Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kisah Tengah Malam

Kisah Tengah Malam:
Pesugihan Tuyul (2)






Sudah sebulan Ajeng menjalani praktik pesugihan. Uang yang dia kumpulkan pun semakin banyak. Jumlahnya mencapai ratusan juta, dan tersimpan aman di beberapa rekening bank. Sebagai perempuan modern, tentu saja Ajeng akrab dengan fungsi bank sebagai sekuritas terbaik bagi aset curiannya.

Ajeng cukup pintar untuk berstrategi. Selain menyimpan uang, dia juga membeli logam mulia untuk investasi. Dirinya juga masih menahan diri untuk foya-foya, karena di lingkungannya, semua warga tahu kalau Ajeng hidup serba susah. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan dengan tiba-tiba membeli banyak barang mewah. Ajeng memilih hidup secukupnya.

Tentu saja, itu yang dia ingin orang lain lihat tentangnya. Sebenarnya, Ajeng sudah mengontrak sebuah rumah di RW sebelah, dengan tiap hari ada barang mahal yang diantarkan ke rumah tersebut. Di rumah barunya, Ajeng punya sofa mahal, meja makan dari marmer, televisi layar lebar, AC, dan sederet perangkat elektronik dan furnitur mewah lainnya. Harapannya, minggu depan dia sudah bisa pindah dan menikmati rumah baru yang sudah siap huni.

Meski kini Ajeng punya uang lebih dari cukup untuk membayar mahar kepada Mbah Darwis, tapi itu belum dia lakukan. Nanti, uangku belum cukup banyak, pikirnya, tiap kali hal itu mengusik dia.

"Sayang, kamu nanti malam mau cari uang kemana?" tanya Ajeng pada Ades, yang sedang main yuyu di kamar mandi.

"Lagi malas, Mah," jawab Ades. Tuyul itu bahkan tidak melihat Ajeng saat menjawab.

Sikap malas dan cuek Ades baru Ajeng rasakan hari ini. Satu bulan penuh Ades bekerja untuknya, tidak sekalipun tuyul itu mangkir dari kewajibannya. Ades selama ini juga bersikap manis dan penurut, tentu saja, selama Ajeng melakukan syarat yang diminta. Makanya, perempuan itu kaget saat Ades menolak patroli. Saat Mbah Darwis bilang kalau tuyul ini susah diatur, awalnya aku ga percaya. Ternyata benar kata si Mbah. Duh... aku harus cari cara supaya dia menurut lagi.

"Kamu mau nenen, Sayang?" Ajeng menurunkan tali tanktop dari pundaknya, lalu mengeluarkan sebelah payudara dan ditunjukkan ke Ades. "Yuk, sama Mamah ke kasur."

Tuyul itu menatap payudara Ajeng. Lama, hingga perempuan itu kikuk sendiri. "Kenapa, Sayang? Ga mau nenen?" tanya Ajeng lagi.

"Mau," Ades pun berdiri, tapi sambil memegangi penisnya yang menggantung, "Tapi mau sambil dipegang-pegang ininya."

Ajeng terkesiap. Akhirnya hari ini datang juga. Hari dimana apa yang tuyul itu mau sesuai dengan hasrat dan harapan terpendamnya. Tapi demi menjaga secuil moral yang tersisa, Ajeng tidak lantas menuruti permintaan Ades.

"Mamah ga bisa, Sayang. Masa Mamah pegang-pegang burung kamu, sih?"

Tuyul itu pun menatap malas ke Ajeng, lalu kembali bermain yuyu di bak plastik. "Yaudah, Ades juga ga mau cari uang," balasnya.

Hampir-hampir Ajeng menuruti mau Ades, jika saja dia tidak ingat wejangan dari Mbah Darwis. Jangan beri dia apapun melebihi yang Mbah syaratkan untuk kamu kasih, Ajeng mengulang perkataan si Mbah. Dia harus tegar, dan tidak boleh kalah ego dari si tuyul, jika mau membuat tuyul itu menurut. Ajeng sadar, sekali salah langkah dan semua usahanya akan sia-sia.

Maka, Ajeng meninggalkan Ades sendirian. Dia beralih ke kasurnya. Dibukanya sebuah aplikasi pada ponselnya, dan menghabiskan waktu lama untuk memilah dan menonton berbagai video pendek yang ditampilkan.


———​


Tiga hari ini, belum ada pemasukan yang Ajeng terima dari Ades. Ini karena tuyul itu masih mogok kerja, dan bersikeras meminta hal yang sama. Ajeng mulai dihadapkan pada dilema; antara menuruti Ades dan pemasukannya kembali lancar lagi, atau tetap pada keputusan semula. Tapi setelah mengingat wejangan Mbah Darwis, Ajeng berusaha konsisten lagi.

Dari tiga hari, kini jadi seminggu penuh keresahan. Meski Ajeng berusaha merayu Ades dengan membelikan tuyul itu banyak mainan, Ades tetap bertahan pada rajukannya. Dilema yang dirasakan Ajeng kian besar. Dia pun mulai hitung-hitung. Jika dalam sehari Ajeng bisa mendapat jutaan dari hasil patroli tuyulnya, dia menghitung 'kerugian' yang diterimanya dalam seminggu saat Ades mogok kerja.

"Belasan juta hilang gitu saja. Ga bisa dibiarin, nih," ucapnya, saat menggerutu sendiri setelah menutup aplikasi kalkulator pada ponselnya.

Selain karena faktor ekonomi, Ajeng juga resah karena selama seminggu ini, payudaranya tidak disentuh si tuyul. Dia merindukan kenikmatan yang selalu dia rasakan saat Ades sedang menyusu padanya. Kedua hal ini membuat rasa frustasi Ajeng semakin memuncak. Lebih dan lebih lagi, hingga dia pun akhirnya menyerah.

Maka, Ajeng pun mendatangi Ades. Tanpa basa-basi, perempuan itu langsung membuka dasternya. Kini, dia hampir telanjang bulat di depan si tuyul. Ajeng sengaja menyisakan celana dalam untuk dia pakai, yang dia anggap sebagai pertahanan terakhirnya.

"Kamu mau nenen sambil dimainin tititnya, kan?" tanya Ajeng, sambil membopong badan Ades ke kasur, "Tapi habis itu janji, ya, mau cari uang lagi?"

Tentu saja, tuyul itu merasa senang bukan kepalang. Akhirnya, maunya dituruti juga. "Iya, Mah!"

Di kasur, Ajeng mengambil posisi tidur menyamping, dengan Ades rebahan di sisinya. Dia sodorkan payudara kanan ke tuyul itu, yang langsung dicaplok si tuyul tanpa ragu. Ajeng langsung menggelinjang saat lidah Ades menyentuh putingnya, menikmati rangsangan yang hadir lagi setelah sekian lama. Tapi tuyul itu memberi kode pada Ajeng lewat delikan mata.

"Iya, iya. Mamah ngerti." Tangan kiri Ajeng langsung mengarah ke selangkangan si tuyul.

Awalnya, Ajeng ragu. Dia sering memegang penis manusia, tapi ini pertama kalinya kalau dengan makhluk gaib. Ada rasa takut, tapi penasaran juga. Maka, dia kumpulkan keberanian dalam satu kali hentakan niat, dan tangannya kini sudah menggenggam penis Ades.

Penis itu masih lemas ketika Ajeng genggam. Meski begitu, ukurannya sudah memenuhi telapak tangannya. Tak butuh waktu lama, penis Ades mulai menegang. Bahkan ketika Ajeng merasa gemas dan jadi tak sadar meremasi penis si tuyul, ukurannya jadi bertambah besar. Penis itu pun menegang sempurna.

Rasa nikmat pada penisnya pun membuat si tuyul semakin giat menyusu pada Ajeng. Hisapannya makin kuat, membuat rangsangan yang diterima Ajeng meningkat. Desahan lirih spontan keluar dari mulutnya, pun dengan tangannya yang mulai mengocok penis Ades.

Semakin Ajeng kocok penis tuyul itu, Ades makin piawai merangsang puting Ajeng. Hisapannya berpadu dengan tarian lidah yang berputar-putar di lingkaran aerola. Ajeng heran dengan kemampuan Ades dalam menghisap dan memainkan putingnya, seakan tuyul itu sudah terlatih sekali dalam melakukannya. Tapi pikiran itu hanya bertahan sebentar, karena Ajeng kembali menggelinjang saat Ades menyusu sambil memainkan payudara sebelahnya.

"Mmmhhh... Ades, kamu ngapain?"

Ades tidak menjawab. Dia masih terus merangsang kedua payudara Ajeng. Jika sudah puas menyusu pada payudara kiri, Ades beralih ke yang kanan. Polanya yang berulang, membuat Ajeng sampai gigit bibir karena harus menahan libidonya yang meronta-ronta minta disalurkan. Hal ini juga berdampak pada kocokannya. Tangannya bergerak semakin cepat, hingga...

"Mah, Maaah... mau keluar..."

Ades menyemprotkan spermanya kuat-kuat. Cairan itu bermuncratan ke tangan, lengan, hingga muka dan rambut Ajeng. Perempuan itu terpaku. Dia tidak berekspektasi bahwa tuyul itu ternyata bisa orgasme. Saat Ades sudah selesai menyusu pun, Ajeng masih larut dalam pikirannya.

Hasrat terpendamnya menggoda dirinya. Pikiran mesumnya mulai membayangkan kalau penis besar Ades menusuk-nusuk liang vaginanya, lalu memuncratkan sperma langsung ke bibir rahimnya. Tapi pikiran itu buru-buru dia kubur, karena Ajeng takut akan konsekuensi yang tidak bisa dia bayangkan.

Sambil gigit bibir dan merapatkan paha, Ajeng menetapkan niat, bahwa solusi terbaik baginya sampai saat ini adalah bermasturbasi.

"Makasih, ya, Mah! Ades cari uang lagi, ya?"

Dalam sekejap, si tuyul menghilang dari hadapan Ajeng. Atau itu yang Ajeng lihat, karena kenyataannya, Ades hanya tidak menunjukkan wujudnya lagi pada perempuan itu. Keberadaannya masih ada di ruang itu, mengamati Ajeng yang kini kembali digoda birahi.

Maka, Ajeng pun melepas celana dalamnya. Dia buka pahanya lebar-lebar, lalu dia mengelus pelan kemaluannya yang sudah basah akibat terangsang hebat. "Mmmmhhh... Ades... Mamah mau kontol kamu, Sayang," desahnya, lirih.

Saat Ajeng mulai bermasturbasi, Ades tersenyum lebar. Sedikit lagi, batinnya.


———​


Dua bulan lamanya Ajeng menjalani pesugihan tuyul. Uang yang dia kumpulkan sudah semakin banyak. Ades juga jadi sering meminta menyusu sambil dikocok penisnya pada Ajeng. Tentu saja perempuan itu sanggupi, karena setelah mencoba sekali, rasa enggannya pun menghilang. Setelah memuaskan Ades, tinggal giliran Ajeng memuaskan diri dengan masturbasi.

Tapi Ajeng sedang resah, karena akhir-akhir ini, Ades selalu pulang membawa uang yang jumlahnya semakin sedikit setiap habis patroli. Dari yang tadinya jutaan dalam sekali jalan, berkurang jadi ratusan ribu, lalu berkurang drastis hingga hanya sampai puluhan ribu.

"Mah, sekarang manusia sekitar sini udah pada sadar kalau uangnya hilang dengan ga cara wajar. Jadi mereka pakai penangkal supaya ga bisa Ades curi. Ada juga yang uangnya langsung disetor ke bank, jadi yang disimpan cuma recehan."

Keluhan si tuyul itu Ajeng dengarkan baik-baik. Otaknya berpikir cepat untuk mencari solusi. "Kalau di lingkungan rumah lama, gimana?" tanyanya.

"Susah, ada yang jagain, Mah. Ades ga berani masuk sana."

"Jagain gimana maksud kamu, Des?"

"Ada macan putihnya. Padahal sebelumnya ga ada," jawab Ades lagi.

Ajeng langsung menduga kalau warga RW tempat dia tinggal sebelumnya sampai harus menyewa dukun untuk melindungi uang mereka agar tidak dicuri Ades. Perempuan itu tidak akan memaksa anak tuyulnya untuk tetap patroli di sana, karena itu bisa membahayakan si tuyul. Semua yang berbahaya bagi Ades, berbahaya juga bagi saldo rekening Ajeng.

"Kalau di ATM, gimana? Kamu bisa ambil, ga?" tanya Ajeng lagi.

Ades menggeleng pelan. "Uang di ATM engga jelas pemiliknya, Mah. Ades ga bisa ambil uang yang ga ada pemiliknya."

"Aduh, gitu, ya. Mamah jadi bingung nih." Setelah mematikan rokok, Ajeng menatap Ades, "Kalau solusi dari kamu, gimana?"

"Ades bisa pergi ke lingkungan baru, Mah."

Ajeng langsung mengernyit. "Wah, ya kalau bisa, yowes lakuin, Des. Apa kamu sebenarnya terhalang sesuatu makanya ga bisa?"

Ades mengangguk cepat, memberi kesan bahwa tebakan Ajeng jitu. "Tenaga Ades ga cukup, Mah," ucapnya.

"Maksudnya gimana?"

"Untuk muter di lingkungan sekarang aja tenaga Ades terkuras banyak. Ades ga sanggup kalau pergi lebih jauh lagi. Kecuali..."

Ajeng menunggu-nunggu Ades menyelesaikan kalimatnya. Tapi tuyul itu sengaja menggantung. Tak sabar, Ajeng pun mengejar Ades. "Ngomong aja Mamah mesti gimana, Des."

"Ades harus... bersetubuh sama Mamah," ucapnya, riang.

Keriangan Ades tak mempengaruhi Ajeng, yang justru sedang syok berat setelah mendengar ucapan si tuyul. Pasti gara-gara habis dikocokin kontolnya, sekarang jadi ngelunjak, batin Ajeng. Bagaimana mungkin bersetubuh dengannya bisa membuat tuyul itu memperoleh tenaga lebih? Bukannya harusnya dia jadi capek?

Tapi sebagai 'ibu' yang baik, Ajeng tetap bertanya. "Mamah ga ngerti, Des. Kok bisa bersetubuh bikin kamu lebih kuat?"

"Bukan lebih kuat, Mah. Kalau kita bersetubuh, kita kan jadi menyatu. Ades bisa pakai tenaga Mamah untuk bantu tenaga Ades supaya bisa pergi lebih jauh. Ikatan kita juga jadi sempurna, Mah."

Ajeng menatap Ades dalam-dalam. Dulu kala, sewaktu dia masih kecil, guru ngajinya pernah bilang kalau jin itu penuh dengan tipu daya. Meski kini dirinya malah berkongsi dengan bangsa jin, tapi Ajeng masih ingat betul perkataan guru ngajinya itu. Maka, perempuan itu pun meninggalkan Ades tanpa berkata-kata. Baginya, dia harus waspada terhadap muslihat si tuyul.

Baru setelah lima langkah berjalan, dia berbalik lalu menatap Ades. "Mamah pikir-pikir dulu. Kasih Mamah waktu, ya."

Hanya lima langkah, cukup bagi pikirannya untuk merunutkan skala prioritasnya saat ini, dan memberinya pandangan baru.


———​


Satu minggu adalah waktu yang Ajeng minta untuk berpikir. Selama itu pula, dia tidak menuruti kemauan Ades untuk menyusu. Ades jadi sering mendapati Ajeng larut dalam pikirannya sendiri. Entah apa yang perempuan itu pikirkan, Ades tidak tahu.

Lalu, pada hari ketujuh, Ajeng membuat keputusan bulat. Dia memang perempuan gampangan dan tukang selingkuh, tapi harga dirinya menolak untuk jatuh lebih rendah lagi. Tidak jika harus bersetubuh dengan makhluk halus. Ajeng pun memutuskan pergi ke kontrakan Mbah Darwis. Dia memilih membayar mahar yang si Mbah minta, dan siapa tahu, dia bisa mendapat wejangan lagi untuk menangani tuyulnya.

Ajeng berniat sedikit bersolek setelah keluar dari kamar mandi. Masih dengan badan terlilit handuk, dia berjalan ke meja rias yang ada di kamarnya. Saat dirinya selesai memakai pelembap, Ajeng mengingat sesuatu yang terlupa. Ponselnya ada di kamar mandi.

Segera dia membuka pintu kamarnya. Tapi pintu itu terkunci. Sontak Ajeng menengok ke lubang kunci, dan mendapati kunci itu tidak ada. Ajeng yakin betul kalau dia selalu menyematkan kuncinya di bagian dalam kamar. Perempuan itu berpikir, hanya ada dua kemungkinan: pintu dikunci dari dalam dan kuncinya dihilangkan, atau pintunya dikunci dari luar.

Yang manapun itu, Ajeng yakin pelakunya adalah makhluk yang sama. Si tuyul Ades.

Tepat sesuai dugaan Ajeng, Ades muncul setelah menembus pintu, hadir mendadak di hadapannya. Ingin rasanya dia memarahai tuyul itu, tapi ekspresi marah Ades membuatnya urung. Ajeng spontan mundur. Perasaannya seketika tidak enak. Seperti insting yang memberitahunya bahwa akan ada bahaya yang menghampirinya.

"Ades... kamu kan yang kunci pintu? Kamu mau ngapain?" tanya Ajeng, beretorika. Dia cukup cerdas untuk menganalisis apa yang akan terjadi.

Ades tidak menjawab. Langkahnya makin mendekat. Tangannya merentang terbuka, seakan ingin menyergap Ajeng ke dalam dekapan badan kecilnya. Tapi langkah Ajeng justru semakin menjauh, kemudian entah di langkah ke, berapa, Ajeng berlari menuju kasur. Dia merangkak di atas kasur, berusaha mencapai ujung lain kasur untuk ke kamar mandi.

Tapi Ades sudah melompat, lalu mendarat di atas badannya. Ajeng dipaksa tengkurap di kasur. Perempuan itu sontak meronta, tapi tenaganya kalah dengan tenaga si tuyul. Dia ingin menggapai kepala Ades, tapi tangan-tangannya tak sampai. Ades justru berhasil membuat Ajeng menungging, lalu kepalanya merangsek ke selangkangan perempuan itu.

"KAMU NGAPAIN? JANGAN, JANGAN DI SITU! ADES, MAMAH MARAH BANGET KALO KAMU—OOOOOOOHHHNGGG..."

Ades memegangi kedua lengan Ajeng, sembari badannya menduduki betis dia, saat si tuyul menjilati bibir vagina Ajeng, berkali-kali. Meski jilatannya kasar, tapi Ajeng tetap bisa menikmati rangsangan yang diberikan Ades. Batinnya bisa menolak, tapi tidak dengan badannya. Ajeng merindukan vaginanya dijilati, seperti dulu saat dengan selingkuhannya.

"Ooohhh... Ades, ga gitu... aaahhh, oooohhh... Mamah ga kuat dijilatin begini...! Udah dong, tolong... ahhh... oooooohhh..."

Racauan Ajeng tak dihiraukan Ades. Dia terus menjilati vagina Ajeng yang sudah basah kuyup oleh cairan pelumasnya sendiri, juga liur Ades. Tuyul itu juga kerap kali menusuk-nusuk lubang vagina Ajeng dengan lidahnya yang panjang. Bahkan, lidah Ades bisa bergerak bebas saat berada di dalam lubang vagina majikannya.

"Ades, Ades... Mamah ga kuat sama gelinya... Mamah mau udahan dulu, kalau engga... kalau engga... nanti Mamah—nnngggaaaaaaaahhhhhhhh... keluaaaarrrr...!!!"

Ajeng berkelojotan saat orgasmenya datang tiba-tiba. Badannya bergetar dan menegang, sementara vaginanya merilis lebih banyak cairan pelumas. Lidah dan mulut Ades jadi becek sekali. Tapi Ades tidak berhenti. Tuyul itu masih terus menarikan lidahnya di dalam lubang vagina Ajeng, sembari mulutnya menghisap bibir vagina perempuan itu.

Belum selesai dengan orgasme pertama, Ajeng kembali dilanda orgasme selanjutnya. Kali ini lebih hebat, sehingga membuat dia mengerang liar serta mengeluarkan liur yang membasahi sprei kasurnya. Ajeng juga berteriak binal saat Ades mencabut lidahnya dengan kasar. Setelahnya, dia melemas. Nafasnya memburu, dan pergerakannya masih terkunci Ades.

"Ades... udah, ya? Mamah marah, loh. Beneran," ucapnya, lirih, "Mamah nanti ga kasih kamu—Ades, kamu ngapain?"

Ajeng panik saat ada benda tumpul yang menggesek lubang vaginanya. Dia tahu benda apa itu, karena dia hafal dengan sensasinya. Tapi Ades tidak mengindahkan pertanyaan Ajeng. Dia masih terus menggeseki vagina majikannya dengan penis besarnya yang menegang sempurna.

"Kamu mau ngapain? Jangan, Des! Mamah ga mau, Mamah ga mauuuuu—hhnngggggg!"

Penis besar milik Ades merangsek masuk ke dalam vagina Ajeng dalam satu kali hentakan kuat. Tentu saja, setelah lama tidak dimasuki penis, vagina Ajeng jadi sensitif sekali. Rasa perih dan nikmat bercampur jadi satu, di tiap inchi bagian dinding vaginanya yang digesek penis Ades.

"Oohh, ooohhh... Ades, Mamah kamu apain? Mamah ga seharusnya... oohh, ooohh, aahhh, aahhh, ahhhh, aaahhh, aaahhh... Mamah jangan diperkosaaaaa!!!"

Ades tidak peduli. Dirinya terus menyodok vagina Ajeng dengan tempo cepat. Pada tiap sodokannya, kepala penis tuyul itu mencium bibir rahim Ajeng, menghantarkan kenikmatan yang belum pernah perempuan itu rasakan sebelumnya.

Ades terus memompa vagina Ajeng dalam tempo cepat yang stabil selama beberapa lama. Cukup untuk membuat pikiran Ajeng dipenuhi kenikmatan dari penis si tuyul. Lagi dan lagi, entah berapa kali Ajeng orgasme dibuatnya. Dirinya bahkan sudah lupa kalau dia sedang diperkosa, dan justru pasrah menerima hujaman penis Ades.

"Aahh, ahh, ahh, ahh, ahh, ahh, ahh, ahh, ahh, aaahhh, aaahhh, terus... ohhh, bukan gitu maksudnya... ahhh, Mamah ga mau diperkosa... ahhh, ooohhh, tapi ini enak banget, Deeees! Kontol kamu enak bangeeeet! Mamah nyerah, Des! Mamah ga kuat! Enak banget, enak banget! Kontol kamu juaranya, Des! Mamah ketagihan sama kontol kamuuuu!"

Tuyul itu menyeringai lebar. Ajeng kini sudah berada dalam genggamannya. Maka, Ades pun mempercepat hujaman penisnya. Tidak peduli Ajeng berteriak dalam erangan yang binal, tak juga dengan cairan pelumas majikannya yang makin membanjir sehingga menimbulkan suara cipratan yang nyaring. Ades pun mengkonsentrasikan tenaganya pada hujaman terakhir, yang, melesak dalam-dalam hingga menguak bibir rahim Ajeng. Dilepaskan spermanya kuat-kuat, bermuncratan langsung ke rahim majikannya.

Sementara Ades berejakulasi, Ajeng juga mencapai orgasme terhebatnya. Badannya bergetar, menggelinjang, menegang dan melemah secara mendadak. Dia seperti orang gila yang sedang euforia. Ajeng menggigit-gigit sprei, berteriak dan mengerang nikmat, menangis sembari membenamkan muka pada kasur. Terlebih ketika Ades mencabut penisnya dengan kasar. Ajeng sampai menggigit bibirnya sendiri, sembari meringkuk dan memeluk lutut, dengan getar pada badannya yang tak kunjung selesai juga.

Tak mampu menerima kenikmatan yang melandanya, Ajeng pun pingsan. Ades hanya terkekeh geli saat melihat Ajeng tak sadarkan diri, lalu pergi menembus pintu, keluar dari kamar. Dia juga membuka kunci pintu sebelum pergi ke luar rumah.

Lalu, suasana kamar kembali hening.


———​


Setelah lama tak sadarkan diri, Ajeng kembali meraih kesadaran. Dia tak tahu berapa lama dirinya pingsan, tapi dia masih ingat apa yang terjadi pada dirinya. Dia habis diperkosa tuyul yang dia pekerjakan.

Perempuan itu meraih sekitar. Dia kira, dia sedang meremasi sprei, tapi sensasi genggaman pada telapak tangannya berbeda. Ajeng mengambil apa yang ada di genggamannya, kemudian melihatnya sembari rebahan. Belasan lembar kertas merah, yang kini sebagian jatuh ke mukanya.

Ajeng langsung berupaya duduk. Matanya membelalak saat melihat tumpukan uang lima puluh ribu dan seratus ribu, tersebar dan berserakan di seluruh kasurnya. Jumlah yang sangat banyak, sehingga dia merasa seperti sedang tidur dengan tumpukan uang kertas.

Perempuan itu terpaku, tak bisa berkata-kata. Setelahnya, hanya ada tawa puas yang keluar darinya.






Bersambung ke bagian tiga
Nympherotica👻
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd