Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MENGEJAR SHINKANSEN [by Arczre + Nona Violet] [TAMAT]

Bimabet
#mindik2kempesinbanmobiljung :pandajahat:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Terakhir diubah:
Hmmmm :baca: dulu ahhhh



________________________________

:galak:

Untuk kebaikan keiko, huhhh ?
Karena keiko selalu disakiti, huh???
Orang tua nya gak tau ap, yg dijodohkan sm keiko itu mantannya keiko, yg pernah menyakiti Keiko.
Yang terbaik huh?
P*rsetan :galak: :marah:
 
Terakhir diubah:
"Kata orang, cinta itu gak harus memiliki. Tapi engga buat aku."

"Cinta itu harus memiliki, jika aku tidak bisa memilikimu, aku juga tidak akan membiarkan orang lain memilikimu" ~Vio~

psyco :takut:
wah, jangan2 fahmi mw dibunuh trus dijadiin patung lilin ky d.cerita sebelah :benjol: uggh~
 
:hua:.........

kenapa si jung yang muncullll................ :kacau:

:bingung: tapi ane rada curiga nih.... coba nunggu update selanjutnya , pengen tau feeling ane bener apa salah

thanks suhu buat update
 
Ini kenapa jadi begini.... Nyesek nya pake sekali pisam grrrrrrrhhh
#prayforfahmikun
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
udah injury time belum ya?? berharap fahmi membalikan kedudukan :mancing:
 
ternyata dijodohkan.. semoga hanya numpang lewat dan kembali ke fahmi. :galau:
 
Apa suhu arci terlalu sibuk sama ILYB jd lama update disini ya ? :bingung:
 
Stasiun Terakhir

tumblr_lmf8y2SG6X1qkgmndo1_1280.jpg


Aku dan Keiko-chan berpisah. Seharian kami berada di Shinjuku Gyeon. Hari ini awal mula musim gugur. Aku bisa merasakan udara panas mulai berganti. Perasaanku makin tak karuan saat harus kembali ke hotel. Tapi aku sudah komitmen kepada diriku sendiri. Sudah cukup. Keiko-chan sudah pergi, dia hanya akan menjadi kenangan terindah dalam hidupku. Aku tak bisa mengharapkannya. Dan aku yakin dia juga akan menganggapku sebagai kenangan terindah dalam hidupnya. Aku tak suka ini, tapi begitulah yang terjadi.

Keiko-chan sudah pergi. Aku juga akan meninggalkannya. Aku pun keluar dari taksi dengan lesu, pintu kaca loby hotel yang terbuat dari kaca tebal pun bergeser. Kakiku melangkah masuk disambut oleh penerima tamu yang selalu murah senyum. Dalam sekejap aku sudah berada di lift yang mengangkat tubuhku naik ke lantai di mana aku dan kedua orang tuaku menginap. Saat aku kembali ke kamarku kulihat kamar mereka terbuka.

“Fahmi sayang!” panggil ibuku.

“Ya?” sahutku.

“Nih, pakai baju ini!” kata ibuku sambil menenteng sebuah kemeja putih dan jas hitam necis. Aku paling tidak suka sebenarnya memakai pakaian resmi seperti itu. Tapi apa boleh buat.

“Ayah juga membelian kamu sepatu, tuh ambil saja!” kata ayahku sambil menunjuk ke sebuah kotak kardus yang ada di dekat pintu. Ku ambil pakaian yang dibawa oleh ibuku, juga sepatu yang ditunjukkan oleh ayah. Aku kemudian ke kamarku.

“Cepetan yah, kita nanti ditunggu lho!” kata ibuku.

Aku menggeleng-geleng. Perasaanku makin tak enak. Seperti apa nanti keluarga mereka? Kenapa aku harus dijodohkan? Ini bukan jamannya Siti Nurbaya. Kalau di Jepang apa sebutan Siti Nurbaya? Memang legenda tentang perjodohan Siti Nurbaya dan Datuk Maringgih memang tersohor di negara Indonesia. Bahkan setiap anak yang dijodohkan dan tidak diberi kebebasan memilih dikatakan sebagai penjiwaan dari lelakon cerita Siti Nurbaya. Tapi yang benar saja, aku yang jadi Siti Nurbayanya sekarang. Atau mungkin aku adalah Sang Samsul Bahri? Ah, muke gile.

Aku tak bisa membayangkan apa yang dirasakan Keiko-chan sekarang. Aku yakin dia pasti menangis setelah perpisahan ini. Berat buatku. Aku tak mau melihatnya menangis, tapi apa yang bisa aku lakukan? Setidaknya aku ingin menolak perjodohan ini. Mungkin aku akan bilang kepada keluarga mereka bahwa aku tidak mau dijodohkan dengan putri mereka. Tapi itu sama saja dengan mengkhianati kepercayaan yang ayah berikan kepadaku.

Mungkin dalam sejarah hidupku akan dikenang perjuangan seorang Fahmi yang selalu direject oleh banyak wanita. Kemudian ketika ada yang tergila-gila kepadanya ia malah memilih cewek Jepang yang super cute, karena mereka sama-sama seorang otaku. Untuk dua tahun ini, yah dua tahun ini sebuah hubungan jarak jauh yang akhirnya harus berakhir. Aku tak akan lagi bisa mendengar suara Keiko-chan. Aku tak akan lagi bisa mencium bau rambutnya. Aku juga tak akan bisa lagi memeluk dirinya.

Untuk waktu yang lama aku membiarkan kepalaku diguyur air shower yang hangat. Rasanya peredaran darahku mulai lancar. Setelah mandi aku pun berdandan. Berat rasanya memakai baju yang diberikan oleh ibuku. Jas hitam, kemeja warna putih, sepatu fantofel keren warna hitam. Aku menghela nafas. Kupakai lagi kacamataku setelah semuanya terlihat rapi. Beberapa menit kemudian aku keluar dari kamar. Ibu dan ayah sudah ada di depan kamar ternyata. Mereka menungguku.

“Luar biasa. Bunda nggak menyangka kamu seganteng ini,” kata beliau.

“Siapa dulu ayahnya,” kata ayahku.

“Huu...!” ibuku mencubit lengan ayah. “Ayo, nanti keburu malam!”

Apa yang bisa aku lakukan? Perasaanku tak menentu sekarang ini. Dengan langah berat aku pun mengikuti ayah turun ke bawah. Kami ke tempat parkir di mana mobil yang ayah sewa diparkir. Setelah itu kami masuk ke dalam.

Kota Tokyo memang berbeda di waktu siang dan malam hari. Di siang hari kebanyakan yang terlihat adalah orang yang berjalan di trotoar dengan segala urusan mereka. Ketika di malam hari, kebanyakan orang-orang jalan-jalan untuk shoping, atau mencari hiburan atau mereka pulang kerja. Keiko-chan, apa yang kamu lakukan sekarang? Jangan bersedih ya. Aku jadi ingat kamu terus.

Apakah aku jahat menyuruh Keiko-chan untuk menuruti orang tuanya? Tidak, aku sudah benar.

“Ayah, bunda. Masih marah sama aku?” tanyaku.

Mereka berdua duduk di depan, aku ada di belakang. Ayah menoleh ke arahku. Ibuku tersenyum sambil menoleh kepadaku, “Nggak, kami ngga marah. Justru kami kagum dengan apa yang kamu lakukan.”

“Kagum? Fahmi nggak ngerti bunda,” kataku.

“Kagum karena kamu bisa survive dengan cara kamu. Setidaknya kamu benar-benar telah berusaha sekuat tenaga. Bunda nggak tahu apa yang kamu cari di sini, tapi setidaknya kamu masih jadi anak yang bertanggung jawab.”

Aku menghela nafas.

“Trus anak gadis yang kamu temui itu bagaimana?” tanya ibuku.

Aku memejamkan mata. Keiko-chan, aku mengingatnya lagi, aku sekarang berusaha untuk melupakannya, “Kami terpaksa mengakhiri hubungan ini.”

“Hmmm.... begitu yah. Padahal bunda kepengen melihat seperti apa orangnya,” kata beliau.

“Emang perlu?”

“Yah, nggak juga sih. Hari ini kita akan ketemu dengan teman ayah. Kami sudah lama tidak bertemu. Kalau misalnya kamu nanti memang tak setuju dengan anak gadisnya bilang saja. Kami tak memaksamu koq,” ujar ibuku.

“Maksudnya?”

“Yah, kami bukan orang tua yang kolot, sayang! Kami tahu memaksakan cinta itu nggak baik. Ayah dan bunda nggak ingin kalau misalnya kalian nanti berumah tangga malah nggak harmonis. Bener nggak yah?”

Ayah mengangguk. “Iya, tapi cobalah kalian kenalan dulu dengan keluarga mereka. Ayah sangat berharap kita bisa menjadi keluarga. Tapi ayah juga nggak maksa kamu.”

Semakin ayah bilang seperti itu, semakin aku nggak bisa nolak. Sungkan banget untuk nolak. Biarlah ini seperti ini. Aku ingin jadi anak baik. Aku sudah banyak menyusahkan ayah. Aku tak mau menyusahkan ayah lagi. Di saat-saat seperti ini aku jadi merindukan tanah kelahiranku. Jauh dari tanah kelahiran ternyata memang membuat kangen. Aku jadi bisa merasakan nasib para TKI yang ketika mendapatkan tantangan dan rinatangan di negeri orang, pasti akan ada rasa kerinduan terhadap tanah kelahiran. Aku bisa merasakannya juga.

Aku pun mulai menyadari bahwa tidak setiap saat kisah cinta itu akan berakhir bahagia. Well, aku mungkin salah satunya. Aku mulai ikhlas. Harus ikhlas. Ini adalah untuk pertama kalinya aku akan berjumpa dengan keluarga mereka. Kesan pertama harus aku tunjukkan yang terbaik. Paling tidak aku tidak boleh menampakkan rasa kecewa kepada ayah dan ibuku.

Malam sudah larut saat kami sampai di Gyumon Restaurant. Restoran ini terkenal dengan Halalnya dan termasuk salah satu dari restoran yang punya sertifikasi halal di Tokyo. Restoran ini sangat tradisional. Ketika melihat luarnya ada spanduk bertuliskan selamat datang dan papan yang ditulis dengan kapur. Menurutku ini bukan restoran yang cukup wah, tapi dengan catatan sertifikasi halal berarti bukanlah macam-macam orang memberikannya.

Dari luarnya bangunannya tak begitu besar, tapi setelah kami masuk langsung kami melihat meja-meja penuh, tapi ada dua meja yang tersisa. Ternyata dalamnya luas. Di atas meja-meja itu ada kompor yang terbuat dari tanah liat. Gunanya untu memanggang daging dengan arang. Seorang penjaga restoran langsung menyapa kami.

“Konbawa, apakah sudah memesan tempat?” tanyanya dengan ramah.

“Sudah, keluarga Hasan,” jawab ayah.

“Oh iya, anda dari Indonesia?” tanya sang penjaga restoran.

“Iya benar,” jawab ayah.

“Apa kabar, saya dari Malaysia,” jawab orang itu tiba-tiba dengan bahasa Melayu.

“Benarkah?” ayahku langsung menjabat sang penjaga restoran.

“Namaku Farhan, biasa dipanggil encik Farhan. Awak ni orang Indonesia berkunjung untuk kerja atau untuk wisata?” tanya penjaga restoran dengan akrab.

“Sebenarnya untuk wisata juga sih,” jawab ayah.

“Ada di dalam mejanya silakan saya antarkan!” kata encik Farhan.

Restoran ini ubinya terbuat dari kayu. Aku bisa melihat sepatu-sepatu para pengunjung berada di pintu masuk. Aku, ayah dan ibu hampir saja melepas sepatu sampai tiba-tiba aku melihat seorang gadis yang berlari ke arah kami. Ia memakai gaun warna putih dan terlihat cantik. Tampak kulihat ia menangis, wajahnya tidak asing. Kami bertabrakan, aku sempat terhuyung menempel di tembok. Gadis itu memakai sepatunya dan langsung berlari meninggalkan restoran.

Sesaat kemudian dari dalam muncul orang lain. Seorang pria separuh baya berpakaian rapi tampak mengejar gadis tadi.

“Keiko-chan!? Keiko-chan!? Kamu mau kemana?!” panggilnya.

“Keiko-chan??” gumamku.

Ayah, aku dan ibu menoleh ke arah gadis yang berlari menjauh tadi.

“Fujiwara-san?” sapa ayahku ke pria itu. “Siapa tadi? Putrimu?”

“Eh, Hasan-san. Baru datang? Masuklah! Aku akan kejar putriku dulu,” jawab pria itu.

Putrinya? Fujiwara-san??

“Anda Fujiwara-san? Itu tadi Fujiwara Keiko-chan?” tanyaku.

Sang pria tua ini menoleh ke arahku. “Iya, dia putriku. Siapa kamu?”

“Dia anakku,” jawab ayahku.

“Aku akan mengejarnya!” kataku sambil membungkuk kepada mereka. Setelah itu aku segera berlari menyusul Keiko-chan.

“Hei, tunggu anak muda!” panggil Fujiwara-san di belakangku.

“Fahmi!” ayah dan ibuku juga memanggilku. Tapi aku tak peduli. Aku yakin sekarang itu tadi Keiko-chan. Kenapa dia menangis, kenapa dia menangis??

Aku berlari dengan cepat menyusulnya.

“Keiko-chan! Keiko-chan!” panggilku.

Lari Keiko-chan sangat cepat sekali, kami terus kejar-kejaran sepanjang jalan Gyumon, Shibuya. Aku pun berhasil mengejarnya dan menangkap pergelangan tangannya. Kemudian aku menariknya hingga ia menghadapku.

“Keiko-chan! Keiko-chan!” panggilku.

Ia melihatku sekarang. Nafasku terengah-engah. Larinya luar biasa cepat. Mungkin kalau Keiko-chan tidak memakai gaun hari ini aku bisa kalah adu lari. Dia agak terkejut melihatku. Dia menangis.

“Mi-chan? Kenapa kamu ada di sini?” tanyanya.

“Kamu juga kenapa ada di sini?” tanyaku.

“Aku... aku dijodohkan dengan Jung, aku tak mau,” katanya.

“Tidak mungkin. Keiko-chan...!” aku langsung memeluknya.

“Mi-chan, bawa aku pergi. Aku tak mau dijodohkan dengan dia. Aku tak mau. Bawa aku pergi. Sekalipun itu akan menyakiti hati kedua orang tuaku. Aku tak kuat, aku tak kuasa, aku tak mau dijodohkan oleh dia,” dia meremas baju yang aku pakai. Keiko-chan sekali lagi menangis dalam dekapan dadaku.

Saat itu dari kejauhan aku mendengar suara langkah kaki dan suara orang memanggil-manggil Keiko-chan. Aku menoleh dan kulihat Fujiwara-san dan ayahku mengejar kami ternyata. Mereka berhenti lalu mengambil nafas saat sudah bisa mengejar kami.

“Kalian, larinya cepat sekali. ...hassh...hasshh.... Keiko-chan, kenapa kamu lari?” tanya Fujiwara-san.

“Otou-san, aku tak mau dijodohkan dengan Jung. Aku tidak mau. Aku ingin jujur kepada Otou-san. Aku mencintai Fahmi-kun. Dialah cintaku. Aku tak ingin menentang otou-san tapi, aku tak bisa hidup tanpa Fahmi-kun. Kami saling mencintai, dia rela pergi dari negaranya demi aku. Dan aku tak bisa hidup tanpa dia. Otou-san....,” Keiko-chan kemudian berlutut setelah itu membungkuk hingga kepalanya hampir saja menyentuh tanah. “Onegai... jangan pisahkan aku dan Fahmi-kun. Dia kekasihku, ayah ingin apapun aku akan menurutinya tapi tolong jangan pisahkan aku dengan Fahmi-kun. Aku mohon.”

Aku pun berlutut di sebelah Keiko-chan. “Ayah, Fujiwara-san. Sebagaimana Keiko-chan, aku juga punya perasaan yang sama dengannya. Kami saling mencintai. Aku minta maaf kepada ayah, tapi aku tak bisa hidup tanpa Keiko-chan. Aku mohon, ayah boleh melakukan apapun kepadaku tapi jangan pisahkan aku dan Keiko-chan. Aku mohon!”

Tak terasa air mataku mengalir. Keiko-chan juga menangis. Aku kemudian menggenggam tangannya erat-erat. Kami tahu, kami menentang kedua orang tua kami sekarang. Tapi entah kenapa ada kekuatan besar yang ada pada kami. Kekuatan inikah yang disebut sebagai kekuatan cinta?

Ayahku menghela nafas. “Bangunlah!”

“Keiko-can, bangunlah!” perintah ayahnya.

“Tidak, kami tidak akan bangun kalau otou-san tidak mengabulkannya!” kata Keiko-chan. “Bukankah otou-san ingin aku bahagia? Bagaimana aku bisa bahagia kalau tidak menikah dengan orang yang aku cintai. Apakah otou-san akan tega berbuat seperti itu?”

“Kenapa kamu memilih dia?” tanya Fujiwara-san.

“Karena Fahmiku selama ini yang memberikanku kehidupan, dia memberiku cinta. Kami saling mencintai sekalipun kami jauh, tapi kami saling mencintai. Aku mohon maaf kepada otou-san, kepergianku ke Indonesia salah satunya ingin bertemu dengan dia. Aku...sangat senang ketika bertemu dengan dia. Kerinduanku terobati dan sekarang ia menemuiku di sini. Aku sangat senang sekali otou-san. Hal itu membatku bahagia. Tapi... kenapa otou-san ingin memisahkan aku dengan dia. Kenapa otou-san ingin menikahkan aku dengan Jung? Aku tidak mau, aku lebih baik mati daripada harus berpisah dari Fahmi-kun.”

“Fahmi, kamu sangat mencintainya?” tanya ayahku.

“Iya, aku sangat mencintai dia. Kami sudah bersama selama dua tahun lebih. Walaupun hubungan kami terpisah jarak, tetapi kami saling mencintai, kami saling komitmen. Aku memohon, jangan pisahkan kami. Berpisah dengannya rasanya separuh nafasku telah pergi ayah. Sekali ini, aku akan melakukan apapun yang ayah mau tapi jangan pisahkan aku dan Keiko-chan,” kataku.

Aku makin erat menggenggam tangan Keiko-chan. Saat itulah ayahku berjalan ke arahku dan menarik lenganku.

“Berdirilah! Kamu ingin dilihat orang? Ayo berdiri! Kamu ingin bersama Keiko-chan? Baiklah kita bicarakan baik-baik,” kata ayahku.

“Keiko-chan, semuanya bisa dibicarakan. Ayo berdiri! Kita bicara sekarang. Aku tak suka ketika kamu tiba-tiba berlari seperti itu,” kata ayah Keiko.

“Kami berdiri tapi kami tak akan berpisah,” kataku.

“Iya, iya, terserah kalian. Ayo, kita kembali ke restoran,” kata ayahku.

Aku makin erat menggenggam tangan Keiko-chan. Fujiwara-san melihat kami, kemudian dia membuang muka. Ia berbalik dan berjalan di sebelah ayahku. Kami berdua mengikuti kedua ayah kami dari belakang.

“Kalian ini bikin heboh saja,” kata Fujiwara-san.

“Ha..habis.. otou-san ingin menjodohkanku dengan Jung,” kata Keiko-chan. “Jung itu pemuda yang tidak baik.”

Fujiwara-san berbalik dan melihat kepada Keiko-chan. “Oh ya?”

“Gomenasai otou-san. Tapi itu benar, aku tidak pernah cerita kepadamu,” kata Keiko-chan sambil menunduk.

Fujiwara-san menghela nafas, kembali memunggungi kami, melanjutkan perjalanan kembali ke restoran. “Kalau kamu tidak mau dijodohkan dengan Jung, ya nggak masalah. Dia memang bukan pemuda yang baik. Aku sudah mengetahui hal itu. Bukan begitu Hasan-kun?”

Aku tak salah dengar Fujiwara-san memanggil ayahku dengan sebutan Hasan-kun. Maksudnya mereka sudah kenal lama? Biasanya orang yang baru kenal akan memanggil dengan sebutan “san”.

“Fujiwara-dono, sepertinya anak-anak kita tidak bisa dipisahkan. Bagaimana kalau tanggal pernikahannya disegerakan saja?” tanya ayahku.

Sebentar, aku nggak mengerti. Aku dan Keiko-chan saling berpandangan. Kami berdua seperti orang bego.

“Iya, kalau dilihat-lihat emang seperti itu. Tapi pesta pernikahannya enaknya di mana?” tanya Fujiwara-san.

“Di Kyoto saja, bukankah aku dulu tinggal lama di sana? Aku sudah rindu sekali suasana Kyoto,” jawab ayahku.

“Sebentar, Chotto matte! Kalian bicara apa? Menikahkan kami?” tanyaku.

“Iya, kalian bicara apa?” Keiko-chan juga heran.

“Kalian mau menikah nggak?” tanya ayahku.

“Mau!” jawab kami berdua serempak.

“Ya sudah, deal. Bulan depan kalian menikah!” kata ayahku.

“Hasan-kun, itu terlalu cepat, mereka bisa jantungan,” kata Fujiwara-san sambil terkekeh-kekeh.

“Ayah dan Fujiwara-san sudah saling kenal?” tanyaku.

“Iya, kami teman satu kuliah, kita teman satu geng. Kenapa tidak kenal? Kami sama-sama di Hiroshima University,” jawab ayahku.

“Temannya otou-san? Maksudnya temannya otou-san itu ayahnya Fahmi-kun?” tanya Keiko-chan. Kami benar-benar jadi seperti orang bego sekarang.

“Lho, memangnya kamu kira siapa?” tanya ayahnya Keiko-chan.

“Katanya teman otou-san dari Kyoto bukan dari Indonesia,” protes Keiko-chan.

“Hasan-kun memang pernah tinggal di sana dulu, kami pernah mengurusi rancang bangun alat pendeteksi bencana di Kyoto. Jadi tak salahkan kalau otou-san bilang dia dari Kyoto?” kata ayah Keiko-chan.

“Aku tak mengerti, kalau misalnya kalian berteman jadi kita ke restoran tadi untuk saling bertemu?” tanyaku.

“Iya benar,” jawab ayahku.

“Katanya ayah mau menjodohkanku dengan seorang gadis, tapi di foto yang ayah berikan itu sama sekali bukan Keiko-chan,” kataku.

“Masa' sih? Mana fotonya?” tanya ayahku sambil menjulurkan tangannya.

Aku merogoh sakuku dan kuberikan sebuah foto berukuran postcard kepada beliau. Beliau menerimanya. Fujiwara-san melongok ke foto itu. Dia kemudian terkekeh-kekeh. Ayahku juga sambil menggaruk-garuk kepalanya.

“Maaf, ini bukan fotonya. Ini foto ibunya Keiko-chan. Ayah salah ngasih fotonya. Ahahahahaha!” kata ayahku sambil tertawa terbahak-bahak.

Aku dan Keiko-chan saling berpandangan. Itu artinya...

“Jadi sebenarnya....,” aku tak melanjutkan kata-kataku.

“Sebenarnya kami ingin menjodohkan kalian,” kata ayahku.

Keiko-chan langsung merangkulku. “Sungguh?”

“Iya sungguh,” kata ayahnya Keiko-chan.

“Lalu kenapa Kunieda Jung ada di sini?” tanya Keiko-chan.

“Kebetulan ayahnya juga kenalan otou-san, sekalian otou-san undang nggak apa-apa kan? Dia juga salah satu klien Hasan-kun,” jawab ayahnya Keiko-chan.

“Itu artinya aku dan Keiko-chan ...,” aku tak meneruskan karena sudah tahu jawabannya.

“Iya, bulan depan kalian menikah,” kata ayahku.

“Itu terlalu cepat!” protes Fujiwara-san ayahnya Keiko-chan. Ayahku kemudian tertawa.

Aku dan Keiko-chan saling berpandangan. Kemungkinan ini terlalu kebetulan, mungkin juga ini terlalu mengada-ada seperti cerita Dorama. Walaupun sedikit seperti orang tolol, tapi akhirnya aku faham bahwa kami berdua dijodohkan ternyata. Dan foto yang ada di kamarku tadi adalah foto ibunya Keiko-chan. Saat kami kembali ke restoran tampak tak ada orang yang bernama Kunieda Jung. Mereka kata ibu Keiko-chan telah pergi karena ada urusan. Kami duduk di sebuah meja yang sudah dipesan. Rasanya aneh saja menggenggam tangan Keiko-chan sejak dari luar restoran. Bahkan kami sekarang duduk berdampingan.

“Oh, jadi ternyata kalian sudah kenal ya?” tanya ibuku. “Hahahahahaha, jodoh emang nggak kemana.”

“Otou-san jahat, kenapa tak bilang kalau Fahmi-kun orangnya?” tanya Keiko-chan.

“Itu karena otou-san lupa siapa nama anaknya Hasan-kun,” jawab Fujiwara-san.

“Kami tahu koq one-chan. Dulu kan pernah pas otou-san dan oka-san pergi, kami bertemu dengan Hasan-san, dan dia memberitahu tentang putranya. Nah, putranya itu Fahmi-nii-san,” jawab Kaitaro.

“Kaitaro, kenapa juga kamu nggak cerita?” tanya Keiko-chan sedikit ngambek.

“Karena dilarang oleh otou-san dan oka-san. Aku tak tahu kalau kalian dijodohkan, tapi seru juga menjaga rahasia ini,” ujar Kaitaro.

“Jadi kue manju yang bunda bawa dari Jepang itu dibeli dari toko kuenya ibunya Keiko-chan?” tanyaku.

“Hehehhe iya,” jawab ibuku.

“Nah, karena kalian sudah saling kenal, sudah saling cinta ya sudah, nggak usah lama-lama lagi,” kata ayahku. “Fujiwara-san, engkau tidak keberatan kan?”

“Aku sih tidak keberatan, tapi itu terserah kepada Keiko-chan, dia sepertinya tak ingin pisah dengan anakmu. Mau sampai kapan kalian pegangan tangan seperti itu?” tanya Fujiwara-san.

“Selamanya, aku nggak mau melepaskan tangan Fahmi-kun,” jawab Keiko-chan.

Serempak seluruh yang ada di meja tertawa semuanya. Wajah Keiko-chan memerah, aku juga. Kami berdua sukses jadi ajang perploncoan antar para orang tua. Aku digoda ayah dan ibuku, sebaliknya Keiko-chan juga digoda ayah dan ibunya. Tapi ada perasaan lain yang menyelimuti kami saat itu. Kami berdua bahagia. Sesuatu yang tidak akan pernah kami lupakan seumur hidup kami bahwa cinta kami akhirnya kesampaian juga. Makan malam pun menjadi momen yang paling sempurna bagi kami. Momen yang tidak pernah sesempurna ini, terlebih Keiko-chan merangkul lenganku erat-erat seakan-akan tak ingin lepas dari diriku.



* * *​



“Sudah deh, ini udah cukup koq,” kataku setelah mengepack barang-barang ke dalam koper.

“Hmm.... aku rindu ama Indonesia,” jawab Keiko-chan. “Aku kangen ingin bertemu dengan Nururu one-chan.”

“Padahal kalian baru saja bertemu seminggu lalu,” kataku. “Habis ini kalian bakal sering ketemu.”

Aku menoleh ke arahnya. Keiko-chan menampakkan wajah cantiknya, senyumnya menawan dengan kaos abu-abu lengan panjangnya. Sepertinya sudah selesai aku packingnya. Hari ini lebih tepatnya sebulan setelah aku dan Keiko-chan menikah. Ya, kami pun menikah setelah Keiko-chan menamatkan kuliahnya. Dan sekarang kami sedang berencana untuk bulan madu. Ah, bukan bulan madu lagi, lebih tepatnya aku mengajaknya pindah ke Indonesia.

“Keiko-chan, Fahmi-kun, kalian mau berangkat jam berapa?” kudengar suara ibunya Keiko-chan.

“Haai, matte oka-san!” jawab Keiko-chan.

Keiko-chan kemudian memelukku. Wajah kami bertemu lagi. Tingginya sedaguku, jadi dia perlu mendongak untuk melihatku. Dia tersenyum lagi, “Aku bahagia sekali Mi-chan. Sangaat bahagia.”

“Aku juga, perjalanan cinta kita aneh, tapi....aku suka. Sekarang kita tak akan pernah terpisahkan lagi,” kataku. Kutempelkan dahiku ke dahinya. Perasaanku bahagia sekarang ini sangat bahagia. Sama seperti perasaan Keiko-chan.

“Ne, Mi-chan. Aku ada kabar gembira,” bisik Keiko-chan.

“Hmm?? Apa?” tanyaku.

“Kamu siap jadi ayah?” tanyanya.

Aku kaget. Wajahku sedikit menjauh dan memeriksa tatapan mata Keiko-chan. Berusaha melihat apakah dia bohong ataukah tidak. Tapi dia tidak berkedip dan matanya melirik ke kanan. Pertanda dia tidak bohong.

“Kamu hamil?” tanyaku.

Ia mengangguk. “Aku tadi sudah memeriksanya. Dua garis”

Aku langsung mengangkat tubuh Keiko-chan. “Yuhuuuuu!” Saking gembiranya aku menggendong Keiko-chan dan mengangkatnya tinggi-tinggi sambil berputar-putar. Dia menjerit sambil ketawa-tawa. Aku akan menjadi seorang ayah. Apa yang tidak lebih baik dari ini? Aku sangat gembira sekali. Bersama cintaku kita akan mengarungi bahtera rumah tangga bersama. Aku sangat mencintai Keiko-chan, dia akan menjadi ibu dari anak-anakku, kuharap cinta kita ini tidak seperti Greenflash. Akhirnya aku pun bisa mengejar Shinkansen. Semua teman-temanku memberiku selamat, terlebih Eiji dan teman-temannya yang datang ketika pesta pernikahan kami. Foto-foto kami semuanya ada di album kenangan. Aku ingin menceritakan kepada anak-anakku nantinya bahwa aku bisa mengejar Shinkansen. Mengejar cintaku di negeri Sakura.

Fujiwara Keiko, cintaku hanya untukmu. Sekarang dan selamanya.

“Hei, Mi-chan kira-kira anak pertama kita dinamai siapa ya?” tanyanya.

“Kalau cowok, aku mau menamainya Son Go Ku,” jawabku sambil ketawa.

“Ihh.... aku nggak mau!” Keiko-chan ngambek.

“Baiklah, aku akan menamainya Ryu, kalau cewek aku akan beri nama Sakura,” jawabku sambil mencubit hidung Keiko-chan.

“Arigatou Mi-chan,” katanya sambil tersenyum.

Kami berciuman lagi sebelum berangkat. Ah, aku tak ada habisnya bermesraan dengan Keiko-chan. Sang matahari mulai melongok malu-malu memasuki jendela kamar kami selama di Jepang ini. Sebentar lagi dia akan kuboyong ke Indonesia dan hidup di sana.

Inilah ceritaku seorang otaku, berjodoh dengan seorang otaku. Cinta itu harus diperjuangkan, setidaknya ketika kamu tak mendapatkannya kamu tak akan menyesal karena pernah memperjuangkannya. Sebab usahamu adalah salah satu dari kesungguhanmu bahwa engkau pantas menjadi seorang pecinta. Inilah stasiun terakhirku. Mengejar Shinkansen.



我々は共有していると感じていない
幸せと悲しみはいつもの両方を通過
私はあなたと私のために、あなたのためだ
我々は常にタイトにホールド法則

すべての息はいつもあなたを呼んでいる
各血液の流れは、常に自分の名前を言う
昼と夜、私はいつもあなたを描く
我々は団結してきたと感じていない

神が祝福し続ける可能性が
正直な関係は死ぬことはありません
私は忠実であることを約束
私はあなたが、忠実なと確信している

Watashitachiha issho ni motte kanjiru koto wa arimasen
Shiawase to kanashimi wa itsumo no ryōhō o kayotte ikimasu
Watashi wa watashi no tame ni anata to anatadesu
Hōritsu wa tsuneni wareware ga taito ni hoji sa rete imasu

Subete no iki ga itsumo anata o yoba rete imasu
Kaku ketsuryū ga tsuneni jibun no namae o iimasu
Hiru to yoru no watashi wa itsumo kaite imasu
Watashitachiha danketsu shite iru kanjiru koto wa arimasen

Kami wa shukufuku shi tsudzukeru koto ga dekimasu
Shōjikina kankei wa shinu koto wa arimasen
Watashi wa chūjitsudearu koto o yakusoku
Watashi wa anata ga, chūjitsuna to kakushin shite imasu


Tak terasa kita telah bersama
Kebahagiaan dan kesedihan selalu kita lalui berdua
Aku untukmu dan kau untukku
Hukum itu selalu kita pegang erat-erat

Setiap hembusan nafas selalu menyebutmu
Setiap aliran darah selalu berkata namamu
Siang malam aku selalu membayangkanmu
Tak terasa kita telah bersatu

Semoga tuhan terus memberkati
Hubungan jujur tak kan pernah mati
Aku berjanji untuk setia
Aku yakin kaupun setia


Mengejar Shinkansen ~ Fin

foto-miyawaki-sakura-hkt48-guidebook.jpg




 
Terakhir diubah:
:'(
:sendirian:
Me bakal kangen saat2 ngerjain chapter demi chapter Fujiwara Keiko POV.
Pas cerita ini ga tamat2 me ngerasa stress banget karna ga bisa bikin chapter yg keren. Dan pengen cepet namatin biar ga stress lagi.
tapi pas udah tamat... ada rasa ga rela gitu :'(
Bakal kangen sama Keiko.... :sendirian:
 
Hahahaha.
Begitulah kalau mengerjakan sesuatu yang butuh pengorbanan ketika menulisnya. Akan ada rasa kangen kepada tokoh yang ada di dalamnya.
:Peace:
 
Bimabet
yeah ternyata oh ternyata
happy ending:)
keiko-chan:sayang:
mantap suhu archi and suhu vio
salamat atas tamat y cerita mengejar shinkasen:D :top:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd