Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FrzBunny One Shoot Collection

FreezerBunny

Guru Semprot
Daftar
2 Aug 2017
Post
619
Like diterima
1.527
Bimabet
Disclaimer :

- Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama, tokoh, tempat dan peristiwa bukanlah hal yang disengaja.
- JKT48 lagi, buat yg suka aja
- Update jarang, karena cuma One Shoot.
- Selamat menikmati.

OS 1 :
Eve - Secret between us


"Loh kamu bilang mau jalan kemarin?" Tanyaku dengan sedikit kesal pada Ariel, kekasihku.
"Maaf, aku lupa sayang… maaf kamu jadi jauh-jauh kesini" balas Ariel padaku dengan wajah merasa bersalah.
"Yaudah yaudah" balasku pada Ariel dengan sedikit kecewa.

Kami berdua sudah berjanji untuk berkencan hari ini. Aku yg sudah rapi dan menjemputnya justru malah menemukan dirinya yg sedang kelelahan akibat workout. Ia mengira bukan hari ini jadwal kami berkencan sehingga ia menggunakan waktunya untuk berolahraga.

"Masuk dulu sayang, istirahat di dalam" kata Ariel sambil mengajakku masuk.
"Aku siap-siap dulu deh, mandi dulu ya" kata Ariel padaku lagi sambil memintaku duduk di sofa.
"Lay! Jangan tiduran di sofa, ada tamu juga!" Ariel memukul paha Eve yg sedang asik tertidur di sofa sambil bermain handphone.
"Yaelah krib sofanya masih luas... tinggal duduk disitu aja sih kak!" Balas Eve dengan kesal pada Ariel.

Aku duduk di sofa single dekat tempat Eve tiduran. Ariel menuju dapur untuk mengambilkan minum serta beberapa cemilan untukku.

"Mau jalan ya sama cici?" Tanya Eve padaku.
"Iya niatnya.. tapi dia lupa" jawabku pada Eve.
"Oh" balas Eve padaku singkat.
"Kenapa gitu?" Tanyaku pada Eve, aku mengerti perubahan sifatnya itu.
"Gapapa." Balasnya singkat.
"Mau jalan? Nanti aja pas cici kegiatan dan kamu libur.." kataku pada Eve mencoba merayunya.
"Kamu mau ke aquarium kan? Aku juga belom pernah kok." Kataku lagi pada Eve.
"Aku gak bakal ajak cici kesana… aku maunya kesana pertama kali sama kamu" rayuku pada Eve, sepertinya bujukanku berhasil karena ia kini menoleh padaku.
"Janji?" Tanyanya padaku dengan senyum tipis.
"Janji" balasku dengan cepat.

Ariel datang sambil membawa minum dan camilan. Ia meminta Eve sedikit bergeser untuk duduk di sofa. Aku melihatnya yg penuh keringat dan nampak begitu lelah.

"Kalo capek gak usah jalan gapapa, besok aja" kataku pada Ariel.
"Ih jangan gitu ah, udah janji, gak enak aku" balas Ariel padaku.
"Aku tau kamu gak enak badan dan abis maksain workout kan?" Tanyaku padanya, wajah Ariel berubah karena tebakanku benar.
"Udah istirahat aja sana, aku numpang istirahat disini sebentar ya baru aku pulang." Kataku pada Ariel sambil memegang tangannya.
"Iya sayang.. maaf ya…" katanya padaku sambil tersenyum.
"Iya gapapa, cepet sembuh ya sayang" kataku lagi padanya.

Ariel bangkit dari sofa dan berniat menuju kamarnya untuk beristirahat. Aku ikut bangkit dan mengantarkannya ke tangga lalu kembali ke sofa tempat Eve berada. Aku duduk di dekat Eve, membuat Eve menatapku bingung. Tanganku tanpa permisi menyentuh telapak kakinya. Tanganku perlahan-lahan merayap naik, mengusap tungkai betis dan bagian belakang lututnya. Meraba dan membelai naik turun kedua kakinya, meremas sedikit bagian tubuhnya yg berlemak dengan gemas. Tanganku semakin berani, melakukan hal yg sama pada paha bagian dalamnya. Eve menggigit bibirnya sendiri menahan desahan. Aku tertawa tanpa suara melihat wajahnya yg kesal sambil menyuruhku diam. Tetapi bukannya menuruti Eve, aku justru melepaskan celananya. Kusibak celana dalamnya ke samping memperlihatkan vagina indahnya. bersih selangkangannya membuatku tergiur dan mulai mendekatkan wajahku kesana.

"Ngghhh….!" Eve menahan desahannya dengan tangannya, ia menoleh ke arah Ariel memberi isyarat padaku.

Aku tak membalas gadis itu dan terus menikmati vaginanya. Eve bergerak gerak tak tahan, tangannya menjambak rambutku yg tengah mengemut klitorisnya. Aku sangat menyukai Eve yg tengil namun begitu polos untuk urusan permainan dewasa.

"Aku istirahat ya, maaf aku capek banget" kata Ariel padaku di ujung tangga yg membuatku buru-buru bersikap biasa, untung saja Eve tertidur tengkurap di atas sofa sehingga tak dapat terlihat dari atas.
"Iya, aku juga langsung pulang abis ini" balasku padanya, Ariel mengangguk dan meninggalkanku menuju kamarnya.

Aku tertawa kecil dan kembali menoleh kepada adik kekasihku yg sedang terlentang pasrah di bawahku. Kaosnya yg masih terpasang lengkap di tubuhnya kontras sekali dengan celana dalamnya yg tersingkap dan menampakan vagina putih bersih miliknya, bibir vagina yg berwarna merah membuat Eve terlihat semakin menggiurkan. Eve menatapku dengan wajah kesal namun tak melarangku yg berniat untuk melanjutkan apa yg barusan ku hentikan. Ujung lidahku mulai bergerak naik turun membuat Eve bergerak seperti cacing kepanasan.

"Ooohh kak!! Uughh!!" Eve mendesah tak karuan.
"Papi sama mami pulang jam berapa?" Tanyaku padanya, nafasku yg terhembus mengenai vaginanya membuat Eve merinding geli.
"Mmphh aku gak tau…" kata Eve dengan wajah malu.

Mendapat lampu hijau membuatku langsung bergerak kesetanan. Dengan sangat mupeng aku membuka bawahanku dan memperlihatkan kebanggaanku pada Eve. Adik kekasihku itu terlihat kaget karena melihat penisku yg menjuntai meski ia sudah pernah melihatnya sebelumnya. Aku putar tubuhnya agar terlentang di atas sofa. Tanganku merayap di atas tubuhnya dan dengan begitu kilat telah membuat gadis itu tak berpakaian di ruang tamu rumahnya sendiri. Tubuh Eve yg putih bersih sudah beberapa kali menjadi santapanku, namun aku tak pernah puas menikmati dirinya.

"Mpphh…!" Eve menahan desahannya saat tanganku mulai menyentuh tubuhnya.

Bibirnya yg mungil dan kenyal kuusap dengan jariku, meraba bibir atas dan bibir bawahnya yg terbuka itu. Eve mengecup perlahan jari telunjukku, gadis itu menjulurkan sedikit lidahnya dan kini bermain dengan jariku. Eve memainkan jari-jariku dengan tangan kanannya, mengabsen setiap jariku dengan lembut seakan tengah mengelusnya. Jari tengahku ia arahkan ke bibirnya kembali, mulutnya perlahan terbuka dan menyambut ujung jariku.

"Mpph…" Eve mendesah lembut di tengah perlakuannya pada jariku.

Eve menghisap jariku, mulutnya menghisap jariku dan menjilatinya di dalam sana. Ia menikmati setiap jariku, memperlakukan dengan sama kelima jari tangan kiriku. Tangan kiri Eve meremas payudaranya yg sedang tumbuh dengan indah, meremas secara perlahan untuk menambah sensasi yg sedang ia rasakan. Tangan kananku memegang tangannya, perlahan mengambil alih tempo remasan di payudaranya.

"Pangku kakak sini" kataku berbisik di telinga Eve.
"Iyah…" balasnya pelan dan pasrah.

Kubuka kaosku dan kini sama-sama tak berpakaian dengan Eve. Tubuhnya yg kurus dan kecil kini berada di atas pangkuanku, dalam keadaan yg sangat erotis. Tanpa pakaian, aku memeluk Eve yg berada di pangkuanku. Gadis yg tengah tumbuh menjadi dewasa itu membiarkan tubuhnya dikuasai oleh pacar kakaknya sendiri. Kami berdua saling menatap, tatapan mesra penuh hasrat dan cinta. Kepala kami tak lagi berjarak, dahi kami bersentuhan, lalu perlahan hudung kami yg saling bersentuhan. Eve kembali menggerakkan kepalanya karena tak sabar. Bibirnya ia kulum singkat, lalu menyentuhkannya dibibirku.

"Sayang aku gak?" Tanya Eve, bibir kami bergesekan saat ia berbicara.
"So much. I love you" balasku gombal, membuat calon adik iparku tersenyum.
"Putusin ci Ariel, jadi pacarku kak.." kata Eve sambil merapatkan tubuhnya ke tubuhku.

dadanya terasa empuk mengenai dadaku dan penisku merasakan hangat permukaan vaginanya. Nafas hangatnya memanjakan wajahku, halus kulitnya memuaskan kulitku.

"Aku sayang kalian berdua Eve.." balasku mencari alasan.
"Kak… gak bis.." Eve belum menyelesaikan kata-katanya saat mulutku membungkam bibirnya dengan lembut.
"Mphh.. mmphh…" ciuman yg begitu lembut namun nikmat, membuat Eve bergerak-gerak di atas tubuhku.
"Bisa Eve, kita bisa jalanin ini tanpa cici tau… nanti kita cari caranya ya" balasku meyakinkan.
"Aku sayang kamu, kamu sayang kakak kan? Itu udah cukup buat aku…" kataku kembali, Eve menatapku sambil tersenyum tipis.

Kugerakkan pinggulku untuk merangsangnya, mencoba mengalihkan perhatiannya. Eve mendesah saat penisku tergesek di vaginanya. Kami masih berpelukan mesra sambil berciuman, punggung dan rambutnya tak henti-hentinya ku usap dengan lembut.

"Mau?" Tanyaku pada Eve, aku tak ingin memaksanya.

Eve terdiam, nampaknya Eve ragu. Dengan sengaja, gerakan pinggul dan belaian tanganku di rambutnya terus kulakukan. Punggung putih nan halus miliknya kuraba dan kubelai tanpa henti. Bibir kami kembali bersentuhan tanpa menjadi sebuah ciuman.

"Nnghh kak…" Eve terkejut karena penisku sudah bersiap dan menyentuh pintu masuk vaginanya.
"Kalau gak mau gapapa, di depan aja" balasku padanya.
"Kak… janji ya bakal lebih sayang ke aku daripada cici?" Tanyanya padaku.
"Tanpa perlu kamu minta sayang, I love you more" balasku lalu menciumnya.

Bibir kami berpagutan, lidahku mulai bermain peran. Giginya ku absen dengan lidahku, lidahnya bercengkrama dengan lidahku, saling membelit dengan panas.

"Kak…" Eve memanggilku, memberi izin padaku untuk melanjutkan.
"Iya sayang" kami kembali berpagutan.

Ciuman dan pelukan terus kuberikan agar Eve merasa nyaman. Tanpa peduli ketahuan Ariel yg sedang tidur maupun orang tuanya yg sedang pulang, kami berdua saling bercumbu.

"Pelan kak… nghhh.." Eve mendesah, matanya terpejam saat penisku memasuki vaginanya perlahan.

Kepala penisku yg berukuran cukup besar sudah berada di dalam vagina Eve yg rapat. Vagina indah, putih bersih dan dihiasi dengan bulu tipis itu perlahan-lahan ku jejali penisku. Kudorong perlahan agar semakin dalam penisku bersarang di vaginanya.

"Mpphh… kak…!" Eve menggigit bibirnya, rasa nikmat mulai menjalari penisku saat batang penisku sudah masuk setengahnya.

Pinggulku menghentak, membuat penisku semakin dalam membelah vagina Eve. Pinggulku bergerak maju mundur perlahan, Eve yg berada di atas pangkuanku melingkarkan kedua tangannya di leherku. Tubuh kami begitu rapat, kulit kamu saling bersentuhan tak berjarak.

"Aah.. ahh.. ahh.. ahh.. ahh.."
"Aah… kak… ahh.. ahh.."

Desahan terputus-putus terdengar dari mulutnya saat goyanganku mulai naik tempo. Perlahan, pagutan kami menjadi ciuman yg panas. Kedua bibirku mencium bibir atasnya, lalu bibir bawahnya dan berlanjut menggunakan lidahku untuk menciumnya. Gadis itu melakukan hal yg sama padaku, memberi ciuman yg nikmat dan membuatku candu. Lumatan demi lumatan bergantian kami berikan, terus berciuman hingga kehabisan nafas. Tanpa kapok, kami mengulanginya lagi berkali-kali. Tubuhku tak berhenti menggoyangkan pinggulku, menghujam vaginanya Eve dalam tempo sedang.

"Nghh.. aahh.. nghh.. aahh.. aahh.."
"Ssh.. aahh.. aahh.. aahh.."

Desahan Eve kembali terdengar karena mulutku menemukan sasaran baru. Mencium leher putih milik Eve, menjilat sedikit, menggigit kecil dan mengemutnya sesekali. Senti demi senti kulit lehernya ku perlakukan demikian. Sisi kiri, sisi kanan, sisi depan dan bahkan sebagian sisi belakangnya menerima perlakuan yg sama. Eve memejamkan matanya, nampaknya ia begitu suka dengan cumbuanku. Belakang telinganya ku kecup, kanan kiri beberapa kali menjadi sasaran bibirku. Daun telinga yg mungil ku emut, dari atas, perlahan ke bawah hingga mendekati antingnya.

"Aahh.. aaahh.. aaahh.. aaahh.. aaahh.."

Bagaikan musik pengiring, desahannya menyertaiku yg tengan mencium lengannya. Turun menuju jarinya, bibirku memanjakan tangannya. Tanpa memperlambat irama hentakan pinggulku, aku memfokuskan diriku mencium pundak putih halus tanpa cacat. Menggigit kecil saking gemasnya pada Eve. Tanganku merayap naik, melewati payudaranya tanpa menyentuhnya, membuat Eve terlihat sedikit kecewa. Jariku menyentuh bibirnya, Eve membuka mulutnya dan menghisap jariku. Tanganku yg lain ikut merayap naik, mengabulkan keinginan Eve yg sempat tertunda sebentar. Telapak tanganku meraba payudara yg sedang tumbuh miliknya, pas di telapak tanganku seakan tercipta untukku. Dari bawah, meremas ke atas beberapa kali. Memberikan remasan memutar, bergantian kanan dan kiri setiap beberapa detik.

"Mphh.. mphh.. ngh.. mph.."

Eve mengemut jariku lebih kuat, ia mencoba mengalihkan kenikmatan dari goyangan penisku dan rangsangan di payudaranya dengan menghisap jariku. Matanya lurus menatapku, mata penuh arti, penuh cinta dan penuh nafsu itu menghipnotis mataku untuk memuaskan dirinya lebih lagi. Mata indahnya sesekali memejam akibat rasa nikmat yg menjalar di syarafnya.

"Aaahhh…!"

Eve mendesah cukup keras sebelum kembali mendesah dengan terputus-putus. Aku terkekeh akibat ulahku sendiri, memilin puting Eve kearah luar hingga membuat gadis itu tercekat. Puting yg kecil dan bersembunyi itu perlahan memancung keluar, mengeras akibat jari-jariku yg bermain disana. Tubuhku sedikit membungkuk dan tanganku menekan payudara Eve ke atas. Gadis itu menatapku bersiap karena tau yg ingin ku lakukan.

"Aaahh… aaahh… kakak… aahh…"

Eve tersentak, mulutku mulai mengemut puting susunya. Kuberi jilatan dengan lidah basahku hingga ia tergelitik. Kuhisap seperti bayi kehausan ujung payudaranya itu. Kanan ku hisap, kiri ku jilat, terkadang ku tukar urutannya agar ia tak siap. Tanganku tak tinggal diam, tak bisa melihat payudara yg menganggur dan meremasnya. Putingnya ku pilin dan ku pencet sesekali. Tanganku memijat dadanya dengan gemas.

"Aaahh.. aahh.. aahhh.. Enak kak.."
"Ngh iyah Eve, enak.."

Tubuhnya tenggelam dalam dekapanku, ia berbaring dengan nyaman di atas dadaku. Pinggulku masih terus bergoyang dalam tempo sedang. Bercinta dengan lembut, lambat dan penuh cinta dengan adik kekasihku. Vaginanya yg menggigit membuatku tak ingin berhenti, desahannya yg seksi membuatku bersemangat dan tubuhnya yg indah membuatku candu.

"Aaahh.. kak.. aahh.. aaahh.. aaahh…"

Ia berpegangan dengan erat di leherku, tubuhnya ia tekan ke arahku seiring gerakan pinggulku yg terus menusuk vaginanya. Payudaranya menekan di dadaku, kenyal sekali. Hentakan pinggulku semakin dalam meski tak mengubah tempoku. Vaginanya yg semakin basah membuat penisku semakin mudah bergerak bebas.

"Aaaahhh…. Aaaaaaaaaaaahhhh….!!" Eve mendesah panjang, wajahnya terbenam di dadaku.

Ku goyang pinggulku beberapa kali saat orgasme Eve sampai lalu kubenamkan dalam-dalam penisku. Kedutan pada vaginanya, gerakan vaginanya yg merapat dan menutup ketika orgasme begitu nikmat merangsang penisku. Eve lemas diatas tubuhku, ia memeluk tubuhku dengan erat.

"Ahhh… kak… enak bangeeet…" Kata Eve padaku dengan nafas memburu.
"Iya enak banget…" balasku sambil mencabut penisku yg masih tegang, cairan cinta Eve meleleh keluar membasahi paha kami berdua.

Eve menatap ke atas, ke arahku. Tanganku terus mengusap rambutnya sejak orgasmenya sampai. Tangannya mengalung di tubuhku dengan nyaman. Senyum tipis dengan wajah sayunya membuatku mencium bibirnya.

"Sayang kakak…" ucap Eve ketika pagutan bibir kami terlepas.
"Nghh…" Eve kembali mengeluarkan desahan lembut.

Eve memposisikan tubuhnya agar bibir vaginanya mengenai penisku. Penisku ia tekan mengarah keatas, terhimpit di antara perutku dan vaginanya. Eve bergerak naik turun dengan tempo sedang, membuatku mendesah keenakan akibat penisku digesek oleh Eve. Payudaranya juga bergerak naik turun akibat gerakan tubuhnya, membuat sensasi geli di dadaku. Tangan Eve menyusup ke bawah, mencoba ikut andil memuaskan penisku. Tangannya mengusap kepala penisku, meremas dan mengurut naik turun seirama dengan gerakan tubuhnya.

"Aargh.." erangan lembut dari mulutku terdengar.
"Aaahhh…" Eve juga mendesah karena perlakuannya sendiri.

Aku menengadahkan kepalaku, menerima semua perlakuan Eve dengan senang hati. Gadis itu mencium dahiku, mencium pipiku, mencium hidungku, dan mengemut daun telingaku. Tak lupa, ia mencium leherku di beberapa bagian. Aku merasakan kenikmatan luar biasa dari Eve, membuat penisku mulai berkedut dan memerah. Eve tersenyum padaku saat merasakan denyutan di syaraf penisku. Gadis itu semakin merangsangku dengan tangannya, menggoyangkan tubuhnya naik turun tanpa henti.

"Aarghh…!!" Aku mendesah akibat kenikmatan yg Eve berikan.

Eve semakin menekan penisku, menggesek bibir vaginanya di penisku. Tangannya terus mengurut kepala penisku, meremas dan mengusap kepala penisku.

"Aaarghhh!!" Desahanku kembali keluar.

Penisku menyemburkan isinya, menyemprot begitu banyak di tubuh kami berdua. Spermaku menyemprot tinggi hingga sampai payudara Eve, beberapa semprotan mengenai perut kami berdua. Eve terus mengocok penisku hingga spermaku keluar seluruhnya, mengalir di tangan Eve dan meleleh di batang penisku. Eve terlihat begitu senang saat melihat tubuh dan tangannya terdapat sperma kentalku.

"Enak banget Eve… makasih sayang" kataku mendekapnya di dadaku.
"Makasih juga ka… sayang…" balasnya padaku.
"Kalo ada cici, jangan panggil sayang ya" kataku kepadanya yg dibalas dengan wajah mendengus.
"Gak janji!" Balasnya padaku kemudian tertawa.
"Makanya adik dan kakak jangan dijadiin pacar, susah sendiri kan kamu hahaha" ledek Eve padaku lalu kembali merebahkan kepalanya diatas dadaku.

Kami beristirahat beberapa menit lalu dengan buru-buru mengambil pakaian dan membersihkan diri di kamar mandi. Setelahnya kami merapikan sofa dan bersikap seperti tak terjadi apa-apa sebelum Ariel terbangun dan kedua orang tuanya pulang.
Bukan salahku sampai punya hubungan terlarang dengan adik kekasihku sendiri, karena kekasihku sendirilah yg menjerumuskan kami berdua. Aku dan Eve hanya berharap agar bangkai yg kami simpan tak tercium baunya.
 
Terakhir diubah:
OS 2 :
Jinan - Best Friend


aku adalah seorang mahasiswa yg berkuliah di salah satu Universitas di Jakarta. Aku memiliki seorang kekasih yg juga satu kampus denganku bernama Cindy Hapsari. Aku dan dia telah berpacaran selama 5 bulan lamanya. Aku dan Cindy bisa berpacaran karena sahabatnya memperkenalkanku padanya, sahabatnya yg bernama Jinan adalah teman sekelasku sewaktu SMA. Aku dan Cindy Hapsari saling mencintai satu sama lain, hubungan kami berjalan dengan sangat baik.

"Besok ya jam 9" kata Cindy padaku.
"Kenapa harus yg malem sih yang?" Tanyaku padanya, ia mengajakku untuk menonton sebuah film yg baru tayang di bioskop.
"Gapapa yang, nonton horror enak malem" balas Cindy padaku, kekasihku ini memang sangat menyukai horror.
"Yaudah deh aku ikut aja" balasku padanya, ia terlihat begitu senang.
"Oh iya, aku juga ajak Jinan. Kamu besok jemput dia ya baru jemput aku, kan kalian rumahnya searah." Kata Cindy padaku, aku mengangguk mengerti.

Aku dan Cindy memang sering mengajak Jinan, kami lebih seperti 3 orang sahabat dibandingkan sepasang kekasih. Kami sering kali jalan bertiga atau menghabiskan waktu bertiga, Cindy dan Jinan memang tidak bisa dipisahkan. Aku berpamitan pulang pada Cindy yg kini memasuki rumahnya.

"Nan, udah dikasih tau Cindy?" Tanyaku melalui sambungan telepon ketika mobilku sudah meninggalkan halaman rumah Cindy.
"Udaaaah, kenapa gak chat aja sih?" Jawabnya padaku.
"Gapapa siapa tau lu kangen sama gw" balasku padanya.
"Gak lah, ada ada aja lu…" balas Jinan padaku.
"Lagi ngapain Nan?" Tanyaku kembali padanya.
"Lagi mau main game tadi, lu baru pulang ya dari Cindy?" Tanyanya kembali padaku.
"Iya lagi di jalan." Jawabku.
"Yaudah hati-hati. Bye" Kata Jinan padaku.
"Iya, besok gw jemput, bye" balasku sebelum Jinan mematikan sambungan teleponnya.
_______________________________________

"Gw otw rumah lu" ku kirimkan sebuah pesan pada Jinan.
"Oke, tihati" balas Jinan padaku.

Aku mengambil kunci mobil setelah memastikan pakaianku sudah bagus, aku akan ngedate bersama kekasihku sehingga harus tampil dengan maksimal. Aku membawa baju ganti apabila ada masalah di jalan nantinya, untuk berjaga jaga. Aku memasuki mobil dan menyalakan mesin, beberapa saat kemudian menjalankannya menuju rumah Jinan. Perjalanan ke rumah Jinan ku lalui dengan lancar. Jalanan kota Jakarta hari ini sangat mendukungku untuk hari ini.

"Sayang jangan lupa ya jam 9" aku membaca sebuah chat dari cindy.
"Iya sayang, aku otw jemput Jinan sebentar lagi" balasku padanya.

Tak lama setelah itu, Mobilku berhenti di depan sebuah rumah yg cukup besar dan asri. Aku mengetuk pintu rumahnya dan di sambut oleh seorang asisten rumah tangga. Ia telah mengenalku dan mempersilahkanku masuk, aku memasuki rumah itu dan langsung naik lantai atas. Kamar Jinan berada di lantai 2, hanya ada kamarnya dan kamar mandi di lantai 2 rumahnya. Rumah Jinan selalu sepi karena kedua orang tuanya yg bekerja, ibunya seorang wanita karir yg bekerja sampai malam dan hanya pulang untuk tidur, sedangkan ayahnya adalah kepala cabang sebuah perusahaan besar di luar kota. Jinan adalah anak semata wayang sehingga dirumah ini hanya ada dia seorang setiap harinya.

"Depan kamar." Aku mengirimkan sebuah chat padanya.
"Masuk" balasnya padaku.

Aku dan Jinan adalah teman sejak SMA, bermula dari kerja kelompok suatu mata pelajaran. Jinan yg dibully di sekolah tidak mendapatkan kelompok sama sekali. Aku tak tega melihatnya dan memutuskan untuk membuat kelompok 2 orang bersama Jinan. Ia mengajakku mengerjakan tugas di rumahnya yg tak jauh dari SMA kami. Dari situlah persahabatan kami tercipta. Aku menjadi sering kerumah Jinan setelah waktu itu, sampai akhirnya rumah Jinan sering jadi tempat singgahku ketika masa sekolah dulu.

Aku memasuki kamarnya, Jinan terlihat masih berbaring di atas kasurnya. Jinan masih mengenakan tanktop hitam dan celana pendek, nampaknya ia sama sekali belum bersiap siap. Melihat pemandangan seperti ini membuatku libido naik perlahan. Aku membetulkan posisiku adikku yg perlahan bangun akibat Jinan.

"Nan, belom siap?" Tanyaku pada Jinan.
"Males gw" balas Jinan padaku.
"Loh kenapa?" Tanyaku bingung.
"Gw jadi nyamuk doang." Jawabnya singkat.
"Nan…" aku tak berani melanjutkan kata-kataku.

Cindy tak mengetahui rahasia kami, aku dan Jinan pernah menjalin hubungan cinta yg cukup lama sebelum kami kuliah. Hubungan yg serius itu berlangsung selama 2 tahun lamanya. Kami harus kandas karena Jinan merasa bahwa kami lebih baik bersahabat seperti dulu, karena pertengkaran yg sering terjadi selama kami berhubungan.

"Tapi kan lu udah bilang iya ke Cindy?" Tanyaku lagi berusaha membujuknya.
"Trus? Gw harus ngeliatin lu berdua mesra-mesraan di depan mata gw?" Tanyanya kembali dengan nada marah.
"Nan… please" pintaku memohon untuk Jinan agar mau ikut.
"Haaaahhh yaudah iya! Gw gak pernah bisa nolak kalo lu yg minta!" Katanya Jinan lalu bergegas menuju kamar mandi.

Sejujurnya, aku juga masih memendam rasa pada Jinan. Hubungan yg harus selesai secara prematur membuat perasaanku pada Jinan belum tuntas seluruhnya. Aku tak berani untuk meminta Jinan kembali, namun aku juga tak mampu menghilangkan perasaanku. Hingga suatu hari Jinan mengenalkan Cindy padaku, membuatku sadar bahwa ia sudah menganggap kami sahabat kembali tanpa perasaan suka sedikitpun. Akhirnya aku dan Cindy tak lama kemudian menjadi sepasang kekasih.

"Bentar ya…" kata Jinan padaku saat selesai mandi.

Jinan keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk putih yg menutupi dada hingga ke pahanya, gadis itu berjalan menuju lemari pakaian dan memilih pakaian. Ia nampak tak peduli pada keberadaanku yg terus menahan mupeng. Kulit halus Jinan membuat kejantananku semakin bereaksi, tak tahan dengannya.

"Lu pake putih ya? Berarti gw pake item biar gak matching sama lu" kata Jinan sambil memilih pakaian.
"Ini bagus gak?" Tanya Jinan sambil melemparkan sebuah blazer.
"Eeh!!" Jinan terkejut saat aku menyenduh kedua pundaknya yg terekspos.

Tanpa izin, bibirku menyusuri leher dan pundaknya. Rasa kulitnya yg halus sudah lama tak kurasakan. Cindy tak pernah tau sejauh apa hubungan kami dulu.

"Mpphh please jangan…!" Jinan meronta memohon.

Bibirnya yg tipis kembali kurasakan, melumat bibir yg dulu sering ku kecup. Jinan masih meronta meski mengendurkan tenaganya. Handuknya terjatuh di lantai, tubuhnya langsung tenggelam dalam dekapanku. Pelukanku begitu erat seakan menutupi tubuhnya agar tak ada yg melihat. Kami berdua terjatuh di atas kasur dengan lumatan yg tak kunjung berakhir.

"Please… kita gak boleh.." Jinan kembali ku bungkam.

Tangan kananku mengusap perutnya yg rata, kulit yg begitu halus tanpa cela itu membiarkan tanganku menjelajahinya. Perlahan naik, semakin ke atas dan ke atas hingga bongkahan payudaranya yg cukup besar kini berada di genggamanku.

"Ssshhh…" Jinan terlihat pasrah, ia terus meladeni ciuman bibirku.
"Jinan, I love you… aku masih sayang sama kamu" kata-kata itu lolos begitu saja dari mulutku, perasaanku secara jujur mengatakannya.
"No… gak boleh nghh…" Jinan menggeleng tak menerima perasaanku.

Tangan kiriku bergerilya di bagian bawah. Menyusuri bagian terbaik tubuh Jinan, pahanya yg berisi. Tanganku mengelus naik turun, sesekali meremas pahanya. Perlahan-lahan jari-jariku menemukan apa yg ku cari. Bulu tipis kusibak perlahan sambil terus memberikan rangsangan. Kami sudah pernah melakukannya sekali, aku pula lah yg mengambil kesuciannya kala itu. Sepasang remaja SMA dimabuk cinta yg ingin cepat dewasa.

"Ngghh sshh cukup…" Jinan melarangku lebih jauh.

Meski kami hanya pernah melakukannya satu kali, namun kami cukup sering petting saat berdua di kamar.

"Aku masih inget kamu suka banget diginiin" kataku pada Jinan, gadis itu menggigit bibirnya sendiri karena tau apa yg akan aku lakukan.

Jinan merinding kegelian. Bibirku mengecup pahanya sebelah kanan dan kiri bergantian. Kedua tanganku meremas kedua payudaranya, memutari areolanya dengan jari telunjukku.

"Aaghhh nggghh ahhh…!" Jinan mengerang dengan keras, ini memang posisi petting kesukaannya.

Lidahku mulai menyapu paha Jinan, bergantian kanan dan kiri. Lidahku menyapu naik turun hingga ke pangkal paha bagian dalam, kembali turun ke arah lutut dan kembali naik lagi. Jinan bergerak-gerak kegelian, tak kuat menahan rangsangan dariku.

You… you're my love, my life and my beginning.

Nada dering hpku berbunyi, panggilan dari Cindy masuk ke dalam hpku. Telepon dari Cindy membuat kami tersadar akan janji kami, aku dan Jinan salah tingkah. Jinan cepat-cepat mengambil handuk lalu mengelap tubuhnya. Ia mengambil pakaiannya dan memakainya, aku merapikan pakaian dan rambutku lalu mengambil handphoneku.

"Halo sayang" aku mengangkat telepon dari Cindy.
"Masih jauh? Udah jam berapa ini" kata Cindy padaku dari seberang sana.
"Iya aku masih nunggu Jinan, aku dateng tadi baru mandi dia. Aku jadi disuruh nunggu sendirian di ruang tamu haha" balasku pada Cindy berbohong, Jinan menatapku dengan sinis.
"Yaampun haha, yaudah nanti kabarin kalau udah ke arah rumah ya! Bye!" Cindy mematikan teleponnya.

Aku menoleh pada Jinan yg masih menatapku, ia sudah siap dengan pakaiannya. Jinan memakai make up tipis yg membuatnya terlihat cantik natural.

"Gw tunggu di mobil ya, sorry" kataku pada Jinan, gadis itu tak menjawab dan aku meninggalkannya.
_______________________________________

Tanganku menggenggam tangan Cindy dengan erat. Kami berdua berjalan sambil melihat-lihat toko-toko di dalam pusat perbelanjaan ini. Film baru dimulai setengah jam lagi, kami berniat berkeliling sedikit sebelum memasuki bioskop. Jinan Mengikuti di belakang kami berdua, wajahnya terlihat malas setiap kali aku menoleh padanya. Sesekali pandangan kami bertemu, lalu saling melemparkan pandangan ke arah lain karena salah tingkah.

"Maaf bikin lu jadi nyamuk gini" aku mengirimkan pesan singkat pada Jinan.
"It's okay" balasnya padaku.

Kami bertiga menuju bioskop kembali, aku dan Cindy membeli popcorn besar untuk berdua. Aku membelikan Jinan satu popcorn dan minum untuknya sendiri. Kami memasuki ruang bioskop yg gelap, kami bertiga berjalan perlahan menyusuri bangku-bangku bioskop.

"Kamu ditengah!" Kata Cindy dengan manja padaku.
"O.. oke" balasku pada Cindy, Jinan hanya mengangkat bahu terserah.
"Pangeran nih ceweknya dua wlee" ledek Cindy menggodaku.

Aku dan Jinan hanya saling pandang salah tingkah. Cindy tidak tahu apa yg terjadi sebelum kami menjemputnya. Kami berdua menjadi salah tingkah akibat kejadian tadi.

"Mulai sstt!" Cindy menyuruh kami diam, aku dan Jinan hanya tertawa kecil akibat tingkahnya.

Film dimulai, aku menonton film horror tersebut dengan serius. Tanganku menggenggam tangan Cindy yg menonton sambil sedikit menutup mata, ia memang selalu seperti ini bila menonton Horror. Suka namun takut, sehingga terlihat lucu.

"Eh…" aku terkejut.

Tanganku tanpa sengaja menyentuh tangan Jinan, ia salah meletakkan tangan di bangkuku. Aku menoleh padanya, Jinan juga menoleh padaku terkejut. Kami berdua saling tatap malu.
Film terus berlanjut, film horror itu ternyata tidak seram dan membosankan. Aku menoleh ke arah Cindy yg menggenggam tanganku erat.

"Yang…" panggilku pada Cindy.
"Iya.." balasnya.
"Bosen ya?" Tanyaku padanya.
"Hehe…" jawabnya padaku.

Kami saling pandang, perlahan-lahan wajah kami mendekat. Wajah kami sudah cukup dekat saat aku merasakan cengkraman di tangan kananku. Cindy sepertinya paham mengapa aku berhenti namun tidak bertanya apapun. Aku menoleh kepada Jinan yg menatap dengan tajam.

"Hehe" balasku pada Jinan yg kini kembali menonton.

Kejadian di rumah Jinan dan ciumanku yg gagal bersama Cindy membuat birahi terbakar akibat tanggung. Aku melihat pada Jinan dari atas kebawah, gadis itu menoleh padaku dengan wajah penasaran.

"Ngapain?!" Jinan berbisik pelan agar tak di dengar Cindy.

Tanganku mengusap pahanya. Perlahan tanganku membuka kait celananya dan menurunkan retsletingnya. Jinan menahan tanganku dengan wajah marah, namun tanganku terus menelusup masuk ke dalam celana dalamnya. Jariku mulai menyentuh bulu-bulu halus kemaluannya, membuat Jinan menggigit bibirnya agar tak mendesah. Jinan menaikkan tas miliknya ke atas sandaran tangan untuk menutupi perlakuanku padanya.

"Yang.." kini Cindy yg memanggilku, membuatku terkejut dan menoleh padanya.
"Nghh!!" Jinan berusaha menutupi desahannya, aku yg terkejut karena panggilan Cindy tanpa sadar menekan klitorisnya dengan kuat.

Cindy menatapku dengan lekat, tanpa aba-aba wajah kami berdua kembali mendekat. Bibir kami bertemu, mengecup dengan lembut dan penuh cinta. Namun Cindy tak tau, sahabatnya juga sedang kukerjai. Jariku mengusap naik turun di permukaan vaginanya, usapanku tanpa henti dari klitoris ke permukaan terus menerus. Jinan mencengkram tanganku, membuatku semakin kuat mengusapnya.

"Nnghh nghhh!!" Jinan mengerang, menggigit tangannya sendiri agar desahannya tak keluar.
"Aaghh!! Nghhh!!" Jinan mengejang, tanganku ia tahan dan kakinya menegang.

Ia memukul tanganku dan menatapku dengan penuh amarah. Aku terkekeh padanya setelah ciumanku dengan Cindy terhenti.

"Cin aku ke toilet." Kata Jinan sambil melewati bangkuku dan Cindy.

Aku menatap kepergiannya, namun tak beberapa lama handphoneku bergetar karena pesan masuk.

"Toilet." Isi pesan dari Jinan membuatku bersemangat.
"Aku ke toilet bentar ya, kebanyakan minum cola" kataku pada Cindy yg dibalas dengan anggukan olehnya.

Aku bergegas meninggalkan Cindy dan secepat kilat menghampiri Jinan.

"Disable, cepet!" Jinan kembali mengirimkan pesan.

Aku mengetuk toilet disable yg tertutup, Jinan membukakan pintu toilet dan menarikku masuk. Aku terkejut dan senang karena pemandangan di depan mataku. Jinan telah menurunkan celana dan celana dalamnya sendiri hingga di lutut. Ia langsung menghampiriku dan membuka retsleting celanaku. Gadis itu menurunkan celanaku, membuat penisku yg tegang terbebas dari sarangnya. Jinan merapikan rambutnya kesamping dengan begitu anggun, memperlihatkan leher jenjangnya yg menggoda. Jinan meludahi penisku, tangannya yg halus meratakkan liurnya diatas permukaan penisku. Ia mengocok penisku naik turun sambil meratakkan liurnya, mengocok dengan tempo yg perlahan mulai naik menjadi cepat.

"Uugh nan!" Aku mengerang akibat ulah Jinan.

Penisku masuk ke dalam mulutnya, mulut yg sangat ahli dalam memanjakan penisku. Sewaktu dulu masih berpacaran, aku paling suka memintanya untuk memberikanku blow job. Jinan masih memiliki keahliannya, ia paling tau bagaimana cara memuaskan penisku. Jinan meghisap penisku dengan tempo sedang, tangannya turut mengocok dan meremas penisku naik turun seirama hisapan mulutnya. Jinan mengulum penisku tanpa henti, membuat bunyi basah akibat tenggorokannya yg terus dijejali penis.

"Aaghh!!" Aku mengerang dan meminta Jinan berhenti.

Gadis itu menurut dan melepaskan penisku, ia mengusap mulutnya dengan punggung tangan akibat liur. Aku memutar tubuh Jinan dengan sedikit memaksa, memintanya untuk menungging bertumpu kloset. Jinan yg tak pernah mau untuk berhubungan badan, entah mengapa tidak melawan maupun melarangku. Kuarahkan penisku ke vaginanya, mendorong perlahan untuk memasuki vaginanya yg sempit. Vagina Jinan yg sudah sedikit basah itu membantu penisku untuk dapat memasuki liang vagina miliknya.

"Nnghh aah…!" Jinan mengerang lembut saat penisku sudah masuk setengahnya.

Perlahan aku mulai menggerakkan pinggulku. Kami berdua melepas pakaian atasan kami dan menggantungnya agar tidak basah dan berantakan. Tubuhku bergerak sendiri mencari kenikmatan pada tubuh Jinan, menggenjot dengan cepat vagina Jinan yg sangat menggigit. Vaginanya yg terus menutup setiap kali aku menarik keluar membuatku kewalahan menerima kenikmatan. Jinan mengerang tanpa henti, desahannya tak lagi ia tahan selama aku menggenjot tubuhnya. Desahan kami tanpa lagi terbendung, menandakan bahwa kami berdua menikmatinya.

"Sshhh aaahhh ahhhh nghhh aaaahhh" Jinan terus mendesah seirama dengan genjotan pinggulku.

Pantatnya yg bulat berisi mulai memerah akibat benturan tubuh kami. Penisku menghujam vaginanya tanpa henti. Pinggulnya yg sekal membuatku meremasnya dengan gemas selama menyetubuhi dirinya. Kenikmatan luar biasa yg kurasakan membuatku tak menurunkan sedikitpun tempo goyanganku.

"Oouhhh aaaahhhh aahh…" Jinan sedikit mengatur nafasnya saat penisku ku cabut.

Aku mengangkat tubuh Jinan dan menekannya ke arah dinding bilik toilet. Kami berdua berdiri dengan tubuh Jinan yg ku himpit ke arah dinding.

"Aaaahhhh aaahh nghhhh aaahhh shhh aaaaahhh!!" Jinan kembali mendesah hebat saat penisku menggenjotnya.

Genjotanku makin cepat dan kuat. Membuat tubuh Jinan semakin terdesak ke arah dinding. Payudaranya yg bulat dan padat itu terhimpit di dinding dan membuatnya semakin terangsang hebat. Hujaman penisku makin cepat, tangan Jinan meraih ke belakang dan menjambak rambutku akibat tak tahan dengan kenikmatan yg terasa. Tangannya yg lain mencengkram lenganku yg sedang memegang pinggulnya sebagai tumpuan. Genjotan demi genjotan terus ku lakukan. Hujaman demi hujaman Jinan terima yg membuat mulutnya tak berhenti mendesah.

"Aaaaaggghhhhhh!!! Uuaaaaaaaahhhhhh!!" Jinan mendesah panjang.

Tubuhnya melonjak-lonjak dan bergetar. Penisku merasakan cairan hangat menyembur di dalam vagina Jinan. Vaginanya mengempot menjepit penisku, kedutan pada vaginanya menambah sensasi nikmat yg kurasakan dari orgasme Jinan. Nafas Jinan memburu, desahan putus-putus terus keluar dari mulutnya. Jinan hampir terjatuh ke lantai saat tubuhnya ku lepaskan. Penisku yg masih tegak kini Jinan raih dan ia mengajakku kembali ke kloset.

Jinan bersusah payah setengah berjongkok ke arah kloset, ia kembali melahap penisku yg masih belum sampai ke puncak kenikmatan. Tangannya mengocok dengan cepat dan lidahnya menjulur keluar untuk menyapu kepala penisku. Jinan menyedot lubang penisku dengan kuat, membuatku mengerang keenakan.

"Nan, sampee..!!" Aku tak mampu lagi menahan kenikmatan blowjob dari Jinan.

Jinan terus mengocok dengan cepat dan mengarahkan penisku di atas kloset. Tangannya terus mengocok dan sesekali mengurut penisku membuatku semakin tak kuat menahannya.

"Naan!!" Aku mengerang bersamaan dengan orgasmeku.

Penisku menyemburkan sperma dengan kuat. Jinan mencoba mengarahkan semburan spermaku ke arah lobang kloset, namun spermaku mengenai kloset, dinding hingga tangannya. Jinan terus mengurut penisku hingga mengeluarkan seluruh sperma yg tersisa. Ia kembali menghisap dan mengulum penisku untuk membersihkan sisa spermaku lalu meludahkannya ke kloset. Penisku telah menyusut dan aku terduduk di lantai yg kering. Ku raih tubuh Jinan untuk beristirahat bersama.
_______________________________________

Aku lebih dulu meninggalkan toilet disable itu, meninggalkan Jinan yg sedang merapikan make upnya di dalam sana. Sekitar 15 menit aku keluar ruangan bioskop meninggalkan Cindy, HPku dipenuhi beberapa panggilan masuk dari kekasihku itu.

"Lama banget?" Bisiknya padaku yg baru kembali ke bangku.
"Mules yang kebanyakan cola kyaknya… udah mau abis ya ini?" Tanyaku balik pada Cindy.
"Gak tau, aku ketiduran tadi" balasnya padaku sambil terkekeh.

Kami melanjutkan menonton film horror yg membosankan itu dan tak berapa lama kemudian Jinan juga kembali dari toilet. Kami berdua saling pandang dan berpura-pura tak ada yg terjadi diantara kami.

"Kalian curang nih!" Kata Cindy kepada kami berdua setelah selesai menonton film dan berniat untuk pulang.
"Kenapa?" Tanyaku bingung, Jinan hanya menatap Cindy.
"Kalian mules dan jadi bisa kabur ke toilet, giliran aku sendirian nonton film jelek itu!" Balasnya dengan wajah cemberut.
"Haha ada-ada aja kamu mah sayang" balasku lagi.

Kami pun bergegas menuju ke mobil dan pulang. Selama di perjalanan, aku dan Jinan lebih banyak diam. Aku hanya menyauti Cindy yg terus berbicara dan bercerita sampai saat kami tiba di rumahnya. Setelah menurunkan Cindy, kini aku mengantarkan Jinan menuju rumahnya. Kami terdiam tanpa sepatah katapun meski sudah tak ada Cindy. Tak ada yg bisa kami katakan, tak ada juga yg bisa kami bahas. Aku merasa bersalah karena saat sedang berkencan dengan kekasihku, justru aku malah bersetubuh dengan sahabatnya di belakangnya. Aku merasa bersalah sudah berani membohongi Cindy seperti ini, aku rasa Jinan juga memiliki perasaan itu di benaknya.

"Bye Nan." Kataku pada Jinan.

Gadis itu tak menoleh sedikitpun padaku dan membanting pintu mobilku. Aku membuka kaca depan dan melihat Jinan yg meninggalkan mobilku menuju ke arah pintu rumahnya. Aku tak dapat menahannya lagi, aku benar-benar masih memiliki rasa padanya.

"Nan, gw masih sayang sama lo!" Teriakku dari dalam mobil.

Jinan berhenti di ambang pintu, tangannya yg sudah menarik daun pintu itu ia lepaskan dan mengepal. Jinan tak membalik tubuhnya untuk melihat padaku, ia tetap memunggungiku.

"Gw juga!" Balasnya padaku.
"Tapi lo gak boleh jahatin Cindy. Dia sahabat gw!" Balasnya padaku yg membuat hatiku tercekat.

Jinan memasuki rumahnya dan membanting pintu, meninggalkanku dengan perasaan bersalah karena mencintai dua gadis yg bersahabat baik.

-tamat-
 
OS 3 :
Veranda - Best Actress



Tubuh kurus kak Ve merayap di dalam selimut. Wajahnya berhenti tepat di depan selangkanganku yg masih setengah tertidur. Kak Ve membuka celanaku, ia mengelus lembut tonjolan di pagi hari pada celana dalamku dengan pipi chubbynya. Kak Ve mengecup lembut penis yg masih terbungkus celana dalam, menggelitik dengan ujung lidahnya.

"Hihi adek adek ku bangunnya bareng ya…" Ve tertawa geli saat kepalanya kuusap dari luar selimut menandakan diriku yg telah bangun, penisku semakin menegang akibat ulahnya.
"Kakak tumben udah bangun?" Tanyaku pada kak Ve yg tengan menjilati penisku.
"Iya nih mau casting, tapi masih setengah jam lagi di jemput kak Kiki." Katanya padaku dengan tangan yg terus bergerak mengocok penisku.

Aku telentang dengan santai menikmati hisapannya, morning wood dan diberikan sebuah pijatan lembut pada penisku adalah hal terbaik yg bisa didapatkan pada pagi hari. Apalagi yg memberikannya adalah kak Ve, kakakku sendiri. Jessica Veranda atau yg dikenal sebagai Ve ini adalah kakak kandungku sendiri. Ia adalah seorang mantan anggota idol group yg begitu populer, ia pernah menjadi peringkat satu sebagai member pilihan fans selama 2 tahun berturut. Cantik, baik hati, ramah, anggun dan tubuh semampai miliknya membuatnya digilai fans. Sosok sempurna yg dipuja oleh fansnya. Kak Ve tak pernah berpacaran sejak ia menjadi member hingga sekarang 4 tahun setelah kelulusannya. Tetapi dibalik dirinya yg tak berpacaran, ia memiliki rahasia yg bisa membuat gempar. Kak Ve menyukaiku, ia mencintai adiknya sendiri. Aku dan kak Ve sudah menjalin hubungan yg lebih dari kakak adik sejak ia masih menjadi member. Kak Ve mempercayakan cintanya dan kehidupan seksualnya kepadaku.

"Kok bengong?! Gak enak ya mulutku?" Kata kak Ve sambil cemberut, melihatnya cemberut sambil mengocok penis membuat nafsuku memuncak.
"Enak kak, maaf maaf" aku mengusap lembut kepala kakakku dan mengarahkannya kembali ke penisku.
"Maaf ya kakak cuma bisa ngasih kamu bj… kakak mau casting" kak Ve memasang wajah bersalah sambil menatap penisku yg tegang sempurna.
"Nghh gapapa kak, nanti malem kita ngentot sampe puas ngerayain casting hari ini" balasku padanya.
"Iiih mulutnya… ML gitu dek hahaha" balasnya dengan tawa renyah.

Tubuh indah kak Ve naik ke atasku, menduduki perutku dan membelakangiku. Tubuh belakangnya yg menjadi pemandanganku benar-benar indah, tubuhnya ramping dan seksi, bokong yg sekal tanpa celah serta tulang punggung yg sedikit menonjol seakan memiliki sepasang sayap. Kak Ve sengaja memunggungiku agar aku penasaran apa yg akan ia lakukan pada penisku dan membuat nafsuku makin terbakar. Aku dapat merasakan hangat vaginanya yg menduduki perutku, sedikit lembab dan terasa geli di perutku akibat bulu-bulu tipis yg tercukur rapi. Kak Ve mulai menurunkan tubuhnya, kepalanya terasa semakin mendekati penisku.

"Aaah…!" Aku mendesah akibat perlakuan kak Ve pada penisku.

Penisku yg sudah tegak akibat permainan tangan kak Ve semakin dibuat terkejut olehnya. Ia memberikan deepthroat padaku, ia melahap habis penisku hingga menyentuh tenggorokannya. Dinding mulut, lidah yg empuk dan tenggorokan yg bergerak membuat penisku serasa dipijat dan dimanjakan.

"Aaghh!" Aku menengadahkan kepalaku, tak tahan menerima deepthroat darinya.

Penisku merasakan basah dan hangat mulutnya. Ia mengempotkan pipinya dan mengeluarkan penisku perlahan lahan dari mulutnya, dinding mulutnya menekan penisku dari samping dan lidahnya menekan dari bawah, sesekali bergerak memanjakan penisku. Aku menahan sekuat-kuatnya agar tak segera kalah oleh permainan mulut kak Ve, rasa nikmat yg luar biasa, mengurut penisku dengan nikmat dan hangat mulutnya membuatku menggila. Aku memegang kepalanya dan sedikit menekan untuk menahan agar tak segera sampai di titik pertahananku.

"Hihi kuat ya adikku…" kak Ve tersenyum bangga padaku, ia memberikan kedipan menggoda padaku.
"Enak banget kak!" Pujiku pada kak Ve yg masih memberikan kocokan padaku, meratakan liurnya yg membasahi penisku.
"Tebak sekarang aku mau ngapain?!" Kak Ve seperti memberikan kuis, menutupi kegiatannya dengan tubuhnya.
"Aaaaghhhh!!" Kak Ve kembali membuatku kewalahan.

Ia menusuk lubang kencingku dengan ujung lidahnya, menjilati memutar lalu memasukan kepala penisku ke mulutnya. Kak Ve menghisap ujung penisku, lidahnya memutar, menjilat dan menekan kepala penisku di dalam mulutnya. Ia menghisap perlahan dan pelan-pelan naik ke ujung kepala penisku. Tanpa melepas hisapannya, ia kembali memasukan kepala penisku, menarik kembali keluar, dan memasukannya kembali berulang-ulang. Aku kembali mendesah tak tahan, kak Ve mengumpulkan liurnya yg hangat dan membasahi penisku yg ada di dalam mulutnya membuat bunyi decakan basah dari hisapan mulutnya. Kak Ve memasukan penisku cukup dalam, menghisap dan mengulum naik turun dengan cepat. Kak Ve menyedot penisku dan tangannya mengocok penisku yg tak masuk ke dalam mulutnya.

"Aaaaghhh!!" Penisku berkedut, aku tau kak Ve pasti bisa merasakannya.

Kak Ve melahap habis penisku, bergerak naik turun perlahan dengan penis yg memenuhi mulutnya.

"Uugh!!" Penisku telah sampai kebatasnya.

Penisku menembak berkali kali di dalam mulutnya, memenuhi mulut kak Ve dan mengalir keluar dari mulutnya. Ia menghisap dan menahan spermaku Di dalam mulutnya. Ia menyedot kuat-kuat agar tak ada spermaku yg tersisa.

"Gluuup…" kak Ve menengadahkan kepalanya agar tak ada spermaku yg mengalir keluar, lalu menelannya sampai habis.

Pemandangan yg begitu indah yg kusaksikan dari belakang, tubuh kurus dan tinggi miliknya membuat pemandangan tersebut menjadi begitu seksi. Kak Ve menoleh sedikit ke arahku dengan sisa sperma yg masih menempel di bibir dan sisi mulutnya. Kak Ve mengeluarkan lidah dan menjilat bibirnya dengan begitu seksi, mengambil spermaku yg menempel di bibirnya dan menelannya. Dengan pinggir tangannya ia menyeka bibirnya lembut, membersihkan spermaku dan menjilat tangannya sendiri. Perutku terasa basah dan hangat akibat vagina kak Ve yg menduduki perutku. Ia memutar tubuhnya perlahan dan kini menghadap ke arahku. Tubuh bagian depannya kini menjadi pemandanganku, begitu indah dengan payudara sedang yg menghiasi indah tubuh kurusnya. Puting kecilnya yg berwarna merah muda, tepat di tengah payudaranya membuatnya semakin sempurna. Aku mengaggumi keindahan tubuh kakakku yg menatapku dengan sayu.

"I love you dek" kak Ve tersenyum padaku.
"I love you too kak Ve" balasku menarik kedua tangannya perlahan, membuat kepala kami berhadapan.

Ponsel kak Ve berbunyi, sepertinya kak Kiki sudah bersiap menjemputnya. Kak Ve terlihat kecewa dan cemberut. Membuatku menolehkan kembali kepalanya ke arahku.

"Satu ciuman kyaknya gak masalah kok…" kataku sambil mengecup bibirnya.

Ciuman yg panas dengan lidah beradu terjadi diantara kami. Ciuman yg begitu penuh nafsu hingga saliva menjuntai di antara bibir kami.

"Aku pergi dulu ya dek!" Kak Ve turun dari atas tubuhku setelah ciuman berakhir, bersiap-siap untuk menuju tempat castingnya.
_______________________________________

*Author POV*

Ve memasuki ruang tunggu casting sesuai arahan dari staff. Dengan nomor antrian 163, ia menunggu dengan peserta lainnya. Mereka semua mengenakan pakaian sesuai arahan yg diberikan sebelumnya, tanktop atau kaos polos dan celana pendek. Mungkin pakaian ini terkesan terlalu terbuka dan mencurigakan, namun hal ini sudah biasa terjadi di lokasi casting. Karena sutradara maupun direksi sutradara akan melihat dari segala sisi, dari tubuh hingga kemampuan akting. Mereka akan mencari fisik yg paling mendekati karakter yg akan digambarkan pada film tersebut.

"163 silahkan masuk." Staff memanggil Ve dan gadis itu mengikuti arahannya.

Casting dilakukan oleh sutradara langsung dan ditemani seorang staff dari divisi penyutradaraan. Di tengah ruangan ruangan serba putih, Ve berdiri menghadap kamera yg menyorot ke arah dirinya. Sutradara dan staff itu memberikan arahan pada Ve dan memintanya untuk menunjukan bakat aktingnya, ia diminta untuk memperagakan 2 adegan dan memainkan 3 emosi. Ve melakukannya dengan lancar di depan kamera, ia menunjukkan bakatnya di depan sutradara tersebut.

"Oke terima kasih" sutradara mempersilahkan Ve keluar.

Proses casting masih berlanjut dengan ratusan lebih peserta yg telah lolos proses audisi berkas. Ve berdegup kencang menunggu proses berikutnya, ia memperhatikan setiap peserta yg keluar masuk pintu ruang audisi. Ada yg sebentar saja di dalam ruang audisi, ada pula yg cukup lama seperti dirinya. Ve yg sudah sering mengikuti casting tau bahwa setelah ini akan ada penyaringan peserta untuk menuju tahap casting dengan dialog dan peran. Ve cukup percaya diri untuk dapat mencapai tahap itu, namun ia tak cukup percaya diri dapat lolos di tahap dialog.

"Hasil casting sudah dapat dilihat di email masing-masing. Untuk peserta yg berhasil menuju tahap berikutnya harap tinggal di tempat." Staff mengumumkan menggunakan pengeras suara, membuat seluruh peserta membuka hpnya.

Wajah senang, kecewa, tangisan, dan teriakan kegembiraan bercampur aduk di dalam ruwng tunggu. Perlahan-lahan peserta mulai meninggalkan ruangan audisi satu persatu, menyisakan 10 peserta saja. Ve perlahan bangun dari tempat duduknya, ia berjalan membawa tasnya dengan wajah tertunduk. Para peserta yg tak beranjak dari tempat duduknya memperhatikan Ve yg berjalan keluar paling belakang. Namun langkah Ve tak mengantarnya keluar dari ruang tunggu maupun mengantarkannya pulang dari kantor PH itu, Ve berjalan ke arah ruang audisi dengan wajah yg tertunduk setelah membaca emailnya.

"Kamu peserta 161 ya?" Tanya staff pada Ve yg terlihat menunduk dengan wajah bingung.
"Saya tidak lolos ya? Di email ini kenapa nomor saya pisah sendiri." Tanya Ve pada staff itu.
"Sutradara melihat potensi namun belum cukup, ia ingin mencoba audisi sekali lagi untuk memastikan." Staff itu menjelaskan pada Ve.
"Oh gitu ya. Jadi saya dapat kesempatan kedua?" Tanya Ve pada staff itu.
"Betul, ruang audisinya di sebelah sana…" staff mengantarkan Ve menuju ruang audisi untuk tahap selanjutnya.

Jantung Ve berdegup kencang, ia begitu senang karena mendapat kesempatan kedua untuk mengulang audisi namun ia juga harus langsung mengikuti audisi tahap dua sebagai peserta pertama. Ve menyiapkan hati untuk mengikuti audisi secara berturut-berturut.

"Permisi…" Ve memasuki ruangan sambil sedikit membungkuk memberi salam.
"Kamu peserta 161 ya… Jessica Veranda?" Tanya sutradara itu pada Ve.
"Iya pak" balas Ve dengan senyum terbaiknya.
"Oke kalau begitu." Sutradara dan staff disebelahnya menaruh kembali berkas yg baru saja mereka baca.
"Kamu ingin dapat peran ini?" Tanya sutradara pada Ve.
"Mau sekali pak!" Balas Ve dengan penuh percaya diri.
"Saya suka aktingmu, saya suka ekspresimu, saya suka intonasi suaramu… tapi bakatmu itu masih mentah buat saya." Kata sutradara itu pada Ve, membuat Ve merasa tertusuk tepat di hatinya.

Sutradara dan staff saling menatap dan tersenyum. Ve yg masih berusaha tersenyum dengan senyum terbaiknya terlihat bingung dengan senyum mereka.

"Yaudah langsung aja… buka baju kamu, semuanya" kata sutradara pada Ve.
"Eh gimana pak?" Tanya Ve terkejut.
"Buka, striptease yg seksi." Kata staff di sebelah sutradara.
"Kamu langsung dapet perannya kalo mau ngelakuin audisi ini" kata sutradara dan staff sambil membawa bangku.

Mereka berdua duduk tepat di hadapan Ve yg berdiri kebingungan. Gadis itu begitu bimbang.

"Cepet. Gak mau?" Tanya sutradara itu lagi.

Ve menarik nafas. Ia tak ingin membuang kesempatan satu-satunya.

"Baik pak…" Ve mengangguk kepada dua pria yg semakin tak sabar setelah mendengar jawaban Ve.

Ve melenggak lenggokan tubuh indahnya, tubuh dengan lekuk seksi menggoda itu bergoyang membuat penis dua pria yg menyaksikannya mulai bereaksi. Ve menggigit bibir bawahnya dan menarik tali tanktopnya kesamping, menurunkan perlahan hingga menunjukan gumpalan payudaranya perlahan-lahan. Ve menghentikan tangannya tepat saat branya baru terlihat sedikit. Ia kembali melenggok dan mendekati sutradara yg tengah mengusap penisnya dari luar celana. Ve duduk dipangkuan sutradara sambil menggerakkan bokongnya membuat dengusan nafas sutradara itu mengenai lehernya. Ve menyentuh ujung tanktopnya, menaikan bagian belakangnya perlahan menunjukan punggung bagian bawah dan tali branya.

"Bantu saya pak" ujar Ve sambil tetap bergoyang pelan.
"Hehe…" pria paruh baya itu menyentuh pengait bra milik Ve, namun kepalanya tak bisa menahan dan menyosor tengkuk Ve.

Ve mencoba menahan amarah dan ekspresi wajahnya, ia tidak suka dengan sutradara yg memanfaatkan keadaan seperti ini. Ve sangat benci dengan saat bibir kasarnya mengenai tengkuknya.

"Aku minta bantuin lepasin, kok bapak nyosor aja sih…" balas Ve dengan nada yg nakal.
"Hehehe" kedua pria itu terkekeh senang karena Ve ternyata melebihi ekspektasi mereka.

Ve kembali menurunkan tanktopnya, membuat punggung dan perutnya kembali tertutup. Hanya pundak, bahu dan dada bagian atas Ve yg terpampang di hadapan pria hidung belang itu. Ve kembali meliuk dan melenggok, bra yg sudah tak terkait itu perlahan turun memperlihatkan bagian atas payudaranya yg menyembul dari balik tanktop. Kedua pria itu semakin terbakar nafsu karena payudara Ve yg mengintip namun belum terlihat seluruhnya. Ve berjalan perlahan ke arah staff direksi, gadis itu menurunkan tubuhnya membuat bokongnya mengenai penis tegang yg terbungkus celana milik pria tersebut. Ve menurunkan celananya perlahan, sambil menggoyang bokongnya pada selangkangan staff tersebut.

"Mas, nyangkut celanaku… nyangkut di apa ya… hihi" Ve menggodanya dengan memegang penis pria tersebut, mengusap dan meremas penis pria itu kemudian kembali menurunkan celananya sendiri.
"Ughh!" Staff itu mendesah, ia menoleh ke arah sutradara yg terlihat iri.

Ve tersenyum kearah sutradara. Ve meloloskan celananya dari kedua kakinya dan meletakkannya di lantai. Ve kini mengenakan tanktop yg setengah terbuka, bra yg sudah terlepas kaitannya dan g string merah yg seksi. Gadis itu mendekati sutradara yg terbelalak melihat keseksian tubuh Ve. Ve menaiki kedua kaki sutradara, menyentuhkan vagina yg masih tertutup g string ke arah selangkangan sutradara itu. Ve menggoyang pinggulnya perlahan dan meliuk dengan seksi, menari dengan erotis diatas kedua paha sutradara itu.

"Eitt gak boleh…" Ve menepis tangan sutradara yg mencoba menyentuh tubuhnya.

Ve turun dari atas pangkuan sutradara, gadis itu berpura-pura terpeleset di depan sutradara tersebut.

"Eh kepegang hihi" Ve tertawa kecil saat tangannya meremas penis sutradara tersebut.

Ve kembali ke tengah ruangan, kembali menari dan meliuk menggoda. Gadis itu tersenyum dengan seksi, menggigit ujung jari telunjuknya di depan kedua pria itu. Ve memasukkan tangan kanannya ke dalam tanktopnya, meremas dadanya sedikit lalu meloloskan branya dari dalam tanktop. Ve melempar bra merah senada dengan g stringnya kepada staff direksi, membuat pria itu menciumnya dengan wajah yg mupeng. Payudara Ve lagi-lagi membuat kedua pria itu panas dingin, masih membuat mereka penasaran dengan wujud aslinya. Puting Ve menyembul di balik tanktop yg ia kenakan, gadis itu menarik tanktopnya dari belakang membuat tonjolannya makin jelas. Ve memperlihatkannya pada sutradara, menggodanya untuk menyentuhnya.

"Hehehehe!!" Sutradara itu mengarahkan tangannya pada payudara Ve namun Ve secepat kilat menarik tubuhnya.
"Hihi pengen ya..!" Ve menjulurkan lidahnya meledek sutradara itu.

Ve mengangkat tanktopnya sampai ke bagian dada, menggantikan bra miliknya untuk menutupi payudaranya. Ve menurunkan G stringnya hingga sebatas garis vaginanya, membuat kedua pria itu merem melek tak sabar.

"Janji ya aku pasti jadi pemeran utamanya?" Ve memasang wajah cemberut andalannya, membuat kedua pria itu mengangguk dengan cepat.
"Bener ya?!" Ve memasang wajah marah, membuat kedua pria itu semakin terbakar nafsu melihat wajahnya.
"Hihi bapak baik…" Ve tersenyum dengan wajah polos kepada kedua pria itu, berjalan perlahan mendekati staff direksi yg matanya tak pernah lepas dari tubuh Ve.

Ve membungkuk di depannya membuat payudaranya yg berukuran sedang itu menyembul memperlihatkan belahannya. Ve mengangkat kedua tangannya di samping wajah staff itu dan berbisik padanya.

"Tolong.." bisiknya dengan desahan lembut.

Staff tersebut dengan tak sabar menarik tanktop Ve melewati kepalanya, membuat payudara gadis itu memantul dengan menggoda saat tanktop itu terlepas. Staff tersebut mencuri kesempatan meremas payudaranya dan menyentuh putingnya, Ve memberikan desahan lembut dengan sengaja membuat penis kedua pria itu semakin mengangguk tak sabar.

"Ih nakal!" Ujar Ve pada staff direksi itu.

Ve berjalan menuju sutradara yg menatap payudaranya dengan wajah nafsu, mungkin kalau di film kartun, sutradara pasti sudah meneteskan liurnya dengan deras seperti air mancur. Ve meminta sutradara memberikan tempat di kursi, sutradara tersebut menuruti dengan wajah yg bingung menerka apa yg akan dilakukan Ve.

"Tahan ya pak…" Ve memegang pundak sutradara.

Ve dengan sengaja membuat payudara, perut dan selangkangannya mengenai wajah sutradara tersebut. Sutradara menghirup aroma tubuh Ve yg melewati tubuhnya, pria itu terkejut karena di depan wajahnya terpampang selangkangan Ve. Gadis itu menatap sutradara dari atas dengan wajah menggoda. Ve berdiri di pinggiran kursi membuat wajah sutradara tepat di antara selangkangannya.

"Pegangin aku ya pak, jangan sampai jatuh…" Ve memegang tangan sutradara dan meletakkannya di pahanya.

Ve menurunkan g stringnya perlahan hingga ke lutut, membuat vaginanya perlahan-lahan terlihat dihadapan wajah sutradara. Staff direksi melihat dengan sangat mupeng ke arah sutradara yg menerima servis terbaik dari Ve. Ve mengangkat kaki kirinya membuat vaginanya terlihat, terbuka sedikit dan menjadi pemandangan yg luar biasa menggoda. Sutradara menahan tubuh gadis itu yg berdiri dengan satu kakinya untuk meloloskan kakinya dari celana dalam. Ve melakukan hal yg sama pada kaki kanannya hingga kini vaginanya telah tak lagi tertutup. Sutradara memegang paha Ve dengan kuat dan berusaha menariknya namun gadis itu segera melompat turun dari kursi.

"Mau ngapain pak?" Tanya Ve dengan kedipan menggoda, Ve mendekati staff direksi yg tak tahan melihat tubuh Ve.
"Hihi lucu pak!" Ve memakaikan g stringnya pada wajah staff direksi sehingga pria itu menghirup aromanya dalam dalam.

Tubuh polos telanjang milik Ve kini menjadi pemandangan indah bagi kedua pria itu, Ve memutar mutar tubuhnya membuat bokong dan payudaranya bergoyang. Kedua pria yg sudah tak tahan itu bangkit dari tempat duduk mereka dan mendekati Ve.

"Tadi mintanya cuma striptease kan?" Tanya Ve dengan wajah polos.
"Hehe iya sih, tapi masa cuma striptease…" sutradara itu melepas celananya sendiri, memperlihatkan penisnya yg kecil.
"Pak, gak sampai sejauh ini ya!" Veranda mulai tidak senang karena staff direksi ikut membuka celananya.
"Perjanjiannya cuma striptease!" Ve memungut pakaiannya kembali, namun sutradara menangkap tangan Ve.
"Saya pasti kasih peran ini ke kamu kalau kamu bersedia puasin kita!" Ve terkejut mendengar permintaan sang sutradara, kedua pria itu memegangi tangannya yg meronta.
"Lagipula rekaman kamera ini juga menunjukan kalau kamu yg dengan senang hati striptease sampai bugil hahaha!" Tambah staff direksi membuat Ve tersadar akan kamera itu.
"Udah gampang, puasin kita dan dapet peran. Gw gak minta macem-macem." Tambah sutradara sambil memeluk tubuh telanjang Ve.
"Sekali ini aja ya pak?" Tanya Ve pada mereka yg dibalas anggukan.

Ve akhirnya menyetujui syarat dari sutradara dan langsung berjongkok di antara kedua pria itu. Kedua tangannya mengocok penis pria di depannya dengan cepat. Ia meludahi kedua tangannya dan kembali mengocok penis itu. Ve menjilat penis milik staff direksi yg cukup besar, melahapnya dan menekan dengan lidah. Ia melakukan hal yg sama pada penis milik sutradara, Ve membiarkan kedua pria itu menjamah payudaranya.

"Langsung aja, yg diluar pasti nunggu audisi!" Ujar sutradara. Yg memutar kebelakang tubuh Ve.

Pria itu menarik pinggul Ve dan membuka vaginanya, ia menjilat dan membasahi vagina itu dengan liurnya sebelum memasukan penisnya. Ve tak merasakan apapun saat penis itu masuk karena ukurannya yg kecil. Sutradara itu menggoyang pinggulnya dan menampar pantat sekal Ve dengan penuh nafsu. Ve memfokuskan dirinya pada staff direksi dengan penis mengacung di tangannya. Ve memberikan blowjob andalannya pada penis yg lumayan itu, ia menyapu penis itu dengan lidahnya naik turun dan mengecup kepalanya. Ve menyedot penis itu dengan kuat dan menghisapnya naik turun.

"Ooh!!" Ve terkejut karena penis staff direksi menyemburkan spermanya saat penis itu diurut menggunakan dinding mulutnya.
"Udah keluar aja pak hehe" Ve terkekeh sambil meneteskan sperma itu ke tangannya.
"Uughh!! Enak banget memeknya!" Ve terkejut karena sutradara itu membasahi gumpalan bokongnya dengan sperma.

Beberapa tembakan membasahi punggung Ve. Gadis itu tertawa dalam hati melihat dua pria yg kewalahan akibat kenikmatan tubuhnya. Belum sepuluh menit mereka berdua telah kalah olehnya. Ve yg sebenarnya telah terbakar nafsu menarik sutradara itu untuk menghisap putingnya. Sedangkan Ve duduk di lantai sambil melebarkan kedua kakinya, dengan kakinya ia mengalungkan kepala staff direksi dan menarik kepalanya ke arah vaginanya. Ve yg mulai terbawa permainan mereka membiarkan vagina dan putingnya di nikmati oleh kedua pria itu.

"Aahhh enak pak!" Ve mendesah lembut dan memuji permainan lidah kedua pria tersebut.

Sutradara meremas dadanya dengan kencang, pria itu terlihat begitu gemas dengan payudara Ve yg kenyal namun kencang. Putingnya dihisap dan dijilat oleh sutradara seperti bayi kelaparan. Di sisi bawah tubuh Ve, staff direksi membuka lebar kedua kakinya. Tangan pria itu menahan paha Ve agar tetap terbuka untuk mengangkangi wajahnya, lidahnya menyapu permukaan vagina Ve dan menggelitik klitorisnya. Jempol staff direksi menekan klitoris Ve keatas, lalu menekannya ke bawah membuat Ve semakin terangsang. Lidah pria itu menjilati bibir vagina Ve dengan cepat seperti kelaparan, mulutnya sesekali menyedot lubang vagina Ve dan menusukkan lidahnya di sana.

"Ahhh…" Ve mendesah lembut akibat vaginanya terasa dimasuki sesuatu, ternyata staff direksi sudah kembali siap tempur dan langsung memasukkan penisnya ke dalam vagina Ve.
"Uugh!" Ve terkejut karena penis kecil milik pak sutradara telah dijejali ke mulutnya.

Penis tegang milik sutradara kini berada di mulut gadis itu, penis kecilnya membuat Ve terkekeh geli karena terbiasa menghisap penis adiknya yg besar. Ve mengulum penis itu seperti sebuah permen lolipop, mengemut dan menyedot penis pria itu kuat-kuat lalu menjilati batangnya. Ve meremas biji zakar milik sutradara, memberikan jilatan dan menghisapnya. Memainkan bola-bolanya di dalam mulut dengan gemas lalu menghisap batang penisnya lagi. Tubuh Ve memantul dengan kencang akibat sodokan staff direksi yg asal, pria itu sudah terbakar nafsu dan menggenjot dengan tempo berantakan demi kenikmatannya. Staff direksi menggoyang tubuh Ve sambil menyusu di payudara Ve, tangannya meremas dengan kasar payudara gadis yg seharusnya ia nilai skill aktingnya itu.

"Aaghhh enak banget!!" Sutradara ejakulasi untuk kedua kalinya.

Orgasme keduanya membuat semburan penisnya tak sebanyak yg pertama, namun cukup untuk memenuhi mulut Ve. Gadis itu menahan sperma milik sutradara di mulutnya, ia memperlihatkan sperma itu pada sutradara dan staff direksi dengan wajah yg nakal. Staff direksi semakin menggenjot vagina Ve dengan kencang dan tanpa henti. Ve meludahkan sperma milik sutradara ke payudaranya sendiri, membuat payudaranya terlihat begitu seksi bermandikan sperma.

"Nghhh! Aku keluar!" Kata staff direksi pada Ve dengan wajah memerah.

Penis staff direksi berkedut dan begitu terasa di vagina Ve, pria itu segera menarik penisnya membuat Ve bernafas lega. Staff direksi mengocok penisnya sendiri di depan perut Ve dan menumpahkan seluruh spermanya di atas perut putih langsing milik Ve. Kulit perut dan pusar Ve berlumuran sperma kental hasil orgasme kedua staff direksi. Ve tersenyum senang karena persetubuhan yg terpaksa ini selesai juga meski ia tak mendapatkan kenikmatan sama sekali.

"Aarghh emang memek pendatang baru paling top!" Sutradara terduduk di lantai dengan penis yg menjuntai lemas.
"Belom tentu kita dapet yg gini lagi pak!" Balas staff direksi yg merebahkan tubuhnya di lantai lemas.
"Pokoknya saya harus jadi pemeran utama! Janji ya pak!" Ve mencium bibir sutradara dengan ganas, membuat pria itu kewalahan dan mengangguk padanya.
"Hihi, kamar mandi dimana pak? Terima kasih ya bapak-bapak tampan…" Ve menggunakan nada suara menggoda yg membuat kedua pria itu semakin terhipnotis.

Staff direksi menunjukan pintu kamar mandi pada Ve, gadis itu segera menuju kamar mandi membawa seluruh pakaiannya. Di dalam kamar mandi, gadis itu memperhatikan tubuhnya yg berlumuran sperma. Dada, perut, punggung, bokong, hingga mulutnya berlumuran sperma kental. Ve merasa jijik dan segera membasuh tubuhnya dengan air. Gadis itu bergegas pulang setelah membersihkan dirinya dan berpakaian.

______________________________________

*Adik POV*

Pintu apartemen terbuka, kak Ve terlihat masuk dengan wajah yg begitu lelah. Ia tersenyum ke arahku sambil menutup pintu dan membuka sepatunya.

"Gimana kak castingnya?" Tanyaku pada kak Ve yg langsung memberi acungan jempol padaku.
"Congrats!" Aku bertepuk tangan dengan senang.

Kak Ve langsung membuka seluruh pakaiannya tanpa banyak berbicara, ia mendorong tubuhku hingga terlentang di kasur. Kak Ve membuka celanaku dengan tak sabar dan mulai mengusapnya agar cepat berdiri. Bibirku ia lumat dengan ganas, lidahnya menari menantang lidahku. Kami berciuman dan saling membelit lidah dengan panasnya. Tanganku meremas dada kak Ve yg menggantung menggoda, meremas payudaranya dan mencubit putingnya hingga mengeras.

"Aaah pyuuh… nghh…" kak Ve mengambil liur yg terkumpul akibat ciuman kami berdua dan melumurinya di penisku.

Kak Ve mengorek mulutku dengan jarinya hingga basah dan membasahi vaginanya sendiri dengan liurku, memasukan jarinya dan mengocoknya sebentar. Ia mengangkang diatas tubuhku, mengarahkan vaginanya ke arah penisku dan menduduki penisku. Penisku telah berada di dalam vaginanya, masuk begitu dalam hingga tertelan seluruhnya.

"Aaahhh ahhhh hhhhh aaaaahhh ahhhhh!" Kak Ve bergerak naik turun dengan cepat.
"Uuuhhh nghhh ahhhh ahhhh ahhhhh dek!!" Goyangannya terkadang menjadi maju mundur, sesekali memberi gerakan memutar pinggul yg membuat penisku tertarik begitu nikmat.

Kak Ve mengulek penisku dengan pinggulnya. Bokongnya bergerak dengan seksi memanjakan penisku. Pinggulnya bergerak memuaskan penisku. Tubuhnya bergoyang dengan seksi menggenjot penisku. Setiap gerakannya membuat penisku merasakan nikmat luar biasa. Penisku tertarik saat gerakan naik dan penisku tertelan diurut oleh dinding vaginanya saat gerakan turun. Tangannya menopang di kedua pahaku dan tubuhnya membusur kebelakang, menggoyang maju mundur dengan begitu nikmat.

"Aaaahhhh ahhhhh ahhhhhh arghhhhh dek!! Aaahhh ahhhh!" Kak Ve menggoyang pinggulnya tanpa henti membuat bunyi persetubuhan kami memenuhi ruangan.
"Aaaahhhh ahhhhh ahhhhh ahhhhhh!!" Desahan kak Ve semakin merdu dan indah di telingaku, membuatku meremas dadanya dengan gemas.

Aku ikut menggoyang pinggulku agar persetubuhan kami semakin nikmat. Kak Ve terus bergerak memanjakan penisku dengan penuh nafsu. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri dan menjambak rambutnya untuk semakin meresapi kenikmatan goyangannya. Tangannya memegangi tanganku yg meremas-remas dadanya dengan gemas, kak Ve terus bergoyang di atas penisku bagaikan sedang menaiki kuda. Tubuhnya bergoyang dan berguncang-guncang dengan menggoda membuat siapapun yg melihat pasti meneteskan liur bernafsu.

"Aaahhh kak!" Aku merasakan penisku mencapai batasnya, tak dapat kutahan lagi setelah kak Ve memutar pinggulnya membuat penisku kewalahan.
"Nghhh tahaaann… aaahhhh aahhh aahhh dikit lagi dek nghhh ahhhh!" Desahan dan erangan seksi dari mulutnya menandakan orgasmenya makin dekat.

Ku tahan sekuat tenaga orgasmeku, kak Ve mempercepat goyangan pinggulnya maju mundur mengulek penisku. Kak Ve bergerak naik hingga penisku hampir terlepas lalu melesakkan pinggulnya turun membuat penisku langsung menghujam hingga dalam. Kak Ve melakukannya berulang ulang memberikan kenikmatan yg tak lagi bisa ku tahan.

"Aaaaaaaaah! Aaaaaaaaah! Aaaaaaaaaah!" Desahan panjang terdengar dari mulutnya tiap kali penisku masuk begitu dalam.
"Aaaaaaaa! Aaaaaaah! Aaaaaah!" Kak Ve menurunkan tempo goyangan, tetapi gerakan naik turun yg ia lakukan tak kalah nikmatnya.
"Uughhh!!" Aku sudah tak tahan lagi.

Spermaku mengisi rahim kak Ve. Semburan hangat dari penisku mengalir deras di dalam vaginanya. Aku meremas payudaranya yg menggantung indah dan menekan penisku dalam-dalam di vaginanya.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa deeek!!" Kak Ve mencapai orgasmenya.

Tubuhnya membusur dan tangannya bertumpu pada pahaku. Kepalanya terangkat menengadah dengan desahan panjang yg memekik indah. Cairan cinta kami bercampur menjadi satu di dalam vaginanya. Rasa hangat membanjiri penisku di dalam sana. Tubuh kak Ve bergetar beberapa kali lalu ambruk di atas tubuhku. Nafasnya yg tak beraturan terasa di dadaku. Aku mendekap tubuh tanpa busananya, basah dan lengket hasil dari persetubuhan kami membuatnya semakin cantik dan menawan.

"Makasih dek…" kak Ve menyandarkan kepalanya di dadaku.
"Selamat sekali lagi untuk perannya!" Kataku padanya sambil mengusap rambut halusnya.

Sebenarnya aku mengetahui ada hal yg terjadi di luar sana, namun kak Ve tak akan pernah cerita padaku. Aku menghargai jalan yg ia pilih meskipun berat. Aku hanya dapat mendukungnya dengan caraku, membahagiakannya dan memuaskannya sebagai adik Kesayangannya.

"Mandiin kakak, pulang casting belom mandi nih!" Kata kak Ve kepadaku dengan wajah yg nakal.
"Dengan senang hati…" balasku sambil mengangkat tubuh kurusnya dan membawa ke kamar mandi.
"Iiih cabut dulu ini! Hahaha" tawanya padaku yg tak melepaskan penisku sambil menggendongnya.
"Kok dicabut?! Kan aku mau ngentot sambil mandiin kakak! Hahaha" Balasku padanya sambil menggenjotnya vaginanya di dalam gendonganku.
"Aaaaahhh adek mulutnya! Hahaha" Balas Kak Ve dengan wajah cemberut yg lucu.

-selesai-
 
Lanjutkan dong cerita Eve dan pacar eril. Kayaknya seru cerita perselingkuhan ini....
 
OS 4 :
Present - Eve & Ariel


"Aku mau kasih hadiah sweet seventeen buat adik aku" kata kekasihku melalui telepon.
"Hadiah apa?" Tanyaku padanya.

Ariel, kekasihku itu menjelaskan padaku hadiah apa yg ingin dia berikan. Ia tampak begitu antusias menceritakannya padaku dan memintaku untuk membantunya, dengan senang hati aku bersedia membantunya.

"Jadi gitu, bantu aku ya" kata Ariel padaku.
"Iya aku bantu dengan senang hati" balasku padanya.
"Hihi good night sayang" katanya sambil menutup telepon.

Aku meletakkan handphoneku, masih terbayang dengan hadiah yg ingin Ariel berikan kepada Eve adiknya yg baru menginjakkan kaki di umur 17 itu. Sebuah late birthday gift spesial dari Ariel untuk adik semata wayangnya.
__________________________________

Hari yg dijanjikan telah tiba, Ariel bersama Eve mendatangi apartemenku dengan mobil yg dikendarai oleh Ariel. Kedua kakak beradik itu amat sangat cantik dan menawan, membuat kamar apartemenku bagaikan dikunjungi 2 orang bidadari. Ariel begitu santai menaruh barang-barangnya, ia membuka jaket yg ia kenakan dan duduk di atas kasur. Eve mengikuti apa yg Ariel lakukan dan duduk disebelahnya. Kami bertiga mulai mengobrol sambil memakan pizza yg telah ku beli sebelumnya, Eve dan Ariel memang adik kakak yg akrab namun juga sering berkelahi. Kehadiran mereka berdua membuat suasana menjadi menyenangkan.

"Yang kamu serius?" Tanyaku sekali lagi saat Ariel memintaku menjalankan rencananya.
"Serius aku, kamu gak mau?" Tanya Ariel padaku.
"Mau lah… tapi maksudku ini gapapa?" Tanyaku lagi.
"Udah gapapa" balas Ariel lalu kembali ke tempat Eve yg masih duduk di atas kasurku.
"Kita ngapain sih Krib? Katanya mau ngasih hadiah buat gw?" Tanya Eve yg kebingungan karena diajak ke apartemenku.
"Ya ini hadiahnya lay, sabar apa" kata Ariel pada adiknya itu.
"Kalo ke apartemen dia doang mah namanya nemenin lu ngapel, mending gw pulang" kata Eve yg sudah terlihat jengah.
"Langsung?" Tanya Ariel padaku, aku hanya membalas dengan gestur terserah pada Ariel.

Kekasihku itu membuka ikatan ponytailnya, membuat rambutnya tergerai. Eve kebingungan melihat Ariel yg melepaskan ikatan rambutnya, kakaknya itu menarik tanganku sambil membuat dirinya sendiri setengah tertidur di atas kasur. Dengan refleks mulut kami mulai berpagutan, saling mencium dengan panas di depan Eve. Eve menatap kami dengan mulut menganga, ia amat terkejut karena dengan santainya kami bercumbu di depannya.

"Astaga Krib masih ada gw disini, mau lu apa sih!" Eve terlihat amat kesal dan akan bangkit dari duduknya.

Ariel memegangi Eve dan langsung menarik tubuhnya, Eve terjatuh di atas kasur dan langsung ditahan oleh Ariel. Eve meronta dengan wajah kebingungan, ia menatapku yg perlahan mendekatinya.

"Nghhh mpph" Eve meronta ronta saat aku berusaha mencium bibirnya, Ariel hanya terkekeh melihat penolakan dari Eve.

Ariel membiarkanku menciumi bibir adiknya yg terus melawan, tangannya bergerak menuju payudara adiknya yg baru tumbuh itu.

"Yang kamu sebelahnya" kata Ariel memberi perintah.

Akhirnya Eve membuka bibirnya saat kedua payudaranya di dalam remasanku dan Ariel, ia membiarkan lidahku masuk dan mendominasi di dalam. Ariel membuka pakaiannya hingga menyisakan pakaian dalam putih yg menggoda, ia menyingkirkanku yg sedang menikmati ciuman bersama Eve. Ariel menaiki tubuh Eve, menahan kedua tangannya dan mencumbu bibir Eve. Eve tak mampu melawan dan tak mampu mengimbangi ciuman kami berdua. Aku hanya menonton mereka berdua dengan wajah penuh nafsu, secepat kilat tubuhku sudah tak lagi berpakaian di samping mereka.

"Buka yang" perintah Ariel yg kuturuti dengan senang hati.

Ariel membuka paksa baju atasan Eve sedangkan aku menelanjangi bagian bawahnya. Kini Eve sudah seperti Ariel yg hanya menggunakan pakaian dalam.

"Ci maksudnya ini apa?" Eve yg masih kebingungan berusaha menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Nikmatin aja!" Balas Ariel dengan bersemangat.

Ariel kini berada di dalam dekapanku, mencium bibirku dan mengocok penisku. Aku dan Ariel memang sudah beberapa kali berhubungan intim, namun ini pertama kalinya Ariel mengajak adiknya. Kegilaan yg begitu kusukai.

"Nghhh yaaang enaaak" Ariel mendesah saat putingnya yg berwarna merah pucat itu kuhisap.

Payudara kesukaanku ini kunikmati tanpa tersisa, putingnya kuhisap, kupilin, dan ku jilat terus menerus. Kami berdua memadu kasih tanpa peduli pada Eve yg sudah mulai gusar. Gadis putih yg hanya berbalut pakaian dalam putih itu memperhatikan kami dengan wajah penasaran namun malu. Eve menggigit bibirnya dan merapatkan kedua kakinya menahan gejolak di tubuhnya, membuat Ariel memintaku melayaninya.

"Mau?" Tanyaku sambil menyentuh tangan Eve dengan lembut, Eve tak menjawab pertanyaanku.
"Relaks aja" perlahan tapi pasti kini Eve telah berada di pangkuanku.

Ku pangku adik kekasihku itu menghadap ke arahku, tubuh mungilnya itu berada di dalam dekapanku dan kedua bibir kami bertemu. Ciuman yg lembut kuberikan padanya, ciuman yg memabukkan bagi gadis polos yg tak pernah mengetahui indahnya kenakalan remaja. Ciuman yg perlahan memanas itu membuat Eve tak sadar saat tanganku telah melepaskan kait branya, membuatnya tergantung di lengan Eve dan memperlihatkan payudara ranum yg menggoda itu. Kulepas ciuman kami yg membuat Eve membuka matanya seakan protes karena belum puas. Eve mengikuti arahanku untuk meloloskan branya dan membuat tubuh bagian atasnya tak lagi tertutupi. Payudaranya yg ranum dan berbentuk indah itu kini berada di dalam genggamanku, ukurannya tak sebesar Ariel namun tak mampu ku tangkup seluruhnya. Payudara kanannya menjadi santapan bibirku, menikmati pengalaman sekali seumur hidup ini. Puting pinknya yg terlihat segar kuhisap, aku dapat merasakan putingnya mengeras di mulutku hingga membuatku semakin menikmatinya. Putingnya ku hisap bergantian, Eve yg tak tahan mulai bergerak menggesek selangkangannya atas di penisku.

"Tidurin yang" Ariel memintaku menidurkan tubuh adiknya di atas kasur.

Kurebahkan tubuh Eve ke atas kasur sesuai perintah Ariel. Aku kembali melanjutkan pekerjaanku di bagian dadanya yg putih bersih, menjilati dan menyusu di puting payudara Eve yg menggoda. Ariel membuka cd milik Eve, merangsang vagina rapat milik adiknya. Ariel menarikku dan memperlihatkan area terlarang adiknya sendiri padaku, Ariel menjulurkan lidahnya dan mulai menyapu permukaan vagina Eve dengan lidahnya. Gadis cantik itu terkejut atas perlakuan kakaknya yg tiba-tiba itu. Kedua alat vital Eve menerima rangsangan yg membuatnya bergerak bagai cacing kepanasan. Mulut dan jari-jariku yg menghisap dan memilin putingnya bergantian, di bagian bawah Eve, Ariel sedang mempraktekan apa yg sering kulakukan padanya.

"Anhhhh kak… ci… nghhh" Eve mendesah tak tahan.

Ariel yg juga seorang wanita sangat paham bagian mana yg harus ia rangsang pada vagina Eve, kekasihku ini menjilati vagina adiknya sendiri agar terangsang. Dirasa telah cukup, Ariel menarik tubuhku untuk segera bersiap di depan vagina adiknya. Ariel mengocok penisku agar selalu siap bertarung dan mulai mencium bibirku dengan penuh nafsu, aku tau bahwa ia sudah dipenuhi birahi saat ini. Ariel melepaskan ciuman kami, ia tersenyum padaku sambil membuka vagina Eve.

"Yang, enak loh pasti…" kata Ariel padaku.
"Ci… janganhhh" Eve berusaha menolak.
"Ini hadiah sweet seventeen buat lu, berbagi pacar sama gw" kata Ariel pada Eve.

Aku telah bersiap di posisi, kepala penisku telah menyentuh lubang vaginanya. Ariel tersenyum senang melihatku yg akan mengambil keperawanan adiknya. Ariel mencium Eve agar tenang, ia memegangi kedua tangannya yg terus meronta.

"Aaaarrrghhhh!!" Eve memejamkan matanya menahan perih, Ariel langsung menyambar payudara Eve untuk memberinya rangsangan.

Aku menunggu hingga Eve siap, tanganku yg tak sabar mulai meremas pantat Ariel yg menungging dan tertutup pakaian dalam.

"Masih sakit?" Tanya Ariel sambil mengusap rambut adiknya menenangkan, ia kembali mencium bibir Eve yg merekah.
"Ci…" Eve menatap dengan wajah tak percaya.
"Hadiah kedewasaanmu, bukti rasa sayang gw sebagai kakak" kata Ariel pada Eve, ia kembali mencium Eve.

Aku yg masih memegangi kedua kaki Eve agar terbuka lebar mendapatkan lampu hijau dari Ariel, membuatku dengan senang hati menggerakan pinggulku. Vagina Eve begitu sempit dan menggigit, penisku seakan diurut disetiap gerakanku. Vagina perawan memang begitu nikmat, namun vagina perawan Eve jauh lebih enak dari vagina perawan Ariel. Sensasi yg mereka berikan memang berbeda, namun vagina Eve terasa lebih nikmat. Ku genjot vagina adik pacarku ini dengan tempo sedang untuk membuatnya terbiasa dengan penis laki-laki di dalam vaginanya. Suara desahan Eve begitu menggoda, melengking namun menaikan gairah. Jujur meski secara tubuh Ariel menang dengan keseksiannya dan ukuran payudaranya, namun secara overall Eve mendominasi. Pantatnya memiliki bentuk indah dan tak kalah kenyal dengan Ariel, payudaranya juga masih bertumbuh, dan vaginanya yg menjepit membuatku ketagihan. Bila tak ada Ariel, ingin ku eksplor lebih jauh tubuh adik kekasihku ini.

"Aaahhh kakk aahh ahhh kribb ahhh" Eve mendesah dengan tubuh terpental-pental.
"Anhhhh enaaakk aahhhnnhhh aahhh" Eve tampaknya sangat menikmati goyanganku.

Ariel memainkan puting dan vaginanya sendiri sambil menggigit bibirnya, ia memainkannya tepat ke arahku karena telah begitu nafsu. Aku tak menghiraukan Ariel demi harta karun di depan mataku, menikmati Eve selagi aku bisa. Vagina perawan Eve begitu nikmat hingga terlintas dipikiranku untuk menyemprotnya. Eve mendesah semakin menjadi, ia telah menemukan kenikmatannya.

"Aaaaaaaaaaahhhhhh aaaaahhhhh kaaaaakk" Eve mendesah panjang, cairan vaginanya menyemprot penisku.

Kubenamkan penisku dalam-dalam selama orgasme Eve, ikut merasakan nikmatnya orgasmenya. Vagina Eve bagai menghisap penisku begitu dalam, mengurutnya saat mengejan lalu membasahinya tanpa ditahan. Eve ambruk terlentang diatas kasur akibat penis milik kekasih kakaknya sendiri.

"Sekarang kakaknya!" Kataku sambil menindih Ariel yg asik merangsang dirinya sendiri.

Ku putar tubuhnya untuk telungkup di atas kasur, Ariel dengan cekatan menopang tubuhnya dengan lutut dan kedua tangan. Posisi kesenangan kami, posisi yg selalu kami lakukan setiap bersenggama.

"Who is my little puppy?" Kataku sambil memasukan penisku ke vaginanya.
"Guk guk ahhh guk hhhh guk" Ariel menggonggong dan menjulurkan lidahnya bagai seekor anak anjing.
"Aaahhhhh gukk gukk' Ariel terus menggonggong di tengah desahannya akibat goyangan pinggulku.

Plak!
Plak!

Sesekali pantat kenyal Ariel ku tampar. Ariel yg masih menjadi "anjing" ikut menggoyang tubuhnya akibat goyanganku yg cepat. Kusetubuhi kekasihku dengan kasar, tubuh sintalnya berguncang dengan kencang. Payudara besarnya bergelayut menggoda, membuatku meremas dengan gemas bongkahan idaman itu. Tubuhnya tak pernah membuatku puas, ku genjot tanpa henti hingga tangannya tak lagi kuat menopang karena lelah. Ariel ambruk di atas kasur dengan pinggul menungging yg masih ku genjot dengan sekuat tenaga.

"Aaaaaahhhh yaang aaaahh" Ariel mendesah tak karuan, gadis itu menikmati setiap goyangan dari pinggulku.
"Aaaahhhh ahhhhh ahhh aaaaahhhhh ahhh" persetubuhan yg begitu panas dan berisik memenuhi kamar ini.

Aku menoleh ke arah Eve yg masih tergeletak lelah, namun nafasnya sudah tidak memburu seperti tadi. Tubuh putih bersih milik Eve membuatku kembali tergiur, ku percepat genjotanku pada Ariel agar ia segera sampai pada orgasmenya. Wajah Ariel sudah tak dapat terkontrol, pupil matanya memutar ke atas akibat kenikmatan yg terasa. Lidahnya menjulur dan liurnya menetes tanpa di tahan. Peluh membasahi tubuh seksinya, payudaranya bergoyang-goyang seirama goyangan kami.

"AAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHH!!!!" Ariel mendesah panjang dan ambruk di kasur.

Tak kuhentikan goyanganku saat vaginanya mulai mengejang dan menghisap penisku. Nafas Ariel memburu kelelahan, gadis itu pasrah menerima genjotanku.

"Uuuughhhhh yang…." Ariel menoleh dengan lemah, wajahnya yg begitu merah tersenyum puas.

Ku cabut penisku dan berpindah ke arah Eve. Adik kekasihku itu terkejut karena aku menghampirinya dengan penis yg sudah keras memerah. Aku tau bahwa sebentar lagi aku juga akan sampai. Kugunakan kesempatan yg ada demi mendapatkan kepuasan lebih dari vagina yg baru kurenggut perawannya. Eve menggeleng menolak, namun ia tak melawan ketika kedua kakinya ku angkat dan ku topang di bahuku. Vaginanya tembamnya begitu menggoda, penisku tanpa permisi langsung memasukinya. Sedikit sulit penisku untuk memasuki vaginanya meski telah licin dengan cairan cintanya, namun dengan sekali hentakan aku berhasil kembali menikmati vaginanya.

"Aaaahhhh ahhhhh ahhhhh kak…. Ahhhh" Eve mendesah tak karuan karena genjotanku yg langsung dalam tempo sedang.

Pantatnya yg lebih montok dan kenyal dari Eve membuat bunyi yg menggairahkan ketika berbenturan dengan pahaku. Pantatnya yg memerah karena terus berbenturan terlihat semakin seksi membuatku bersemangat untuk menggoyang tubuhnya. Eve memegang kedua tanganku, tubuhku yg semakin menekan dan menindih tubuhnya membuat Eve kewalahan. Genjotanku semakin cepat, Eve mendesah tak karuan.

"Aaaaaahhh ahhhhh aaaaahhhh ahhhhh aaaahhh ahhhh" mulutnya terus terbuka karena desahan yg tak kunjung henti.
"Aaaahhhh kaaak pelaaaan aaaahhhh ahhhhhhh auuuuhhhh aaahhh" Genjotanku membuat gadis itu meracau sepertinya kakaknya.

Kurasakan kedutan pada penisku, tak kuturunkan sedikitpun genjotanku pada vagina Eve. Penisku menusuk keluar masuk dengan cepat di dalam vagina gadis 17 tahun itu. Hadiah ulang tahun paling nikmat yg diberikan kakaknya kepada Eve melalui ku.

"Uuuuughhh!" Ku cabut penisku, ku arahkan penisku ke atas payudaranya.

Penisku menyemburkan seluruh isinya di atas payudara Eve yg ranum menggoda. Spermaku membasahi kulit putih mulusnya, mengalir di sela dadanya menuju perut. Terlihat juga beberapa semburan spermaku berada di leher jenjangnya. Penisku menyusut, tubuhku begitu lelah dan terduduk di kasur. Ariel mendekatiku yg baru orgasme dan melahap penisku untuk membersihkannya, ia tak peduli pada adiknya yg juga begitu kelelahan karena disetubuhi dua kali oleh kekasihnya. Kami bertiga tergeletak di atas kasur yg berantakan dengan posisi yg juga tak karuan karena kelelahan.
_______________________________________

"Pagi kak." Sapa Eve padaku, dengan tubuh masih telanjang gadis itu menonton acara tv kesukaannya.
"Pagi Eve" balasku padanya, aku merapatkan tubuhku yg juga telanjang mendekapnya.
"Iiih gw lagi nonton kak!" Kata Eve menolakku.
"Mumpung cici belom bangun" balasku menciumi tengkuknya.
"Aaahhh kakk…." Eve mengerang lembut menerima cumbuanku.

Eve membiarkanku melakukan apa yg ku mau di tubuhnya, membuatku melakukan sesuka hati yg ku inginkan pada adik pacarku itu.

"Nghhh kak… makasih ya kadonya!" Kata Eve dengan mata sayu padaku dan tersenyum.

-End-
 
OS 5 :
No more smile - Gaby




Gaby, member dari JKT48 telah magang di sebuah perusahaan selama dua bulan. Sifatnya yg mudah bergaul dan supel membuatnya cepat dekat dengan karyawan lain maupun anak magang lainnya. Ia juga rajin dan cekatan, membuatnya disenangi para senior. Perusahaan baru yg mendapat sponsor besar dari sebuah perusahaan Unicorn ini sengaja memperkerjakan karyawan-karyawan muda untuk membuat suasana kantor yg santai dan dipenuhi ide yg segar. CEO perusahaan tempat Gaby bekerja adalah seorang pria muda yg baru berumur 28 tahun, bernama Rian. Pria itu sejak awal selalu memperhatikan Gaby, ia menaruh hati pada gadis 23 tahun itu. Rian tergoda dengan kecantikan Gaby.

"By, kamu setelah ini ada acara gak?" Tanya Rian pada Gaby setelah jam kerja berakhir.
"Ada pak, aku ada kegiatan di JKT48" balas Gaby pada Rian, atasannya.
"Emang gak bisa libur dulu gitu?" Tanya Rian pada Gaby sedikit memaksa, Gaby terlihat tidak senang dengan pertanyaan dari Rian.
"Maaf pak gak bisa. Saya permisi duluan ya pak" Gaby meminta izin untuk pulang pada Rian, dengan terpaksa pria itu mengizinkan Gaby untuk meninggalkan kantor.

Rian selalu berusaha mendekati Gaby. Tak hanya di kantor, Rian sering menghubungi Gaby di luar jam kerja. Rian sering menggunakan alasan kantor dan kerjaan agar dapat menghubungi Gaby, membuat gadis itu mulai jengah dengan tingkah Rian. Telepon dan pesan singkat dari Rian sering kali masuk ke handphone Gaby di saat saat senggang yg mengganggu Gaby.

"Maaf pak, saya gak bisa jawab telepon dan balas pesan bapak di luar pekerjaan." Kata Gaby pada Rian suatu hari, membuat Rian geram pada gadis itu.
"Saya berusaha profesional di pekerjaan dan di JKT48 pak. Saya gak bisa dekat dengan cowok, saya harus profesional." Kata Gaby lagi sambil meminta izin untuk meninggalkan ruangan Rian, gadis itu sudah tak tahan untuk menghentikan usaha Rian.
"Kamu tinggal pacaran ngumpet-ngumpet dibelakang aja gak usah sok profesional. Memangnya kamu gak pernah pacaran diem-diem, saya gak percaya!" Balas Rian pada Gaby dengan geram.
"Buat apa kamu mikirin fans-fansmu, duit mereka juga sudah di dalam dompetmu! Kalau kamu pacaran dengan saya, semuanya lebih terjamin!" Kata Rian lagi sambil berjalan ke arah Gaby.
"Mobil! Rumah! Usaha! Masa depan! Semua bisa aku kasih buat kamu!" Kata Rian dengan sombongnya, Gaby berusaha menahan dirinya untuk tak menatap jijik ke arah Rian.
"Maaf, saya dan JKT48 bukan seperti yg bapak pikirkan." Kata Gaby berusaha menahan emosinya.
"Mobil, rumah, usaha, masa depan yg bisa bapak berikan ke saya lebih baik bapak berikan kepada wanita yg tepat untuk bapak. Tapi mohon maaf itu bukan saya," Gaby membuka pintu ruangan Rian dan melangkah keluar. "Permisi." Katanya pada Rian sambil meninggalkan ruangan tersebut.

Rian menyimpan api amarah kepada Gaby, pria itu merasa sangat direndahkan dan terhina oleh kata-kata Gaby. Rian merasa Gaby adalah wanita sombong yg munafik, ia mulai membenci Gaby dan tak lagi menginginkan gadis itu secara tulus.
Suatu sore, di minggu terakhir Gaby magang di perusahaan tersebut. Rian yg merasa waktunya semakin habis semakin tak tahan lagi melihat Gaby. Ia membulatkan tekadnya untuk mendapatkan Gaby hari ini.

"Gaby!" Panggil Rian pada Gaby yg sedang merapikan mejanya.
"Eh kenapa ya pak?" Tanya Gaby dengan sedikit bingung karena tidak biasanya Rian, bosnya menahannya untuk pulang.
"Kamu bisa sedikit extend? Pekerjaan kamu ada yg salah" kata Rian pada Gaby, ia terlihat memandang ke sekitar memastikan ruangan telah sepi.
"Oh bisa pak, kebetulan saya lagi gak ada jadwal di jeketi" balas Gaby membuat Rian tersenyum senang.

Rian mengajak Gaby untuk melanjutkan pekerjaannya di ruangannya, kebetulan kantor mengusung konsep yg fleksibel sehingga tiap karyawan menggunakan laptop dan dapat bekerja di bagian kantor manapun. Gaby terlihat serius mengerjakan pekerjaan yg diberikan Rian, gadis pekerja keras itu memang karyawan magang yg berdedikasi. Rian menelan ludah saat mengintip ke dalam sela tanktop crop tee yg dikenakan oleh Gaby, payudara tak terlalu besar namun kencang dan berbentuk indah itu memperlihatkan belahannya.

"Pak, terima kasih banyak buat pengalaman bekerja dan magangnya. Saya akan menggunakan ilmu dan pengalaman yg saya dapatkan disini untuk masa depan saya. Terima kasih pak" kata Gaby pada Rian yg masih memperhatikan gadis itu dengan wajah mupeng.
"Eeh iya iya, ini minggu terakhir kamu ya. Saya nanti akan suruh Irma buat bikin SKM buatmu" balas Rian pada Gaby tanpa melepaskan tatap mesumnya sedikitpun.
"Terima kasih banyak pak Rian" balas Gaby berpura-pura tersenyum senang.

Gaby menaikan tanktopnya dan menarik turun bagian bawah crop teenya karena merasa risih dengan tatapan Rian. Gaby tau Rian menatapnya dengan mesum dan memperhatikan seluruh tubuhnya. Gadis itu merasa menyesal memilih pakaian ini untuk digunakan. bosnya itu semakin mendekati dirinya yg sedang bekerja.

"Loh pak?!" Gaby terkejut saat Rian menutup laptop yg sedang ia pakai bekerja.

Pria yg berumur tak jauh darinya itu menarik tubuh Gaby untuk berdiri. Gadis itu meronta saat kedua tangannya dipegang dengan kuat.

"Gw udah gak tahan lagi Gab, gw pengen ngentotin lu dari pertama masuk" Rian berusaha untuk mencium bibir Gaby yg terbuka.
"Pak jangan macam-macam pak!!" Gaby berusaha melepaskan dirinya, Rian semakin memaksa tubuh Gaby ke arah meja.

Rian mencium bibir Gaby dengan kasar. Gaby menutup bibirnya rapat-rapat membuat Rian semakin memaksanya. Rian merapatkan tubuhnya pada Gaby, selangkangannya yg menonjol telah menyentuh milik Gaby membuat gadis itu terkejut. Rian menahan Gaby dengan kedua kakinya, Gaby masih berusaha melepaskan diri dari Rian namun tenaganya tak bisa mengalahkan pria yg rajin ngegym itu.

"percuma kamu teriak, kantor ini udah gak ada orang hehe…" Rian merapatkan tubuh Gaby di pinggir Meja.
"Tolong!! Tolong pak jangan!!" Gaby terus meronta berusaha melepaskan dirinya.

Rian terus menyerang bibir Gaby, pria itu mencium, menjilat dan memaksa lidahnya untuk dapat masuk ke dalam mulut Gaby. Gaby terkejut dan matanya berlinang saat kedua tangan Rian mulai melecehkan tubuh Gaby. Bongkahan payudara milik gadis itu diremas dengan kasar oleh Rian yg kesetanan. Tangan Gaby yg terlepas karena Rian memegang dadanya menampar pipi Rian dengan keras, membuat pria itu semakin terbakar amarah dan nafsunya.

"Kalau kamu diam saya gak akan kasar sama kamu!" Rian menampar balik pipi Gaby dengan keras hingga memerah.

Rian menjambak rambut Gaby dan memaksa lidahnya masuk saat Gaby merintih kesakitan. Tangan Rian menjambak rambut Gaby dan tangan lainnya mengangkat bagian bawah tanktopnya hingga menampilkan payudara yg terbungkus bra hitam. Gaby tak mampu menahan Rian yg terus memutar lidahnya dan mencium bibirnya, Rian mengulum bibir Gaby dan bersilat lidah di dalam mulut gadis keturunan Manado itu. Rian semakin berani dengan meremas payudara Gaby dari luar bra. Setelah puas, Rian menarik paksa bra milik Gaby hingga putus dan membuat punggung dan bahu Gaby memerah akibat bra yg dilepas paksa. Rian terbelalak ketika mengintip payudara Gaby yg begitu indah, puting coklat terang milik gadis itu menggodanya. Puting kecil dengan areola yg juga kecil begitu cantik menghiasi payudara berukuran tak terlalu besar yg bulat dan kencang itu. Rian kembali melumat bibir Gaby dan ketika merasa sudah puas, pria itu turun ke payudara Gaby.

"Hiks… hiks… jangan pak! Toloong!!" Gaby menangis dengan keras, ia merasa begitu malu karena dilecehkan.
"Toket lo bagus banget, pentilnya indah, liat toket lu gw remes… empuk banget toket lo!" Rian memberikan kata-kata vulgar yg melecehkan bagi Gaby.
"Fans yg lo banggakan itu gak bisa jilatin pentil lo kyak gw hahaha… gak boleh pacaran tapi bisa di entot hahahaha" tangisan Gaby makin keras saat Rian terus menyerang psikisnya.

Rian meremas payudara Gaby, lidahnya menggelitik ujung puting yg mulai mengeras dan mulutnya menyusu pada gadis itu. Tangan Rian membuka paksa kait dan resleting celana jeans Gaby, menyusup masuk mencari kemaluannya. Pria itu tersenyum meledek saat jarinya merasakan vagina Gaby telah basah. Rian memainkan jarinya di permukaan vagina Gaby, bibir vagina gadis itu ia usap naik turun dengan cepat. Gaby mengerang di tengah tangisannya, membuat Rian semakin terbakar nafsu. Jarinya menekan klitoris Gaby ke atas, memainkannya sesekali dan mulai mengusapnya naik turun. Gaby yg lemas kini sudah terduduk di atas meja, atasan tempatnya bekerja sedang dengan sangat senang hati melecehkan tubuhnya.

"Aarggh!!" Gaby terkejut karena Rian menampar wajahnya.
"Enak kan?! Kalo lo nurut dari awal, gw gak perlu maksa dan mukul lo!" Rian menekan kedua pipi Gaby hingga bibirnya terbuka dan kembali memasukan lidahnya.

Rian menyedot liur Gaby, mengecapnya dengan berisik. Liur itu tercampur dengan liurnya sendiri di dalam mulutnya lalu Rian meludahi mulut Gaby membuat saliva yg terkumpul itu memenuhi mulutnya hingga mengalir ke kedua sisi mulut Gaby. Gadis itu terbelalak dan mual namun Rian kembali melumat bibirnya memaksa Gaby menelan saliva mereka.

"Enak?!" Tanya Rian, Gaby menggeleng pelan dengan mulut menahan mual.

Plak!

"Enak?!" Rian menampar dan menjambak rambut Gaby dengan kasar, membuat gadis itu mengangguk terpaksa.
"Emut! Cairan memek lu yg basah… ternyata idola yg penuh kebanggaan ini udah sange banget ya di perkosa! Hahaha!" Rian menghina Gaby tanpa henti.
"Emut! Enak kan?! Emut, abisin!" Rian memaksa jarinya kedalam mulut Gaby.

Rian kembali mencucukan jarinya yg basah oleh liur Gaby ke dalam vagina gadis itu. Rian menusuk dan mengobok-ngobok vagina Gaby yg belum terlalu licin itu dengan kasar membuat Gaby meringis menahan perih. Tangan Rian menarik-narik dan mencubit puting Gaby hingga menegang, mencuat ke arah depan dengan sangat menggoda. Rian menjilati putingnya seperti seekor anjing yg kehausan, menjilat dan menyedot puting Gaby hingga gadis itu mengerang.

"Nghhhh mppphhh…" Gaby berusaha menahan desahannya dengan menggigit bibirnya sendiri, Rian terkekeh melihat gadis itu berusaha menolak mengakui kenikmatan yg ia juga rasakan.

Kenikmatan yg penuh paksaan, kenikmatan yg begitu menghina bagi diri Gaby, kenikmatan yg menjijikan dari Rian membuat Gaby ingin mati. Tangisannya terus berderu mengisi ruangan Rian, air matanya membanjir membasahi wajahnya berharap pelecehan ini segera berakhir.

"Lagi hahaha!" Rian tertawa sambil memperlihatkan dua jarinya yg basah oleh cairan vagina Gaby.
"Enak?! Hahaha emut!" Rian begitu puas melihat Gaby dengan terpaksa membuka mulut, menghisap jari Rian yg dipenuhi cairan gadis itu sendiri.
"Jago juga lu ngemut, biasa ngemut kontol ya? Hahahaha!" Rian menjambak rambut Gaby agar tidak kabur, pria itu melepas celananya dengan satu tangannya.
"Lo gak puas kan cuma ngemut jari gw? Mau ngemut kontol gw? Hahaha sepong nih!" Rian menarik rambut Gaby memaksa gadis itu untuk bergerak turun dan berlutut dengan kedua kakinya.

Gaby melotot melihat penis Rian yg besar dan tegak, penis yg terlihat gagah berurat dan cukup panjang itu membuat Gaby ketakutan. Penis Rian mengacung di depan wajahnya, terlihat begitu penuh percaya diri dan siap menaklukan Gaby. Rian menyodorkan penisnya di depan wajah Gaby, gadis itu memalingkan wajahnya sambil meringis menahan sakit di kepalanya.

"Oh gak nurut? Perek gw gak nurut dikasih kontol kesukaannya hah?!" Rian menjambak makin kuat, membuat Gaby membuka sedikit mulutnya.

Rian menyentuh bibir Gaby dengan penisnya, menggosok penis itu pada bibir kenyal milik Gaby. Pria itu begitu tak sabar untuk menikmati mulut gadis magang ini, ia menyodok-nyodok bibir Gaby dengan memaksa agar terbuka. Gaby begitu jijik dan malu akibat mulutnya yg tengah dilecehkan bossnya sendiri, Rian dengan sengaja membiarkan ujung penisnya terus bersentuhan dengan bibir Gaby yg sedikit terbuka seakan penis itu tengah dikecup oleh Gaby.

"Kasian banget lo perek, udah capek magang 3 bulan ujung-ujungnya SKMnya gak gw tanda tangan hahaha!!" Rian tertawa senang melihat Gaby yg menangis dan takut.
"Buka!!" Rian mencekik leher Gaby cukup kuat hingga mulut Gadis itu terbuka.
"Aaarghhh ooghhhh!!" Gaby begitu terkejut dan panik saat mulutnya di jejali penis besar.

Rian kembali menjambak rambut Gaby, ia menggerakkan kepala gadis 23 tahun itu kedepan dan kebelakang untuk memanjakan penisnya. Meski tak ada balasan dari Gaby, namun Rian begitu senang menikmati mulutnya. Blowjob searah yg membuat Rian senang.

"Lo jijik?! Mual?!" Tanya Rian pada Gaby sambil memaju mundurkan kepala gadis itu.
"Hahahaha gimana sekarang?!" Rian semakin mencemooh Gaby dengan mengusapkan penisnya kewajah gadis itu.

Mata Gaby, pipinya yg memerah, dahi sampai hidung gadis itu di usap menggunakan penis Rian yg basah oleh liur Gaby. Gaby benar-benar merasa jijik dan pasrah. Rian semakin meledeknya dengan menampar nampar pipi dan mulut Gaby dengan penisnya. Pria itu tertawa dengan begitu senang.

"Sepong lagi!" Rian kembali mencekik hingga mulut Gaby terbuka lalu memasukan penisnya dan kembali menjambak kepalanya.

Rian menggoyang penisnya dengan santai di mulut gadis itu tanpa takut ada yg memergokinya. Rian mendesah keenakan oleh mulut Gaby yg hangat dan basah. Lidah dan dinding mulutnya sesekali menekan penis Rian saat gadis itu menahan mual membuat Rian mendesah.

"Ooghh ogghh ogghh oghhhh!" Suara blowjob dari mulut Gaby memenuhi ruangan Rian.
"Mulut lo aja seenak ini, emang perek! Aaahhh! Gimana memek lo nanti hahaha!" Rian mulai mempercepat pinggulnya.
"Aaaghhh ooghhh oggh oghh oggh oghh" Gaby memejamkan matanya tak tahan, nafasnya mulai habis karena genjotan Rian di mulutnya.
"Uuuhhh Gab!!" Rian mendorong penisnya hingga mencapai kerongkongan Gaby.

Gaby gelagapan karena Rian yg memaksa penisnya masuk sedalam dalamnya. Gadis itu memukul paha dan mendorongnya agar melepaskan penisnya dari mulutnya, Gaby mulai kehabisan nafas dan membuat Rian terlihat semakin senang. Penisnya merasakan kenikmatan yg luar biasa saat menyentuh kerongkongan Gaby.

"Uuuhukkk!! Uhuuukkk!! Huuuft huft…!" Gaby tersedak dan segera mencari oksigen sebanyak banyaknya saat penis Rian keluar dari mulutnya.
"Gila enak banget! Pasti memek lu lebih enak lagi!" Rian terlihat begitu puas dengan penisnya yg basah kuyup oleh liur Gaby.

Rian menaikan Gaby ke atas meja dengan paksa, pria itu memposisikan Gaby untuk membuka lebar kedua pahanya di depan selangkangannya. Gaby meronta dan berusaha menolak, kakinya menendang-nendang dan berhasil membuat Rian goyah terkena tendangan darinya. Gaby berlari ke arah pintu tanpa peduli dengan keadaan dan kondisinya yg begitu berantakan. Gaby dengan susah payah berusaha kabur dari Rian, namun gadis itu kalah cepat dengan Rian yg sudah menangkap pinggangnya dari belakang. Rian mencekik leher Gaby dari belakang dan tangannya yg lain menelusup masuk ke dalam celana jeans yg gadis itu kenakan. Rian dengan kasar menarik tubuh gadis itu kembali ke mejanya, Gaby yg sesak dengan wajah memerah telah begitu lemas dan tak lagi meronta.

Kalo lo nurut lo gak bakal harus dikasarin, gak bakal gw nyekek lo! Nurut aja perek!" Rian menjilati wajah dan telinga belakang Gaby dengan penuh nafsu.

Rian melepas celana dan celana dalam Gaby dengan paksa, melemparnya ke sembarang arah dan kembali mencolok vagina gadis itu dengan jarinya. Jari Rian bergerak keluar masuk di vagina Gaby dengan cepat, mulutnya kembali melumat paksa bibir gadis tersebut. Tangan Rian tak lepas dari leher Gaby untuk berjaga-jaga bila gadis itu kembali memberontak.

"Gw entot, seneng kan lo akhirnya ngentot?! Udah becek perek gw minta di entot hahaha!" Rian menggesek penisnya pada permukaan vagina Gaby membuat gadis itu tak mampu menahan desahannya.
"Oouuhh sempit juga lo Gab! Jarang di entot ya? haha oke bakal gw entot tiap hari sampe lu puas!" Penis Rian masuk dengan kasar, langsung menyodok berusaha masuk seluruhnya.
"AAARGHHH!!" Gaby mendesah diiringi rintihan, matanya memejam menahan perih karena perlakuan kasar Rian.

Plak! Plak!

"Aaaarggghhh!! Aaarghh!!" Gaby terkejut karena Rian menampar dan mencekiknya, Rian meggenjot gadis itu dengan begitu kasar.
"Gak perawan anjing! Bangsat emang lo perek sok suci!" Maki Rian di depan wajah Gaby.

Rian meludahi wajah Gaby dengan kesal, pria itu menggenjot tanpa peduli Gaby yg kesakitan pada bagian vaginanya. Tubuh Gaby berguncang hebat hingga payudaranya bergerak naik turun akibat genjotan Rian. Penis pria itu menyodok dengan cepat, keluar masuk vagina sempit Gaby. Rian mulai menyukai ekspresi kesakitan Gaby akibat vaginanya yg disetubuhi secara paksa, Rian menjambak rambut Gaby dan kembali menghisap putingnya membuat gadis itu menengadah sambil meringis.

"AAAAAAAAHHHHHHHH!!!! NGHHHH!!!" Gaby mencapai orgasme karena goyangan Rian, penis besar dan panjang milik Rian membuat pertahanannya jebol.
"Aaaaaaaahhhhh udaaaah dulu pak!! Aaaaahhhh aaahhhh" Gaby terkejut dan kembali mendesah karena Rian tak menghentikan goyangan pinggulnya.

Plak!

"Diem! Lo bikin gw gak mood!" Rian menghentikan goyangannya dan mencabut penisnya.
"Balik badan! Anjing lebih cocok gaya anjing!" Rian membalik paksa tubuh Gaby, gadis itu melawan namun Rian kembali mencekik dan menampar Gaby.
"Anjing gak nurut mending mati aja!" Kata Rian sambil mencekik Gaby.
"Aaaarghhhh!! P.. pak.. Rian… mati saya.. P… pak…" Gaby tak mampu menahan tangan Rian dan menyerah dengan tubuh lemas, ia membiarkan Rian membalik tubuhnya dan kini telungkup di atas meja.

Tangisannya terus mengalir, terisak dan kesakitan. Pipinya memerah, pipi kirinya sedikit membiru akibat tamparan Rian yg telah bersarang berkali-kali di pipinya. Rian kembali mengarahkan penisnya ke vagina Gaby. Menggoyang pinggulnya tanpa lagi harus masuk dengan susah payah. Gaby sedikit bersyukur karena vaginanya sudah tak sensitif setelah orgasme tadi sehingga sodokan penis Rian tak sesakit sebelumnya. Tubuh gadis itu dihujam oleh Rian dari belakang. Goyangan pinggul dan sodokan penisnya yg cepat membuat suara benturan antara paha dan pantat yg memenuhi ruangan. Rian menampar pantat Gaby dengan gemas, menampar beberapa kali kemudian meremasnya sambil tetap menghujam penisnya.

"Nghhh nghhh nghhh mphhh mphhh nghhh mphh" Gaby menahan desahannya dengan menggigit bibirnya sendiri, darah segar mengalir dari bibirnya yg terus ia gigit.
"Uughh memek lo enak perek! Gw entot tiap hari mulai hari ini uughh! ahhh Hahahaha" Rian menggenjot Gaby tanpa henti, melihat sambil tertawa saat penisnya keluar masuk di vagina Gaby.

Gaby telah pasrah dan tak berani untuk melawan. Ia tak bisa merasakan kenikmatan maupun sakit, kepalanya seakan kosong tak mampu merasakan apapun, hanya berharap untuk segera berhenti di dalam tangisan. Ia merasa begitu kotor, hina dan tidak ingin hidup. Pelecehan ini membuat mentalnya hancur berantakan. Gaby membiarkan Rian melakukan apapun padanya, Rian terus menghujamkan penisnya ke vagina Gaby, menghisap puting, meremas dada, menjilat, dan menciumi tubuhnya. Gaby merasa jijik dengan dirinya sendiri, jejak Rian memenuhi tubuhnya, noda dari pria itu tersebar di kulitnya.

"Aaaaaghhhhhhh!!!!" Gaby kembali mencapai orgasmenya, meski kepalanya menolak dan tak sudah tak mampu merasakan apapun, namun tubuhnya tetap merasakan rangsangan dari Rian.
"Uuughhh!!" Rian mencapai batasnya.
"Enak banget memek lo perek!! Gw hamilin lo!!" Rian terlihat sangat senang dan bangga.

Semburan sperma Rian memenuhi vagina Gaby, mengisi rahim gadis itu dengan sperma hangatnya. Gaby terbelalak dengan wajah tak percaya, gadis itu kembali menangis dengan keras meratapi nasibnya. Ia tak ingin mengandung anak dari iblis yg memperkosanya, ia berharap dalam tangisannya agar sperma Rian tak bertumbuh di dalam rahimnya. Gaby lemas, tergeletak tak berdaya di atas meja. Rian mencabut penisnya sehingga cairan vagina Gabu dan spermanya mengalir keluar dari dalam vagina Gaby. Rian mengocok penisnya dan mengeluarkan sisa sisa spermanya di atas punggung gadis itu.

"Abisin!" Rian menjambak Gaby dengan keras, memaksanya untuk memutar badannya ke arah Rian.

Gaby yg ketakutan menuruti Rian, ia tak ingin menerima tamparan maupun cekikan lagi. Gaby menjulurkan lidahnya untuk membersihkan sperma Rian. Gaby memasukan penis Rian yg menyusut ke dalam mulutnya, menyedot dan menghisapnya hingga sisa-sisa cairan orgasme pria itu terkumpul di mulutnya.

"Hoeeeek!!" Gaby muntah, cairan orgasme dan salad yg tadi ia makan semuanya keluar mengotori lantai.
"******! Anjing! Tolol!" Rian menampar wajah Gaby.
"Sebelum pulang lo harus bersihin kantor gw! Jangan harap SKM lo keluar! Bangsat!" Rian kembali menampar Gaby dengan kesal.

Rian memakai pakaiannya dan tak peduli dengan Gaby yg tak bergerak di atas meja. Pria itu tak peduli apakah Gaby pingsan, trauma ataupun telah mati. Rian puas dan ia hanya peduli dengan kenikmatan yg luar biasa dari vagina Gaby. Rian pulang setelah puas memperkosa Gaby.

_______________________________________

"CEO perusahaan A dijatuhi hukuman 10 tahun penjara setelah bukti CCTV yg memberatkan." Ujar seorang wartawan stasiun televisi.

Beberapa member dan staff JKT48 yg menonton tv bersama itu terlihat menunduk dengan wajah senang namun hati yg tersayat. Mereka senang karena keadilan berhasil didapatkan oleh teman mereka, namun hati mereka tersayat mengingat sahabat mereka itu tak lagi mampu meneruskan kehidupannya. Tak ada lagi selalu tersenyum dan mudah tertawa pada diri Gaby, hanya merenung dan meratapi nasibnya setiap hari.

-tamat-
 
OS 6 :
Anniversary - Shani


Matanya menatap balik mataku. Kurasakan tajam lirik matanya menghujam ke jantungku sehingga mengencangkan degupannya. Namun, tergambar kelembutan yang menghangatkan relung hatiku. Ia lepaskan gelas minuman dari bibirnya, tersisa sedikit cetak bibirnya di muka gelas akibat lipstick merah yang ia gunakan. Shani lalu tersenyum kepadaku dengan senyuman paling cantik yang pernah aku lihat. Parasnya sangat cantik, campuran keindahan wajah oriental dengan manisnya wajah khas Indonesia, perpaduan Chinese dan Jawa yang terbentuk sempurna. Kulitnya putih bersih tanpa cela sedikitpun, orang tuanya pasti memiliki keberuntungan yang sangat tinggi sehingga mendapatkan gacha Tier S seperti dia.
Malam ini Shani mengenakan blazer biru off shoulder dipadu dengan tanktop hitam di baliknya. Outfit yang selalu menjadi favoritku setiap ia mengenakannya dan sepertinya ia pun mengetahui hal itu. Lengannya yang ramping selalu terlihat seksi dengan sedikit bagian dadanya menyembul keluar membuat pikiranku selalu kacau, membuatku terbayang dengan pikiran-pikiran nakal yang ingin kulakukan padanya. Rambutnya sengaja ia gelung menjadi satu di belakang sehingga mengekspos kecantikan leher jenjangnya, membuatku selalu ingin mencumbu leher yang mulus itu.

"Kenapa sih sayang kok bengong aja?" Shani memecah lamunanku dengan suaranya yang lembu.
"Kamu cantik banget malam ini. Aku sampai gak bisa ngomong" ujarku yang tak bisa menahannya lagi. Aku pun hanya bisa tersenyum setelah mengatakan itu.

Shani tertawa kecil mendengar pengakuanku. Matanya berbinar dan senyum tipisnya membuatku semakin terbuai akan kecantikannya.

"Halah, gombal." ujarnya sambil berusaha menahan tawanya, namun wajahnya yang sedikit bersemu merah tak bisa ia sembunyikan.
"Hahaha beneran lah. Kalo orang cantik dibilang cantik kok dianggap gombal? Emang kamu cantik kok." ujar ku sembari kembali memotong steak yang ada di piringku.

Suasana malam itu sungguh romantis di restaurant hotel mewah yang sudah kami pesan spesial untuk hari ini. Cahaya lampu yang redup mendukung suasana yang tenang serasa dunia hanya berisikan kami berdua. Alunan lagu klasik nan memanjakan telinga menambah suasana malam ini semakin indah. Dinner mewah yang sudah kami persiapkan untuk merayakan anniversary kami yang ke 3. Makan malam kami lalui sambil bercanda tawa dan perbincangan hangat sambil mengenang perjalanan cinta kami dalam 3 tahun ini. Berawal dari hubungan sembunyi-sembunyi tanpa status dikarenakan komitmen Shani pada karirnya, hingga akhirnya ia memutuskan untuk menerima cinta dariku meski masih harus menutupi hubungan kami dari khalayak umum. Bagaimana ia memilih untuk memiliki hubungan yang serius meski harus melanggar peraturan dari tempat kerjanya itu membuatku juga yakin bahwa Shani adalah pelabuhan yang ku cari selama ini. Tak luput juga rayuan gombal dan candaan romantis kami lontarkan ke satu sama lain sepanjang makan malam ini.
Selesai kami makan malam romantis di restaurant hotel, aku mengajak Shani untuk mengikutiku menuju kamar yang sudah ku pesan. Dengan senang hati ia berjalan pelan di sampingku, dengan langkah yang begitu anggun, senyum tipis yang tersimpul, dan kecantikan yang terpancar sempurna membuatku begitu bangga karena menjadi pria yang mampu berjalan bersandingan dengannya.

"Kalau aku peluk kamu kayak gini, aku tuh langsung lupa semua kepenatan hariku, lelahku, emosiku. Langsung damai." ujarku sambil memeluk Shani dari belakang di balkon kamar hotel. Pemandangan langit malam dengan lampu kota di bawah memanjakan mata kami.

Sesampainya di kamar, kami hanya meletakkan tas dan barang bawaan kami dan aku langsung mengajak kekasihku itu menuju balkon hotel untuk menikmati malam yang indah. Langit malam beserta isinya menambah keindahan malam kami, bagaikan aku juga telah memesan bulan, bintang, dan cahaya perkotaan untuk ikut serta menjadi pelengkap malam ini.

"Masa? Aku juga, kalo kamu peluk gini, rasanya ga pengen dilepas. nyaman banget soalnya." ujar Shani kembali merayu.
“Iya, yang paling aku kangenin dari Indonesia itu cuma ada 3, orang tua, kamu, dan pelukanmu. I miss you…” ujarku penuh rayu, namun tak ada sedikitpun kebohongan di dalamnya.
“I miss you too… kamu sih gak pulang-pulang…” ujar Shani padaku, ia bergerak sedikit untuk kembali mendapatkan kenyamanan di dalam pelukanku.
“Kamu cepat-cepat selesai, biar kita bisa keluar dari Indonesia dan tinggal disana, berdua.” balasku kembali padanya, Shani hanya mengeluarkan tawa kecil sambil mencubit lembut pipiku.
“Iya, ini tahun terakhir dari aku. Setelah aku jadi kapten setahun dan bantu mengurus tempat kerjaku, aku pasti ikut kamu.” balasnya dengan penuh keyakinan yang menenangkan hatiku, rasanya aku ingin mempercepat waktu agar segera sampai di titik itu.
“Janji?” tanyaku padanya, meski aku selalu percaya dengan kata-katanya.
“I promise” balasnya lembut.
"Happy anniversary sayang, love you.", ujarku sambil mencium sisi lehernya yang tidak tertutup oleh rambut.
"Love you too.", balas Shani yang memejamkan matanya dalam pelukan dan cumbuanku. Ia terlihat sangat menikmatinya.

Tanganku mulai menggerayangi tubuh Shani. Mulai dari lengannya yang aku dekap, lalu aku berpindah ke pinggangnya, mengelus lembut lalu naik lagi ke area dadanya. Ciumanku bergeser ke pundaknya yang polos tak tertutup oleh blazer yang ia kenakan. Aku tak takut jika di bawah sana ada yang melihat kami bercumbu mesra, kamar yang kami sewa berada di lantai yang tidak terjangkau mata. Kuremas dada Shani yang masih dibalut oleh tanktop yang ia kenakan. Tanganku merasakan ada hal yang aneh. Aku tidak merasakan Shani mengenakan bra di balik tanktopnya.
"Nakal." ujarku dalam hati sambil tersenyum.

Berarti, sejak siang tadi aku berkencan dengan Shani, ia sama sekali tidak memakai bra. Aku tak menyangka sama sekali karena aku tau Shani adalah orang yang lembut, halus dan sangat taat. Ulang tahun percintaan kami tahun ini semakin indah saja semakin lama kami lalui.

"Apakah dia sudah tau kalau akhirnya pasti akan seperti ini?", ujarku dalam hati. Sedikit menyesal, karena tandanya aku bisa menikmati tubuh indahnya kapan saja sepanjang hari ini.

Aku merasa terlambat, namun membuat pikiran liarku semakin berkecamuk. Membayangkan bahwa bisa saja aku melakukan quickie sex di dalam mobil di beberapa destinasi yang tadi kami kunjungi, atau bahkan mungkin kami dapat sedikit bercumbu dan melakukan foreplay di rumahnya saat aku menjemputnya.
Tanganku kumasukkan ke balik tanktopnya melalui celah yang ada di lengannya sehingga aku langsung bisa meraba dadanya tanpa dibatasi sehelai benang pun. Benar saja, kurasakan kenyal dan hangatnya payudara kekasihku yang tak tertutup oleh bra. Shani mendesah lembut ketika kusentuh putingnya yang sensitif. Desahannya terdengar jelas, desahan yang mampu membuat lelaki manapun akan nafsu ketika mendengarnya. Desahannya adalah salah satu hal yang paling aku suka darinya, begitu memanjakan telinga, mematikan logika dan membakar asmara. Tangan Shani meraih rambutku sehingga menghentikan cumbuan liarku di pundaknya. Shani sudah memalingkan kepalanya ke arahku yang berada di belakangnya. Aku langsung memahami keinginannya, aku cium bibir lembutnya itu yang langsung ia balas dengan ciuman mesra. Dengan kedua tanganku, ku tarik tali tanktopnya ke kedua sisi lengannya. Dengan mudah dan tanpa perlawanan, kuturunkan tanktop hitamnya hingga berkumpul di pinggang sehingga payudaranya yang membulat kini sudah tak lagi ada penghalang. Masih dengan memeluk Shani dari belakang, dengan asiknya aku remas kedua payudaranya. Shani masih berdiri menghadap ke arah luar, seakan aku jadikan tontonan bagi siapapun yang melihat ke arah balkon, menjadikannya sebuah pemandangan bagi siapapun yang beruntung. Satu tanganku masih memainkan putingnya sedangkan satu tanganku ku turunkan untuk menyusup masuk kedalam celana bahannya. Aku pun kembali terkejut ketika mendapati Shani tidak memakai celana dalam. Tanganku langsung disambut oleh hangat bibir vaginanya yang dilengkapi dengan sedikit bulu-bulu halus di sekitarnya.

"Waaah pacarku nakal banget." kelakuan Shani malam itu membuat gairahku semakin membara.

Ku lepas kancing celana bahannya yang langsung merosot dengan mudah ke kakinya, sehingga tanganku semakin leluasa meraba bibir liang kenikmatannya itu. Aku masukkan dua jariku tidak terlalu dalam namun cukup untuk merasakan cairan hangat yang sudah keluar melumuri bagian dalam vagina Shani. Ciumanku kembali kuarahkan ke leher Shani dan merayap menuju belakang telinganya.

"AAAAAHHHHHH...." desah Shani semakin kencang.

Shani pun melepaskan diri dari dekapanku. Ia membalikkan badannya lalu memelukku. Kubalas pelukannya lalu kucium bibirnya yang manis, cumbuan kami semakin lama semakin bergairah. Shani mulai memainkan lidahnya di dalam mulutku. Aku pun membalasnya dengan permainan yang sama.
Tanganku kembali menyelinap ke arah belakang dan kini tangan kananku dengan leluasa meremas-remas pantatnya yang kenyal sedangkan tangan kiriku tetap berada di area vaginanya. Pantat kanannya pun tak luput dari tamparan-tamparan pelan yang aku berikan selama kami berciuman. Shani pun terlihat sangat menikmatinya ketika pantatnya aku remas dan aku tampar. Kedua tangannya menggenggam pipiku dan ciumannya menjadi semakin liar. Kini Shani mulai menggigit-gigit bibirku pelan. Bibir bawahku digigitnya lembut lalu ia tarik selagi aku memainkan pantatnya. Ketika ia lepas gigitannya, ia langsung menciumku dengan penuh nafsu.
Aku yang gemas dengan permainan liarnya menjadi ikut semakin liar. Ku tarik pelan rambutnya sehingga gelungan rambutnya terbuka, ku jambak pelan dan kutarik kepalanya ke belakang sehingga lehernya kembali terbuka. Aku mulai cium dan hisap lehernya sehingga ketika aku lepas, lehernya ternodai oleh garis panjang berwarna merah yang sengaja aku tinggalkan. Tak cukup dengan satu, aku kembali mencumbu leher kekasihku itu dengan liar. Kini kuhisap dalam-dalam sisi lehernya yang satunya. Begitu ku lepas, kembali timbul garis berwarna merah gelap menodai leher mulus kekasihku itu. Terkadang aku senang menodai Shani seperti saat ini dengan bekas cupangan yang sengaja aku tinggalkan di lehernya. Aku suka ketika orang-orang bisa melihat noda itu di leher kekasihku sehingga membuat mereka berfantasi tentang hal-hal nakal yang telah dilakukan Shani. Namun Shani akan selalu marah bila aku melakukan itu, karena ia harus libur untuk mengirimkan foto atau video di sosial medianya sampai bekas itu benar-benar hilang. Tapi hari ini berbeda, aku tau ia tidak akan marah dan akan dengan senang hati membiarkanku melakukannya. Namun terkadang kegilaan Shani melebihiku, membuatku menggelengkan kepala tak percaya. Pernah suatu kali ia melarangku untuk meninggalkan bekas di leher, namun menyuruhku meninggalkannya di payudara bagian atasnya. Tanpa ku ketahui bahwa keesokan harinya ia ada jadwal tampil di theater sehingga terkadang garis bekas hisapanku itu terlihat, bahkan ia dengan sengaja mengirim foto sesudah tampil dimana samar-samar terlihat bekas cupanganku di dadanya.
Genggaman Shani ke pantatku membuyarkan diriku dari lamunanku. Aku pun mendorong Shani untuk meninggalkan balkon dan masuk ke kamar hotel. Di setiap langkah kami, cumbuan mesra tak henti-hentinya kami berikan ke satu sama lain. Aku dorong pelan Shani hingga punggungnya bersandar ke dinding salah satu sisi kamar. Aku kembali cumbu dirinya disana. Makin lama, aku turunkan cumbuanku hingga bibirku melumat salah satu putingnya. Aku tukar kulumanku ke puting satunya, begitu seterusnya selama beberapa menit selagi tanganku dengan asik merasakan vaginanya yang kini sudah sangat basah. Shani pun kini berlutut di depanku. Ia buka celana panjangku dan ia turunkan lepas bersamaan dengan celana dalamku. Shani mulai menciumi penisku yang sudah berdiri tegak. Ia usapkan pipinya ke penisku seperti ada kepuasan tersendiri yang ia rasakan ketika batang itu bersentuhan dengan pipinya yang lembut. Ia cium batang kemaluanku dengan bibirnya mulai dari ujungnya lalu ke pangkalnya dan kembali lagi ke ujung. Begitu berkali-kali sampai akhirnya Shani memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Ia berikan aku blowjob dengan pelan, namun semakin lama blowjobnya bergerak semakin dalam dengan tempo yang semakin cepat. Aku membantu memegangi rambut panjang Shani agar lebih mudah memberikanku blowjob. Pemandangan yang luar biasa terlihat di mataku ketika aku menjambak rambutnya dan ia menghisap penisku, pemandangan yang paling aku sukai. Kuperhatikan bibirnya yang menghisap lembut penisku dan juga matanya yang sesekali ia lirikkan ke arahku. Pandanganku juga tak bisa luput dari lehernya yang mulus tak terhalang oleh rambut yang kugenggam di tanganku. Ini semua terasa seperti surga. Aku menarik Shani berdiri dari posisinya lalu aku arahkan dia agar membungkuk dan bersandar ke meja rias dengan tubuhnya menghadap ke arah cermin.

“NGHHHH aaah sayang…!” Shani mendesah keras saat aku memposisikan dirinya menungging ke arahku, seakan ia telah siap dengan segala hal yang akan aku lakukan.
“I love you Shan…” ujarku padanya, ia tersenyum ke arahku melalui pantulan cermin.
“I love you too Dit” balasnya dengan memanggil namaku, sangat terasa berbeda ketika ia memanggil namaku, seakan terus menyadarkanku bahwa aku lah orang yang sangat ia sayangi.

Kembali kujambak rambutnya pelan dan kutarik kepalanya ke atas sehingga ia semakin dapat bisa melihat ekspresi wajahnya di pantulan cermin ketika nanti tubuhnya kucumbu dengan mesra. Kumulai permainanku dengan mengangkat bongkahan pantatnya. Tanganku mulai menggerayangi tubuh Shani yang sudah tak ditutupi oleh apapun itu. Paha kenyalnya kuraba, lalu ku pindah ke pantatnya yang tak kalah kenyal. Kugerayangi juga bagian bawah punggungnya yang terbuka. Kulihat wajah Shani melalui pantulan cermin di depanku. Ekspresi mukanya menyiratkan kenikmatan yang amat besar yang ikut membakar nafsuku. Lidahnya sesekali keluar seakan mulutnya tak mampu tertutup untuk selalu mendesah. Tak kuasa menahan nafsuku akibat pandangannya, aku pun mulai memasukkan penisku ke vaginanya. Namun, aku lakukan permainanku dengan lambat supaya membuat Shani tak sabar. Aku raba-raba bibir vaginanya dengan ujung penisku. Aku mulai memasukkan ujung penisku sedikit sampai kedua bibirnya terbuka, matanya sedikit terpejam meringis menahan rasa yang timbul saat penisku mulai menerobos masuk liang kewanitaannya. Kudorong sedikit penisku masuk, namun ku lepas lagi. Kuperhatikan muka Shani yang tadinya memejamkan matanya penuh harap, kini membuka matanya dengan kekecewaan yang ia lontarkan dengan pandangan kesal ke arahku. Dengan tangannya, Shani menarik rambutnya ke atas seraya memasang muka nakalnya. Ia mencoba merayuku, menjebakku dalam pesona yang tak akan ada orang yg mampu menahannya. Memang itu caranya ia merayu. Terkadang aku berpikir begitu bahayanya pesona seorang Shani, mampu menggoda siapa saja yg ia inginkan. Sehingga aku sangat menjaganya namun tetap percaya padanya. Shani kini menurunkan kepalanya bersandar ke permukaan meja rias, masih dengan rambutnya yang ia angkat sehingga kini aku bisa melihat jelas tengkuknya dan juga lekuk tubuh seksinya yang berhasil membuatku terjebak dalam pesonanya.
Aku pun tak kuasa lagi menahan dan langsung menghujam Shani dari belakang. Kutancapkan batang penisku yang sudah keras itu dalam-dalam ke liang vaginanya, membuat Shani berteriak mendesah dengan kencang. Kulihat matanya memejam dengan bibirnya yang semakin kuat ia gigit. Desahannya berusaha ia tahan dengan gigitannya itu namun erangannya sama sekali tidak tertahan. Dengan penis yang masih keluar masuk menikmati vagina kekasihku, aku membuka kancing kemejaku satu persatu dan melepaskannya lalu melemparnya asal ke arah belakang. kini aku telanjang bulat sama seperti Shani yang tengah kusetubuhi. Selagi satu tanganku menahan pantat Shani supaya tetap stabil saat kugenjot tanpa henti, tanganku yang satunya meraba-raba punggung Shani, dengan sesekali tanganku meraih ke depan ke arah payudara dan putingnya. Meremas dan mencubit puting susu Shani hingga ia menggelinjang. Kuraih rambut Shani dan kuangkat kepalanya selagi dirinya membenamkan kepalanya ke permukaan meja saking tak kuat menahan nikmat dari genjotanku. Tidak akan kubiarkan ia memalingkan pandangan dari cermin di depannya. Kutahan genggamanku di rambutnya sehingga mau tak mau, Shani melihat ekspresi mukanya sendiri yang penuh dengan nafsu saat diriku menghujam vaginanya tiada henti.

“Aaaaaahhhhh aaaaaaaahhhhh aaaaaaahhhh aaaaaahhh” Shani terus mendesah selama aku terus menggenjot tubuhnya.

Kudorong kepalanya ke arah cermin hingga kepalanya menempel dengan cermin. Hawa panas dari nafasnya dan juga bibirnya yang tak mampu tertutup membuat cermin itu berembun dan basah oleh cairan tubuh Shani. Puas menggenjotnya dari belakang, aku menarik Shani berdiri dari sandarannya di meja rias. Kami berdua pun kembali berciuman. Shani menciumku dengan liar seakan menagih semua ciuman yang tertahan sebelumnya.
Tiba-tiba, Shani mendorongku ke belakang sehingga aku terjatuh terbaring di atas kasur. Shani mengikuti ku naik ke atas kasur. Ia pun langsung bersiap untuk menaiki ku dengan posisi woman on top. Perlahan ia masukkan penisku ke dalam vaginanya, lalu ia mulai menurunkan tubuhnya sehingga penisku dilahap masuk lebih dalam. Shani pun dengan mahirnya menunggangiku, ia menjadikanku selayaknya kuda dan mulai bergerak naik turun. Ia masukkan penisku dalam-dalam lalu ia tarik vaginanya sampai penisku keluar hingga tinggal ujungnya yang tertancap. Shani lalu dengan mahirnya memasukkan penisku kembali sampai pangkalnya. Aku pun tenggelam oleh nikmatnya genjotan kekasihku itu sehingga aku tak kuasa mengeluarkan desahan kenikmatan dari mulutku. Tanganku mulai meraih payudara Shani yang berada di atasku. Ku mainkan putingnya sehingga membuat Shani menggigit bibir bawahnya kembali. Aku pun membangkitkan badanku sehingga tubuhku kini dalam posisi duduk dengan Shani tetap menduduki penisku dari atas. Kami pun berpelukan dan mulai bercumbu. Rambut Shani aku belai lembut. Shani menggerayangi punggungku dengan sesekali ia mencengkeram punggungku dengan kukunya saking dirinya tak kuat dengan semua rangsangan akibat genjotan di vaginanya.
Kami berdua kembali bercumbu dan terus bercumbu. Tiba-tiba, Shani memperlambat genjotannya dan dirinya memelukku dengan lebih erat. Aku mengerti, sebentar lagi Shani akan orgasme. Aku pun membantu Shani agar orgasmenya lebih nikmat dengan terus menggenjot Shani dari bawah yang membuat Shani meracau tidak karuan. Kepalanya bersandar erat di pundakku. Aku memeluk Shani dan menarik dirinya agar ikut berbaring bersamaku. Dari bawah aku tetap genjot vagina Shani dengan cepat. Sehingga selang beberapa menit kemudian, Shani menggelinjang hebat di atasku. Pahanya mulai bergetar hebat lalu diikuti oleh sekujur tubuhnya yang membatu. Shani yang sudah tak kuat menopang tubuhnya pun langsung jatuh pasrah ke dalam pelukanku yang berada di bawahnya. Desahannya terdengar keras walaupun mulutnya mendekap erat di pundakku.

“AAAAAAAAHHHHHHHHHHHHH……..!!!!”

Shani kini terbaring lemas di atasku. Aku pun memutar posisi kami sehingga kini aku yang berada di atas dan siap menghujam penisku kembali. Kumulai aksiku mempenetrasi kekasihku yang masih terbaring lemas namun masih menikmati segala rangsangan yang aku berikan. Mukanya kini terlihat letih namun semakin menggoda, membuatku semakin bernafsu untuk menggagahinya. Aku puaskan diriku dengan mencumbu tubuh Shani selagi aku menggenjotnya. Kuciumi payudaranya hingga ku emut putingnya bergantian. Ku jilati tubuhnya, naik ke lehernya lalu berlanjut naik ke dagunya, setelah itu mulai kembali ku ciumi bibirnya. Shani yang masih lemas setelah melalui orgasmenya hanya bisa meracau dan mendesah tidak karuan. Aku sudah merasakan kedutan di penisku yang menandakan aku ingin keluar. Pada saat yang bersamaan, Shani semakin erat memelukku yang kubalas dengan pelukanku yang sama eratnya.

"Bareng? nghh.." tanyaku padanya yg hanya dibalas dengan anggukan lemah dan desahan pelan.

Aku pun menggenjot Shani semakin keras dan cepat. Tak lama setelahnya, penisku berkedut hebat dan siap untuk mengeluarkan isinya. Kurasakan tubuh Shani kembali menggelinjang di dalam pelukku. Saat spermaku mulai menyembur di dalam vagina Shani, liang vagina Shani melawan dengan cairan juga sehingga bercampur dan terasa begitu hangat.

“Ooough!!”
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhh saayaaaang……!”

Aku dan Shani mencapai orgasme pada waktu yang bersamaan. Tubuhku ikut menggelinjang akibat efek nikmat yang kurasakan akibat orgasmeku. Dalam pelukku, Shani pun menggelinjang hebat. Kami berdua kembali berciuman dengan panasnya. Kami berdua terus mencumbu satu sama lain hingga beberapa menit kemudian kami saling memperlambat cumbuan kami hingga tersisa hanya pelukan kami berdua yang mendekap tubuh satu sama lain. Hanya hangat tubuh kami yang kini kami rasakan. Kini, kusandarkan kepalaku di dekapan dada Shani.

“I love you Shan” ujarku untuk kesekian kalinya, tak pernah bosan aku mengatakan hal ini padanya.
“I love you too…” balasnya dengan kecupan lembut padaku.
 
link nya dong hu, ane cari manual di traakter kok gabisa yaa ?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd