Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FrzBunny One Shoot Collection

Semua cerita saya bisa dibaca dan pindah ke Trakteer
Trakteer : Bersimfoni

Bersimfoni
 
Terakhir diubah:
OS 7 :
Halloween Night - Gracia

Aten telah sampai di lobby FX sudirman tempat ia biasa menunggu kakaknya, Gracia untuk menjemputnya pulang. Sudah menjadi tugasnya untuk menjemput Gracia dan kali ini ia kembali melakukannya lagi. Ia melihat member yang pulang satu persatu, ia kebingungan karena mereka memakai pakaian yang tak biasa. Tak terlalu lama ia menunggu Gracia yang mulai muncul dari lobby mall, Aten menoleh ke arah kakaknya itu dan memastikan kembali apakah benar bahwa yang datang adalah Gracia. Aten tercengang melihat kakaknya yang memakai kostum halloween. Aten amat tercengang karena kostum yang kakaknya gunakan begitu seksi, kostum kelinci dengan dress hitam model sabrina, dress itu begitu pendek hanya setinggi di atas lutut memperlihatkan pahanya yang mulus berisi. Bagian belakang dress itu juga berupa tali-tali yang memperlihatkan punggung mulus kakaknya itu, tali-tali ikatan itu sampai sebatas pinggangnya sehingga bila ikatannya kendor sedikit saja akan membuat dress itu berantakan. Bahu mulus Gracia membuat Aten menelan ludah dan membuang pandangannya saat kakaknya masuk ke dalam mobil.


“Yuk” kata Gracia pada Aten yang membalasnya dengan anggukan.


Aten terdiam sepanjang jalan, sesekali ia melirik ke arah kakaknya yang berkostum minim itu. Gracia tau Aten memandanginya terus sejak tadi, ia terkekeh sambil berpura-pura memainkan handphone melihat Aten yang tak fokus. Dengan sengaja, ia menarik sedikit roknya seakan membenarkan rok yang tersingkap, hal itu membuat fokus Aten menjadi ke arah Gracia karena gerakannya yang mencuri perhatian.


"Naik tol aja Ten" ujar Gracia pada adiknya itu, Aten mengangguk dan mengarahkan mobilnya menuju ke tol.


Aten melajukan kendaraannya dalam kecepatan rendah, berjalan di kiri jalan karena Gracia tidak suka mobil yang terlalu cepat. Gracia memilih sampai lebih lama daripada harus ngebut, itulah yang membuat Aten terbiasa melaju di jalur lambat. Aten masih mencuri-curi pandang ke arah tubuh Gracia, duduknya mulai gelisah karena penisnya perlahan bangun di balik celananya.


"Tas aku di belakang lagi, spion ke tutupan gak kalo aku ambil barang di belakang?" Tanya Gracia pada Aten.

"Eh.. gak sih ci.." balas Aten pada Gracia.


Aten melongo, ia begitu terkejut dan penisnya kini makin menggila. Gracia dengan santainya menungging ke arah belakang untuk mengambil barang di tasnya, membuat wajah Aten kini sejajar dengan bokongnya yang bulat meski masih tertutup rok. Pandangan Aten terus memperhatikan paha Gracia yang putih mulus, ia sudah tak tahan ingin menjamah tubuh kakak kandungnya itu saat ini juga.


"Kenapa Ten?" Tanya Gracia pada Aten, pria itu masih menatap Gracia meski tengah mengendarai mobilnya.

"Sengaja ya.." tanya Aten pada Gracia, membuat gadis itu terkekeh singkat.

"Sumpah ci aku gak tahan…" ujar Aten pada Gracia, gadis itu tak menghiraukan kata-kata adiknya dan malah memberikan tatapan jail.

"Kenapa sih Ten? Cici bikin kamu sange?" Tanya Gracia sambil memutar tubuhnya ke arah Aten, gadis itu dengan sengaja berpose yang membuatnya terlihat seksi.

"CICI!" Aten sudah tak tahan melihat Gracia.


Dengan tangan kiri yang tak memegang persneling, Aten melepas celana panjang yang ia kenakan, celana panjang untuk tidur itu kini sudah terbuka sampai mata kaki dengan mudahnya. Aten juga melepas celana dalamnya hingga memperlihatkan penis tegang sempurna miliknya, Gracia tertawa kecil melihat tingkah adiknya itu. Aten sama sekali tak tau bahwa Gracia juga telah mengincar hal ini, ia sengaja memakai pakaian ini untuk halloween hanya demi menggoda Aten saat pulang. Gracia berhasil, ia berhasil mengerjai Aten dan menggodanya bahkan sebelum sampai ke rumah.


"Ci.. please.." ujar Aten pada Gracia, ia mengocok penisnya sendiri sambil tetap menyetir dalam kecepatan yang stabil.

"Ini jalan tol loh Ten, bahaya.." balas Gracia dengan sengaja menggoda Aten.

"Yaudah aku nepi bahu jalan, atau aku keluar tol di depan… please ci" mohon Aten yang membuat Gracia tertawa.

"Yaampun Aten kamu gak takut ada yg liat?!" Balas Gracia lagi pada adiknya.

"Gak usah drama ci… kamu biasanya nyepongin aku dijalan pulaaang!" Aten merengek karena tak sabar dengan ulah Gracia.


Gracia tertawa terbahak-bahak, ia menuruti permintaan adiknya dan mulai mengocok penis Aten dengan tangannya. Jari-jari lentiknya dengan cekatan bergerak naik turun disana. Gracia tersenyum menggoda ke arah Aten, ia lalu meludahi tangannya sendiri untuk membasahi dan memperlancar kocokannya pada penis Aten. Gracia menyingkap rambutnya ke arah kiri, lalu mulai merunduk menungging ke arah Aten. Wajahnya tepat di depan penis Aten, bibirnya menyentuh penis Aten sambil menatap pada adiknya.


"Kamu gak boleh gini sama cicimu Ten" ujar Gracia menggoda Aten, dengan sengaja ia berbicara sambil bibirnya menyentuh penis Aten.

"Bawel ci buruaan… gak tahan" balas Aten tak sabar, ia memegang rambut Gracia yang tersingkap dan sedikit menariknya.


Gracia tersenyum senang, mulutnya langsung melahap penis Aten dengan lahap. Bibirnya yang seksi sesekali memberi kecupan pada penis pria itu. Aten merem melek sambil menjambak Gracia, tangannya berada di kepala Gracia yang mulai bergerak naik turun mengulum penis adiknya sendiri. Desahan-desahan Aten terdengar di dalam mobil, terkadang mobil yang ia kendarai hampir keluar jalur karena rasa nikmat dari blowjob yang Gracia berikan. Penis Aten begitu basah oleh perlakuan Gracia, mulut gadis itu terus menghisap penis Aten dengan lihai.


"Ooghh…" Gracia memasukkan dalam-dalam penis Aten di mulutnya.


Gracia menahan penis Aten beberapa saat lalu melepasnya, liur Gracia sampai mengalir begitu banyak membasahi penis Aten. Tangan Gracia langsung meratakan liurnya di penis Aten, mengocok dan memberi urutan naik turun dengan cepat. Gracia kembali mengulum penis Aten, kulumannya dalam tempo cepat membuat Aten berusaha sekuat mungkin untuk tidak memejamkan mata akibat kenikmatan yang mendera. Sesekali Gracia menghisap lubang kencing Aten hingga pria itu belingsatan, terkadang gadis itu mengecup kepala penis Aten dengan bibir merahnya. Aten mengusap paha Gracia, tangannya mulai meraba selangkangan Gracia dengan menyusup masuk ke dalam roknya.


"Aaah sial!!" Aten menepuk bahu Gracia yang tengah memberi blowjob padanya.


Gracia yang masih belum puas mengulum penis Aten kini memasang wajah muram. Ia lantas mengambil tissue di dashboard dan membersihkan mulutnya, lalu ia membersihkan penis Aten dari liurnya.


"Ih udah turun tol aja!" Balas Gracia kesal.

"Cici kelamaan godain akunya" ucap Aten pada Gracia.

"Uugh ci udah dulu…" ujar Aten pada Gracia karena gadis itu masih memegangi penisnya dan sesekali memberi kocokan.

"Rumah gak ada orang kan? Di kamarmu aja Ten!" Kata Gracia dengan tak sabar.


Sepanjang perjalanan, Gracia hanya menggoda Aten yang menegang. Aten sengaja tak memasukan penisnya sampai mereka nanti di depan rumah, Gracia sendiri masih terus memegangi penis Aten yang sangat ia suka. Penis yang besar, berurat dan panjang itu selalu menjadi alat pemuas bagi Gracia meski Aten adalah adiknya sendiri.


"Aku pulang.." ujar Gracia saat mereka memasuki rumah.

"Cuma ada Ecen ya?" Tanya Gracia pada Aten, pria itu mengangguk pada Gracia.

"Iya, paling tidur.." balas Aten.


Aten bergegas menuju kamarnya dengan tak sabar, Gracia mengikutinya dari belakang tanpa merapikan bawaannya terlebih dahulu. Ia tak menuju kamarnya sendiri karena ia juga sudah basah, ia menyusul Aten menuju kamar karena birahinya sudah terbakar.

Mereka telah berada di dalam kamar, tau dengan tujuan apa yang akan mereka lakukan. Aten duduk di pinggir kasur dengan gelisah, bingung bagaimana untuk memulainya. Berbeda dengan di mobil tadi, saat itu Aten dan Gracia terbawa oleh mood yang sudah dipenuhi birahi dan cinta yang membuncah. Gracia menarik nafasnya panjang sambil melirik ke arah Aten yang diam kebingungan, gadis itu membuka start di depan Aten. Gadis itu berdiri di depan Aten dan mulai membuka tali tali pengikat dressnya, perlahan dress itu terlihat melebar, lalu jatuh ke arah depan dan sedikit menggantung di siku Gracia. Aten dapat melihat sedikit payudara Gracia yang mengintip, sedangkan ia dengan mudah dapat melihat bagian dada dan bahu Gracia. Semakin Gracia melepas talinya, dress itu semakin melolos. Aten menelan ludah saat dress itu telah terbuka di bagian tali paling akhir, dress itu menggantung di tangan Gracia, dan hanya setinggi pinggang saja sehingga payudara bulat milik Gracia terlihat.


"Gimana badan Gracia, Ten?" Tanyanya sambil berputar memperlihatkan lekuk tubuhnya.

"Come here ci gre… " pinta Aten sambil mengangkat tangannya menyambut Gracia.


Gracia mendorong tubuh Aten rebah di atas kasur. Gadis itu membuat Aten mengangkat sedikit tubuhnya karena kini ia melepas celana panjang Aten, lalu Gracia juga menanggalkan kaos yg Aten pakai. Penis Aten yg sudah menysut dan belum siap tempur ia sentuh dan ia mainkan dengan jarinya. Gracia tetap melahap penis Aten dan menyentuhnya dengan lidahnya yg basah, entah darimana ia belajar hal ini namun membuat Aten memejamkan matanya menggila. Perlahan penis Aten mulai bangkit di dalam mulut Gracia. Gracia memberikan blowjob yg sangat nikmat, ia begitu lahap menikmati penis Aten sambil tangannya mengocok naik turun penis keras itu. Lidahnya menyapu setiap permukaan penis Aten dan menjilati sisi bawah penisnya, menjilat urat nadi di penis Aten yg membuat pria itu menggelinjang.


"Oooghh oghh oghh oghhh oghh" Gracia memasukan penis Aten ke mulutnya dan mulai menghisap dengan kuat.

"Enak gak Ten?" tanya Gracia pada Aten sambil meneteskan liur ke atas telapak tangannya agar basah.

"Oouuhh ci Gree…!" Tangan Gracia sedikit meremas sambil mengocok penis Aten membuat pria itu memanggil nama Gracia.

"Call me, brother.. Call my name, I’m yours." kata Gracia kemudian mengecup penis Aten dan mengelusnya di pipi gembilnya.

"Aaaah! Ci Gre!" Aten menuruti permintaan Gracia, memanggil nama kakak yang paling ia cintai.


Gadis itu langsung menyedot penis Aten hingga pipinya mengempot dan menghisap naik turun. Sepertinya nafsunya sudah memuncak dan membuat Aten menikmati saja permainannya tanpa perlu berbuat banyak.


"Uughh genjot mulut Gracia Ten, Gracia suka.. " Gracia membuka mulutnya dan menjulurkan lidah, Aten bangkit dari kasur berdiri di depannya untuk mengabulkan permintaan Gracia.

"Oooghhh oghh oghh oghh oghh oghh" Gracia menerima genjotan di mulutnya dari Aten.


Liurnya membanjiri penis Aten dan mengalir keluar dari sisi mulutnya. Aten terus menggenjot mulut Gracia tanpa ampun. Genjotan sekuat tenaga ia berikan demi kenikmatannya sendiri. Rambut Gracia dijambak dan Aten menggoyang pinggulnya cepat di mulut gadis itu. Gracia mencengkram tangan Aten dengan kuat, matanya berair karena menahan genjotan pria itu pada mulutnya.


"Puaaahhh… hhhh…." Lidah Gracia menjulur meneteskan liurnya saat penis Aten keluar dari mulutnya.


Tubuh Gracia sudah banjir keringat dengan rambut lepek padahal AC menyala dengan kencang. Tubuhnya begitu menggairahkan di mata Aten. Aten mendorong tubuh berkulit putih khas Chinese milik Gracia, bibir mereka berdua berpagutan dengan panas. Lidah kedua pasangan itu saling membelit, saling melilit dan menghisap lidah masing-masing. Pergulatan lidah diantara mereka sampai di luar mulut, saling beradu lidah tanpa henti. mereka berciuman dengan ganas hingga terjatuh ke kasur. Bagaikan tengah bergulat, mereka berdua bergulingan sambil terus berpagutan membagi cinta. Tangan Aten meraba tubuh Gracia, meremas pinggang dan perutnya yg rata namun kenyal, kenikmatan yg Gracia berikan begitu luar biasa. Tubuh telanjang mereka berdua sudah tak lagi berjarak, bersentuhan dan bergesekan tanpa malu sama sekali.


"Nghh aahh Ten, enak…" kata Gracia disela ciuman mereka.

"Cici juga enak!" Puji Aten padanya.

"Mphhh hehe…" balas Gracia pada Aten.

"Buat Gracia mendesah Ten…" pinta Gracia dengan mata yg sayu.

"Pasti!" Balas Aten sambil kembali mencium bibir Gracia yg kenyal.


Bibir Aten mulai berpindah menuju leher Gracia yg putih bersih. Keringat yg amat banyak membuatnya semakin bersemangat mencium dan menjilat kulit Gracia. Aten menjilati tubuh Gracia bagaikan seekor anjing yg menyukai majikannya, bedanya jilatannya justru membangkitkan libido dan membuat Gracia mendesah tak karuan.


"Ssshh nghhh Teeen, Gracia geli!" Gracia bergerak tanpa henti saat jilatan Aten menuju pinggangnya.


Lidah Aten menyapu pinggang Gracia, perlahan naik menuju ketiak kanannya.


"Aaaaahhh geliii ssshhh aaahh jorok Ten!" Gracia menggeliat kegelian.

"Ketekmu enak banget!" Balas Aten lalu berpindah menuju ketiak kirinya.

"Nghhh aaaaaahhh aahhh Teen nghh!" Gracia kembali mendesah akibat endusan dan jilatan Aten di ketiak kirinya.

"Aaaaahhhh nnghhhhh aaaaaah Gracia belom mandi, geliiii uughh" Gracia menggelinjang pasrah sambil mengangkat kedua tangannya.


Lipatan ketiak yg indah membuat Aten begitu bernafsu, ketiak yg berisi namun seksi itu menjadi daya tarik buat adik kandung Gracia itu. Mulutnya terus menjilat dan mencium ketiak Gracia, sesekali ia hisap kulit ketiaknya dan menyedot keringatnya. Tak peduli jijik maupun rasa asin keringatnya namun Aten berhasil membuat Gracia mendesah tanpa henti.


"Empuk, wangi, mpphh enak…" Aten memuji Gracia.


Payudara Gracia diremas, dicium, dan dihisap oleh Aten dibagian kulit putih di sekitar putingnya. Aten membenamkan wajahnya, mencium dan mengendus payudaranya.


"Ssshhh tete Gracia geli Ten… suka ya???" Kata Gracia sambil menikmati perlakuan Aten.

"Suka banget…" balasnya pada Gracia.


Payudaranya bulat dan kencang dengan puting kecil berwarna merah muda. Tangan Aten memegang payudara kirinya, meraba dan memijit payudaranya. Tangannya mengusap bagian bawah dan perlahan ke atas, menekan, meremas dan terakhir menyentuh puting Gracia.


"Uuh… Ateeen… geli nghh" Gracia menggeliat geli saat mulut Aten mulai melahap putingnya.


Lidahnya bermain di areola Gracia dan mulut Aten menghisap puting susunya. Puting kenyal itu perlahan mengeras karena perlakuan Aten. Kedua puting susunya ia pilin hingga Gracia blingsatan, sesekali Aten tekan dan cubit puting yg mengeras itu. Puting itu lama kelamaan semakin mengeras karena Aten terus menarik-nariknya ke arah luar seperti sedang memerah seekor sapi. Lidahnya menekan puting Gracia keatas sebelum akhirnya ia melahap puting itu. Aten jilati puting itu di dalam mulutnya dengan gerakan memutar, tidak lupa bibirnya menyedot puting yg berwarna merah muda itu dengan kuat. Putingnya yg kecil itu membuat Aten bersemangat untuk mengerjainya. Ia berpindah ke puting kiri Gracia dan melakukan hal yg sama seperti yg tadi ia lakukan di puting kanan. Tangan Aten meremasi dada kiri Gracia seperti berharap ada yg keluar dari putingnya yg kini ia jamah dengan lidah. Payudara kanannya tak luput dari remasan Aten, ia pilin puting kanan Gracia dan sesekali mencubitnya. Gracia menggelengkan kepalanya kekanan dan kiri sambil menutup mulutnya sendiri menahan desahannya.


"Haah… haah… nghh… aaaahh…." Gracia mengerang akibat perlakuan Aten padanya.


Puas dengan payudaranya, Aten kembali turun ke bawah sambil menciumi tubuhnya. Ciuman Aten cukup lama berkutat di perut kenyal miliknya dan pusarnya. Perlahan Aten kembali turun, ia menyingkap dress hitam Gracia hingga terlihat celana dalamnya yang telah basah. Pria itu membuka celana dalam Gracia dan wajahnya langsung menuju ke vagina Gracia yg merekah indah. Aroma kewanitaannya bercampur keringat tercium di hidung Aten. Paha Gracia berisi dan kenyal, tangan Aten secara refleks mulai mengelus pahanya keatas kebawah. Aten membuka lebar kedua kaki Gracia. Terpampang sebuah surga di depan matanya, begitu indah kewanitaan Gracia hingga membuat Aten terkagum. Vaginanya tembem berwarna kemerahan diantara kulitnya yg putih. Terlihat sekali ia selalu merawatnya hingga ke bulu-bulunya yg tercukur rapi tipis. Aten jilati pangkal daerah kemaluannya, ia susuri turun hingga mencapai bulu-bulu vaginanya. ia mainkan bulu-bulu vaginanya dengan bibir lalu Aten kembali turun menuju ke pahanya.


"ooooouuuh geli..." Gracia menekan kepala Aten untuk terus menjilatinya.


Aten menjilati selangkangan dan pangkal pahanya, kiri dan kanan bergantian. Ia gigit kecil pahanya, dan ia hisap memberikan sedikit tanda cupangan disana. Gracia mengerang menerima rangsangan di bagian bawah tubuhnya. Kini tepat di depan mata Aten ada gua merekah yang terlihat basah. Bau keringat dan kewanitaannya menyeruak di hidung Aten. Ia pun mencoba membuka vagina tersebut menggunakan kedua tangannya, Aten mendapat klitoris Gracia. Ia julurkan lidahnya, menyapu bagian luar vagina Gracia. Terasa asin, setelah selesai menyapu bersih bagian vaginanya, Aten mulai menyelipkan lidahnya ke rongga vagina Gracia. Menjilati bibir vagina Gracia hingga ke atas. Tersentuhlah klitoris gadis itu oleh lidah Aten dan pria itu mulai menjilati kembali klitoris dan bibir vaginanya naik turun bergantian. Gracia pun tersentak akibat perasaan nikmat. Pinggul Gracia ditekan sehingga lidah Aten masuk semakin dalam. Di dalam, lidah Aten terus menjilati isi vaginanya.


"Ouuuuuh Ateeen... enaaaaakkk terus aaaaaaaaahhhh.... " Gracia mengerang menikmati setiap jilatan Aten di vaginanya.


Kini Aten mengganti lidahnya dengan jari tengah yg ia basahi dengan liurnya sendiri, ia masukan jari tengahnya pelan-pelan ke dalam vagina Gracia.


"Aaaaaahhhhh Ateeeen aaaaah...." Gracia kembali mendesah ketika jari Aten menerobos masuk vaginanya yg masih sempit itu.


Ia kocok vagina Gracia menggunakan jari. Gracia mengerang-ngerang menikmati jari Aten yg keluar masuk lubang vaginanya. Aten mengangkat kaki kanan Gracia ke atas pundak untuk memudahkan jarinya mengocok vagina Gracia, Terasa semakin deras cairan yang membasahi vaginanya itu. Ia naikan tempo kocokannya di vagina kakaknya, Aten kembali mencium bibir Gracia dengan ganas.


"Aaaaaaaah...."

"Kocoook terus Teeen…"

"Yaaaaa gitu teruuusss" Gracia meminta Aten untuk terus memanjakan vaginanya.


Gracia meracau tak karuan ketika Aten mempercepat kocokan jarinya di vagina gadis itu. Kini kepala Aten kembali pindah ke vagina Gracia dan mulai menjilati klitorisnya kembali, sedangkan jari Aten tetap keluar masuk mengorek isi vaginanya. Semakin lama Aten semakin mempercepat jilatan dan kocokannya membuat Gracia menggeleng-gelengkan kepalanya menjambak rambut Aten agar tak berhenti memuaskan dirinya. Gracia sampai Squirting karena kocokan Aten pada vaginanya itu, cairannya menyemprot keluar membasahi kasur Aten.


"AAAAAHHHHH..... AAHHHH.... OUUUUUHHHHH.... Gracia keluar.... Enaaakkk...." Gracia memejamkan matanya dan berbaring di atas kasur Aten, menikmati setiap gelombang orgasme yg melandanya.


Ia jilati sisa orgasme kakaknya, Gracia masih terpejam untuk mengatur nafasnya yg memburu. Sambil menunggu Gracia siap kembali, gadis itu mengocok penis Aten dengan pelan. Tak berapa lama kemudian Gracia menatap Aten dengan sayu. Aten kembali menciumnya setelah melihat tatapan sayunya tersebut. Ciuman panas kembali terjadi, bunyi kecapan dari mulut mereka berdua memenuhi kamar Aten.


“Sekarang?” tanya Aten pada Gracia, gadis itu mengangguk pada adik kandungnya itu.


Gracia berbaring di bawah, Aten membuka kedua kakinya dan memposisikan penisnya. Penis Aten telah bersiap untuk bertempur, mengacung di hadapan vagina Gracia. Aten menahan kedua kaki Gracia di lengannya. Batang kejantanan Aten menelusup masuk menembus vagina Gracia. Vaginanya terasa sempit dan nikmat. Vagina gadis itu berdenyut menjepit batang penis Gracia kuat-kuat. Pinggul Aten bergerak maju mundur, penisnya bergerak di dalam vagina Gracia dengan tempo sedang. Goyangan tubuh Aten semakin lama semakin kencang, perlahan-lahan tempo genjotan pria itu menjadi cepat. Aten merebahkan tubuhnya sendiri ke atas tubuh Gracia, ia ciumi seluruh wajah gadis cantik itu. Genjotannya semakin cepat dan lebih cepat lagi, seperti sudah tanpa tempo yang beraturan.


"Ahhhhh hhhhh... Graciaaaa keluaaarrr......" Gracia mendesah panjang sambil tubuhnya kembali bergetar hebat. Matanya memejam sambil ia menggigit bibir bawahnya. Tubuhnya mengejang-ngejang lalu merebah seperti kehilangan beban. Sebuah gelombang kenikmatan menghantam dirinya hingga gadis itu hilang akal.


Sampai beberapa tarikan nafas kemudian. Ia merasa tubuhnya seperti tiada tenaga lagi. Bahkan dadanya tersengal-sengal, hanya untuk sekedar menarik nafas ia tak kuat. Namun di bawah sana batang penis Aten masih terus memompa vaginanya dengan cepat. Aten semakin mempercepat sodokan penisnya di vagina Gracia kakaknya sendiri untuk menggaruk rasa gatal yg terasa. Aten terus menggaruk vaginanya, menghujamnya cepat. Aten mempercepat genjotannya hingga bunyi pinggul mereka berdua yg berhantaman menggema begitu nyaring di dalam kamar. Aten semakin mendorong masuk penisnya hingga ia merasa telah menyentuh mulut rahim Gracia berkali kali.


“Aagghh Gracia enak!” kata Gracia sambil mencabut penis Aten dari vaginanya.


Aten mengangkat tubuh Gracia untuk berdiri, kini tubuhnya berada dalam dekapan Aten yang menuntun dirinya. Aten tekan tubuhnya ke dinding hingga kini tubuh mereka tidak berjarak sedikit pun, dadanya yg besar menekan dada Aten, kenyal sekali. Tangannya menggerayangi tubuh Gracia, pinggulnya bergerak pelan sehingga vagina Gracia tergesek oleh penis kakaknya. ia jamah leher Gracia dengan bibir. Gracia membalas dekapan Aten di tubuhnya, matanya terpejam meresapi setiap rangsangan kakaknya itu. Aten arahkan penisnya ke vagina Gracia. Aten basahi penisnya dengan cairan vagina Gracia yg sudah banjir.


"Nggghhhh pelaaannnn...." Gracia mengerang ketika kepala penis Aten mulai menerobos vaginanya.


mereka kembali berciuman dengan panas. Ia dorong kembali pinggulnya untuk masuk kedalam vagina Gracia. Vaginanya tak sesempit saat awal mereka bersetubuh tadi. Aten mulai mendorong penis itu menembus hangatnya lubang kenikmatan milik gadis idola Jakarta itu. Tak lama penis Aten telah amblas sepenuhnya di telan legitnya vagina Gracia. Gracia pun hanya bisa menahan nafas ketika penis besar Aten mulai kembali memasuki tubuhnya.


"Pelan-pelan... aaaaaahhhh punya Aten enak bangeeeet..." pekik Gracia ketika penis Aten telah amblas memasuki liang sensitifnya. Memberikan rasa yang tak bisa ia gambarkan. Ketika rasa sakit, nikmat, dan penasaran bercampur menjadi satu sekarang.


Gracia memejamkan mata ketika penis Aten mulai bergerak memompa vaginanya. Memberikan hentakan-hentakan yang menghujam seakan sampai ke bibir rahimnya. Aten mengangkat kaki kirinya agar lebih mempermudah dirinya untuk menikmati vagina Gracia. Payudara Gracia terpental-pental naik turun ketika hujaman penis Aten semakin keras menghentak kedalam liang vaginanya. Vaginanya telah semakin basah membanjir akibat cairan cinta.


"Aaaaaaaaaahhhhh nghhhhh aaaah....." Desahannya tertahan oleh ciuman Aten yg liar di bibirnya.


Aten melumat bibir Gracia yang tak hentinya mendesah. Pagutan dan pergumulan lidah langsung terjadi dengan panas ketika mulut Gracia menyambut ciuman Aten. Dirangkulnya tangannya ke leher Aten sambil terus berciuman. Sementara di bagian bawah, penis Aten bergerak lebih cepat dari sebelumnya. Pinggul Aten semakin memburu menghujamkan penisnya ke dalam vagina Gracia. Sesuatu terasa akan meledak dari ujung kemaluan Aten. Begitupun Gracia, semakin dieratkan pelukan tangannya di leher Aten seiring gerakan pinggul pria itu yang semakin cepat. Aten merasakan kedutan di vagina Gracia semakin kencang.


"Arrrrgghhhhh...... eeehhhhh......." Gracia terkejut ketika Aten mencabut penisnya tiba-tiba, ia batal orgasme.


Aten tak menjawabnya dan kemudian menariknya ke arah kasur. ia tundukan tubuh Gracia untuk bertumpu di kasur dan kini Aten siap menghujamnya kembali dari belakang. Kembali ia arahkan penis itu ke lubang vagina Gracia, penis pria masuk lebih mudah meskipun di dalam sana tetap terasa sangat sempit. Vaginanya seperti mencengkram penis Aten erat agar bertahan di dalam sana. Aten memompa vagina Gracia dengan tempo cepat. Menyetubuhi gadis itu dari arah belakang. Aten menanamkan penisnya dalam-dalam di vagina Gracia. Genjotan pinggulnya nampak semakin tak berirama, yg Aten inginkan sekarang adalah menggaruk rasa gatal di penisnya sendiri.


"Aaaaahh... Nghhhhh.... " suara desahan Gracia menggema di dalam kamar.


Rasa panas menjalar di tubuh Aten, keringat mereka terus bercucuran. Suara kecipak terdengar seirama dengan setiap hentakan penis Aten di liang vagina Gracia. Tangan pria itu memegang pantat Gracia yang padat dengan erat, sambil meremasi bongkahan pantat kakaknya yang kenyal dan empuk. Sesekali Aten mencengkram pantatnya yg menggoda itu dengan gemas. Sementara penis Aten terus menghujam membelah lipatan kemaluan Gracia. Menggenjotnya tanpa jeda, seolah tanpa lelah. Erangan dan lenguhan mereka bersahutan. Aten menurunkan badan, menarik kepala Gracia dan menolehkannya kesamping lalu melumat bibirnya tanpa menurunkan tempo genjotan penisnya. ia lumat bibir itu dengan liar, lidah Gracia menjulur mengajak lidah Aten bergumul. Mulut mereka saling mengecup, bertukar liur, dan saling hisap. Suara pinggul Aten yg menghantam pantat Gracia dan desahan-desahan dari mulut Gracia membaur menjadi satu, dalam sebuah ritme yg sempurna.

Sementara tangan kanan Aten mulai menjalar menuju payudara Gracia yang kini menggantung dan terguncang-guncang. Setelah dalam genggaman, kembali ia meremas-remas gundukan daging di dada Gracia yang berguncang seirama gerakan pinggul mereka, akibat sodokan penis Aten yg sama sekali tanpa henti memompa vagina Gracia.


"aaaaaaaahhh Graciaaa mau keluaarrr......" Gracia kembali mendesah panjang ketika ia merasakan badai orgasme akan menimpanya, Aten juga kembali merasakan penisnya akan meledak yg ditahan sekeras mungkin.

“Aaaaaaahhhhhhhh….Ateeeen… aku.. aaahhhh…..!!!” Gracia mengerang dengan hebat, vaginanya menyemburkan banyak cairan keluar dan membasahi lantai.


Penisnya tercabut dari vagina Gracia sebelum orgasmenya sampai. Dengan tubuh lemas, Gracia kini berjongkok di depan penis Aten. Kepala gadis itu maju mundur menghisap penis Aten dengan cepat. Mulutnya mengocok penis itu tanpa henti, lidahnya menggelitik penis Aten yg berada di dalam mulutnya. Tangannya menggenggam pangkal penis pria itu dan juga mengocoknya. Matanya menatap ke atas, ke arah Aten yg sedang mendesah keenakan, wajahnya tampak bangga telah membuat Aten kewalahan dengan oral darinya. Gracia mengocok penis Aten, menjilati buah zakarnya dan sesekali mengemutnya. Ia menjilati permukaan bawah penis Aten. Kemudian Gracia kembali memasukan penis pria itu kedalam mulutnya, kembali dioralnya penis Aten. Sungguh nikmat sekali perlakuannya di penis Aten membuat pria itu merem melek. Kembali pria itu pegang bagian belakang kepalanya, menahan kepala itu dan menggerakan pinggulnya maju mundur. Gracia mengerti, ia berpegangan pada paha Aten dan memejamkan matanya. Pria itu menggoyang pinggulnya maju mundur, penisnya menghujam mulut Gracia. Saat ini Aten seperti sedang menyetubuhi mulutnya, ia genjot mulut Gracia itu dengan cepat. Gracia mencengkram paha Aten ketika genjotannya dipercepat di dalam mulut Gracia, genjotan pria itu semakin dalam hingga akhirnya Aten merasakan kedutan di penisnya. ia tahan penisnya di mulut Gracia dalam-dalam.


"Aaarrrggghhhh......" Penisnya menyemburkan isinya di dalam mulut Gracia.


Sekitar 6 semburan memenuhi mulutnya, Gracia menahan mulutnya agar sperma Aten tidak keluar dari mulutnya. Setelah orgasme Aten berhenti, Gracia menelan seluruh sperma yg disemburkan di mulutnya. Ia membersihkan penis Aten dari sisa sisa orgasme dan mengecap sperma yg sedikit membasahi bibirnya. Ia menatap Aten dengan bangga sambil membuka mulutnya, menunjukan kalau sperma pria itu sudah ditelan seluruhnya. Aten duduk di kasur yg diikuti oleh Gracia.


“Ateen…” Gracia mendekap tubuh Aten dan mereka kembali bergumul di atas kasur.


Meski baru dilanda badai orgasme, namun mereka berdua telah kembali saling melumat. Ia rebahkan kembali tubuhnya di kasur, perlahan Aten kembali naik ke atas tubuh Gracia. Gracia menatap Aten sambil menggigit bibir bawahnya. Tubuh telanjangnya mengkilap penuh dengan keringat yg bercucuran, rambutnya telah begitu basah dengan keringat. Gracia benar-benar seksi sekali saat seperti ini. Meski masih terasa sedikit perih, namun penisnya telah kembali siap tempur. Ia basahi penisnya dengan cairan vagina Gracia. Vaginanya tak serapat tadi, membuat Aten tak perlu lagi mengeluarkan tenaga untuk memasukkan penisnya. Perlahan-lahan kepala penis Aten masuk, erangan Gracia mengiringi masuknya penis pria itu di vaginanya. Menggigit bibirnya menahan desahannya keluar.


"Nnggghhh aaaaaahhh.... Pelaan masihh ngiluuu..." Gracia mengerang ketika penis Aten mulai memompa vaginanya.


Aten memeluk tubuh Gracia, mulai menggenjot vaginanya serta saling melumat bibir pasangan tanpa kenal lelah. Hingga Gracia akhirnya menjadi tak berdaya di pelukkan Aten. Tangan pria itu mulai kembali bergerilya meremasi payudara Gracia dengan kasar, sambil sesekali melumat bibirnya yg manis itu. Aten terus menggenjot, meremas, melumat, membuat suasana kamar makin memanas. Genjotan demi genjotan terus ia lakukan. Remasan Aten yang makin kasar, diiringi dengan desahan Gracia yang makin kencang. Aten pun makin kencang menggenjot tubuh Gracia, ia sedot putingnya kuat-kuat bergantian. Gracia semakin keras mendesah, menggeliat, bahkan menjambak rambut Aten. Ia mainkan tempo keluar masuk penisnya agar mereka sama-sama terpuaskan di ronde kedua ini. Saat bergerak keluar Aten keluarkan dengan pelan, namun saat bergerak masuk ia hujamkan dengan kencang hingga membuat tubuh Gracia bergetar. Aten meningkatkan tempo permainannya hingga kedua pinggul mereka beradu dan mengeluarkan bunyi kecipak yang cukup kencang. Terus memacu pinggulnya semaksimal mungkin menggenjot vagina nikmat Gracia. Aten merasakan otot-otot vaginanya mengencang dan mencengkeram penis Aten yang bolak balik masuk kedalam vagina itu.


"aaaaaahhhhhnnnhhh.... Graciaaa mau keluaaar lagiii......" Gracia meracau, kepalanya menggeleng-geleng dengan kuat.


"Tahan... Aten juga mau sampe arghhh...." ia pompa makin cepat penisnya di vagina Gracia.


Rasa gatal di penisnya semakin berkecamuk, ia hujam vagina Gracia kuat-kuat untuk mencapai orgasme mereka. Tubuhnya berguncang hebat, tangan Gracia mencengkram punggung Aten kuat, kukunya menancap di punggung Aten. Desahannya makin kencang, ia menengadah dan matanya terpejam. Gracia ikut menggoyangkan pinggulnya sendiri untuk memuaskan rasa gatal di vaginanya. Penis Aten pun ikut berkedut, pertahanannya jebol sampai disini saja.


"Nghhh... bareeeng!" Gracia menyilangkan kakinya di pinggang Aten.


"Arrrggghhhhhh ci Greee…!!."


"AAAHHHHH AAAAAAANNNNHHHHH........." Gracia mengerang dengan keras, tubuhnya terangkat membusur akibat orgasmenya.


Penis Aten tak lagi mampu menahan, penisnya menghamburkan muatannya ke dalam vagina Gracia yang seperti tak sanggup lagi menampung banyaknya cairan yang penis Aten semprotkan. Vaginanya menjepit penis Aten kuat-kuat dan juga menyemburkan cairannya. Membuat sperma Aten itu meleleh keluar dari sela vagina Gracia bercampur dengan cairan vaginanya sendiri saat penis Aten menyusut di dalam sana. Semburan sperma Aten memenuhi setiap rongga dalam vagina Gracia. Mata pria itu terpejam meresapi rasa nikmat yang kini tengah menjalar di seluruh tubuh. Ia cabut penisnya dari kemaluan Gracia, sisa-sisa sperma terlihat masih menetes dari ujung penis Aten. Aten menatap tubuh wanita cantik di hadapannya, yang telah tergolek tak berdaya setelah beberapa kali dilanda orgasme. Rambutnya sangat berantakan, nafasnya berat dan matanya begitu sayu. Senyuman tipis merekah di bibirnya, menandakan bahwa ia juga menikmatinya. Pemandangan dari Gracia membuat Aten tersenyum dengan bangga. Ia merebahkan tubuhnya disamping Gracia dan beristirahat setelah penisnya telah mencapai orgasme yg kedua.


“Puas…” kata Aten pada Gracia yg masih bernafas dengan berat.

“aku jugah… hhhh…” Gracia membalas pria itu, matanya masih terpejam dan tak mampu membuka akibat lelah.


Mereka beristirahat sejenak sambil mengatur nafas dan menunggu tenaga mereka kembali. Aten telah begitu kelelahan akibat persetubuhan yg begitu nikmat bersama Gracia.


“Tau gitu keluar di dalem aja semuanya…” kata Gracia pada Aten yg membuatnya begitu terkejut.

“Eeeh sorry ci keluar di dalem… maaf…” Aten meminta maaf pada Gracia karena kecerobohannya yg sangat bodoh ini.

“Gapapa kok, enaak” kata Gracia pada Aten sambil tertawa kecil.

“Astaga hahaha…” balas Aten tak percaya.

“Hahahaha” Gracia tertawa dengan renyah.


mereka saling merangkul di atas kasur yg begitu berantakan, tak peduli dengan basah pada sprei di kasur Aten.


"Cici seksi banget pakai ini.." kata Aten sambil mengusap bahu kakaknya itu.

"Kamunya aja yang sange…" balas Gracia terkekeh.

"Yaampun ci, kalo fans liat ini kan pasti kotor semua otaknya…" kata Aten lagi yang membuat Gracia tertawa.

"Jangankan fans, aku juga!" Kedua kakak beradik itu terkejut karena adik mereka yang terkecil, Ecen, berdiri di depan pintu.

"Ecen!" Gracia terkejut mendapati Ecen yang melihat dirinya dan Aten tak berbusana dan basah oleh keringat akibat bersetubuh.


Gracia menghela nafas, ia bangkit dari kasur meski masih lelah akibat permainan yang ia lakukan dengan Aten barusan. Ia langsung mendekati Ecen sambil merapikan pakaiannya meski tak memakai kembali pakaian dalamnya.


"Iya, ayuk.. cici masih kuat" kata Gracia sambil menarik tangan Ecen menuju kamar adiknya itu.

"Yes! Bye Ten!" Ecen meninggalkan Aten bersama Gracia, Aten hanya mengangguk tak peduli dan berbaring lelah.
 
Terima kasih sudah diapdet huu:beer:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
OS 8 :
Unpossessed - Ara



Suara roda koper berbunyi keras di depan pintu kamarku, beberapa kali suara itu terdengar lalu lalang di depan kamarku yg berada di lantai 3 kost-kostan besar ini. Suara yg cukup berisik itu membuatku keluar dari kamar untuk mencari tahu apa yg sedang terjadi di luar. Aku membuka pintu kamarku dan mendapati seorang gadis tinggi dengan tubuh langsing sedang memegang kopernya sambil kebingungan. Gadis yg mengenakan jeans ketat dan hoodie itu tersenyum dan sedikit mengangguk menyapaku, kubalas sapaannya dan menghampirinya.

"Kenapa?" Tanyaku padanya, mencoba membantunya yg sepertinya sedang bingung.
"Ini A', aku bingung kamar 305 tuh yg mana ya?" Tanyanya padaku.
"Oh… ya ini kamu di depannya, emang nomornya 305 udah copot sama penghuni sebelumnya." Balasku sambil menunjukan letak kamarnya.
"Oh gitu… nuhun A', terima kasih" gadis itu menunduk sedikit lalu membuka pintu kamarnya.

Dia memasuki kamarnya, kutinggalkan gadis itu dan kembali ke kamarku. Kost-kostan ini adalah sebuah tempat kost campur yg besar, 3 lantai dengan hampir 50 kamar. Bentuknya bangunannya persegi panjang dengan bagian tengah terbuka, namun bagian tengah atasnya tertutup karena rooftop bangunan ini menjadi tempat menjemur pakaian bagi penghuni yg tidak ingin menggunakan jasa laundry. Penghuni kost disini rata-rata adalah pekerja kantoran yg tinggal sendiri, hanya sedikit mahasiswa yg kost di tempat ini karena mahal dan cukup mewah. Fasilitas AC, Wifi di tiap lantai dan kamar mandi dalam membuat kost-kostan ini memiliki sewa yg mahal. Aku sudah cukup lama tinggal di kost-kostan ini, menghuni lantai 3 sejak awal masuk. Lantai 3 kini hanya ada 5 orang termasuk gadis yg baru pindah itu, sedangkan 3 lainnya berada di sisi seberang dari tempatku.

"Oh orang Jawa Barat…" pikirku ketika memasuki kamar.

Aku kembali fokus dengan apa yg tadi sedang ku lakukan. Menonton video di youtube di saat libur bekerja seperti ini membuat lelahku hilang setelah bekerja seminggu penuh. Suara gaduh sedikit terdengar dari kamar samping yg baru diisi penghuni itu, sepertinya gadis itu tengah merapikan barang bawaannya.

Tok tok tok

"Misi Aa'" gadis itu mengetuk pintu kamarku saat aku sedang asik menonton stand up comedy.
"Iya…" balasku, aku bangkit dari kasur dan menghampiri pintu membukanya.
"Makasih ya A' udah nolongin aku…" katanya berterima kasih padaku.
"Santai aja" balasku padanya.
"Oh iya A', boleh nanya-nanya sedikit?" Kata gadis itu kembali, aku mengangguk mengiyakan dan kami berbicara di luar kamar.

Gadis itu belum mengganti pakaiannya, namun hoodie yg tadi ia kenakan sudah ia lepas dan kini mengenakan kaos hitam senada dengan celana jeansnya. Rambutnya yg terkuncir ponytail itu sama hitamnya dengan pakaian yg ia kenakan.

"Oh iya A' sebelumnya, aku Ara… udah ngajak ngobrol belum kenalan hahaha" balasnya sambil menjulurkan tangan.
"Oh iya, salam kenal…" balasku menyebutkan nama dan menjabat tangannya, halus sekali tangan kecilnya itu.
"Aku dari Garut A'..." tambahnya, aku mengangguk padanya.
"Eh aku panggil kak aja ya, kalau panggil A' teh jadi bukan Jakarta haha" balasnya lagi, ia tertawa kecil padaku.
"Iya gapapa, mau nanya apa nih?" Tanyaku padanya, ia terlalu basa basi padaku.
"Ini kak, kalau untuk sampah gimana ya?" Tanyanya padaku.
"Oh, kamu buang aja di tempat sampah utama yg deket tangga. Tukang sampah ambil 2 hari sekali, nanti untuk bayarnya udah sekalian sama uang sewa" balasku menjelaskan.
"Trus kak, kalau untuk peraturan sesama penghuni ada gak? Kalau di kostan lamaku kan gak boleh naruh barang di luar gitu-gitu" tanyanya kembali.
"Emmm gak ada sih, paling jangan berisik aja mungkin ya." Balasku lagi.
"Oh gitu, oke oke kak…" ia mengangguk mengerti.
"Ada lagi?" Tanyaku padanya, Ara menggeleng padaku.
"Nuhun kak kasep, makasih banyak ya" balasnya padaku.

Aku meninggalkannya masuk ke kamar, mood ku turun drastis setelah berbicara dengannya.

"Mirip banget…" pikirku dalam hati dengan kesal.
_______________________________________

Gadis itu sudah tinggal beberapa lama disini, ia termasuk sering pulang malam dan pergi sejak pagi. Bahkan ia pulang lebih malam dariku yg seorang pekerja kantoran, membuatku sedikit penasaran apa pekerjaannya atau kegiatannya. Awalnya aku menduga dia adalah seorang mahasiswa, namun sepertinya bukan. Ara juga jarang berada di kamar kostnya sehingga kamar itu sering terlihat tutup, sesekali saja aku mendengar ia ada di kamarnya.

"Oh lagi ada…" pikirku saat mendengar suara drama korea dari kamar sebelah.

Tugas kantorku kubawa pulang karena begitu banyak, mengerjakan sebagian di rumah agar tidak keteteran di kantor. Padahal aku sudah mengambil lembur tadi, tapi tugasku masih begitu banyak. Rasa lapar mengganggu di perutku, aku lupa hari ini baru makan siang saja. Aku berniat memesan makanan melalui ojek online, namun sepertinya makan di luar untuk menghilangkan penat jauh lebih baik.

"Eh kak, mau keluar juga?" Tanya Ara padaku saat aku mengunci kamar.
"Iya nih, mau nyari makan." Balasku padanya, gadis itu tersenyum dan menghampiriku.
"Sama kak, kok bisa ya barengan haha" katanya padaku.
"Mau bareng kak? Itung itung nambah temen juga di Jakarta" katanya lagi tanpa rasa malu sedikitpun, gadis itu terlihat santai santai saja mengatakannya.
"Emmm…. Yaudah deh kalo gitu." Balasku yg tak mungkin menolak keramahannya.
"Yuk." Ajaknya padaku.

Kami berdua berjalan menuruni tangga kost, menuju ke luar area kost kami yg ramai. Daerah tempat kostku memang strategis dan dekat dari perkantoran. Daerahnya yg berada di pusat kota membuatnya begitu ramai dan mudah dijangkau. Banyak sekali penjaja makanan, ruko ruko dan restaurant tak jauh dari kost tempatku tinggal sehingga tidak sulit mencari makan dan bisa dijangkau dengan berjalan kaki saja.

"Nasi goreng? Pecel ayam? Atau kakak ada pilihan lain?" Tanya Ara padaku.
"Bebas deh gw ikut aja…" balasku padanya, Ara mengangguk dan mengajakku untuk makan pecel ayam.

Kami berjalan ke tenda pecel ayam yg menurutku menjual pecel ayam terenak di daerah sini. Aku memesan nasi uduk dan pecel ayam dengan es teh, sedangkan gadis itu memesan pecel lele dengan es jeruk. Ini pertama kalinya buatku makan berdua dengan orang yg baru ku kenal, bersama perempuan yg baru saja pindah menjadi tetanggaku. Ara terlalu santai, ramah dan easy going. Gadis sunda ceria itu mengingatkan dengan seseorang yg pernah spesial di dalam kehidupanku. Cara bicara, tingkah laku dan logat berbicaranya membuatku teringat kembali pada mantan kekasihku yg meninggalkanku dengan pria lain beberapa bulan yg lalu.

"Enak banget kak… sering sering ajak gw kesini ya" kata Ara sambil mengacungkan jempolnya.

Aku tak menjawab gadis itu, ia benar-benar membuatku mengingat mantanku.

"Kak, lu kerja atau kuliah?" Ara bertanya padaku lagi, mencoba membuka topik obrolan denganku.
"Kerja, di xxx." Balasku padanya sambil memakan pecel ayam yg ku pesan.
"Ooooh gitu, gw juga kerja loh kak… kaget gak lu? Hahaha" kata Ara sambil tertawa.
"Gw kerja di Sudirman kak… adalah satu tempat kerja gitu…" tambahnya.
"Ooh gitu…" balasku kembali.
"Gw tebak, umur lu 25 ya kak?" Tanya gadis itu lagi padaku.
"Gak, 24." Jawabku membenarkan.
"Ah, hampir tepat…" ia tertawa kecil.
"Tebak gw berapa?" Ia menyuruhku menebak umurnya.

Gadis itu duduk menghadap ke arahku. Rambutnya tergerai lurus ke bawah, matanya menatap mataku, ia tersenyum sambil menunggu jawabanku. Aku memperhatikan gadis itu, kaos hitam yg membentuk tubuh dan celana legging hitamnya menarik perhatianku. Pandanganku sedikit teralihkan sebelum kembali menatap wajahnya.

"Emmm… 20?" Balasku padanya.
"Salah, 18!" Balasnya senang saat aku salah.
"Masih muda kan gw? Hahaha" ia kembali tertawa.

Setidaknya ia jauh lebih muda dari mantanku itu, namun ia benar-benar membuatku gagal move on. Teringat kembali kenanganku ketika bersama mantanku itu, kenangan indah saat bersamanya waktu itu.

"Kak, gw aja yg bayar ya. Itung itung makasih lu udah bantuin dan nemenin gw" katanya sambil menahan tanganku yg mengeluarkan dompet.
"Serius gapapa? Gw gak enak, udah masing masing aja" balasku padanya, ia menggeleng dan memaksaku.
"Gak, masing masing aja Ra…" balasku lagi, akhirnya Ara mengangguk setuju dan memutuskan untuk membayar minumku saja.

Kami kembali ke kost. Udara malam membuat gadis itu berjalan sambil meregangkan tangannya menikmati angin dingin itu. Ara terlihat menikmati udara malam tanpa merasa kedinginan.

"Kak, makasih ya. Besok-besok ajak gw makan lagi ya… wisata kuliner haha" katanya dari depan pintu kamarnya.
"Oke…" balasku mengiyakan.

Pikirku, paling kami berdua hanya hari ini saja makan bersama. Hanya menyambut tetangga baru saja sekaligus berkenalan. Karena penghuni disini memang saling individu sama sepertiku. Aku melanjutkan pekerjaanku sebelum tertidur.
_______________________________________

"Kak, udah punya pacar belom?" Tanya Ara padaku.
"Belom Ra" balasku padanya, pertanyaannya cukup mengejutkan buatku.

Ketika ku pikir hanya terjadi sekali saja saat kami makan berdua malam itu, ternyata hampir ditiap kesempatan kami selalu makan malam bersama. Sejak malam itu, Ara sering menghampiri kamarku bila ia pulang tidak terlalu larut. Hingga aku selalu menunggu Ara mengetuk kamarku untuk mengajak makan malam. Rasa lapar di perut tak pernah terasa bila Ara belum mengetuk pintu kamarku. Kami jadi terbiasa makan bersama, hingga tempat makan termurah hingga yg cukup mahal di daerah ini telah kami coba. Aku jadi mengetahui bahwa Ara tidak menyukai tahu, Ara pun jadi tau bahwa aku tidak suka mentimun.

"Lu?" Tanya ku balik pada Ara.
"Belom juga haha" balas Ara padaku.

Seperti saat ini, kami berdua sedang makan di sebuah rumah makan mie ayam yg cukup terkenal. Kami berdua bersiap untuk makan saat makanan itu datang, Ara menawarkan sawi di mienya padaku sebelum menuangkan sambal yg cukup banyak. Aku menerima sawi darinya lalu menuangkan lada keatas mie sebelum mengaduknya. Ara tipe yg menyukai pedas, sedangkan aku tipe pengguna lada. Kami selalu berbincang banyak hal setiap makan malam, bercerita tentang kegiatan kami. Ara orang yg bawel dan supel, dengan mudahnya bercerita, berkeluh kesah maupun membagi hari bahagianya padaku. Tak sepertiku yg masih menahan diriku, terjebak masa lalu karena Ara yg selalu mengingatkanku pada kenangan lama.

"Gak jomblo dari lahir kan? Ganteng gini hahaha" goda Ara padaku, aku menggeleng padanya.
"Baru putus 5 sampai 6 bulan lalu kurang lebih" balasku.
"Oooh baru ya… belom move on dong? Hahaha" balasnya lagi padaku lalu menyeruput mie dengan sumpitnya.
"Udah lah" balasku berbohong, bagaimana mungkin move on bila gadis yg berada di sampingku saat ini selalu mengingatkanku padanya.
"Ooh gitu… kalau aku putus karena ke Jakarta. Udah 2 tahun lah" balasnya padaku.
"Putus gitu aja? Gak LDR?" Tanyaku padanya, entah mengapa aku cukup penasaran dengan dirinya.
"Gak, pekerjaan aku gak ngebolehin pacaran haha" balas Ara padaku.
"Ooh gitu? Aneh juga tempat kerjamu hahaha" balasku padanya, Ara ikut tertawa mendengarnya.

Kami melanjutkan makan kami setelah pembahasan yg cukup pribadi itu. Aku tak mau bertanya lebih jauh, aku tak ingin lancang mengetahui tentang kehidupan pribadinya. Sepertinya Ara juga merasakan hal yg sama sepertiku. Aku tak ingin Ara bertanya dan membahas masa lalu yg masih menghantuiku, mantan yg begitu ku sayangi berselingkuh dengan pria lain di depan mataku sendiri. Aku juga tak ingin membuatnya menceritakan masa lalu yg mungkin membuat perasaannya masih mengganjal selama hidup di Jakarta. Biarlah apa yg terjadi di waktu ini, menjadi hidup kami saat ini. Aku merasa nyaman bersamanya.
_______________________________________

Tembok kamar kost disini memang cukup tebal, namun suara-suara masih terdengar dari sebelah bila cukup kencang. Seperti biasanya aku dapat mendengar bila Ara sedang menonton film ataupun mendengarkan lagu dengan keras. Aku juga dapat mendengar bila ia sedang bersih bersih kamar. Bila keras sedikit pasti bisa terdengar dari kamarku. Begitupun sebaliknya, pasti Ara bisa mendengar ketika aku menonton youtube ataupun netflix.

"Eeeenghhhh sayaaaang…. Kangen kontol kamuhhh uughh" suara itu terdengar dari kamar sebelah.

Suara yg kudengar malam ini sedikit berbeda dan membuatku kesulitan tertidur. Aku mendengar Ara yg sepertinya sedang bersama dengan seseorang. Suara desahannya samar-samar terdengar dari kamar sebelah. Aku memastikan sekali lagi apakah benar suara itu datang dari kamarnya. Kecewa namun penasaran membuatku menempelkan telinga ke dinding. Kembali terdengar suara desahan dari kamar sebelah. Desahan yg begitu seksi dan sesekali suaranya memekik. Aku juga dapat mendengar suara seseorang yg mengucapkan kata-kata vulgar padanya. Sepertinya Ara sendirian di kamarnya, mungkin ia sedang melakukan Video Call dengan pria itu.

"Aku genjot memek kamu Ra, ouuuh enak Ra sempit…!" Suara pria itu kembali terdengar.
"Aaaahhhh Dil… enak Dil ouuuuh penuuuuh Memek akuuuh Aaaahhh" desahan Ara kembali menggema.
"Jepit banget uuughh… memek… uhh" pria itu terus memberikan kata-kata vulgar yg membuat Ara sesekali mengerang.
"Aaaaaaahhhhhhh kontol…. Ahhhhhhhh Fadiiilll…. Teruuuus aaahhhhh…." Desahan demi desahan Ara terus memenuhi kepalaku.

Desahannya membuat darahku berdesir, penisku menegang mendengar suara-suara desahan Ara. Ku buka celanaku dan mulai mengocok penisku. Menikmati masturbasiku menggunakan suara Ara yg mendesah di tengah malam. Geram, kecewa, namun juga nafsu memenuhi kepalaku mendengar gadis itu sedang melakukan hal tak senonoh dengan pria lain. Disaat aku berpikir telah menemukan wanita baru yg bisa mengisi hari-hariku.

"Aaaaaaaahhhhhhhhhh uuuhhhhh…." Ara mendesah panjang.

Kocokanku semakin cepat selama mendengarkan suara Ara, membayangkan tetanggaku itu sedang ku setubuhi begitu nikmatnya.

"Uuughhh!" Penisku mengeluarkan isinya dan menyembur di dinding dan lantai.

Ku kocok penisku mengeluarkan isinya sebelum akhirnya mencari tissue. Mengelap hasil dari kemarahanku pada Ara yg telah membohongiku.
_______________________________________

Sejak malam itu, aku mulai menjauhi Ara perlahan. Menolak ajakannya bila mengajak makan malam dengan berbagai alasan. Aku tak tega melihat wajahnya kecewa, akupun sangat ingin untuk dapat kembali makan dengannya. Tetapi sejak malam saat aku mendengarnya melakukan video call sex itu, aku tak mau mengganggu hubungannya dengan pria yg berada di balik telepon. Entah itu pacarnya, mantannya atau siapapun dan apapun statusnya.

Tok tok tok

"Kak… makan yuk?" Ara kembali mengajakku makan.

Setiap kali dia ada di kamar kost, selalu saja ia mengetuk mengajakku makan malam. Meskipun aku selalu menolaknya, namun Ara tak pernah tak mengajakku untuk makan. Aku luluh oleh kemurahan hatinya yg selalu mengetuk meskipun tau aku bakal menolaknya lagi malam ini. Aku yg tak pernah membukakan pintu sejak kejadian itu, akhirnya mengalah dan menemuinya untuk pertama kali.

"Sorry Ra, gw banyak kerjaan." Balasku saat membuka pintu, Ara nampak kecewa sekali mendengar jawaban dariku.
"Kenapa sih kak kok lu gak pernah mau lagi gw ajak makan?" Tanya Ara terus terang padaku, tanpa basa basi sehingga membuatku tercekat.
"Ehhh itu… gak pa2 sih Ra. Cuma sibuk aja…" balasku padanya berbohong.

Ara mundur dan bersandar pada tembok pembatas lantai 3 di depan kamarku. Aku pun ikut keluar dan menutup pintu kamarku. Aku tak bisa melihat ia kecewa seperti itu, namun aku juga kecewa padanya yg sudah membohongiku soal statusnya.

"Lu udah punya pacar ya? Takut pacar lu tau dan marah ya? Hahaha" tanya Ara padaku sambil tertawa.
"Gak gitu Ra." Balasku padanya.
"Bukannya lu yg harusnya mikir begitu?" Pikirku dalam hati.
"Yaudah deh kak kalau gitu, gw makan sendiri aja..." kata Ara sambil berjalan meninggalkanku.
"Seenggaknya gw cuma pengen tau alasannya karena apa kak. Sorry ya kak" balas Ara padaku.

Aku berdiri mematung melihat Ara yg mulai meninggalkan depan kamarku. Aku ingin menahannya, aku ingin sekali pergi makan dengannya. Kepalaku teringat kembali soal malam itu, malam yg membuatku menjauhi Ara. Aku mengepalkan tanganku dengan perasaan yg bingung. Ragu untuk mengetahui apa yg sebenarnya ingin aku lakukan.

"Ara!" Panggilku padanya.

Ara yg sudah berada di depan kamar lain menoleh padaku karena terkejut oleh panggilanku. Aku menghampiri Ara yg masih menatapku.

"Sorry, gw yg gak tau kalo lu punya pacar… gw yg salah selama ini mau diajak makan sama lu" kataku padanya.
"Kalau gw tau lu udah ada yg punya, gw gak akan menerima ajakkan lu untuk makan…" tambahku.
"Pacar? Bukannya gw bilang kalau gw udah gak punya pacar ke lu?" Balas Ara terkejut.
"Fadil… bukannya dia cowok lo?" Tanyaku padanya, Ara semakin terkejut mendengar nama yg kusebutkan.
"Lu tau darimana nama itu? Lu tau gw masih pacaran sama dia?" Ara semakin tak percaya karena aku mengetahui sejauh itu.

Ara terdiam, ia tak menatapku. Aku menghela nafas, meninggalkannya setelah mengeluarkan semua pertanyaan yg ada di kepalaku. Aku tak perlu tau siapa Fadil, apa statusnya, bagaimana hubungan mereka. Aku tak membutuhkan jawaban apapun dari Ara. Aku hanya ingin mengatakannya dan memastikan bahwa kami berdua sudah tak memiliki hubungan apapun dan tak perlu lagi berhubungan. Aku tak ingin merusak hubungannya sama seperti hubunganku yg dulu rusak dengan adanya orang ketiga.

Bruk!

Ara memeluk tubuhku dari belakang. Gadis itu membuatku terkejut karena memelukku di depan kamarku. Aku membalikkan tubuh dan melepaskan pelukannya. Aku menatap Ara yg menunduk dengan bingung. Aku tak mengerti dengan tingkah lakunya itu.

"Kak…" Ara memanggilku tanpa menoleh, membuatku bertanya tanya dengan maksudnya.
"Mphh…!" Aku terkejut saat gadis itu tiba-tiba mencium bibirku.

Tubuh kami kembali tak berjarak, kedua tangannya bertumpu di dadaku saat ia berjinjit untuk menciumku. Aku terkejut, namun bibir tipisnya membuatku menikmati ciuman darinya. Kupejamkan mataku membalas ciumannya, meresapi kenikmatan bibir tipis nan kenyal itu. Tubuhku terdorong bersandar di dinding, ciuman kami tak kunjung lepas dan saling memagut satu sama lain. Tanganku perlahan melingkar dan mendekap gadis itu, pundaknya ku tekan untuk menipiskan kembali jarak kami berdua. Aku dapat merasakan gundukan yg tak terlalu besar namun proporsional untuk ukuran tubuhnya itu menekan dadaku.

"Ra…" aku bertanya-tanya saat ciuman kami terlepas.

Benang saliva menjuntai di antara bibir kami. Mata kami saling menatap begitu lekat seakan akan meminta reaksi dari apa yg habis kami lakukan. Bibir kami seperti meminta untuk kembali bertemu. Matanya kembali terpejam, mataku ikut memejam. Kepala kami bergerak dengan insting mencari kembali bibir untuk dipagut. Kembali dengan panasnya ciuman terjadi antara kedua bibir yg rindu untuk bercumbu itu. Saling memagut, bertukar saliva dan melilit lidah tanpa peduli sekitar. Di depan kamar kostku, kami berdua saling melumat mulut satu sama lain tanpa ampun. Aku begitu menyukai bibir Ara dan kepandaiannya dalam berciuman. Bibir bawahnya yg sedikit tebal berhasil memuaskanku, menjadikannya favoritku.

"Maaf gw bohong sama lu… gw nyaman sama lu kak…" kata Ara sambil menatapku dengan sayu.
"Ra… gw juga nyaman sama lu… lu udah bikin gw lupa dengan mantan gw." Balasku tanpa melepaskan pelukan kami berdua.
"Tapi Ra…" Ara menghentikan kata-kataku dengan bibirnya yg lembut.

Ciuman kembali terjadi, kini tubuh kami berputar dan Ara yg sekarang bersandar di tembok. Pagutan bibir kami kembali memanas, tubuhnya kutekan ke dinding membuat ciuman kami semakin dalam. Ara bersusah payah berjinjit demi untuk memuaskan bibirnya, kuberikan jerih payahnya itu sebuah hadiah dengan memberikan ciuman terbaik yg bisa kuberikan. Tanganku mulai merayap turun, meraba paha dan pantatnya yg tercetak di balik jeans ketatnya. Tanganku yg lain merayap masuk ke dalam hoodie yg ia kenakan, meraba punggungnya dari luar kaos yg ia kenakan. Kembali dengan insting, aku membawa gadis itu masuk kamar kostku. Menutup pintu dengan kakiku agar tak perlu berhenti menikmati tubuhnya. Ciuman itu terus berlanjut, sesekali mengambil nafas sebelum kembali saling melumat. Ara tak menghentikan sama sekali ketika tanganku bergerilya ke depan, menyentuh bongkahan bulat yg kencang itu.

Brak!

Ara mendorongku bersandar pada lemari, semakin panas intensitas ciuman kami setiap detiknya.

"Nghh…" desahannya keluar ketika tanganku meremas cukup kuat.

Kujatuhkan tubuh langsing Ara ke atas kasur. Kembali berciuman dan menindih gadis itu sambil terus meraba tubuhnya. Tanganku mulai melucuti celananya, Ara memberiku lampu hijau dengan mengangkat pantatnya agar aku bisa menanggalkan jeans yg ia kenakan.

"Mpphhh… mpphh…" lidah kami saling membelit di luar mulut.

Saling menjilat dan melilit otot lunak lawan main kami. Pagutan kami sesaat terlepas demi meloloskan hoodie dan kaos dari tubuhnya. Ara juga melepas kaosku membuatku bertelanjang dada. Kutindih tubuh mulus yg hanya ditutupi pakaian dalam itu di atas kasur. Ara tak menghentikanku ketika tanganku menjamah dadanya yg masih tertutup bra. Ciuman kami kembali berlangsung, gadis itu melingkarkan tangannya di pinggangku dan membiarkanku melakukan apapun di tubuhnya.

"kak… aku nyaman sama kakak…" Ara menatap padaku ketika menyampaikan itu semua, membuat darahku berdesir dan jantungku berdegup.
"Aku juga Ra…" balasku, Ara tersenyum lalu memejamkan matanya merelakan dirinya untuk apapun yg ingin aku lakukan.

Bibirku perlahan turun menuju lehernya, memberi kecupan kecupan lembut dan jilatan di sana. Satu tangan Ara naik ke kepalaku dan menekan dari belakang, seakan memintaku untuk mencumbunya lebih lagi. Kuberikan gigitan lembut di lehernya, perlahan turun ke tengkuknya. Lidahku menyapu, bibirku mencium kulit lehernya. Ara menengadahkan kepalanya menikmati perlakuanku. Bibirku kembali turun, bersama dengan tubuhku yg turun perlahan dari atas tubuhnya. Kini kepalaku tepat berada di atas dadanya, mencium bagian dadanya yg terbuka perlahan sambil turun menuju bongkahan payudaranya.

"Nghhh.. kak…" Ara mengerang lembut saat aku memberi sebuah gigitan lembut di bagian atas bongkahan payudaranya.

Tanganku menyusup ke belakang, membuat gadis itu mengangkat badannya agar aku leluasa melepas branya. Tanganku meloloskan penutup payudaranya itu dari kedua tangan Ara. Mataku menjelajahi tubuh seksi Ara, tubuhnya benar-benar indah. Langsing dan seksi, payudaranya membulat indah pada tubuh kurusnya. Leher jenjang dan wajah cantiknya semakin menambah keindahan tubuhnya. Ara tersipu melihat wajah penuh nafsuku tengah mengagumi keindahan tubuhnya. Gadis itu menggigit jarinya menunggu perlakuan selanjutnya dariku.

"Seksi banget, badanmu bagus banget…" pujiku padanya, membuat Ara semakin memerah.
"Toketmu, boleh?" Tanyaku menggodanya, aku tau ia adalah tipe yg senang diberikan ucapan-ucapan seperti itu.
"Nghhh… boleh…" Ara menungguku dengan tak sabar, kepalaku perlahan turun menuju dadanya.
"Boleh aku apain?" Tanyaku di depan bongkahan payudaranya, nafasku mengenai puting kecilnya yg membuat gadis itu geli.
"Uhhh… bebas… remes… emut… nghh bebas kak…" balasnya sambil memejamkan matanya saat nafasku terus terhembus mengenai kulit payudaranya.
"Gigit?" Tanyaku padanya, putingnya telah berada diantara gigiku membuatnya bergerak tak nyaman.
"Kak… cepet…" Ara memegang belakang kepalaku tak sabar.

Kuberikan skill terbaik yg ku punya. Tanganku mengurut payudara kanannya dari bawah ke atas sedangkan payudara dirinya menerima permainan mulutku. Menjilat permukaan kulit payudaranya hingga basah. Lidahku bertemu dengan putingnya dan langsung memainkannya dengan ujung lidahku. Lidahku bergerak keatas dan kebawah menggelitik puting berwarna coklat terangnya. Bibirku menjepit putingnya, menariknya pelan dan mengemut puting imut miliknya kemudian. Hisapanku membuat Ara menjambak rambutku tak tahan.

"Nghhhh kak… enaakk nghhhhh…" Ara menggelinjang ketika aku melakukan hal yg sama pada payudara kanannya.

Tugas mulutku berganti dengan tanganku pada payudara kanannya, sedangkan tangan kiriku mulai bermain dengan payudara kanannya. Remasan dan pijatan lembut kuberikan pada payudaranya, sesekali jariku menyentuh dan memainkan putingnya dengan jari telunjukku. Dua jariku mencubit pelan dan menekan puting kecilnya. Jempolku menekan keatas sedangkan jari telunjukku bergerak naik turun menggelitik ujung putingnya. Ara begitu menikmati permainanku yg tergambar oleh desahannya yg tanpa henti. Ara mengerang dan mengejang, membuatku tau bahwa bagian bawahnya sudah basah tak tahan.

"Hhhh nghhh… gantian!" Ara mendorong tubuhku tertidur di atas kasur.

Gadis itu menarik paksa celanaku, membuatku sedikit mengangkat bokongku agar ia mudah meloloskan penutup tubuhku yg tersisa. Penisku yg sudah tegang mencuat membuat Ara tersenyum dan langsung menggenggamnya. Gadis itu merapikan rambut pendeknya dan mencium ujung kepala penisku lembut.

"Besar…" puji Ara padaku, ia mengemut ujung kepala penisku dan kembali menciumnya.
"Apanya Ra?" Tanyaku padaku sambil tersenyum, Ara mencium kembali kepala penisku dan menatapku dengan mata sayu.
"Kontol kakak… aku suka…" balasnya sambil menekan penisku dengan pipinya.

Ara meraba penisku naik turun dengan bibir kenyalnya. Lidahnya perlahan menjulur dan mulai menyapu penisku dengan otot lunak itu. Rasa geli dan nikmat menyelimuti penisku, membuatnya semakin tegak mengeras. Ara memasukan penisku ke mulutnya setelah meneteskan ludah ke atas kepala penisku. Kepalanya bergerak naik turun mengulum ¼ penisku dengan mulutnya. Sesekali lidahnya menekan dari dalam dan menjilat bagian bawah penisku.

"Ouhh Ra.. enak…" Ara menatap mataku tanpa menghentikan kulumannya.

Gadis itu kembali membuka mulutnya dan menjejalkan penisku lebih dalam. Setengah penisku kini sudah di dalam mulutnya. Menerima perlakuan gadis itu pada penisku sambil memejamkan mata menahan nikmat. Ara mengemut dan mengulum penisku dengan gerakan konstan dan dengan tempo sedang. Dinding mulutnya menjepit penisku, lidahnya nagai memijat dari dalam setiap penisku bersentuhan dengannya. Rasa nikmat yg amat sangat memenuhi penisku. Tanganku memegang rambut Ara agar gadis itu mudah untuk memberikanku kepuasan.

"Ehehe…" Ara menatapku dengan bangga, tangannya tak menghentikan sedikitpun gerakannya pada penisku.

Ara menjilat sisi bawah penisku naik turun, menjilat dari pangkal hingga ke puncaknya naik turun. Biji zakarku tak luput dari permainannya, ia mengemut dan memainkannya dengan mulut. Ara begitu mahir memuaskan penis lawan mainnya, aku begitu menikmati blow job darinya.

"Langsung Ra…" aku mengangkat tubuhku dan menahan kepalanya.

Ara yg mengerti langsung meluruskan tubuhnya kembali yg sejak tadi membungkuk untuk memuaskan penisku. Kuputar tubuh gadis itu berada di bawahku, Ara merebahkan tubuhnya dengan santai dan membiarkanku kembali menciumnya. Tanganku meloloskan celana dalamnya, melemparnya ke samping kasur. Kami kembali berpagutan. Tanganku membelah perlahan kedua kakinya membuat Ara sedikit mengangkang. Jariku bergerak naik turun mengusap permukaan vaginanya membuat Ara kegelian. Jempolku mengusap klitorisnya yg dengan mudah ku temukan setelah menjelajah vaginanya. Usapan cepat dariku membuat gadis itu menggelinjang dan mencium bibirku lebih panas lagi. Jariku menelusup membuka vaginanya, mengorek dan menggosok dinding dalamnya. Vaginanya sudah cukup basah dan lengket, jari telunjukku terus bergerak keluar masuk untuk merangsangnya agar siap dia dengan permainan utama.

"Kak… sekarang nghhh.. masukin…" Ara meminta padaku, aku mengangguk dan memposisikan diriku di atas dirinya.
"Aku masukin ya Ra." Kataku sambil memposisikan penisku di depan vaginanya.
"Ughhh kak, masukin kontol kakak…" Ara terus memintaku memasukannya.
"Aaarghh Ra memek lu… enak…" aku berbisik di telinganya, penisku sudah berada di dalam vagina gadis sunda itu.
"Ooooughhhh kontol kakak… penuuuh…." Ara mengerang dengan wajah nikmat.
"Genjot kak…" pinta Ara padaku yg langsung ku turuti tanpa ragu.

Penisku mulai bergerak di dalam vaginanya. Bergerak maju mundur menggaruk dinding vaginanya. Genjotan dalam tempo sedang membuat Ara semakin mendesah. Goyangan pinggulku membuat bunyi yg memenuhi ruangan, menjadi musik bagi telinga muda mudi yg dimabuk cinta ini.

"Shhhh oooohhh aahhhh ahhh kontoolll enaaakk…" Ara mendesah menerima goyangan pinggulku.

Vagina Ara begitu menjepit penisku dan terasa sangat enak. Aku tak boleh kecolongan sedikitpun agar tidak cepat kalah olehnya. Hujaman demi hujaman kuberikan pada vagina Ara membuatnya terus meracau. Tanganku tak tinggal diam dan meremas payudaranya yg sejak tadi berguncang. Genjotan terus kulakukan demi memuaskan diriku dan Ara sekaligus.

"Aaaahhhh ahhhhhhh aaaaahhhh teruuuss…."
"Nghhhhh kontol kakak…. Aahhhhh"
"Memek lu enak banget Ra…. Aaahhh jepit kontol gw…."
"Uuuuughhhh cepetin kak…. Sodok gw pake kontol lu oooohhhh…."
"Penuuhhhh kak…. Aaaahhhhhh ahhhh ahhh ahhhh"

Suara berisik kami tak sedikitpun kami tahan. Kedua penghuni kamar yg saling bersebelahan itu kini sedang membagi cinta. Mendekatkan diri sebagai tetangga kost.

"Aaaaaaahhhhhhh ganti kak….!!" Ara mendorong tubuhku, kini posisi kami bergantian.

Ara bergerak dengan begitu seksi di atas tubuhku. Gerakannya begitu lincah bagaikan sedang menari di atas selangkanganku. Pinggulnya seakan mengulek penisku, menggenjot memuaskan vaginanya. Ara begitu ahli dengan berbagai varian gaya, membuatku tak percaya bahwa ia masih 18 tahun. Tubuhnya yg memiliki bentuk indah membuatku betah menontonnya dari bawah. Payudaranya berguncang mengikuti gerakannya. Kepalanya terus menengadah menikmati permainannya sendiri. Kedua tangannya menumpu tubuhnya di pahaku selama pinggulnya bergerak maju mundur.

"Uuughhhhh ahhhhhhh mentoookkk!!" Ara mendesah keenakan saat ia menggerakan tubuhnya naik turun di atas pahaku.

Pantatnya yg sekal berbenturan dengan pahaku menghasilkan suara yg begitu sensual. Ara bergerak naik turun, maju mundur, sesekali bergerak memutar demi mendapatkan kenikmatan sebanyak banyaknya. Ara begitu mahir membuatku tak tahan lagi, aku merasa penisku berkedut. Ara pun sepertinya merasakan hal yg sama karena vaginanya semakin menjepit dan menghisap penisku lebih dalam.

"Uuuuuuhhhhhhhh Aaaaaaaaaaaahhhhhhhh kaaaaak!!!" Ara mendesah panjang tanpa menghentikan goyangannya.

Ara terus menggoyang pinggulnya sampai akhirnya ia mengejang dan melepaskan penisku. Ara ambruk ke atas tubuhku dengan nafas tersengal dan keringat yg membasahi sekujur tubuhnya. Ku putar tubuh Ara terlentang di kasur.

"Ra gw mau keluar!" Kataku padanya.
"Pejuin aku kak!" Balasnya padaku.

Ara langsung membuka mulutnya. Tangannya menggapai penisku yg kusodorkan di depan wajahnya. Gadis itu mengocok penisku dengan cepat, tangannya sedikit meremas penisku di dalam kocokannya. Penisku sedikit ngilu namun begitu nikmat seakan Ara sedang memerahnya. Ara menjulurkan lidahnya menyentuh kepala penisku, tangannya tak mengendurkan kocokannya sedikitpun.

"Uuughhh!!" Aku tersentak, penisku menyemburkan sperma.

Dengan begitu puas aku melepaskan seluruh spermaku, menembakan isi kantung kemihku pada Ara. Spermaku menyemprot mengenai dahi, hidung dan bibir Ara. Tetapi sebagian besar spermaku berakhir di dalam mulutnya, gadis itu dengan puas mengocok penisku untuk menguras isinya menumpahkan seluruhnya di mulut Ara. Ara memuntahkan spermaku ke telapak tangannya dan memainkannya di tangannya. Ara mengambil tissue dan mengelap tangannya dari spermaku, kemudian gadis itu kembali ke penisku dan mengulumnya. Ia membersihkan penisku dari sperma, menyedot lubang kencingku sampai spermaku benar-benar bersih. Kami begitu lelah dengam tubuh basah kuyup oleh keringat. Ku peluk tubuhnya dalam dekapanku dan menidurkannya di sampingku.

"Ra… gw sayang sama lo" kataku sambil berbisik padanya.
"Aku juga sayang kakak…" balasnya padaku, ia kembali mencium bibirku.
"Tapi kamu punya Fadil…" balasku saat ciuman kami terlepas, namun aku kembali menciumnya sebelum ia menjawab.
"Tapi Fadil gak punya aku… aku punya kakak…" balasnya padaku, kami berdua saling berpandangan penuh arti sebelum bibir kami kembali mengecup dengan lembut.

Malam itu Ara tidur di kamarku, lebih tepatnya Ara tertidur lelah setelah kami melakukan satu ronde lagi sesudah makan malam. Sejak hari itu hubungan kami bak sepasang kekasih yg dimabuk cinta. Meski tanpa status jelas namun aku dan Ara saling menyayangi satu sama lain.
_______________________________________

"Ooohhh ahhhhh ahhhh ahhh" tetangga sebelah kostku kini tengah mendesah dengan lepas saat tubuhnya kusetubuhi dari belakang.

Tubuh gadis itu tengah menungging bertumpu pada siku dan lututnya, menerima hujamanku dari belakang. Seharusnya Ara sudah bersiap siap untuk pergi sekarang karena keretanya akan berangkat satu jam lagi. Ara sudah merapikan seluruh bawaannya di tas dan menyiapkan baju untuk ia pakai pergi. Tetapi kami sama sama tau kalau kami tidak mungkin berpisah tanpa saling membagi cinta. Dua insan tanpa busana tengah asik bercinta di siang hari sebelum keberangkatan si gadis pulang ke daerah asalnya. Gadis itu membiarkan pria yg hanya seorang tetangga itu untuk memuaskan liang kewanitaannya sebelum si gadis bertemu orang tuanya di kampung halaman. Kugoyangkan pinggulku dengan begitu puas sebelum mengantarkan gadis ini menuju stasiun.

"Aaarghh!!" Aku mendesah dan tubuhku tersentak.
"Aaaaaaaaaaaahhhhhhhhhh…….!!!" Ara juga mendesah panjang akibat hangatnya semburan spermaku.

Tubuh gadis itu melemah dan ambruk di kasur sedangkan penisku terus menyemburkan isinya tanpa henti hingga lemas dan terlepas dari vaginanya. Ara dengan sisa tenaganya berbalik ke arahku dan mencabut kondom yg ku kenakan, mengikatnya dan membuangnya ke tempat sampah di sisi kamarnya. Ia melakukan apa yg selalu ia lakukan tanpa ku minta, membersihkan penisku dari sisa ejakulasi. Setelah penisku bersih, Ara menuju kamar mandi dan bersiap siap berangkat. Ku pakai kembali pakaianku dan menunggu gadis itu sampai siap berangkat.

"Ra… lama?" Tanyaku padanya, masih tak rela Ara pulang ke kampungnya.
"Aku liburan doang kak…" balasnya padaku.

Kami telah berada di stasiun dan sebentar lagi Ara akan pergi meninggalkanku.

"Kapan putus sama Fadil?" Tanyaku padanya, Ara memalingkan wajahnya dariku dan melihat ke layar kedatangan kereta.
"Ra… jawab… aku gak mau hubungan gini terus…" aku meminta jawaban darinya, namun gadis itu tak menoleh padaku.
"Kak… aku kasih jawaban setelah aku pulang…" balasnya padaku, aku menunduk mendengar jawaban yg mengecewakan itu.
"Kamu pulang ketemu Fadil?" Tanyaku padanya memastikan.
"Iya kak, pasti…" balasnya padaku, aku semakin kecewa mendengarnya.

Ara melangkahkan kakinya masuk ke antrian peron, meninggalkanku yg hanya bisa sampai ke area pengantaran. Gadis itu menggendong tasnya dan menyerahkan tiket untuk diperiksa oleh petugas stasiun. Ia sesekali menoleh ke arahku dengan wajah yg terlihat sedih, sama sepertiku yg juga menatapnya sedih karena tak rela bila ia bertemu dengan kekasihnya. Gadis itu telah menghilang dari pandanganku, sehingga yg bisa kulakukan saat ini hanya pulang dan menunggunya kembali.

"Aku yg sangat benci dengan perselingkuhan, sekarang menjadi seorang selingkuhan." Kataku dengan miris sambil meninggalkan stasiun.

-end-
 
OS 9 :
Sweet Caramelized - Freya


trAkhirnya hari yang kutunggu-tunggu telah tiba, hari dimana aku akan melakukan kencan pertama dengan kekasihku. Kami telah berpacaran 2 bulan namun tak pernah sampai jalan atau pergi berkencan karena keluarganya yang sangat ketat dan protektif. Beberapa kali kekasihku memaksa dan ingin mencuri-curi kesempatan untuk berkencan diluar, namun aku yang melarangnya karena aku tidak ingin kami berdua terkena masalah dari orang tuanya dan malah membuat hubungan kami yang adem ayem menjadi berantakan. Tetapi akhirnya kesempatan besar ini terwujud saat kedua orang tua dan seluruh keluarganya pergi pulang ke kampung halamannya. Dia harus mengikuti kegiatan idol groupnya yang membuat dirinya tak bisa pulang kampung bersama keluarganya, sehingga aku diberikan tanggung jawab untuk menemani dan menjaganya di Jakarta. Keluarganya memang sudah mengenalku karena aku memberanikan diri untuk bertemu dan main ke rumahnya untuk berkenalan dengan keluarganya.

“Ayo sayang” ujarnya dengan senyum manis yang lebar khas miliknya.
“Ayo!” balasku, aku memberikan helm padanya dan ia langsung menggunakannya.

Gadis manis kekasihku ini langsung naik ke motor, kemudian melingkarkan kedua tangannya di pinggangku dengan erat. Aku menoleh sesaat padanya melalui kaca spion dan ia kembali memberi senyum manis bagai karamelnya ke arahku.

“Gak usah ngebut-ngebut yaa, masih lama kok mulai filmnya” ujarnya padaku sambil menepuk perutku.
“Siap Freya sayang!” balasku dengan semangat, ia mencubit kecil perutku dan tertawa karenanya.

Selama perjalanan kami bercanda-canda dan mengomentari apapun yang kami lihat, tawa renyahnya mengiringi perjalanan kami berdua. Aku dan Freya tak butuh waktu lama untuk mencapai tempat tujuan kami, aku memarkirkan motorku dan setelahnya kami turun dari motor. Freya memberikan helm padaku dan sedikit merapikan pakaiannya.

“Kenapa yang?” tanya Freya padaku penasaran.

Aku tak menjawabnya namun tanganku merapikan rambutnya yang sedikit naik karena memakai helm, dengan jariku aku menyapu rambutnya yang agak berantakan. Terkadang hal seperti ini membuatku ingin memiliki mobil, namun aku sadar dengan keadaanku sebagai seorang mahasiswa semester awal. Ia tersenyum dengan gemas padaku, ingin rasanya mencubit pipinya yang menggemaskan dan terlihat kenyal. Freya menggamit lenganku dengan manja dan mengajakku segera beranjak dari parkiran.

“Makan dulu?” tanyaku pada Freya, ia hanya cengar cengir saja padaku.
“Gaaa maauuu!” balasnya padaku dengan wajah meledek.
“Ada yang mau dibeli?” tanyaku kembali padaku.
“Gaaaak!!!” balasnya lagi masih dengan wajah yang sama.
“Lah… trus maunya apa?” tanyaku bingung.
“Kepoooo!!” katanya sambil meledekku.

Freya melepaskan lenganku lalu berlompat kecil ke depanku, ia kembali mengeluarkan senyum lebar gemasnya ke arahku. Tingkah yang membingungkan itu begitu lucu dan membuatku salah tingkah dengannya.

“Aku mauuuu….” jari telunjuk kanannya mengetuk-ngetuk dagunya sendiri, matanya melirik ke atas seakan sedang berfikir.
“Aku mau sama kamu, ngapain aja sama kamu!” lidahnya menjulur meledek dan langsung berlari menggamit lenganku kembali.
“Yee aku kira kamu ngambek sama aku” ujarku bersyukur, ku pikir baru mulai kami akan berkencan namun sudah mencium bau kegagalan.
“Yaudah mau makan dulu atau mau beli sesuatu dulu atau mau ngapain dulu?” tanyaku kembali memastikan padanya.
“Iiih udah aku bilang aku mau sama kamu, berarti kita harus lakuin semuanya, sekarang!!” katanya lagi.

Freya menarik tanganku dan mengajakku berlari kecil, tangan kecilnya dan tingkah lakunya membuat hari yang baru berjalan sebentar ini begitu membahagiakan. Buatku, sudah sampai sejauh ini saja sudah sangat cukup dan tak perlu lagi melanjutkan hari yang menyenangkan ini.

“Makan itu yuuuk!” ajaknya sambil menunjuk sebuah kedai ramen, aku mengangguk setuju.

Freya memesan satu ramen miso ayam dengan tambahan telur rebus tanpa daun bawang. Ia langsung memesankan ramen shio sapi dengan tambahan naruto, ia juga memesankan ocha dingin 2 gelas untuk kami berdua.

“Hapal ya…” ujarku padanya saat ia selesai memesan.
“Iya lah, kamu kan setiap makan ramen merek ini pasti mesennya kyak gitu” ujarnya padaku.
“Iya lah, kamu kan kalau jalan sama keluarga pasti makan ramen merk ini” balasku padanya.
“Hahaha padahal baru pertama ngedate, tapi kok udah sok tau mesen apa…” ujarku kembali meledeknya.
“Emang kita ngedate? Pede!” balasnya padaku tak mau kalah.
“Oooh gitu… aku mau sama kamu, ngapain aja sama kamu!” aku mengulang kata-katanya tadi dan dia langsung tertawa terbahak bahak.

Freya melemparkan gulungan tisu ke arahku dengan wajah kesal yang gemas, ia menunjuk-nunjuk diriku dengan sumpitnya dan memberikan wajah ngambek yang dibuat-buat dengan gemas. Aku meledek gadis itu dan kembali tertawa.

“2shoot yuk!” ujar Freya padaku sambil mengeluarkan hpnya.
“2shoot? Ooh 2shoot…” balasku sambil meledeknya.
“Iiih selfie maksudkuuuu!! Hahaha kamu mah!” ia gemas dan kembali mencubit tanganku.
“Aduh susah kalo punya pacar idol, istilahnya beda” Freya terkekeh gemas mendengar kata-kataku.

Saat ramen kami datang, kami segera memakan ramen tersebut saat masih hangat. Rasa kaldu gurih yang terasa nikmat di lidahku, mie yang kenyal dan nikmat, dan daging sapi yang enak mengisi tenggorokan dan perutku. Freya pun menyeruput mie dengan lahap, perlahan sambil sesekali meniup-niup mie yang dijepit dengan sumpitnya itu. Wajahnya yang manis dan kecantikannya yang luar biasa semakin terpancar saat ia perlahan-lahan melahap makanannya. Pipinya yang bergerak-gerak saat mengunyah mie di mulutnya malah membuatnya semakin gemas. Air-air mulai keluar dari dahinya, keringatnya mulai mengucur karena bubuk cabai yang cukup banyak ia tuangkan ke dalam ramennya. Berbeda denganku yang tak terlalu suka rasa pedas, Freya suka dengan rasa pedas yang lumayan membuat panas. Nampak ia kesulitan untuk makan sambil mengelap keringatnya, tetapi mukanya terlihat begitu bahagia karena memakan makanan kesukaannya.

“Hmmm enaaak” ujarnya bergumam kecil, menggemaskan memang.

Aku mengambil beberapa helai tissue dan melipatnya, lalu mengelapkan tissue tersebut ke dahi Freya, aku juga mengelap samping wajah Freya dan juga sekitar pipinya. Freya sepertinya terkejut dan memandangiku, wajahnya bersemu merah karena panas akibat memakan ramen pedas. Jari-jariku menyelipkan rambutnya ke telinga untuk memudahkan dirinya makan, ketika makannya mudah, aku jadi dapat melihat wajah manisnya yang tengah bahagia menikmati makanan. Freya tersenyum ke arahku dan kami melanjutkan makan yang sempat tertunda.
Kami telah menghabiskan makan kami, setelah beristirahat sebentar kami melanjutkan untuk ke tujuan selanjutnya. Entah kemana Freya akan membawaku selanjutnya, kami masih memiliki waktu 1 jam sebelum film yang kami tonton di mulai. Freya kembali merangkul lenganku, lebih erat dari sebelumnya. Sedikit bergelayut di lenganku dengan manjanya, terkadang ia memainkan ujung lengan kemejaku dengan jarinya. Langkah Freya membawaku menuju sebuah toko pernak pernik jepang. Toko yang tak terlalu besar namun sangat bercorak anime itu nampaknya memang menarik untuk gadis seperti Freya. Freya memang menyukai anime dan manga jepang, ia juga menyukai culture, idol dan juga drama jepang. Freya melihat-lihat toko tersebut, ia nampak terkesima saat melihat sebuah gantungan kunci bertemakan salah satu anime olahraga.

“Mau?” tanyaku pada Freya.
“Hmm.. hmm..” dia menggeleng pelan lalu berpindah ke bagian lain.
“Mau ini?” tanyaku kembali pada Freya.

Gadis yang tengah memperhatikan sebuah jersey itu kembali menggeleng menolak, entah mengapa ia yg sejak tadi terkesima dengan benda-benda disana justru menolak ketika aku menawarinya. Sepertinya ia hanya ingin menghabiskan waktu di tempat ini sebelum film dimulai. Aku berpencar dengan Freya dan ikut melihat-melihat isi toko ini, banyak hal-hal yang aku tak paham di dalam toko ini. Ada beberapa benda yang merknya saja tak bisa aku baca dan aku mengerti, seperti sebuah tongkat yang tak ada penjelasan bahasa inggris ataupun bahasa indonesianya sama sekali. Tapi ada beberapa hal yang membuatku terkesima, seperti contohnya beberapa pedang katana yang berjajar di bagian atas. Ada juga beberapa outer yang nampaknya dari anime-anime remaja yang keren, namun aku tak mau terlihat hanya asal beli kalau seandainya aku membeli dan memakai outer tersebut. Ada juga lightstick yang seperti digunakan penggemar-penggemar Freya di toko ini. Freya menghampiriku yang tengah memperhatikan lightstick 24 warna itu.

“Tertarik? Mau jadi wota?” tanya Freya terkekeh padaku.
“Eh gak, aku cuma liat aja… ini kan yg dipake wota kalo nonton kamu” balasku padanya.
“Sstt… ini kan toko wibu jepang-jepangan, yang tau aku pasti gak sedikit…!” ujarnya sambil menyuruhku untuk diam dengan meletakkan jari telunjuk di bibirnya.

Aku mengangguk mengerti, kali ini Freya nampak lebih berhati-hati dan sembunyi-sembunyi dari sebelumnya. Tak lama kami berada di toko ini karena film juga sudah akan mulai sebentar lagi. Aku dan Freya memutuskan untuk meninggalkan toko tersebut ketika sudah puas melihat-lihat. Kami melanjutkan langkah kami menuju bioskop yang ada di lantai paling atas pusat perbelanjaan ini. Freya menarik-narik tanganku kembali, pergelangan tanganku ia tarik untuk segera menuju area bioskop.

“Beli popcorn dulu yuk” ujarku padanya, dibalas anggukan cepat darinya.

Kembali ia menarik tanganku hingga di depan meja kasir. Dengan ramah kasir itu menyapa kami dan menanyakan apakah ada yang bisa ia bantu kepada kami. Aku dan Freya memesan popcorn asin dan manis agar rasa popcornnya tak membosankan, paket yg kami pesan berisikan 1 popcorn, 1 kentang, dan 2 minuman bersoda berukuran sedang. Kami menunggu pesanan sambil memperhatikan trailer film yang diputar di layar besar bioskop.

“Nonton itu ya!” tunjuk Freya pada layar saat kami sedang menonton sebuah trailer film.
“Emang kamu berani?” tanyaku padanya yang mengajakku menonton film horror.
“Kan sama kamu, emangnya kamu gak berani?” tanyanya kembali padaku.
“Berani kok, tapi serius gak? Nanti udah masuk malah ngajak keluar…” balasku meledeknya, ia menekuk wajahnya cemberut dengan menggemaskan.
“Yaudah gak usah…” balasnya padaku.
“Dih ngambek, ngambek ngambek nih…” balasku menggodanya.

Aku memperhatikan wajah ngambeknya, menatap wajahnya dan mendekat perlahan untuk memperhatikan wajah itu. Wajah ngambeknya perlahan-lahan berubah, nampak ia menahan tawa namun masih memaksakan diri untuk ngambek padaku. Aku juga menahan tawaku karena melihat wajahnya itu, namun aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak tertawa agar ia kalah dariku.

“Hahahaha! Ih kamu maaaah curang ngeliatin gitu!!” Freya mendorong wajahku dan kami tertawa bersama.
“Tuh tuh udah tuh mbaknya udah manggil kita” ujarku pada Freya.

Kami berdua bergegas menuju konter paling pojok dimana pesanan kami diletakkan. Aku dan Freya mengambil beberapa tissue dan mengambil 2 buah sedotan untuk kami.

“Aku bawa ini…” ujar Freya langsung mengambil popcorn dan kentang goreng.
“Iya-iya” balasku padanya sambil mengambil soda kami.
“Hahaha dingin-dingin… wuu mang enak!” ledeknya padaku.

Aku hanya tertawa kecil sambil berjalan disampingnya, Freya terus-terusan menatapku sambil tertawa kecil padaku. Kami duduk di depan pintu studio bioskop nomor 2, menunggu sampai karyawan bioskop mempersilahkan kami masuk. Tak lama kami duduk, akhirnya kami bisa masuk ke dalam studio saat pintu studio dibuka oleh karyawan. Aku dan Freya segera mencari kursi kami, kursi nomor 7 dan 8 di deret F. Deret kami berada di posisi paling tengah studio bioskop, posisi paling bagus di dalam bioskop untuk menonton.
Film yang kami tonton kali ini adalah sebuah film anime, Freya yang memilihnya. Kebetulan, film ini masuk di bioskop Indonesia saat kami punya waktu untuk jalan. Freya memang sudah sangat menunggu hari ini tiba karena ia mendapatkan semua keinginannya hari ini.

“Hehe kamu jadi nonton anime. Gapapa kan?” tanya Freya padaku.
“Kan aku bilang gapapa, abis gak ada film yg menarik lagi kan?” balasku padanya.
“Hehe iya…” balasnya padaku.

Tanganku kuletakkan di atas lengan kursi, Freya melakukan hal yang sama. Aku membuka popcorn dan mulai memakannya sedikit. Freya juga meminum soda miliknya sambil menunggu film benar-benar mulai. Freya memegang tanganku, telapak tangannya masuk ke dalam tanganku.

“Dingin haha!” Freya tertawa saat tangan kami saling bergenggaman.
“Ya kamu kan nyuruh pegang es…” balasku padanya saat ia tertawa.
“Hahaha dingin bangeeet!” ujarnya sambil menggenggam tanganku lebih kuat.
“Aku pegang ya biar tanganmu gak dingin lagi hehe” tambahnya sambil tersenyum lebar hingga giginya yg rapi terlihat.

Tingkahnya sangat menggemaskan, entah kebahagiaan sejauh apa yang bisa memenuhi hatiku melebihi hal ini. Film pun berjalan, kami saling menggenggam tangan sepanjang kami menonton. Aku tak begitu mengerti filmnya, namun animasinya yang bagus dan jalan ceritanya yang cukup menarik membuatku betah menonton filmnya. Freya nampak begitu fokus menonton, meski aku tau sesekali ia menoleh ke arahku, sepertinya memastikan apakah aku masih menonton atau bosan karena film yang ia tonton. Jari-jari Freya sesekali memainkan jari-jariku, meski matanya tetap fokus menonton ke arah layar.

“Hahaha!” tawanya terdengar, adegan yang sama membuatku juga tertawa dibuatnya.
“Iiih…” suara gemesnya juga terdengar saat ia sebal dengan kelakuan antagonis yang memang membuat kesal.

Freya begitu fokus menonton dan aku lebih menyenangi menonton kekasihku itu. Semua tingkah lakunya ketika menonton membuatku jatuh cinta padanya, hatiku berbunga-bunga, perutku dipenuhi kupu-kupu yang bergerak tak tentu arah, gemas dan cantik wajahnya memukau diriku. Aku kembali teringat saat pertama kali bertemu dengannya, di suatu acara dimana ia datang dengan keluarganya. Aku diperkenalkan oleh adikku yang merupakan kenalan Freya. Dari sana lah kami mulai dekat sampai akhirnya berpacaran. Aku merasa begitu bangga karena ia bahkan sampai melanggar aturan groupnya untuk berpacaran denganku, begitu pun aku begitu mencintainya karena ia sangat mempercayaiku sehingga melakukan hal itu.

“Hee.. kenapa?” tanya Freya padaku dengan wajah bingung.

Aku tersadar dari lamunanku dan sedikit terkejut karena wajah Freya tengah menghadap wajahku. Aku terkekeh salah tingkah karena tertangkap basah tengah memperhatikan dirinya, bahkan dengan jelas menatap dirinya sampai terbengong.

“Kamu bosen ya? Kalau mau keluar gapapa kok” ujarnya padaku.
“Gak kok gak…” ujarku salah tingkah.
“Trus kenapa?” tanyanya padaku lagi.
“Oooh ketauan nih lagi ngeliatin aku yang cantik bangeet” balasnya penuh percaya diri.
“Hahaha pede banget sih si cantik ini” balasku sambil mengacak-acak rambutnya pelan.
“Hehehe” balasnya sambil terkekeh.

Kami kembali fokus menonton film, sambil terus berpegang tangan. Tanpa sadar beberapa jam sudah terlewati saat kami menonton. Film yang cukup menarik dan bagus, Freya nampak berbinar dan sangat senang. Ia bercerita padaku soal film yang ia tonton meski aku tak begitu paham. Ia mengulang-ulang berapa scene dan ia membahas film itu denganku. Mendengarkan dirinya memang begitu menyenangkan, mendengarkan ceritanya juga membuatku merasakan kebahagiaan yang ia rasakan. Freya tersenyum begitu senang sepanjang jalan, sambil kami berjalan menuju sebuah tenant camilan. Freya membeli 4 pretzel coklat dan 2 pretzel keju untuk kami makan berdua.

“Aaa!” ujarnya memaksaku memakan pretzel coklat di tangannya.

Aku menggigit pretzel darinya dan memakan sedikit pretzel itu, Freya lalu memakan pretzel yang sama sampai habis. Ia begitu menyukai pretzel coklat itu, lebih menyukainya dibanding pretzel rasa keju.

“pulang? “ ujarku padanya, Freya mengangguk padaku pelan.

Kami berjalan menuju parkiran motor yang berada di basement, jalan perlahan agar kami dapat menikmati sisa waktu yang kami miliki. Memperpanjang waktu kami berdua, agar dapat lebih lama berdua. Freya tak terlalu banyak berbicara dan hanya diam saja sepanjang kami jalan menuju ke parkiran.

“Pulang ya…” pikirku dalam hati.

Aku masih ingin bersama Freya lebih lama lagi, namun aku tau bahwa kami harus pulang. Aku harus memulangkan Freya sebelum malam untuk menjaga kepercayaan orang tuanya. Aku ingin hubungan kami tetap direstui dan berjalan dengan lancar, kemanapun ujung hubungan kami akan bermuara.

“Freya.” ujarku padanya yang masih jalan perlahan sambil memakan pretzel yang tersisa.
“Kenapa?” tanyanya padaku.
“Pulang ya…” ujarku padanya, seakan memberitahu bahwa aku tak ingin pulang secara tersirat.
“Iya…” balasnya perlahan padaku.

Kami sampai di parkiran, aku kembali memberikan helm pada Freya dan ia langsung menggunakannya. Aku membantunya merapikan rambut-rambutnya yang keluar dari helm agar membuatnya nyaman saat berkendara, aku menggunakan helmku setelahnya dan menyalakan motorku. Freya naik ke atas motorku saat aku telah siap, ia kembali melingkarkan tangannya di pinggangku untuk berpegangan. Kuputar gas motorku, motorku mulai melaju perlahan menuju loket parkir.

“Ini ini..” ujar Freya sambil memberikan karcis parkir padaku.
“Oke, makasih” balasku sambil menyerahkan karcis parkir pada petugas parkir.

Setelah membayar menggunakan kartu uang elektronik, palang terbuka dan motorku melaju meninggalkan parkiran ini. Kami berdua melaju di jalanan kota Jakarta, angin malam berhembus menerpa wajah kami. Freya mempererat lengannya di pinggangku, akupun sesekali menggenggam tangannya bila jalanan kosong dan aku dapat melepas tanganku dari stang. Freya menyandarkan dagunya di pundakku, aku dapat melihatnya dari kaca spion motorku. Freya tersenyum padaku dan kubalas dengan senyuman manisnya itu, sesekali bertatapan dengannya dan membuat kami berdua salah tingkah.

Sampai di depan rumahnya, aku menghentikan motorku dan menurunkan standar motorku. Freya turun dari motor dan memberikan helm padaku. Ia berjalan menuju pagar rumahnya, aku terus memperhatikan dirinya sampai ia berdiri di depan pagar.

“Emmm udah ya..” kata Freya padaku dengan senyum tipis.
“Iya ya…” balasku padanya.
“Aku juga masih mau sama kamu lebih lama.. Tapi udah malem” tambahku kembali, Freya mengangguk.
“Hati-hati pulangnya ya” katanya padaku, ia melambaikan tangannya ke arahku.
“Iya, aku pulang dulu ya…” ujarku sambil menyalakan motorku.

Freya mendekatiku, kini tepat berada disampingku. Kami kembali saling memandang, Freya terus menatap mataku tanpa melepaskan sedikitpun tatapannya. Aku kembali melepas helmku karenanya, masih dengan motor menyala namun wajah kami sudah tak lagi terhalang oleh helm. Freya tersenyum dengan lebar, ia yang berdiri tepat di sampingku kini mendekat padaku. Aku begitu terkejut akibat Freya, pipiku merasakan sesuatu yang lembut. Rasa sedikit basah dan kenyal terasa di pipiku, bibirnya mengecup pipiku pelan. Wajahku pasti bersemu merah, jantungku berdebar tak karuan, bahkan aku tak tau apa yang harus aku lakukan saat ini atau apa yang bisa aku lakukan saat ini. Terkejut, bingung, dan rasa senang berkecamuk di dalam diriku. Freya juga bersemu merah, ia menunduk dan membalik badannya menghadap pagar rumahnya.

“Frey…” kata itu keluar dari mulutku yang tengah kebingungan.

Aku mematikan motorku dan turun. Aku menghampiri Freya yang tengah membelakangiku, menyentuh pundaknya dan membalik tubuhnya menghadap ke arahku. Ia masih menunduk, namun aku sedikit memaksa wajahnya untuk menatap mataku. Kini kami telah kembali saling menatap, tubuhnya yang lebih pendek terlihat salah tingkah. Tanganku perlahan naik menuju wajahnya, menyentuh dagunya perlahan lalu menuju pipinya. Freya tak melarang maupun mencoba melepaskan tanganku, tanganku perlahan menuju ke arah belakang memegang kepalanya. Wajah ku perlahan mendekat, tanganku mendorong kepala Freya mendekati wajahku. Memejamkan mata, itu yang Freya lakukan saat wajah kami semakin dekat. Aku pun turut memejamkan mataku saat jarak bibir kami tak sampai 1 senti. Kecupan kecil, kecupan yang singkat terjadi di antara bibir kami. Kenyal bibir yang sempat terasa di pipiku kini kurasakan dengan sangat jelas di bibirku. Entah apakah syaraf di bibir memang lebih sensitif dari pipi, tapi rasa bibir Freya yang empuk, kenyal, manis dan terasa sedikit asin menjadi pengalaman baru yang pernah ku alami.

“Maaf..” ujarku yang tanpa kusadari mencium bibirnya tanpa permisi.

Freya hanya terdiam, menatap mataku dengan lekat. Seakan masih mencoba menggapai kenyataan bahwa kami baru saja berciuman, bibir bertemu bibir. Freya tak mengatakan apapun, ia tak sedikitpun bergerak dari posisinya maupun menampar wajahku yang tengah kurang ngajar.

“Maaf…” kataku sekali lagi.

Aku melepaskan kedua tanganku dari kepala Freya, kaki kananku melangkah mundur menjauh darinya. Aku sadar aku telah melakukan hal yang kelewatan, aku terbawa suasana malam ini. Namun Freya mendekat, memegang kedua tanganku di bawah sana. Bagai waktu bergerak perlahan, aku dapat melihat setiap gerakan Freya yang tidak sedikitpun sia-sia. Dengan sedikit berjinjit, ia mendekatkan wajah manisnya mendekati wajahku. Kini aku yang tak dapat bergerak dan hanya menurut, berdiam menunggu apa yang akan dilakukan oleh kekasihku selanjutnya. Tepat sesuai dugaan yang terlintas di kepalaku, kami berdua memejamkan mata bersamaan karena sudah tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Bibir kami kembali berciuman, saling memagut lebih lama dari sebelumnya. Bibir kami saling mengecup dengan lembut membagi cinta kami berdua.

“Frey…” panggilku yang masih terkejut karena ciuman darinya.

Namun masih tanpa kata. Kami kembali berciuman, bergerak lebih cepat dari sebelumnya tanpa lagi ragu-ragu. Pagutan kami tak lagi se kaku sebelumnya, saling mengecup beberapa kali bibir satu sama lain. Tanganku lepas dari genggaman Freya dan melingkar di pinggang dan bahunya, sedangkan Freya yang sedikit berjinjit melingkarkan kedua tangannya ke belakang leherku. Tangan kanannya memegang belakang kepalaku dan sedikit mendorong kepalaku untuk memperdalam ciuman kami dan di waktu bersamaan, tangan kiriku menekan pinggangnya untuk semakin merapatkan tubuh kami berdua.

“Di dalem aja yang…” ujar Freya padaku setelah ciuman kami terhenti.

Ciuman yang cukup lama, entah satu menit mungkin lamanya. Aku dapat melihat Freya yang menoleh ke kanan dan ke kiri saat ciuman kami terlepas, aku paham maksudnya karena kami berada di tempat terbuka. Bisa saja ada tetangga yang melihat dan melaporkan kami berdua kepada orang tua Freya.

“Gapapa kan?” tanya Freya padaku.
“Gapapa kok, aku bakal nemenin kamu sampai kapanpun…” balasku padanya.

Aku kembali menarik Freya, kami berdua masih berada di ruang tamu namun kami telah kembali berpagutan. Tubuhku dan tubuh Freya kembali berdekapan, bibir kami kembali berciuman. Puas kami berciuman, entah berapa lamanya kami berciuman di ruang tamu, Freya kembali menarik tanganku dengan langkah yang lebih cepat. Ia membuka pintu kamarnya, mengajakku masuk ke dalam dan langsung menutup pintu kamar itu. Freya menyalakan ac kamarnya lalu kembali menghadap diriku yang berdiri di belakangnya. Aku sempat melihat sedikit kamarnya, warna yang tenang dan dan kalem, boneka-boneka yang berjajar di dekat kasur, serta meja dan kasur yang tertata rapi menggambarkan sekali sifat Freya yang tenang namun gemas.

“Ngh…” nafas Freya terdengar berat saat aku menarik tubuhnya untuk duduk disampingku diatas kasur.

Freya baru saja duduk di kasur namun kembali tubuhnya masuk ke dalam dekapanku. Tanpa lagi butuh aba-aba ataupun saling menunggu, kami saling memagut bibir satu sama lain. Ciuman demi ciuman yang panas terjadi diantara kami, mencium bibir kami dengan penuh cinta dan nafsu yang telah tercampur. Perlahan tapi pasti, tubuh Freya semakin lama semakin rebahan di kasur akibat tubuhku yang terus mendorongnya tertidur selama ciuman kami berlangsung. Freya tak meronta, tak melawan, dan bahkan ia dengan senang hati menerima tuntunan dariku. Ciuman kami semakin panas, semakin berani, dan semakin liar. Lidah dengan lidah kini beradu dengan lincahnya di dalam ciuman kami.

“Sayang…” panggilku padanya.
“Iya sayang…” balasnya sambil tersenyum padaku.

Matanya yang sayu, sama seperti mataku saat ini, menatap diriku yang semakin mendesak tubuhnya hingga ke sandaran kasur. Ia seakan memanggil diriku, untuk menuju tubuhnya yang setengah tertidur. Ia seakan telah siap dengan segala hal yang mungkin akan terjadi padanya, aku pun juga sudah bersiap untuk melakukan apa yang terlintas di kepalaku.

“Gapapa sayang…” ujarnya seakan mengerti bahwa aku ragu untuk menyentuh tubuhnya.

Meski tak menyentuh tanganku, namun gerakan tangannya seakan menuntun tanganku untuk memegang payudaranya yang masih tersembunyi di dalam pakaiannya. Tanganku menangkup dada yang baru kusadari ternyata membulat menggoda. Aku kembali merangkak merapatkan tubuhku, untuk memudahkan bibir kami kembali saling mencium. Perlahan tapi pasti tanganku mulai meraba dadanya, lalu meremas remas dengan pelan payudara itu. Ciuman kami sama sekali tak berhenti selama tanganku mulai meremas dadanya, tangan kiriku yang menganggur memegang belakang kepala Freya untuk memperdalam ciuman kami. Pagutan demi pagutan, remasan demi remasan terus kuberikan pada kekasihku.
Freya menatap mataku, lalu mengangguk pelan saat mataku memberi kode dengan melihat bajunya. Lampu hijau darinya membuat kedua tanganku dengan tanpa sabar kini menyentuh tepi bajunya, baju model sweater turtleneck miliknya mulai kutanggalkan secara perlahan. Mulai dari perutnya yang rata, semakin naik mendekati dadanya, dan kini telah terlepas dari tubuhnya. Dadanya berguncang saat bajunya telah lolos dari tubuhnya, payudara yang masih terbungkus bra hijau gelap itu ternyata memiliki ukuran yang besar bila dibandingkan dengan tubuh kurus miliknya. Aku terbelalak melihat pemandangan tubuh indah Freya, tubuh yang seksi dan begitu menggiurkan bagiku. Kedua tangan Freya menuju ke belakang tubuhnya, sedang berusaha menggapai sesuatu dibalik sana. Tepat saat kedua tangannya berhenti bekerja dibelakang sana, tangannya menarik lepas bra miliknya sendiri dan meloloskannya dari kedua tangannya.

“Jangan diliatin gitu, malu…” ujar Freya dengan wajah malu-malu yang menggemaskan.

Melihat Freya yang sudah setengah telanjang, aku juga melepas kaos yang kukenakan karena rasa panas yang terasa di tubuhku. Aneh rasanya saat ac kamar menyala dengan suhu yang rendah, namun keringat bercucuran dari tubuh kami berdua. Rasa cinta yang menggebu membakar nafsu kami, membuat kami melakukan hal yang tidak seharusnya kami berdua lakukan.
Ciumanku turun menuju lehernya, lalu turun kembali menuju bahunya. Mencium beberapa kali bagian-bagian tersebut, lalu kembali turun menuju tulang selangkanya. Kini bibirku telah berada di tempat yang sejak tadi telah aku incar, bagian payudaranya yang indah, bulat, dan kencang. Bentuk payudaranya yang begitu seksi itu kini berada di dalam genggaman tanganku, meremas secara langsung bulatan kenyal milik Freya tersebut. Bibirku mendapat bagian untuk mencium payudara satunya lagi, sesekali menjilati kulit payudaranya namun tak sampai membuatku seperti hewan liar yang kelaparan oleh nafsu. Perlahan pasti aku menuju bagian paling menggoda di payudaranya, puting berwarna coklat terang telah menunggu untuk menjadi sasaran berikutnya. Tanganku meremas payudaranya, kemudian dengan jariku memainkan putingnya yang kenyal dan mulai mengeras.

“Aahh… mmhhh…” Freya mendesah-desah saat aku memberikan rangsangan pada payudaranya.

Disaat bersamaan, mulutku mulai menghisap puting Freya. Menyedot-nyedot seakan bayi yang haus, sesekali menggunakan lidah untuk menjilatinya, tetapi dari itu semua, aku lebih sering untuk mengemut puting itu dengan kuat hingga Freya mendesah kembali. Mulutku bergerak lebih aktif dari sebelumnya, merangsang dua payudara Freya secara bergantian. Tanganku yang menganggur kini turun menuju celananya. Dalam berapa kali percobaan saja, kancing celana jeans Freya telah terbuka tanpa perlu aku melihat. Freya mengangkat bokongnya agar aku mudah melepas celananya, lalu ku lemparkan ke bawah kasur saat celananya telah terlepas seluruhnya. Tanganku meraba bagian bawah tubuhnya, dari paha perlahan naik menuju selangkangan sambil meraba-raba. Lalu tanganku menyentuh celana dalamnya, telah lembab terasa di tanganku. Kutanggalkan juga celana dalam yang senada dengan bra miliknya, ku lemparkan juga ke bawah kasur celana dalam lembab itu.

“I love you Frey” ujarku setelah merasa puas dengan payudaranya, berniat untuk menuju langkah selanjutnya.
“Love you too sayang…” balasnya sambil memeluk diriku.

Tubuhku kini duduk di depan tubuh Freya yang masih setengah tertidur. Freya ikut duduk, tanpa busana sambil melihatku yang tengah membuka celana. Kini kami telah sama-sama tanpa busana, Freya nampak tersipu dan terbelalak melihat penisku yang mengacung tegak. Rasa malu terasa di tubuhku, namun rasa nafsu lebih menguasai diriku. Aku mengambil tangan Freya, memintanya untuk menyentuh penisku yang keras. Ia takut-takut namun mau, menyentuh penisku dengan sedikit keras dan kaku.

“Santai sayang…” ujarku sambil memposisikan diri untuk duduk dengan nyaman diatas kasur.
“Maaf maaf sayang…” ujar Freya, ia mengendurkan genggamannya pada penisku dan kini terasa lembut sekali genggaman dan telapak tangannya.
“Gerakin naik turun tanganmu sayang, dikocok…” ujarku, Freya mengangguk mengerti dan mengikuti apa yang aku minta.
“Aah.. ugh..” desahku menikmati kocokannya yang masih kaku.

Ia menatapku dengan senyum tipis, nampaknya ia bangga dapat membuatku mendesah keenakan. Cairan pre-cum yang sejak tadi telah keluar kini terbalur di atas penisku dan juga telapak tangan Freya. Gadis itu sama sekali tak merasa jijik ataupun geli saat memanjakan penisku yang keras ini, justru kocokannya semakin nyaman dan enak rasanya.

“Mpphh sayang…” desah Freya saat aku menghentikan kocokannya dan kembali menindih tubuhnya di atas kasur.

Aku membantunya untuk mencari posisi yang nyaman, tertidur di atas kasur bersiap. Akupun mencari posisi paling nyaman di atas Freya, dengan penis yang telah mengacung bersiap. Ini kali pertama bagiku, pengalaman pertamaku menuju kedewasaan. Freya nampak berkeringat, wajahnya terlihat timbul keraguan yang tergurat.

“Aku masukin ya sayang…” kataku, meminta izin padanya.

Freya tak menjawab, namun matanya terus menatap mataku seperti memastikan apakah ini tidak masalah. Aku memastikan padanya, memberikan keberanian dan kenyamanan dengan kembali mencium bibirnya. Perlahan, aku mengarahkan penisku menuju vagina Freya. Susah untuk mencari pintu masuk kedewasaan di bawah sana, hingga Freya membantuku untuk menemukan posisi tepatnya. Dengan bantuan tangan Freya, penisku kini tepat berada di mulut vagina Freya.
Setelah mengambil nafas panjang, aku memberanikan diri untuk memasukkan penisku ke dalam sana. Dengan sekali hentakan, penisku memasuki vagina Freya yang sangat rapat. Penisku merasakan menabrak sesuatu dan menerobosnya, aku mengerti bahwa keperawanan kekasihku telah kuambil malam ini.

“Ngrrghhh” Freya mendesis sambil menggigit bibirnya menahan rasa perih pada vaginanya.
“Ngh…” sedangkan diriku tengah mendesah akibat rasa nikmat dari jepitan vaginanya.

Aku memagut bibirnya kembali, menciumnya untuk kembali merangsang Freya. Mencoba mengalihkan rasa sakit yang gadisku rasakan, tanganku kembali meraba dan meremas perlahan payudara bulat Freya.

“Masih sakit?” tanyaku memastikan.

Freya tak menjawab, namun ia juga tak meminta berhenti dan hanya memalingkan wajahnya sambil meringis. Merasa tak ada penolakan, pinggulku mulai bergerak perlahan, menggerakan penisku dengan gerakan maju mundur. Pelan tapi pasti, gerakan pinggulku mulai beraturan dalam tempo pelan. Tubuh Freya mulai terguncang-guncang seirama goyangan pinggulku. Penisku menyodok maju mundur vagina Freya, membuat Freya yang tadi meringis perlahan mendesah.

“Aah.. ahh.. Aah…” desahan Freya mulai beraturan, mengikuti goyangan tubuhku pada tubuhnya.

Pinggulku terus bergerak menggenjot tubuh Freya, dengan perlahan tempo genjotanku mulai naik dan lebih cepat dari sebelumnya. Desahan Freya juga semakin kencang, semakin tak karuan tubuhnya bergerak menerima rangsangan yang terasa. Nafsu kami telah memuncak, tak peduli lagi bahwa kami melakukannya di dalam kamar Freya, tak peduli bahwa hubungan kami hanyalah sepasang kekasih muda yang tak seharusnya melakukan hal sejauh ini. Hanya rasa nikmat dan nafsu yang terbakar yang kini menguasai kami, tanpa henti terus bergoyang diatas ranjang Freya.

“Sayaang.. Enaak..” ujarku pada kekasihku yang tengah memejamkan matanya menikmati goyangan pinggulku.
“Aahhh… aahhh… iyyahh…” balas Freya ditengah desahannya.

Freya kembali menarik kepalaku, kembali berciuman dengan penuh nafsu antara kedua bibir kami. Tanganku memegang kedua tangan Freya, terus menggoyang tubuhnya yang kurus tanpa henti.

“Aahhh sayaaang…!!” Freya tiba-tiba melepaskan ciuman kami, ia mendesah dengan hebat dan tubuhnya menegang.

Aku tak mengerti apa yang terjadi padanya, namun rasa yang begitu nikmat terasa pada penisku. Vagina Freya menjepit dengan kuat, meremas penisku di dalam sana.

“Aaaaaaahhhhh…..!!” Freya kembali mendesah sambil memejamkan matanya, desahan panjang darinya bersamaan dengan penisku merasakan sesuatu membasahinya.

Penisku merasakan cairan hangat yang menyemprot membasahi penisku di dalam vaginanya. Aku menghentikan genjotanku di dalam vaginanya dan mengeluarkan penisku yang telah memerah. Cairan vagina Freya mengalir keluar, berwarna kemerahan karena bercampur dengan darah perawannya. Aku juga merasakan spermaku telah berada di ujung penisku. Dengan tanganku sendiri, aku mengocok penisku di depan tubuh Freya dengan tempo cepat.

“Aargh!” aku mendesah setelahnya.

Penisku menyemburkan spermanya yang keluar banyak, menyembur di luar vagina Freya hingga menyemprot ke perut Freya. Aku terus mengocok penisku hingga tetes sperma terakhir keluar, menetes ke atas perut Freya yang kini telah berlumur sperma. Tubuh kami begitu lemas, hingga kami berdua jatuh merebahkan diri di atas kasur yang berantakan.
Setelah beristirahat dari orgasme kami, aku mengajak Freya untuk membersihkan diri di kamar mandi. Diriku memapah tubuh Freya yang terlalu lemas untuk berjalan, ia juga berkata bahwa selangkangannya terasa nyeri setelah kami berhubungan badan. Setelah kami selesai membersihkan tubuh dengan air, membasuh cairan-cairan cinta yang berada di tubuh kami, kami kembali menuju kamar Freya dan memutuskan untuk istirahat. Tanpa mengenakan pakaian kami, aku dan Freya masuk ke dalam selimut dan tidur bersama.

“Iya ma, iya iya, hati hati ya ma… aku di rumah kok…” ujar Freya saat mengangkat telepon di pagi hari.
“Iya ma, oke, dadah ma…” tambahnya lagi lalu menyudahi panggilan telepon dengan ibunya.
“Sayang, kamu pulang sayang, mama udah di jalan pulang dari bandara.” ujar Freya padaku yang terbangun karena mendengar suaranya.
“Aah iya… yaampun aku jadi tidur disini” ujarku pada Freya yang tertawa kecil mendengarnya.
“Gapapa, kan nemenin aku.” ujarnya padaku, ia memeluk tubuhku yang masih tak berbusana sama seperti dirinya.
“Hehe iya, jadi bisa sama kamu seharian” balasku lalu mencium dahinya.

Aku turun dari kasur dan mencari pakaianku. Freya juga memakai pakaiannya disampingku, hampir bersamaan kami selesai menggunakan pakaian kami berdua. Freya mengantarkanku sampai pintu depan.

“Aku pulang ya Frey” kataku padanya, Freya mengangguk padaku dengan senyum manisnya.
“Hati-hati sayang” ujarnya padaku.

Kami kembali berciuman sesaat sebelum menuju motorku. Aku menyalakan motorku dan meninggalkan rumah Freya diiringi oleh lambaian tangan darinya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd