PROLOG
Gelap. Aku tahu diriku membuka mata, namun tidak ada secercah cahaya yang dapat kutangkap. Leherku dingin, aku mencengangkam benda yang terkalung di leherku itu. "Ini besi" pikirku. Kusadari benda ini terikat dengan rantai besi, dan rantai itu terikat ke tembok.
Aku mencoba untuk mengingat apa yang sudah terjadi. Aku mulai sadar sekarang, aku seharusnya berada di bis yang sedang menyeberang ke Bali. Iya, bis pariwisata sewaan sekolahku yang sedang mengadakan studi banding ke salah satu Universitas Negeri disana. Seingatku, kami berada diatas kapal Ferry yang berlabuh di Ketapang Banyuwangi. Kepalaku sakit untuk mengingat lebih jauh.
Kuraba sekitarku. Di sebelah kiriku ada seseorang. Dia tidak sadar saat aku menyentuh dadanya. Kuremas dadanya dan dia masih belum sadar. Setidaknya dia perempuan sama sepertiku. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan kepadaku dengan posisi seperti ini, setidaknya diruangan ini aku tidak sendiri. Aku mencoba meraih wajahnya, dan kutampar pelan dengan niatan membangunkannya.
"Nghhh, dah sampe Denpasar kah?" tanya perempuan itu dengan bingung. Aku menyadari siapa dia, dia teman kelasku. Dari suaranya yang lembut aku tebak dia Clara, ketua kelasku. Anaknya sopan, rajin, rambut panjang yang lurus dan berkacamata, meskipun kacamatanya tidak ada sekarang. Bisa dibilang dia tipikal anak pintar seperti di film kebanyakan. "Clar? Ini kamu?" masih meraba wajahnya aku bertanya untuk meyakinkan diriku. "Jes? Itu kamu? Jessica kan?" Clara juga membalas rabaku, dia hampir menusuk hidungku dengan jari-jari kecilnya. Suaranya kebingungan, dia pasti takut dengan keadaan ini. Meskipun aku dan Clara tidak dekat di sekolah, aku mengerti ketakutannya. Clara sehari-hari menghabiskan waktunya di kelas, jarang bergerumbul dengan anak lain. Selain itu, dia lebih fokus pada nilainya, tentu sekarang dia ketakutan setengah mati.
"Iya, ini Jessica, lu gapapa kan?" aku menyentuh lehernya, ada kalung besi yang sama denganku. "Clar, lu tahu kita dimana?" dengan pelan kutanyakan ke dia. "Aku ga ngerti Jes, kita harusnya di Bali sekaraaang.. ini dimanaa?" Clara mulai kalap, keresahannya mulai menular. "Aku juga ga paham Clar, yang pasti kamu ga sendirian, iya kan? Ada aku disini, iya kan?" Aku mencoba menenangkannya. "Ini kalung apa Jes? Kenapa gelap? Kita dimana Jes?" Keresahan Clara makin jadi. Ini salahku, tiap orang punya sifat masing-masing, dan sifat Clara tidak membantuku. Clara bertanya seperti kesetanan. Dengan suara tersedak-sedak aku tahu Clara ingin menangis.
"Clar! Clara! Stop! Pertama kita harus...."
Dan lampu ruangan menyala.