Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Liburan Semesterku

Untuk Bagian 18, Anggu dibawa ke mana nih?

  • Perkampungan suku kanibal.

    Votes: 14 20,9%
  • Perkampungan suku non kanibal.

    Votes: 23 34,3%
  • Camp sederhana tempat penculik tinggal.

    Votes: 30 44,8%

  • Total voters
    67
  • Poll closed .
Makasih udah diupdate suhuu
 
Bimabet
BAGIAN 7

Layar ponselku menunjukkan pukul 15:25. Aku sudah melewatkan waktu sholat Dzuhur. Aku akan menjamakkannya. Untuk pertama kalinya aku melakukan kekhilafan. Bisa-bisanya aku lupa tidak sholat. Janjiku pada mama, sebelum pergi ke tempat ini bersama teman-teman, yaitu janji untuk tidak melalaikan sholat jadi tidak terpenuhi. Aku tahu, dalam syariat islam itu sama sekali tidak diperkenankan, tapi aku coba lakukan saja. Toh tidak ada salahnya melakukan sholat jamak. Lagian Allah maha tahu apa yang sedang kualami. Dia yang menerima amalan baikku. Sebagai hamba, aku hanya wajib berusaha untuk beribadah, tapi tidak wajib ibadahku akan diterima. Semua atas kehendakNya. Semua doa-doaku adalah bagian dari usaha. Salah satunya adalah memohon perlindungan terhadap diriku.

Sebagai wanita, aku sangat rentan terhadap godaan. Bukan hanya dari teman, tetapi dari lingkungan. Ada yang mengatakan anak seorang kiai belum tentu anaknya menjadi kiai. Anak dari seorang pelacurpun, belum tentu anaknya kelak mengikuti jejak ibunya menjadi pelacur. Semoga aku tetap istiqomah dalam beriman dan tidak terpengaruh lingkungan yang buruk.

Aku melangkahkan kaki menuju ke Utara. Sweater dan dan sepasang sepatuku masih berada di atas batu yang tingginya sepinggul. Badanku lengket banget. Rasanya gerah. Sedari tadi aku belum mandi. Itu karena aku mandi telanjang di laut bersama Ria, lalu muncul Arya dan Toni. Coba kalau tidak muncul, mungkin aku dan Ria sudah membersihkan diri dengan mandi di air terjun di sebelah Utara itu.

Melihat sweater dan sepatuku tidak hilang, aku melangkahkan kaki menuju ke Utara. Jalan berpasir yang aku lewati kini menjadi jalan berpadas dan berbatu. Telapak kakiku sedikit merasa sakit. Gini ini nih efek anak jaman now. Tidak seperti jaman dulu yang tidak pernah mengenakan sandal ataupun sepatu. Telapak kaki yang banyak titik-titik saraf untuk kesehatan jadi tidak dimanfaatkan dengan baik. Coba deh, jaman dulu orang-orang sering jalan kaki tanpa sandal, alias cekeran. Mana ada orang yang sakit berlama-lama. Umur mereka pun relatif panjang. Sekarang, kalau mau sehat pakai sandal refleksi. Itupun ada harganya. Jaman sekarang gengsi kalau cekeran, apalagi masuk mall atau hotel. Hihihi

Gemuruh air terdengar semakin nyaring. Aku menyusuri ilalang dan beberapa pohon siwalan.

Waaaaaaaaw!!! Setelah menyingkirkan ilalang yang tingginya sekitar 2 meter, aku terkejut. Aku berdiri di pinggir sungai terpaku dengan pemandangan yang menakjubkan dan tersaji di hadapanku. Memanjakan sepasang mata. Sebuah air terjun tampak indah dengan air yang keluar dari goa di puncak tebing. Goa itulah yang terlihat dari pantai tempatku berfoto bersama Ria, Arya dan Toni. Dibawahnya hamparan air yang membentuk genangan dengan ombak kecil. Di bagian Selatannya, air tersebut dibendung oleh batuan dan mengalir melalui sungai dengan dasar batuan padas menuju ke laut. Airnya tampak bersih. Area genangannya cukup luas, seperti sebuah kolam pemandian alami, atau bisa dikatakan telaga mini. Saking beningnya air sungai ini, dasar padas, pasir, serta bebatuan yang sebagian besar berwarna hitam dan beberapa tumbuhan jenis java moss tumbuh segar di sela-sela bebatuan menambah keindahan tersendiri. Mungkin cukup dalam, nanti deh aku coba bersama Ria. Saat ini yang perlu aku segera lakukan adalah mengambil wudhu.

Aku melangkahkan kaki mendekati air sungai dan menuju ke aliran sungai yang mengalir di sisi bawah dari bendungan. Aku menekuk lengan kemejaku sampai ke siku-siku, baik lengan kiri maupun lengan kanan. Aku menjulurkan tangan untuk berwudhu. Ketika membasuh muka, tiba-tiba aku terbayang Ria. Tadi ketika aku tinggalkan, Toni lagi ngapain ya sama Ria. Apa yang dilakukan Toni pada selangkangan Ria yang sudah tampak lemas telungkup tak berdaya?

Astaughfirullahalazim!!! Ada-ada saja pikiranku. Disaat sedang berwudhu dan akan menunaikan sholat, bisa-bisanya aku memikirkan hal-hal lain. Padahal ketika mensucikan diri, aku harus fokus. Bukan hanya ragaku, tapi juga jiwa dan pikiranku. Aku harus bisa menyingkirkan hal-hal yang mengganggu ibadahku. Akhirnya aku mengulangi mensucikan diri dengan berwudhu. Airnya dingin, duh gimana nanti aku mandinya. Aku pikirkan nanti aja deh. Hihihi

Setelah berwudhu dengan sebelumnya membaca doa, aku mencari tempat untuk sholat. Di pinggir telaga ada batu yang tingginya hanya selutut dan bentuknya pipih tidak beraturan. Tidak berbentuk bulat, persegi, segitiga, limas, jajargenjang, maupun persegi panjang. Yang penting pipih dan cukup untuk tempatku bersujud. Aku bersihkan dulu permukaan batu itu dengan air dari dari telaga yang jaraknya cukup dekat. Aku menggunakan pelepah daun yang aku pincuk dengan ranting kecil untuk mengambil air untuk membersihkan batu itu. Siapa tau di atas batu itu kotor oleh kotoran hewan di sekitar sini.

Setelah bersih, akupun naik berdiri ke batu. Tidak ada sajadah. Batu ini adalah sajadahku. Tidak ada mukena, pakaianku ini juga adalah mukenaku. Aku sampai lupa tidak membawa mukena. Gini ini nih kalau membangkang nasehat mama, kabur dari rumah dan egois. Astaughfirullahaladzim. Ampuni aku ya Allah atas pembangkanganku terhadap mama. >,<

Aku letakkan ponsel yang sudah menyimpan banyak foto mesum Ris di sampingku, lalu berdiri tegak menghadap kiblat. Sesuai petunjuk dari Toni, aku bisa mengetahui arah kiblat. Setelah membaca niat sholat jamak, akupun memulai perjalanan ibadah terhadap gusti Allah. Setelah mengucapkan dua kali salam dengan menoleh ke kanan lalu ke kiri, aku tidak lupa memanjatkan doa keselamatan terhadap kedua orang tuaku. Aku bersyukur dilahirkan oleh mereka yang mendidikku sampai sekarang. Ajaran-ajaran mereka membuatku lebih berwawasan luas. Baik itu moral, agama, dan ajaran lain yang berupa nasehat yang baik.

Setelah berdoa, aku menutup dengan satu kali sujud syukur atas rahmat yang diberikan gusti Allah kepadaku. Kemudian aku mengambil ponsel di sampingku dan kukantongi. Setelahnya aku turun dari batu menuju ke arah Selatan. Menyusuri semak belukar dan pepohonan yang tadi kulalui.

Aku tengok ke kiri, sweater dan sepatuku masih ada di atas batu. Aku melanjutkan perjalanan menuju ke Selatan, sampai akhirnya aku tiba di pasir pantai yang jaraknya sekitar 8 meter dari bibir pantai. Aku menoleh ke arah kiri, yaitu ke arah Timur. Lho, kemana Ria, Arya dan Toni?

Aku berlari menuju ke arah Timur. Setelah bermenit-menit dan lebih dari 100 meter aku melangkah, aku tidak menemukan mereka.

"Riaaaaaaaaaaaaa!!!!" Teriakku mencari kemana keberadaannya.

"Aryaaaaaa…… Toniiiiiiii" aku meneriakkan 2 temanku.

Kemana sih mereka? Meninggalkanku sendirian disini. Huh… dasar mereka itu. Perasaan tadi mereka ada di sini deh. Ria tidur telungkup dan Toni ada di sini mesumin selangkangan Ria, lalu Arya duduk di situ dua meter di sebelah Utaranya Ria.

Bekas kaki serta bekas mesum mereka masih terukir di pasir ini. Aku melihat ada jejak langkah kaki. Kemungkinan jejak kaki ini adalah jejak mereka. Aku ikuti jejak ini ke arah Timur. Setelah berjalan sekitar 37 meter, aku menemukan sebuah tulisan.

← RIA ADA DI SANA

Tulisan Ini pasti petunjuk. Huh, tulisannya siapa sih ini jelek banget. Pasti ini tulisannya Toni. Ada penunjuk panah menuju ke arah Utara. Tak ada cara lain, aku ikuti arah panah ini ke Utara.

Belum genap 6 menit, langkahku sudah menjauh 25 meter dari petunjuk itu. Di depanku kini terdapat semak belukar yang tingginya seleherku. Apakah Ria beneran ada di sana? Apakah mereka lagi sembunyi untuk ngerjain aku ya? Tidak ada jalan lain, aku coba masuk ke semak belukar ini.

"Riaaaaaaa… Aryaaaa…. Toniiiii" teriakku memanggil-manggil nama mereka sambil sepasang tanganku membelah dan menyingkirkan dedaunan semak-semak ini ke samping.

Sinar mentari yang bersinar dari sebelah kiriku menerangi pandangan jalanku. Tapi, karena tingginya semak-semak ini, sinar mentari yang berada di sudut kiri tidak dapat menyinari dasar pijakku, hanya cahaya pantulan sekelilingnya saja yang menerangi jalan pijakanku. Entah sudah berapa meter aku melangkah, aku masih belum menemukan petunjuk. Naluriku mengatakan bahwa Ria memang ada di sekitar sini.

Langkah kakiku terus menuju ke Utara. Tatapan mataku melihat ke arah bawah. Barangkali aku menemukan petunjuk. Langkah demi langkah kulalui. Kakiku terasa sakit menginjak beberapa ranting kering juga ilalang. Sampai pada langkah yang kesekian, aku menemukan sosok tubuh!! Itu tubuh Ria!!!

Tubuh Ria telanjang dalam kondisi telentang di atas rumput dan ilalang liar. Kepalanya berada di sisi Barat dan kakinya berada di sisi Timur. Sepasang kakinya sedikit terbuka dengan sudut 90 derajat, telapak tangan kanannya berada di pusar, sedangkan tangan kirinya terbuka dengan pergelangan tangan berada di atas kepala, memperlihatkan ketiaknya yang bersih tak berbulu. Kepalanya menoleh ke arah kiri, yaitu ke arah Utara. Hidungnya menghadap ke ketiak kirinya dengan sedikit menunduk. Sepasang matanya terpejam. Perutnya mengembang lalu mengempis, menandakan bahwa Ria masih hidup. Yang membuatku terkejut bukan karena tubuhnya kotor oleh pasir dan daun rumput kering, tapi di kemaluannya tertancap beberapa helai daun Borassus Flabellifer yang sudah dirobek menjadi 3 helai daun segar yang panjang-panjang. Entah berapa centimeter daun itu menancap di vagina Ria. Yang jelas dengan kondisi sepasang paha yang mengangkang, aku dapat melihat vaginanya menganga cukup lebar. Kira-kira lebar diameter kemaluan Ria sekitar 2,6 centimeter. Pada bagian labia mayora, labia minora, klistoris, dan bagian kulit pubis yang tak berambut itu terdapat ceceran cairan kental berwarna putih dan bening. Kemungkinan itu sperma. Kemungkinan besar Ria habis diperkosa. Aku juga tidak mengetahui apa yang menyebabkan hal itu terjadi. Apakah ini ulah Arya dan Toni? Ataukah Ria diculik seseorang lalu dibawa ke tempat ini, kemudian mereka memperkosanya? Kalau benar, itu sangat biadab. Berani-beraninya mereka membuat Ria jadi seperti ini.

Aku mendekatinya. Aku jongkok di sebelah kanannya, lalu memegang pergelangan tangan kanan yang ada di atas perutnya dan memeriksa nadinya. Aku juga memeriksa nadi di urat leher sebelah kanannya. Detak jantungnya normal. Tidak ada tanda kekerasan pada sekujur tubuhnya. Cuma satu yang menjadi korban kekerasan, yaitu kemaluannya. Itupun kemaluan bagian luarnya tidak ada yang terluka, hanya ceceran sperma. Tapi itu lho, vaginanya tertancap 3 helai daun siwalan yang masih hijau dan segar. Dari luar, aku tidak melihat ada pasir di dalam rongga vaginanya. Aku masih belum berani mengeluarkan dan mencabut 3 helai daun yang menancap di vagina Ria. Apa aku foto aja ya?

Aku berdiri dan mengambil dari arah di sebelah Timur Ria yang kakinya mengakang lebar. Aku keluarkan ponselku lalu mengarahkan ke tubuh Ria yang sedang tidur telentang.

Tap! Sebuah foto tersimpan dalam ponsel. Merasa belum puas, aku mengambil foto lagi. Aku seperti tim forensik saja, hihihi. Biarin deh, nanti ini bisa jadi bukti dan aku tunjukkan ke Ria.

Aku bergeser mengambil di sisi sebelah Selatan untuk mengambil foto juga di sisi Utara Ria. Masing-masing kuambil 3 foto. Setelahnya, aku berjongkok di sebelah kiri Ria. Aku coba membangunkan Ria dengan menepuk-nepuk lengan kirinya yang terbuka dengan menampakkan ketiaknya.

"Riaa.. Riaaa.." ujarku sambil menepuk-nepuk lengan kirinya. Ia masih tidak menggubris. Aku ulangi lagi menepuknya lagi, tapi masih nihil.

Aku amati sepasang matanya yang terpejam. Aku tidak melihat gerakan bola mata di balik kelopak matanya. Aku mencoba membuka kelopak mata kanannya. Retinanya menunjukkan bahwa Ria pingsan. Ini pasti ulah Arya dan Toni. Mereka ini parahnya kebangetan deh. Aku menutup kembali kelopak matanya kanannya. Duh!! Gimana nih? Masak aku ninggalin Ria begitu saja? Atau aku tungguin saja ya?.

Aku merubah dudukku dengan menekuk lututku sambil berfikir dan bertanya-tanya. Apa yang menyebabkan ini semua? Jam di ponselku menunjukkan pukul 16:02. Mentari sebentar lagi akan terbenam di garis cakrawala.

Sekilas aku melihat sesuatu berwarna putih dibalik rambut Ria yang tergerai di rerumputan. Aku kemudian mengambilnya. Ini.. ini adalah pesan!!! Dari tulisannya aku mengetahui kalau ini tulisan si Toni. Dari mana dia bisa bawa kertas dan bolpoin? Oh iya aku ingat. Sewaktu Arya ke pantai, dia seperti membawa tas anyaman tradisional. Apalagi kami disini selain liburan, kami hanya membantuk penelitiannya Arya. Tentu Arya membawa beberapa buku penelitian, buku catatan juga alat tulis. Aku baca saja deh tulisannya ini.


--------------------------------------------------------

Anggu, kamu pasti terkejut ya mengapa Ria seperti itu? Sewaktu kamu sholat, aku dan Arya tadi ngentotin Ria. Itu semua atas permintaannya sendiri. Dia sendiri yang meminta dientot sampai pingsan. Andaikan kamu tadi ada, pasti seru tuh gimana panasnya kami ngentotin Ria. Kontol super jumbonya Arya sampai membuat Ria keenakan. Hahaha

Oh iya, sekarang Ria pingsan bukan karena kami entot, tapi aku bekap dengan ramuan tradisional sejenis narkotika. Tenang saja, Ria aman kok. Biasanya ramuan itu digunakan untuk obat anesthesia. Karena dosisnya cuma sedikit, mungkin dalam beberapa menit dia akan sadar.

Gimana pose Ria? Kamu gak ingin main-main sama tubuh Ria? Mumpung belum sadar, Silahkan kamu mainin dia. Selamat bersenang-senang Anggu.

Ada lagi, tadi sewaktu Ria pingsan ada pemuda dari desa yang menjemputku. Dia kaget atas apa yang telah aku lakukan, akhirnya aku suruh pemuda itu untuk ngentotin Ria. Tubuh Ria yang pingsan dibikin nungging terus dientotin secara kasar. Kontolnya yang lebih besar dari Arya menghajar habis-habisan memek Ria. Mungkin kalau Ria sadar saat di entot, beneran dia pasti pingsan. Terakhir aku bikin pose Ria jadi seperti sekarang dengan sesuatu yang menancap di memeknya.

Demi keamanan, kamu buang kertas ini.

( . Y . ) ← byee → ( . Y . )

--------------------------------------------------------


Ria oh Ria, bisa-bisanya kamu diperlakukan seperti ini. Dijadikan objek untuk memuaskan nafsu Toni, Arya, dan pemuda dari desa. Karena ucapanmu, mereka berhak melakukan apapun padamu. Apakah ini yang kamu mau Ria? Walaupun pesan Toni membolehkan aku memainkan tubuhnya, memangnya aku apaan kok bermain-main sama tubuh temanku sendiri.

Aku duduk termenung sambil mengamati tubuh Ria. Ia diberi anugrah tubuh yang indah, tapi sayang keindahannya diumbar dan dipakai oleh pria yang bukan suaminya. Bagaimana nanti kalau suaminya tahu kelakuan masa lalu Ria yang binal seperti ini? Mungkin Ria sudah mempersiapkan hal itu. Aku yakin orang baik dapat yang baik, terus apakah orang binal seperti Ria mendapatkan cowok yang suka main cewek gitu ya? Mudah-mudahan Ria mendapatkan pria yang baik, menerima semua kenyataan masa lalu Ria juga diharapkan mampu membuat Ria kembali ke arah yang baik.

Sepasang buah dada itu sudah pernah diremas oleh pria lain. Kemaluannya pernah dipakai orang lain. Dasar Ria ini. Entah, saat aku melihat buah dada Ria, aku merasa ingin menyentuhnya. Seperti apakah rasa meremas payudara orang lain? Kalau punyaku sendiri sih sudah biasa. Aku ingin sekali mencobanya.

Ughhh Angguu.. jangan kamu lakukan itu. Hati nuraniku berteriak kencang. Saat ini di dalam diriku sedang bertarung antara Setan dan Malaikat. Mereka sedang mengeluarkan jurus andalan masing-masing untuk menjadi pemenang yang akan menjadi satu-satunya pembisik terhadapku. Aku galau!!! Hatiku berkecamuk.

Aahhh… perasaan apa ini? Lembut sekali. Oh tidak!!! Tanpa kusadari telapak tangan kiriku menelungkup di payudara kiri Ria!! Kenapa.. kenapa bisa begini?

Ke.. kenyal. Perasaan apa ini? Padahal aku sering memegang payudaraku sendiri, menyabuni dan membilasnya. Akan tetapi sekarang berbeda. Memegang payudara sendiri dengan milik orang lain sangat berbeda. Badanku terasa hangat. Detak jantungku berdegup kencang. Seperti inikah rasanya memegang payudara? Untuk pertama kalinya aku menyentuhnya. Aku dapat merasakan puting kiri Ria yang menekan telapak tanganku. Beberapa saat kemudian jari tangan kiriku meremas pelan buahnya. Vaginaku terasa geli, buah dadaku terasa lebih berat dan lebih besar, seakan-akan di dalam kelenjar payudaraku sedang memproduksi sesuatu yang aku belum mengetahuinya. Apakah ini yang disebut terangsang? Seperti inikah rasanya rangsangan itu? Hanya dengan menyentuhnya, kemaluan serta buah dadaku terasa lebih sensitif. Tangan kananku langsung menyilang menyentuh sepasang payudaraku. Walaupun masih ditutupi bra dan kemeja, aku merasakan sensitifitas sepasang putingku.

Nooo!!! Stop!! Aku tidak boleh melanjutkan. Aku harus berhenti. Tapi… tapi telapak tangan kiriku seolah menolak dan tak mau lepas dari bongkahan buah dada kiri Ria.

Dari atas ada suara yang melayang dan semakin lama semakin nyaring. Aku mendongak melihat ke atas. Aku tidak menemukan apapun. Hanya beberapa pohon kelapa yang tumbuh di sekitar sini. Aku menunduk dan melihat ke dada Ria. Ada sesuatu yang cukup besar berwarna hitam.

"Kyaaaaaaaaaa!!!!" Aku berteriak.

Tiba-tiba di dada Ria kejatuhan seekor binatang. Binatang itu jatuh di antara payudara kanan dan tulang selangka sebelah kanan. Dari bentuk dan rupanya, aku mengetahui binatang itu. Bukankah itu adalah asiatic rhinoceros beetle? Tidaaakk!!! Kenapa ada hewan seperti itu? Sontak akupun melepaskan tangan kiriku dari payudara kiri Ria. Hewan itu masih hidup. Mengetahui disekitar sini ada banyak pohon kelapa, wajar kalau serangga itu hidup di daerah ini. Serangga itu yang awalnya menghadap ke ketiak kanan Ria, kemudian berputar ke sebelah kiri. Ia bergerak merangkak menuju ke buah dada Ria yang ukurannya cukup besar. Kaki-kakinya merangkak ke kulit Ria menuju ke payudara kanan. Dalam posisi tubuh Ria yang pingsan telentang, kulit sebagai pijakan serangga dari tulang selangka ke payudara kanannya menanjak naik.

Bulu kudukku langsung berdiri. Rasanya geli dan jijik. Aku tidak suka serangga!! Aku sedikit memundurkan tubuhku dan duduk mengambil jarak lebih jauh. Serangga itu mulai mendaki payudara kanan Ria. Naik ke puncak bukit kenyal milik Ria!!! Apa yang yang dikehendaki oleh hewan itu?

“Sssuuhhh… Sssuuuuuhh” Ujarku berharap serangga menjijikkan itu pergi.

“Riaaaaa!!! Banguuunnn Riaaaaa” Teriakku.

Tetap saja Ria tak bergeming. Obat macam apa sih yang digunakan oleh Toni. Ria pingsan lama banget. Aku memberanikan diri mendekati tubuh Ria. Sepasang tanganku langsung menggelitiki pinggang kiri Ria. Serangga itu semakin menuju puncak. Kira-kira jarak dari puting kanan Ria ke serangga sekitar 10,7 centimeter. Nihil, tak ada respon dari Ria. Sepasang tanganku bergeser ke ketiak kiri Ria yang terpampang terbuka lebar. Aku gelitiki ketiak itu berharap rangsangan pada saraf di ketiaknya dapat menghantarkan impuls listrik ke saraf pusat di otaknya dan membangunkannya dari anesthesia.

Tidak ada respon. Ria sama sekali belum sadar. Ria seperti boneka hidup. Misal ada hewan buas disini, tentu Ria sudah mati. Serangga itu semakin mendekati areola. Apa yang harus aku lakukan? Sedangkan serangga itu berjalan cepat menuju puting Ria. Aku harus bertindak. 2 kaki depan serangga itu sudah menginjak di areola Ria. Dengan keberanianku yang mampu mengalahkan rasa jijik dan takutku, aku mengangkat tangan kananku. Lalu mengayunkan tangan kananku untuk menepis serangga itu dari payudara kanan Ria. Daripada terjadi sesuatu kepada sahabatku, aku harus bisa mengalahkan rasa jijik terhadap serangga itu.

PLAAKKK

Getaran suara yang terbentuk dari benturan tangan kanan dan payudara kanan Ria terdengar nyaring. Serangga itu terhempas ke arah Selatan. Payudara kanan Ria bergoyang-goyang beberapa kali akibat ayunan tanganku. Tidak ada memar merah. Syukurlah.

Sampai kapan kamu akan seperti ini Ria? Ayo sadarlah. Aku tidak mau kalau kamu disini sampai malam. Badanku masih lengket-lengket akibat mandi di laut tadi nih.

Beberapa detik kemudian sepasang kelopak Ria bergerak-gerak. Alhamdulillah.

"Riaaaa… Riaaaa" ujarku.

"Uuuuggggghhhh…." Lenguhnya sambil membuka mata dan berkedip kedip.

"Anggu? Aaaahh.. badanku sakit semua.. aaahhh.. me.. memek aku.. aaahhh" ujarnya.

Tentu saja sakit, ada daun yang tertancap di memaluannya.

"Kamu kenapa bisa seperti ini?" Tanyaku.

"Tadi sewaktu kamu sholat, aku dientotin sama Toni dan Arya. Memekku disodok dan dihajar tanpa ampun. Terutama kontol Arya. Gila banget kontol sepanjang itu bisa muat di memekku" ujarnya.

Ria terlihat akan bangkit dari posisi tidur telentang, tapi sepertinya dia tidak kuat dan kelelahan.

"Sini aku bantu" ujarku dengan tangan kanan berada di punggung leher untuk membantunya duduk.

"Aaaahh… memek aku… aaahh. Gila tuh orang, kurang puas masukin batu apung, batu karang dan pasir, sekarang malah masukin daun. Memangnya memek aku mulut hewan herbivora apa? Seenaknya masukin daun ke memek aku" ujarnya.

"Kamu sendiri sih bilang boleh melakukan apa saja sama tubuh kamu. Sini aku bantu ngeluarin daunnya" ujarku.

"Hihihi iya sih. Itu salahku. Aaahh.. pelan-pelan Anggu… aaaahhh" ujarnya ketika aku menarik perlahan 3 daun siwalan dari dalam vaginanya.

Tidak kusangka, yang masuk ke kemaluan Ria sedalam ini. Kira-kira 7,7 centimeter.

"Gak sakit ya vagina kamu dimasukin ini?" Tanyaku.

"Sakit, tapi geli gimana gitu" ujarnya.

"Jangan jangan kamu suka ya dimasukin ini?" Tanyaku.

"Hihihihi" Ria tersenyum.

"Dasar maniak. Nih aku kembalikan lagi" ujarku dengan tangan kiri memasukkan 3 daun siwalan ke kemaluannya lagi.

"Aaawww.." tangan kiriku di pegang dan ditahan oleh Ria. Tapi lama kelamaan pegangannya melemah. Mungkin karena baru sadar dari pingsan puluhan menit. Entah dia sengaja melemahkan atau betulan lemah. Aku coba hentakkan lebih dalam hingga 3 daun siwalan masuk ke vaginanya.

"Aaaah… Anggguu…. Aaaahhh.. iyaaah… ohhh.. terus Anggu… masukin lebih dalam.. aahhh" desahnya hingga bentuk tubuhnya membusung. Tangan kananku tak kuat menopang punggung leher Ria akhirnya ia kembali tidur telentang.

3 daun menancap kembali ke kemaluannya. Ria terengah-engah mengatur nafas.

"Hahaha.. gak nyangka yang awalnya kamu megangi tanganku, akhirnya pasrah. Ada apa sih Ria? Mengapa kamu jadi cewek gampangan seperti ini?" Tanyaku.

"Bukannya kamu tahu sendiri, itu karena ulah mantanku" jawabnya.

"Memangnya sampai sejauh itu membekasnya ya?" Tanyaku.

"Kamu belum tahu sih rasanya gimana. Puji tuhan, kamu masih perawan. Belum pernah tersentuh pria. Aku ingatkan ya Anggu, jangan sampai kamu seperti aku" ujarnya.

"Ya iyalah. Kamu salah pilih cowok sih. Makanya hati-hati. Dulu aku sudah pernah mewanti-wanti agar kamu pilih cowok yang baik. Bukan karena wajah dan pendidikannya, tapi watak dan tingkah lakunya" ujarku

"Hihihihi, ya udah terlanjur mau gimana lagi" ujarnya.

"Udah yuk cabut. Eh Ria, sewaktu mereka menyetubuhi kamu, bebatuan dan pasir di kemaluan kamu sudah dikeluarin?" Tanyaku.

"Sudah. Sewaktu kamu pergi, Toni ingin ngentot. Aku ngajukan syarat dong, benda-benda di memekku dikeluarin. Mereka setuju. Aku kemudian diangkut, sepasang kaki di tarik Toni, sepasang tangan di tarik Arya. Aku di diceburin di laut. Sambil berendam, mereka berdua ngeluarin batu apung, batu karang dan pasir dari memek aku" ujarnya

"Lalu mereka menyetubuhi kamu ya?" Tanyaku.

"Ya. Capek banget di entot mereka berdua. Entah berapa kali mereka membuang peju di memekku" ujarnya.

"Kok bisa berkali-kali? Padahal cuma kutinggal gak sampai puluhan menit" ujarku.

"Ya gak tau deh. Aku gak ingat. Yang aku ingat, Arya sekali ngentotin aku. Terus ada yang membekap aku, terus blank deh" ujarnya.

"Coba baca ini" ujarku menyerahkan tulisan Toni yang kutemukan tadi.

Ria kemudian membaca tulisan itu.

"Sialan tuh orang. Mereka berdua malah mempersilahkan satu orang lagi ngentotin memek aku" ujarnya sambil meremas-remas kertas itu.

"Disitu tertulis kamu yang minta diperkosa sama pingsan" ujarku.

"Sebagian benar. Hihihi" ujarnya.

"Huh dasar munafik. Bilang aja kamu ingin diperkosa. Hahaha" ujarku kemudian tertawa lepas.

"Ya kan gak bisa bilang langsung begitu" ujarnya.

"Berarti suka dong? Gak sekalian kamu minta diperkosa seluruh penduduk desa, biar puas" ujarku kemudian mendorong 3 daun yang menancap di kemaluannya.

"Aaaawww…. Iiihh Anggu nakal" ujarnya terkejut sampai tubuhnya bergetar.

"Ya maunya gitu, bayangin aja memekku jadi basah, tapi gak deh. Itu sih kebangetan kalau sampai memekku dipakai rame-rame. Hihihi" lanjutnya.

"Ragu-ragu, tapi nih lihat basah banget. Dengan kata lain kamu suka dong di pake rame-rame. Dipakai satu orang asing aja sampai basah" ujarku dengan tangan kiri mencolek bagian daun siwalan yang dihimpit labia minoranya, lalu menunjukkannya.

“Hihihi ada-ada aja” ujarnya.

“Udah yuk mandi. Badanku lengket banget nih. Aku menemukan tempat mandi yang bagus” ujarku.

“Benarkan? Di bawah air terjun itu ya?" Ujarnya menunjuk ke air terjun di sebelah kananku.

"Iya" jawabku singkat.

"Yuk, tapi tolong lepasin daun di memek aku ya?" Ujarnya.

Aku tersenyum. Kemudian aku menarik 3 daun yang tadi kutancapkan ke kemaluannya secara perlahan. Wajahnya meringis seperti keenakan gitu. Aku lempar 3 daun siwalan itu ke samping kiriku.

Aku berdiri lalu tangan kiriku kujulurkan ke Ria. Tangan kiri dia menggapai tangan kiriku. Aku pegang pergelangan tangan kirinya dengan tangan kananku, kemudian aku menariknya hingga dia berdiri. Aku lihat punggungnya banyak potongan daun kering dan daun basah yang menempel. Aku membantu menyingkirkannya.

“Kamu kuat jalan kan?” tanyaku.

“Kuat kok” ujarnya.

“Gak perlu bohong, sini tangannya” ujarku.

Ia mendekatkan tangan kiriku ke tangan kirinya, lalu aku pegang pergelangan tangan kirinya dengan tangan kananku. Dengan kedua tanganku yang memegang tangan kirinya, aku menariknya kuat-kuat hingga dia berdiri. Aku tahu dia masih lelah. Dengan kekuatan seperti ini, jika terjadi sesuatu apalagi sampai Ria drop, tidak mungkin aku kuat menggendongnya. Aku berjalan menyusuri semak-semak serta tanaman ilalang liar. Kami melewati beberapa pohon siwalan serta pohon kelapa. Aku menengok ke kanan, Ria masih terhuyung-huyung seperti habis mabuk. Tubuh telanjangnya seakan menjadi santapan rumput ilalang yang menjulang tinggi. Tangan kanannya sibuk menyingkirkan ilalang yang akan kami lewati. Tidak sedikit rumput jenis spinifex yang tingginya sebahu menyambar buah dada Ria.

Tidak terasa kami tiba di hamparan pasir di tepi pantai. Aku menoleh ke kiri lalu ke kanan, melihat keadaan. Takutnya ada seseorang yang datang.

"Ria, pakaian tradisional kamu tadi kamu taruh mana?" Tanyaku.

"Seingatku tadi aku lempar disebelah sana deh. Kok gak ada ya? Jangan-jangan ulah si Toni atau Arya" ujarnya dengan raut kesal.

"Berarti kamu pulang ke desa telanjang dong. Hihihi" ujarku.

"Hahaha ya mau gimana lagi. Gak apa-apa deh, lagian aku sudah janji sama kamu. Karena kamu sudah berani mandi bugil di laut, sebagai gantinya aku akan pulang ke desa dengan telanjang" ujarnya.

"Udah, kamu jangan berfikir tentang janji ini dan itu. Aku masih ada sweater, kamu bisa pakai kok" ujarku.

"Gak perlu Anggu, biarkan aku pulang telanjang saja, hihihi" ujarnya.

"Mentang-mentang di desa ini gak ada yang kenal kamu, makanya kamu berani. Kalau di kota berani nggak?" Ujarku.

"Berani, tapi pas sepi. Mungkin lain kali aku ajak kamu gimana aku eksib pakai rok pendek dan tanpa mengenakan celana dalam, atau bugil di RTH" ujarnya.

"Hahaha, kamu ini memang nakal. Badan kok diumbar bebas" ujarku.

"Yeeee… terserah aku dong. Badan ini ya badan aku. Terserah aku tunjukkan ke siapa aja" ujarnya.

"Ke papa kamu berani gak?" Celetukku.

"Ya jangan. Bisa dipecat sebagai anak" ujarnya.

"Hihihi, yuk jalan. Sepertinya pakaian adatmu memang dibawa mereka berdua" ujarku.

"Ya. Gak apa-apa deh. Jatah mereka sampai jam 12 malam. Aku sudah siap bakal jadi mainan mereka berdua" ujarnya.

Kami berjalan kira-kira seratus meter ke arah Barat, menyusuri pantai menuju ke tempat aku menaruh sweater dan sepatuku yang ada di dekat batu besar di arah jam 2. Dari batu besar itu, aku lanjut berjalan menuju ke arah Utara. Aku mengambil sweater dan sepasang sepatuku untuk ku bawa ke kolam sungai alami yang ada di bawah air terjun.

"Gak kamu tinggal aja Anggu?" Ujar Ria.

"Ya nggak lah. Nanti setelah mandi aku langsung pakai sepatu biar tidak kotor" ujarku.

"Iya iya, habis ini aku gak perlu di tuntun. Aku sudah bisa jalan sendiri" ujarnya.

"Alhamdulillah, nanti sekalian kemaluan kamu di bersihkan juga. Siapa tahu didalamnya masih ada sisa-sisa pasir yang masih betah bersarang di sana" ujarku.

"Iya, makasih sarannya" ujarnya.

"Yuk lanjut, kita masih jalan sekitar empat puluhan meter nih" ujarku.

"Aku duluan ya" ujarnya kemudian berjalan mendahuluiku.

Huh, dasar. Emang dia tahu jalan ya? Biarin deh. Walaupun terhalang beberapa pohon kelapa, siwalan, serta pohon lainnya, toh air terjunnya dari sini sudah kelihatan. Aku sampirkan sweater ke pundak kiri, lalu aku menenteng sepasang sepatuku dengan tangan kanan.

Baru akan mulai melangkahkan kaki menuju ke arah Utara, Ria sudah menghilang dari pandanganku. Cepat benar tuh anak. Padahal baru kutinggal mengambil sweater dan sepatu. Biarin deh, dia akan merasakan sendiri jalan yang banyak bebatuan, padas, serta tanaman liar. Aku langkahkan kaki berjalan menuju ke Utara, menembus rimbunan aneka jenis flora. Dari ilalang, rerumputan yang tingginya melebihi badanku, juga bebatuan yang cukup keras dan beberapa bagiannya tajam juga licin. Mudah-mudahan saja tidak terjadi apa-apa sama Ria. Terutama telapak kakinya.

Sudah belasan meter aku berjalan dari batu tempatku menaruh sweater dan sepatu. Jalan yang kulalui sama seperti yang kulewati saat aku hendak mengambil wudhu dan sholat. Jalan sedikit menanjak. Aku berhenti sejenak untuk mengeluarkan ponsel dari sakuku dengan tangan kiri. Aku lupa tidak mengaktifkan mode hemat daya. Sambil menenteng ponsel di tangan kiri, tak terasa akhirnya aku sampai di tepi bendungan alami. Lho kemana Ria?

"Baaaaaaaa!!!!"

"Kyaaaaaaaaaaa!!"

BYURR

Tiba-tiba dari arah kiri Ria muncul dan mengagetkanku. Sontak aku menjerit dan akhirnya aku terpeleset dan tercebur. Beruntung saat sebelum tercebur, ponsel di tangan kiriku terlepas dan tidak sampai ikut tercebur. Ponselku jatuh di tepi. Coba kalau tercebur, bakal rusak deh. Memoriku juga rusak.

"Iiiihhhh… Riaaaaaaaaaa" ujarku dengan memasang wajah sebel. Yah, jadi basah deh kemeja, celana jeans, bra dan celana dalamku. Sebagian kerudungku juga basah. Mau gak mau aku harus melepaskannya.

BYURRR

Ria melompat ke air di sampingku. Bendungan ini lumayan dalam, kira-kira sedadaku. Airnya lumayan dingin.

"Maaf ya Anggu" ujarnya mendekatiku.

"Iya iya aku maafin, karena ulahmu bajuku jadi basah nih." Ujarku

"Lepas aja" ujar Ria.

"Ya iyalah, aku lepas dan sekalian aku mandi" ujarku.

"Sip" ujarnya.

Aku keluar dari air dan aku berdiri di samping sungai bendungan dan berpijak pada batu padas. Aku kemudian memungut ponsel, lalu menuju batu pipih tempatku tadi sholat. Jaraknya tidak jauh dariku, mungkin sekitar 5 meter. Sesampaimya di batu itu, akupun mulai menanggalkan seluruh pakaianku. Aku mulai dari kerudungku, kemeja, celana jeans, bra, lalu celana dalam. Aku letakkan dengan membentangkan pakaianku itu. Karena batu tempat tadi aku sholat hanya cukup menampung kemeja, celana jeans dan ponsel, jadi untuk bra dan celana dalam aku gantung di ranting pohon. Untuk kerudung, aku sampirkan ke batu yang lain. Walaupun tidak pipih, yang penting batu itu cukup menampung bentang luas kerudungku. Aku pilih batu yang terkena terik matahari langsung.

Sekarang aku sudah telanjang bulat. Untuk kedua kalinya aku mandi telanjang bulat di ruang terbuka. Jadi malu. Takut ada orang yang lihat, otomatis aku menyilangkan tangan kiriku di sepasang buah dadaku, lalu tangan kanan di depan kemaluanku yang berambut lebat.

Ria tampak asik berenang sedikit ke tengah. Ia kemudian membalikkan badan menghadapku.

"Sini Anggu. Airnya enak. Disini juga tidak begitu dalam" ujarnya.

Aku tersenyum dan mengangguk. Mau tak mau aku harus mandi, air laut yang mengering dan melekat di kulitku membuatku gerah. Aku pun mulai melangkah ke tepi bendungan dengan tetap menutupi bagian-bagian terpenting dari tubuhku.

BYUURRRR

Aku melompat gaya botol. Sepasang kakiku langsung menginjak dasar bendungan yang berupa bebatuan berukuran kecil-kecil juga pasir hitam.

Aku berdebar-debar. Padahal aku sudah pernah mandi telanjang bulat, tapi kali ini rasanya berbeda. Mungkin perasaanku sedikit tenang karena disini hanya ada aku dan Ria. Dua wanita muda yang telanjang bulat mandi beratapkan awan dan langit, serta disinari cahaya jingga mentari.

Aku berenang mendekati Ria yang ada di tengah, yaitu di sebelah Baratku. Kira-kira jaraknya sekitar 7 meter. Tidak sampai 5 menit, aku berada di depannya.

"Anggu, kamu belum pernah kan merasakan jari tangan masuk ke memek?" Ujarnya.

"Belum" singkatku.

"Kamu mau nggak merasakannya? Aku tahu kamu masih perawan dan belum pernah jarimu masuk melewati selaput dara. Masukin aja jari kamu ke memek aku, anggap saja memek aku itu memek kamu" ujarnya.

Duh, dosa nggak ya masukin jari ke kemaluan orang lain. Aku tadi hanya mencolek sperma dibagian luar kemaluannya Ria, belum pernah sampai masuk melewati sepasang labia minoranya.

Belum sempat mengucapkan kata persetujuan, tangan kanan Ria langsung menggapai tangan kiriku dan langsung menyentuhkan jari tengah dan jari manis tangan kiriku langsung ke belahan labia minoranya.

"Gimana enak nggak?" Tanyanya.

"Biasa aja sih, sama seperti punyaku. Cuma beda dikit aja bentuknya, hihihi" ujarku.

"Wajar, memang memek setiap cewek rata-rata sama, tapi bentuk dan guratan pada labia minora, labia mayora, juga bentuk klistoris berbeda" ujarnya.

"Iya, aku tahu hal itu. Aku liat punyamu sama punyaku beda kok. Punyamu bersih, tapi punyaku masih lebat, hihihi" ujarku.

"Sampai kota nanti mau nggak aku cukur? Aku punya peralatan cukurnya, mau totalitas seperti brazilian wax atau pangkas berbentuk hati atau panah" Tawarnya.

"Kapan-kapan saja deh" jawabku.

"Ayo Anggu, coba kamu masukin jari kamu ke memek aku" ujarnya.

"Yakin boleh?" Ujarku.

"Boleh kok, nanti aku akan bikin kamu merasakan apa yang namanya kenikmatan" ujarnya dengan melepaskan genggaman pada tangan kiriku. Ia membiarkan aku untuk menjelajah lebih jauh.

Kami berdua berendam di tengah bendungan yang berbentuk kolam yang cukup luas. Riak gelombang dari air terjun di sebelah Utara menghempas kecil ke pundak kami berdua. Sepasang kaki Ria ia buka sedikit lebar. Dia ingin aku bebas masuk ke dalam rongga kemaluan yang tadi sudah pernah dijelajahi oleh Toni, Arya, dan satu orang asing dari desa. Seperti apa ya rasanya?




Bersambung…..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd