Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kampus untold stories

Abis Mbak Santi, cewek model bijimane yg bakal dientot?

  • Jilbab alim tapi binal dan suka kontol

    Votes: 491 61,3%
  • Aktivis kampus berkacamata

    Votes: 310 38,7%

  • Total voters
    801
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Mohon maaf saudara saudara setanah air. . .maaf sangat. Ane belom bisa kasih apdet berapa minggu ini karena ujian kelayakan buat TA ane bener2 menguras psikis ane. Jangankan buat bikin cerita, buat tidur aja kagak nyenyak. Ntar habis tgl 10 ane usahaon buat apdet dah.... Sekali lagi maafkeun pemirsa yg budiman....
 
Mohon maaf saudara saudara setanah air. . .maaf sangat. Ane belom bisa kasih apdet berapa minggu ini karena ujian kelayakan buat TA ane bener2 menguras psikis ane. Jangankan buat bikin cerita, buat tidur aja kagak nyenyak. Ntar habis tgl 10 ane usahaon buat apdet dah.... Sekali lagi maafkeun pemirsa yg budiman....
Your rl should always comes first, bro....
 
di tunggu update nya ....
sayang kalo kentang ....

ngarep MODE ON
 
Nyantai ja om... RL lebih penting... Semoga lancar dan TA nya cepet rampung om...
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Kakak angkatan kok. Cuman udah deket sejak awal masuk kuliah
Mantaabbb cerita nya... Pelan, nggak buru2 juga... Sex scene nya mantaabbb.... Mulustrasi nya bikin yg manis lage donk utk mbak sudanti nya.... Biar makin hoott
 
Part 2 : Bunga Sembunyi Dusta


Mbak Santi

“Joni Sayaang! Bangun! Mereka udah pada dateng!”


Dengan menguap lebar sambil membalik badan ke arah belakang kursi aku meregangkan otot-ototku. Seluruh tubuhku masih sedikit ngilu. Tapi suara Mbak Santi membuatku benar-benar terjaga. Aku sadar bahwa suara kali ini berbeda dengan 2 malam sebelumnya. Yah, dua malam yang meletihkan, tapi juga benar-benar membutakanku dengan candunya. Angan dan nikmat bersatu padu menjadi kenyamanan yang sulit dibedakan antara nyata dan tidur. Mbak Santi sukses membuatku jadi penggila seks. Efek samping dari percintaan dan rasa kasih sayang kami, menghasilkan nafsu yang menggebu-gebu. Aku masih sering kesusahan mengontrol itu. Di manapun dan kapanpun setiap ada kesempatan, aku curi-curi sekedar meremas bokong atau payudara Mbak Santi. Hal itu membuatnya mengeluh dan mendelik ke arahku. Tatapan tajam itu bukan berarti marah, tapi maknanya: “Hajar aku habis-habisan nanti malam!”.


Aku menyiagakan tubuhku dan kusempatkan memandang Mbak Santi, Mbak Santiku sayang. Ia terlihat sedikit cemas. Alis dan dahinya mengrenyit tipis, hingga kemudian ia berikan senyuman tipis pula. Aku tau itu artinya: Syukurlah engkau baik-baik saja. Kugenggam jemari halus mahasiswi akhwat syar’i ini. Ia balas menggenggam tanganku dengan tangan lainya. Kami berpandangan dan tersenyum bersama. Adalah hari-hari yang indah jika kami lalui dangan saat-saat seperti ini. Seolah ini adalah ranjang super empuk dengan sprei sutra yang berkilauan, di mana kami nggak akan pernah terbujuk untuk beranjak terpisah satu sama lain di sini. Nyaman dan membahagiakan. Begitu menghanyutkan, sampai-sampai mulutku nyosor aja ke arah Mbak Santi.


“ EHHEM!!!”

Seseorang berdehem keras, menjengkelkan, jelas disengaja. Kulepas genggaman tangaku, dan kami langsung berjauhan. Kulihat Mbak Santi sedikit merapikan hijabnya. Dia tersenyum singkat kemudian pergi menjauh dan duduk di kursi agak di depan, karena ia senior di sini. Kucari-cari orang yang berdehem memuakkan itu. Kulihat di pojok kanan ruangan ini, seorang akhwat berjilbab terlihat memandangku dengan tatapan tidak suka. Akupun balik memelototinya. Ia salah tingkah, hingga kemudian meluncur duduk di kursinya beberapa petak di depanku agak ke kiri sedikit. Hal itu dapat membuatku tetap dapat mengawasi matanya yang terbingkai kacamata itu. Kalau aku mau, aku bisa saja memperkarakanya. Tapi sayang, rapatnya akan segera dimulai.


Sylvia Pratami

Aku tahu kenapa ia ada di sini. Gadis itu namanya Sylvia, Sylvia Pratami tepatnya. Iya juniorku setingkat. Ia dan kroni-kroni di dekatnya itu adalah anggota UKM Sastra yang sering mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat sastra di kampus kami seperti pembahasan karya sastra, pembacaan dan musikalisasi puisi, sampai pentas teater. Melihat lambang di jas seragam yang mereka kenakan, sekilas kibasan rambut Fia terlintas menyapu otakku. Fia dulu adalah orang yang paling mencintai UKM ini. Senyum teh dalam pocinya dan puisi-puisi magis itu menangguhkan kebanggaanya kepada organisasi itu. Seringkali kami duduk berhadapan di sore hari, dengan dua gelas Lemon Tea dingin di atas meja kami. Mata kami saling curi waktu untuk beradu, silih berganti dengan derus nafas manjanya ketika membacakan puisi-puisi keluaran UKM Sastra. Fia mengakhirinya dengan cemberut masam, karena aku tak memuaskanya dengan tanggapan menarik. Namun cemberutnya tak lama-lama, ia hilang setelah kucubit hidungnya yang nggak terlalu mancung itu. Manis...


Ahh... sudahlah! Fia is no longer mine. Lagipula, yang datang di ruang rapat kali ini bukan Fia, melainkan para pengurus baru yang belum terlalu kukenal. Mereka hadir dalam rapat ini untuk mempertanggung jawabkan laporan hasil kegiatan organisasinya pada akhir tahun. Bukan hanya kelompok mereka, tetapi juga UKM-UKM dan perwakilan organisasi mahasiswa yang lain. Pertanggung jawaban ini juga menentukan masa depan kelanjutan organisasi untuk setahun yang akan datang. Daftar rencana kegiatanya, sistim kepengurusanya, peralatanya, pendanaanya, whatever lah... Aku sebenarnya tidak terlalu peduli pada itu semua. Dalam rapat hari ini aku hanya bertindak untuk menyiapkan tempat dan susunan acaranya. Itulah kenapa aku sempat tertidur tadi, karena aku hadir jauh lebih dulu dari mereka semua. Yahh, kalau nggak habis menggenjot Mbak Santi habis-habisan semalem sih kagak bakalan tumbang juga aku. Maka dari itu niatku dalam rapat ini untuk tidak melakukan apapun. Just stay cool and watch.


Ruangan rapat ini cukup luas. Tempat duduk para pemimpin rapat berada di depan menghadap kami, dan peserta rapat duduk di kursi yang tertata seperti audiens pertunjukan opera Eropa. Aku duduk di barisan paling belakang pojok kanan. Meskipun banyak yang hadir dalam rapat kali ini, tapi nyatanya tidak ada yang duduk di barisan belakang selain aku. Yess! Mendukung sekali untuk bersikap acuh di belakang sini. Kukeluarkan hapeku dan kuposisikan di dalam laci. Connect wifi kampus, gas online medsos sampe jebot. Maklum, mahasiswa kere miskin kuota.


Aku sempat mendongak menyimak laporan Mbak Santi soal pentas Wayang minggu lalu. Mengingatkanku pada hari pertama kami yang luar biasa. Tertegunlah aku melihat Mbak Santi yang dengan wibawanya menyampaikan laporan dengan lugas dan enak didengar. Aiih... itu Mbak Santiku yang sempurna! Bibirnya berkecap-kecap lembut. Membuatku berkayal akan sodokan kontolku yang dahsyat ke mulutnya. Begitu juga ketika kucermati tubuh nan ramping hingga ke pantat yang sempurna, mengingatkanku doggystyle favorit kami yang tak akan berhenti sampai lemas. Aduh! Kontolku menegang keras seketika. Ujungnya mentok seolah hendak mendobrak resleting jinsku. Aku berusaha menguasai diriku. Ku alihkan pandanganku dari tubuh Mbak Santi. Papan tulis putih, jam dinding, foto presiden, bergantian kualihkan fokus pandanganku. Tapi tetap saja, bayangan genjotan kontol dan tempik disertai desahan itu membuat kontol ini tetap berdiri keras.


Tak terasa, Mbak Santi telah menyudahi laporanya dan kembali ke tempat duduknya. Ia sempat menoleh ke arahku dan tersenyum seperti biasanya. Namun bagiku itu artinya: Rasain lu!! Aku berusaha membenarkan letak celanaku supaya kontolku tidak terlalu sakit. Kulihat yang menyampaikan laporan kali ini adalah perwakilan UKM Sastra. Cowok yang duduk di depan Sylvia pun berdiri dan memberikan laporanya. Melihat Sylvia melirikku sekilas aku bagai tersengat. Sebuah gagasan begitu saja muncul di pikiranku. Mengingat perseteruan kami yang tertunda tadi membuatku ingin menyerang Sylvia dan korni-kroninya dalam situasi seperti ini. Biar dia malu dilihat banyak orang. Beruntungya, Dewan Mahasiswa berpihak pada rencanaku.


Setelah cowok dari UKM Sastra itu menyelesaikan laporanya, ternyata didapati banyak rancangan kegiatan ormawa tersebut yang urung diselenggarakan. Padahal UKM Sastra termasuk salah satu ormawa terkuat yang dihibahkan dana besar dari kemahasiswaan untuk melakukan kegiatan-kegiatanya karena sering menorehkan prestasi di luar kampus beberapa tahun yang lalu. Hal itu menimbulkan asumsi bagi Dewan Mahasiswa dan mahasiswa-mahasiswa lain yang hadir bahwa UKM Sastra telah merugikan kampus. Lebih baik dana itu untuk rancangan tahun depan dibagi ke ormawa dan UKM yang lain. Bisik-bisik dan kasak-kusuk teman-teman mahasiswa mebuat perwakilan UKM Sastra gusar.

“Interupsi, Pimpinan sidang! Saya Sylvia Pratami dari UKM Sastra ingin menyampaikan pendapat!”


Sylvia berdiri melakukan pembelaan. Teriakanya yang nyaring memekakkan telinga dan membuat hadirin terhenyak sesaat, hingga kemudian pecah kembali dan menjadi sedikit gelombang keributan sebentar. Mata mereka semua pun tertuju pada tubuh ramping mahasiswi berkacamata ini. Tetapikeributan itu tak sampai membuat pimpinan sidang untuk mengangkat tangan dan menenangkan hadirin. Setelah dipersilahkan oleh pimpinan sidang, Sylvia pun nyerocos saja panjang lebar bla bla bla.
“Kami sadar, bahwa kami tidak melakukan tugas kami dengan baik sempurna pada tahun ini.”
Kata-kata Sylvia membuat hadirin meneriakinya. Huuuu....
“Tetapi kita semua perlu tahu, bahwa terhambatnya kegiatan-kegiatan yang kami jalani adalah karena menurunya animo mahasiswa terhadap perkembangan sastra.”
Hadirin memperhatikan. Memang sih, kampus kami terlalu sibuk dengan urusan praktek dan teknik. Sastra adalah hal sekunder, yang belakangan mulai ditinggalkan.


“Hal itu terjadi karena adanya golongan mahasiswa, yang bahkan hadirpula di tubuh BEM, yang secara terang-terangan memberikan respon penolakan terhadap kegiatan yang berbau sastra. Mereka lebih suka tontonan praktis seperti kesenian tradisi yang kurang relevan dengan perkembangan masa kini”


Bagai tersentup tawon, kupingku memerah terkena sentilan Sylvia. Sial! Niat mau ngerjain malah diserang duluan.


“Pementasan seperti kethoprak, kuda lumping, dan wayang kulit merupakan tradisi yang old fashioned, serta berbau mistis nir logika. Tetapi ulang tahun fakultas minggu lalu dengan bangganya mementaskan Wayang Kulit sebagai hiburan utama. Sedangkan pada saat yang sama, UKM Sastra sedang mengadakan Bedah Buku Antologi Puisi keluaran kampus. Hal itu membuat peserta kegiatan kami merosot drastis. Nggak heran kegiatan kami banyak yang dibatalkan.”


Ucapan mahasiswi berjilbab ini adalah fusi dari dua hal yang berbeda. Antara ketidaksukaanya terhadap kesenian lokal karena dia dan kroni-kroninya terlalu berpaham modern, atau cuma pembelaan untuk kesalahanya saja sehingga menjadikan kami kambing hitam. Aku terpaksa berdiri dan mengacungkan tanganku.


“Interupsi, Pimpinan Sidang, Saya Joni Saputra dari BEM Fakultas”

“Silahkan” jawab pimpinan sidang singkat.


Hadirin yang hanya berisi mahasiswa antartingkat seperti terdiam. Mereka segan kepadaku karena aku sering vokal dan keras ketika menyampaikan pendapatku. Omongan Sylvia kali ini memang agak kelepasan. Meskipun terjadi pembagian pendapat mengenai Kesenian Tradisi di kampus ini, tetapi mereka tidak pernah mengolok-olok satu sama lain. Tentu saja mereka geram, baik yang sepaham maupun tidak dengan Sylvia. Aku yakin mereka sedang menunggu jurus mautku untuk membungkam jilbab sialan yang satu ini!


“Kepada Saudara Sylvia. Saya minta untuk tidak melakukan provokasi. Pementasan wayang kulit adalah kesepakatan bersama jajaran pengurus ormawa. Kalau UKM Sastra tidak dapat menerima dan mengikutinya, saya sarankan UKM Sastra mencari kampus lain. Terima Kasih.”


Hadirin mulai ribut dan saling berembug. Pimpinan sidang kesusahan menenangkanya.

“Interupsi, Pimpinan Sidang!”

Sylvia kembali berteriak. Hadirin tambah heboh. Sebagian ada yang sembrono dengan memberikan yel-yel kepada Sylvia seperti Bakar! dan Hajar!. Suasana pun semakin ricuh melihat permusuhan yang tercipta tiba-tiba. Tanpa menunggu pimpinan sidang mempersilahkan, Sylvia nyelonong begitu aja.


“Saudara Joni yang terhormat. Tahukah anda bahwa berurusan dengan hal mistis dan tak logika adalah pembodohan yang hakiki. Wayang Kulit memang perlu dilestarikan. Tapi kami nggak setuju itu dibuat tontonan utama di fakultas! Lagipula aku yakin, yang paham wayang pasti nggak sampe 10% dari semua mahasiswa di kampus ini. Ini namanya nggak adil!”


“Interupsi pimpinan sidang!” Aku kembali berteriak. Hadirin riuh redam.


“Heh, Sylvia! Ngerti apa soal wayang? Kamu itu belum tau udah berani main jelek-jelekin ya. Mistis darimananya coba? Apa lu pernah liat orang kesurupan pas nonton wayang?” Ingin ku berkata kasar, tapi ingat ini di rapat terhormat.


“Hey, Joni! Kagak perlu kesurupan deh. Itu dalangnya ngomong apa aja aku nggak ngerti. Dan aku yakin temen-temen yang lain juga nggak ngerti. Yang ngerti Cuma kamu! Dasar Kuno!”
“Dasar garis keras!!”
“Mau apa loe??”
“Berani??”
“Siapa takut!!”
“Sikat!!”
“Kafir!!”
“Pengecut!!”

BRAAAKKK!!!

Terlihat Pimpinan Sidang, Sonia Octarany menggebrak meja. Hadirin yang tadinya ricuh memenuhi ruangan terdiam seketika. Sonia meskipun cewek tapi galaknya minta ampun. Dia kakak tingkatku dua tahun, lebih senior dari Mbak Santi. Aku pun memilih duduk dan diam. Hal yang sama dilakukan Sylvia. Ia sempat melirikku penuh benci.


“Saya harap semua tenang! Waktu habis dan silahkan beristirahat. Satu jam lagi kita berkumpul lagi. Saya minta untuk tidak ada lagi isu kebencian dan permusuhan diantara kita, karena setelah ini kita akan mengadakan voting apakah UKM Sastra layak mendapatkan jumlah hibah dana yang sama dengan tahun lalu atau tidak. Terima Kasih. Rapat ditutup untuk sementara.”

......................................................................................
Mbak Santi menyodoriku sebotol air mineral ukuran tanggung kepadaku. Kulirik matanya sebentar dengan kuberi senyuman yang sedikit kupaksakan. Hatiku masih dongkol maksimal karena perdebatan tadi. Apalagi melihat rombongan mereka berlalu dengan kepala mendongak keluar dari ruangan. Rasanya meja ini ingin kuhamburkan, terutama ke jilbab Sylvia.


“ Jonii... yang sabar dong. Inget, kamu itu udah semester jebot. Nggak guna juga kamu marah-marah ke anak baru kayak dia. Lagipula, dia kan cuma pion. Otaknya bahkan nggak hadir di sini. Kamu tau kan, Jon?”


Aku menatap Mbak Santi yang mengata-kataiku dengan ekpresi teduhnya. Kuresapi kenyamanan Mbak Santi yang selalu bikin aku optimis menjalani hidup ini. Tangan Mbak Santi setengah memijit pundak kiriku. Sementara tangan yang lain meremas jemariku yang berkeringat karena marah. Mbak Santi kembali menorehkan senyum surgawinya. Amarahku perlahan memudar.


“ Aku nggak habis pikir, Mbak. Bagaimana bisa UKM Sastra memusuhin kita? Bukanya genre kita sama? Sastra kalo diterapkan, dipentaskan, jatuhnya jadi seni juga kan? Heran aku.” ucapku dengan masih sedikit gregetan tapi kupelankan.


“ Mbak juga nggak tau, Jon. Pasti ada kepentingan lain yang lebih serius ketimbang cuma debat masalah mistis dan kuno. Kita cuma harus ati-ati aja ngehadapin orang-orang kayak mereka.


“ Aneh mereka itu. Lagipula siapa sih, si Sylvia ini? Kok dia vokal banget? Jadi pion kok ngotot banget, emangnya buat apa?” gerutuku sambil memegang kepalaku yang sebenernya nggak bener-bener pusing ini.


“ Sylvia itu sebenernya temen kos aku..”
Aku termenung mendapati temuan baru ini. Sylvia teman kos Mbak Santi? Aku tidak menyangka kami semua terhubung sedekat ini.


“ Kamu nggak perlu heran. Emang karakter dia keras kayak gitu. Maklum juga. Kasian, dia kuliah di sini cari uang sendiri buat bayar biaya hidupnya. Broken home, ortunya gak ada yang jelas. Mungkin aja dulu dia sering dikerasin sama bapak ibunya.”


Manggut-manggut aku dibuatnya oleh perkataan Mbak Santi. Emang, aku nggak bisa maksain semua harus sama kayak pemikiranku. Dunia begitu bervariasi. Dan akan lebih menyenangkan untuk tetap menikmatinya dengan bentuk seperti itu. Sylvia mungkin memang menjengkelkan, tapi aku tidak boleh merasa bahwa orang seperti Sylvia perlu disingkirkan dari dunia ini.


“ Hai konde!!! Gimana kabarmu??”
HAPP... Mbak Santi tiba-tiba meremas selangkanganku sambil tersenyum menggodaku. Sontak kontolku menegang dan harus berjuang keras karena terhalang cd dan celana jeans ku. Bukanya berhenti, Mbak Santi malah menggerakkan remasanya. Gila! Di ruangan ini masih ada satu dua orang berkemas dan belum pergi.


“Eiiits! Cepet bangunya? Laper ya? Pengen memek?” bisik Mbak Santi pelan-pelan.


“M..mmm..Mbak.. Itu.. itu nanti diliat orang...” ucapku terbata-bata.


Mbak Santi melotot sejenak kemudian menoleh ke orang-orang itu. Kemudian ia tertawa mengejeku sambil melepas remasanya. Fiuuh... lega rasanya, meskipun kontolku masih ngaceng. Kesemprulan Mbak Santi ketika menjahiliku masih sama sejak dulu. Tapi kali ini rasanya lebih berat, karena urusan kontol. Ini berat, biar aku saja.


“Sabar yaah sayaangku... Nanti malam habis kelar ini semua, kamu boleh genjot tempik ini sepuasnyah...” Mbak Santi kembali berbisik, dengan desahan menggoda, spesial pake telur.


“Aku keluar dulu ya Jon! Soalnya ada meeting intern panitia yang wayangan kemarin. Kamu nggak usah ikut, cuma soal duit kok. Lagipula kamu masih capek kan? Simpan dulu buat nanti malam...hihihi” tawa Mbak Santi menakutkan.


Bebarengan dengan tawa yang menggoda itu, Mbak Santi meninggalkanku keluar dari ruang rapat nan luas ini. Dan kini terlihat begitu sunyi karena orang-orang yang tadi di dalam juga baru saja keluar. Pintu menuju keluar ada di pojok kiri bagian depan audiens, itu berarti berseberangan denganku. Membuatku merasa aman untuk melakukan apapun di sini. Kenapa aku mengatakan itu?


Karena kontolku sedang ngaceng maksimal! Gila emang Mbak Santi. Nggak tau situasi aja. Aku perlu pelampiasan. Kuambil hape ku, kembali kusautkan wi fi kampus. Jempol dan telunjukku mulai mengggeser-geser layar hapeku. Browsing bokep, cerita sex, komik hentai, atau video porno streaming gratisan. Apapun itu. Kepalaku mulai mendidih. Badanku memanas. Kontolku mulai tambah ngaceng. Porno Jepang, selingkuh sama kakek, digangbang di bus kota, bukkake puluhan pria. Ahh,,, kurang mantaab... terus kucari-dan kucari. Mataku melototi layar. Terpaku nyala layar yang menghipnotis.

“ Kak...”

Busseeet!!! Saus Tartar!! Andai saja aku tidak rajin jogging pagi hari aku sudah terbujur kaku karena habis jantungku. Cepat-cepat kusembunyikan hape ku ke dalam laci. Kucoba melihat dengan was-was siapa yang memanggilku. Kulihat pintu telah tertutup. Dan di dekat meja barisan depanku berdiri seorang cewek. Nafasku masih terengah-engah sisa kengacengan bercampur kekagetanku. Sambil memfokuskan pandanganku yang sempat kabur,aku mulai mengenali orang ini. Sylvia, si jilbab sialan!


Sylvia Pratami

“Kamu! Ngapain kamu? Mau nerusin debat?” amarahku seketika timbul. Hilang sudah rumus perenungan kehidupan tadi. Sylvia tetap balik jadi musuh lagi.


“Nggak perlu ngegas gitu dong! Gua ngomong baik-baik nih!!!” saut Sylvia ngotot dengan logat jakartaan yang kental.


“Eh elu juga yang ngegas kali... Dasar, ngapain? Ada apa?” sahutku ketus.


Sylvia maju mendekatiku. Tatapanya yang tadi agak menengang, kini berubah agak sendu. Dengan satu tarikan nafas yang agak dalam, ia duduk di sebelahku. Aku reflek agak menggeser kursiku mejauhinya.


“Maafin gue ya kak... Gue suka kelepasan kalo emosi.” Katanya tapi tetap dengan nada ketus.


“Gue mau minta tolong, kak. Entar kan ada voting tuh. Secara elu tadi udah marah-marah yang bikin UKM gue terpojok. Orang-orang pasti pada ngikutin elu.” kali ini Sylvia memperlambat pengucapanya. Dia mengalihkan pandanganya sejenak sambil membetulkan letak kacamatanya. Sepertinya dia berusaha membujukku. Heran aja, sifatnya bisa berbalik 180 derajat begini ya?


“ Gue tau, elu orang berpengaruh di kampus, kak. So dengan pengaruh lu, gua yakin hasil voting tergantung sama pendapat elu. Gua minta elu tolong kita, biar UKM Sastra tetep dapet hibah itu. Pliss kak...”


Kini dia merengek-rengek memohon kepadaku dengan tangan mengatup. Ia kini berubah. Dari Sylvia Pratami yang keras dan vokal, sekarang jadi cewek jilbab yang pasrah dan nelangsa. Aku tergelitik karenanya. Ini seperti aku mendapatkan kemenangan gratiskarena gol bunuh diri.


“Kenapa gue musti lakuin itu, hah?” jawabku jual mahal.

“Pliss kak, kita semua satu kampus. Satu jatoh, yang lain juga jatoh”

Sylvia lebih merengek dibanding yang tadi. Tapi tatapan garangnya masih sedikit nampak di sudut matanya. Hmm, unik, tapi jadi indah kombinasinya. Ada kelembutan yang bersemayam dalam deru garang kekerasan. Tapi di sisi lain, terlintas juga gambaran Sylvia yang bitchy. Memohon dan merengek-rengek, seperti lonthe minta dientot.


“Ngapain sih, elu musti belain UKM lu yang mati suri itu? Ngerti apa kamu soal sastra?

“Gue nggak tau apapun soal sastra. Apapun itu gua lakuin, asal gua bisa makan.”

Jawabanya membuatku terkejut juga, meskipun aku sudah tau ini dari Mbak Santi. Namun itu berarti ia melakukan ini karena bayaran?


“Sylvia...Sylvia... Aku nggak nyangka. Kukira kamu itu cewek keras kepala. Ternyata? Lu ngelakuin ini karena bayaran. Apa bedanya sama pelacur?” tanyaku sambil mengejeknya.


“Lu jangan kurang ajar! Gini-gini gua juga punya harga diri!” Sylvia mulai melonjak.

“Harga diri apaan? Harga diri lu itu udah disetir sama yang bayar elu...”

“Terserah apa kata lu, yang penting gua tetep idup.”
“Elu pelacur!”
“Bukan!”
“Elu lonthe!”
“Ngaak!!”
“Sekali lonthe ya tetep lonthe!!!”

PLAAAK!!!!

Anjriiiit!!! Jilbab sialan ini menampar pipiku. Panas sekali... Amarahku langsung membuncah. Mendidih sampe ke ubun-ubun. Tanpa ampun kudorong Sylvia keras-keras. Sylvia terjengkang ke belakang. Ia hendak berteriak kalo saja tanganku tidak segera membekapnya. Percampuran amarahku ternyata bercampur sisa kengacenganku yang belum reda tadi. Kurasakan nafas jilbab sialan ini memburu. Telapak tanganku bergetar karena suara teriakanya.

“MMMMPPPPHHH... mmmppphhh....” gumamnya tak jelas.

Aku seperti kerasukan. Tanganku bergerak sendiri, bukan karena dituntun setan, tapi karena otakku dikendalikan nafsu. Kuremas kencang payudara Sylvia sampai dia menjerit dalam dekapanku. Owwwh... Meskipun tubuhnya terlihat ramping, tapi payudaranya mantaap jiwaa. Kuremas sekali lagi, Sylvia menjerit. Ukuranya sedikit lebih besar dari punya Mbak Santi, tetapi jauh lebih kencang. Kurasakan putingya mengeras mengacung. Aku juga sedikit memilin-milinya. Sementara tangan-tangan dan kaki Sylvia terus meronta-ronta, siku dan kakiku kugunakan untuk menahanya. Karena capek, kulepas dekapan tanganku di mulutnya untuk ikut mengatasi rontaanya.


“ Aaah.... Haaah.. Tol...ommppph” aku kembali menyumpal bibir tipis Sylvia, kali ini dengan lumatan ganas. Lidahku langsung menerobos membelit lidah Sylvia. Sylvia hanya beberapa detika hendak memberontak, tapi akhirnya dia meladeni kulumanku juga. Dasar lonte. Kurasakan rontaan kaki-tangan Sylvia juga mengendur. Kedua tanganku fokus merangsang payudara dan pentilnya. Sylvia semakin terangsang. Ia mulai lebih mengendalikan permainan ciuman kami. Nafasnya menderu-deru. Ciumanya sangat ngotot dan bernafsu sampe desahan yang tercipta karena bibir kami sempat saling terlepas sesaat sangat jelas terasa. Semakin kupercepat remasan payudaranya, Sylvia semakin ngegas. Berciuman dengan Sylvia rasanya seperti makan Ayam geprek lombok 25! Hot,, keraas!! Inilah jiwa Sylvia yang sebenarnya. Keras dan gahar!


Tanganku yang satu kuarahkan untuk menelusup di balik celana dan cd nya. Setelah membuka resleting celananya, kutemukan jembut yang tercukur rapi. Langsung saja kukobel tempik jilbab sialan ini. Sylvia tersentak dan menggelinjang kencang seperti dicincang. Ia sempat melepaskan ciuman kami dan mengeluh keras. Aku sampe khawatir kalau-kalau ada yang lewat. Kembali saja ku lumat habis-habisan mulut yang tadi memperolokku ini. Kuteruskan pula mengobel tempik berjembut tipis ini. Setiap kusentil dan ku kobok-kobok itilnya, Sylvia menjadi kesetanan dan berusaha melenguhkan ekpresinya keras-keras. Tubuhnya menggeliat seperti cacing. Dan setiap ku sudookan jari ku, Sylvia tersentak hebat.


Sementara itu beberapa kancing kemejanya juga telah kutanggalkan. Begitu juga bra polos warna hitamnya pula kuturunkan sedikit. Terpampanglah dua susu montok sempurna milik Sylvia Pratami. Tanganku mencoba meraba dan meremasnya... Mpph,,, mantap... Halus, padat, dan kencang. Kelas bro!!. Aku melepaskan ciumanku. Desahan Sylvia pun kini terdengar keras. Kuisyaratkan jari ke mulutku. Entah dia mengerti atau tidak, tapi dia berusaha keras untuk menahan desahanya. Sementara mulutku langsung menyosor dua gunung indah perfect ini bergantian. Kujilati, kuemut putingnya, membuat Sylvia benar-benar pasrah menikmatinya.


“Anjiiing!!! Enaaak bangeethhh...ehhhh...haaah” desah Sylvia tertahan. Di saat bercinta sepeerti ini pun, jiwa kasar Sylvia tetap muncul.

“Anjiing? Siapa yang anjing?” tanyaku menggoda sambil terus mengobel tempiknya.

“Kamu,, Joni... Ahhh,,, Kamu Anjiing!!!”

“Kalo aku anjing, berarti kamu lonthe murahan dong. Mau dientot anjing...”

“Ahhh... Bukaaaanhh... gue... gue bukaan loon... AHHHH!!!”

Sylvia berteriak agak keras. Jilbab sialan ini telah orgasme karena kobelanku. Ia mengejang-ngejang dahsyat. Dari tempiknya kurasakan cairan banjir membasahi tanganku. Lumayan dahsyat juga orgasme Sylvia. Setelah beberapa kali semprotan aku melepaskan tanganku dari tempiknya. Kucium baunya, aneh. Kayak, apa ya? Aneh lah pokoknya.


“Aku nggak suka baunya, lu aja deh yang bersihin, tanggung jawab!” kataku sambil mecokolkan jariku ke mulut Sylvia yang tengah terbuka. Sylvia yang baru saja melepas nafas kelelahan itu sempat terkaget karena dicokoli tangan berlumuran cairan kewanitaanya sendiri. Tapi toh akhirnya setelah gua maju mundurin, Sylvia sendiri yang mengemut dan mejilati tanganku sampe bersih. Setelah dirasa bersih pun aku segera menariknya keluar. Sambil kulapkan tanganku ke jilbab Sylvia, dia menatapku marah. Tapi tubuhnya masih tergeletak lemas. Daya tahanya tidak sekuat Mbak Santi kelihatanya.


“Haah...haah. Bangsat lu! Lu bangsat anjing nggak tau diri!” Sylvia masih sempat mengutukiku.


Aku tergerak dengan kata-kata kasarnya. Aku berdiri dan melorotkan celana dan cd ku. Kontol andalanku pun mengacung tegak bagai Monas. Aku bersimpuh di dekat kepala Sylvia. Kontolku mengangguk-angguk menampar pipi dan hidungnya.


“Eh, lu itu akhwat alim berjilbab. Nggak boleh ah ngomong kasar begitu. Nih,sebagai lonte yang baik, kontol anjing ini diservis dulu deeh...”


Sylvia yang masih tebengong pun dibuat gelagapan karna ada turbo kontol besar yang meluncur deras menyesaki mulut mungilnya. Uuuuh... Mantap. Setelah kutekan dalam-dalam ternyata belum sampe pangkal kontolku. Dengan perlahan mulai kugenjot mulut akhwat berjilbab ini dengan kontol jumbo.


“Uuuh.. OOOh... Sylviaaah... Ruaar biasaah. Mulut kamu adhem-adhem nikmaaat... Uuhhh... mantep tenaan...” Racauku.


Sylvia mendelik tajam. Kurasakan kontolku bergetar karena suara teriakan Sylvia yang tertahan Kontol besarku. Tanganya berusaha menjauhkan selangkanganku. Tapi tentu saja aku tidak membiarkanya. Kupegangi kepala berjilbab Sylvia, dan mulai kugenjot cepat dan penuh tenaga. Bunyi yang dihasilkan sudah mirip persetubuhan tempik. Clep clep clep.... Sementara Sylvia terdengar mendesah di dalam seponganya. Ia kini tidak lagi berteriak meronta, tapi juga memainkan lidahnya memilin kontolku. Ahhh.... hangat sekalii. Air liur Sylvia telah mebuatku melayang. Karena capek menggenjot, aku melepas kontolku dari kulumanya.


“MMM...Mpppaaah...ahhha...ahhh.” nafas Sylvia seperti habis tercekik saja.
Kubangunkan tubuhnya dengan tetap terduduk, kusenderkan ke tembok.

“Hahhh...hahhh...Jonii... lu bajingaan... lu bangsaat. Luu aaann...Ammpppph”
Belum sempat dia selesai mengumpat mulutnya kembali kusumpal kontol besarku.

“Hhhhgg...hmmppph..hmppph” bunyi desahan Sylvia setiap kali ku genjot.

Setiap genjotan kini ku tekankan sampai mentok dan kutahan sebentar. Aku ingin merasakan deepthroat musuh berjilbabku ini. Bagaimana mulut tajamnya yang tadi telah berkata-kata lantang kini tengah terbungkam kontol musuhnya. Setiap genjotan kontolku ke mulutnya adalah setiap letupan amarahku ketika mendengar kata-katanya di rapat tadi. Semakin marah karna parah kata2nya, maka akan semakin keras ku menggenjot mulut akhwat berjilbab ini.


Kutatap wajah musuhku yang sedang kusetubuhi mulutnya ini. Sebenernya dia cantik juga. Hatiku yang dipenuhi amarah membutakanku akan kecantikanya. Kulihat kini tanganya sudah tidak meronta, tetapi memegang pinggulku. Sesekali membetulkan letak kacamatanya. Entahlah, cewek ini sebenernya, ciptaan Tuhan yang indah hakiki. Kubelai alis sampe dagunya. Kulit putih khas ibukota ini adalah karunia yang harus disyukuri dan dinikmati. Maka timbulah rasa gemes ku melihat kecantikan akhwat berjilbab musuhku ini. Kupegang kembali kepala berjilbabnya, dan maju mundurkan dengan keras. Hlep..hlep...hleep...
Kulihat semakin lama Sylvia semakin kewalahan. Nafasnya benear-benar terhambat. Karena dari tadiaku belum memberinya kesempatan menghidup udara. Kontol besarku terus tertanam menghajar mulut kurang ajar jilbab sialan ini. Tapi lama kelamaan aku merasa kasihan juga. Sayang kalo wajah secantik ini habis dihajar kontol. Kucabut kontolku dari mulut Sylvia.


Sylvia langsung terengah-engah begitu kontol besar ku terlepas. Mahasiswi berjilbab ini tampak kepayahan. Maklum saja, mulutnya habis dihajar kontol besar. Aku mengangkat tubuhnya. Kutelungkupkan badanya di atas meja, sementara dua kakinya masih menapak ke lantai dengan pantat yang menungging. Aku melepas semua celana dan cd nya. Dan bersiap menempelkan palkonku ke gerbang tempik Sylvia.

“Ashh.... Mau ngapain lu, Anjing?”

“Mau ngentotin lonte, boleh kan te?”

“Argghh,,, nggak, jangan entot gue, gue... AAAAAGGGGGHHH!!!!”

BLESSS!!! Kontol besarku langsung melesak masuk menembus lubang sempit milik Sylvia. Akhwat berjilbab keras kepala ini rupanya sudah nggak perawan juga... Hmmm... Tetep enak aja nih. Sempit, kenceng, berdenyut-denyut dindingnya. Kontolku rasanya seperti diremas dinding nikmat yang empuk dan kencang.

“Eh, Syl...lu rupanya lonte beneran ya? Udah longgar begini. Pasti udah sering dientot.” Kataku sambil mulai memaju mundurkan kontolku menohok tubuh Sylvia dari belakang.

“ Bangsaat kamuuh... Nggak akan gue maafin...ahhh..ahha...ahhh” desah Sylvia meracau tak jelas.

Aku pun mulai meresapi setiap sodokan kontol besarku yang mengakibatkan tubuh ramping Sylvia terguncang-guncang. Jleb jleb jleb bles bles bles.... Begitu intens ku setubuhi orang yang paling kubenci ini. Satu jam yang lalu lidahnya tajam menguliti harga diriku, sekarang dia telah pasrah disetubuhi dari belakang oleh kontol besarku. Genjotanku semakin cepat seperti orang berlari marathon. Aku benar-benar ingin menghajar tubuh akhwat yang paling kubenci ini. Aku ingin buat dia menderita, menderita karena tusukan kontol besarku.

“Hemmm... oooh.... enaaak. Enaak tenaan... Tempikmu enaak banget Sylviaaa... Ohhh.. manteep... tak kontoli kamu Sylviaku... lonthekuu...” racauku cepat.

Rupanya Sylvia bukan tipe cewek yang mengeluarkan kata-kata porno ketika dientot. Dia hanya mendesah-desah sambil sesekali mengumpat kecil.
“Ooooh...oooh....aaah... fuck yeaah.... eemmhh..” begitu racau Sylvia.
Aku pun memutar kontolku seperti mengaduk vagina sempitnya. Ini adalah jurus favoritku ketika berada dalam mode doggystyle. Tentu saja Sylvia menggejang nikmat. Mulutnya terkatup dan ia menggerap setiap kontolku menggerus-gerus bagian terdalam tempiknya. Setelah kemudian menghujam keras lagi, Sylvia kembali mendesah.

“Oooh,,, Ayo Sylviaaah... Sylvia Pratami... Kamu seneng nggak tak entotin? Ahhh”
“Aahhh,,, nggak,,, ng,,,nggak,, aku nggak boleeeh,,, ahhh” racau Sylvia berusaha menolak kenikmatan yang dirasakanya.
Akupun menghentikan genjotanku tiba-tiba dan mencabutnya dari tempik Sylvia. Aku ingin buat dia jadi pelacur rendahan. Ketika kontolku tercabut, pantatnya sempat bergoyong-goyang sebentar. Setelah itu dia pun tampak bingung menoleh ke belakang.

“Kenapa Syl? Ada apa?” tanyaku
“Itu...”
“Itu apa?”
“Kontool.....”
“Lho katanya nggak mau tadi?”
“Assshh... aku mau kontoolmu... Joniii bangsaat!”

Setelah mengatakan itu ia bangkit menubrukku sehingga aku terduduk di kursiku semula. Di langsung naik ke pangkuanku dang langsung menjebloskan kontolku ke dalam tempiknya. BLESSS.... begitu dalam kontolku masuk ke dalam rahim Sylvia. Kuresapi pelukan tempik Sylvia yang menghangatkan kontolku. Perlahan setelah medesis panjang, Sylvia pun menaik turunkan pantatnya. Ia menggenjotnya mulai perlahan hingga semakin cepat. Setiap genjotanya disertai desahan pendek yang menggoda.

Kulihat kepalanya selalu mendongak. Matanya pun terpejam atau dialihkan ke tembok-tembok. Aku meraih pipinya dan membuatnya menghadapku. Awalnya ia menolak, tapi akhirnya di mau juga. Sambil terus bergumul dalam pertempuran dahsyat ini, mata kami pun bertatapan. Sisa-sisa amarah yang masing-masing kami miliki pun seakan menguap entah kemana. Aku menyampaikan bahasa lewat mataku. Sylvia pun demikian, ia kini tahu sastra, tapi lewat mata. Sylvia pun kembali menciumku. Kedua tanganya mendekapku erat seolah tidak ingin terlepas. Kami merasakan esensi menjadi saling membenci, saling bermusuhan, adalah untuk menghargai perbedaan. Menyatukanya dalam cara yang misterius namun menyenangkan.


“Aaaah... Sylviaa...Sylvia Pratami...”
“oooh... Jonii bangsaat... entot aku,,, perkosa aku...aahmmm”


Dan Sylvia kini berani bicara porno. Sepertinya aku sudah membangunkan jiwa cabul seorang Sylvia Pratami. Kugenjot balik tubuhnya dari bawah. Pergulatan kami pun kian memanas. Peluh sudah benar-benar saling tertukar. Kedua tangan kami bergerak aktif menjelajah masing-masing tubuh. Nafas yang menderu bagi Sylvia adalah keindahan tersendiri bagiku. Begitu genjotan Sylvia makin cepat, aku mengintenskan lumatanku. Sylvia pun mengencangkan pelukanya. Jleb jleb jleb bles bles bles. Jiwa dan raga kami menyatu saling melengkapi. Sylvia menggila dan mengeborkan tempiknya. Jleb Jleb Jleb Jleb JLEB JLEB JLEB JLEEEB....

CROOOOT!!!!

Bukan pejuku, milik Sylvia lagi. Dimuncratknya berliter-liter peju dari tempiknya. Aku pun merasakan hangatnya cairan itu menyelimuti kontolku. Aku merasakakan kenikmatan meskipun belum muncrat. Sylvia yang orgasme tampak mengejan seperti orang melahirkan. Akhwat berjilbab itu kini ambruk lemas menindih tubuhku dengan nafas ngos-ngosan. Musuh jilbab sialan bernama Sylvia Pratami yang keras kepala itu kini telah takluk dengan kontol masih menancap di tempiknya.


“Joniii...bangsaat...ahhhh...” katanya lirih hingga kemudian pingsan.


Aku semula menikmati pingsanya Sylvia dengan memeluknya dan mengelus jilbabnya. Tapi setelah ku melirik jam tanganku, ini sudah lewat 5 menit dari jam seharusnya rapat kembali di mulai! Beruntung mereka belum datang. Aku langsung berusaha menurunkan tubuh musuh berjilbabku ini dan mendudukanya ke kursi di sebelahku. Kemudian kupunguti celana dan cdnya yang berserakan di lantai. Ketika ku dengar langkah kaki mendekat ke ruangan ini, panik!


Segera saja kusembunyikan Sylvia di bawah mejaku. Meja ini tertutup bagian depanya, dan muat untuk dua orang. Kutaruh celana dan Cd nya dia atas tubuh Sylvia. Jas Almamaterku ku kubentangkan darimeja ke kursi di seblahku agar Sylvia tak terlihat. Karena aku berada di pojok belakang, kupikir akan aman.


Kulihat satuper satu mahasiswa memasuki ruangan. Aku menunggu dengan berdebar. Aku juga tidak melihat Mbak Santi di sana. Pimpinan Sidang, Sonia Octarany pun sudah menduduki posnya. Aku mulai lega ketika merka tidak fokus melihatku. Sonia pun membuka sidang dan memberikan kesempatan mengutarakan pendapat sebelum diadakan voting. Para anggota UKM Sastra tampak tenang-tenang saja kendati Sylvia tidak bersama mereka. Salah satu dari mereka kembali melakukan pembelaan, tapi terkesan lemah dan berharap belas kasih.


Aku sudah hendak menulis votingku ketika tiba tiba ada yang memegang kontolku yang memangbelum sempat kumasukkan. Kulihat ke bawah, Sylvia! Gila! Kini akhwat berjilbab berkacamata itu memasukkan kontolku ke dalam mulut mungilnya. Sambil menatapku manja ia terus mengulum dan menyepong kontolku seperti sepongan Mia Khalifa...Uuuh... aku berusaha keras menahan desahanku. Aku mengambilh hape dan merekam wajah cantik Sylvia Pratami yang sedang menyepong kontol besarku. Sensasinya benar-benar mendebarkan. Dapat blowjob saat rapat adalah pengalamanyang ekxtreme.
Semakin cepat dan semakin licin permainan dan teknik sepongan hebat milik Sylvia. Aku menggeram kutahan. Sylvia bahkan melakukan deepthroat. Semakin cepat semakin cepat kepala berjilbab itu maju mundur mengulum kontol. Semakin keras geramanku.


“Ada lagi yang mau menyatakan pendapat?”

Sylvia semakin menggila

“Adakah?”

Clep clep clep clep....

“Ada lagi?”


CROOOT.....CROOOT CROOOOT

Tiga kali semprotan deras muncrat ke dalam mulut Sylvia Pratami, musuh yang paling kubenci. Sebagian meluber dari bibirnya, sebagian lagi memuncratiwajah dan kacamatanya.

“Ahhhh... Sa... Saya... saya pimpinan sidang!” seru ku agak terengah-engah....


“Silahkan, saudara Joni...” ucap pimpinan sidang.


Sylvia Pratami

Aku menoleh ke bawah. Ku lihat senyum seorang Sylvia Pratami. Senyum yang bukan lagi sembunyi ataupun dusta.

.........................................
Mantaaabbbbb akhir karya nya ada muludtradinya, klihatan liar gtu.... Jooosss ssuuhuuu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd