat Daniel keluar dari kamarnya, dan ia sama sekali tidak melihat tukang pijit langganannya Uminya keluar dari rumah mereka.

"Kamu gak percaya sama Umi? Jangan-jangan kamu mikirnya Daniel ya yang mijitin Umi?" Tembak Laras sembari cemberut di depan Azril.

"Per... Percaya kok Mi." Jawab cepat Azril.

Laras tersenyum lega mendengarnya. "Umi ke kamar dulu ya Nak! Mau mandi dulu, lengket semua badan Umi rasanya." Ujar Laras sembari mengelus tangannya yang tidak tertutup selimut.

"Iya Umi."

Laras turun dari tempat tidurnya. "Kalau Daniel yang mijitin Umi, boleh gak?" Pancing Laras, sembari menatap mata putranya.

"Bo-boleh kok Mi! Asalkan demi kebaikan Umi." Jawab Azril.

Laras lagi-lagi tersenyum mendengarnya, kemudian Laras memungut pakaiannya yang berserakan di lantai kamar putranya. Saat berjalan di samping Azril yang masih mematung di depan pintu kamarnya.

Lagi-lagi Laras menggoda putranya. "Kamu gak terangsangkan ngeliatin Umi telanjang tadi?" Bisik Laras, Azril yang selama ini tidak terbiasa berbohong mendadak gagu di hadapan Ibunya.

Tanpa menunggu jawaban Azril, Laras pergi keluar dari kamar Putranya yang tampak bengong.

Setelah kesadarannya pulih Azril berjalan mendekati tempat tidurnya yang berantakan, ia merabahi seprei kamarnya yang lembab, membuat pikiran Azril menerawang kemana-mana, apa lagi ketika ia tidak sengaja menyentuh sisa sperma Daniel.

Saat ia menciumnya, Azril semakin yakin kalau itu adalah sperma seorang laki-laki. Tubuh Azril terasa lemas membayangkan ibunya berzina dengan sepupunya sendiri.

"Tidak mungkin... Umi tidak mungkin berzina... Iya benar Umi tidak mungkin melakukannya dengan Mas Daniel."

Jerit hati Azril meyakinkan dirinya kalau Ibunya tidak mungkin menjalin hubungan terlarang dengan Daniel.

Setelah merasa sedikit tenang, Azril mulai membereskan kamarnya, merapikan kembali seprei tempat tidurnya tanpa menggantinya. Meletakan kembali bantal guling nya yang terjatuh di lantai.

Saat membereskan kamarnya, Azril menemukan harta karun di bawah meja belajarnya.

Azril menatap nanar kain segitiga berwarna hitam milik Ibunya. Ia melihat ada sedikit cairan yang menempel di celana dalam Ibunya, dengan tangan gemetar ia menempelkan celana dalam tersebut di hidungnya, mencium aroma memek Ibunya yang menempel di kain tersebut.

Ketika sedang menikmati aroma dalaman Ibunya, tiba-tiba pintu kamarnya kembali terbuka. Buru-buru Azril menyembunyikan dalaman Ibunya.

Laras tersenyum memandang Azril. "Azril kamu makan di dapur umum pesantren aja ya, Umi lupa masak." Ujar Laras, Azril mengangguk cepat.

"Maaf ya sayang udah ganggu, lain kali pintunya di kunci." Sambung Laras sembari mengedipkan matanya, lalu menutup pintu kamar putranya kembali.

Selepas kepergian Ibunya, Azril yang sudah sangat bernafsu tidak begitu menanggapi ucapan Laras. Ia segera mengunci pintu kamarnya, lalu menanggalkan pakaiannya. Sembari masturbasi, ia kembali menikmati aroma memek Ibunya yang memabukkan.

*****
Gila.. sobri ini bisa memanfaatkan sifat tidak suka Yuni
Duh.. ibarat ubur², tentakel sobri ini banyak

:nohope::nohope::nohope:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd