Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA INFINITY (Batasan Tak Terbatas)

Status
Please reply by conversation.
Om aku mau nanya om...

Seglas kopi dan sebatang roko tersalip di mulut...

Emang masuk ya segelas kopi di salipin di mulut..
Hhhhhiiij
Bercanda om
 
http://www.imagebam.com/image/3cd8ab949587174

(Nayla)

*****

BAGIAN KEDUA
"Pemirsa, telah terjadi pembunuhan berantai di Ibukota Indonesia, para korban diduga meninggal dalam rentang waktu satu hari. Namun diperkirakan pembunuhan terjadi di jam yang sama yaitu sekitar jam delapan malam hingga jam sembilan malam, rata - rata para korban berlatar belakang sebagai ilmuwan dari berbagai universitas ternama. Selain itu para jasad korban pembunuhan sama - sama tak memiliki kepala dengan kondisi badan yang tidak ditemukan luka - luka, baik luka dalam maupun luka luar. Keanehan ini serentak menggegerkan warga Ibukota. Berikut adalah bla-bla-bla..."

Sejenak aku berfikir, motif pembunuhan yang sangat - sangat aneh. Kesemua korban ditemukan meninggal tanpa kepala. Dan rata - rata berprofesi sebagai ahli kimia.

Aku mengenal salah satu dari ke sepuluh korban, tempat dimana ia terbunuh pun terasa familiar. Aku mengingat ruangan itu adalah ruangan tamu rumahnya. Dan harusnya, ia kemarin siang mengajar di mata kuliah kedua namun entah mengapa saat itu ia tidak mengajar, bahkan tak kulihat batang hidungnya di kampusku. Pak Ryan, namanya.

Pak Ryan dikenal sebagai seorang dengan beberapa penemuan - penemuannya, termasuk di bidang obat - obatan. Apalagi, belum lama dia menguji salah satu obat yang mampu mencegah bakteri HIV penyakit yang selama ini belum ada antibiotiknya. Hiv/Aids. Dan pada percobaan kedua, Pak Ryan mampu menurunkan intensitas penularan penyakit HIV/AIDS hingga mencapai presentase delapan puluh persen. Sedikit lagi.

Dan belum lama aku mengetahui bahwa IQ yang di miliki Pak Ryan sungguh diatas rata - rata, bahkan melebihi IQ yang dimiliki oleh mendiang Opa Albert Einstein.

Tetapi pada akhirnya, aku beranggapan bahwa pembunuhan seperti itu tidak lebih dari sebuah sensasi dan bentuk tantangan untuk jajaran aparat kepolisian. Jadi biarlah mereka mengurus kasus - kasus itu.

Setidaknya sebelum sesuatu terjadi kepadaku...

*****

Aku baru saja menghadiri sebuah eksibisi foto yang digelar seorang fotografer terkenal di daerah ancol, foto - foto yang bernuansa kritis, dimana ada foto yang menggambarkan seorang penderita busung lapar, foto salah seorang tentara Suriah yang terlihat kesakitan sembari menekan handuk penuh darah di kepalanya dan lain sebagainya. Semakin malam pameran berangsur sepi, dan aku pun berniat kembali kerumah.

Jam delapan malam, karena trafik ibukota yang masih padat, aku berniat untuk mengambil rute pintas, bukan agar aku bisa memangkas waktu, akan tetapi agar terhindar dari penat kemacetan ibukota.

Beberpa menit memasuki daerah yang sepi, hanya disinari beberapa lampu jalan yang sudah agak meredup, beberapa motor mencegatku. Memaksaku berhenti dengan menggedor - gedor kaca mobilku. Ingin rasanya aku tancap gas dan meninggalkan mereka, toh mereka hanya menggunakan motor, kan? Tetapi prediksiku meleset karena tiba - tiba sebuah mobil minivan memalang laju mobilku, aku yang tak sempat menginjak pedal rem, menabrak sisi kanan mobil van itu.

"Ke-lu-ar!" teriak salah seorang yang turun dari motor, namun hanya sedikit suaranya yang terdengar karena mobilku yang kedap suara.

Kemudian sesosok wanita yang mengenakan jaket parachute berwarna hitam, keluar dari pintu depan mobil minivan. Kesemua wajah orang - orang itu terlindungi topeng kupluk berwarma hitam.

"Cklak." bunyi kunci mobil yang kubuka tak terkunci

Kemudian laki - laki yang tadi menyuruhku keluar, membuka pintu kemudi dan menarikku keluar.

"Hei, apa - apaan ini?!" pekik ku, terkejut sekaligus keheranan.

"Ssst." desis wanita yang tadi keliar dari dalam mobil mini van.

"Jangan ngelawan." aku termangu. Bukan karena saat ini aku sedang mengalami kondisi yang buruk, tapi pada kenyataan ketika sang wanita menarik topeng kupluknya hingga ke keningnya. Wajahnya.

Oh, apa jangan - jangan... Ya, benar. Ini hanya imajinasiku. Hahaha. Aku tertawa dalam hati.

"This is real, Rein." bisik sang wanita di telingaku.

Dan tawa di hatiku berhenti.

Kemudian sebuah benda tempul tiba - tiba menghantam tengkukku, menurundrastiskan tingkat sadarku

Iya, ini nyata.

Dan padanganku menggelap.

****

"Ngh..." dimana ini? aku mengerjapkan mata, mencoba menyapu segala sisi ruangan. Gelap. Hanya lampu beberapa watt yang tergantung diatas kepalaku, lampu yang menemaramkan ruangan dan hanya menyorot tubuhku, yang terduduk disebuah kursi kayu dan...
Terikat? Sekuat mungkin aku mencoba meronta. Terlalu kuat, bahkan untuk menggerakan sedikit saja lengan atau kaki ku, aku tak bisa.

"NGGGHHHH!" pekikku yang hanya terdengar suara menggumam.

Tak lama, aku mendengar suara knop pintu yang diputar, "Kreeet..." decit suara pintu yang perlahan terbuka. Kemudian sang wanita memasuki ruangan, berjalan dengan langkah agak tergesa ke arahku.

"NGGGH!" lepas, lepasin saya!

"Diam." ucap wanita itu datar, kemudian tangan kanannya terjulur menuju wajahku, dengan jemarinya ia mengutak atik wajahku, kemudian sang wanita mengeluarkan benda seperti senter, menyorot mata kiriku yang kelopaknya ditarik ke atas, hidungku, keningku, semuanya.

"Panggil Tommy kesini." suruh sang wanita kepada seorang laki - laki yang sedari tadi berdiri disamping pintu keluar ruangan ini, kemudian laki - laki itu membuka pintu, "Masuk." ucapnya kepada seseorang, pandanganku terhalang pintu karna laki - laki itu hanya membuka sedikit celah.

Kemudian seorang laki - laki dengan kemeja dan celana panjang bahan, memasuki ruanhan. Mungkin ini yang dipanggil Tommy.

Tak lama kemudian, lelaki berkemeja ini menaruh ranselnya dibawah lantai, membuka resleting ranselnya dan mengekuarkan sebuab benda persegi seukuran kardus indomie.

'Ctak.' dan benda itu menyala, monitor di sisi depan benda itu menunjukkan angka - angka. Lalu lelaki berkemeja itu mengeluarkan dua buah benda yang memiliki kabel. Bentuk kedua benda itu sama persis, dan kalau kuperhatikan, benda tersebut lebih mirip sebuah alat kejut listrik yang dapat memicu detak jantung.

Kemudian lelaki berkemeja itu mencolok masing - masing kabel benda itu ke sisi kanan dan kiri benda persegi.

"Sk...Sk...Sk..." suara gesekan kedua benda yang terlihat mirip alat kejut itu.

"DRAK!" suara kedua benda itu ketika tertempel di sisi kanan dan kiri kepalaku.

Pandanganku mengabur, kepaku pening, sepert di timpa palu godam raksasa.

"DRAK!"

"NGGGGGHHHHH!" lenguhku, sakit. Sangat sakit. Aku memandang wanita di depanku, memelas memintanya agar berhenti menyiksaku. Namun dia hanya tersenyum, senyum yang terlihat seperti senyum iblis.

"Naikkan satu level lagi." suruh wanita itu

"Ta-tapi, Mbak... Dia bisa-"

"NAIKKAN SATU LEVEL LAGI!" teriak wanita itu.

Kemudian lelaki berkemeja itu menaikan tuas kecil yang berada di bawah monitor benda entah apa dan...

"DRAK!"

"NGGGHHHHHHHH!" tolong...

Tolong aku. Sakit. Sakit sekali. Argh!

Perlahan pandanganku mengabur, kedua mataku semakin sayu dan akhirnya meredup, benda itu menuntunku jatuh, jatuh menuju titik sadar terbawahku. Namun anehnya, sayup - sayup aku masih dapat mendengar percakapan sanitary dan lelaki berkemeja itu.

"Sepertinya kita berhasil." suara wanita itu dan akupun tak lagi bisa mendengar apapun. Ketidaksadaran secara utuh menghempasku.

****

http://www.imagebam.com/image/6d7b2a949590364

(RATIH)

"Seharusnya aku sudah memenggalmu." ucap wanita itu, kemudian menarik kursi yang terselip di meja di hadapanku.

"Tapi sepertinya, tak salah kalau aku sedikit bermain - main denganmu sebelum kau mati. Maksudku, bermain - main dengan imajinasimu."

"Oh ya, daripada kau mati penasaran. Akan kujelaskan sebab mengapa aku bertindak seperti ini." lanjut si gadis.

"Namaku Ratih."

"Lysergyc Acid Diethylamide, atau kebanyakan orang mempersingkat dengan menyebutnya LSD. Pernah dengar?"

Aku tak merespon, mataku tetap tajam menatap kedua bola matanya.

"Beberapa 'konsumen' akhir - akhir ini komplain, mengenai efek dari 'dagangan'ku. Mereka bilang, efek yang ditimbulkan sudah tidak seheboh dulu. Artinya, barang daganganku kini sepi pembeli..."

"Intinya adalah, kami mulai mengembangkan kandungan yang ada di dalam barang - barangku itu, tidak hanya ergot..."

"Seorang profesor, yang adalah kakak kandungku, menciptakan sebuah alat yang bisa mengurai sel otak dan mengubahnya menjadi cairan - cairan... Dan untuk mendapatkan sel - sel otak tersebut, dia harus memisahkan otak manusia secara utuh dari kepala manusia itu..."

"dan percobaan pertamaku dan kakakku adalah seseorang yang mungkin sudah kau kenal..."

"Ryan Leonard Hutapea."

"Uji coba pertamaku adalah salah seorang mahasiswa, yang menjadi 'pelanggan' setiaku. Tapi gagal. Setelah efek dari halusinogen bekerja di dalam otak langgananku itu, dia menusuk kepalanya sendiri. Kapasitas otaknya tidak bisa menampung imajinasi dari Ryan."

"Kemudian ketika aku sedang menjelajahi internet, aku menemukanmu. Kau dengan isi novel Imajinasi Imaji mu itu."

"Menurutku, akan menjadi hal yang sangat luar biasa, ketika kau bisa memasuki isi kepala orang lain melalui secarik kertas tipis yang mereka beli dariku."

"Tentu, dengan itu aku harus memisahkan otakmu dari dalam kepalamu..."

"Cepat atau lambat, aku akan seg-"

Ucapan wanita itu terpotong oleh sebuah nada dering yang terdengar dari sakunya.

"Ya, oke. Persiapkan yang lain juga. Iya, saya kesana sekarang."

Selesai menerima panggilan, wanita itu menatapku.

"Nikmati beberapa jam sisa hidupmu. Ok?" lalu wanita itu melangkah pergi dengan kekehan yang terdengar dari mulutnya.

Dia gila. Benar - benar gila.

Mana ada alat seperti itu.

"Rein..."

Terdengar suara perempuan yang mengagetkanku.

"Disini, disampingmu."

"Na-nayla?"

"Simpan dulu keterkejutanmu. Kamu harus pergi dari sini." kata Nayla, perempuan yang senantiasa mengisi relung imaji di dalam kepalaku

"Aku terikat, kakiku, kedua tanganku. Aku gak bisa lolos dari sini." lirihku

"Mana Reinhart yang selalu optimis? Dengar dan ikuti kata - kataku..." gumam Nayla

"Gelas itu, yang sedari tadi terletak diatas meja itu... Pecahin." suruh Nayla.

"Gimana, aku gak bis-"

"Kepalamu tidak terikat sama sekali, kan? Memang pasti sakit, tapi ini demi kesalamatan kamu, kan? Ikuti suaraku, Rein..."

Kemudian aku memandangi gelas kaca yang setengahnya masih terisi air putih.

Akupun mengambil aba - aba, dan siap menghantam gelas itu dengan kepalaku...

"Hey, kamu gak berniat menghantam kepalamu ke gelas itu, kan?" tanya Nayla

"Gunakan kepalamu untuk menjatuhkan gelas itu ke lantai. Sekarang!" suruh Nayla

Akupun menyundul - nyundul gelas itu dengan susah payah dan... Gelas itupun jatuh, pecah menyisakan puing - puing kaca berukuran beda.

"Jatuhkan badanmu menyamping, membelakangi pecahan kaca itu." ucap Nayla, sosok imajinasiku.

"Semangat, ingat, kekasihmu, Dita, mencemaskanmu."

Ya, setelah beberapa bulan akhirnya kita menjalin hubungan, berpacaran.

"Duh!" pekikku karna salah pecahan kaca yang kuraba, menggores jemariku.

"Nah, berhasil. Cari bagian tertajam kaca itu dengan jemarimu, tahan rasa sakitnya, demi Dita. Demi aku. Gesek bagian itu ke tali di tanganmu." suruh Nayla

Dan ya, beberapa menit kemudian aku berhasil memutus temali yang mengikat kedua tanganku, terlihat garis kemerahan.

Setelah ikatan - ikatan di kakiku terlepas, secepar kilat aku berlari menuju pintu dan...

Terkunci!

Sialan, bodoh sekali aku ini. Jelas terkunci, aku ini disekap, dan mereka bukan orang tolol yang meninggalkan korban sekapannya dengan pintu yang tak terkunci.

"Jangan bodoh, Rein." suara Nayla,

"Kamu sadar nggak sih, kalo diujung sudut ruangan ini ada cctv? Dan semua itu tersambung ke layar monitor di balik cermin besar itu! Cermin itu satu arah. Nggak ada penjagaan disana, laki - laki yang berjaga entah kemana, lempar kursi itu ke kaca cermin satu arah itu, sekarang!"

Akupun melempar kaca itu, namun tak kunjung pecah, bahkan tergorespun tidak.

"oke, gini, lepas ikat pinggang kamu. Lilit tali ikat pinggang itu ke tanganmu dan hantam kaca itu menggunakan kepala ikat pinggangmu."

"pukul secara konsisten dintengah kaca. Fokuskan pukulan kepala gesper itu ke satu titik, terus menerus..." arahan Nayla sembari aku mengikuti perintahnya

Dan benar saja, lama kelamaan kaca itu semakin retak, akupun semakin memukulkan ujung kepala gesper yang terbuat dari besi ini.

'GUMPRANG!'

Kaca itu pun pecah, akhirnya!

Aku melompat dan menerobos cermin itu, tak kuhiraukan serpihan kaca membeset baju dan lenganku. Aku berlari menuju pintu di ujung sana, melalui layar - layar monitor.

Kemudian aku dihadapkan dengan lorong dengan pencahayaan minim, temaram disinari lampu ber watt rendah.

Lorong yang di sisi kanan dan kirinya terjajar pintu - pintu.

"Lurus. Ikuti lorong itu. Jangan hiraukan pintu - pintu itu."

"Nay," panggilku ketika aku sudah dekat dengan cahaya yang kurasa adalah cahaya matahari. Jalan keluar.

"Ya, Rein?" jawab Nayla.

"Terima kasih."

"Berterima kasihlah dengan imajinasimu, Rein. Berterimakasihlah pada dirimu sendiri, yang selalu menghadirkanku di dalam imajinasimu..."

Lalu suara Nayla menghilang dari dalam kepalaku, berganti dengan sayup bising hilir kendaraan.

Aku bebas.
 
Ini karya bagus gan, pertahankan ritme ny, jarang ada ide cerita seperti ini di semprot. Di tunggu next ny gan..
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd