Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Hatiku Tak Secerah Matahari

sekkusudokutaa

Semprot Baru
Daftar
12 Feb 2016
Post
26
Like diterima
36
Lokasi
Indonesia
Bimabet
Di sini, newbie hanya ingin share hasil karya pribadi original saja dan tak bermaksud lain-lain.
Semoga memenuhi selera para pembaca di sini. Kritik & pesan terbuka bagi saya, karena dengan hal itu dapat membuat saya lebih berkembang.
Pesan bagi para pembaca, setidaknya, bubuhkan lah satu dua patah kata pada kolom balasan.
Karena dengan apresiasi para pembaca dengan cara komentar, itu dapat membuat penulis lebih bersemangat untuk terus berkarya.
Lalu, mohon maaf jika tidak memenuhi selera pembaca ataupun isi cerita membuat pembaca tidak enak hati.
The last but not least, terima kasih bagi para pembaca yang sudah mengapresiasi hasil karya saya.
KANSHA! m(__)m
P.S. Maaf kalau ada typo.
 
Newbie persembahkan, “trilogi” berjudul Hatiku Tak Secerah Matahari.

Cerita ini hanya fiksi belaka, nama tokoh dan kejadian dalam cerita ini hanyalah sebuah karangan, jika ada kesamaan dengan kehidupan nyata, itu hanyalah suatu kebetulan semata.


Hatiku Tak Secerah Matahari: Terbit, Bukanlah Awal Sebenarnya

Hari yang cukup cerah. Langit gelap berawan abu yang tak menurunkan setetes pun air hujan. Benar... Ini adalah hari yang cukup cerah untuk menemani hari kematian kedua orang tuaku. Seluruh sanak saudara memenuhi rumah yang aku singgahi. Sedu tangis bergemuruh disana-sini. Tak terlewatkan, aku pun meimbulkan suara bising karena menangis. Air mata yang menetes tak henti-hentinya, membasahi seluruh permukaan wajahku. Aku dapat merasakan dua telapak tanganku menyentuh wajahku menutupi seluruh penglihatanku, serta tangan yang besar mengelus punggung dengan lembutnya.
“Sabar ya...” Suara laki-laki yang lumayan berat mencoba untuk menenangkanku.
Aku pun tetap hanya dapat menunduk walaupun ada yang mencoba untuk membuatku nyaman. Air mata yang mengalir karena kehilangan orang yang tersayang tak dapat begitu saja berhenti dengan cepatnya. Walaupun aku tahu, dengan menangis kedua orang tua ku tak akan pernah kembali tersenyum kepadaku dan memeluk hangat diriku. Dengan kematian kedua orang tuaku, kini aku hanya akan tinggal serumah dengan kakakku saja. Tak ada lagi seorang pun. Dan itu juga, pastinya kakakku pasti akan jarang berada di rumah karena dia harus melaksanakan kewajibannya sebagai mahasiswa di salah satu universitas yang berada di Solo. Aku pasti akan lama tinggal sendirian di rumah ini. Rumah yang menurutku cukup besar jikalau hanya ditinggali oleh satu orang saja.
“Risa... Risaaa...” Suara laki-laki memanggil namaku.
Saat kudengar ada yang memanggilku, aku pun melepaskan tanganku dari wajahku dan mengangkat wajahku untuk mencari tahu siapa yang memanggil tadi. Saat kucari sumber suara itu, ternyata itu adalah kakakku, yang baru saja pulang dari tempat pemakaman untuk persiapan.
“Risa... Kamu masih nangis? Udah dong, kan mas juga jadi tambah sedih. Kasian ibu bapak... Mereka pasti gak mau kalo ngeliat putrinya yang cantik ini menagis. Udah ayo, cuci muka.” Seru kakakku.
Aku pun mengangguk mengiyakan lalu aku beranjak dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahku, dan kakakku mempersiapkan lagi hal-hal untuk pemakaman. Setelah mencuci muka, aku pun keluar dari kamar mandi dengan wajah yang masih basah, lalu sesaat aku keluar dari kamar mandi ada sebuah tangan yang menyodorkan sehelai handuk dan aku pun menoleh mencari wajahnya.
“Ini handuknya, tadi kakakmu ngasih tau pakle kalo kamu ada di kamar mandi lagi cuci muka, jadi pakle inisiatif ambilkan handuk buat kamu.” Jelas pamanku.
Aku pun mengambil sehelai handuk yang dikasihkan oleh pamanku itu dan mengelap wajahku yang basah.
“Terima kasih pakle.” Seruku sambil tersenyum kecil kepada pamanku.
“Nah gitu dong senyum, kan cantik...” Sahut pamanku.
Aku pun menunduk sambil tersenyum kecil lalu pergi meninggalkan pamanku dan mencari lokasi kakakku. Setelah lumayan lama kucari, akhirnya kutemukan kakakku yang sedang sibuk mengurus ini itu. Setelah melihat kakakku yang sedang sibuk aku pun tak mau mengganggunya dan pergi mencari suatu pekerjaan yang bisa kulakukan. Setelah luntang-lantung mencari pekerjaan, akhirnya aku ditugasi untuk mengurusi bunga yang nanti akan ditaburkan di pemakaman nanti.
...
Akhirnya, seluruh persiapan pun telah beres dan saatnya jenazah kedua orang tuaku akan segera di semayamkan.
Diperjalanan menuju TPU, aku berjalan bersama pamanku, dan kulihat langit masih saja berwarna abu yang membuat perasaanku menjadi agak tidak nyaman. Kakakku bersama tiga orang lainnya terlihat di depan rombongan sedang membawa keranda yang membawa jenazah ibuku. Sesampainnya di TPU, keranda ibu pun telah diturunkan dan tiba-tiba pada waktu itu juga, ada seorang wanita yang cukup berumur berbaju compang-camping dengan wajah kumal berambut panjang yang kusut mendekati rombongan yang membawa keranda. Wanita itu berjalan tak karuan sambil terus menuju rombongan duka. Di tengah perjalanannya, wanita itu mengambil sebongkah batu yang lumayan besar lalu berlari menuju kakakku. Dan dengan sekejap, keheranan dan kesunyian rombongan duka terpecah setelah wanita tua itu memukulkan batunya kepada kakakku yang sedari tadi melongo melihat kelakuan aneh wanita berumur itu. Pada saat itu juga, semua orang yang berada di dekatnya langsung mengamankan wanita lusuh berumur itu bersamaan dengan lemasnya kakiku dan aku hampir terjatuh setelah menyaksikan kejadian itu. Aku pun ditahan oleh pamanku yang memang dari tadi berada di sampingku. Aku pun mulai menagis dan tak dapat merasakan apapun lagi yang sampai pada akhirnya... Aku...
...
“Ugh... Urgh.... Uh... Ah... Nikmat kali nih perek sssttt.”
Dengan samar, aku mendengar erangan seorang pria dengan suara yang agak berat. Dengan sedikit kesadaran aku pun membuka mataku perlahan. Samar-samar aku pun dapat mulai melihat, aku melihat kepala seseorang berada dihadapanku. Lama-kelamaan, penglihatanku mulai sedikit jelas, aku melihat wajah paman dihadapanku, dengan mata terpejamnya, dia seperti sedang menahan sesuatu sambil mencucurkan keringat yang lumayan deras. Setelah dirasa-rasa, aku merasakan suatu hentakan dibagian bawah tubuhku. Dan juga terdengar suara “plak plak” di bawah sana. Dan dengan perasaan terkejut, aku pun sadar betul aku merasakan sesuatu yang keras, besar, panjang dan panas mengganjal di daerah alat kemaluanku. Aku melihat pamanku sedang menyetubuhi keponakannya sendiri yaitu aku.
“Ah... Pakle, berhenti pakle, udah... Akkhhhhh....” Desahku sambil memohon kepada paman.
Dengan wajah yang kelihatan sedikit terkejut pamanku memelankan hentakannya di selangkanganku.
“Woalah... Udah sadar ternyata. Saking nikmatnya, pakle jadi nutup mata, gak sadar kamu udah bangun.” Jelas paman.
“Pakle ngapain Risa?! Udah hentikan ukh!” Seruku.
Tetapi, dengan seluruh permohonan itu, pamanku tetap menyetubuhiku dan mempercepat lagi hentakannya di selangkanganku. Terasa sangat sesak di kemaluanku, sebuah benda yang amat panjang, besar, keras menjejali alat kemaluanku, terlebih itu, terasa panas sekali menyentuh dinding alat reproduksiku. Aku pun memukul-mukul paman karena perlakuan paman terhadapku. Dan sepertinya usahaku itu sia-sia, paman tak bergeming sama sekali dan malah mempercepat lagi hentakannya.
“Ah ah ah ah ah ah ah , pak... pak le.... aaahhh....” Desahanku tak kuat menahan rasanya hentakan kasar paman.
“Urgh... Urgh.... Urgh... Sebentar lagi... Sebentar lagi...” Erang paman.
Setelah beberapa saat, aku merasakan alat kemaluan paman semakin membesar dan semakin panas, lalu terlihat seluruh tubuh paman terlihat sangat tegang dan aku merasakan sesuatu yang sangat panas mengisi kemaluanku.
“Aahh...” Desah pelanku sambil mencengkeram punggung paman.
Akhirnya, paman ambruk di atas tubuhku dengan napasnya yang ngos-ngosan, begitupun aku. Aku merasa begitu lemas setelah diperlakukan sepperti ini, aku pun melepaskan cengkeramanku pada punggung paman, aku terkulai lemas tak berdaya. Lalu paman pun bangun dan melihatku yang berlumuran keringat dan dia pun tersenyum seakan menandakan kemenangan.
“Pakle udah lama menginginkan tubuh kamu Risa.” Seru paman.
Aku pun terdiam tak mengeluarkan sepatah kata pun dan memalingkan wajahku.
Paman pun beranjak dari tubuhku dan terasa “benda itu” telah meninggalkan kemaluanku. Paman merisletingkan kembali celana katun hitamnya itu untuk menyembunyikan benda bejatnya. Paman juga membantuku membersihkan bekas kekacauannya di kemaluanku dan membantuku juga mengenakan kembali celana dalamku. Paman pun membangunkanku.
“Kamu jangan bilang siapa-siapa ya... Kalo nggak, pakle buat keluarga kamu yang terakhir itu menemui ajalnya.” Ancam paman.
Apa paman bilang? Mencelakai kakak? Celaka? Karena kata itu aku teringat bahwa kakakku dicelakai oleh seorang wanita gila di pemakaman. Berarti, kakak baik-baik saja.
“Pakle! Berarti mas gak papa?!” Dengan bersemangat aku bertanya kepada paman.
“I... Iya... Se, semangat amat sih. Padahal udah aku perkosa nih cewek... Ah! Pokonya jangan bilang siapa-siapa! Kalo nggak, pakle celakain masmu tuh di rumah sakit.” Gumam dan ancam paman kembali.
Perasaan pun campur senang sedih. Mengingat kakak selamat dan kedua orang tuaku telah pergi ditambah, aku baru saja diperkosa... Lagi...
“Tapi kok, anunya kamu gak berdarah ya? Udah gak perawan ya?” Tanya paman.
Aku hanya dapat menunduk dan mulai menangis setelah mendengar kata-kata itu.
“EH?! Kenapa? Malah nangis, pakle nanya nih!” Sentak paman.
Aku terus menangis tak mengindahkan perkataan paman sehingga membuat paman menamparku dengan tangan besarnya yang berhasil membuat tangisanku terhenti seketika. Aku pun melihat wajah paman yang sedang melototi ku dengan mata yang hampir keluar.
“Mau jawab pertanyaanku ndak?!” Sentak paman.
Aku hanya dapat mengangguk dengan tangan mengelus pipi kanan yang tadi di tampar oleh paman sambil menahan nangis.
“I... Itu karena... Sebelumnya, aku udah pernah diperkosa juga.”
Terlihat paman mengangguk-ngangguk sambil mengerutkan keningnya. Lalu paman pun melihat ke arahku dan mengelus-elus dadaku. Seketika saja aku pun menjauh karena elusannya mengenai payudaraku. Melihat reaksiku paman pun marah dan mengancamku dengan ancaman yang sebelumnya. Karena ancaman itu, aku pun hanya dapat pasrah dan kedua tangan paman mengelus-elus lagi dadaku dengan sekali-kali meremas-remas payudaraku. Aku hanya dapat mendesah pelan karena aksi mesum paman. Setelah paman berhenti dia pun pergi dan kembali setelah beberapa menit meninggalkan ruangan yang telah paman pakai untuk memperkosaku yaitu kamarku sendiri.
“Iya. Udah. Sepi. Aku mau lagi nih. Boleh ya? Hehe.” Dengan cengengesan, paman ingin menyetubuhiku lagi.
Sambil terkejut, aku pun hanya dapat mengiyakan. Aku pikir paman akan pergi dan mimpi buruk hari ini telah berakhir. Paman pun mulai melepaskan pakaiannya sampai tak tersisa satu helai benangpun pada tubuhnya. Dan paman melepaskan seluruh pakaianku juga dengan sedikit kasar karena dari tadi aku diam saja walaupun sudah mengiyakan pemerkosaan ini. Lalu aku pun didorong oleh paman sehingga membuatku tergeletak pasrah di atas ranjang telanjang bulat. Dengan wajah tanpa perasaanku paman mulai menciumi bibirku dan mencolok-colok kemaluanku dengan jari-jemarinya.
“Umph... Umph...” Desahanku tertahan karena lumatan bibir paman. Setelah mencium bibirku, paman mulai menggeranyangi payudaraku, dia hisap puting payudara sebelah kananku dan dia remas payudara sebelah kiriku sembari tetap memainkan kemaluanku dengan jarinya.
“Ah... Ah... Pakle...” Desahku.
Setelah lumayan lama paman menghentikan seluruh aktifitasnya dan menunjukkan tangannya kehadapanku yang sedari tadi mencolok kemaluanku telah basah. Paman pun menyeringai dan dia memposisikan kemaluannya di hadapan kemaluanku. Dan akhirnya ‘clep’.
“Ughhh...” Erang paman.
“Aaaakhhh...” Desah lemasku.
Kemaluan paman yang besar dan panjang itu masuk lagi kedalam kemaluanku.
“Tetep nikmat nih memek, padahal baru aja tadi dipake, udah gak perawan lagi sebelumnya.” Gumam paman.
Lalu, paman pun mulai menghentakkan pinggulnya agar kemaluannya bergesekan dengan kemaluanku yang sudah basah sehingga mempermudah paman untuk melakukan penetrasi. Dengan cepatnya paman melakukan penetrasi membuat payudaraku bergerak naik turun. Melihat itu, dengan gemasnya paman meremas kedua payudaraku dengan kasar membuatku sedikit kesakitan. Dengan posisi itu, aku yang berbaring, kakiku yang mengangkang, dan tangan paman yang meremas payudaraku, paman terus menggerakan pinggulnya maju mundur dengan cepat membuat kami berdua bercucuran keringat.
“Ah ah ah ah ah ah ah ah... Pakle...” Desahku sambil menitikan airmata di ujung mataku.
“Sabar... Dikit lagi... Argh...!” Erang paman.
Berbarengan dengan erangan itu, akhirnya paman mengeluarkan sel reproduksinya di dalam alat reproduksiku.
“AAHHHH....” Desahku.
Setelah itu paman berbaring disisiku sambil menghadapkanku kearahnya dengan kemaluannya masih berada di dalam kemaluanku. Aku merasakan cairan sperma paman yang panas mengalir keluar dari kemaluanku. Walaupun kemaluan paman sudah mengecil, dia tetap tak mengeluarkannya malah dia membenamkan wajahnya kepada buah dadaku dan tertidur. Aku pun terkejut dan sayangnya aku tak dapat melepaskan pelukannya ditubuhku. Terpaksa aku pun membiarkannya dan ikut terlelap karena kelelahan.
...
The end of part 1...
 
Terakhir diubah:
Wah asyiikkk nich cerita
lanjut bos, klo boleh paklek tau siapa yg merkosamu mba sebelum paklek ato paklek gampar lagi nich memek wkwkwkkw
croooottr
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Ini kisah keponakan perempuan yang diperkosa pamannya, 'kan ya?

Koreksi dikit, Bro...

Kalau panggilan sayang dalam bahasa Jawa bukannya "Nduk" dari kata "Gendhuk" (anak gadis) atau "Le" dari kata "Tole" (anak lelaki), ya? Daripada "Mbak".

IMHO kurang pas gitu kalau Pakle (Oom/adik laki-laki atau adik ipar laki-laki ortu) manggil keponakannya yang posisinya lebih muda/dibawah) pakai sebutan "Mbak" yang aslinya artinya "Kakak perempuan".

Kalau mau konsisten pakai sapaan Jawa, keponakan yang posisinya lebih muda, masa' dipanggil "Mbak"?

Oke terima kasih banyak gan... Soalnya saya bukan asli jawa. Maafkan newbie... Saya cuman nyari panggilannya lewat gugel terus nemu suatu blog. Bener-bener makasih banyak atas masukannya. KANSHA. m(__)m
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Lha saya juga sama saja, kok. :D

Saya juga nggak terlalu paham bahasa Jawa. Tapi kalau Bro suka baca sastra atau novel dengan setting tradisional Jawa ya, juga pastinya bakal ngerti, deh...

Ya ujungnya saya google search juga, Bro... :D

Emang bener kok, suhu.
Biasanya kalau di jawa panggilan untuk cewek yg lebih muda kalau nggak "nduk" ya "nok" yg asalnya dari kata "sinok".
Atau kalau gak cukup panggil nama.

Agak janggal kalau manggilnya malah mbak.
Semoga ke depannya jadi koreksi buat TS
 
Berhubung persoalan panggilan kepada "sang keponakan" yang ambigu. Saya bakal menggunakan nama saja biar aman. Soalnya setelah saya tanyakan dan mendapat pepatah dari teman orang Jawa (temen saya cewek) dia dipanggil 'mbak' atau namanya oleh pamannya. Maka dari itu agar menghindari kesalahan penggunaan diksi, saya akan menggunakan nama sahaja untuk kedepannya.
(Oleh karena itu, part 1 mengalami revisi)
 
Terakhir diubah:
Spoiler untuk part 2:
「“Ya udah pakle. Aku titip adikku Risa.” Pinta kakakku kepada paman.
“Iya, serahin aja ke pakle. Risa bakal betah dan aman kalo sama pakle.” Jawab paman.
Menyaksikan percakapan ini, dalam hati, aku menjerit sejadinya, meski wajah tersenyum kepada kakakku untuk membuat dia tak khawatir pada adiknya ini.」
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd