Meas
Semprot Baru
Note: Maria, Clarissa, Santi, om Paul, semua adalah nama samaran.
"Oh my God!" kaget Maria terkejut melihatku. Ponselnya terlepas dari genggamannya meluncur jatuh. Sedikit terlambat reflekku meraih ponselnya, terlihat debu parkiran gereja bekas dari angin sambaran tanganku menyambar ponselnya.
"Makasih La" Maria tersenyum menyambut uluran tanganku memberikan ponselnya.
"Sama-sama" sahutku.
"Lo tuh bener-bener kaya setan deh, tiap kali nongol gak pernah ketauan. Bikin kaget orang aja kerjaannya" Maria mengomel.
"Kapan lo dateng?" Maria lanjut bertanya.
"10 menit yang lalu" sahutku lagi. Raut wajah Maria menegang mendengar jawabanku.
"Tadi gue WA sama Leo lo tau?" Maria bertanya lagi. Sesaat setelah kuanggukkan kepalaku, Maria langsung memelukku.
Maria menangis dalam pelukanku. Kudiamkan saja ia menangis seperti itu. Parkiran gereja telah sepi saat ini, jadi kubiarkan Maria terus menumpahkan air matanya tanpa khawatir. Kalaupun ada yang memergoki kami dalam keadaan seperti ini, memangnya apa yang aneh dari dua gadis berpelukan di siang hari di parkiran gereja pula?
Setelah tangis Maria mereda, ia mulai bercerita.
"Gue udah hamil 2 bulan La" Maria berkata.
Segera kulepas pelukan kami dan kupandangi wajahnya dengan serius. Maria melihat wajah tak percayaku dan ia menganggukkan kepalanya meyakinkanku.
"Selamat yaaa" kuucapkan selamat untuknya sambil tersenyum dipaksakan.
"Tapi tadi Leo WA nyuruh kamu untuk ******?" tanyaku langsung.
"Itu dia La. Leo maksa nyuruh ******. Kalo gue nolak, dia ngancem mutusin gue" Maria menangis lagi.
Kali ini aku yang memeluknya duluan.
"Gue harus gimana La? Gue sebenernya mau tetap melahirkan bayi kami".
"Jangan ******" jawabku setelah menimbang kemungkinan yang ada.
"Tapi nanti Leo mutusin gue gimana?" Maria bimbang.
"Kamu bisa cari cowo lain yang jauh lebih baik dari dia" sahutku cepat.
"Tapi gue udah cinta mati sama dia La. Lagian kalo cowo lain itu tau gue udah gak virgin, cowo itu mau nerima gue?" Maria beralasan. Salah kamu sendiri menyerahkan harga dirimu kepada seseorang yang hanya berstatus pacar, sahutku kesal dalam hati.
Maria ini dari keluarga Katolik yang taat sepertiku, tapi kami sedikit membebaskan diri kami, tak selalu mengikut peraturan yang tercantum. Tentu saja selama kami bisa bertanggung jawab penuh.
Tapi memang Maria yang paling berani. Berani segalanya menurutku. Dan tidak semua keberaniannya itu positif, seperti kehamilannya yang diluar pernikahan ini.
"Kamu kasih tahu keluarga Leo, biar keluarganya yang memaksa Leo untuk menikahi kamu" usulku kemudian. Maria menggeleng.
"Biar aku kasih tahu mama kamu" ucapku sambil mengambil ponselku hendak menelpon mamanya.
"Jangan!" Maria mencegahku.
"Please...." Maria menghiba.
"Terus?" tanyaku mendesaknya.
"Gue gak tau La. Bingung gue".
Saat aku hendak memarahinya karena kesal padanya, ponselku berdering. Kuangkat ponselku dan berbicara sebentar pada si penelpon.
"Clarissa ngajak ketemuan di Citos" ujarku pada Maria.
"Sekarang?" Maria bertanya.
"Tahun depan!" Sahutku jengkel masih kesal padanya tadi.
"Sekarang lah. Ayo" kudorong tubuhnya masuk kedalam mobilku.
"Ke PIM 2 aja La" Maria coba menukar tempat. Aku tahu Maria memilih PIM 2 karena lebih dekat ke rumah kami, tapi aku kasihan juga pada Clarissa yang berarti harus lebih jauh jarak pulangnya nanti.
"Minggu kemarin kan kesana. Sekarang gantian kita yang ke Citos, kasihan Clarissa pulangnya tambah jauh nanti kalo ke PIM 2" sahutku.
Clarissa ini putri seorang direktur di sebuah perusahaan jasa.
Clarissa ini seorang pemeras ahli, walau korban satu-satunya mama tirinya sendiri. Tepatnya bukan mama tiri, tapi istri muda papanya. Entah istri muda yang keberapa Clarissa juga tidak tahu. Hanya kebetulan istri mudanya yang ini yang Clarissa tahu. Nama istri muda papanya Clarissa yang ini adalah Santi.
FYI, Santi baru berusia 17 tahun hari ini. Dan Clarissa mengajak kami berdua untuk mencari kado ultah Santi.
Hah? Lho koq?
Jadi ternyata Santi satu sekolah dengan kami, Santi ini adalah adik kelas kami. Waktu kami bertiga kelas XII, Santi kelas X.
Menurut Santi, om Paul -papanya Clarissa- mulai mendekatinya tepat sebelum kenaikan kelas XI Santi. Jadi om Paul ini kadang-kadang jemput Clarissa pulang sekolah. Nah satu saat om Paul melihat Santi dan dari situ cerita kotor mereka dimulai.
1 tahun kemudian, kami bertiga telah lulus dan Santi hendak kenaikan kelas XII, Clarissa diminta temannya untuk bertemu di sekolah kami untuk mengembalikan sesuatu. Dan Clarissa memergoki om Paul lagi mojok berduaan di parkiran bareng Santi. Menurut Clarissa waktu itu parkiran sekolah memang sepi dan Clarissa tidak membawa mobil, jadi papanya mungkin merasa aman.
Dan Clarissa yang sudah sering mendengar jika papanya punya istri simpanan malah penasaran. Clarissa memfoto mereka diam-diam. Beruntungnya Clarissa, Santi hari itu tidak ikut papanya pergi. Kata Santi, hari itu dia berencana mampir ke rumah temannya dulu makanya tidak ikut pulang bareng om Paul.
Maka Clarissa langsung mengancam Santi dengan foto-foto tadi. Sebenarnya foto-foto tersebut tidak jelas menunjukkan wajah mereka, tapi Santi sudah keburu takut duluan
Awalnya kami memang betul-betul memeras Santi karena merasa kesal. Kami bahkan memaksa Santi masturbasi sambil kami rekam videonya, itu kami lakukan di kolam renang villa Maria! Sebelumnya kami sudah memastikan tidak ada orang lain kecuali kami berempat. Awalnya seru, Maria dan aku mengawasi keadaan, Clarissa yang pegang kamera.
http://4.bp.********.com/-JlASOo7ephs/VnaLzNvJc6I/AAAAAAAAgvA/lnsEq6bOCQ4/s1600/filme%2B43.jpg
Santi berhasil kami paksa hingga telanjang. Saat dipaksa masturbasi, Santi mulai menangis. Kami kira Santi berpura-pura. Dan entah mengapa akulah orang pertama yang membalut tubuh telanjangnya dengan handuk yang ada disitu.
Clarissa mengomeliku sampai aku mendudukkan Santi di sofa ruang tengah. Segera kupakaikan pakaian Santi yang dibawakan Maria. Mariapun kena semprot juga akhirnya.
Karena Clarissa tidak berhenti ngomel-ngomel, aku terpaksa cubit paha putih mulusnya yang mengenakan hotpants saat itu. Clarissa langsung menjerit kaget kesakitan. Santi juga terkejut karena teriakan Clarissa.
Saat itulah aku pergunakan kesempatan.
"Santi, maafkan kami ya....". Dan kalimat inilah yang membuka pintu persahabatan kami berempat.
Sebelum makan malam, kami bertiga telah tahu jika Santi hilang keperawanannya saat kelas VII. Yupz, kelas 1 smp. Dan dari situ petualangan Santi dimulai.
Paginya, kami bangun tidur tumpang tindih di atas kasur yang sama
Untuk ultah Clarissa 2 bulan yang lalu, Santi mengajak kami liburan ke Paris. Dan itu Santi lakukan tanpa paksaan. Makanya hari ini Clarissa bela-belain beli kado ultah Santi
Apapun rahasia mereka, aku tetap menganggap mereka lebih beruntung daripadaku. Kenapa? Karena mereka setiap minggu ke gereja bersama ortu mereka. Aku selalu iri setiap melihat Clarissa atau Maria turun dari mobil bersama mama papanya.
Ortuku? Terakhir aku melihat mereka adalah 2 tahun yang lalu. Bukan melihat sebenarnya, tapi hanya mendengar.
Malam itu aku hendak mengambil air minum di dapur. Tepat sebelum masuk dapur, kudengar mama berkata "Aku tahu semuanya".
2 tahun berlalu dan aku selalu makan sendirian saat di rumah. Sejak saat itu papa sangat jarang pulang. Mama terkadang pulang tapi selalu larut malam. Aku hampir tak pernah bertemu dengan mama di pagi hari jika mama ada di rumah.
Pernah sekali aku temui mama di pagi hari, itupun hanya sempat melihat mobilnya yang bergerak berjalan melewati gerbang rumah kami.
Sejak 2 tahun lalu, setiap kutelpon mereka, tak pernah diangkat mereka. Mereka hanya terkadang WA aku, dan itupun hanya seperlunya "jangan lupa makan ya sayang", "jaga kesehatan kamu", "love u". Hanya komunikasi searah.
"Oh my God!" kaget Maria terkejut melihatku. Ponselnya terlepas dari genggamannya meluncur jatuh. Sedikit terlambat reflekku meraih ponselnya, terlihat debu parkiran gereja bekas dari angin sambaran tanganku menyambar ponselnya.
"Makasih La" Maria tersenyum menyambut uluran tanganku memberikan ponselnya.
"Sama-sama" sahutku.
"Lo tuh bener-bener kaya setan deh, tiap kali nongol gak pernah ketauan. Bikin kaget orang aja kerjaannya" Maria mengomel.
"Kapan lo dateng?" Maria lanjut bertanya.
"10 menit yang lalu" sahutku lagi. Raut wajah Maria menegang mendengar jawabanku.
"Tadi gue WA sama Leo lo tau?" Maria bertanya lagi. Sesaat setelah kuanggukkan kepalaku, Maria langsung memelukku.
Maria menangis dalam pelukanku. Kudiamkan saja ia menangis seperti itu. Parkiran gereja telah sepi saat ini, jadi kubiarkan Maria terus menumpahkan air matanya tanpa khawatir. Kalaupun ada yang memergoki kami dalam keadaan seperti ini, memangnya apa yang aneh dari dua gadis berpelukan di siang hari di parkiran gereja pula?
Setelah tangis Maria mereda, ia mulai bercerita.
"Gue udah hamil 2 bulan La" Maria berkata.
Segera kulepas pelukan kami dan kupandangi wajahnya dengan serius. Maria melihat wajah tak percayaku dan ia menganggukkan kepalanya meyakinkanku.
"Selamat yaaa" kuucapkan selamat untuknya sambil tersenyum dipaksakan.
"Tapi tadi Leo WA nyuruh kamu untuk ******?" tanyaku langsung.
"Itu dia La. Leo maksa nyuruh ******. Kalo gue nolak, dia ngancem mutusin gue" Maria menangis lagi.
Kali ini aku yang memeluknya duluan.
"Gue harus gimana La? Gue sebenernya mau tetap melahirkan bayi kami".
"Jangan ******" jawabku setelah menimbang kemungkinan yang ada.
"Tapi nanti Leo mutusin gue gimana?" Maria bimbang.
"Kamu bisa cari cowo lain yang jauh lebih baik dari dia" sahutku cepat.
"Tapi gue udah cinta mati sama dia La. Lagian kalo cowo lain itu tau gue udah gak virgin, cowo itu mau nerima gue?" Maria beralasan. Salah kamu sendiri menyerahkan harga dirimu kepada seseorang yang hanya berstatus pacar, sahutku kesal dalam hati.
Maria ini dari keluarga Katolik yang taat sepertiku, tapi kami sedikit membebaskan diri kami, tak selalu mengikut peraturan yang tercantum. Tentu saja selama kami bisa bertanggung jawab penuh.
Tapi memang Maria yang paling berani. Berani segalanya menurutku. Dan tidak semua keberaniannya itu positif, seperti kehamilannya yang diluar pernikahan ini.
"Kamu kasih tahu keluarga Leo, biar keluarganya yang memaksa Leo untuk menikahi kamu" usulku kemudian. Maria menggeleng.
"Biar aku kasih tahu mama kamu" ucapku sambil mengambil ponselku hendak menelpon mamanya.
"Jangan!" Maria mencegahku.
"Please...." Maria menghiba.
"Terus?" tanyaku mendesaknya.
"Gue gak tau La. Bingung gue".
Saat aku hendak memarahinya karena kesal padanya, ponselku berdering. Kuangkat ponselku dan berbicara sebentar pada si penelpon.
"Clarissa ngajak ketemuan di Citos" ujarku pada Maria.
"Sekarang?" Maria bertanya.
"Tahun depan!" Sahutku jengkel masih kesal padanya tadi.
"Sekarang lah. Ayo" kudorong tubuhnya masuk kedalam mobilku.
"Ke PIM 2 aja La" Maria coba menukar tempat. Aku tahu Maria memilih PIM 2 karena lebih dekat ke rumah kami, tapi aku kasihan juga pada Clarissa yang berarti harus lebih jauh jarak pulangnya nanti.
"Minggu kemarin kan kesana. Sekarang gantian kita yang ke Citos, kasihan Clarissa pulangnya tambah jauh nanti kalo ke PIM 2" sahutku.
Clarissa ini putri seorang direktur di sebuah perusahaan jasa.
Clarissa ini seorang pemeras ahli, walau korban satu-satunya mama tirinya sendiri. Tepatnya bukan mama tiri, tapi istri muda papanya. Entah istri muda yang keberapa Clarissa juga tidak tahu. Hanya kebetulan istri mudanya yang ini yang Clarissa tahu. Nama istri muda papanya Clarissa yang ini adalah Santi.
FYI, Santi baru berusia 17 tahun hari ini. Dan Clarissa mengajak kami berdua untuk mencari kado ultah Santi.
Hah? Lho koq?
Jadi ternyata Santi satu sekolah dengan kami, Santi ini adalah adik kelas kami. Waktu kami bertiga kelas XII, Santi kelas X.
Menurut Santi, om Paul -papanya Clarissa- mulai mendekatinya tepat sebelum kenaikan kelas XI Santi. Jadi om Paul ini kadang-kadang jemput Clarissa pulang sekolah. Nah satu saat om Paul melihat Santi dan dari situ cerita kotor mereka dimulai.
1 tahun kemudian, kami bertiga telah lulus dan Santi hendak kenaikan kelas XII, Clarissa diminta temannya untuk bertemu di sekolah kami untuk mengembalikan sesuatu. Dan Clarissa memergoki om Paul lagi mojok berduaan di parkiran bareng Santi. Menurut Clarissa waktu itu parkiran sekolah memang sepi dan Clarissa tidak membawa mobil, jadi papanya mungkin merasa aman.
Dan Clarissa yang sudah sering mendengar jika papanya punya istri simpanan malah penasaran. Clarissa memfoto mereka diam-diam. Beruntungnya Clarissa, Santi hari itu tidak ikut papanya pergi. Kata Santi, hari itu dia berencana mampir ke rumah temannya dulu makanya tidak ikut pulang bareng om Paul.
Maka Clarissa langsung mengancam Santi dengan foto-foto tadi. Sebenarnya foto-foto tersebut tidak jelas menunjukkan wajah mereka, tapi Santi sudah keburu takut duluan
Awalnya kami memang betul-betul memeras Santi karena merasa kesal. Kami bahkan memaksa Santi masturbasi sambil kami rekam videonya, itu kami lakukan di kolam renang villa Maria! Sebelumnya kami sudah memastikan tidak ada orang lain kecuali kami berempat. Awalnya seru, Maria dan aku mengawasi keadaan, Clarissa yang pegang kamera.
http://4.bp.********.com/-JlASOo7ephs/VnaLzNvJc6I/AAAAAAAAgvA/lnsEq6bOCQ4/s1600/filme%2B43.jpg
Santi berhasil kami paksa hingga telanjang. Saat dipaksa masturbasi, Santi mulai menangis. Kami kira Santi berpura-pura. Dan entah mengapa akulah orang pertama yang membalut tubuh telanjangnya dengan handuk yang ada disitu.
Clarissa mengomeliku sampai aku mendudukkan Santi di sofa ruang tengah. Segera kupakaikan pakaian Santi yang dibawakan Maria. Mariapun kena semprot juga akhirnya.
Karena Clarissa tidak berhenti ngomel-ngomel, aku terpaksa cubit paha putih mulusnya yang mengenakan hotpants saat itu. Clarissa langsung menjerit kaget kesakitan. Santi juga terkejut karena teriakan Clarissa.
Saat itulah aku pergunakan kesempatan.
"Santi, maafkan kami ya....". Dan kalimat inilah yang membuka pintu persahabatan kami berempat.
Sebelum makan malam, kami bertiga telah tahu jika Santi hilang keperawanannya saat kelas VII. Yupz, kelas 1 smp. Dan dari situ petualangan Santi dimulai.
Paginya, kami bangun tidur tumpang tindih di atas kasur yang sama
Untuk ultah Clarissa 2 bulan yang lalu, Santi mengajak kami liburan ke Paris. Dan itu Santi lakukan tanpa paksaan. Makanya hari ini Clarissa bela-belain beli kado ultah Santi
Apapun rahasia mereka, aku tetap menganggap mereka lebih beruntung daripadaku. Kenapa? Karena mereka setiap minggu ke gereja bersama ortu mereka. Aku selalu iri setiap melihat Clarissa atau Maria turun dari mobil bersama mama papanya.
Ortuku? Terakhir aku melihat mereka adalah 2 tahun yang lalu. Bukan melihat sebenarnya, tapi hanya mendengar.
Malam itu aku hendak mengambil air minum di dapur. Tepat sebelum masuk dapur, kudengar mama berkata "Aku tahu semuanya".
2 tahun berlalu dan aku selalu makan sendirian saat di rumah. Sejak saat itu papa sangat jarang pulang. Mama terkadang pulang tapi selalu larut malam. Aku hampir tak pernah bertemu dengan mama di pagi hari jika mama ada di rumah.
Pernah sekali aku temui mama di pagi hari, itupun hanya sempat melihat mobilnya yang bergerak berjalan melewati gerbang rumah kami.
Sejak 2 tahun lalu, setiap kutelpon mereka, tak pernah diangkat mereka. Mereka hanya terkadang WA aku, dan itupun hanya seperlunya "jangan lupa makan ya sayang", "jaga kesehatan kamu", "love u". Hanya komunikasi searah.
