Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Maya Istriku

Status
Please reply by conversation.
Wih...cerita baru nie.
Kek nya asikkk.
Numpang nitip sendal di mari ah.
😁🙏
 
ini cerita terbaik yang pernah gw baca dulu di wattpad karya suhu lord of the dick, sayang dulu gak dilanjut bahkan dihapus ceritanya
 
Manteb lnjutkam suhu, jgan ada pov istri atau orng lain diantara kita. Cukup pov suami aja hhh
 
Part 2
Semenjak kejadian di warung besar milik Pak Joko, membuatku bertanya-tanya pada
diriku sendiri tentang apa yang Maya lakukan kemarin di tempat itu. Aku tidak menanyakan
hal itu kepadanya, karena aku memikirkan sebuah ‘Sebab’ apabila memang Maya telah
‘Bermain Belakang’ dariku.
Apakah karena aku tak kuat di ranjang? Bisa jadi, semenjak mempunyai anak. Aku
sudah tidak rutin lagi berhubungan seks bersama Maya, kalau pun melakukannya, tak
sampai 10 menit sudah selesai. Meski Maya masih terjaga bentuk tubuhnya, aku terkadang
merasa jenuh. Karena dulu kami sudah terlalu sering berhubungan seks.
Apa karena aku terlalu membiarkannya bebas? Ini juga bisa jadi. Karena bisa dibilang
aku kurang tegas dalam hal ini. Aku terkadang risih saat Maya memakai baju ketatnya,
karena aku tak ingin lelaki lain melihatnya seperti itu. Tapi ada juga rasa bangga pada diriku
akan bentuk tubuh Maya, terbesit aku seperti ingin pamer, ‘Lihat, ini lah istriku! Kalian
cukup melihat saja karena dia milikku!’
Apa hawa nafsu besarnya yang lama kembali muncul? Seperti yang pernah
kukatakan. Kalau Maya pernah mengalami tragedi, yang dimana ia ‘Di Bantai’ 8 pria di
bawah pengaruh obat perangsang yang sangat hebat. Akibatnya tentu saja, dulu Maya
sering melakukan masturbasi karena tragedi pemerkosaan itu, sebuah tragedi yang
terkadang membuatnya ‘Rindu’ dan membuat vagina nya ‘Gatal’. Mending kalau sehari, tapi
ini bisa setiap hari, bahkan bisa setiap jam dia melakukannya. Tapi itu dulu, namun bisa saja
‘Hawa Nafsu’ itu muncul kembali.
Aku memikirkan ini matang-matang di ruang tamu. Dan aku memikirkan kebiasaan-
kebiasaan Maya dahulu.
Dulu Maya selalu bersikap sopan disaat kami belum berkenalan, lalu disaat aku
menolongnya, dia mulai suka melebarkan pahanya saat duduk di rok SMA nya yang pendek.
Seolah dia ingin memberikanku ‘Hadiah’ karena pernah menolongnya.
Lalu Maya yang suka memakai pakaian ketat dan melakukan gerakan yang
menggoda agar pria lain melirik supaya aku cemburu. Ini selalu dia lakukan disaat kami
kencan dan berpacaran dulu. Sering, malah terlalu sering. Sampai sekarang saja dia selalu
memakai pakaian ketat, kubelikan pakaian longgar pun dia bisa mengubah pakaian itu
menjadi seksi untuk dilihat.
Inilah potret dia dulu waktu kubelikan pakaian longgar sehari setelah kami menikah,
dan lihat sendiri apa yang dia lakukan kepada pakaian longgar itu.



Aku terus memikirkan ini, penasaran, aku kemudian mengeluarkan ponsel pintarku. Meski ini di desa, tapi sinyal internet tercapai disini. Jadi aku mulai mencari-cari artikel yang sesuai dengan ‘Gejala-Gejala’ yang kupikirkan dari sosok istri ku sendiri.
“Sayang.”
“Ng?” aku menoleh ke depan sejenak.
Dan kulihat Maya memasuki ruang tamu sambil membawa lap pel. Dengan celana minim andalannya dan juga tank top berwarna merah muda. Aku ingin protes dengan outfit nya itu, tapi lekukan istriku ini selalu mampu membungkam mulutku.


“Mau ngapain, Ma?”

“Mau ngepel teras. Tadi ada kucing liar e’ek disitu. Bau nya bikin Mama mau muntah, kuat banget baunya.”
“Hahaha, iya juga ya,” aku baru sadar kalau ada bau kotoran kucing yang sampai masuk ke ruangan ini, padahal kotorannya di teras.
“Papa lagi ngapain?” tanyanya.
“Oh,” aku melihat ponselku sejenak dan memandang istriku, “Mau cari lagu saja.” “Gitu,” Maya tersenyum tipis, “Yaudah, mama ngepel dulu.”
Maya lalu keluar dari pintu depan yang bisa kulihat keberadaannya dari ruang tamu ini karena kaca nya.
“Ya ampun! Banyak amat sih!” keluhnya.
Aku menahan tawa melihat ekspresi istriku, pantas saja bau kotorannya sampai masuk ke dalam rumah kalau sebanyak itu sesuai keluhan Maya.
Aku hendak lanjut mencari artikel, tapi ada suara diluar menarik perhatianku. “Wah, merah muda nih.”
Aku melihat dibalik kaca ruang tamu kalau itu adalah Pak Bazam yang berkata seperti itu. Istriku tertawa dan membalas sapaannya.
“Siang, Pak Bazam. Mau ke mana?”
“Jalan-jalan saja, hehe. Dek Maya mau apa itu?” “Oh, mau ngepel ini, Pak. Kotoran kucing.” “Begitu. Pak Gio mana?”
“Ada didalam. Mau saya panggilin, Pak?”
“Tak usah,” Pak Bazam tertawa, “Kalau begitu saya lanjut ya.” “Iya.”
Pak Bazam hendak berjalan, tapi kulihat dia berhenti karena tertegun melihat istriku yang langsung membungkuk, yang dari posisinya menunjukkan lekukan bokongnya ke arah Pak Bazam.
“Hehe,” aku tertawa pelan dan merasa wajar Pak Bazam sampai terpaku seperti itu.
Namun alisku mengerut saat melihat istriku. Ia terlihat sedang memandang kaca ruang tamu ini. Yang dimana kaca ini tidak bisa melihat ke dalam, tapi bisa melihat keluar dari tempat ku berada, seperti cermin untuk bagian kaca luarnya.
Kulihat istriku menjelingkan matanya ke samping, tepat dimana Pak Bazam terpaku, senyuman tipis terukir di bibir Maya seolah dia tahu kalau Pak Bazam melihat dirinya dari belakang.

Kemudian Maya melanjutkan aktivitasnya, namun alisku semakin mengerut. Karena tampaknya Maya sengaja melenggak-lenggokkan bokongnya ke arah Pak Bazam. Bahkan bagian depan tubuhnya sengaja di rendahkan, sehingga posisinya itu seperti menungging.
“Apa yang kau lakukan, Maya?” pikirku.
Maya lalu berdiri dan kembali melihat kaca sambil melebarkan kain pel yang ia pegang. Ia lagi-lagi tersenyum tipis seolah melihat pantulan Pak Bazam dari kaca.
Tak tahu kenapa tiba-tiba Maya melebarkan kakinya, dan ia membungkukkan badannya untuk lanjut mengepel. Padahal posisi itu sulit untuk mengepel, dan kalau dari sudut pandang Pak Bazam. Tentu saja Maya terlihat memamerkan bokong dan kaki jenjangnya itu dari belakang.
Pak Bazam kuliat semakin terpaku, bahkan tidak mengedipkan matanya melihat
Maya.
Maya lalu menegakkan punggungnya kembali, ia berpura-pura melihat kain pel
sambil berbalik badan.
“Eh? Pak Bazam? Kirain tadi udah pergi.”
“Oh!” Pak Bazam tercekat dan salah tingkah, “Hahaha, mau lihat-lihat saja.” “Lihat apa, Pak?” Maya tersenyum.
“Pagar,” Pak Bazam menunjuk pagar semen rumah kami, “Saya kagum sama bentuk pagar rumah ini.”
Aku menahan tawa mendengarnya. Padahal pagar rumahku ini sama saja seperti pagar-pagar penghuni desa ini, bahkan pagar rumah Pak Bazam seperti pagar rumahku.
“Oh begitu ya, Pak,” bahkan Maya juga tertawa mendengar alasan konyol Pak

Bazam.


“Kalau begitu. Saya lanjut ya, Dek Maya?” “Iya, pak.”
Sekarang Pak Bazam benar-benar pergi dan istriku hendak masuk ke dalam. Aku

segera berpura-pura berbaring ke sofa, melawan arah dari luar agar istriku tak mengira aku melihat aktivitas dia dari tadi.
“Ada Pak Bazam ya tadi, Ma?” tanyaku sambil melihat ponselku. “Iya.”
“Kok nggak mampir?” kulihat istriku.
“Katanya cuma lewat saja,” istriku tersenyum dan masuk ke dalam.

Setelah istriku masuk ke dalam. Aku melanjutkan mencari artikel yang sesuai dengan perilaku istriku. Ada 20 menit kayaknya aku mencari tentang masalah ini, dan aku menemukan sebuah forum yang membahas tentang ini.
“Ekshibisionis?” batinku.
Kubaca-baca artikel itu, dan membaca komentar-komentar yang ada. Yang dimana ada tulisan ‘Suka Memamerkan Tubuh di tempat Umum’, lalu ‘Terangsang Hebat Kalau di Lihat dengan pandangan mesum orang lain’ dan masih banyak hal-hal lainnya disebutkan didalam forum itu.
Alisku mengerut dan terperangah, karena ada bagian-bagian gejala yang sama persis yang dilakukan istriku selama ini, bahkan yang barusan ia lakukan di teras rumah kami.
“Maya Ekshibisionis???” pikirku.
Aku lalu duduk, dan menelusuri lebih dalam. Bahkan ada yang mengatakan kalau ada pengidap ekshibisionis yang senang bagian tubuhnya dijadikan alat pemuas nafsu seksual lawan jenisnya, bahkan pengidapnya tak keberatan melakukan hubungan seks apabila lawan jenisnya mau berhubungan seks dengannya.
Aku terdiam, pundakku lesu dan bengong di ruang tamu.
Kalau itu benar. Bisa jadi kemarin Maya berhubungan badan dengan Pak Bogo di toilet warungnya Pak Joko. Dan Maya membiarkannya, karena dirinya senang hati membantu lawan jenisnya orgasme dengan tubuhnya. Apalagi ditambah kemungkinan ‘Hawa Nafsu’ Maya yang lama kambuh kembali.
Tapi itu hanya asumsi ku, karena aku tidak memiliki bukti kongkret. Apakah benar Maya mengidap ekshibisionis?
Dan kalau pun benar, aku harus berbuat apa? Karena menurut artikel, pengidap ekshibisionis akan susah menghilangkan kebiasaannya. Karena yang bisa menghilangkan itu ya penderitanya sendiri dengan tekad.
Walau ada 1 pembahasan dari artikel forum ekshibisionis tadi yang mampu membuatku sedikit terhibur.
Yang dimana katanya, meski pengidap ekshibisionis berhubungan badan dengan orang lain, 40% dia tetap akan mencintai pasangan utamanya apabila sudah mempunyai pasangan.
Dan sekarang aku berharap, kalau pun Maya memang pengidap ekshibisionis....
kuharap dia termasuk dalam 40% tersebut, yang masih sangat mencintai suaminya, yaitu aku.

*****

Mengalihkan pikiranku tadi, maka sekarang aku bersama istriku bermain bersama Dimas, anakku dan juga sainganku untuk meminum berapa liter susu yang kami minum saat ‘Nenen’ dari payudara nya Maya.
Lucu juga ya menjadikan anak sendiri sebagai saingan. “Oh iya, Pa. Keran di belakang rusak itu,” kata istriku. “Parah?”
“Hm, kalau bisa di ibaratkan, seperti ayahnya Mama pas bernyanyi, sewaktu berkaraoke untuk merayakan Imlek di rumah keluarga besar kita.”
“Parah sekali dong?” mataku melotot. “Sangat,” Maya tersenyum.
Aku menghela nafas, itu berarti parah sekali, sebanding dengan suara nyanyian ayah mertuaku, apalagi keran belakang berfungsi untuk mengalirkan air bersih dari telaga desa ini apabila Maya mau mencuci baju. Aku mau saja membetulkannya, tapi rasanya malas beraktivitas lebih di siang menuju sore ini.
“Mama mandi dulu deh sama Dimas. Takut airnya dingin lagi pas sore kayak kemarin.”
Aku mengiyakan saja dan berbaring untuk bersantai. Bermenit-menit lamanya akhirnya 2 anggota keluargaku itu sudah selesai mandi. Seperti biasa, kalau Maya memandikan dan membersihkan tubuh Dimas, maka aku bagian membedaki dan memakaikan pakaian untuk jagoanku yang 1 ini.
Maya keluar dari kamar. Sekarang dia memakai kaos putih yang tak mampu
menahan dada nya yang ‘Memberontak’, serta celana pendek biru yang ada talinya yang bisa mencapai pundak. Dia bergabung bersama ku yang baru selesai memakaikan baju untuk Dimas.
“Pa. Nanti Mama warnain rambut Mama lagi ya?” “Kenapa? Udah bagus hitam begini.”
“Ganti suasana aja. Boleh ya?” “Boleh.”
“Makasih, sayang,” Maya tersenyum dan mencium pipiku. “Tapi hitamin lagi nanti kalau bosan.”
“Iya-iya.”
Maya lalu meraih Dimas dan hendak memberinya ‘Makan’ dari payudaranya itu. Sedangkan aku termenung saja melihat anakku sedang menyusu dari payudara ibunya.
“Kayak nggak pernah merasakan saja,” Maya tertawa melihatku.

“Nanti malam giliranku ya?”
“Hihihi,” Maya memajukan kepalanya dan aku pun mencium bibirnya.
Dimas akhirnya tertidur dan Maya hendak membawanya ke kamar. Setelah Maya memasuki kamar, aku mendengar bunyi ketukan pintu. Aku berdiri dan berjalan ke depan. Kubuka pintu dan ternyata itu adalah Pak Bazam bersama Pak Bogo.
“Oh! Pak Bazam, Pak Bogo. Silakan masuk, Pak,” kubuka pintu lebar-lebar untuk mereka, dan ‘Terpaksa’ menerima 1 orang yang kucurigai menjamah istriku, yaitu Pak Bogo.
Mereka berdua masuk dan kupersilakan duduk di sofa ruang tamu. “Siapa, Pa?” tanya istriku dari dalam.
“Pak Bazam sama Pak Bogo. Bikinkan minum, Ma,” perintahku. “Iya, pa,” jawab istriku dari dalam.
Setelah itu aku berbicara kepada ke 2 tamuku ini. “Dari mana, Pak?”
“Dari rumah sebelah. Sekarang giliran rumah Pak Gio, hehehe,” kata pak Bazam. “Oh! Memangnya ada apa, pak?”
“Begini, kedatangan kami untuk memberitahu soal iuran keamanan. Karena sekarang disini sudah ada Pak Bogo untuk menjaga keamanan desa ini,” jelas pak Bazam.
“Oh begitu,” aku mengangguk.
Kami membicarakan hal ini dan aku menyanggupi, toh tidak mahal 50 ribu sebulan untuk 1 rumah. Setelah sepakat, maka Pak Bazam memintaku untuk menjadi salah 1 anggota rapat untuk lomba catur yang akan diselenggarakan tak lama lagi.
Tak lama kemudian Maya datang sambil membawa nampan berisi 3 cangkir minuman. Kulihat Maya tersenyum tipis memandang Pak Bogo, sedangkan mereka berdua terdiam tanpa kata melihat penampilan istriku ini.
“Ngomongin apa?” istriku lalu duduk di kursi yang ada disebelah sofaku.
Aku pun memberitahu tentang 2 kepentingan yang disampaikan Pak Bazam tadi. Dan gaya duduk istriku begitu menggoda sekali, paha kirinya ia tumpu di paha kanan dari posisinya duduk dan ia memajukan sedikit tubuhnya hingga belahan dada nya yang
‘Memberontak’ itu tertampang jelas bagi Pak Bazam dan Pak Bogo.
Aku kembali memandang 2 tamuku yang kaget melihatku. Aku tahu kalau tadi mereka begitu terpana melihat pemandangan indah tadi.
Sekarang kami ber 4 terus mengobrol dan sesekali aku melihat gelagat istriku. Dari gaya duduknya tadi, sekarang istriku duduk bersandar, dan ia memegang tali sebelah kiri celananya itu yang sampai pundak.




Dia terus memainkan tali pundaknya itu yang membuatku yakin kalau Pak Bazam dan Pak Bogo akan sulit berkonsentrasi karena ini. Itu karena aku sendiri juga susah berkonsentrasi melihat gaya duduk istriku ini.




Kami terus berbicara dan berbicara. Aku kembali melihat istriku yang entah sejak kapan ia menurunkan tali pundak sebelah kirinya ke bawah, bersandar ke samping dan semakin menantang dengan dadanya yang ‘Memberontak’.




Sampai pada akhirnya ada sebuah topik yang membuat Pak Bogo menanyakannya.

“Keran rusak?”
“Iya, kata istri saya rusaknya parah. Iya kan, Ma?” “Iya,” Istriku mengangguk.
“Begitu,” Pak Bogo mengangguk, “Mau saya bantu?” “Wah! Boleh-boleh, tidak merepotkan, Pak?”
“Tidak, saya ahlinya. Dimana kerannya?”
“Di belakang,” aku lalu berdiri, “Mari, Pak. Ma, temenin pak Bazam ya?” “Iya,” Maya tersenyum dan menyanggupi.
Aku pun meninggalkan istriku dan Pak Bazam, sedangkan aku menuju belakang bersama Pak Bogo. Dia memeriksa keran dan aku mencoba melihat ke dalam, yang dimana aku masih bisa melihat posisi istriku, walau hanya bisa melihat bagian belakangnya dari samping, karena sisanya terhalang dinding.
“Iya. Parah ini, Pak. Ada cadangannya kan?” “Ada. Saya ambil dulu ya?”
“Sekalian alatnya, Pak.” “Oke.”
Aku meninggalkan Pak Bogo dan kudengar bunyi grasak-grusuk dan bunyi kursi yang diduduki istriku tadi berdecit seolah diduduki kembali. Aku ke ruang tamu sejenak dan melihat sekilas Maya seperti sedang membetulkan kaos putihnya.
“Ada apa?” tanyaku.
Maya menoleh, “Apanya, Pa?”
Aku lalu melihat Pak Bazam yang sedang menyeka sesuatu di bibirnya, seperti sedang menyeka minuman di mulutnya. Tapi kulihat air minumnya tidak beriak dari cangkirnya.
“Tadi Dek Maya bertanya, ada tidak tukang urut di desa ini, hehehe, katanya mau menyewanya untuk Pak Gio,” kata Pak Bazam.
“Memang ada, Pak?” tanyaku.
“Tidak ada. Tapi kalau mau diurut sama saya, bisa,” Pak Bazam tertawa ringan. “Oh,” aku tertawa saja.
“Gimana kerannya, Pa?” tanya Maya.
“Oh iya. Mau ambil cadangannya, bisa dibetulkan katanya. Saya ke dalam lagi ya?”

Aku lalu masuk ke dalam dan mencari-cari cadangannya di rak dan juga alat-alatnya.
Dan sekilas aku bisa mendengar percakapan Pak Bazam dan Maya walau suara mereka begitu pelan.
“Saya kira Pak Bogo berbohong. Ternyata benar ya, hehehe. Jadi kemarin dek Maya sama Pak Bogo itu—”
“Sssttt!!” kata istriku.
Alisku mengerut, dada ku kembali sesak mendengar hal itu. Ingin sekali aku terus berada disitu, mendengar dan melihat apa yang terjadi dengan mereka di ruang tamu. Tapi aku tak mungkin meninggalkan Pak Bogo sendirian di belakang, apalagi dia berusaha membantu.
Terpaksa aku ke belakang dan memberikan apa yang Pak Bogo butuhkan. Selagi dia berusaha membetulkan, aku melihat ke dalam.
Aku masih bisa melihat bagian belakang tubuh Maya dari samping meski sedikit. Lalu kulihat istriku sepertinya berdiri dan maju ke depan.
“Ke mana dia?” pikirku.
Kulihat Pak Bazam berpindah duduk di sofaku, itu bisa dilihat dari tangannya yang nangkring di pinggir sofa dan istriku kembali duduk di kursi yang semula. Kulihat mereka kompak hendak mencondongkan kepalanya ke dalam dan aku buru-buru mundur ke belakang, bersembunyi di balik dinding.
Merasa cukup, aku kembali maju ke depan dan melihat tubuh istriku seperti maju ke depan dengan tangan kanan menyikut ke belakang.
Alisku mengerut. Tidak mungkin kan Maya memajukan tubuhnya, mengangkat tangan kanannya, dan menarik kerah kaos putihnya tadi ke bawah sehingga tangan kanannya itu menyikut ke belakang?
Karena kalau benar, itu berarti Maya sedang menunjukkan payudaranya kepada Pak Bazam dong?
“Kerannya tidak cocok ini, Pak.” “Apa?” aku menoleh ke arah Pak Bogo.
“Kerannya,” Pak Bogo menunjukkan keran cadangan tadi, “Tidak cocok sama pipanya. Bapak ada keran cadangan lain?”
“Wah, tidak ada, Pak. Bagaimana kalau beli dulu?”
“Boleh,” Pak Bogo berdiri, “Di warung Pak Joko ada ini. Boleh sama-sama ke sana,
Pak?”
“Boleh. Memangnya bapak mau beli apa?”

“Mau bayar hutang kemarin. Janjinya malam, saya malah ketiduran,” Pak Bogo tertawa, “Tak enak jadinya.”
“Oh yaudah. Yuk, Pak.” “Oke.”
Dan saat kami berdua masuk. Lagi-lagi aku mendengar bunyi grasak-grasuk di ruang
tamu.
Sial! Aku penasaran apa yang terjadi diruang tamu ini, dan lebih sialnya lagi, kenapa aku mengiyakan mau ikut belanja sama Pak Bogo?!! Sial! Bodohnya aku! Seharusnya tadi aku meminta Pak Bogo yang membelikan keran cadangannya. Sial! Sial! Sial! Kenapa aku baru kepikiran sekarang?!
Aku bersama Pak Bogo sampai di ruang tamu. Aku melihat Pak Bazam sudah duduk kembali di sofa sebelumnya. Dan aku melihat kaos istriku dan terkejut. Kaos putih bagian kanannya sedikit kusut, dan yang membuatku kaget adalah, aku bisa melihat puting kanannya menegang dari kaosnya itu. Bukankah dia tadi memakai BH?! Dan aku bisa melihat lipatan BH nya berada di bawah payudara kanannya itu!!
“Gimana, Pa?” pertanyaan istriku membuyarkan lamunanku.
Pak Bogo lalu menjelaskan apa dan bagaimana. Dan yang membuatku pundakku terasa lemah adalah saat Pak Bogo meminta Pak Bazam menunggu saja disini selagi aku dan dia pergi ke warung Pak Joko.
“Kalau begitu, yuk, Pak,” ajak Pak Bogo. “Oh, iya,” aku mengangguk.
Dengan terpaksa aku meninggalkan istriku bersama Pak Bazam berdua dirumah. Sedangkan aku dan Pak Bogo segera menuju warung Pak Joko menggunakan motorku.
Sesampainya disana aku buru-buru mencari keran cadangan yang dibutuhkan, sedangkan Pak Bogo membayar hutangnya kepada Pak Joko. Setelah mendapatkan keran dan membayar, ini untuk pertama kalinya aku ingin menghajar orang yang lebih tua dariku.
Karena Pak Joko yang suka mengobrol malah menahan niatku untuk segera pulang bersama Pak Bogo. Ini untuk pertama kalinya aku kesal kepada orang yang terlalu suka berbicara.
Sudah 15 menit akhirnya aku dan Pak Bogo berkesempatan pulang. Dari rumah ke sini memakan waktu 5 menit, mengobrol tadi 15 menit, dan pulangnya lagi 5 menit. Jadi aku sudah meninggalkan rumah 25 menit lamanya, hampir setengah jam!
Sial!
Karena yang membawa motorku adalah Pak Bogo, maka aku bisa segera turun saat sampai dirumah. Aku berjalan cepat ke teras rumah selagi Pak Bogo menaruh motorku di samping. Dan ketika masuk aku tidak menemukan sosok Pak Bazam dan Maya.

“Dimana mereka?” pikirku kalut.
Aku masuk lebih dalam, ke ruang tengah. Disitu juga tidak ada mereka, namun aku melihat sesuatu yang tak asing. Yaitu BH, itu adalah BH yang dipakai istriku tadi. Aku tahu itu karena tadi aku melihat BH nya saat Maya menyusui Dimas disini.
Lalu aku mendengar suara jendela tertutup dengan sedikit decitan dan itu berasal dari kamarku. Panik, aku segera menuju kamarku dan terkunci.
“May? Maya!” panggilku.
“Iya, Pa,” dan terdengar suara istriku didalam.
Aku menunggu dengan tak sabar. Suara kunci terdengar dan pintu pun terbuka. “Kenapa, Pa?” tanya istriku setelah pintu terbuka, nafasnya sedikit terengah-engah
dan peluh dengan keringat. “Pak Bazam?”
“Pak Bazam? Emm, di WC kali.”
Mendengar itu segera aku berjalan ke belakang untuk memeriksa, tapi belum sampai aku sudah melihat sosok Pak Bazam berada di belakang rumah dengan telanjang dada.
“Oh. Sudah pulang, Pak Gio,” sapanya padaku.
Aku melihat penampilannya. Ia juga berkeringat dan bertelanjang dada. “Kok disini, Pak?” tanyaku.
“Panas!” keluhnya, “Makanya saya kesini. Cari angin, ini sampai berkeringat.”
“Oh, iya, panas” kataku, dan kondisi cuaca memang mendukung alasannya itu,
karena cuaca hari ini memang panas.
Tak lama Pak Bogo menyusul dan segera ingin menyelesaikan pekerjaannya. Aku menyerahkan keran yang kubeli tadi dan ingin masuk melihat istriku.
Dan aku melihat istriku sedang memainkan ponselnya. Aku melihat istriku masih berkeringat dan aku terkejut karena tak sempat memerhatikannya. Istriku sudah tak memakai kaos putihnya lagi! Dia menutup bagian atasnya dengan bagian atas celana yang ada talinya itu.
“Lho? Kaos Mama mana?” tanyaku untuk memulai interogasi ini.

“Oh, itu,” Maya dengan santai menunjuk kaos putihnya dilantai kamar ini. “Kenapa Mama buka baju? Nggak pakai BH lagi, itu BH mama diluar.”
Maya terlihat terdiam sejenak, tapi tersenyum dan berkata, “Mama lepasin waktu
ninggalin Pak Bazam di ruang tamu. Habis itu mama buka baju dikamar.” “Dikunci segala.”
“Dari pada pak Bazam masuk nanti?” balasnya dengan nada bercanda. “Keringat mama banyak banget,” tunjukku.
“Kan panas, makanya mama buka baju disini,” bibirnya manyun. “Kipas angin kan ada diluar.”
“Mau mama keluar telanjang? Kan ada Pak Bazam,” istriku lagi-lagi tertawa.
Sial! Semua jawabannya itu masuk akal! Tapi aku tentu saja masih curiga, lagi pula ada 2 hal lagi yang mengetuk rasa penasaranku.
Kenapa tadi nafas istriku terengah-engah?
Dan kenapa tadi aku mendengar suara jendela kamarku yang terhubung dengan halaman samping ini tertutup?
Ingin kutanyakan pertanyaan itu, tapi istriku beranjak dari kasur dan mengambil handuknya.
“Mama mandi lagi deh, panasnya minta ampun,” keluhnya sembari menutup tubuh bagian atasnya dengan handuk.
Aku mengiyakan dan ikut mengantar istriku ke kamar mandi yang ada di belakang.
Agar tak ada kesempatan bagi 2 orang yang kucurigai itu melakukan kesempatan. “Wah, mau mandi dek Maya?” Pak Bogo terkekeh.
“Iya,” istriku tersenyum dan melanjutkan perjalanannya ke kamar mandi dan menutup pintu setelah memasukinya.
“Tak ikut mandi, Pak?” lanjut Pak Bazam untuk menggoda ala basa-basi. “Bisa saja, bapak,” aku tertawa saja untuk larut dalam percakapan ini.
Merasa sudah aman. Aku berpamitan lagi untuk masuk ke dalam kamar, karena aku masih sangat curiga. Didalam kamar aku memeriksa anakku dulu di tempat tidur bayinya dan ia terlihat tertidur pulas. Setelah itu aku mulai memeriksa kamar pribadiku dan Maya ini.
Karena kecurigaan ku ini berhubungan dengan hubungan biologis, maka yang paling pertama kuperiksa adalah aromanya. Dan aku tidak mencium aroma sperma sedikit pun, baik di kasur atau pun di lantai. Semua kutelusuri dengan baik.

Dan merasa kesal juga, aku seperti anjing pelacak saja jadinya. Mau bagaimana lagi, aku hafal bau aroma milik pria ini, ditambah dengan kecurigaanku. Mau tak mau.
Aku lalu memeriksa kaos putih Maya dan tidak basah. Menandakan kalau Maya membuka kaos putih ini sebelum berkeringat.
Lalu disaat aku memeriksa kasur. Alisku mengerut, seprai tempat tidurku sangat kusut dan basah oleh keringat, bagian basahnya bisa terlihat jelas. Dan tak mungkin untuk 1 tubuh bisa memenuhi seprai ini dengan keringat, apalagi basahnya keringat ini menyebar. Seolah ada orang selain Maya membasahi seprai ini dengan keringat.
“Oh sial! Siapa lagi memangnya kalau bukan Pak Bazam?!” pikirku saat melihat basahnya keringat di seprai ini.
Tapi bagaimana Pak Bazam tidak ada di kamar ini disaat aku pulang?
Mataku tiba-tiba melotot, aku berjalan ke arah jendela dan membukanya yang menuju halaman samping rumah ini. Yang dimana halaman ini juga bisa tembus langsung ke belakang.
Aku terperangah dan pundakku lagi-lagi lemas. Kututup jendela dan duduk diatas kasur. Aku memikirkan ini dan bisa menyimpulkan sesuatu.
Ya. Kurasa istriku bersama Pak Bazam sedang berhubungan badan di kamar ini.
Keringat yang membasahi seprai kasur inilah buktinya.
Ya. Kenapa tidak ada bau sperma, kurasa Pak Bazam tak sempat mengeluarkannya karena panik mendengar suara kedatanganku bersama Pak Bogo.
Ya. Kenapa Pak Bazam ada di belakang. Itu karena dia kabur melewati jendela ini dan berlari ke belakang. Dan bertingkah seolah sedang mencari angin dengan membuka baju, dan keringatnya itu bukan karena panas diluar. Tapi ‘Panas’ dikamar ini.
Dan aku rasa, kecurigaan awalku di ruang tamu bisa kuperkirakan. Kalau Maya tadi sedang ‘Menyusui’ Pak Bazam. Itu bisa kuperkirakan saat Pak Bazam menyeka mulutnya, dia bukan menyeka dari air yang ada di cangkir, tapi susu yang ada di payudara istriku.
Dan pembicaraan mereka yang dimana Pak Bazam berkata ‘Kukira Pak Bogo berbohong’ disaat aku mencari keran cadangan, aku tahu maksud kalimat itu karena aku sudah curiga dari kemarin.
Kurasa benar Pak Bogo bercinta dengan Maya di toilet warung Pak Joko kemarin, lalu Pak Bogo menceritakannya kepada Pak Bazam, dan Pak Bazam mendapatkan kesempatan untuk membuktikannya di rumah.
Aku bukannya curiga, tapi memang keadaan dan kondisi ini menguatkan kecurigaanku.
Aku menunduk lemah dan berkata.
“Maya..... apa kau benar-benar mengidap ekshibisionis”

Aku tak tahu lagi harus berbuat apa, dengan fakta yang belum kupastikan kebenarannya lebih pasti. Dan kalau pun benar, selain ekshibisionis, Maya bisa dibilang berselingkuh.
Saking kacau nya pikiranku maka aku melakukan apa yang dilakukan oleh Pak Bazam.
Aku keluar dari kamar ini melewati jendela kamar untuk melihat apakah ada jejak atau sesuatu.
Disini aku melihat tidak ada jejak apa pun, rerumputan begini. Aku lalu berjalan pelan menuju belakang, aku berhenti di samping dinding, ku majukan kepalaku untuk melihat bagian belakang, dan aku melihat Pak Bogo masih berkutat dengan keran belakangku. Tapi keberadaan Pak Bazam tak ada disitu.
Aku hendak menghampiri Pak Bogo untuk menanyakan keberadaan Pak Bazam. Tapi belum aku melangkah, aku mendengar suara istriku.
“Iiih! Bapak kok nekat sih! Suamiku kan ada dirumah!” keluh Maya dengan suara
pelan.
Alisku mengerut, aku baru sadar aku berada di samping dinding kamar mandi. Dan
lebih mengerut lagi kalau ada suara Pak Bazam didalamnya. “Tanggung tadi, hehehe.”
Aku tercekat. Mendengar itu aku buru-buru kembali ke kamarku melewati jendela dan hendak memasuki toilet yang ada di kamarku. Karena kaca ventilasi atas terhubung dengan kamar mandi, meski kacanya buram. Tapi ada sela kecil diantaranya yang bisa kugunakan untuk mengintip.
Kubuka pelan-pelan pintu toilet kamarku ini dan mengambil sebuah kursi untuk kubawa ke dalam. Ku taruh kursi itu dan kujadikan pijakan untuk berdiri. Segera aku mengintip di balik kaca buram ini dengan apa yang ada didalamnya.
Dan hatiku remuk saat melihat apa yang telah terjadi.
Aku bisa melihat dengan jelas Maya berlutut didepan selangkangan Pak Bazam. Bibir indahnya yang selalu tersenyum dan mencium bibirku ini, sekarang terlihat asyik mengemut penis pria tua di genggaman tangannya.


Maya terlihat begitu telaten melakukannya, penis Pak Bazam yang ukuran normal
orang Indonesia itu terlihat basah oleh air liurnya, dan kulihat pipinya sampai kempot seolah menghisap penis itu dengan kuat. Setelah itu ia kembali mengulum dengan kepala maju mundur.
“Mmmhh mmmmhhh mmhh,” suara Maya ketika mengulum penis tua itu. “Sedaap!” lirih Pak Bazam dengan suara yang pelan.
Aku benar-benar lemah melihat ini dan kesal. Maya yang tidak pernah mau blowjob, sekarang malah melakukan blowjob, itu pun bukan penisku, tapi penis orang lain! Sial!
Dan membicarakan penis, aku menoleh ke bawah dan melihat penisku menegang! Hei penis! Tak cukup kah dengan pengkhianatan istriku? Sekarang kau juga berkhianat dan terangsang melihat pengkhianatan ini?

Bodoh! Aku benar-benar bodoh! Untuk apa juga kumaki penisku ini? Dia tak salah, yang salah adalah nafsuku! Kenapa aku bernafsu melihat istriku seperti itu?
Ku intip lagi dan kulihat Maya menadahkan kepalanya ke atas, kepada Pak Bazam.
Lidahnya itu menjilat bagian bawah penis tua itu dan meremas-remas kantong buah zakarnya.
“Duh, dek Maya!” kulihat tangan Pak Bazam mengikat rambut istriku dengan tangannya, “Jago nyepongnya!”
Maya berhenti menjilat dan tersenyum, tangannya masih mengocok penis tua itu. “Udah tegang lagi nih, cepetan ya, Pak.”
“Netek dulu,” pinta bandot kimak 1 ini. “Tadi kan udah. Cepetan! Ingat suamiku!” “Iya-iya, hehe.”
Istriku lalu berdiri dan berbalik badan, ia membungkuk dan membuka belahan pantatnya. Sedangkan Pak Bazam memegang pantat istriku dan sebelah tangan memegang penisnya dan ditepuk-tepuknya dipantat istriku.
“Duh, lubang yang mana ya? Hehehe,” ujarnya, sepertinya dia sudah tahu kalau lubang pantat istriku sudah ‘Terbengkas’.
Mau bagaimana lagi, aku lah yang membuat lubang pantatnya menganga seperti itu.
Itulah hasil ‘Karya Seni’ ku yang ada di anus Maya. “Pak! Cepet!” pinta istriku pelan.
“Nggak sabar sekali mau di entot, hehehe,” kata Pak Bazam merendahkan.
“Cepet!” kata Maya ambigu, antara memang ingin cepat agar tak ketahuan oleh ku, atau memang tak sabar ingin disetubuhi.
Pak Bazam segera melakukan penetrasinya dan aku tak tahu lubang mana yang ia sodok kalau dilihat dari atas sini.
“Mantap kali lubangmu, dek!” kata Pak Bazam, nikmat.
“Nnnnggghhh,” Maya juga melenguh, setelah itu ia menoleh ke belakang, “Jangan didalam ya, Pak.... Maya lagi subur”
Oke. Vagina yang disodoknya. Pikirkan saja sendiri ya. Memangnya ada wanita hamil gara-gara pria mengeluarkan spermanya di lubang pantat?
Perlahan-lahan Pak Bazam mulai memaju-mundurkan bagian selangkangannya dan Maya menundukkan kepala dengan menahan lenguh.
“Nngggggghhhh!”


istriku.

“Anjing! Enak! Anjing!” kata Pak Bazam yang geram dengan kenikmatan vagina

Lama-lama sodokan itu semakin cepat. Secepat tanganku mengeluarkan penisku dari

celana dan mengocoknya.
Sial! Aku benar-benar terangsang melihat ini!
Suara Plok! Plok! Plok! Akibat bertemunya 2 kelamin beda jenis ini memadukan suara simfoni birahi yang ada.
Pak Bazam menarik pundak istriku ke belakang. Dan kulihat istriku merem melek menerima sodokan bangsat tua itu, payudaranya berguncang-guncang dan payudara kesukaanku dan Dimas itu sekarang diremas-remas oleh ke 2 tangan Pak Bazam.

“Uuuhh! Dek Maya!” Pak Bazam melanjutkan, “Pepek mu enak kali!”

“Nnghh aahhh, mmmn aaahh,” Maya berusaha menahan desahannya dan mata terpejam erat.
“Apalagi susumu ini!” masing-masing jari telunjuknya menaik turunkan puting merah muda milik Maya, “Susu bendera pun kalah!”
Untuk kali ini saja aku sepaham dengan kau bajingan tua. Kalau boleh kutambahkan, Susu D*ncow saja kalah!
“Nnnghhhh, aaahh, enaaakk,” kata Maya dan mengigit bibir bagian bawahnya. “Pengen ngentot tiap hari sama dek Maya!!”
“I-iyaaahh, aaahh, mmmmnngghh!”
Sial! Jawaban Maya malah menambah nafsuku untuk Onani!
Kulihat tangan Pak Bazam mengurut-urut payudara istriku dengan ujung puting menjadi pacuan terakhir. Hingga akhirnya susu putih keluar dari puting Maya dan menyecer kemana-mana.
“M-Maungghhhhh,” istriku kesusahan bicara dalam birahinya, ia menundukkan
kepala dan menggeleng-geleng.
Pak Bazam sepertinya tahu, ia lepaskan sejenak sodokannya penisnya, berjongkok dan mengobok-obok vagina istriku dengan 3 jari tangannya.
“Nnnngghhhhh!!!”
Dan Maya pun orgasme, cairan ‘Air Mancur’ nya mengalir begitu deras yang membuat lutut kakinya bergegar tapi dengan cepat Pak Bazam menahan perutnya agar Maya tidak terkulai. Pak Bazam membantu Maya berdiri dan memutar tubuh Maya ke arahnya.
“Cepat amat keluarnya, dek? Hehehe.”
“Hmm,” sedangkan Maya kulihat tersenyum tipis, matanya masih terpejam dan kepalanya terkulai lemah.
“Netek dulu,” Pak Bazam mencaplok puting kanan Maya dari posisi mereka. Maya hanya membiarkan pria tua ini menghisap susu dari payudaranya.
“Eemmmm slrrrpp,” Pak Bizam menyedot puting istriku sampai kempot pipinya, ia lepaskan kulumannya dan melihat istriku, “Hehehehe,” dan lidahnya menjilat-jilat puting istriku.

Kepala istriku bergerak ke arah Pak Bazam, nafasnya masih terengah-engah, ia membuka matanya dan tanpa diminta, istriku mengarahkan payudara kirinya kepada Pak Bazam yang ia angkat dengan tangan kirinya.
“Cuuuh!” Pak Bazam memuntahkan ludah ke puting kiri istriku, tertawa kecil dan langsung mencaploknya dengan mulut.

“Nnnnghhhhh!!” istriku melenguh pelan.
Selagi Pak Bizam ‘Menyusu’ pada payudara kirinya. Kulihat tangan kiri istriku ke bawah dan mengocok-ngocok vaginanya sendiri.
“Slllrrrrrpp!!” Pak Bazam kembali menyedot puting istriku kuat-kuat. “Nggghhhhh!!” istriku kembali merem melek dan menggigit bibir bagian bawahnya.
Dan lagi-lagi Maya orgasme, itu bisa dilihat dari kucuran air deras yang keluar dari vaginanya. Aku terperangah melihatnya.
“Astaga! Sesange itukah kamu, Maya?!” pikirku.
Pak Bazam juga kaget saat merasakan kakinya tersiram air orgasme itu. Ia memandang istriku dan terkekeh pelan.
“Dek Maya, dek Maya,” Pak Bizam menggelengkan kepalanya, “Dorni ya?”
Horny, ******! Kalau tak pandai bahasa Inggris jangan berlagak deh!
Maya tak menjawab. Ia terlihat lemas, dan berkata dengan nafas tersengal-sengal sehabis orgasme ke 2 nya itu.
“Ce..... pat”
“Hehehe,” bajingan tua ini lagi-lagi melakukan hal mubazir, meremas payudara Maya hingga susu nya tumpah ke mana-mana, “Dek Maya, bagaimana kalau cerai saja sama Gio? Biar dek Maya jadi istri ke 2 bapak? Gimana?”
Untuk pertama kalinya aku ingin menyembelih kepala manusia! Banyak amat maunya nih si Bedebah!
Tapi Maya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan lemah, matanya masih terpejam.
“Kenapa? Padahal dek Maya udah ngentot sama bapak, bahkan sama Pak Bogo kemarin kan?”
“Ya.” kata Maya, masih lemah.
“Lalu kenapa?”
“Maya....” istriku tersenyum tipis, dan melanjutkan, “.... sayang sama suami Maya”
Aku terpaku mendengarnya. “Sayang?”
Maya mengangguk lemah, “Maya.” istriku membuka matanya dan melihat langit-
langit kamar mandi dan tersenyum, “Maya sangat mencintai Gio, suami Maya”
Aku terdiam dan tanganku berhenti mengocok penisku sendiri. Aku benar-benar tak percaya ini, di pengkhianatannya ini, dia masih sangat mencintaiku

“Maya.” pikirku, dan aku terharu memandang istriku.
Pak Bizam juga terdiam, walau tangannya tak pandai diam, setia meremas payudara istriku. Lalu dia mengangguk-angguk.
“Oh bapak tahu – bapak tahu,” Pak Bazam melanjutkan, “Nak Gio letoy ya?”
Ingin rasanya kutampar muka bapak tua ini sampai tewas dengan penisku! Udah
banyak mau nya! Sok tahu lagi!
“Ce....pat” pinta istriku lagi, lemah.
“Hehehe, sebentar,” Pak Bazam kembali mengulum puting istriku dan menghisap- hisap susunya.
“Nnnngghh! Sakit!” keluh istriku, sepertinya Bandot tua ini menggigit putingnya. “Hehehe!” Pak Bazam menggesek-gesekkan puting kiri istriku dengan telapak
tangannya, “Tapi nanti bapak boleh ngentot lagi ya sama dek Maya?” “Hmm,” Maya hanya tersenyum dan matanya terpejam.
Pak Bazam mengulum puting istriku yang satu lagi dan kembali menggesek- gesekkannya dengan telapak tangannya. Setelah itu ia membantu Maya untuk tengkurap di kamar mandi ku yang besar itu, ia tarik bagian pinggangnya sehingga sekarang dari posisiku ini, aku bisa melihat lubang Vagina dan lubang pantat Maya mengarah padaku.
“Bapak pengen nyoba ini, hehehe,” Pak Bazam menyentil lubang pantat istriku.
Dan aku melihat ke 2 tangan Maya memegang pantatnya, ia lebarkan belahan pantatnya itu dan Pak Bazam mengangkang di tengahnya. Pak Bazam mengarahkan penisnya ke dalam lubang pantat Maya dari atas, karena sudah longgar, maka penis tua itu pun masuk ke dalam lubang pantat istriku.
“Wadoh! Wadoh! Enak kali!! Sempit!” Pak Bazam tampaknya senang bukan main, aku tahu rasanya, apalagi kalau Maya memainkan otot lubang pantatnya. Penis didalamnya akan diurut-urut nikmat.
Tanpa banyak basa-basi lagi maka Pak Bazam mulai menggenjot lubang pantat Maya. “Oooh!! Nnnggghh, mmmmhhh!” kudengar desahan Maya yang aduhai.
“Uuh! Enaknya!”
“Nnggghhhhh, aaahh, aaaaaahMmmmhh aaahhu ahhh ahhhh ahhhh!!”
“Nikmat pantatmu, dek!”
Pak Bazam begitu semangat menyodok-nyodok lubang pantat istriku itu, begitu juga aku yang semangat mengocok penisku ini saat melihat penis hitam pria lain terlihat keluar masuk begitu cepat dari lubang pantat Maya.

“Anjing! Enak! Lonte! Maya! Kamu lonte!!” kata Pak Bazam yang sepertinya mulai meracau.
“Iyaaah, mmmm aahhh,” Maya juga menjawab, sepertinya dia berusaha merangsang dengan kata dan desahan pelannya.
“Lonte! Hah! Hah! Lonte kayak kamu harus dientot setiap hari!” “Nngghhhh iyaaah, aaaahh, aahhh, mmmmgh!!”
Ada rasa kesal juga mendengarnya, tapi entah kenapa aku semakin bernafsu dibuatnya.
“Ouuhh!! Aaahhh ahhhhh ahhhhh!!” Maya juga semakin aktif mendesah, walau suaranya pelan.
Penis Pak Bazam semakin cepat menyodok lubang pantat Maya sampai-sampai menekan pantat Maya ke bawah. Dan tanganku juga semakin cepat disaat menyaksikan istriku yang seperti bidadari sedang disetubuhi oleh ‘Babi sawah’.
“Ouuuggghhhhhhhh!!!” Pak Bazam menekankan penisnya. “Nnngghhhhhh!!!” dan Maya pun melenguh.
Setelah itu Pak Bazam ambruk menimpa tubuh istriku dari atas, begitu juga aku yang menahan suaraku yang terengah-engah setelah mengeluarkan cairan putih kental yang bisa memberikan Dimas seorang adik. Persetubuhan mantap yang kusaksikan tadi begitu hebat, onani menjadi penghormatanku yang nikmat.
Aku kembali mengintip dan melihat istriku mendorong-dorong penis Pak Bazam dengan pantatnya. Pak Bizam tampaknya mengerti, ia berusaha beranjak sehingga penisnya keluar dari lubang pantat istriku. Kulihat ada cairan putih kental keluar dari lubang pantat istriku sebagai akhir petualangan Maya yang bergairah.
Maya lalu meraba lubang pantatnya dengan tangan kanan, ia tarik tangannya lagi dan tersenyum melihat sperma tua yang dimana pemilik sperma itu sekarang duduk bersandar di bak mandi. Istriku berbalik badan, memutar arah dengan lutut kaki dan merangkak menghampiri Pak Bazam. Ia membungkukkan punggungnya dan menghisap penis pak tua seolah membersihkan sisa persetubuhan terlarang tadi.
“Mantap kali kau, dek Maya,” Pak Bazam mengelus kepala Maya yang naik turun menghisap penisnya.
Maya melepaskan kulumannya dan mencium kepala penis yang mulai terkulai lemas itu. Ia memandang Pak Bazam dan berkata.
“Cepet keluar, Pak.”
“Iya-iya, tapi,” Pak Bazam meremas-remas payudara kiri istriku yang tergantung, “Nanti ngentot lagi yuk, dek?”
“Hihihi,” Maya hanya cekikikan menanggapinya.

Pak Bazam lalu berusaha berdiri, begitu juga Maya. Setelah memakai celana dalam dan celana panjang kainnya, Pak Bazam lalu menepuk dinding, dan ada suara balasan tepukan dari luar. Dan kurasa itu adalah dari Pak Bogo. Sialan! Rupanya mereka berkerja sama!

“Hehehe, aman,” Pak Bazam lalu menepuk pantat istriku, dan mencaplok puting istriku di sebelah kanan sebentar, setelah itu dia berkata, “Jadi pengen lagi, dek.”


“Iihh! Udah sana!”
Pak Bazam menahan tawa sambil membuka pintu. Ia keluar dan ditutup pintunya oleh Maya. Kulihat Maya bersandar di pintu dan termenung. Ia lalu berkata dengan suara yang lemah.
“Maafin Maya, sayang”

Setelah itu Maya mulai mandi setelah ditunda. Aku yang mendengar itu juga menunduk. Aku turun dari kursi dan keluar dari toilet dan menutup pintu pelan. Aku merenung sejenak, dan mungkin memang benar. Aku lah penyebabnya. Kami yang jarang berhubungan seks lagi, sehingga membuka ‘Gembok’ hawa nafsu milik Maya yang terkurung dan bebas berkeliaran sehingga terjadilah Maya seperti ini.
Aku keluar dari kamar, dengan lagak ketiduran aku berbicara kepada dua bangsat yang pernah menyetubuhi istriku ini. Kami kembali ke ruang tamu dan berbicara cukup banyak. Walau aku memendam amarah, tapi aku menahannya. Setidaknya ada sesuatu yang meredam amarahku. Meski Maya memberikan tubuhnya kepada orang lain, hatinya tetap ada pada diriku.
Dan Maya termasuk bagian 40% tersebut.



Author Note :

💦 Bersambung


40% hasil penelitian yang ada didalam cerita hanya karangan author belaka untuk kepentingan bahan cerita.
Tidak menerima saran Ide cerita, mau pun saran untuk membuat POV dari istri.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd