Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Darah Binal yang Kental!(wild stories)

Genre apa saja selain murni incest, yang pembaca inginkan dalam cerita ini? (Dapat memilih 2)

  • BDSM (Master dan Sex Slave)

    Votes: 105 34,5%
  • NTR (Protagonis terkhianati)

    Votes: 75 24,7%
  • Romance (Melodrama)

    Votes: 102 33,6%
  • Guro ( Pembunuhan, Mutilasi, Kanibal)

    Votes: 8 2,6%
  • Magic (Sihir, Hipnotis)

    Votes: 54 17,8%
  • Scat & Urination (Feses dan Kencing)

    Votes: 27 8,9%
  • Abstain ( terserah penulis )

    Votes: 46 15,1%
  • Lainya (sampaikan dengan replay)

    Votes: 8 2,6%

  • Total voters
    304
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Chapter 9: Hari yang Menyebalkan, tapi..

(Rini)

"Ughh.. Ughh, Aduh...Aduh..." Perih! kurasakan perih disekitar liang duburku. Aku baru saja keluar dari kamar mandi, selesai mandi dan mengeluarkan bab pagiku. Aku hanya mengenakan bathrobe dan tanpa apapun selain itu. Rambutku basah-basah kuku, terurai bebas sebagian ke punggung dan sebagian ke dadaku. Berjalan tegak, terjinjit merapat, menahan rasa sakit, perih di bagian belakangku, menuju ruang keluarga. Hari ini menyebalkan, berjalan saja susah.

Pukul 10:05 pagi, hari Minggu hari yang sebenarnya telah lama kutunggu-tunggu disepanjang hidupku. Hari dimana akan hilangnya keperawananku. Bisa disebut juga pernikahanku, atau mirip dengan itu. Menyatunya aku dan adik laki2ku.

Tapi..., mungkin aku harus menunggu lebih lama sedikit lagi, karena pantatku perlu perawatan terlebih dahulu, atau setidaknya sebuah jeda waktu. Itu akibat tindakanku kemarin malam, dimana aku memaksa membenamkan konthol gede ayahku ke liang duburku, satu liang sempit belakangku. Tanpa aba2, tanpa persiapan, tanpa peringatan. Karena kegemasanku kepada Rudi dan Ibu. Ditambah lagi, Ibu dan Rudi belum keluar dari kamar mereka, kamar si Rudi. Mungkin masih lelah, tertidur lelap saling berpelukan mesra, akibat kegilaan mereka semalam. Menyebalkan, seharusnya mereka tidak melakukan itu.

"Akhhh..." Perih terasa ketika aku duduk di sofa,
[HIDE]
IMG_20170715_001900.jpg
[/HIDE]

sofa yang seharusnya empuk nyaman terasa. Tapi tak mengapa, karena aku rela, akhirnya keperawananku kandas juga, setidaknya separuh darinya. Pertama kalinya aku merasa ada konthol masuk ke liang duburku, dan itu milik ayahku tercinta. Teringat terasa penuh sesak dan hangat bahkan hingga saat ini. Apalagi tadi ketika aku BAB, memori itu seolah terulang lagi dan lagi. Sekarang setidaknya aku telah semakin dekat untuk menjadi wanita setiawan seutuhnya. Semakin dekat menjadi sosok wanita seperti ibuku. Wanita yang aku looking up into.

Kunyalakan tv tabung 20 inch itu, sebagai peneman pagiku, peneman kesendirianku. Ayah masih tidur bersama Yuni, mereka kelelahan menghadapi kebinalanku semalam. Aku memang putri, dan cucu mereka. Wanita2 idaman para pria, yang aura kehadiranya saja dapat membuat konthol2 mereka tegang ingin mencicipi tubuh mereka berdua, Eka dan Jessie. Dan juga Haryani, ibu ayahku, seorang wanita baik2 yang jatuh juga dalam pelukan nafsu Anaknya.

Liat saja nanti biar aku tunjukan siapa si Rini. Jika perlu akan aku pamerkan sobeknya duburku ke Rudi biar dia cemburu dan tahu diri. Kalau dia datang padaku akan ku tolak dia, kubuat dia memohon-mohon kepadaku. Biar tahu rasa! Salah dia sendiri kenapa semalam malah bercumbu seksual dengan ibu, padahal hari ini dia seharusnya memilikiku. Dia seharusnya menolak rayu ibuku, walaupun itu susah, dan aku tahu. Tapi bukan itu saja rencanaku. Akan aku hukum Ibuku. Sobeknya anusku tidak hanya sebatas itu. Itu bagian dari skemaku yang jitu. Hanya saja masih ada beberapa pertanyaan buatku.

Bagaimana aku membimbingnya masuk ke vaginaku? Semalam ayah mengajariku walau prakteknya menggunakan duburku. Intinya konthol Rudi harus tegang maksimal supaya bisa. Tubuhku harus rileks menerimanya, tak boleh takut dan menolaknya. Cara 1, aku harus membimbing kontholnya dengan tanganku, aku harus membantunya masuk setidaknya palkonya saja, setelah itu Rudi dorong sedikit2 terus sampai mentok. Atau pakai cara 2, aku memejam, Rudi membuka selebar mungkin dengan kedua jempolnya pada bibir lubangku, lalu aku tempelkan palkonya di belahan itu, tinggal tusuk paksa saja diulang2 sampai mentok. Yang manapun asal bisa membuat kontholnya masuk seluruhnya ke tempiku, atau gabungan keduanya. Bertindaklah sesuai situasi saja, jika sakit tak tertahan berhenti dulu, sukses terjadi kalau perih telah berubah jadi sensasi geli lalu berubah jadi nikmat birahi.

Apa Rudi nanti akan menghampiriku, atau akulah yang menghampirinya? Bagaimana aku memulai bicara denganya? apa dia masih bisa? Bisa begitu, itu tu.. Berkenthu denganku. Dengan konthol baru upgradenya itu. Konthol yang pertumbuhanya aku tahu, dari kecil kenyal imut yang tumbuh membesar seiring usianya. Kemudian hilang kulupnya terkhitan dan lalu ereksi pertamanya kemarin. Tapi tunggu dulu, update terkini aku belum tahu. Seperti apa wujud dari batang daging itu. Dan aku yakin seluruh tenaga dan isinya sudah habis semalam. Dimakan oleh seorang wanita. Apalagi wanita yang memakanya adalah ibuku. Wanita yang tergila-gila denganya. Bisa tegak maksimal gak ya? Haaa...ah.. sudahlah, toh pantatku juga masih sakit.

"Dug... Dug.. Dug.. " kudengar suara langkah datang menghampiriku. Leherku reflek menoleh ke arah suara itu. Kupandang sosok itu, sosok yang aku kenal dekat sejak dulu. Dia datang! Rudi datang menghampiriku!

"Mbak Rin...bruk... Kucek.. Kucek..!" Dia membanting pantatnya duduk disampingku, mengucek-ngucek mata bangun tidurnya. Dia telanjang bulat!

"Badup.. Badup.. Badup.. Badup...!" Dia telah datang! Kuperhatikan tingkah imutnya itu, dan mataku perlahan jatuh juga ke konthol ngacengnya itu. Dia masih bisa berdiri.. Eh ..maksudku dia duduk tapi berdiri, eh... Dia masih bisa anu.. Itu, anunya.. Anuku di anunya... Eh maksudku.. Itu anunya tegang.. Eh.. Besar.. Eh.. Lebih besar..

"Ru.. Rudi... Dah bangun...?" Sapaku kepada adiku itu basa-basi menjawabnya. Pandanganku terpaku ke arah konthol yang sedang ngaceng pagi itu. Segera aku buang mukaku yang memerah menyala, malu tapi mau darinya. Dia bisa, bisa anu denganku. Aku pun tersenyum.

"Heemmmm...." responya malas..

"Sreek..." "Aduh.." Terasa kembali perih menggigit di duburku saat pantatku kembali menekan sofa itu. Entah mengapa aku bergeser menjauh darinya, tak seperti biasanya dimana aku akan menyandarkan kepalanya di pangkuanku, atau sebaliknya. Apalagi ini pertemuan pertamaku semenjak minggu lalu, seharusnya aku langsung mencumbunya saat ini, meluapkan kangenku kepadanya.

"Sekarang tah..? Tanyanya tiba2.. Sambil menatapku dengan mata ngantuknya.

"Badup.. badup.. badup" se..sekarang apanya?". Aku bertanya terbata, sambil tetap membuang muka, tak berani memandangnya, seolah tak tahu. Padahal aku sudah tahu maksudnya. Jari2 tanganku meremas gemas jubah handuk biru yang kupakai saat itu.

"Itu.. Katanya hari ini keperawanan Mbak buatku", dia mengatakan itu dengan polosnya. Begitu polos, seolah keperawananku tak ada harganya. Hanya sesuatu yang biasa yang bisa dia ambil seenaknya. Menyebalkan, romantis dikit napa? Gak tahu apa, kalau menjaga keperawanan di lingkungan keluarga kita itu sulit! Keluarga yang begitu terbuka tentang urusan seksualitas, dimana live porn dan media tersedia dimana-mana.

"Badup.. Badup.. Badup.. "Aku tak bisa menjawab, aku tak bisa berkata, hanya kurasa tubuhku hangat menyala. Rini mana janjimu untuk menolak dia?! Aku memarahi diriku sendiri.

"E..emang ka..kamu gak ca.. cape?" Duh tegas dikit napa. Batinku terus menggangguku saat suaraku semakin pelan saja.

"Enggak tuh Mbak.. Sehat2 aja..!".
Aneh, kalau Ayah pasti mengeluh capek setelah bertempur dengan ibu. Mungkin karena pelatihanya, efek dari suplemen dan obatnya...

"Mbak ngapain sih kok duduknya jauh? Ngomongnya gagap, pelan gak jelas? Buang muka lagi!" Dia menatapku, berkata dengan raut mengernyit heran...

"Eng..enggak apa2h, ..." Aduh sungguh adiku ini gak sensitif. Aku grogi anjing! Grogi sama kamu, Begook..! Ingin aku berteriak sekeras-kerasnya. Rudi BEGOK! Batinku...

"Mbak.. Mbak.." Dia merangkak mendekat kepadaku, mendekatkan tubuh telanjangnya yang berbau khas pasca persetubuhan itu, mencoba memeluku. Aduh.. Aduh.. Ja.. Jangan, mbak belum si... siap Rud..! Hatiku meronta.

"Rudi kangeeen... Mbak Rin...", dia memeluku erat, menggoyang tubuhku manja. Tubuhku yang seolah mengkerut pasrah. Mampus lo Rin! Ayo lawan adikmu kalau bisa! Mana, mana? Mana tolakanmu?! Ayo tolak dia!. Suara itu terus mengolok-olok diriku. Batinku yang kurang ajar.

"He..emh.. Mbak juga ka.. Kangen ama kamuh.." Hadeh.. Cemen lo Rin! SHUT.. UP! "Hah..hah..hah" nafasku memburu mencoba mengusir sosok kurang ajar dalam diriku. Sosok yang terus mengolok-oloku, atas semua sikap meloku. Tubuhku kaku tak bisa bergerak dalam pelukanya. Pelukan pria yang akan memakai tempiku untuk pertama kalinya.

"Heem, Mbak wangi.. ", "blush!" pipiku memerah panas, ucapanya mesra sambil memeluk dan membelai-belai kepalaku. Aku tak kuasa, memeluknya balik, menyembunyikan kepalaku ke dadanya, tersenyum tersipu bahagia. Walau badan itu begitu kecut aromanya. Aku tak peduli! Kami berpelukan mesra, sepasang kekasih merajut cinta. Lama tanpa kata, hanya menikmati momen bahagia, dimana hati kami yang saling berbicara. Lakukan sesukamu duhai Rudi Adiku.

.....

"Eh... aku belum mandi..!", "Bruk" dia beranjak tiba2, lalu berlari kecil ke arah belakang, meninggalkan tubuhku yang nyungsep ke sofa akibat kehilangan sandaranya. Aku bangkit terdiam bengong melihat sosok itu menjauh. Anak kurang ajar! Pakai mandi segala! Padahal aku sudah rela.

Aku pun mengejarnya. Aku berlari menyusulnya. Melingkarkan tanganku ke lengannya. Kami berjalan beriringan menuju kamar mandi utama.

"Mbak Rin mandiin ya.?" Tawarku kepadanya dengan mesra.

"Lah.. Mbak Rin kan dah man..! " Aduh", Aku cubit pinggangnya. Menghentikan ucapan childish yang menolaku itu. Sebal, pake acara nolak segala, padahal biasanya kamu juga yang minta dimandiin Mbak, dasar! Batinku menyindirnya.

"Mbak ka.. Kangen mandiin kamu..?", aku tersipu menunduk tersenyum-senyum sendiri menghadap lantai yang berirama mengiringi langkah kami.

Memang aku sering menolak memandikannya jika aku sudah mandi. Habis dia nakal kalau mandi. Walau kadang aku terpaksa mengalah dengan bujuk rayu dan rengekanya. Tapi kali ini beda, aku menawari dia, aku kangen rengek manjanya, kenakalan dan permainanya. Karena 1 minggu sudah kami tak bersua.

" Oke..", Jawab lembutnya disertai senyumanya..
_______________________________________

(Rudi)

Manis, begitu manis, dia berjalan mengiringi langkahku menuju kamar mandi. Melingkarkan tanganya ke tanganku. Dengan raut tersipu malu. Kakaku Rini yang selalu bersamaku lebih dari siapapun yang kukenal selama ini. Tatkala aku senang dan sedih, tatkala orang tuaku tak aku mengerti, yang melindungi dan memanjaku di sekolah. Aku sayang dia, sahabatku, suka dan dukaku yang sebentar lagi keperawananya akan jadi miliku. Walau aku tak begitu mengerti arti sakralnya sebuah keperawanan bagi seorang wanita.

Sekarang dia akan memandikanku, memanjaku di bawah guyuran shower, menyabuni tubuhku, serta menyampoi kepalaku. Sudah 1 minggu kami tak bertemu. Lama rasanya tak mendengar suaranya. Suaranya yang merdu, walau kadang juga cempreng memekakan telingaku.

Aku berdiri di bawah shower, hanya berdiri tak bergerak sedikitpun. Dia menghidupkan shower itu sesaat agar tubuhku terbasahi, lalu mengambil shampo. Aku menunduk dan dia mengusap-usap kepalaku. Gosokan-gosokanya begitu lembut melayaniku. Lalu diambilnya sabun cair itu, menggosok-gosok leherku, telinga dan wajahku yang membuatku merem agar sabun tak masuk ke mataku. Turun ke bahu, lalu lengan kananku, lengan kiriku sampai ketiak. Menggosok-gosok punggung sampai ke pantatku. Aku mengangkangkan kakiku seperti biasa aku lakukan, tangan mungil itu lalu menyelip ke belahan pantatku miring, menggosok mencebokiku. Cit..cit..cit sampai berdecit. Geli-geli enak rasanya. Lalu aku pun berbalik karena sekarang giliran tubuh depanku. Tapi, tak ada reaksi, tak seperti biasanya.

"Mbak..mbak Rin.. Woe!"

Barulah tangan-tangan lembut itu bekerja. Mulai dari dada turun ke perut. Aneh tapi nyata, biasanya dia akan secepat kilat melakukanya. Kebiasaan, agar kami tak terlambat ke sekolah. Ya, aku hampir setiap pagi dimandikan olehnya. Kakak cantiku yang kusayangi.

Terasa tangan lembutnya telah melumuri paha dan kakiku dan telah sampai ke ujung-ujung kakiku. Meloncati area selakanganku.

"Lho kontholku kok gak disabun?"..

Gerakanya berhenti, tak ada suara, kami terdiam sunyi.

"Mulai..., Budegnya Mbak kumat!"
"Mbak..mbak..woe..!" Aku meneriakinya menggoda. Tetap tak ada suara.

Aku memicingkan mataku menyelidik, aku melihat dia berjongkok, kepalanya tepat di depan kontholku yang tegak mengacung morning wood itu. Terdiam mengamati setiap detil batang dan telurku.

"Tambah gede ya mbak? Hehe.." Mata kami bertemu, nafasnya memburu mengejar sang nafsu.

"Pegang aja.. Ga papa kok..!"

Tangannya bergerak maju perlahan,

"Ah.. Kelamaan..!"

Aku genggam pergelangan tangannya, aku tarik lalu aku sentuhkan dengan batang kontholku. Terasa licin enak merangsang seluruh tubuhku.

"Mbak Rin kayak baru pertama kali megang konthol aja!"

"Huh..huh..huh.." Dia tak menjawab, hanya mendengus-dengus. Terdiam memegangi tongkatku itu.

Terpikir ide usil dikepalaku. Aku ambil handshower, aku arahkan ke wajah cantik putihnya, aku nyalakan lalu, "Swooossss, buk! Ha.. ha.. ha.." Dia terdorong kaget terjatuh duduk.

"Aduh..adek kan ya.. NAKAL!" rengeknya manja, wajah dan bathrobe birunya basah.

"Ha, ha..ha.. Salah siapa nglamun, dikira aku gak kedinginan apa! Ni rasain! ", Aku semprot seluruh tubuh mungilnya. membasahi seluruh tubuhnya. Sekalian aku singkap bathrobenya, aku semprot selakanganya, biar kena itilnya.

" Aahh..dek..dek!" Dia menggelepar meronta mencoba menutupi selakanganya, aku tarik tangannya, aku semprot lagi.

"Dek..dek..ampun..aahh.."

"Ahahaha.." Tawa kemenanganku membahana. Kuhentikan seranganku karena kasihan melihatnya. Aku ulurkan tanganku membangunkanya.

"Bathrobenya dibuka aja.. Sekalian!" Kataku padanya.

Dia membuka tali bathrobenya perlahan, menurunkannya jatuh ke lantai.
[HIDE]
videotogif_2017_07_15_01_25_06.gif
[/HIDE]

Tampak 1 set keindahan di depan mataku. Tubuh yang putih mulus, dada yang menggemaskan, pinggang yang langsing dan pinggulnya melebar. Segitiganya yang mulai ditumbuhi bulu hitam halus, 2 paha mulus tak bernoda dan juga berbetis kecil panjangnya. Dia pun berbalik memunggungiku, menunduk mengambil bathrobe miliknya itu. Pantat muda yang padat itu menonjol pamer kepadaku.
[HIDE]
20170715_001946.jpg
[/HIDE]

"Plak!...Ahhhh!, "hahaha,..." Ku tampar pantat Mbaku, lalu terbahak tertawa. Dia kaget lalu langsung menegakan tubuh eloknya itu, berjinjit, telapak tangan kananya menutup mulutnya sedang yang kiri menelusup masuk ke belahan pantatnya.

"Hiks.. Hiks.. Hiks", Dia terisak sesenggukan. Tawaku terdiam seketika, merasa bersalah. Mungkin aku sudah kelewat keras menampar pantatnya. Padahal biasanya dia tidak menagis jika kutabok pantatnya. Mbak ku aneh hari ini.

Aku jadi salah tingkah tak tahu harus berbuat apa. Aku memutuskan untuk berbalik menghadap dinding tempat shower, membersihkan tubuhku dari sabun dan menggosok menyabuni selakanganku. Anehnya, batang kejantananku malah semakin tegang mengacung saat itu, lebih keras dari sebelumnya. Apa karena melihat tubuh Mbaku? Atau karena aku menampar pantat padat sintal itu? Ataukah karena melihat dia menangis? Atau ketiganya? Ah sudahlah, nanti juga dia memaafkanku.

Aku menunduk membersihkan kaki2ku dari sabun sambil menggosok-gosoknya. Tiba2..

"Plak..wadaw...!", kurasakan tamparan keras di pantatku. Aku terdongak berjinjit kaget.

"Hi..hi..hi.." Terdengar, Mbak Rin cekikian di belakang ku. Dia membalasku. Tamparan seorang wanita itu tidak sakit, tetapi panas dan perih, contohnya ibu dan kakaku, AoE(Area of Effect)nya hanya sebatas area di sekitar tempat kejadian perkara(TKP). Beda dengan laki2, misalnya jika ayahku yang menampar pantatku, hentakanya bisa langsung ke otak. "Buakk!". Walaupun jarang, aku sudah merasakan hukuman2 fisik dari keluargaku. Karena memang aku sedikit banyak gerak alias hyper alias bandel. Termasuk gigitan gemas Yuni adiku.

Aku berbalik kepadanya hanya meringis menahan perih tamparanya ke pantatku sambil kugosok-gosok bekasnya. Setidaknya dia berhenti menangis.

"Ma.. Maafin Rudi ya mbak.. Terlalu keras ya?", aku baru sadar kalau aku juga laki2, walaupun masih pertumbuhan.

"Enggak apa2 kok.. Itunya Mbak memang lagi sakit!.."

"Sakit? Habis jatoh..?" Tanyaku khawatir antusias.

"I.. Iya.. So.. Sobek..", jawabnya terbata.

" Sini aku lihat.." Aku ulurkan tangan kananku mencoba meraihnya.

"Jangan!, gak apa apa kok...!" Dia mundur menghindar.

Tanganku lebih cepat menangkapnya. Aku tarik dia sehingga tubuh kami bertemu. Aku peluk dia erat.


"Maafin Rudi ya mbak.. Rudi gak tahu kalau mbak lagi sakit.."

...

"Gak apa2 kok.. Beneran.. " kami berpelukan dalam hening. Kepalamya menyandar di bahuku. Aku benar2 merasa bersalah. Jantungnya terasa berdetak kencang didadaku.
[HIDE]
images_4.jpg
[/HIDE]

"Kruyuk..kruyuk.. " bunyi perutku lapar, membuyarkan pelukan mesra kami. Kami tertawa-tawa kecil menanggapinya.

Setelah itu kami beranjak mengambil handuk dan saling mengusapi tubuh satu sama lain, dia mengusapiku, aku mengusapinya. Dia memakaikan handuk ke pinggangku, menutupi kemaluanku yang tegang sehingga membentuk seperti sebuah tenda. Sedang aku memakaikan handuk ke ketiaknya menutupi set indah tubuhnya, seperti biasa yang kami lakukan. Beranjak keluar bergandengan tangan menuju ruang makan. Dia menggandeng tanganku lebih erat dari biasanya. Biasanya dia yang menuntunku, kali ini dia ada dibelakangku. Ini sungguh aneh. Aku sadar kalau dia sedang kesulitan berjalan.

Ada satu hal lagi yang aneh, tapi apa? Aku seperti kehilangan sesuatu. Tapi aku tak menyadari hal itu. Lupa atau memang tak tahu. Oh iya.. Aku ingat, biasanya aku menggosoki tempik mbak dan membuatnya orgasme setiap kali kami mandi bersama. Kalau aku lupa biasanya dia akan meminta, tapi tadi dia diam saja. Ah sudahlah toh nanti juga dia akan minta.

Jam pukul 11:15, Kudapati meja makan telah siap, Ayah Ibu, dan Yuni sudah makan separuh jalan. Sepertinya mereka memilih makan terlebih dahulu daripada mandi. Biasanya mereka akan langsung menyusul mandi. Siapapun yang sedang mandi akan disusul oleh anggota yang lain yang belum mandi. Kecuali ada sesuatu yang menghalangi.

"Cie..cie.. yang habis belah duren..!" Adiku Yuni menggodaku dengan lirikannya. Lirikan lucu imutnya. Ayahku tersenyum menahan tawa, ibuku hanya merengut manyun saja.

"Duren apaan? Dari kamar mandi kok belah duren... Belah pantat kaleee..!"

"Uhug..uhug.. Uhug..", ayah terbatuk tersedak mendengar balasanku kepada Yuni. Ibu menyuguhkan minum kepadanya dengan segera.

Mbak Rin tersenyum tersipu malu karena semua itu. Sedang aku hanya mengangkat alis heran. Ada apa dengan keluargaku ini? Ah sudahlah.. Bodo amat, aku lapar.

Aku duduk bersebelahan dengan Mbak Rin di kursi yang tersisa. Bersebrangan dengan Yuni dan Anj.. Eh Ibuku, duduk disamping kanan Ayahku, yang biasa duduk di kursi spesialnya. Mereka berpakaian seadanya, pakaianya kemarin.

Ibu bergerak mengambil piring untuk mengambilkan makanku.

"Ehem.." Ayah berdehem keras, mengehentikan gerakan ibuku, dia duduk kembali lemas, kecewa.

"Rini ambilkan buat adikmu..!"suara perintahnya melanjutkan.

Mbak Rin tersenyum lebar kegirangan mengambil piring dan menciduk nasi sesuai ukuranku, lalu menawarkan lauk ini-itu, mengambil yang sesuai dengan anggukanku.

Setelah itu dia mengambil makanan untuk dirinya. Kami pun makan bersama.

Klotak..klotek..klotak klotek..

"Ehem.. Nanti Ibu dan Yuni Ayah ajak keluar jalan-jalan 2 hari.. Kalian berdua jaga rumah..!"

"Yay, jalan2..!" Yuni langsung bersorak girang.

"Lah.. Kok gitu Yah, katanya Ayah sama ibu mau bimbing aku?!", protesku

"Ehemm, Mbakmu udah Ayah ajari semalam... Ehem!".

Aku melanjutkan makanku, terdiam sambil berpikir. Ayah mengajari Mbak Rin? Yang mau memperawani kan aku, gimana sih?

"Mas aku dirumah aja deh, bersih2 ama masak buat mereka berdua.. Ya?" Ibuku merajuk ke Ayah.

"Enggak, kamu ikut aku, nanti bisa tambah kacau, Biar Rini yang masak atau mereka bisa beli!" Jawab Ayahku tegas.

Ibuku merengut cemberut kecut menanggapi hardik Ayahku, Mbak Rin menunduk tersenyum-senyum, Aku kebingungan, sedang Yuni tenang-tenang saja menikmati hidanganya. Aura meja makan ini beda dengan biasanya. Seperti ada sesuatu yang tersembunyi disana-sini.
______________________________________

(Rini)

YES!, akhirnya, semua rencanaku berjalan mulus, sebagian besar tepatnya. Aku akan berdua saja dengan Rudi selama 2 hari, sampai hari selasa. Tak akan ada pengganggu. Ibuku, ancaman terbesarku akan pergi. Akan terpisah dari Rudi walau ini tak sebanding, 1 minggu VS 2 hari. Tapi tak mengapa toh aku masih khawatir apa aku bisa mengimbangi kebinalan Rudi dengan pantat robeku ini.

Aku semalam berunding dengan Ayah, untuk semua ini. Aku mengancam Ayah, jika Ibu merebut Rudi lagi, akan aku sobek daraku dengan dildo atau jari. Analku sebagai contoh nyata kalau ancamanku itu berarti, menunjukan bahwa aku berani. Aku minta Ayah membawa ibu pergi bersama Yuni. Ayahku yang sudah kuberi keperawanan analku, berpikir dan akhirnya menyetujui bahwa Rudi sepenuhnya miliku mulai hari ini.

**********

Singkat cerita, mereka pun pergi, tinggal aku dan Rudi, berdua terbaring didalam kamarku yang sudah tertata rapi. Berpelukan mesra saling membelai bercerita, kepalaku didadanya. Meluapkan kekangenan kami berdua karena 1 minggu terpisah tak bertegur sapa. Sesaat lagi, akan aku berikan kepadanya.

(Bersambung)

[HIDE]
Klik untuk lanjutan>>>

Next
Chapter 10: Awal Sebuah Cerita, Aku dan Dia (Rudi x Rini)[/HIDE]
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd