Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Gairah Masa Muda

Bimabet
Hari jumat, hari yang paling pendek. Hampir sebagian siswa sudah dengan cepat meninggalkan Sekolah. Tapi, tidak untuk aku dan beberapa siswa yang menjadi anggota ekstrakulikuler sekolah. Setiap hari jumat jam tiga sore, banyak esktrakulikuler melakukan pertemuan atau latihan. Termasuk eskul basketku. Kulirik jam tanganku masih menunjukkan jam satu siang, aku putuskan untuk berputar ke arah depan sekolah buat beli makan siang. Kelas ku di lantai dua pojok, jadi kalo mau ke kelas kudu naik tangga di pojokan sekolah. Pas udah beli nasi, lagi asik jalan aku ga sengaja liat kelas yang udah sepi, ada Shani lagi ngobrol sendiri. Kayaknya sih ngangkat telepon. Pelan-pelan aku mencoba menajamkan telingaku.

"Terus kalo Mang Diman, ga jemput Shani, nanti Shani pulang sama siapa, Ma?"

"…."

"Yah, Ma, tau gitu aku langsung ikut nebeng mobilnya Anin aja. Yaudah deh kalo gitu aku eskul bentar sama anak jurnalistik, nanti aku bisa telepon Gracia buat nginep dirumahnya. Mama ati-ati ya pulang Jogjanya."

Dua sudut bibirku tiba-tiba tertarik membentuk senyuman. Itu artinya aku bisa memanfaatkan saat ini. Aku berjalan mundur dari depan pintu kelas Shani yang terbuka separuh, lalu mengedarkan pandanganku keseluruh lorong sekolah. Posisi kelas yang ada di pojok belakang sekolah membuat aku semakin berpikiran buruk. Tak ada lagi murid yang sekedar lewat untuk pulang atau mencari makan sepertiku.
Ku kumpulkan niatku, lalu kupegang gagang pintu kelas Shani dan sedikit mendorongnya, setelah sudah aku mencoba menutupnya rapat.


'Klek'


Shani yang sedang menenggelamkan kepalanya pun kaget dan melihat kearahku. Tatapan datar itu kembali ia berikan, membuat sesuatu dalam diriku bangkit. Aku sangat suka melihat Shani seakan melawanku.

"Hallo Shani." Sapaku dengan senyum yangs sedikit menakutkan. Aku menghampiri Shani, yang mulai menegak kan badannya.

"K-Kak Dio" Cicitnya pelan. Aku tersenyum memelankan langkah kakiku menghampirinya.

"Wah lo udah kenal gue ternyata." Aku berdiri di samping bangku Shani, menunduk kan badannya membuat wajahnya tepat ada di depan Shani. Membuat Shani merasa sedikit takut.

"Iii-iiya, Kak. Dulu aku sering kebagian tugas ngeliput tim basket kakak." Aku hanya mengangguk-angguk kan kepalanya paham, lalu aku duduk disamping Shani.

"Kenapa belom pulang?" Tanya Dio, memusatkam pandangannya kearah papan.

"Supir aku nganterin Mama ke Jogja. Ada urusan mendadak. Biar disana ada yang anter-anter makanya sekalian dianterin Pak Supir." Jawab Shani polos, perlahan pikiran kotor dan jahat yang ada di kepalaku hilang. Tidak tega rasanya. Tapi, kesalahan pertama yang ku lakukan adalah melirik kearah bibir merah ranum Shani. Membuat aku terus membayangkan ambisi seksku kepadanya selama ini. Kami saling diam, Shani sengan wajah datarnya yang sedikit gugup dan aku dengan pikiran-pikiran buruk ku.

"Gue bawa motor. Gue anter lo balik" Shani menoleh kaget kearahku. Saat Shani hendak menolak, aku dengan langsung memotong ucapannya.

"Gue ga suka ditolak. Jangan ditolak. Gue bukan orang jahat yang setiap saat bisa lo tatap cuek. Mumpung gue lagi berani deketin lo. Jadi jangan bikin gue patah hati cuma gara-gara lo gamau gue anterin" Sanggahanku membuat Shani melongo bingung.


Aku juga sih yang bego, baru pertama ketemu langsung blak-blakan.
Daripada anak orang langsung gue apa-apain makin bego lagi.
Makanya gue anter aja kerumahnya, biar ga bego-bego banget gitu kalo mau apa-apain dia.


"Hmm, Oke Kak." Aku tersenyum miring, sedangkan dihatiku sudah seperti pasar malam yang ramai sorakan kemenangan.

"Oke gue ambil tas sama ganti sepatu dulu. Kita langsung balik aja. Keburu ujan. Eskul bisa kapan kapan" Tanpa menunggu jawaban Shani akupun meninggalkan kelas Shani, segera naik kekelasku.


Di dalam kelasku masih ada Edo, Enggar dan Thomas. Untung saja aku tadi ga nekat buat ena ena in Shani di sekolah. Bisa di arak masal aku.


"Bawa apaan, Yo?" Tanya Enggar yang masih tiduran di atas meja

"Nasi nih tadi abis jumatan beli di depan parkiran. Mau? Nih. Gue langsung balik soalnya" Jawabku memberikan kresek hitam ke Enggar, lalu duduk di mejaku mulai memakai sepatuku lagi. Sedangkan sandal yang ku pakai jumatan, ku masukan kolong seperti biasanya.

"Sianjir tumbenan. Ga eskul lo, Yo?" Enggar menegak kan badannya dan mulai membuka bungkusan nasi yang ku beli tadi.

"Gue mau menyudahi masa jomblo gue. Jadi besok gue kasih tau lo pada kalo gue punya pacar." Sombongku membuat Enggar dan lainnya ketawa.

"Lo mah bisa ga jomblo kapan aja, asal ga terobsesi sama Shani mulu. Cewe muka sengak di sukain wkwkw jomblo kan. Eh…." Enggak menjeda ucapannya, menatap kaget kearahku. "Jangan bilang lo udah berhasil sepikin si Shani?" Aku hanya membalas anggukan sengak ku. Enggar pun langsung melongo.

"Hettt sejak kapan? Kok lo ga crita kalo udah pdkt sama si Shani. Hzzz gue kira lo gabakalan bisa deketin Shani. Hahaha yaudah deh sono lo pergi."

"Hahahaha iya gue balik yak. Nitip bilang gue ada acara ke coach." Aku pun meninggalkan kelasku, dan turun ke kelas Shani. Syukurlah Shani masih ada di tempat duduknya tadi. Aku berjalan kearah bangku Shani, dan menyodorkan jaketku.

"Gue tau lo ga pernah bawa jaket. Nih pake. Kita naik motor bukan naik mobil. Nanti lo item"

"Enghhhmm o-oke Kak" Shani pun mengambil jaket yang kuberi dan memakainya.


Aku dan Shani berjalan berdampingan kearah parkiran motorku. Beberapa siswa yang masih di sekolah menatap kearah aku dan Shani. Saat sudah di pakiran aku memakaikan helm yang selalu dipakai adikku berangkat sekolah. Setelah itu naik diatas motorku. Dia mencoba duduk sedikit lebih jauh dari punggungku. Akupun tersenyum miring, aku menahan gas motorku, lalu melepaskannya bersamaan dengan kulepas kopling motorku, membuat motorku sedikit menjengat dan dengan reflek Shani memelukku. Bisa kurasakan debaran jantungnya yang deg-deg an itu menempel erat di punggungku.


Sialan.
Tau gitu aku gabakalan sok ide, kalo ternyata dada polosnya itu menempel erat di punggungku.
Menyiksa adek kecilku yang dibawah, terjepit celana juga terjepit diantara tangki motorku. Sialan. Sakit. Pengen di elus :(


Sepanjang perjalanan aku mencoba mencairkan suasana. Menayakan dimana rumah Shani, menanyakan segalanya tentang Shani. Setelah sampai di depan rumahnya Shani turun dari motor dan membuka kan pagar untuk ku.

"Gak ada orang dirumah, Shan?" Tanyaku basa basi.

"Nggak ada Kak. Kakak jadi mau pinjem kamar mandi?" Iya tadi dijalan aku bilang ke Shani mau pinjem kamar mandi. Aku udah kebelet.

Iya kebelet anuin Shani :( maap ya akang jahat :( abis napsuin sich.

"Jadi Shan. Sebelah mana?" Aku dan Shani sudah ada di dalam ruang tamu rumahnya. Shani menunjuk kamar mandi yang ada disebelah dapur.

"Itu Kak, yang samping dapur. Shani tinggal ganti baju dulu ya, Kak." Aku hanya mengangguk, membiarkan Shani berjalan di depanku. Melihat roknya yang sedikit menampilkan bokongnya. Ingin rasanya menyeples dengan keras. Aku pun bejalan kearah kamar mandi. Setelah sudah mencuci muka, aku kembali keluar dari kamar mandi. Aku melepas sepatuku dan berjalan perlahan kearah kamar Shani. Kata nenek ku 'kesempatan tidak datang dua kali' jadi mari selesaikan.


Pintu kamar Shani, sedikit terbuka. Mungkin pas mau nutup gak sampek bunyi akhirnya buka lagi. Disana Shani melepaskan kancing seragam sekolah satu persatu. Dia melepaskan resleting roknya dan terpampanglah bokong yang dari tadi ingin ku tampar keras-keras.
Sialan, otong akang berdiri lagi dek.


Akupum melupakan pikiran tak tegaku tadi di sekolah, akupun langsung membuka pintu kamar Shani, benar-benar pelan. Setelah sudah aku langsung menutup dan mengkuncinya, jelas itu kedengaran di telinga Shani.

Shani menatap kaget kearahku. Ia langsung menarik roknya naik.

"Kak! Keluar! Jangan macem-macem!" Pekiknya mencoba menutup seragamnya.

"Telat kalo lo mikir gue bakalan keluar gitu aja. Harusnya lo nolak gue sejak di sekolah." Mata Shani mulai berkaca-kaca, ia terus mundur saat aku berjalan mendekatinya.

"Kak Jangan" Lirih Shani saat sadar ia tidak bisa mundur lagi. Akupun sudah terlalu kesetanan untuk tidak melakukannya.


Aku menarik kasar rok Shani, membuat cengkraman tanganya terlepas pasrah dari roknya. Kutarik tangan kanannya, ku lempar langsung tubuhnya kearah kasur. Aku membuka kancing kancing seragam sekolahku, melihat itu Shani pun langsung berjalan mendekati pintu, berharap bisa membukanya. Sayangnya kunci kamarnya ada di celanaku.

Akupun langsung memeluk Shani dari belakang, ia sudah menangis. Ia sekarang hanya memakai bra dan cd. Kuciumi punggung berbulu halus miliknya, yang selama ini ku idam-idamkan.

"Ahhhmm Kak Dio, lepasin, Kak" Desahnya saat aku sudah mulai menciumi punggungnya.
"Lo ga perlu ngelawan Shani, kalo lo gamau gue kasarin. Cukup nikmatin. Oke!" Shani terus berontak. Tangannya terus memukuli kedua tanganku yang sedang memeluknya. Akupun langsung menggigit punggungnya. Tangan kananku bergerak melawan pukulannya dan meremas keras payudaranya.

"ARGHHHHHHH AMPUN KAK. UDAH KAK" Aku melepaskan remasan juga gigitanku di punggungya. Tercetak bekas gigitan, aku pun langsung menciumi bekas gigitan itu, dan menjilati seluruh punggungnya. Shani mulai melemah, badannya bergetar tiap ku jilat punggungnya dari atas kebawa. Jilatanku naik kearah tengkuknya, kuciumi wangi rambutnya, tangisannya semakin keras. Tak kupedulikan lagi tangisan pasrahnya. Tangan kanan ku melepaskan kaitan bra nya dengan sekali tarik dan


Ctasssh


Tali branya pun terlepas, aku langsung melepaskan branya, dadanya pun terlihat menggantunf dari belakang sini. Akupun memeluk dia semakin erat, membiarkan dada polosku dan punggung polosnya menempel erat, tanganku meremas kasar dadanya, sedangkan bibirku sedang asik menjilati telinganya, kulirik Shani masih menangis memejamkan matanya, tubuhnya bergetar menahan sensasi nikmat yang ku berikan.


"Kak lepasin aku, Kak. ARRRRGGGHHHMMM" Teriaknya keras saat aku menggigit telinganta keras.

"Gue cuma mau denger lo ngedesah nama gue. Gue gabutuh rengekanlo. Jangan bikin gue ngelakuin lo demgan cara kasar. Cukup nikmatin. Dan lo gabakalan gue sakitin" Bisik ku, membuat Shani hanya memejamkan matanya. Merasa tida ada jawaban. Kedua tanganku langsung menekan dada Shani dengan keras.

"NGERTI GA!?" Bentak ku .

"Ngerthhiiii Khaaak" Ucapannya menahan sakit yang kuberi.


Setelahnya bibirku puas menjilati telinganya, kini ciumanku turun kearah lehernya yang jenjang. Melihat pemandangan itu benar-benar menyiksa otongku yang baru saja tegak dengan maksimal di kungkungan celana dalamku. Aku akan memberitahu pada semua orang. Hari ini, siang ini, Shani adalah milikku. Aku akan memberikan beberapa tanda disana. Aku menghisap kuat leher putihnya, entah sudah ikut terbawa nikmat yang kuberikan atau dia takut aku menggitnya keras lagi, tanpa diminta, Shani sudah menelengkan lehernya, membuatku lebih leluasa mengerjai lehernya.


"ARGHHHHHH KAKHHH SSSSST-OPHHH" Seluruh tubuh Shani menggelinjang, kulirik lehernya sudah sangat merah hampir membiru. Aku yakin dia sedang merasakan orgasme pertamanya.


Tangan kiriku meninggalkan payudaranya yang nikmat, berpindah pada celana dalam yang sudah basah kuyup. Benar dugaanku, ia sudah mencapai orgasmenya. Nafasnya teresenggal-senggal. Badannya masih bergetar. Aku mencoba membiarkan dia menyelesaikan orgasmenya.
Saat kurasa Shani sudah mulai tenang, aku menggendong paksa dirinya, lalu menidurkan dia di ranjangnya. Dengan cepat aku langsung melepaskan celana dalamnya, Shani mencoba mengapitkan kedua kakinya yang sekarang kubuka lebar-lebar. Tenaga perlahan pulih, membuatku sedikit kesulitan. Aku benar-benar tidak suka diganggu saat sudah seperti ini. Aku tampar keras pipinya. Membuatnya terdiam.

“Gue udah bilang kan buat ikutin aja apa mau gue. nanti juga lo suka.” Aku mendekati wajahnya, kucium pipinya tepat dibekas tamparan kerasku tadi, lalu ku mencium keningnya dengan sayang, entah kenapa Shani mulai memejamkan matanya menikmati kecupanku di dahinya. Perlahan bibir ku terlepas dari dahinya langsung mengecup pelan bibirnya. Aku rasakan tetesan mata Shani kembali, kali ini aku sudah tidak perduli, sudah sampai di titik ini sangat mustahil kalau harus kentang kan.


Bibirku pun mulai melumat bibirnya, aku menggigit bibir bawahnya, lalu memasuk kan lidahku. Membiarkan dua organ tak bertulang itu bisa saling menikmati. Tapi, sayangnya hanya aku yang menikmati, lidah Shani hanya berdiam diri, tak bergerak sedikitpun. Ku lupakan semua kekesalanku. Aku hanya ingin menyelesaikan semua hasratku.

Aku menegak kan badanku setelah ku melepas ciumanku padanya. Aku kehabisan oksigen. Shani masih terisak ternyata. Bodo amat. Penting enak. Suruh siapa ngelawan. Kan jadi gue kasarin.

Ciumanku pun turun kearah buah dadanya, Shani menggeliat saat bibirku mulai menjilati dan meremas duah buah dadanya. Tapi, tak kuhiraukan puting merah mudanya yang sudah mengacung tanda kalau libidonya pun sudah di ujung.

“Arghhhhh Kak Dio, Stophhhh pleashhhheee” Racaunya, kali ini aku sudah lelah mengasarinya untuk tidak memohon menyelesaikan permainanku. Aku biarkan dia meracau dengan selipan desah-desahan nikmat.

Akupun mulai tergoda dengan puting merah mudanya, puting pertama yang aku lihat secara nyata bukan dari video atau foto. Aku mulai pelintir-pelintir putingnya, Shani makin menggeliat, ia memejamkan matanya, keringatnya makin mengucur, aku tahu bentar lagi dia akan mencapai klimaksnya. Akhirnya akupun mengemut puting munyilnya, demi apapun sumber air su dekat. Alias so nikmat. Bentuk payudara Shani emang gak segede cewe seumurannya. Tapi, seenggaknya masih nyaman di genggaman ku, yang pasti anak ku nanti tidak akan pernah kehilangan gizi dari susu susu murninya.

“HMMM AHHH....AHHHH...AHHHH...ARGHHHH Khaaakakkhhh udhaaaaaaaa aaakkkhuuuu ghhhhghhhhaak khuuuuuattthhhh ARRRRRRGGGGGGHHHHHHHH KAAAAKHHH DIOOOOHHHH” Aku melepaskan emutanku, saat melihat dia sudah sangat lelah. Tangannya yang sedari tadi meremas seprai pun mulai mengendur, membantunya untuk menetralkan nafasnya.

Aku tak ingin menunda lagi, mumpung Shani masih lemas karena dua kali orgasme, akupun dengan cepat melepas celana celana cokelatku, lalu melepas cdku. Aku meraba memek Shani yang sangat basah, mengusap-usapkan tanganku disana, saat tanganku sudah basah, ku gunakan untuk mengocok otongku yang mulai melemas karena tidak digunakan.

Aku sudah memposisikan otongku tepat di depan memek rapat Shani. Kuraih kedua tangan Shani, ku genggam erat, kudaratkan ciumanku di keningnya.

“Lo boleh remes tangan gue kalo lo ngerasa kesakitan, satu hal yang perlu lo tau. Gue udah suka lo sejak kelas MOS lo gue yang pegang. Lo gak perlu takut. Setelah ini, setuju atau enggak setuju. Lo bakalan tetep jadi pacar gue.” Shani tak menanggapi ucapanku, ia makin memejamkan matanya, tangisannya masih tetap menggema di seluruh ruangan.

Aku mulai memasukkan otongku, baru nyetuh aja rasanya udah disuruh keluar, gini ini emang rasanya perawan. Enak banget. First sex ku dapet perawan. Udah cantik, napsuin, kalem, perawan lagi. Kurang apa coba.

“AHHH....Kakkkhhh phllliissssshhh udddhhhaaaaa leppaahhhhsssin” Aku berasa gak denger apapun. Saat ini. Cuma dia yang aku mau. Semua yang dia punya.

Sekarang otongku udah masuk separuhnya, didepannya sekarang sedang ada tilangan. Kalo dia terobos dia masuknya kepenjara kenikmatan. Kalo dia gak bablas terobos, dia gatau kapan lagi ada tilangan semanis itu. Setelah dipikir pikir, akhirnya aku dan otongku, memutuskan untuk langsung menrobosnya dengan keras. Dan...

“ARRGGHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH” Teriaknya Shani keras, kulepaskan kedua tanganku, dia dengan cepat memeluk ku, mencakar punggungku. Aku tau ini sakit untuk dia yang baru pertama kali. Tapi, gimana dong, aku kan harus ambil surat tilangku didalam sana.
Aku diamkan sejenak otongku, membuat Shani kembali tenang, tak lama Shani melepaskan cengkramannya, air matanya seakan kering, menangisi nasibnya yang malang hari ini. Aku mencoba bodo amat, sekalipun sebenernya hatiku gak ingin lanjutin ini semua. Ku tarik otongku pelan, setelah itu kulirik dibawah sana, darah membungkus otongku yang gede tapi lucu itu. Aku menarik kembali nafasku, dan memulai gempuran dengan perlahan.

“NGGGHHHHHHH Khaaaakkhhhhh udhhhhhaaaaaahhhh akkkhhhu ghhaaakkkh kuattthhh” Racaunya kesakitan. Sekarang tangannya mencengkram lenganku yang sedang menyanggah tubuh agar tak jatuh dan menempel tubuhnya.

Aku tetap pada satu tekat, aku masih tetap menalnjutkan gempuranku, aku mencoba menikmati semua kesempatan yang tidak sengaja Tuhan kasih buat aku. Dari tempo pelan, sedang, sampai mulai cepat, membuat dua payudara Shani terombang-ambing gak karuan. Aku menunduk kan badanku ciumi lagi dada Shani dan memberikan tanda di atas payudaranya, satu persatu. Dadanya kirinya kuremas keras-keras. Membuat Shani menggelinjang tak beraturan.

“Arghhhh khhaaakkkkh akkhhhuuuu mauuu piphiiisshh dulhuuuu” Shani akan mencapai puncak nikmatnya yang ketiga, sedangkan aku sekali aja belom.

“Shan-Shan, ngghhhhh bentar lagi bareng, gue juga udah mau nyampeekkh” Aku menggenjot keras memek Shani.

Vagina bagian dalam Shani sudah sangat berkedut, mencengkram otongku agar tak kemana-mana, semakin lama Vaginanya semakin sempit, aku rasa aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Aku akan mengeluarkannya di dalam.

Bodo amat dengan statusku yang masih kelas 3 SMA, kalaupun nantinya Shani hamil, aku akan tetap bertanggung jawab. Aku pastikan itu. Yang penting enak dulu, sengsara mah belakangan.

“Arghhhh Shannnnnnssssss, akhuuuuuu mau keluarrhhhh” Racauku, membuat Shani membelalak kan matanya. Aku tak perduli, di dalam sana aku udah harus ambil surat tilangku. Dan akhirnyaaa...

Croooottt croooooottttt crooootttt


Aku menancapkan dalam dalam otongku, tak lama otongku yang masih berdiri tapi lemas, diguyur hujan badai yang kuat dari dalam sana, cairan itu sampe merembes keluar padahal aku belum mengeluarkan otongku. Bisa ku pastikan sekarang Shani bukan hanya orgasme tapi dia squirting. Aku pun kembali menarik otongku, dan menancapkanya dalam-dalam, mengeluarkan sisa calon Shani dan Dio junior.

Aku melepaskan sembilan kali semprotan dalam rahim Shani, yang entah isinya berapa ribu jiwa. Semoga akan menjadi Shani dan Dio Junior yang lucu.

Aku melepaskan otongku, dan mencium kening Shani dengan sayang. Satu yang tidak pernah aku bohongi sejak awal pemaksaan ini. Aku benar-benar menyukai Shani. Dan apa yang aku bilang ke Shani tadi sebelum merobek harta paling berharga miliknya itu adalah hal yang paling sungguh-sungguh yang pernah aku ucapkan selama 17 tahun ini.

Aku menarik Shani untuk terduduk dan langsung kupeluk hangat tubuhnya, menyatukan dua tubuh polos bersimbah keringat. Shani tak membalas pelukanku, aku tak perduli, aku Cuma mau Shani mendengarkan detakan jantungku yang entah sejak kapan udah deg deg an kayak mau UN. Perlahan Shani membalas pelukanku.

“Maafin gue, Shani. Gue bener-bener gak ada niat ngerusak masa depan lo. Tapi, kalo setelah hari ini bakalan terjadi sesuatu sama elo, gue siap tanggung jawab.” Aku menarik tubuhnya, tanganku memegang kedua bahunya, ku tunduk kan kepalaku, agar Shani membalas tatapanku. “Apa yang gue omongin tadi itu serius. Mulai hari ini lo pacar gue. Gue gak janji kejadian siang ini yang terakhir, tapi gue bakalan usahain nahan diri gue.” Shani tak membalas ucapanku, dia langsung nubruk tubuhku, dia memelukku erat, ku biarkan dia menenangkan diri. Mungkin dengan pelukanku, dia bisa perlahan tenang.


~~oo~~​


Suara percikan air dari kamar mandi masih terdengar, aku sudah bersih dengan urusan mandiku, sekarang aku mengelilingi kamar Shani, kamar pacarku. Entah kenapa senyuman bangga tercetak dibibirku, bersamaan dengan sesat yang menikam dadaku karena sudah melecehkan Shani. Aku mengambil handphone Shani yang tergeletak di meja belajarnya. Aku mengerutkan dahiku saat melihat foto diriku tampak belakang sedang medribble bola, di pertandinganku yang entah pertandingan yang mana. Aku mencoba berpikiran positif, mungkin Shani memasangnya karena jepretannya bagus. Dan dia merasa bangga akan jepretannya setiap melihat foto itu. Aku membuang semua pikiran pede ku. Dan mulai memencet tombol nomor yang ada di hadapanku. Aku menyimpan nomer itu dengan nama kontak ‘Dio Bae’, setelah itu ku tekan tombol telepon, lalu ku matikan. Dengan itu nomer Shani sudah otomatis ada di handphone ku. Akupun meletak kan kembali handphonenya di meja belajar. Tiba-tiba mataku melirik kearah sebuah blank note yang sudah di tempeli banyak kutipan dari koran atau majalah. Seperti klipping. Hatiku bergetar saat melihat kliping yang di buat Shani. Ia mengumpulkan semua berita tentang aku dan ia lem di kertas itu. Apa mungkin Shani juga menyukai ku? Apa Shani memiliki rasa yang sama sepertiku? Tapi kenapa setiap aku lewat di depannya dia selalu dingin, datar seakan membenciku. Kalau benar Shani menyukaiku seperti aku menyukainya. Entahlah harus berapa persen lagi yang bisa kutambahkan untuk rasa bersalahku.


Aku duduk ditepi ranjang Shani, menunggu Shani keluar dari kamar mandi. Tak lama Shani pun keluar dari kamar mandinya, matanya merah membengkak, pipinya kanannya berbekas merah. Dia berjalan menunduk, akupun menghampirinya dan memegang tangan kanannya. Shani masih mengalihkan pandangannya.


“Kenapa lo ngumpulin semua berita tentang gue dan lo kliping gini? Kenapa juga lo pasang foto gue buat wallpaper? Ada yang mau lo jelasin?” Tanya ku. Shani mendongak menatapku dalam, matanya kembali berkaca kaca.

“Bukan urusan Kakak” Dia memalingkan pandangannya, dan menghentak tanganku keras. Dia kembali berjalan, belum beberapa langkah aku menahan tangannya.

“Gue pacar lo sekarang. Gue berhak tau tentang ini.” Aku berbalik badan, dan memaksa Shani buat lihat aku.

“Aku suka kamu, Kak! Sejak Kak Dio jadi Kakak Pembinaku dulu pas MOS.” Genggamanku terlepas, aku benar-benar di buat kaget. Air mata yang tadinya sudah mengeringpun kembali menetes. Entah aku harus apa sekarang, kalau tau kenyataan ini, jangankan memaksa dia, nyentuh dia juga aku bakalan mikir berkali-kali. Aku memeluk dia, membiarkan dia menumpahkan semua tangisnya di baju seragam yang kembali ku kenakan.

“Maafin gue. kalo dari awal gue tau ini, gue gak akan lecehin lo.” Aku memejamkan mataku, dadaku sesak mendengarkan isakan gadis yang ada dipelukanku. Bukannya tenang, Shani malah memukuli dadaku dengan keras. “Gapapa, pukul aja gue. Gue pantes lo pukul. Asal jangan rubah perasaan lo ke gue. Gue juga suka sama lo, Shan.” Entah Shani mendengarkan ucapanku atau tidak, yangpasti dia masih terus memukuli dadaku. Tak lama Shani pun mulai tenang dan membalas pelukanku.



~~oo~~​



Sekarang, aku sudah ada diatas motorku, di depan halaman rumah Shani. Setelah pembantu rumah tangganya datang, akupun harus pulang. Aku tersenyum kearah Shani, dan langsung memakai helm ku. Saat aku melihat helm yang tadi dipakai Shani pun akhirnya aku menyodorkan tanganku. Shani mengernyitkan kepalanya bingung.


“Jangan bingung. Itu buat lo. Biar kalo pagi gue ga perlu ngiket lagi buat jemput lo” Ucapku.

“Aku berangkat sendiri gapapa kok, Kak” Jawabnya halus. Aku menghela nafasku berat. Punya pacar satu, bebelnya minta ampun.

“Gapapa, Shani. Lo bawa aja. Mau atau gak mau gue bakalan jemput lo. Oh ya, mulai sekarang, setiap lo butuh apapun, lo bisa chat gue, disana udah ada kontak hape gue plus whatsapp. Gue mau jadi pacar yang bisa lo andalin, kapan aja dan dimana aja. Gue gak akan posesif kok, lo bebas keluar sama temen lo, lo cukup bilang ke gue, biar kalo lo ada apa-apa gue bisa nyamperin. Lo mau bantu gue kan? Bantu gue buat wujudin kepengenan gue buat jadi pacar yang bisa diandelin buat lo.” Aku mengangkat tanganku, dan mengusap rambutnya pelan. Shani memejamkan matanya. “Yaudah gue balik dulu ya.” Shani tetap diam di tempat, akhirnya akupun menyalakan motorku. Sedikit kecewa sih, tapi aku yakin dia lebih kecewa dari pada aku. Aku memasuk kan gigi pertama motorku, saat akan melepas kopling tiba-tiba...

.
.
.
.
.
.
.
.

“Kalo udah sampek rumah kabarin aku ya, Kak” Ucapnya malu-malu, aku pun tersenyum senang dibalik helm teropong ku. Aku mengacungkan jempol kun dan mengangguk, lalu bablas ngilang dari pekarangan rumahnya.


~~~===o===~~~



Shani, aku tau.
Aku terlalu pecundang untuk memilikimu dengan cara yang lebih baik.
Tapi, tenang saja.
Aku akan menjagamu lebih baik dari siapapun.
Aku sayang kamu..

Dio Candra Ramadhan
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Wadu di perkaos lagi ci shani, langsung crot dalam lagi :khappy:Lancrootkan.. Alias ditunggu lanjutannya:klove:
 
Lanjut aja sama mau ngasih saran jadi shani nya kayak di ancem buat ngajak member lain biar bisa di perkaos sama pemeran cowo
 
Udah 2minggu gak buka forum malah tambah banyak ae FF JKT alias lanjutkan
 
Kampret nihh ts, puisi terakhirnya model dilan jg hahahha. Mantap hu lanjutkan, pasti seru nih kelanjutannya
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
anjiiir shani nya udah diperkosa masih aja lembut sama pemerkosanya. apakah ini yang dinamakan cinta buta?
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd