nih part 2 ya, kalo ada apa apa komentar ya, makasih,
MY BOSS Part 2
Seminggu berlalu sejak kejadian interview itu. Jujur saja itu adalah interview teraneh yang pernah kujalani. Entahlah, mungkin sekali-kali aku harus menerima keberuntunganku. Bekerja tanpa harus susah-susah menjawab pertanyaan jebakan yang dilontarkan pihak perusahaan. Yah walaupun sebagai gantinya aku harus rela sedikit dirayu. Prinsipku bekerja mengandalkan kualitas seketika jebol karena perilaku mesum bosku minggu lalu. Hah. Kalau saja aku tak dililit hutang sewa nunggak kontrakan, pasti langsung kutolak pekerjaan ini. Sekarang yang penting jalani saja.
Aku bekerja seperti biasa selama seminggu ini, semuanya kulakukan dengan baik. Bosku bahkan tak pernah protes dengan hasil kerjaku. Semuanya rapi, aku menjalani pekerjaanku, dia menjalani pekerjaannya. hm satu lagi. Bosku berubah 180 derajat sejak pertemuan pertama kami. Satu minggu ini dia terlihat bergulat dengan pekerjannya. Datang paling pagi, pulang paling telat. Tidak ada interaksi di antara kami yang terjadi selain tentang pekerjaan. Aku akui bahwa pekerjaannya sangat berat. Kukira dulu seorang CEO itu hanya duduk dan berleha-leha seenaknya. Itu yang kubaca di novel-novel roman, kerjaannya hanya menggoda gadis yang disukainya kemudian membuntutinya kemanapun dia pergi. Tapi tidak dengan dia.
Dia benar-benar fokus. Bahkan aku sering mencuri-curi pandang saat masuk ke ruangannya (masalah pekerjaan tentu saja) dia sedang tenggelam dalam tumpukan dokumen-dokumen yang dia tangani, kadang dahinya mengerut, matanya terpejam, dan sesekali dia minum kopi dengan mulut seksinya itu. ah tunggu. Apa baru saja aku bilang dia seksi? Oh tidak. Koreksi. Dia itu dingin. Wajahnya datar. Bahkan senyumnya tak pernah kulihat sejak dua minggu ini. Aku jadi tak yakin. Apakah bos yang dulu kutemui benar-benar dirinya? Ataukah itu kembaranya? Bisa saja kan dia memiliki kembaran. Atau dia memiliki kepribadian ganda? Oh berhentilah berpikiran seperti pemeran drama wanita yang bodoh.
Aku menggelengkan kepalaku. Mencoba menghilangkan pikiran-pikiran bodoh yang berkeliaran di otakku.
Maaf. Suara seseorang menyadarkanku. Jari telunjuk dan jempolnya dijentikan dua kali di depan mukaku. Membuatku mendongak.
Hei. Maaf apa aku mengganggumu? Aku ingin bertemu bosmu? Apa dia ada di dalam?
Aku tersenyum. Lelaki ini tampan. Pikirku. Ah. Apa anda sudah membuat janji dengan Pak Rendra? tanyaku memastikan. Boleh saya tahu siapa anda? lanjutku dengan senyum yang kubuat seseksi mungkin, kali aja dia tertarik denganku.
Ah. Sepertinya si bodoh itu di dalam. tanpa menjawab pertanyaanku, dia menuju ruangan bos ku. Sial. Senyuman mautku tak mempan. Kualihkan pandanganku pada lelaki itu, kulihat dia membuka pintu dan masuk ke dalam. Gawat. Aku sadar kalau aku harus mengejarnya. Aku tahu kalau bosku sangat tidak suka dengan orang yang masuk tanpa permisi seperti itu.
Maaf Pak anda.. mataku terbelalak melihat dua lelaki itu dalam posisi yang tidak seharusnya. Di sofa itu, kulihat bosku sedang bergulat di bawah tubuh lelaki tak di kenal, lelaki itu menopang tubuhnya dengan siku tangan dan lutut kakinya sedangkan bosku terlentang pasrah. Sungguh dua makhluk itu benar-benar seperti sedang
bercumbu (??) . pemandangan apa ini? Jadi bos mesum itu ternyata Gay??????? Hanya beberapa detik dia di meja kerjaku dan sekarang sedang bercumbu dengan bos ku? Jadi ini acara penyaluran nafsu yang tak bisa ditahan ala lelaki homo???
Suaraku sepertinya mengganggu kegiatan mereka. Dua makhluk itu melirikku kemudian membenarkan posisi mereka, berdiri dan menghampiriku. Aku melirik bosku sekilas. Wajahnya merah. Sepertinya dia malu rahasianya ketahuan olehku. Ah jangan khawatir bos aku akan menyimpannya baik-baik.
Saya permisi.. aku segera membalikkan badanku. Menjauh sepertinya bisa menormalkan kembali suasana.
Hei. Ini tidak seperti yang kau kira! Rendra memegang tanganku, mengisyaratkan agar aku tidak keluar dari ruangan ini.
Ah jangan khawatir Pak. Saya tidak akan membocorkannya. Saya jamin itu. berusaha tegas dengan ucapanku aku melepaskan genggaman tangannya di lenganku.
Hahaha. Sepertinya gadis cantik ini benar-benar salah paham bro! lelaki itu tergelak. Kutatap dia dengan wajahku seolah mengatakan Kau-jangan-membohongiku- Aku-sudah-tahu-semuanya. Namun dia semakin terbahak. Dan mengusap-usap kepalaku.
Manis. Kau tenang saja. Kami ini masih normal. Tadi itu hanya kecelakaan. Yah kami ini sudah begitu sejak kecil jadi, itu hanya pertengkaran kecil kami. Dia menjelaskan. Aku berpikir keras. Bagaimana mungkin mata bisa dibohongi dengan penjelasan seperti itu? aku yakin mereka hanya membela diri. Aku sudah melihatnya dengan jelas.
Sheila. Kau jangan berpikir macam-macam atau kupecat! Rendra memolotiku dengan mata elangnya. Seolah tahu dengan jalan pikiranku. Ah sepertinya mereka benar-benar malu. Baiklah aku akan pura-pura untuk mempercayai mereka. Aku mengangguk dan mencoba pergi dari dua makhluk ini.
Sheila. Nanti jangan dulu pulang! Aku ingin bicara." Rendra berbicara agak keras. Ciri khas seorang pimpinan ketika memerintah bawahannya. Lelaki arogan.
***
Hhhh.. aku menghela nafas. Memikirkan apa yang akan terjadi ketika nanti bertemu dengan bos arogan itu. Apa aku pulang saja ya? Pura-pura lupa dengan apa yang tadi dia suruh. Malas bertemu dia. Sudah kubayangkan apa yang akan terjadi nanti. Dibentak-bentak, disuruh ini itu, atau dipotong gaji? Atau ancaman-ancaman yang biasanya diterima pegawai saat melakukan kesalahan.
Hei, belum pulang? sahut Ami teman sekaligus salah satu staff di kantor tempatku bekerja. Aku hanya menggeleng pasrah.
Lesu amat. Mau pulang bareng gak? ajaknya. Dan sekali lagi aku menggeleng.
Duluan aja, aku mau ketemu bos dulu.ucapku dengan malas.
Hahaha. Kayaknya ada yang bakal dapet hukuman nih. Kujitak kepalanya agar tidak mengatakan hal-hal yang membuatku kesal. Tapi, apa iya hanya gara-gara tadi siang aku akan dihukum. Lagipula aku kan sudah berjanji tidak akan membocorkan rahasia besarnya. Argh. Kepalaku pusing. Tapi sudah nasibnya aku jadi karyawan di sini, mau atau tidak, tubuhku pun tahu kalau aku harus masuk ke ruangan itu.
Dengan sisa-sisa tenaga yang kupunya, aku membawa tubuhku menjauh dari meja kerjaku, menuju ruangan Bos yang hanya berjarak beberapa langkah hingga aku sampai di depan pintu ruangannya. Mengarahkan tanganku untuk mengetuknya sebagai tanda aku sudah ada di depan ruangannya.
Tok tok tok.
Masuk! seperti biasa, suara seksinya benar-benar mengundang selera. Kubuka pintu itu, dan terpampanglah sosok seorang lelaki berkemeja putih sedang menghisap rokoknya, dua kancing kemejanya tak terpaut, menampakkan dada bidangnya yang seolah berkata padaku kemarilah. Asap berbentuk lingkaran keluar dari bibirnya yang merah. Astaga, padahal dia merokok, tapi bibirnya benar-benar merah seakan menyuruhku untuk menciumnya. Aku benar-benar iri dengan rokok itu, harusnya lidahku yang dipermainkan mulutnya di sana, bukan benda bau itu!
Hei, kau mau masuk atau tetap berdiri di sana? Dan apa-apaan mata dan bibirmu itu? Tingkahmu seperti wanita yang ingin diperkosa saja! ucapnya datar. Tanpa ekspresi. tapi menusuk. Sialan. Memangnya kenapa dengan mataku? Cuma melotot beberapa detik saja tidak akan bikin dia mati kan. Bukan salahku kalau lidahku tanpa permisi menjilat bibirku dan gigiku menggigit bagian bawahnya. Itu salahmu Bos. Gara-gara rokok bau yang kau hisap itu, aku jadi membayangkan berciuman dengan bibir merahmu!! Dan apa-apaan matamu dan kata-katamu yang menusuk itu! kau harusnya menusukku dengan suntikan kenikmatan yang meringkuk di dalam celanamu!! Itu lebih nikmat tahu!! Hah! Bosku ini bodoh sekali! Kalau saja aku tidak ingat kejadian tadi siang, aku pasti akan lebih ekstrim dalam memfantasikan tubuhnya di otakku. Tapi semuanya sirna saat bayangan dua lelaki tampan sedang bercumbu di sofa itu mampir dan melindas habis fantasi indahku. Sial.
Kau tidak mendengarkan aku? Masuk Sheila! setengah berteriak dia menyuruhku menghampirinya. Dengan kesal aku menghentakkan kakiku dan menuju meja kerjanya kemudian duduk di kursi yang ada. membuatku berhadapan dengannya. Aku dan Bosku, yang hanya dibatasi sebuah meja.
Kau tahu kesalahanmu?
Ehm. Maksud Bapak soal tadi siang ? tanyaku memastikan.
Ya. Kau benar. Kupikir kau tak perlu memikirkan kejadian tadi. Ingat Sheila, aku normal, jadi kalau di kepalamu sekarang sedang membuat kesimpulan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Kau tahu kan apa yang akan terjadi?
Hm. Iya pak. Saya tidak akan menceritakannya. Jawabku mantap.
Dahinya berkerut sekilas. Sepertinya berpikir dengan kalimat yang aku ucapkan barusan.
Kau tidak percaya padaku?
Jelas saja. Aku melihat secara langsung pemandangannya. Mana mungkin aku percaya begitu saja. Bisa saja kan reputasinya sebagai playboy hanya untuk menutupi statusnya sebagai seorang gay. Aku pernah kok mendengarnya. Apalagi lelaki yang kugoda tadi sepertinya tak mempan dengan senyuman mautku. Mana mungkin aku percaya.
Pak. Saya tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Tapi posisi tadi memang menjelaskan segalanya. Saya pikir.. um saya kira.. kalau kata-kata ini kulanjut dia marah tidak ya.
Kau pikir apa hm? dia berdiri dari kursinya, melangkahkan kakinya ke bagian kiri meja dan menghampiriku. Menampakkan jas hitam yang tersampir rapi di bagian sandaran kursi yang didudukinya tadi.
Saya pikir penglihatan saya tidak salah Pak. Tadi siang itu posisi anda seperti perempuan pasrah yang akan dimangsa. Aku mengatakannya. Aku mengatakannya. Gawat. Duh, biarlah sudah terlanjur. Dia mengangkat sebelah alisnya dan rahangnya mengeras. Satu seringaian lolos dari bibir seksinya. Ya. Itu seringaian yang tampak saat pertama kali aku melihatnya di sini. Di tempat yang sama.
Apa perlu aku membuktikan padamu, artinya memangsa, Nona? dia mendekat, menempelkan tangannya di pegangan kursi, mengurungku dengan tubuhnya. Hh, kata-katanya benar-benar menggiurkan. Jantungku berdetak. Bagian bawahku berdenyut keras. Sial. Aku terangsang.
Sepertinya memang harus kubuktikan. Nafasnya berhembus di wajahku. Hangat. Aroma mint bercampur rokok memabukkanku. Wajahnya semakin mendekat. Tidak. Tidak. Aku tak boleh tergoda. Ini salah. Aku mendorong dadanya dengan sisa tenaga yang kupunya. Namun tak cukup kuat untuk mendorongnya. Dadanya benar-benar berotot. Tanpa sadar aku meraba-raba dada bidangnya dan melirik sekilas. Waw, aku harus melihat perutnya. Pasti ada kotak-kotaknya. Tunggu. Aku harus mengendalikan situasi.
Pak. Anda jangan
. Suaraku sedikit keluar dengan tertahan, nafasnya benar-benar membuatku melayang. Ah! Aku tak tahu lagi!! Aku tak tahan!! Kuraih wajahnya dan kulumat bibirnya seketika. Masa bodoh dengan idealisme. Aku tak peduli dia gay. Dia benar-benar seksi. Kugigit bibir bawahnya, kurasakan tubuhnya menegang, tapi kemudian dia membalas ciumanku. Kedua mulut kami terbuka, saling mendorong, sama-sama bermain dengan lidah yang kami punya. Sebuah erangan lolos dari mulutku. Saat aku mengambil jeda untuk bernafas. Namun dia tak mengizinkan bibir kami terpisah lebih lama. Dia kembali menghisap bibirku. Tangannya mengusap-usap pundakku perlahan hingga tiba tepat di pinggir payudara montokku. Kedua ibu jarinya mulai mengelus bagian atas payudaraku yang masih tertutup blouse merah. Dia mengelusnya dengan sangaat pelan, ke atas dan ke bawah. Tanganku melingkar di lehernya, menyisir rambutnya dengan sela-sela jariku dan membawanya lebih dekat kepadaku.
Hhh.
Aku mendesah. Kemudian mulutnya berpindah mencium leherku. Ini benar-benar nikmat. Ah tunggu. aku harus memastikan sesuatu. Tanganku berpindah ke dadanya, lalu turun ke perutnya. Wah perutnya rata sekali. Ah tidak, ini bukan saatnya. Kemudian aku menurunkanya kembali, hingga sampai ke bagian paling nikmat di tubuhnya. suntikan itu ada. dia keras, dan tegang. Walau masih terbalut celana dasarnya, dia sudah begitu indah saat dipegang.
Ah.. apa yang kau lakukan.. ucapnya sambil mengerang, kemudian melanjutkan aksinya menciumi leherku dan dadaku, lalu sampai ke belahan payudaraku. Menenggelamkan wajahnya di sana. Itu benar-benar nikmat sayang. Oh.. Kedua tangannya meremas payudaraku yang masih terbalut bra. Sejak kapan dia membuka kancing bajuku?
Aku..hanya memastikan ..hhh ucapku di sela-sela desahan nikmatku, dia benar-benar tegang. Dia bereaksi pada wanita. Itu bagus. Aku membuka resleting celananya, kembali memegang kejantanannya dan memijitnya sedikit. Memijit dan mengelus ujungnya dengan ujung jariku. Ini benar-benar keras.
Pak.. aku berusaha menghentikan aksinya. Menutup mulutnya yang sedari tadi bergerilya di bagian tubuh atasku. Ah sejak kapan kancing blouse terbuka seperti ini.
Apa sayang? matanya sayu, rambutnya acak-acakan. Dia benar-benar terlihat bergairah.
Apakah anda bisex? tanyaku memastikan.
Dia melotot. Pelipisnya berdenyut seketika. Aksi mesumnya terhenti. Sejenak dia memejamkan matanya. Menarik napas dan menghembuskannya.
Ups. Sepertinya aku salah bicara.