Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Dilema Seorang Istri (Berdasarkan Kisah Nyata)

Bimabet
Mirip ceritanya TS @meguriaufutari yg judulnya "Kesetiaan, Cinta, Integritas, dan Perselingkuhan" Istrinya sama-sama punya anak dari selingkuhan tapi tidak cerai. Anak dikasihkan ke pasangan yg lama belun punya momongan dan bahtera rumah tangga tetap berlanjut.

Agak beda, karena di cerita yang itu, sang suami tidak pernah lagi menyentuh istrinya. Hanya mempertahankan keluarga, anak2 dan status saja
 
Intinya nafsu. Entah nafsu mencinta atau lain nya. Sosok Indra ini cinta tapi dia ada ego memiliki disisi lain berani ngaku salah, kalo salah kenapa di lakukan alias dia melanggar batas batasan suami istri ( pager ayu)/ yang penting bisa menyampaikan perasaan SSI + cinta lah bahasa suhu ini ke binor sasaran. Disini kelihatan banget mementingkan ego ingin mendapatkan dengan cara apapun. Termasuk bersikap gentle
 
EPISODE 10 : Akhir



--- Lima bulan lalu, POV Hendri ---



Gila, gempa yang menimbulkan tsunami itu berakibat sangat parah di negara ini. Aku tidak menyangka efeknya akan separah ini. Begitu banyak korban jiwa, dan juga kerugian material. Jumlah kerugian material yang ditimbulkan pun tidak main-main. Kota ini betul-betul sudah diporakporandakan oleh alam. Begitu mengerikan. Aku melihat Indra pun begitu kaget.



Akan tetapi, profesionalitas memang tidak memberi waktu bagi kamu untuk kaget terlalu lama. Kami pun harus bergerak cepat, karena tanah disini mulai labil, sehingga bisa runtuh kapan saja. Aku pun segera bergerak. Indra pun sepertinya juga menyadari hal yang sama, ia pun juga bergerak. Akan tetapi, nasibnya sepertinya kurang baik. Ia menginjak tanah yang sangat labil, dan saat itu juga, runtuhlah tempat berpijaknya dan ia pun langsung terjatuh. Akan tetapi, sebelum terjatuh, ia sempat menggapai tanah sekitarnya yang sepertinya cukup kuat.



“Ah, dia ini orang yang menimbulkan masalah begitu besar bagiku.” Kataku dalam hati.



Haruskah aku membiarkannya saja? Akan tetapi, di saat demikian, aku teringat akan Lisa, dan anak yang dikandungnya. Maka, aku pun langsung lari, dan menggapai tangannya. Aku menggapai tangannya di saat yang tepat, karena pegangannya baru saja akan terlepas. Akan tetapi, tubuhnya begitu berat, sehingga tubuhku langsung tertarik karena tidak mampu menahan beratnya. Untunglah, ada patahan lampu jalanan yang bisa kugunakan sebagai pegangan, sehingga aku pun mampu menyelamatkan kami. Akan tetapi, karena tubuh Indra begitu berat, aku tidak tahu sampai kapan aku kuat menahannya. Entah apa peganganku yang terlepas duluan, ataukah patahan lampu jalanan ini yang tidak kuat menahan beban tubuh kami berdua. Maka, aku pun meminta pertolongan.



“TOLOONGG!!” Teriakku sekeras mungkin.



Ah! Kenapa tidak ada orang satu pun? Ah iya, tentu saja, karena ini daerah tanah yang labil. Aku pun berusaha menarik tubuh Indra ke dataran sekuat mungkin. Akan tetapi, tubuhnya terlalu berat. Aku tidak kuat menariknya. Dibawah Indra, menunggu lubang yang tidak kelihatan dasarnya. Siapapun yang jatuh, aku asumsikan tidak akan selamat. Bermenit-menit pun, kami terjebak begini. Pegangan tanganku pun sudah sakit karena menahan beban tubuh Indra yang berat.



“Mas, udah. Lepasin aja aku. Ujung-ujungnya, malah kita mati berdua nanti.” Kata Indra tiba-tiba.



“Ga. Ga bakalan gua lepas.” Kataku.



“Kenapa mas? Aku ini orang yang bikin hancur hidup Mas. Emang begitu penting nolongin aku?” Tanya Indra.



“Asal lu tau, Ndra. Lisa lagi hamil. Empat bulan.” Kataku.



Mendengar hal itu, Indra pun langsung tersentak.



“Em... empat bulan?” Tanya Indra dengan tidak percaya.



“Udahlah. Pokoknya, gua nggak peduliin lu itu siapa. Gimana nanti kalo ternyata anak yang di perutnya itu anak lu? Makanya, gua harus nolongin lu. Meskipun gua sendiri ga suka.” Kataku.



Indra pun hanya bisa terhanyut dalam pikirannya, meskipun kondisinya sedang kritis begini. Sepertinya, ia begitu terhanyut dalam pikirannya, sementara aku disini berusaha keras untuk menyelamatkan kami berdua.



“Ndra, mikirnya nanti aja! Yang penting gimana caranya biar kita bisa selamat dulu!!” Kataku karena mulai tidak kuat menahan tubuh Indra yang berat.



“Mas...” Kata Indra.



“Apaa??!!!” Kataku mulai sewot.



“Seandainya anak itu adalah anak saya, aku minta Mas jadi ayahnya ya.” Kata Indra.



Setelah mengatakan hal itu, dia masih sempat berkomat-kamit membicarakan hal lain yang begitu panjang. Setelah mendengar perkataan yang panjang itu, Indra pun melepaskan tanganku dari tangannya, sehingga ia terjatuh ke lubang yang dalam itu. Ah... Indra... Aku gagal menyelamatkannya. Cih, apa yang harus kukatakan pada Lisa nanti? Aku pun termenung lama di tempat itu sambil berbaring.



***



--- Waktu sekarang, POV Lisa ---



Aku pun kaget mendengar cerita suamiku. Ah, rupanya Indra sudah tidak ada ya? Pikiranku begitu kosong dan hampa. Aku tidak menyangka, bahwa Indra betul-betul sudah tidak ada. Lalu, bagaimana dengan anak kita berdua?



“Jadi gimana? Apa kita jadi cerai?” Tanya suamiku.



“Ah, memangnya kamu masih mao nerima aku?” Tanyaku.



“Sebelum itu, aku mao ngomong dulu. Aku mao ngomong tentang Indra.” Kata suamiku.



Aku pun siap mendengarkan.



“Lisa, dia itu orang yang hebat. Jujur, aku ngerti kenapa aku bisa kalah sama dia. Aku tahu dari raut wajahnya saat ia hendak meninggalkan dunia ini, dari ekspresi wajahnya saat melihat kamu. Dia itu betul-betul sayang sama kamu.” Kata suamiku.



“He-eh, aku tahu.” Kataku.



“Sebelum jatuh, dia pun sempet minta maaf sama aku karena udah ngancurin hidup aku. Dia juga sempet mohon-mohon ke aku, biar aku maafin kamu sepenuhnya. Dan bahkan, dia ngomong ke aku, kalo yang berhak untuk kembali ke sisi kamu adalah aku, dan bukan dia. Dia itu ngorbanin nyawanya, biar aku bisa balik ke kamu. Meskipun aku ga suka ngomong gini, tapi aku harus nyampain, bahwa itu dia lakukan karena dia betul-betul sayang sama kamu. Sekali lagi jujur, aku ga suka ngomong gitu. Tapi, itu adalah pengorbanan hebat yang dia lakukan buat wanita yang dia sayangin. Dia ngorbanin dirinya bukan untuk aku, tapi untuk kamu. Dan aku ngerasa bahwa aku harus nyampein itu ke kamu.” Kata suamiku.



Aku pun hanya diam mendengarkan hal itu. Aku tahu bahwa Indra betul-betul menyayangiku. Meskipun hanya bersetubuh sebanyak tiga kali dengan dia, dari situ saja seolah-olah perasaannya begitu tersalurkan padaku. Aku sama sekali tidak kaget mendengarnya.



“Dan masalah anak itu, Indra juga mohon ke aku, kalo misalkan anak itu ternyata adalah anak dia, biar aku mao jadi ayahnya.” Kata suamiku.



Aku pun hanya diam mendengarkan.



“Aku udah berpikir ratusan kali, bahkan mungkin ribuan kali. Tapi maaf, aku ga bisa. Aku ga bisa menganggap anak itu sebagai anakku sendiri. Bahkan jujur aja, gitu-gitu rasa benci aku sama Indra tetep ada, dan tentu saja anaknya pun juga kena. Aku udah pasti ga akan bisa nganggep anak itu sebagai anakku. Yang ada, percaya deh, kalo aku sama-sama dia terus, pasti aku suatu saat bakal nyalurin rasa benci aku ke anak itu. Jadi gini. Perjanjian tetaplah perjanjian. Aku akan bolehin kamu ngurus anak itu, dengan catatan bahwa berarti kita tetap cerai. Kamu ga mungkin juga kan akan ngabain anak sekecil itu. Itu anak kamu, lho.” Kata suamiku.



“Aku tega ngabain anak ini demi kamu.” Kataku.



“Hah?” Tanya suamiku.



“Aku udah mikir masak-masak. Jujur, dari aku mulai ngelahirin anak ini, sampe keluar hasil tes DNA nya, aku selalu ngarep itu anak kamu. Aku selalu berdoa bahwa itu anak kamu. Bukan demi aku, tapi demi kamu. Paling nggak, dengan ini adalah anak kamu, maka harga diri kamu sebagai seorang pria dan suami, nggak jatuh lebih terpuruk lagi. Tapi, ternyata takdir berkata lain. Ya apa boleh buat. Tapi ya sekedar biar kamu tahu aja, aku emang udah rencana, seandainya kamu pergi tadi, aku bakal bawa anak ini pergi. Aku juga nggak mao ketemu sama Indra.” Kataku.



“Lho? Kenapa?” Tanya suamiku.



“Aku udah mikir masak-masak, dan untungnya Yang Mahakuasa masih ngingetin aku, bahwa kamu itu lah satu-satunya suamiku. Aku nggak mao biarin orang lain jadi suamiku. Meskipun status kita cerai nantinya, meskipun secara hukum kita udah bukan suami istri, tapi aku sendiri masih menganggap diriku sebagai istri kamu. Aku pengen memulai hidup baru, masih sebagai istri kamu, dan aku ingin mengakhiri hidupku nanti, masih sebagai istri kamu. Meskipun kamu ngga nganggep aku sebagai istri kamu, dan kamu juga ngga nganggep kamu sendiri sebagai suami aku, buat aku tetep kamulah satu-satunya suami aku.” Kataku.



“Untuk anak ini, aku juga merasa nggak berhak atas anak ini. Jadi, aku akan ngasih anak ini ke pasangan suami istri lain yang begitu menginginkan anak, tapi nggak bisa punya anak. Aku akan terus nyari orang yang mau membesarkan anak ini. Selama aku belum ketemu, aku akan ngurus anak ini, sampai aku bisa nemuin orang itu.” Kataku.



“Haah, si Indra itu, sampe bisa memperkirakan sejauh ini...” Kata suamiku.



“Hah? Maksud kamu apa?” Tanyaku dengan heran.



“Oke. Berita positifnya, atau negatif aku ga tau ya, kamu nggak perlu repot nyari orang yang mau membesarkan anak itu.” Kata suamiku.



“Haah? Aku nggak paham.” Kataku.



“Indra juga ngasih aku kontak seseorang. Sebelum dia jatuh, dia sempet ngomong, kalo kamu itu adalah wanita yang sangat dia sayang. Tapi, kamu itu nomor dua.” Kata suamiku.



“Hah? Aku lebih nggak paham.” Kataku.



“Nomor satunya itu adalah kakak perempuannya, yang dari kecil, bahkan sampe sekarang, masih ngurus dia dengan sekuat hatinya. Dia cerita kalo kakak perempuannya itu sangat pengen punya anak, tapi suaminya mandul. Dan dia akan lebih dari sekedar senang hati kalau harus membesarkan anaknya Indra. Kata dia, kalo aku ga mau jadi ayah anak itu, dia mohon-mohon ke aku untuk ngasih anaknya dia ke kakak perempuannya. Jadi, aku akan kasih anak itu ke kakak perempuannya, karena sepertinya dia orang yang paling pantes buat ngurus anak itu.” Kataku.



Mendengar hal itu, aku leganya bukan main. Syukurlah kalau ada orang yang betul-betul mau membesarkan anak ini.



***



Setelah beberapa hari, aku pun sudah boleh pulang. Setelah selesai mengurus segala administrasi rumah sakit, suamiku pun mengantar aku yang membawa anakku ini ke mobil. Kami tidak langsung pulang, melainkan menuju rumah kakaknya Indra.



Sesampainya disana, kami pun disambut dengan ramah. Kakaknya begitu antusias melihat anak dari Indra. Ia tampak begitu menyayangi anak itu. Syukurlah, nak. Nak, ketahuilah, bahwa aku disini hanyalah wanita yang melahirkanmu ke dunia ini, tidak lebih dari itu. Ibumu adalah wanita yang sekarang sedang menggendong dan menciummu dengan penuh kasih sayang itu. Jika suatu hari nanti kamu mengetahui kebenaran yang terjadi akan dirimu, ketahuilah bahwa ibumu tidak lain tetap adalah wanita yang sedang menggendong dan menciummu dengan penuh kasih sayang itu. Aku sama sekali tidak pantas menjadi ibumu. Aku hanya perantara, yang digunakan oleh Tuhan, untuk membawamu ke dunia ini.



Kakaknya Indra pun meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada suamiku dan aku. Suamiku tentu saja menerima permohonan maaf itu. Sementara aku, aku merasa aku tidak patut mendapat permintaan maaf sama sekali. Setelah basa-basi sebentar, kami pun pamit pulang. Setelah itu, suamiku mengemudikan mobilnya menuju rumah kami, tidak, rumah dia. Kami pun turun dari mobil.



“Mas.” Kataku.



“Yah?” Tanya suamiku.



“Aku rasa, kita pisah disini ya. Aku harap, kamu selalu tahu, bahwa dimana pun kamu butuh bantuan aku, aku akan selalu nolongin kamu dengan sekuat tenaga. Dan aku akan selalu berdoa tiap malam, demi kebahagiaan kamu.” Kataku.



Aku pun mendekati suamiku, kemudian mencium tangannya.



“Terima kasih. Udah jadi suami yang begitu hebat buat aku. Aku nggak akan pernah lupa masa-masa yang udah kita lalui bersama. Dan sekarang, aku bisa ngomong, bahwa aku nyesel udah khianatin kamu. Bukan karena Indra meninggal dunia, tapi karena disaat terakhir, aku memilih kamu dibandingkan Indra.” Kataku.



“Udah?” Tanya suamiku.



“Udah.” Kataku dengan mantap.



“Yaudah, kalo gitu ayo masuk. Bikinin aku teh.” Kata suamiku.



“Hah?” Aku hanya bisa melongo.



“Lah, tadi katanya dimana pun aku butuh bantuan kamu, kamu akan selalu nolongin aku dengan sekuat tenaga. Ini sekarang aku baru minta bikinin teh, kamu udah bingung gitu. Gimana aku minta tolong yang berat-berat? Ayo masuk, cepet bikinin aku teh.” Kata suamiku.



“Oh... Oke-oke.” Kataku langsung dengan sigap.



Aku pun langsung masuk ke rumah, dan membuatkan teh untuknya. Setelah selesai kubuat, langsung kusuguhkan kepada suamiku. Suamiku pun langsung meminumnya hingga habis. Cepat sekali dia meminumnya, padahal teh itu panas. Setelah meminumnya, suamiku meletakkan gelas teh itu di meja.



“Hubungan kita emang sempet berada di ujung tanduk. Tapi, aku yakin kita masih bisa benerin ini kok. Kita mulai dari nol lagi ya.” Kata suamiku.



Mendengar hal itu, aku hanya bisa melongo saja.



“Ah? Kamu ngomong apa sih? Kita ini udah bukan siapa-siapa lagi.” Kataku.



“Oh iya? Mana surat cerainya? Aku ga ngerasa tanda tangan tuh. Coba bawa kesini suratnya.” Kata suamiku.



“Mas, aku itu udah nggak pantes lah jadi istri mas.” Kataku.



“Terus, siapa yang pantes?” Tanya suamiku.



“Suatu saat nanti, pasti ada. Aku yakin, Mas.” Kataku.



“Ah, udahlah. Aku emang ngomong, pakai logika kalau mikir. Tapi, sekarang aku ga akan pakai logika. Waktu itu, kita udah ngucapin janji nikah kita. Aku masih inget, aku ngomong kalo aku bakal tetep mengasihi kamu, dalam susah dan sakit, dalam kaya dan miskin. Sekarang ini mungkin kamu lagi sakit, berarti aku harusnya tetep mengasihi kamu dong?” Tanya suamiku.



“Tapi aku nggak demikian tuh! Aku duluan ngelanggar janji nikah kita!! Mas silakan caci maki aku, silakan pukulin aku, aku terima. Mas usir aku sekarang, aku terima!! Dari awal ini karena aku ingkar janji duluan!!” Kataku.



“Lah, itu sih urusan kamu. Ga ada tuh kata-kata bahwa aku harus mengasihi kamu jika dan hanya jika kamu ga ingkar janji. Masalah kamu ingkar janji nikah, itu urusan kamu. Nanti kamu tanggung jawab sana di akhirat. Tapi yang jelas, aku tetep cinta ama kamu sebagai istri aku. Kamu itu adalah orang yang udah Tuhan kasih buat jadi istri aku, dan sampe sekarang aku masih yakin akan hal itu.” Kata suamiku.



“Kamu... kamu yakin?? Aku itu udah jahat loh sama kamu!” Kataku dengan mulai menitikkan air mata.



“Terus, masih mao jahat sama aku?” Tanya suamiku.



“Nggak. Nggak akan lagi.” Kataku.



“Yaudah. Tuh, kamu udah bilang kalo kamu ga akan jahat lagi.” Kata suamiku.



“Tapi, aku udah jahat sama kamu!!” Kataku sambil menangis.



“Yaudah. Aku udah maafin kamu.” Kata suamiku.



Mendengar hal itu, bukan main aku terharunya. Air mataku tidak terbendung lagi, aku langsung menangis sejadi-jadinya. Dengan refleks, aku pun memeluk suamiku seerat-eratnya. Aku sungguh terharu, suamiku sungguh orang yang begitu hebat. Dia dengan begitu mudahnya memaafkan diriku yang sudah sangat kelewatan ini. Aku tahu, semua bukan karena dia tidak punya harga diri, melainkan karena rasa cintanya padaku mengalahkan seluruh rasa benci dan dendamnya. Aku yakin, dia pasti marah, dia pasti dendam. Tapi, rasa cintanya padaku begitu kuat, sehingga rasa benci dan dendamnya dikalahkan dengan mudah. Sungguh hebat suamiku ini.



“Aku mungkin ga sempurna. Tapi, aku akan selalu berusaha jadi yang terbaik buat kamu.” Kata suamiku.



“Ng... nggak! Kamu... udah jadi yang terbaik buat aku... Yang harus berubah itu aku... Kamu nggak perlu berubah... sayangkuu... huuuu....” Kataku.



“Udah... udah.” Kata suamiku.



“Suamiku, sayang. Aku janji... aku janji akan jadi istri... yang lebih baik... Aku janji nggak... nggak akan jahat lagi sama kamu... aku janji akan jadi istri yang... bisa kamu banggain... dan aku janji... akan jadi istri yang melayani kamu... dalam kondisi apapun... meskipun kamu berubah seperti apapun... aku janji aku akan tetep jadi istri yang baik buat kamu...” Kataku.



“Salah. Enak aja.” Kata suamiku.



“Oh...” Kataku.



“Kalo suami itu berubah kearah yang ga bener, kewajiban istri buat ngingetin dan nuntun kembali ke jalan yang bener.” Kata suamiku.



“Iyaah... Aku janjii...” Kataku.



“I love you, honey.” Kata suamiku.



“Aku juga cinta kamuu...” Kataku.



Hari itu, aku menangis sejadi-jadinya. Aku betul-betul menangis sejadi-jadinya. Air mata ini tidak pernah berhenti karena rasa terharu yang begitu besar. Ya, mulai sekarang, aku janji akan menjadi istri yang baik.



***



Sudah lima tahun berlalu sejak kejadian itu. Sekarang, aku adalah seorang pembimbing hubungan suami istri. Sekarang, aku sedang menjadi pembicara pada suatu seminar mengenai hubungan suami istri yang baik. Sekarang adalah sesi tanya jawab. Aku pun melihat ada orang yang menunjuk tangan.



“Silakan, pak.” Kataku.



“Terima kasih, Bu Lisa. Maaf Bu Lisa, saya ingin bertanya. Seandainya, seorang istri itu selingkuh, tapi bukan istri saya lho yaaa, istri saya baik-baik aja ya hehehe.” Kata bapak itu.



Satu ruangan pun langsung tertawa, termasuk aku.



“Nah, apa yang harusnya seorang suami lakukan? Apakah sang suami harus menceraikannya?” Tanya bapak itu.



“Terima kasih atas pertanyaannya. Sebetulnya, itu adalah pertanyaan yang sangat sulit, tapi saya akan mencoba menjawabnya. Betul kata bapak, sang suami harus menceraikannya. Seorang istri yang selingkuh, itu sudah melanggar kehormatan dirinya dan suaminya. Maka, suaminya wajib menceraikan istrinya.” Kataku.



Seluruh ruangan pun menjadi hening.



“Itulah pendapat saya, pada awalnya. Sampai suatu ketika, saya menemui sendiri seorang pria. Dia adalah suami dari seorang wanita. Wanita itu sudah berselingkuh dengan pria lain, dan bahkan sudah siap jika harus meninggalkan suaminya demi selingkuhannya. Tapi, bukannya menceraikannya, si suami tetap terus berusaha menolong istrinya, mengingatkan istrinya, dan lebih dari semua itu, dia tetap mencintai istrinya dengan sepenuh hatinya. Sampai akhirnya, si wanita itu pun luluh, dan akhirnya tetap memilih untuk memilih suaminya, meskipun ia juga tetap mencintai selingkuhannya itu. Meskipun si wanita akhirnya memilih suaminya, tapi wanita itu merasa sudah tidak pantas untuk suaminya, dan sudah siap untuk berpisah dengan suaminya. Tapi, apa yang dilakukan suaminya? Suaminya itu malah menyuruh wanita itu masuk ke rumah, dan membuatkan teh. Bahkan, suaminya lebih dulu mengajak istrinya untuk memulai hubungan mereka kembali dari nol. Sang suami bilang bahwa dia memaafkan wanita itu, dan bahkan membuat resolusi untuk menjadi yang terbaik bagi si wanita itu. Menurut kalian, apakah sang suami harus melakukan hal itu?” Tanyaku.



Banyak dari para peserta seminar yang menggelengkan kepalanya.



“Tapi, kenyataannya si suami melakukan hal itu. Kenapa? Apakah karena dia tidak punya harga diri?” Tanyaku.



Seorang ibu pun berdiri.



“Mungkin begitu, mungkin karena dia tidak punya harga diri. Tapi, jika kita melihat dari perspektif yang berbeda, menurut saya adalah karena si suami itu mencintai istrinya dengan tulus.” Kata ibu itu.



“Exactly. Betul sekali. Bukan karena sang suami tidak punya harga diri, tapi dia mencintai istrinya dengan begitu tulus. Karena ketulusannya dalam mencintai istrinya, dia tidak memberikan ruang untuk kebencian dan dendam di hatinya. Dan menurut saya, hal itu sangatlah indah, sangatlah hebat. Hatinya lebih besar dari siapapun. Karenanya, wanita itu menjadi sadar, dan sekarang hubungan mereka jadi lebih baik bahkan dari sebelum si wanita selingkuh.” Kataku.



“Jadi, menjawab pertanyaan bapak yang tadi. Seorang suami harusnya membantu istrinya untuk bangkit dan kembali ke jalan yang benar. Itulah kewajiban seorang suami. Bukan meninggalkannya. Semua suami istri pastinya menikah dengan harapan akan bahagia, dan pastinya sudah berjanji untuk tetap mencintai satu sama lain dalam kondisi apapun.” Kataku.



“Dan bagi para istri, bukan berarti ini artinya boleh bebas selingkuh. Ketahuilah, bahwa jika kalian para istri berselingkuh dari suami kalian, akan ada ganjaran berat yang menanti kalian. Saya yakin akan hal itu.” Kataku.



Perkataanku pun disambut dengan tepuk tangan yang meriah. Setelah itu, tidak lama kemudian pun seminar berakhir. Aku langsung menuju rumah karena hari sudah lumayan malam.



Sesampainya di rumah, suamiku sudah menungguku.



“Honeey, pulang juga kamu akhirnya.” Katanya sambil memelukku.



“Hehehe. Aku udah pulang nih. Kamu udah makan belom?” Tanyaku.



“Belom.” Kata suamiku.



“Loh kok belom? Udah malem ini!!” Kataku.



“Hehehe. Maonya dimasakin sama kamu.” Kata suamiku.



“Ah, aduuhh. Dasar suamiku ini orang paling manja sedunia.” Kataku.



“Masakiiinn...” Kata suamiku.



“Iya. Aku masak dulu ya.” Kataku sambil pergi ke dapur.



Sesampainya di dapur, aku langsung menyiapkan bahan makanan untuk memasak nasi goreng kesukaannya. Akan tetapi, bukannya menunggu dengan sabar, suamiku seperti biasa selalu menggangguku. Dia mencampur kecap yang banyaknya bukan main.



“Aduuuhhh... Kebanyakan kecapnya... Nanti kemanisan!!” Kataku.



“Oh, iya kemanisan ya. Yaudah deh, aku campur garam.” Kata suamiku sambil memasukkan garam ke wajan penggorengan.



“OH MY GODD!!! Kamu ngerecokin aja yaaa...” Kataku sambil mengelitiki suamiku.



“Hehehehehehe. Maaf-maaf.” Kata suamiku.



Kami pun tertawa terbahak-bahak di dapur. Yah, yang ada bukannya masak makanan, malah sama-sama gila bikin hancur makanan. Meskipun demikian, aku sangat menikmati aktivitasku bersama suamiku. Begitu juga suamiku, ia tampak begitu polos dan menyebalkan, main tertawa seenaknya saja.



Ya, kehidupan suami istri itu memang seharusnya seperti ini. Pasti ada jatuhnya, pasti ada godaan yang kuat, itu tidak bisa dihindarkan. Aku sangat bersyukur mendapatkan suami seperti suamiku ini. Suami yang mau menerima seluruh kekurangan istrinya, suami yang siap siaga membantu istrinya bangun ketika sedang terjatuh, suami yang begitu tulus menerima kehadiran kembali istrinya yang sudah jahat kepadanya. Aku sekarang menjalani kehidupan yang begitu bahagia. Meskipun kehidupan ranjang kami tidak membaik, tetapi aku merasa dengan adanya kebahagiaan lain di luar ranjang, aku merasa lebih dari cukup.



Untuk kalian semua, jangan kalian coba-coba untuk merusak hubungan suami-istri yang sudah kalian mulai dan kalian bina. Aku yakin, jika kalian merusaknya, akan ada ganjaran sangat berat yang menanti.



TAMAT
Ini salah satu cerita trbaik ...jujur sy smpai brp kali membacanya...
 
Inilah salah sat
EPISODE 2 : Puncak


Agar suamiku tidak curiga, aku katakan padanya aku pergi ke rumah manajer Finance, Ani, yang notabenenya adalah sahabatku untuk menyelesaikan lemburan kantor. Untungnya suamiku tidak mengenal teman-temanku, jadi harusnya dia tidak mungkin mengecek temanku untuk memastikan keberadaanku. Aku sudah memberitahu Indra untuk menjemputku didepan rumah Ani. Aku memanggil taksi dan memintaku mengantarku ke rumah Ani yang letaknya cukup jauh dari rumahku. Suamiku tidak mengantarku karena kemarin ia kecapekan habis nonton final liga champion. Kebetulan deh.



Jam lima subuh kurang, aku sudah sampai di depan rumah Ani. Tidak lama kemudian, Indra datang menjemputku dengan mobil kijang-nya. Aku pun langsung naik, dan Indra langsung tancap gas. Hanya dalam dua jam saja, kami sudah sampai di daerah Puncak. Kami mengunjungi banyak obyek wisata di puncak. Sekitar jam sebelasan, kami turun di Kebun Teh untuk berjalan-jalan disana. Terkadang, kami juga mengambil spot yang bagus untuk berfoto.



“Ndra, jangan dipasang di medsos atau di chatting service ya.” Kataku.



“Tenang aja, ci.” Kata Indra.



Aku lega karena sepertinya perkataannya bisa dipegang. Sesekali, ia juga menggandeng tanganku di Kebun Teh. Entah kenapa, aku tidak berusaha menepisnya. Malah, aku enjoy-enjoy saja digandeng tangannya. Aahh sudahlah, setelah besok juga kami akan semakin jauh dan akhirnya lost contact.



Kami makan siang di suatu restoran seafood di Puncak. Bahkan, sesekali ia menyuapiku makan. Yang lebih anehnya lagi, aku terima-terima saja disuapi olehnya. Gawat, apakah sebetulnya aku juga sudah kepincut oleh Indra? Ah, tenang-tenang. Hari ini terakhir. Setelah besok, dia juga hilang. Aku memilih untuk tidak ambil pusing mengenai masalah ini.



Setelah selesai makan siang, jam sudah menunjukkan pukul empat belas. Aku mengajaknya untuk segera pulang, karena takutnya kemalaman. Indra pun menyetujui ajakanku. Kami pun segera naik ke mobil, dan Indra pun mengemudikan mobilnya menuruni Puncak Pass. Di tengah perjalanan, aku melihat Indra sepertinya agak kelelahan. Maklum. Habis makan siang itu bawaannya ngantuk.



“Kenapa, Ndra? Ngantuk?” Tanyaku.



“Dikit doang, ci.” Kata Indra sambil tetap fokus ke depan.



“Kayaknya mendingan istirahat dulu deh di suatu tempat. Daripada bahaya.” Kataku.



“Ga lah, ci. Lagian bahaya mah ga apa-apa, aku kebiasa kok sama bantingan.” Kata Indra.



“Yeee, siapa yang mikirin kamu? Aku takut kena bahaya tau!” Kataku.



“Hahahaha. Yaudah deh, kayanya mending kita istirahat dulu. Gimana, ci?” Tanya Indra.



“Oke-oke aja sih. Tidur dulu aja dua jam gitu, abis itu baru nyetir lagi ke Jakarta.” Kataku.



“Oke. Di Losmen Kariya saja ya.” Kata Indra.



“Terserah.” Kataku.



Losmen Kariya? Aku belum pernah dengar sih. Akan tetapi, sepertinya Indra tahu jalan. Hingga akhirnya, ia memasuki suatu jalan kecil yang sepertinya menuju losmen. Setelah menyusuri jalan kecil ini, kami tiba di suatu losmen yang cukup besar dan sepertinya cukup bersih dan terawat.


Setelah kami turun dari mobil, kami langsung menuju kasir untuk memesan kamar. Indra menyewa satu kamar. Aku pun juga hendak memesan satu kamar. Sebelum resepsionis sempat memproses reservasiku, ia terlebih dulu menyerahkan kunci kamar kepada Indra. Indra pun langsung menggandengku.



“Yuk, ci.” Kata Indra.



“Eh, tunggu, Ndra. Aku belum pesen.” Kataku.



“Udah, bareng aja.” Kata Indra sambil menunjukkan kunci kamar yang ia dapatkan.



“Loh, jangan dong, Ndra. Ntar kamu jadi sempit loh kalo aku juga numpang di kamar kamu.” Kataku.



”Udahlah, tuh bed-nya ada dua. Kamarnya emang sengaja aku pesen yang gede-an. Udah bareng aja, ci. Ngapain boros-boros?” Kata Indra.



“Aduh, Ndra. Udahlah nggak apa-apa. Aku sewa satu kamar lagi aja, masa kamu yang bayar kamar, terus aku tinggal numpang. Nggak enak aku.” Kataku.



“Udah, ga apa-apa, ci. Emang aku pesen yang gedean tuh biar cici bisa sekalian.” Kata Indra sambil menarik tanganku.



Ya, kalau begini sih ya sudahlah. Daripada debat tiada akhir, malu-maluin di depan kasir. Akhirnya aku mengalah, Indra tetap menggandeng tanganku sambil berjalan kearah kamar yang disewa oleh Indra. Aku berjalan saja mengikutinya. Kamar yang disewa oleh Indra tidak begitu jauh dari kasir. Sebelah kamar kami terbuka, sepertinya kosong. Yang sebelahnya lagi tertutup, sepertinya ada yang menyewa. Kamar ini lumayan besar, berukuran sekitar lima kali enam meter persegi. Ada dua tempat tidur terpisah dalam kamar ini.



Aku segera mengambil tempat tidur yang di kiri, kemudian langsung berbaring. Indra pun duduk di ranjang yang sama denganku, persis disebelahku. Ia pun kemudian membelai-belai rambutku dengan lembut.



“Capek ya?” Tanya Indra dengan lembut.



“Nggak sih, baringan aja.” Kataku.



Aku tetap membiarkan Indra membelai-belai rambutku. Aku mulai memejamkan mataku. Berbagai macam pikiran terus bermunculan dalam kepalaku. Hari ini, lumayan menyenangkan sih. Ternyata, jalan-jalan dengan Indra itu asik juga. Meskipun seringkali ia merangkul pundakku, menggandeng tanganku, dan membelai-belai rambutku, aku tetap tidak merasa risih. Justru sebaliknya, aku merasa nyaman diperlakukan begitu olehnya. Bahkan, aku semakin menikmati belaian tangannya dirambutku sekarang. Ah, rasanya betul-betul seperti zaman pacaran dulu, begitu dimabuk oleh cinta.



Tiba-tiba, Indra mengangkat tubuhku dan langsung mendudukanku dipangkuannya. Tanpa berkata apa-apa, dia langsung mencium bibirku. Aku tidak sempat menghindar, bahkan aku juga membiarkan ketika bibir dan kumis halus Indra menempel kebibirku hingga beberapa saat. Dadaku semakin berdegub kencang ketika kurasakan bibir halus Indra melumat mulutku. Lidah Indra menelusup kecelah bibirku dan menggelitik hampir semua rongga mulutku. Mendapat serangan mendadak itu, darahku seperti berdesir, sementara bulu tengkukku merinding. Semua itu dilakukannya dengan sangat lembut.



Namun, tiba-tiba kesadaranku timbul kembali. Maka, kudorong dada indra supaya ia melepaskan pelukannya pada diriku.



”Ndra, jangan Ndra. Ini nggak pantas kita lakukan!” Kataku terbata-bata.



Indra memang melepaskan ciumannya dibibirku, tetapi kedua tangannya yang kekar dan kuat masih tetap memeluk pinggang rampingku dengan erat. Aku juga masih terduduk dipangkuannya.



”Kenapa ga pantes, ci? Aku ini betul-betul sayang kok sama Ci Lisa. Ci Lisa juga sayang sama aku kan?” Kata Indra yang terdengar seperti desahan.



Aku tidak bisa menjawab apa-apa. Jujur, aku kebingungan sekali jika harus menjawab pertanyaan itu.



“Ga apa-apa, ci. Tenang aja. Aku ga akan ngecewain cici. Aku beneran sayang kok sama cici.” Kata Indra sambil membelai-belai rambutku.



Seolah begitu terhipnotis oleh kata-kata Indra dengan nada yang lembut itu, aku pun merasa tenang. Setelah itu, Indra kembali mendaratkan ciuman. Ia menjilati dan menciumi seluruh wajahku, lalu merambat ke leher dan telingaku. Aku memang pasif dan diam, namun perlahan tapi pasti nafsu birahi semakin kuat menguasaiku. Harus kuakui, Indra sangat pandai mengobarkan birahiku. Jilatan demi jilatan lidahnya ke leherku benar- benar telah membuatku terbakar dalam kenikmatan. Bahkan dengan suamiku sekalipun belum pernah aku merasakan rangsangan sehebat ini.



Indra sendiri tampaknya juga sudah mulai terangsang. Aku dapat merasakan napasnya mulai terengah-engah. Sementara, aku semakin tidak kuat untuk menahan erangan. Maka aku pun mendesis-desis untuk menahan kenikmatan yang mulai membakar kesadaranku.



Setelah itu tiba-tiba tangan Indra yang kekar itu membuka kancing kemeja hijau-ku.
Cepat sekali ia membukanya. Hanya dalam beberapa detik saja, seluruh kancing kemeja hijau-ku sudah terbuka sepenuhnya. Secara refleks aku masih mencoba untuk berontak.



”Cukup, Ndra! Jangan sampai kesitu. Aku takut, Ndra.” Kataku sambil meronta dari pelukannya.



”Takut sama siapa, ci? Toh ga ada yang tahu. Percaya sama aku, ci. Aku akan muasin Ci Lisa.” Jawab Indra dengan napas yang memburu.



Seperti tidak peduli dengan protesku, Indra yang telah melepas kemeja hijau-ku sepenuhnya, kini ganti sibuk melepas BH hijau-ku. Meskipun aku berusaha meronta, tetap tidak berguna sama sekali sebab tubuh Indra yang tegap dan kuat itu mendekapku dengan sangat erat.



Dalam pelukan Indra, buah dadaku kini terbuka tanpa tertutup sehelai kain pun. Aku berusaha menutupi dengan mendekapkan tangan di dadaku. Akan tetapi, dengan cepat tangan Indra memegangi tanganku dan merentangkannya. Setelah itu, Indra mengangkat dan merebahkan tubuhku di tempat tidur. Tanpa membuang waktu, bibir Indra melumat salah satu buah dadaku, sementara salah satu tangannya juga langsung meremas-remas buah dadaku yang lainnya. Bagaikan seekor singa buas, ia menjilati dan meremas buah dada yang kenyal dan putih ini. Kini, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain megap-megap dan mengerang karena kenikmatan yang mencengkeramku. Aku menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan karena rasa geli dan nikmat yang kurasakan ketika bibir dan lidah Indra menjilat dan melumat puting susuku.



”Ci.. da.. dada cici putih dan in.. indah sekali. A.. aku makin sa... sayaang sama cicii... ” Kata Indra terputus-putus karna nafsu birahi yang kian memuncak.



Mendapat pujian seperti itu, nafsu birahiku semakin menggelora. Mungkin karena biasanya suamiku tidak pernah memuji tubuhku bahkan seinci pun. Kemudian, Indra juga menciumi perut dan pusarku. Dengan lidahnya, ia pandai sekali mengelitik buah dada hingga perutku. Sekali lagi, aku hanya mendesis-desis mendapat rangsangan yang menggelora itu.


Kemudian, Indra melepas celana pendek coklat dan celana dalam hijau-ku dengan cepat dan tanpa kuduga dalam sekali tarikan. Lagi-lagi, aku berusaha melawan. Akan tetapi, dengan tubuh besar dan tenaga kuat yang dimiliki oleh Indra, ia menaklukkan perlawananku dengan mudah. Sekarang, tubuhku yang ramping dan putih itu benar-benar telanjang total dihadapan Indra. Sungguh, aku belum pernah sekalipun telanjang di hadapan laki-laki lain, kecuali di hadapan suamiku. Sebelumnya, aku juga tidak pernah terpikir akan melakukan perbuatan seperti ini. Akan tetapi, kini Indra berhasil memaksaku. Sementara, aku seperti pasrah tanpa daya.



”Ndra, untuk yang satu ini jangan, Ndra. Aku nggak ingin ngerusak keutuhan perkawinan aku..!” Pintaku sambil meringkuk diatas tempat tidur, untuk melindungi buah dada dan vagina-ku yang kini tanpa penutup.



”Cii... Sekaraang udah nanggung banget... Kita terusin aja, ci... Kasih kesempatan ke aku buat ngebuktiin kalo aku sayang sama cici... Aku ga main-main kok, ci... Aku pasti bakal ngebahagiain cici kok...” Kata Indra masih dengan terbata-bata dan wajah yang memelas.



Entah karena tidak tega atau karena aku sendiri juga sudah terlanjur terbakar birahi, aku diam saja ketika Indra kembali menggarap tubuhku. Bibir dan salah satu tangannya kembali menggarap kedua buah dadaku, sementar tangan yang satunya lagi mengusap-usap paha dan selangkangan kakiku. Mataku benar-benar merem-melek merasakan kenikmatan itu. Sementara, napasku juga semakin terengah-engah.



Tiba-tiba, Indra melepaskanku. Ia beranjak dari tempat tidur dan dengan cepat melepas semua pakaian yang menempel ditubuhnya, dari kaos polo putihnya, sampai celana pendek kargo dan celana dalam-nya. Sekarang, ia sama denganku, telanjang bulat-bulat. Ya ampun, aku tidak percaya, kini aku telanjang dalam satu kamar dengan laki-laki yang bukan suamiku. Ohhh... aku melihat tubuh Indra yang memang benar-benar atletis, besar, dan kekar. Otot-otot perut, dada, dan tangannya begitu terbentuk. Ia lebih tinggi dan lebih besar dibandingkan dengan suamiku yang berperawakan sedang-sedang saja. Akan tetapi, yang membuat dadaku berdegub lebih keras adalah benda di selangkangan Indra. Benda yang besarnya hampir sama dengan lenganku itu berwarna coklat muda dan kini tegak mengacung. Panjangnya kutaksir tidak kurang dari 18 cm, atau hampir satu setengah kali lipat dibanding milik suamiku. Sementara besarnya sekitar 2 sampai 3 kali lipatnya. Pangkal batang kemaluan Indra yang panjang itu juga ditumbuhi oleh rambut-rambut yang lumayan rimbun. Sungguh, aku tidak percaya laki-laki seumur Indra memiliki penis sebesar dan sepanjang ini. Perasaanku bercampur baur antara ngeri, gemes, dan penasaran.


Kini, tubuh telanjang Indra mendekapku. Darahku seperti terkesiap ketika merasakan dada bidang Indra menempel erat dengan dadaku. Ada sensasi hebat yang melandaku, ketika dada yang kekar itu merapat dengan tubuhku. Ohh, baru kali ini kurasakan dekapan lelaki lain selain suamiku. Ia masih meciumi dan menjilati sekujur tubuhku, sementara kedua tangannya juga tidak kenal lelah meremas-remas buah dadaku yang semakin kenyal. Sekali lagi, sebelumnya tidak pernah kurasakan sensasi dan rangsangan se-dashyat ini.



Aku tersentak ketika kurasakan ada benda yang masuk dan menggelitik lubang vaginaku. Ternyata, Indra nekat memasukkan jari telunjuknya ke celah lubang vaginaku. Ia memutar-mutar telunjuknya didalam lubang vaginaku. Oohh, gesekan jari telunjuknya betul-betul pas mengena titik sensitif milikku sehingga aku benar-benar hampir tidak kuat lagi menahan kenikmatan yang menderaku. Mendapat serangan yang luar biasa nikmat itu, secara refleks aku memutar-mutar pantatku. Akan tetapi, aku masih berusaha menolaknya.



”Ndra, jangan sampai dimasukkan jarinya! cukup diluaran saja..!” Pintaku.



Akan tetapi, lagi-lagi Indra tidak menggubrisku. Malah, kini ia menelusupkan kepalanya di selangkanganku, lalu melumat habis vaginaku dengan bibir dan lidahnya. Aku tergetar hebat mendapatkan rangsangan ini. Tidak kuat lagi menahan kenikmatan itu, tanpa sadar tanganku menjambak rambut Indra yang masih terengah-engah di selangkanganku. Kini, aku telah benar-benar tenggelam dalam birahi. Secara refleks, aku juga mendorong kepala Indra masuk lebih jauh ke selangkanganku. Ia tidak ada henti-hentinya melumat lubang vaginaku.



Ketika kenikmatan birahi benar-benar menguasaiku, tiba-tiba Indra melepaskanku dan berlutut di tepi tempat tidur. Ia mengocok-ngocok batang penisnya yang berukuran luar biasa tersebut.


”Udah hampir setengah jam, dari tadi aku terus yang aktif. Capek nih. Sekarang ganti Ci Lisa dong yang aktif..! ” Kata Indra dengan manja.



”Aku nggak bisa, Ndra. Lagian aku masih takut..! ” Jawabku dengan malu-malu.



”Oke. Kalo gitu, pegang aja iniku ya. Please, kumohon sayang..” Ujarnya sambil menyodorkan batang penis besar itu kehadapanku.



Aku pun mulai bangun dari tempat tidurku. Kini, Indra gantian membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Aku pun memasang posisi merangkak dihadapannya untuk memegang batang kejantanan milik Indra itu. Batang kejantanan milik Indra tegak dan kokoh mengacung keatas. Dengan malu-malu, kupegang batang yang besar dan berotot itu. Lagi-lagi, dadaku berdebar-debar dan darahku berdesir ketika tanganku mulai memegang penis Indra. Sejenak, aku sempat membayangkan bagaimana nikmatnya jika penis yang besar dan keras itu dimasukkan ke lubang vagina perempuan. Apalagi, jika perempuan itu aku.



”Gimana ci? Besar ga?” Goda Indra sambil tersenyum penuh arti.



Aku tidak menjawab walau dalam hati aku mengakui bahwa penis Indra itu sangat besar dan menggemaskan. Ingin sekali rasanya aku mengocok-ngocoknya.



”Diapain nih, Ndra..? Beneran aku bingung...” Kataku berbohong sambil memegang penis Indra.



”Oke, biar gampang, dikocok aja, sayang. Bisa kan..?” Jawab Indra dengan lembut.



Dengan dada berdegub kencang, aku mulai perlahan-lahan mengocok penis besar milik Indra. Ada sensasi tersendiri ketika aku mulai mengocok batang penis Indra yang sangat besar tersebut. Gila, tanganku hampir tidak cukup memegangnya. Aku berharap dengan kukocok penisnya, sperma Indra cepat muncrat sehingga ia tidak berbuat lebih jauh kepada diriku.



Indra, yang kini telentang disampingku, memejamkan matanya ketika tanganku mulai dengan cepat naik turun mengocok batang zakarnya. Napasnya mendengus-dengus, tanda kalau nafsunya sudah semakin meningkat. Aku sendiri juga terangsang melihat tubuh tinggi besar dihadapanku seperti tidak berdaya dikuasai rasa nikmat.



Tiba-tiba, Indra memutar tubuhnya, sehingga kepalanya kini tepat berada diselangkanganku. Sebaliknya, kepalaku juga tepat menghadap selangkangannya. Indra kembali melumat lubang kemaluanku. Lidahnya menjilat-jilat tanpa henti di rongga vaginaku, sementara aku masih terus mengocok batang penis Indra. Kini kami berdua berkelejotan, sementara napas kami juga saling memburu.



Setelah itu, Indra melepaskan mulutnya dari selangkanganku. Ia juga beranjak bangun dari posisi telentangnya. Tangannya melepaskan tanganku dari kocokan batang penisnya, kemudian ia membaringkan tubuhku telentang di tempat tidur. Dengan cepat, ia langsung menindih tubuhku. Dari kaca lemari yang terletak disebelah samping tempat tidur, aku bisa melihat tubuh rampingku seperti tenggelam dikasur busa ketika tubuh Indra yang tinggi besar mulai menindihku. Dadaku deg-degan melihat adegan kami melalui kaca lemari itu. Gila, kini aku yang telanjang digumuli oleh lelaki yang juga telanjang, dan laki-laki itu bukan suamiku.



Indra kembali melumat bibirku. Kali ini, ciumannya teramat lembut. Sementara tangan kekarnya masih erat memelukku, seperti tidak akan dilepas lagi. Jujur, aku betul-betul merasa begitu dilindungi dan disayang karena dipeluk erat dan dicium lembut seperti ini. Entah apakah rasa sayang atau birahi yang mendorongku, aku pun juga membalas ciuman Indra dengan lembut. Lidahku kujulurkan untuk menggelitik rongga mulut Indra. Indra terpejam merasakan seranganku. Bibir kami terus berpagutan saling memompa birahi masing-masing selama bermenit-menit. Peluh kami mulai mengucur dengan deras dan berbaur di tubuhku dan tubuh Indra.



Dalam posisi itu, tiba-tiba kurasakan ada benda kenyal mengganjal diatas perutku. Ohhh... aku semakin terangsang luar biasa ketika kusadari benda yang mengganjal itu adalah batang kemaluan Indra. Tiba-tiba kurasakan batang penis itu mengganjal tepat di bibir lubang kemaluanku. Rupanya Indra nekat berusaha memasukkan batang penisnya ke vaginaku. Tentu saja aku tersentak.



”Ndra.. jangan dimasukkin..! ” Kataku sambil tersengal-sengal menahan nikmat.



Aku tidak tahu apakah permintaanku itu tulus atau tidak sebab di sisi hatiku yang lain sejujurnya aku juga ingin merasakan betapa nikmatnya ketika batang kemaluan yang besar itu masuk ke lubang vaginaku.



”Oke.. kalau gaa boleh dimasuukin, aku gesek-gesekin dibibirnya aja ya sayang..? ” Jawab Indra juga dengan napas yang terengah-engah.


“Iyaah... Gesek-gesekin aja yaa... Jangan dimasukiin...” Jawabku.



Kemudian Indra kembali memasang ujung penisnya tepat dicelah vaginaku. Sungguh, aku deg-degan luar biasa ketika merasakan kepala batang penis itu menyentuh bibir vaginaku. Namun, karena batang penis Indra memang berukuran super besar, Indra sangat sulit memasukkannya ke dalam celah bibir vaginaku. Padahal, jika aku bersetubuh dengan suamiku, penis suamiku masih terlalu kekecilan untuk ukuran lubang senggamaku.



Setelah sedikit dipaksa, akhirnya ujung batang kemaluan Indra berhasil menerobos bibir vaginaku. Ya ampun, aku menggeliat hebat ketika ujung penis yang besar itu mulai menerobos masuk. Seperti janji Indra, penisnya yang berukuran jumbo itu hanya digesek-gesekan dibibir vaginaku saja. Memang mulanya terasa sedikit perih, tetapi selanjutnya rasa nikmatnya sungguh tiada tiara. Meskipun hanya begitu, kenikmatan yang kurasakan betul-betul membuatku hampir teriak histeris. Indra terus mamaju-mundurkan batang penisnya sebatas di bibir vaginaku. keringat kami berdua semakin deras mengalir, sementara mulut kami masih terus berpagutan.



”Ayoohh.. ngoommoong saayang... giimaanna raasaanyaa..? ” Kata Indra tersengal-sengal.



”Oohh.. teeruuss.. Ndraa.. teeruss..! Desahku sama-sama tersengal.



Entah bagaimana awal mulanya, tiba-tiba kurasakan batang kemaluan yang besar itu telah menerobos masuk sepenuhnya ke dalam vaginaku. Bless... perlahan tapi pasti, batang kemaluan yang besar itu melesak kedalam lubang kemaluanku. Vaginaku terasa penuh sesak oleh batang penis Indra yang sangat-sangat besar itu.



“Lohh..? Ndraa..! Dimaassuukiin seemmua yah..?” Tanyaku.



”Taanguung, saayang. Aku nggak tahhan..! ” Ujarnya dengan terus memompa vaginaku secara perlahan.



Entahlah,kali ini aku tidak protes. Ketika batang penis itu amblas semua divaginaku, aku hanya dapat terengah-engah dan merasakan kenikmatan yang kini semakin tidak tertahankan. Begitu besarnya penis si Indra, sehingga lubang vaginaku terasa sangat sempit. Sementara karna tubuhnya yang berat dan dorongan pantatnya yang kuat, batang penis Indra semakin tertekan kedalam vaginaku dan melesak hingga kedasar rongga vaginaku.



Aku merasakan rambut kemaluan Indra yang keriting dan kering itu bergesekan dengan rambut kemaluanku. Aku merasakan geli dan nikmat yang luar biasa ketika rambut kemaluanku bergesekkan dengan rambut kemaluan Indra. Sangat terasa sekali bagaimana rasanya batang penis Indra menggesek-gesek dinding vaginaku. Tanpa sadar, aku pun mengimbangi genjotan Indra dengan menggoyang pantatku. Kini, tubuh rampingku seperti timbul tenggelam diatas kasur busa yang ditindih oleh Indra dengan tubuh besar dan kekarnya. Semakin lama, genjotan Indra semakin cepat dan keras, sehingga badanku tersentak- sentak dengan hebat. Plok.. , plok.. , plok.. , ceplok.. , begitulah bunyi batang Indra Indra yang terus memompa selangkanganku dan saat pangkal batang penis Indra menabrak selangkanganku.



”Teerruss Nndraa..! Aakuu.. nggaak.. kuuaatt..! Ayoo teruuss Ndraa...!” Erangku berulang-ulang.



Semakin aku mengerang, semakin cepat Indra menggenjot selangkanganku. Sungguh, ini permainan seks paling nikmat yang pernah kurasakan selama seumur hidupku ini. Aku sudah tidak berpikir lagi tentang kesetiaan kepada suamiku. Indra benar-benar telah menenggelamkan aku dalam gelombang kenikmatan. Persetan, toh suamiku sendiri tidak bisa memberikan aku kepuasan dan kenikmatan sedashyat ini. Lagipula, sekarang ini sudah tanggung untuk menghentikannya.



Tidak berapa lama kemudian, aku merasakan nikmat yang luar biasa disekujur tubuhku. Kenikmatan ini seolah-olah membuat badanku hendak meledak. Instingku mengatakan bahwa kenikmatan puncakku sudah dekat. Badanku mengelepar-gelepar dibawah gencetan tubuh Indra. Seketika itu seperti tidak sadar, kuciumi lebih berani bibir Indra. Aku juga memeluk tubuh Indra erat-erat.



”Nndraa.. aakkuu.. haampiir.. klimaakkss.. niih!” desahku ketika hampir mencapai puncak kenikmatan.



Tahu aku hampir klimaks, Indra semakin kencang menghunjam-hunjamkan batang kejantanannya ke selangkanganku. Saat itu, tubuhku semakin meronta-ronta dibawah dekapan Indra yang kuat.



”Kaalauu.. uudahh.. klimaakss.. ngoommoong.. saayaang.. biaarr.. aakuu.. ikuut.. puuaas.! ” Desah Indra sambil terus memompa selangkanganku.



Akibat genjotan Indra yang sangat kencang itu, aku akhirnya betul-betul klimaks.



”Ooh.. aauuhh.. aakkuu.. klimaks.. Nndraa..! ” Erangku.



Seketika dengan refleks, tangan kananku menjambak rambut Indra, sedangkan tangan kiriku memeluknya erat-erat. Pantatku kunaikkan keatas agar batang kemaluan si Indra dapat menancap sedalam-dalamnya. Oohh, aku merasakan denyutan kenikmatan klimaks di vaginaku. Tidak hanya di vaginaku, seluruh tubuhku pun bergetar menyambut kenikmatan klimaks ini. Apa yang kurasakan ini betul-betul membuatku lupa dengan keadaan sekitar. Dunia ini terasa begitu indah. Yang kuingat, aku hanya mengerang untuk menikmati kenikmatan yang kudapatkan ini.



Setelah sekian lama, akhirnya kenikmatan yang kudapat itu pun berangsur-angsur turun hingga akhirnya itu semua pun berlalu. Tubuhku melemas dengan sendirinya. Aku mulai membuka mataku pelan-pelan. Yang pertama kali kulihat adalah wajah Indra yang sepertinya begitu puas karena bisa memberikan kenikmatan seperti itu padaku. Ia pun memeluk tubuhku erat, sambil mencium keningku dan membelai-belai rambutku. Ooohh, bukan hanya kenikmatan yang kudapatkan, tapi juga perasaan begitu disayangi yang luar biasa. Sungguh, saat itu juga, aku merasa bahwa Indra adalah pria paling ganteng dan perkasa di muka bumi ini. Sekarang, aku menyadari bahwa perasaan Indra padaku tidaklah main-main. Melalui kepuasan yang kudapatkan, dia betul-betul telah mendapatkan tempat yang spesial dihatiku. Aku bisa mengakui sekarang bahwa aku betul-betul menyanyanginya.



“Gimana, ci?” Tanya Indra sambil melumat bibirku sekali dan terus membelai-belai rambutku.



“Kamu hebat, Ndra...” Kataku sambil memeluknya dan membelai-belai rambutnya.



“Aku sayang banget sama cici...” Kata Indra sambil tersenyum lembut dan membelai-belai rambutku.



“Aku juga sayang sama kamu, Ndra...” Kataku sambil mencium pipi Indra.



Kami pun saling berpelukan dengan erat dan berciuman dengan mesra. Aku betul-betul merasa jadi wanita yang paling beruntung di dunia ini. Aku betul-betul sedang dimabuk kembali oleh cinta. Kali ini, aku betul-betul tidak menahan perasaanku lagi. Aku betul-betul melepaskan semua perasaan yang kupendam pada Indra. Seperti inikah hubungan seks yang dilakukan oleh orang yang sama-sama cinta? Rasanya sungguh indah dan tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Seluruh perasaan canggung dan takut sudah hilang daripadaku.



“Aku belum keluar sayang... Aku terusin dulu... Tahan sebentar ya, sayang.” Ujarnya lembut sambil mengecup pipiku dengan lembut. Tangannya juga masih membelai-belai rambutku.



“He-eh...” Kataku singkat sambil mengangguk.



Indra mulai kembali memompa lubang vaginaku dengan batang penisnya. Meskipun kurasakan sedikit ngilu, kubiarkan terus Indra memompa lubang vaginaku. Karena lelah, aku pasif saja saat Indra terus menggumuliku. Tanpa perlawanan, kini badanku yang kecil dan ramping benar-benar tenggelam ditindih tubuh atletis Indra. Plok... plok... plok... plok... Aku melirik kebawah untuk melihat vaginaku yang sedang “disayang” oleh batang kejantanan Indra. Gila. Vaginaku dimasukki oleh penis sebesar itu. Dan yang lebih gila lagi, batang penis seperti itu nikmatnya tiada terkira.



Indra semakin lama semakin kencang memompa penisnya. Sementara, mulutnya tidak henti-hentinya menciumi pipi, bibir, buah dada, dan puting susuku. Mendapat rangsangan tanpa henti seperti itu, tiba-tiba nafsuku bangkit kembali. Kurasakan kenikmatan mulai merambat lagi dari selangkanganku yang dengan kencang dipompa oleh si Indra. Maka aku balik membalas ciuman Indra, semantara pantatku kembali berputar-putar mengimbangi penis Indra yang masih perkasa menusuk-nusuk lubang vaginaku.



”Ciiciii ingiin.. lagii..?” Tanya Indra.



”He-eh nih...” Hanya itu jawabku.



Kini kami kembali mengelapar-gelepar bersama. Tiba-tiba Indra bergulung, sehingga posisinya kini berbalik, aku diatas, Indra dibawah.



”Ayoohh gaantii...! Ciici seekaarang di ataass..” Kata Indra.



“Okehh Ndraa...” Kataku sambil mengambil ancang-ancang untuk memutar pantatku.


Dengan posisi tubuh diatas Indra, aku memutar-mutar pantatku. Maju-mundur... kiri-kanan... Aku terus memutar pantatku dengan perlahan-lahan untuk mengocok batang penis Indra yang masih mengacung didalam lubang vaginaku. Tanpa malu-malu, aku pun menyandarkan tubuhku diatas tubuh Indra, kemudian mencium bibirnya dengan lembut.



”Tuuh... biisaa kaan..! Kaatanya taa.. dii.. ga.. bisa...” Kata si Indra sambil membalas menciumku dan meremas-remas buah dadaku.



Mendapat rangsangan berupa remasan di kedua buah dadaku, aku pun semakin cepat memutar-mutar pantatku. Kali ini, aku juga mulai menjilati puting dan leher Indra. Indra yang tidak bisa melakukan apa-apa, hanya merem-melek mendapatkan kenikmatan yang kuberikan. Sungguh, aku merasa bangga sekali ketika bisa menaklukan Indra yang begitu perkasa.



Hanya selang lima menit saat aku diatas tubuh Indra, lagi-lagi kenimatan tak terkira kembali menderaku. Maka, aku mulai menghunjam-hunjamkan vaginaku kebatang penis Indra dengan kuat. Aku menjatuhkan tubuhku keatas tubuh Indra dan memeluknya lehernya dengan mesra. Aku juga semakin liar mencium dan melumat bibir Indra.



”Nddraa.. aakuu.. haampiir.. klimakss.. laaggii.. ssaayaang..! ” Kataku terengah-engah.



Tahu kalau aku akan klimaks untuk yang kedua kalinya, Indra langsung bergulung membalikku, sehingga aku kembali dibawah. Dengan napas yang terengah-engah, Indra yang telah berada diatas tubuhku mulai memompa selangkanganku dengan cepat. Tak ayal lagi, rasa nikmat tiada tara terasa disekujur tubuhku. Lalu, rasa nikmat itu seperti mengalir dan berkumpul ke selangkanganku. Indra kupeluk sekuat tenaga, sementara napasku semakin tak menentu.



”Kalau mau klimaaks ngomong sayang, biaar lepaass..!” Desah indra.



Karena tidak kuat lagi menahan nikmat, aku pun mengalami klimaks yang kedua kalinya.



”Teruss.. , sayaanngg.. , akuu.. klimaks.. auuhhh! ” Desahku.



Aku merasakan tubuhku kembali bergetar dan kejang-kejang dilanda oleh kenikmatan klimaks kedua ini. Akan tetapi, disaat belum reda kenikmatan klimaks yang kurasakan ini, tiba-tiba Indra mendengus-dengus semakin cepat. Tangan kekarnya mendekapku erat-erat seperti ingin meremukkan tulang-tulangku. Ia benar-benar membuatku tak bisa bergerak, dan napasnya terus memburu. Genjotannya di vaginaku semakin cepat dan keras. Kemudian tubuhnya bergetar hebat.



”Cii.. , akuu.. , maauu.. , keluaarr sayaangg..! ” Erangnya tidak tertahankan lagi di telingaku.



Melihat Indra yang hampir klimaks, aku pun terkejut.



“Ndraa... jangan keluarriin di daleemm...” Kataku.



Mendengar perkataanku, Indra pun langsung mencabut batang kemaluannya dari lubang kemaluanku. Kemudian, ia pun mengocok-ngocok batang penis nya yang masih sangat keras itu.



“Huuuuhhhhhh.... Uuuooggghhh!” Indra mengerang dengan keras.



Bersamaan dengan itu... Croot.. croot.. croooot..! Sperma Indra pun langsung muncrat dengan deras ke perut dan pahaku. Crot... crot... crooottt! Lagi-lagi, gelombang kedua sperma Indra pun kembali menyembur dan membasahi perutku. Aku merasakan kehangatan di perut dan pahaku akibat sperma Indra yang begitu banyaknya menyemprot ke tubuhku. Gila, sperma Indra luar biasa banyaknya. Aku yakin jumlah sperma nya melebihi pria pada umumnya, termasuk suamiku. Setelah itu, Indra pun langsung kembali menindihku, dan mencium bibirku dengan mesra. Aku pun juga ikut balas menciumnya dengan mesra.



Berangsur-angsur, gelora kenikmatan itu mulai menurun. Kami mulai menghentikan ciuman bibir mesra kami. Untuk beberapa saat Indra masih menindihku, keringat kami pun masih bercucuran. Tubuh kami berdua pun masih berpelukan dengan eratnya. Erangan-erangan kecil masih keluar dari mulut kami berdua guna mengatur napas kami masing-masing. Setelah itu, ia melepaskan pelukannya dan berguling kesampingku. Aku termenung menatap langit-langit kamar. Begitu pun dengan Indra. Ada sesal yang mengendap dihatiku. Kenapa aku harus menodai kesetiaan terhadap pernikahanku. Itulah pertanyaan yang bertalu-talu mengetuk perasaanku. Akan tetapi, di sisi lain, aku begitu menikmati pergumulanku dengan Indra.



”Sorry, Ci Lisa. Aku telah khilaf dan memaksa cici melakukan perbuatan ini.” Ujar Indra dengan lirih.



Aku tidak menjawab, kami berdua kembali termenung dalam alam pikiran kami masing-masing. Bermenit-menit kemudian tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami berdua. Setelah napasku kembali normal, aku mulai berdiri dari tempat tidur. Aku kembali mengenakan celana dalam-ku, BH-ku, kemudian celana pendek coklatku, dan kemeja hijauku. Aku juga membetulkan rambutku seadanya.



“Yuk, pulang.” Kataku.



Indra pun hanya mengangguk, kemudian ia pun mulai berdiri dari tempat tidur. Batang penis milik Indra kulihat sudah mulai melemas, dan masih belepotan oleh spermanya. Ia pun juga mengenakan pakaian lengkapnya. Kemudian, kami sama-sama melangkah dari losmen ini menuju ke mobil. Dalam perjalanan pulang, tidak ada satu pun kata-kata yang keluar dari mulut kami. Aku pun juga merasakan bahwa sperma Indra masih membasahi tubuhku. Entah kenapa aku juga tidak tahu mengapa aku memilih untuk tidak membersihkannya.



Indra mengantarku sampai ke gang rumahku. Sebelum aku turun dari mobil, Indra sempat mengecup bibirku sekali. Kemudian, aku turun dari mobil dan berjalan menuju rumahku tanpa menoleh kebelakang.



BERSAMBUNG KE EPISODE-3
Inilah salah satu cerita trbaik di forum ini
 
Terimakasih untuk berbagi kisahnya..
Ceritanya sangat menarik dan tertata..
Empat jempol buat suhu..
Semoga ci Lisa dan mas Hendri bahagia selalu..

Btw Ci Lisa skg memasuki kepala 5 ya😁
 
Ganjaran beratnya apa. Ini malah happy ending.
Hikmahnya Carilah suami yang bucin. Jadi kalau istrinya selingkuhan si suami masih tetap menerimanya
 
Bimabet
Waah cerita nya bagus banget..dan ini potret kehidupan zaman ini..terlepas dr ini kisah nyata atau bukan namun saya angkat topi buat penulis nya..rangkaian kata jadi kalimat yang enak dan mudah di fahami..
Saya seorang suami tapi selingkuh dan menghami perempuan lain sampai jadi anak namun perempuan itu tak mau saya nikahi karena dia istri orang.beda nya dia istri siri ..dua anak nya sekarang adalah anak2 saya .tapi gak nikah ...istri saya akhirnya tau tapi tidak ngamuk malah melindungi perempuan itu dan menyayangi anak2 nya .anak2 saya juga akhirnya tau mereka punya adik lain dari ibu yang lain..sampai detik ini pun saya masih menjalani itu ntah sampai kapan selesainya karena si suami nya gak mau ceraikan dia
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd