Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (ORIGINAL CONTENT) Berburu Binor Montok di Desa Lembang

6.20 WIB di kediaman Pak Herman.

"Maaaaah ade angkat, salamlekum" (Mah, aku berangkat, assalamualaikum) pamit bocah berseragam putih-biru sambil menghampiri Bu Irma.

"Kumsalam, kade ngke uihna tong kamana2 heula jang, bapak bade angkat" (Waalaikumsalam, nanti langsung pulang ya nak, jangan kemana2 dulu inget bapak mau berangkat) tegas Bu Irma sambil menyodorkan jemari mulusnya yang langsung diraih si bocah dan diangkatnya ke dahi.

"Siap Yang Mulia Ratu" sambil cengengesan tengil si bocah nyelonong keluar rumah.

Dian, anak bungsu Herman & Irma kini duduk di bangku kelas 2 SMP yang bangunannya berjarak 20 menit jalan kaki dari rumah. Di mata Dian, Irma memang bak seorang ratu. Bukan semata-mata karena Irma telah berjasa melahirkannya, melainkan karena sosok Irma yang memang bersahaja, dikenal ramah, supel, dan sangat mempesona.

Butuh beberapa waktu sampai Dian menyadari pesona ibunya itu. Setidaknya hingga ia mulai memasuki masa puber. Tapi jauh sebelumnya, Dian sudah sering mendengar obrolan-obrolan selintas dari mulut warga tentang kecantikan dan kemolekan tubuh ibunya yang tersohor itu. Istilah-istilah seperti "Si Bohay Manis", "Mamah Bahenol", "Nyai Semok", sering ia dengar ketika orang-orang dewasa di desa, terutama para pria, membicarakan sosok Irma. Kala itu Dian tidak mengerti apa yang orang-orang bicarakan, barulah sekarang ia menyadari sisi "Bahenol" ibu kandungnya.

"Mah nanti pang mindahin kandang burung ke dalem 10 menit lagi, abis ini bapak mau ke rumah Wa Haji dulu bentar" pinta Pak Herman sambil bergegas mengenakan helm.

"Enya pah" jawab Bu Irma dari arah dapur.

Selepas suaminya berangkat mengantar Dian ke sekolah, tinggalah Bu Irma sendiri di rumah. Saat ini, di rumah memang hanya ada mereka bertiga. Sementara kakak perempuan Dian, Asti, baru saja pulang tempo hari ke asrama pesantren tempatnya melanjutkan pendidikan menengah atas.


_
_
_
_
_


Di ujung sana, ketika Aep sedang memacu motornya, Aep berpapasan dengan Pak Herman di jalan.

"Kamana Eeeep!?" Seru Pak Herman.

Setengah terkejut, mengingat cairan kontol haramnya baru saja ditumpahkan ke celana dalam milik istrinya, Aep memelankan laju motornya dan refleks menjawab "Eta pak, konci kios murag (jatuh) di dapur hehehe" cengir Aep dengan kondisi jantung deg-degan.

Pak Herman hanya balas nyengir sambil menggeleng-gelengkan kepala. Aep lantas melanjutkan perjalanan.

Sesampainya di depan rumah Pak Herman, Aep melihat kondisi jemuran masih pada tempatnya. "Aman nih" pikir Aep sambil melirik kanan-kiri memastikan tidak ada yang melihat. Aep perlahan turun dari motornya dan melangkah menuju arah jemuran. Ketika tangan Aep merogoh saku jaket, tiba-tiba sesosok wanita matang bertubuh semok keluar dari pintu depan.

Dengan heran Bu Irma bertanya, "Aep balik lagi?"

"Iya nih duh hehe itu konci kios kayaknya jatoh tadi di sini bu" jawab Aep sambil tangannya pura-pura mencari sesuatu di dalam saku jaket, padahal ia hanya meremas-remas pembungkus selangkangan binal milik perempuan bersuami yang tengah berdiri 2 meter di hadapannya.

"Kayaknya tadi pas ngangkut galon" tambah Aep sambil celingukan kesana-kemari. Matanya sekilas melewati gumpalan gunung besar nan padat itu. Tercetak samar sepasang jendolan pentil di puncaknya, pertanda bahwa Si Mamah Bahenol tidak menggunakan BH. Susu Bu Irma tampak begitu membusung tegap ke depan, seolah-olah menantang batang perkasa Aep untuk berseluncur di sela-selanya.

"Oooh bentar atuh saya liat dulu bisi jatoh di dapur" Bu Irma tersenyum ramah dan langsung membalikkan badan, namun tiba-tiba angin dari arah timur berhembus pelan, semilir melewati setiap lekuk tubuh Bu Irma yang tampak masih lengket belum mandi, mengantarkan aroma subur khas wanita matang menuju penciuman Aep.

Alhasil, kontol liar itu kembali berontak, Aep bahkan sempat meremas-remas kontolnya sambil menatap tajam pantat montok Bu Irma yang sedang berjalan meninggalkannya. Aep bergidik merinding melihat gerakan pantat Bu Irma yang bergoyang aduhai saat kaki-kaki jenjang itu melangkah.

Kesempatan pikir Aep. Buru-buru ia gantungkan CD basah penuh lendir haram yang baru saja dimuntahkan kontolnya ke tempatnya semula. Namun, pandangannya sejenak terhenti melihat deretan jemuran di sebelahnya. Di situ ada beberapa CD berwarna hitam, krem, biru navy, corak polkadot, dsb. Di gantungan sebelahnya lagi, terdapat beberapa pasang BH berukuran 38 B. Melihat aneka dalaman itu, pikiran Aep melayang membayangkan tubuh nikmat Si Mamah Bahenol jika telanjang bulat. Tanpa sadar tangannya kembali meremas-remas batang kontolnya.

Sadar terdengar suara langkah orang berjalan, Aep buru-buru kembali lagi ke posisi semula.

"Gak ada Aep, udah saya liat-liat ke kolong kulkas juga gak ada" kata Bu Irma.

"Ooh yaudah kalo gitu mah bu, nanti aja saya cari lagi siapa tau ada di kios, mangga bu" jawab Aep sambil melangkah keluar pagar.

"Yaudah hati2 d jalan Aep" Balas lagi Bu Irma sambil melangkah ke halaman tempat sangkar burung terpasang.

Aep tidak langsung bergegas pergi, ia tidak mau kelewatan pemandangan langka seperti yang satu ini. Aep melihat Bu Irma yang kini membelakanginya sedang berjinjit berusaha meraih sangkar burung. Daster tipis sebatas paha, ditambah posisi tubuhnya yang sedang berjinjit manja, otomatis semakin mengekspos lekukan tubuh sensualnya. Sekali lagi Aep dibuat merinding sekaligus terbelalak bukan main. Dengan mata telanjangnya yang melotot tajam, Aep menangkap basah bokong semok yang tampak lengket mengkilat belum mandi itu tersingkap sedikit, tanpa celana dalam.

Lagi-lagi Aep tak kuasa meremas-remas batangnya yang kian terasa panas, namun kali ini Ia merasa sedikit puas, mengingat cepat atau lambat, belahan memek nikmat dan bokong montok mengkilat milik istri Pak Herman itu akan dibungkus sepotong kain yang sudah dilumuri air mani dan ludah busuknya.

Saat tengah fokus menikmati pemandangan binal itu, tiba-tiba Bu Irma melirik ke belakang dan menangkap ekspresi aneh di muka Aep. Aep kaget setengah mati dan sontak menyingkirkan tangan dari selangkangannya secepat kilat. Sementara Bu Irma yang tak sadar dengan apa yang baru saja terjadi cuma mengernyitkan dahi sambil keheranan melihat tingkah Aep yang tak wajar.

"Tadi ngaku ketinggalan konci, sekarang ngelamun kayak org kesambet, kenapa tuh si Aep" pikir Bu Irma sambil menatap Aep yang seketika tancap gas meninggalkan rumahnya.

Tak mau ambil pusing, Bu Irma segera membawa sangkar burung ke dalam rumah sesuai pesan suaminya. Tak lama, ia pun kembali ke halaman depan sambil membawa keranjang untuk mengangkat jemuran yang sudah kering dibiarkan kena angin semalaman. Satu persatu diraihnya dari tiang jemuran.

"Kok aneh" Bu Irma kembali mengernyitkan dahi merasakan satu celana dalamnya masih belum kering, "padahal posisinya paling luar kena angin" pikirnya lagi.

"Nanti juga dipanasin setrika kering", tanpa pikir panjang, celana dalam basah itu ia masukkan ke dalam keranjang.


_
_
_
_
_


Suara selang silikon berputar nyaring mengaduk-aduk bagian dalam galon air minum. Ini adalah tahap kedua setelah proses pembilasan bagian luar galon sebelum diisi air baru. Setibanya Aep di kios, Aep langsung menangangi sejumlah pesanan, ada 10 galon yang harus ia antarkan hari ini.

Di ruangan seluas 5x5 meter ini terdapat tiga alat pembersih galon, dua buah mesin isi ulang lengkap dengan housing UV sterilisasi, sebuah lemari, meja kecil, dan di sudut kiri ruangan terdapat tumpukan galon bekas tak terpakai.

Sementara itu, di sebelah kanan ruangan, tepat di belakang meja, terdapat pintu yang mengarah ke sebuah ruangan kecil. Tanpa gagang dan kunci, sebetulnya pintu itu lebih cocok disebut sekat. Sekat berbahan triplek butut yang menjadi pembatas antara tempat mengais nafkah dan suakanya.

Di dalam kamar sempit itu terdapat sebuah kasur kapuk, lemari plastik yang digantung asal-asalan di pojokan kamar, gantungan pakaian tempat Aep menanggalkan sarung, baju, jaket, celana, kolor belel, sekaligus selimutnya, sebuah terminal listrik, dua buah dus berisi barang-barang pribadi, dan TV 11 inci yang berdiri rapuh di atas lemari.

Beginilah gambaran keseharian Aep Si Tukang Galon alias Aep Galon, gelar resmi yang disematkan pada dirinya semenjak mengabdi kepada Sang Juragan.

Aep biasa bangun jam 5 subuh, kemudian lekas numpang mandi di mushola, tak lupa ngopi dan sarapan di warung Teh Desi yang terletak di pertigaan gapura desa. Sehari 3X Aep akan mampir untuk mengambil jatah makan, kopi, dan sebungkus rokok di warung ini sesuai titah juragan. Di tempat ini jugalah ia sering bertemu dan ngobrol dengan warga setempat, salah satunya si Rani, perempuan seusia Aep yang merupakan istri tukang ojek pangkalan bernama A Ujang.

Rani bekerja sebagai pembantu di sebuah perumahan yang berjarak 3 KM dari desa. Secara penampilan, tidak ada yang istimewa dari Rani, hanya saja tubuhnya lumayan semok meskipun tidak melekuk simetris dan kencang seperti milik Bu Irma. Tapi itulah satu-satunya peluang yang dimiliki Aep. Setelah mengenal akrab dan mencium aroma-aroma binal yang terselubung dibalik sikap pemalunya, Aep mulai merayu Rani secara "soft selling".

Selama tiga bulan melancarkan serangan, akhirnya Rani memberikan lampu hijau. Lantas, pada suatu sore sepulang Rani bekerja, sementara suaminya sedang mengantar nenek sepuh berobat ke klinik, Aep berhasil mengentoti memek Rani untuk pertama kalinya di ranjang kumuhnya yang berbau anyir itu. Terhitung sudah 3X Aep main gila dengan istri tukang ojek itu, dan ia selalu muntahkan spermanya di dalam memek Rani.

Meski begitu, Aep belum merasa puas. Gairah kejantanannya malah makin menjadi-jadi sejak terakhir kali mencelup-celupkan kontol hitam legam perkasanya ke liang memek istri A Ujang itu. Aep menginginkan yang lebih. Aep menginginkan memek Bu Irma yang kemolekan tubuhnya sudah terkenal di penjuru desa.

"Tapi.. gimana caranya" celetuk batin Aep menyadari bahwa keinginannya itu terdengar nyaris mustahil terwujud.

Aep berdiri menatap pantulan dirinya di kaca mesin isi ulang. Tampak seonggok manusia ceking berkulit gelap gersang, matanya merah, rambutnya acak-acakan, bibirnya hitam, giginya kuning keropos akibat asap Djarum Coklat yang dihisapnya sekian tahun. Sosok itu kemudian nyengir, matanya melirik ke arah selangkangan, "setidaknya kontol ini tidak ada tandingannya" sambil dielus-elusnya perlahan dan membayangkan dirinya bergumul liar di atas tubuh sintal Nyai Semok yang telah licin & basah oleh keringat haramnya.






_
_
_
_
_








"Betul teh, saya setuju, biar teteh aja yang ngatur konsumsi mah, selama ini juga gak pernah gagal, selalu maknyosss" jelas Pak Herman sambil mengangguk-ngangguk tanda setuju.

"Gampang lah itu mah sok aja, kumaha ibu-ibu weh" jawab Wa Haji singkat, enggan rasanya ia mendebat istrinya soal masakan.

Di pekarangan belakang rumah Wa Haji pagi itu, Pak Herman tengah fokus membahas acara Selametan Panen Raya yang akan digelar beberapa hari mendatang. Ketika Wa Haji menyinggung persiapan konsumsi, istri kesayangannya, Bu Hj Lia, tiba-tiba ikut nimbrung dan keukeuh ingin semua urusan konsumsi harus dia yang atur.

"Nanti Irma saya kasih tau biar dia standby bantu-bantu teh, biar Irma yang belanjanya, biar teteh gak repot teuing(amat)" ujar Pak Herman yang selalu konsisten memanggilnya "teteh" saat warga lain justru memanggilnya Ceu Haji atau Bu Haji.

Usia Hj Lia nyatanya 4 tahun lebih muda dari Herman, rasanya kurang pantas jika ia dipanggil Eceu atau Ibu, lagi pula, meskipun Hj Lia sudah berkepala 5, penampakannya justru terlihat 15 tahun lebih muda dari usia aslinya. Jika berjalan berdampingan dengan Irma, tidak ada yang akan menyangka kalau mereka terpaut usia 10 tahun.

Berbeda dengan suaminya, Wa Haji Edi, usianya kini sudah 68 tahun dan sering sakit-sakitan, alhasil, perannya sebagai ketua RW tidak banyak berguna. Malah sebagian besar tugasnya dituntaskan oleh Herman dan bapak-bapak lainnya. Tentu atas izinnya terlebih dahulu, seperti urusan yang satu ini contohnya.

Herman datang ke rumah Wa Haji untuk mengkonfirmasi semua perizinan dan rangkaian acara, sekaligus mengkoordinasikan peran-peran sebagian warga selaku panitia.

"Iya nuhun, gampang itu mah, nanti saya kontekan sama Irma" jawab Hj Lia.

Tak terasa sudah 2 jam Herman menjelaskan detail-detail acara dan berbagai upaya persiapannya. Ia pun pamit pulang. Namun, sebelum menuju rumahnya, Herman berniat mampir dulu ke kios depot air minum milik juragan Mukidi, ia ingin menyampaikan sesuatu kepada Aep.

Setibanya di sana, Aep terlihat sedang sibuk mengangkat galon ke motornya.

"Eeeeeeep hayang duit embuuuung!??" (Aep mau duit kagak lu?) Sahut Herman melihat Aep yang nyengir sumringah.

"Hoyong atuh pak, 2 triliun ge teu nanaon" (mau dong pak, 2 triliun juga gak apa2) jawab Aep antusias.

"Dua triliun tapi kanjut pindah kanu tarang heeh?" (Oke dua triliun, tapi kontol lu pindahin ke jidat?)

"Mending pamajikan bahenol sia man titah ngolomohan kontol aing, lejat bergizi" (Mending suruh istri montok lu nyepongin kontol gua man, lezat bergizi) balas ledek Aep dalam hati.

"Bahaya atuh pak, bisi seueur nu kabita hehehe" (bahaya dong pak, nanti banyak yang kepengen) jawab mulutnya.

"Waaah piraku Aeeeep" (aaah sok iye lu) balas Herman sambil ekspresi mulutnya meledek.

"Aep bantuin nya nanti, jadi driver, kamu pan bisa mawa mobil, buat persiapan selametan tea, gak ada lagi yang mau nyupirin, saya juga gak bisa, jam 2 ini berangkat, bagian saya bawa armada, baru pulang malem hari H" sambung Herman.

"Nyupirin kemana gitu pak? Kan acaranya juga di sawah?" Balas Aep.
"Maksud saya nanti kan warga teh harus belanja segala macem, istri saya juga kudu bulak-balik ka pasar balanja bahan masakan, ngangkutin tenda jeung sound ke kota, nah, nanti kamu bawa mobil kol buntung punya Wa Haji, anter-anterin aja" terang Herman

"Oooh gampang kalo gitu mah pak hehe"

"Nah iya makanya, tenang we, nanti upahnya ada dua dari Wa Haji sama patungan warga, lendo (subur) weh pokonya mah" tegas Herman.

"Waduh siap pak siap, hatur nuhun"

"Yaudah sok atuh, saya mau pulang dulu, nanti saya telepon we nya"

"Mangga pak, hati2 di jalan" balas Aep.

Lebih dari sekadar uang, Aep mendengar tawaran ini sebagai kesempatan emas untuk bisa berdekat-dekatan dengan istri montok Pak Herman. Aroma tubuh subur dan pemandangan bokong binal yang tidak dibungkus celana dalam tadi pagi kembali terlintas di benaknya. Aep menginginkan lebih. Ia bosan selama ini hanya bisa tergiur membayangkan lekukan tubuh lezat Bu Irma.

"Aku harus merencanakan sesuatu" tegas Aep dalam hati.



BERSAMBUNG..........
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd