Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Darah Binal yang Kental!(wild stories)

Genre apa saja selain murni incest, yang pembaca inginkan dalam cerita ini? (Dapat memilih 2)

  • BDSM (Master dan Sex Slave)

    Votes: 105 34,5%
  • NTR (Protagonis terkhianati)

    Votes: 75 24,7%
  • Romance (Melodrama)

    Votes: 102 33,6%
  • Guro ( Pembunuhan, Mutilasi, Kanibal)

    Votes: 8 2,6%
  • Magic (Sihir, Hipnotis)

    Votes: 54 17,8%
  • Scat & Urination (Feses dan Kencing)

    Votes: 27 8,9%
  • Abstain ( terserah penulis )

    Votes: 46 15,1%
  • Lainya (sampaikan dengan replay)

    Votes: 8 2,6%

  • Total voters
    304
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
BTW, buat susu2, eh suhu2 yang yang sudah like tapi gambar gak keluar (masih hidden) kemungkinan memang ada error di browser atau koneksi or lainya..:mabuk:

Itu juga terjadi pada TS.. TS kadang juga terhidden pada Thread yg dibuat, TS harus tekan tombol edit lalu langsung simpan untuk menaggulanginya.. Aneh memang..

So rileks aja.. Reload or ganti browser or lupakan, karena ganti isp itu tidak mudah

Salam..:mabuk:


Kalo ane biasanya di-unlike, terus di-like lagi hu :D
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Chapter 7 : Memang sudah waktunya

Eka

Kulihat, anaku Rudi sudah tertidur lelap dalam pelukanku. "Heeemmmh", dehemku membangkitkan berat tubuhku yang baru saja terbaring disampingnya.

" Anak lanange ibu... " ucapku lirih sambil mengusap kepalanya perlahan. Kamu sudah besar sekarang. Aku melirik ke arah kontholnya. Konthol yang aku latih dan kubina 5 hari ini dengan rangsang, asupan gizi serta obat kimiawi. Konthol itu sudah bertambah besar. 12 cm tepatnya, bertambah 4 cm dari sebelumnya. Diameternya pun meningkat walau sedikit, yaitu menjadi 3 cm. Kantung zakarnya ikut membesar sebagai tanda meningkatnya daya tampung sperma. Entah akan menjadi sebesar apa kontholnya kelak jika dia sudah dewasa. Obat yang aku berikan memang dosis tinggi. Aku kerahkan pengetahuan sainsku untuk membuat ini terjadi. Dibantu koneksi2 kami, aku dan suami, untuk menyediakan pelatihan tersebut.

Ini tugasku, tugas yang kuemban dari suamiku, pemimpin kami. Dalam 1 minggu ini, Aku telah melatih anaku Rudi menjadi sosok yang lebih tangguh dari sebelumnya. Dari segi psikis maupun fisik. Membuatnya menahan untuk tidak ejakulasi, walaupun aku melakukan atraksi penggugah birahi untuk merangsangnya. Memberinya pengertian tentang arti sebuah kesabaran dalam seksualitas, serta membuatnya mengerti bahwa ini semua untuk kebaikannya. Ini pelatihan pertamanya, sebagai tanda masuknya ia ke dalam filosofi kami seutuhnya.

Ini tidak mudah, sungguh tidak mudah. Bagaimana aku harus menahan gejolak emosinya dan juga emosiku. Birahinya dan birahiku. Dia anak laki2ku satu2nya. Kesayanganku... Aku cinta dan sayang terhadap semua anak2ku. Tapi Rudi yang paling Kusayangi. Mungkin bisa dibilang tidak adil, tapi itulah kenyataannya. Hormon kami menarik satu sama lain secara alami. Apalagi ditambah kesadaran kami akan nikmat hubungan sedarah yang kami terima dengan senang hati. Kami ingini, kami mengerti dan kami turuti keinginan kami. Aku telah mengambil keperjakaanya dengan tempiku, tempik ibu kandungnya. Dan dia senang hati menyerahkanya. Walau kami berdua harus ambruk tak kuasa. Mungkin bukan hanya Rudi yang harus diberi pelatihan. Kenikmatan bersetubuh dengan anak sendiri sungguh tak bisa dibayangkan. Hanya bisa dilakukan dan dirasakan.

Dia pandai mengambil hati orang, terutama hatiku dengan rengekan manjanya, dengan teriakannya atau dengan ngambeknya yang membuat sisi keibuanku tak rela mengabaikanya. Sungguh aku tak rela, tapi ini semua kulakukan demi dia. Anak kesayanganku. Tak jarang aku hampir kalah oleh nafsuku dan berulang kali ingin merasakan kembali kontholnya di tempiku. Tapi untung aku dapat bertahan walau dengan paksaan, dengan menyakiti diriku sendiri.

Suamiku, pejantanku, memiliki visi besar untuk pewarisnya ini. Pewaris yang akan mewarisi kerajaan mewah kecilnya. Harta dan wanita2nya. Dia pria yang hebat, orang yang sangat hebat. Dia dapat mengayomi banyak orang. Banyak orang bersandar di dalam naunganya. Tapi sayang seribu sayang. Dia memiliki penyakit kronis yang dideritanya sejak dulu. Yang bermula beberapa saat sejak ayahnya tiada. Penyakit Meningitis kronis yang dapat mengambil nyawanya sewaktu-waktu. Terapi2 dari dokter2 ternama serta obat2an mahal yang bisa mempertahankan hidupnya untuk saat ini. Aku sudah tahu sejak lama, sudah sejak lahir anak pertama kami. Kami telah merundingkanya masak2. Yang ku harap saat ini bahwa semoga saja dia masih bisa bertahan sampai Rudi siap mengambil alih semuanya. Itulah mengapa dia menyegerakan pelatihan putra kami Rudi sedini mungkin. Dia mungkin takut kalau terlambat. Terlambat oleh sang waktu yang tak tentu. Apakah aku sedih? Ya, aku sedih jika aku memikirkanya. Tapi kesedihanku selalu terpendam oleh visi dan misinya yang dia bagi kepadaku. Seorang wanita yang dipilih untuk jadi permaisurinya. Untuk membangun keluarga ideal untuknya. Dan sepertinya dia masih sehat2 saja sampai saat ini. 13 tahun sudah aku bersuami dia, melahirkan 3 anaknya dan menikmati rasa bahagia denganya. Walaupun bukan aku seorang saja wanitanya.

Jam menunjukan pukul 13:55, aku tadi ketiduran setelah berhasil membujuk Rudi sarapan dan meminum dosisnya pagi tadi. Entah darimana ide2 cemerlang datang untuk melakukannya, selama 5 hari ini di setiap pagi dan petang. Mungkin dari sosok ibu yang ber-ide cemerlang, yang ingin melatih anaknya untuk berkembang. Berkembang menjadi perkasa di ranjang. Atau mungkin dari rasa sayang. Atau hanya sekedar dari nafsu binatang, dari seorang wanita jalang yang ingin konthol putranya menjadi perkasa dan menantang. "Maafkan ibumu ini sayang. Ibu benar2 ingin memilikimu. Duhai lelaki yang keluar dari rahimku"

Ku rapikan bajuku yang acak2an sehabis bertempur bertahan dengan kenakalan Rudi. Menata nampan dan beranjak keluar kamar dengan perlahan, agar aku tak membangunkan anaku sayang yang terlelap mengarung mimpi di atas ranjang.

"Ceki...lik.." kututup pintu kamar itu sepelan mungkin. Aku tersentak terkaget akan hal yang sepertinya tak asing.

"Ahh.. Ahh..aaah..Enak dek.. Pinter adek.. Ah...ah.ahh.." Terdengar dari arah ruang tamu suara anak pertamaku Rini.."heemm...pasti dia lagi main sama adiknya, Yuni. Dasar darah binalku.. Yang tak kenal tempat dan waktu kalau sudah mau", Pikirku.

Aku beranjak ke dapur untuk merapikan set peralatan nampan yang digunakan untuk sarapan Rudi.

"Suwis... Suwis...seeessss" bunyi kran air yang kuhidupkan untuk mencuci alat2 itu."Klotak.. Klotek.. Klotak..klotek..sek..sek..sek " suara beradunya penggosok serta alat makan yang saling bercumbu saat kubersihkan. Aku pun mengangan..

Tak terasa besok sudah hari Minggu. Tak terasa sudah 1 minggu aku melatih dan melayaninya. Oops salah.. Lebih tepatnya tak terasa aku telah dilayani olehnya.

Aku sangat bahagia ketika suamiku Mahendra memutuskan proses karantina Rudi. Yang barang tentu diantara orang rumah, akulah kandidat terbaik yang dia tunjuk sebagai korlap (koordinator lapangan), sedang dia adalah ketua umumnya. Dia memang pengertian, aku sayang suamiku. Itu kenapa aku mau dijadikan Istrinya 13 tahun lalu. Membangun mahligai rumah tangga yang ideal untuku dengannya. Rumah tangga yang ideal untuk seorang sundal sepertiku yang merupakan mantan gadis penjajal konthol profesional. Oops salah... Mantan gadis nakal single yang sekarang menjadi MILF nakal bersuami.

Urusan status penjajal konthol profesional, tak akan mungkin pernah jadi masa lalu bagiku. Hanya mungkin konthol2 yang kujajal lebih bersifat VIP dan VVIP. VIP untuk orang2 penting bagi karir bisnis suamiku, atau orang2 dekat yang dapat memberi manfaat bagi keluarga kami. Dan barang tentu konthol suami dan putraku tercinta yang menyandang status VVIP tersebut.

Ibuku seorang PSK(Perempuan Suka Konthol) sehingga aku juga seperti itu. Ayahku? Tak tahu dia konthol yang mana, tapi yang jelas dia salah satu konthol yang pernah masuk ke tempik Ibuku. Ibuku bernama Jessie, nama karirnya dari plesetan Jeng Sri, Ya.. Sri namanya, Sri Rupi'ah tepatnya, usianya saat itu 46 tahun. Dia telah naik kasta sebagai Madam Jessie, seorang germo ternama di kota kami. Sang pemimpin lokalisasi. Karirnya meningkat juga berkat suamiku Mahendra. Pria luar biasa binal, yang memilihku sebagai Istrinya. Ibuku dikenalkan dengan orang2 penting di kota kami. Memberinya arahan yang pas sehingga bisnisnya berkembang pesat. Suamiku sekarang mungkin sedang ngentot dengan Ibu dan adik kandungnya, atau Ibuku, mertuanya atau anak buah ibuku. Atau, mungkin juga wanita2 lain, selir2nya yang tersebar dimana-mana. Entahlah...

Memang begitulah kesepakatanya. Aku fokus ke Rudi, sedang dia akan mencari sangkar lain untuk membungkus dan menghangatkan keris pusakanya. Apakah aku cemburu ketika suamiku bersama wanita lain?... Sebelum ke pertanyaan itu biarlah aku instropeksi diri, 1) Layakah aku cemburu, sedangkan aku telah dipilih menjadi permaisurinya, wanita utamanya? 2) Layakah aku cemburu, sedang aku juga pernah menikmati konthol selain kontholnya? 3) Layakah aku cemburu sedangkan ia mengijinkanku untuk menikmati, eh... melatih putraku, 1 minggu penuh tanpa gangguan? 4) Layakah aku cemburu sedangkan aku menikmati orgasme2ku di setiap pagi dan petang dengan rangsang tubuh putraku tersayang? Jawabnya :Ya... Cemburu sih, namanya juga wanita, tapi hanya sedikit, sampai2 tak terlihat.. Hihihi... Tak perlu khawatir, keris itu tidak akan lari dari sangkarku. Keris itu dimiliki oleh lelaki bertanggung jawab. Disamping itu sangkarku dimiliki oleh seorang wanita spesial yang berbagi jiwa denganya. Kami jujur satu sama lain, terhadap pasangan dan terhadap diri sendiri, itulah kunci keberhasilan rumah tangga kami.

Selesai aku membereskan perlengkapan makan itu. Akupun memutuskan untuk mandi. Aku berjalan ke arah kamar mandi utama yang terletak disamping kamar utama kami.

"Terus dek... Masukin itu ke lubang pantat embak dek... Mainin dubur embak dek...aah.. Ah.. Ah...colok dek.. Jilat dek..." Suara itu terdengar mengiringi perjalananku.

"Heeemmm..." Nampaknya permainan mereka semakin panas. Kalau saja aku tak lelah mungkin aku akan ikut bergabung bersama mereka. Dasar para gadis darah dagingku.

Kamar mandi utama kami tergolong luas. Setelah pintu gesernya terbuka maka mata akan langsung berhadapan dengan cermin seluas dinding yang akan merefleksikan bayangan sang pembuka pintu. Dibawahnya terdapat bathup yang bisa dikatakan sebagai kolam kecil selutut, sebagai tempat berendam kami sekeluarga. Disebelah kiri akan nampak 2 buah set hand shower berjajar sebagai sarana bila kami sekeluarga mandi bersama, lengkap dengan 2 set rak peralatan mandi dan cermin kecilnya. Di sebelah kanan terdapat 3 pintu menuju ruangan toilet tersendiri untuk mengaksesnya. Time is opportunity, we want to use it efficiently. Barang tentu ada kamar2 mandi dan toilet2 lain untuk tamu asing sebagai formalitas untuk menampakan kesan sebagai keluarga utuh bahagia yang biasa2 saja. Tapi, seperti yang kalian tahu, bahwa sesungguhnya kami keluarga utuh yang "luar biasa" berbahagia.

Kubuka kran bathup dan ku set untuk setelan hangat agar aku dapat berendam melepaskan penat tubuhku. Penat setelah beradu dengan kenakalan putraku. Oops salah.., kenakalanku kepadanya

Kutanggalkan baju dan dalamanku satu persatu lalu ku taruh di keranjang baju kotor di samping pintu masuk. Tampak jelas olehku tubuh sintal ini di cermin. Tubuh yang telah mengandung 3 nyawa anak2u. 2 buah dada dengan set puting ereksinya, dan 1 set pinggul beserta asesoris2nya.
***Hidden content cannot be quoted.***
Kasihan anaku Rudi yang harus bertahan dari godaan keindahanya selama 5 hari ini.

"Ceer...cerr.. Ceer.. Curr.. ssesssrr" Kubasahi bagian2 tubuh binalku ini dibawah guyuran air dari hand shower yang masih berada di dudukannya. Kunikmati sensasi dingin menyejukan itu menjalar masuk dari ujung kepala hingga ujung kakiku. Kemudian kumatikan kranya kembali, untuk menghemat air selama aku mengurusi tubuhku dengan shampo dan sabun. Boros itu tidak baik!

Rambut panjang lepeku karena keringat, ku keramasi merata di setiap jengkalnya.
***Hidden content cannot be quoted.***
Kemudian kuambil sabun cair, kusapukan dimulai dari wajah, leher dan tengkuku. Kedua tanganku satu per satu sampai ketiak dan lalu beralih memutar dan meremas-remas ke kedua bongkah payudara montok favorit para penjantan itu, menyapu setiap detilnya, pentil dan areolaku.
***Hidden content cannot be quoted.***
Kemudian aku berusaha meraih dan menyapu seluruh permukaan punggung ku, sehingga membuat susu-susu bersabun itu menojol seolah akan meledak melepaskan isinya. Dari punggung turun ke bawah. Aku pun sedikit menungging untuk menyapu pantat sintal favorit putraku, belahannya sampai mentok, serta bibir lubang dubur penuh kerutan miliku. Kugosok-gosok sampai licin berdecit.
***Hidden content cannot be quoted.***
Beranjak menyapu turun ke perut melewati pusar dan sampai ke tumpukan jembut hitamku, itil, lubang kencing lalu bibir2 lubang senggamaku. Tercium aroma pesing ketika aku menggosok area itu, seluruh area kewanitaanku. Dari bau khas pejuh hampir kering yang lengket beralih ke aroma bunga yang berasal dari sabun. Kuambil hand shower itu kunyalakan lalu aku pun berjongkong untuk lebih detil membersihkan area itu. Mengobel-ngobel liang seksku untuk membersihkan sisa2 pejuh di dalamnya.

Yang tadi pagi terbentuk karena ulah si
Rudi. Oops.., salah lagi, Karena ulahku sendiri, kepada Rudi. "Ohh Eka.. Engkau sungguh terlalu".

Menggosok permukaan bagian dalamnya dengan dua jariku sambil membuka-bukanya sambil kusemprot air agar isinya mengalir keluar, hingga kurasa cukup bersih.
***Hidden content cannot be quoted.***
Geli rasanya ketika semprotan air itu menggelitik itil, permukaan area bibir tempiku dan masuk ke lubang peranakanku. Yang terakhir tentu saja kedua kakiku yang tak terlalu panjang itu kusabuni seacara menyeluruh.

Kubilas bersih sisa busa2 yang ada dari seluruh jengkal tubuhku, lalu berjongkok kembali melakukan ritual rutin, yaitu meyemprotkan air seniku ke lantai kamar mandi,

"Aaah...Suwis.. suwes.. wesewes.. Siirrr..seerrr... Krecek..krecek.."

sambil memejamkan mata menikmati sensasi lega namun geli itu. Membilas menceboki tempiku kembali, lalu berdiri mematikan kran shower, meletakan ke tempatnya, lalu berjalan menuju tempat perendaman hangat yang telah kusiapkan tadi.

"Clup..clup.." Suara kaki2ku masuk ke dalam kolam air hangat itu. Kuikat rambutku menggelung, lalu aku duduk berendam bersandar di tepianya sambil membilas-bilas tubuh atas dan kepalaku. Mengusir sensasi dingin untuk diganti dengan kehangatan.

"Ahhh... Nikmatnya.." Gumamku mensyukuri nikmat kamar mandi ini. Aku pun menyandarkan kepalaku di tepian banthup, memejam dan menghela nafas panjang merilekskan sisa ketegangan otot2ku di dalam air hangat yang meliputi seluruh tubuh sampai belahan dadaku. Payudaraku seolah mengapung bagai bola di wahana wisata pemandian.

Putraku sedang tidur dengan damai, Kedua putriku sedang nakal bermain dengan kelamin2 mereka di ruang tamu. Suamiku pasti sedang asyik berkenthu menikmati tempik ibu dan adik kandungnya atau tempik2 lainya. Tempiku pun sudah mendapat jatahnya. Just Perfect for This Momen. For all My Happy Family, Oops salah lagi.. Konthol putraku Rudi belum merasakan kedamaian sejak 5 hari yang lalu. Duh kan tempiku gatal lagi, membayangkan hal itu. Dasar tempik binal! Sudah bersih malah minta dikotori lagi. Aku cubit itilku keras agar rasa itu berlalu.

"Sreek...dek" Suara pintu tergeser menghantam pembatas, membuyarkan lamunanku.

Kedua putriku masuk dengan kondisi telanjang belepotan crayon di sebagian tubuh mereka. Wajah, dada, perut, dan selakangan mereka berwarna-warni bagai lukisan abstrak karya pelukis terkenal. "Main crayon kok bisa sampai begitu ya?" Tanyaku heran dalam hati. Untung jaman itu belum marak sosmed2 atau forum2 mesum. Hehehe.. HP aja masih yang tamtih(hitam putih).

"Ibuuuk..." Teriak seru Yuni sambil berlari kearahku, lalu langsung nyemplung ke bathup. "Byur.." lalu memeluku dari samping. Menempelkan kepalanya manja di dadaku.

Rini kakaknya, menutup pintu, lalu melemparkan seragam, pakaian dalam serta pakaian adiknya kedalam keranjang, kemudian mandi membersihkan crayon di tubuhnya di bawah guyuran shower.

"Ngapain aja sih kalian..?.. Kok blepotan crayon gini.." Cercaku spontan menyelidik, tertarik dan juga tergelitik.

"Itu buuk.. Taadiiii... kan aku nggambar pake crayon.. Terus Mbak Rini kan kepingin, terus minta aku jilatin ama gosok2 memeknya.. Terus mainin lubang pantatnya... Terus aku masuk-masukin crayon.. Terus mbak dorong keluarin.. Terus aku masukin lagi... Terus mbak keluarin lagi... Terus aku jilat2 lubang pantat mbak...Terus mbak gantian mainin memek aku.. Terus lobang pantat aku..."

"Ssstt.. Sudah2.. Ibu ngerti kok..." Menyela cerita Yuni anak bungsuku yang bercerita dengan nada imut itu. Khawatir kelamaan, lama2 buatku tak tahan. "Hemm.. " sungguh aku kepingin juga dimasuki crayon ke dalam lubang pantatku atau lubang tempiku. Gimana rasanya ya?

"Terus kalian pelukan berciuman, terus lanjut bergaya 69, lalu jilat2an kan?" Menebak kelanjutanya...

"BETUUL...100 buat ibuuk..!" tanggapanya bersemangat, sambil mengecup pipiku.

Kulirik Rini hanya senyum2 geli terkikik mendengar percakapan kami. Sambil memandikan tubuh muda warna warni belianya yang kelak akan menyaingiku.
***Hidden content cannot be quoted.***

Untuk mendapat konthol Ayahnya atau konthol Adiknya. Dan mungkin juga konthol2 lainya.

Kulepaskan pelukan Yuni lalu kugosok-gosok crayon yang menempel di tubuhnya. Yang ternyata sulit hilang tanpa disabun terlebih dahulu.

"Ayo ibu mandiin nak.." ajaku lembut kepada anak termudaku itu. Kami pun menuju ke sebelah Rini yang sudah hampir bersih,
***Hidden content cannot be quoted.***
dibawah hand shower satunya. Kusabuni putri bungsuku itu dengan kasih sayang. Membasuh pelangi buatan yang tercipta oleh birahi mereka. "Heem.. Yang di dalam anus sudah keluar sumua atau belum ya? Ah..sudahlah, toh nanti juga keluar waktu BAB, pasti babnya warna pelangi". Pikirku sejenak lalu terus menyabuninya.

"Eh besok... Kamu sudah siap kan sayang..?" Tanyaku kepada Rini

"Besok..?" Responya terheran.. Disertai kami menghentikan aktifitas kami sejenak.

Besok adalah waktu yang kami tunggu2, waktu dimana darah perawan putri kami akan mengalir di sepanjang konthol putra kami. Membuatnya sah menjelma menjadi wanita dari kegadisanya. Sah termiliki oleh putra kami. Sah menjadi wanita yang dapat menjalankan filosofi keluarga kami seutuhnya. A full fledge Setiawan's woman.

"Kamu akan bersatu dengan adikmu... Kegadisanmu... Yang akan kau berikan kepada adikmu.." Penjelasanku kepadanya sambil menatapnya serius.

Hand shower itu terjatuh dari gengamannya. Menggantung, membentur lantai berirama.

"Besok..?" Ujarnya seakan tak percaya mencoba mencerna ucapanku.

Tubuhnya bergetar seakan menggigil. Wajahnya memerah mengkerut, air matanya keluar dari ujung dalam kelopak matanya. Dia menutupi hidung dan mulutnya dengan tangan, menahan isak. Rasa haru itu pun menyentuhku. Aku tahu dia menanti-nanti momen itu sejak lama. Aku memeluknya erat. Yuni pun mengikutiku, kami bertiga berpelukan penuh rasa haru. Tubuh dan hati 3 perempuan ini bersatu bersentuhan saling memahami dan menguatkan.

"A..Aku siap ibu.. Aku su..sungguh siap... A..aku menginginkanya.." Ujarnya sesenggukan sambil menunduk.

"Sreek.. Dek... Ada apa ini? ", kami pun serentak menoleh ke arah pintu, dan melihat Mas Hendra dengan raut wajah keheranan.

(Bersambung)

***Hidden content cannot be quoted.***
mantap arbitrase

Chapter 7 : Memang sudah waktunya

Eka

Kulihat, anaku Rudi sudah tertidur lelap dalam pelukanku. "Heeemmmh", dehemku membangkitkan berat tubuhku yang baru saja terbaring disampingnya.

" Anak lanange ibu... " ucapku lirih sambil mengusap kepalanya perlahan. Kamu sudah besar sekarang. Aku melirik ke arah kontholnya. Konthol yang aku latih dan kubina 5 hari ini dengan rangsang, asupan gizi serta obat kimiawi. Konthol itu sudah bertambah besar. 12 cm tepatnya, bertambah 4 cm dari sebelumnya. Diameternya pun meningkat walau sedikit, yaitu menjadi 3 cm. Kantung zakarnya ikut membesar sebagai tanda meningkatnya daya tampung sperma. Entah akan menjadi sebesar apa kontholnya kelak jika dia sudah dewasa. Obat yang aku berikan memang dosis tinggi. Aku kerahkan pengetahuan sainsku untuk membuat ini terjadi. Dibantu koneksi2 kami, aku dan suami, untuk menyediakan pelatihan tersebut.

Ini tugasku, tugas yang kuemban dari suamiku, pemimpin kami. Dalam 1 minggu ini, Aku telah melatih anaku Rudi menjadi sosok yang lebih tangguh dari sebelumnya. Dari segi psikis maupun fisik. Membuatnya menahan untuk tidak ejakulasi, walaupun aku melakukan atraksi penggugah birahi untuk merangsangnya. Memberinya pengertian tentang arti sebuah kesabaran dalam seksualitas, serta membuatnya mengerti bahwa ini semua untuk kebaikannya. Ini pelatihan pertamanya, sebagai tanda masuknya ia ke dalam filosofi kami seutuhnya.

Ini tidak mudah, sungguh tidak mudah. Bagaimana aku harus menahan gejolak emosinya dan juga emosiku. Birahinya dan birahiku. Dia anak laki2ku satu2nya. Kesayanganku... Aku cinta dan sayang terhadap semua anak2ku. Tapi Rudi yang paling Kusayangi. Mungkin bisa dibilang tidak adil, tapi itulah kenyataannya. Hormon kami menarik satu sama lain secara alami. Apalagi ditambah kesadaran kami akan nikmat hubungan sedarah yang kami terima dengan senang hati. Kami ingini, kami mengerti dan kami turuti keinginan kami. Aku telah mengambil keperjakaanya dengan tempiku, tempik ibu kandungnya. Dan dia senang hati menyerahkanya. Walau kami berdua harus ambruk tak kuasa. Mungkin bukan hanya Rudi yang harus diberi pelatihan. Kenikmatan bersetubuh dengan anak sendiri sungguh tak bisa dibayangkan. Hanya bisa dilakukan dan dirasakan.

Dia pandai mengambil hati orang, terutama hatiku dengan rengekan manjanya, dengan teriakannya atau dengan ngambeknya yang membuat sisi keibuanku tak rela mengabaikanya. Sungguh aku tak rela, tapi ini semua kulakukan demi dia. Anak kesayanganku. Tak jarang aku hampir kalah oleh nafsuku dan berulang kali ingin merasakan kembali kontholnya di tempiku. Tapi untung aku dapat bertahan walau dengan paksaan, dengan menyakiti diriku sendiri.

Suamiku, pejantanku, memiliki visi besar untuk pewarisnya ini. Pewaris yang akan mewarisi kerajaan mewah kecilnya. Harta dan wanita2nya. Dia pria yang hebat, orang yang sangat hebat. Dia dapat mengayomi banyak orang. Banyak orang bersandar di dalam naunganya. Tapi sayang seribu sayang. Dia memiliki penyakit kronis yang dideritanya sejak dulu. Yang bermula beberapa saat sejak ayahnya tiada. Penyakit Meningitis kronis yang dapat mengambil nyawanya sewaktu-waktu. Terapi2 dari dokter2 ternama serta obat2an mahal yang bisa mempertahankan hidupnya untuk saat ini. Aku sudah tahu sejak lama, sudah sejak lahir anak pertama kami. Kami telah merundingkanya masak2. Yang ku harap saat ini bahwa semoga saja dia masih bisa bertahan sampai Rudi siap mengambil alih semuanya. Itulah mengapa dia menyegerakan pelatihan putra kami Rudi sedini mungkin. Dia mungkin takut kalau terlambat. Terlambat oleh sang waktu yang tak tentu. Apakah aku sedih? Ya, aku sedih jika aku memikirkanya. Tapi kesedihanku selalu terpendam oleh visi dan misinya yang dia bagi kepadaku. Seorang wanita yang dipilih untuk jadi permaisurinya. Untuk membangun keluarga ideal untuknya. Dan sepertinya dia masih sehat2 saja sampai saat ini. 13 tahun sudah aku bersuami dia, melahirkan 3 anaknya dan menikmati rasa bahagia denganya. Walaupun bukan aku seorang saja wanitanya.

Jam menunjukan pukul 13:55, aku tadi ketiduran setelah berhasil membujuk Rudi sarapan dan meminum dosisnya pagi tadi. Entah darimana ide2 cemerlang datang untuk melakukannya, selama 5 hari ini di setiap pagi dan petang. Mungkin dari sosok ibu yang ber-ide cemerlang, yang ingin melatih anaknya untuk berkembang. Berkembang menjadi perkasa di ranjang. Atau mungkin dari rasa sayang. Atau hanya sekedar dari nafsu binatang, dari seorang wanita jalang yang ingin konthol putranya menjadi perkasa dan menantang. "Maafkan ibumu ini sayang. Ibu benar2 ingin memilikimu. Duhai lelaki yang keluar dari rahimku"

Ku rapikan bajuku yang acak2an sehabis bertempur bertahan dengan kenakalan Rudi. Menata nampan dan beranjak keluar kamar dengan perlahan, agar aku tak membangunkan anaku sayang yang terlelap mengarung mimpi di atas ranjang.

"Ceki...lik.." kututup pintu kamar itu sepelan mungkin. Aku tersentak terkaget akan hal yang sepertinya tak asing.

"Ahh.. Ahh..aaah..Enak dek.. Pinter adek.. Ah...ah.ahh.." Terdengar dari arah ruang tamu suara anak pertamaku Rini.."heemm...pasti dia lagi main sama adiknya, Yuni. Dasar darah binalku.. Yang tak kenal tempat dan waktu kalau sudah mau", Pikirku.

Aku beranjak ke dapur untuk merapikan set peralatan nampan yang digunakan untuk sarapan Rudi.

"Suwis... Suwis...seeessss" bunyi kran air yang kuhidupkan untuk mencuci alat2 itu."Klotak.. Klotek.. Klotak..klotek..sek..sek..sek " suara beradunya penggosok serta alat makan yang saling bercumbu saat kubersihkan. Aku pun mengangan..

Tak terasa besok sudah hari Minggu. Tak terasa sudah 1 minggu aku melatih dan melayaninya. Oops salah.. Lebih tepatnya tak terasa aku telah dilayani olehnya.

Aku sangat bahagia ketika suamiku Mahendra memutuskan proses karantina Rudi. Yang barang tentu diantara orang rumah, akulah kandidat terbaik yang dia tunjuk sebagai korlap (koordinator lapangan), sedang dia adalah ketua umumnya. Dia memang pengertian, aku sayang suamiku. Itu kenapa aku mau dijadikan Istrinya 13 tahun lalu. Membangun mahligai rumah tangga yang ideal untuku dengannya. Rumah tangga yang ideal untuk seorang sundal sepertiku yang merupakan mantan gadis penjajal konthol profesional. Oops salah... Mantan gadis nakal single yang sekarang menjadi MILF nakal bersuami.

Urusan status penjajal konthol profesional, tak akan mungkin pernah jadi masa lalu bagiku. Hanya mungkin konthol2 yang kujajal lebih bersifat VIP dan VVIP. VIP untuk orang2 penting bagi karir bisnis suamiku, atau orang2 dekat yang dapat memberi manfaat bagi keluarga kami. Dan barang tentu konthol suami dan putraku tercinta yang menyandang status VVIP tersebut.

Ibuku seorang PSK(Perempuan Suka Konthol) sehingga aku juga seperti itu. Ayahku? Tak tahu dia konthol yang mana, tapi yang jelas dia salah satu konthol yang pernah masuk ke tempik Ibuku. Ibuku bernama Jessie, nama karirnya dari plesetan Jeng Sri, Ya.. Sri namanya, Sri Rupi'ah tepatnya, usianya saat itu 46 tahun. Dia telah naik kasta sebagai Madam Jessie, seorang germo ternama di kota kami. Sang pemimpin lokalisasi. Karirnya meningkat juga berkat suamiku Mahendra. Pria luar biasa binal, yang memilihku sebagai Istrinya. Ibuku dikenalkan dengan orang2 penting di kota kami. Memberinya arahan yang pas sehingga bisnisnya berkembang pesat. Suamiku sekarang mungkin sedang ngentot dengan Ibu dan adik kandungnya, atau Ibuku, mertuanya atau anak buah ibuku. Atau, mungkin juga wanita2 lain, selir2nya yang tersebar dimana-mana. Entahlah...

Memang begitulah kesepakatanya. Aku fokus ke Rudi, sedang dia akan mencari sangkar lain untuk membungkus dan menghangatkan keris pusakanya. Apakah aku cemburu ketika suamiku bersama wanita lain?... Sebelum ke pertanyaan itu biarlah aku instropeksi diri, 1) Layakah aku cemburu, sedangkan aku telah dipilih menjadi permaisurinya, wanita utamanya? 2) Layakah aku cemburu, sedang aku juga pernah menikmati konthol selain kontholnya? 3) Layakah aku cemburu sedangkan ia mengijinkanku untuk menikmati, eh... melatih putraku, 1 minggu penuh tanpa gangguan? 4) Layakah aku cemburu sedangkan aku menikmati orgasme2ku di setiap pagi dan petang dengan rangsang tubuh putraku tersayang? Jawabnya :Ya... Cemburu sih, namanya juga wanita, tapi hanya sedikit, sampai2 tak terlihat.. Hihihi... Tak perlu khawatir, keris itu tidak akan lari dari sangkarku. Keris itu dimiliki oleh lelaki bertanggung jawab. Disamping itu sangkarku dimiliki oleh seorang wanita spesial yang berbagi jiwa denganya. Kami jujur satu sama lain, terhadap pasangan dan terhadap diri sendiri, itulah kunci keberhasilan rumah tangga kami.

Selesai aku membereskan perlengkapan makan itu. Akupun memutuskan untuk mandi. Aku berjalan ke arah kamar mandi utama yang terletak disamping kamar utama kami.

"Terus dek... Masukin itu ke lubang pantat embak dek... Mainin dubur embak dek...aah.. Ah.. Ah...colok dek.. Jilat dek..." Suara itu terdengar mengiringi perjalananku.

"Heeemmm..." Nampaknya permainan mereka semakin panas. Kalau saja aku tak lelah mungkin aku akan ikut bergabung bersama mereka. Dasar para gadis darah dagingku.

Kamar mandi utama kami tergolong luas. Setelah pintu gesernya terbuka maka mata akan langsung berhadapan dengan cermin seluas dinding yang akan merefleksikan bayangan sang pembuka pintu. Dibawahnya terdapat bathup yang bisa dikatakan sebagai kolam kecil selutut, sebagai tempat berendam kami sekeluarga. Disebelah kiri akan nampak 2 buah set hand shower berjajar sebagai sarana bila kami sekeluarga mandi bersama, lengkap dengan 2 set rak peralatan mandi dan cermin kecilnya. Di sebelah kanan terdapat 3 pintu menuju ruangan toilet tersendiri untuk mengaksesnya. Time is opportunity, we want to use it efficiently. Barang tentu ada kamar2 mandi dan toilet2 lain untuk tamu asing sebagai formalitas untuk menampakan kesan sebagai keluarga utuh bahagia yang biasa2 saja. Tapi, seperti yang kalian tahu, bahwa sesungguhnya kami keluarga utuh yang "luar biasa" berbahagia.

Kubuka kran bathup dan ku set untuk setelan hangat agar aku dapat berendam melepaskan penat tubuhku. Penat setelah beradu dengan kenakalan putraku. Oops salah.., kenakalanku kepadanya

Kutanggalkan baju dan dalamanku satu persatu lalu ku taruh di keranjang baju kotor di samping pintu masuk. Tampak jelas olehku tubuh sintal ini di cermin. Tubuh yang telah mengandung 3 nyawa anak2u. 2 buah dada dengan set puting ereksinya, dan 1 set pinggul beserta asesoris2nya.
***Hidden content cannot be quoted.***
Kasihan anaku Rudi yang harus bertahan dari godaan keindahanya selama 5 hari ini.

"Ceer...cerr.. Ceer.. Curr.. ssesssrr" Kubasahi bagian2 tubuh binalku ini dibawah guyuran air dari hand shower yang masih berada di dudukannya. Kunikmati sensasi dingin menyejukan itu menjalar masuk dari ujung kepala hingga ujung kakiku. Kemudian kumatikan kranya kembali, untuk menghemat air selama aku mengurusi tubuhku dengan shampo dan sabun. Boros itu tidak baik!

Rambut panjang lepeku karena keringat, ku keramasi merata di setiap jengkalnya.
***Hidden content cannot be quoted.***
Kemudian kuambil sabun cair, kusapukan dimulai dari wajah, leher dan tengkuku. Kedua tanganku satu per satu sampai ketiak dan lalu beralih memutar dan meremas-remas ke kedua bongkah payudara montok favorit para penjantan itu, menyapu setiap detilnya, pentil dan areolaku.
***Hidden content cannot be quoted.***
Kemudian aku berusaha meraih dan menyapu seluruh permukaan punggung ku, sehingga membuat susu-susu bersabun itu menojol seolah akan meledak melepaskan isinya. Dari punggung turun ke bawah. Aku pun sedikit menungging untuk menyapu pantat sintal favorit putraku, belahannya sampai mentok, serta bibir lubang dubur penuh kerutan miliku. Kugosok-gosok sampai licin berdecit.
***Hidden content cannot be quoted.***
Beranjak menyapu turun ke perut melewati pusar dan sampai ke tumpukan jembut hitamku, itil, lubang kencing lalu bibir2 lubang senggamaku. Tercium aroma pesing ketika aku menggosok area itu, seluruh area kewanitaanku. Dari bau khas pejuh hampir kering yang lengket beralih ke aroma bunga yang berasal dari sabun. Kuambil hand shower itu kunyalakan lalu aku pun berjongkong untuk lebih detil membersihkan area itu. Mengobel-ngobel liang seksku untuk membersihkan sisa2 pejuh di dalamnya.

Yang tadi pagi terbentuk karena ulah si
Rudi. Oops.., salah lagi, Karena ulahku sendiri, kepada Rudi. "Ohh Eka.. Engkau sungguh terlalu".

Menggosok permukaan bagian dalamnya dengan dua jariku sambil membuka-bukanya sambil kusemprot air agar isinya mengalir keluar, hingga kurasa cukup bersih.
***Hidden content cannot be quoted.***
Geli rasanya ketika semprotan air itu menggelitik itil, permukaan area bibir tempiku dan masuk ke lubang peranakanku. Yang terakhir tentu saja kedua kakiku yang tak terlalu panjang itu kusabuni seacara menyeluruh.

Kubilas bersih sisa busa2 yang ada dari seluruh jengkal tubuhku, lalu berjongkok kembali melakukan ritual rutin, yaitu meyemprotkan air seniku ke lantai kamar mandi,

"Aaah...Suwis.. suwes.. wesewes.. Siirrr..seerrr... Krecek..krecek.."

sambil memejamkan mata menikmati sensasi lega namun geli itu. Membilas menceboki tempiku kembali, lalu berdiri mematikan kran shower, meletakan ke tempatnya, lalu berjalan menuju tempat perendaman hangat yang telah kusiapkan tadi.

"Clup..clup.." Suara kaki2ku masuk ke dalam kolam air hangat itu. Kuikat rambutku menggelung, lalu aku duduk berendam bersandar di tepianya sambil membilas-bilas tubuh atas dan kepalaku. Mengusir sensasi dingin untuk diganti dengan kehangatan.

"Ahhh... Nikmatnya.." Gumamku mensyukuri nikmat kamar mandi ini. Aku pun menyandarkan kepalaku di tepian banthup, memejam dan menghela nafas panjang merilekskan sisa ketegangan otot2ku di dalam air hangat yang meliputi seluruh tubuh sampai belahan dadaku. Payudaraku seolah mengapung bagai bola di wahana wisata pemandian.

Putraku sedang tidur dengan damai, Kedua putriku sedang nakal bermain dengan kelamin2 mereka di ruang tamu. Suamiku pasti sedang asyik berkenthu menikmati tempik ibu dan adik kandungnya atau tempik2 lainya. Tempiku pun sudah mendapat jatahnya. Just Perfect for This Momen. For all My Happy Family, Oops salah lagi.. Konthol putraku Rudi belum merasakan kedamaian sejak 5 hari yang lalu. Duh kan tempiku gatal lagi, membayangkan hal itu. Dasar tempik binal! Sudah bersih malah minta dikotori lagi. Aku cubit itilku keras agar rasa itu berlalu.

"Sreek...dek" Suara pintu tergeser menghantam pembatas, membuyarkan lamunanku.

Kedua putriku masuk dengan kondisi telanjang belepotan crayon di sebagian tubuh mereka. Wajah, dada, perut, dan selakangan mereka berwarna-warni bagai lukisan abstrak karya pelukis terkenal. "Main crayon kok bisa sampai begitu ya?" Tanyaku heran dalam hati. Untung jaman itu belum marak sosmed2 atau forum2 mesum. Hehehe.. HP aja masih yang tamtih(hitam putih).

"Ibuuuk..." Teriak seru Yuni sambil berlari kearahku, lalu langsung nyemplung ke bathup. "Byur.." lalu memeluku dari samping. Menempelkan kepalanya manja di dadaku.

Rini kakaknya, menutup pintu, lalu melemparkan seragam, pakaian dalam serta pakaian adiknya kedalam keranjang, kemudian mandi membersihkan crayon di tubuhnya di bawah guyuran shower.

"Ngapain aja sih kalian..?.. Kok blepotan crayon gini.." Cercaku spontan menyelidik, tertarik dan juga tergelitik.

"Itu buuk.. Taadiiii... kan aku nggambar pake crayon.. Terus Mbak Rini kan kepingin, terus minta aku jilatin ama gosok2 memeknya.. Terus mainin lubang pantatnya... Terus aku masuk-masukin crayon.. Terus mbak dorong keluarin.. Terus aku masukin lagi... Terus mbak keluarin lagi... Terus aku jilat2 lubang pantat mbak...Terus mbak gantian mainin memek aku.. Terus lobang pantat aku..."

"Ssstt.. Sudah2.. Ibu ngerti kok..." Menyela cerita Yuni anak bungsuku yang bercerita dengan nada imut itu. Khawatir kelamaan, lama2 buatku tak tahan. "Hemm.. " sungguh aku kepingin juga dimasuki crayon ke dalam lubang pantatku atau lubang tempiku. Gimana rasanya ya?

"Terus kalian pelukan berciuman, terus lanjut bergaya 69, lalu jilat2an kan?" Menebak kelanjutanya...

"BETUUL...100 buat ibuuk..!" tanggapanya bersemangat, sambil mengecup pipiku.

Kulirik Rini hanya senyum2 geli terkikik mendengar percakapan kami. Sambil memandikan tubuh muda warna warni belianya yang kelak akan menyaingiku.
***Hidden content cannot be quoted.***

Untuk mendapat konthol Ayahnya atau konthol Adiknya. Dan mungkin juga konthol2 lainya.

Kulepaskan pelukan Yuni lalu kugosok-gosok crayon yang menempel di tubuhnya. Yang ternyata sulit hilang tanpa disabun terlebih dahulu.

"Ayo ibu mandiin nak.." ajaku lembut kepada anak termudaku itu. Kami pun menuju ke sebelah Rini yang sudah hampir bersih,
***Hidden content cannot be quoted.***
dibawah hand shower satunya. Kusabuni putri bungsuku itu dengan kasih sayang. Membasuh pelangi buatan yang tercipta oleh birahi mereka. "Heem.. Yang di dalam anus sudah keluar sumua atau belum ya? Ah..sudahlah, toh nanti juga keluar waktu BAB, pasti babnya warna pelangi". Pikirku sejenak lalu terus menyabuninya.

"Eh besok... Kamu sudah siap kan sayang..?" Tanyaku kepada Rini

"Besok..?" Responya terheran.. Disertai kami menghentikan aktifitas kami sejenak.

Besok adalah waktu yang kami tunggu2, waktu dimana darah perawan putri kami akan mengalir di sepanjang konthol putra kami. Membuatnya sah menjelma menjadi wanita dari kegadisanya. Sah termiliki oleh putra kami. Sah menjadi wanita yang dapat menjalankan filosofi keluarga kami seutuhnya. A full fledge Setiawan's woman.

"Kamu akan bersatu dengan adikmu... Kegadisanmu... Yang akan kau berikan kepada adikmu.." Penjelasanku kepadanya sambil menatapnya serius.

Hand shower itu terjatuh dari gengamannya. Menggantung, membentur lantai berirama.

"Besok..?" Ujarnya seakan tak percaya mencoba mencerna ucapanku.

Tubuhnya bergetar seakan menggigil. Wajahnya memerah mengkerut, air matanya keluar dari ujung dalam kelopak matanya. Dia menutupi hidung dan mulutnya dengan tangan, menahan isak. Rasa haru itu pun menyentuhku. Aku tahu dia menanti-nanti momen itu sejak lama. Aku memeluknya erat. Yuni pun mengikutiku, kami bertiga berpelukan penuh rasa haru. Tubuh dan hati 3 perempuan ini bersatu bersentuhan saling memahami dan menguatkan.

"A..Aku siap ibu.. Aku su..sungguh siap... A..aku menginginkanya.." Ujarnya sesenggukan sambil menunduk.

"Sreek.. Dek... Ada apa ini? ", kami pun serentak menoleh ke arah pintu, dan melihat Mas Hendra dengan raut wajah keheranan.

(Bersambung)

***Hidden content cannot be quoted.***
 
Chapter 8: Kupersiapkan Semua Untuknya

(Rini)

Pukul 18 :00, Aku berada di kamar pribadiku membereskan kamarku, menyemprot wewangian dan menatanya serapi mungkin. Sprei dan sarung bantal kuganti dengan warna putih bersih. Buku2 dan peralatan sekolah kumasukan ke dalam almari. Gorden pun kuganti dengan yang baru. Tak lupa aku menaburkan bunga diatas ranjangku.
[HIDE]
images_34.jpg
[/HIDE]

Kamar pribadiku serupa dengan kamar gadis2 seumuranku pada umumnya. 1 ranjang tidur single, meja belajar, dan almari pakaian. Yang berbeda hanyalah beberapa penggunannya sehari-hari.

Kamar itu kugunakan untuk urusan sekolah, pertemanan dan pelajaran, atau tempatku menyendiri sesaat dari hiruk pikuk keluarga, aku kadang memerlukan waktu untuk sendiri. Tak jarang Rudi dan Yuni juga masuk dan menemaniku di kamar ini untuk mengobrol dan bersenda gurau. Tak jarang pula kami melakukan seksualitas ringan di dalamnya antara adik dan kakak. Itulah perbedaanya.

Tadi sore Ayahku masuk ke kamar mandi ketika mendengar isak tangis haruku. Melihatku dipeluk oleh ibu dan adiku. Singkat cerita kami menjelaskan kepadanya tentang apa yang terjadi. Tangisku adalah tangis haru, ketika ibu menyampaikan bahwa besok aku akan menyerahkan kegadisanku kepada Rudi, adik laki2ku tercinta. Tentu Ayahku mengerti, karena dari awal, dialah sang master planner untuk semua ini.

"Nduk... Kamu persiapkan segalanya.. Batin dan fisikmu untuk hari besar yang akan terjadi besok... "

"Ayah, Ibu dan adikmu Yuni akan mendampingi kalian.. Kami akan membimbing kalian melaksanakan prosesi tersebut.."

" Tenang, Ayah akan mengurus ijin untukmu agar kamu dan Rudi bisa libur 2 hari.. Kau milik Rudi dan Rudi milikmu untuk 3 hari ke depan"

Ucapan kalimat2 berwibawa darinya menjelaskan kepadaku. Yang setelah itu tersusul oleh isak tangis haru bahagiaku. Dan pelukanku kepada Ayahku, Mahendra setiawan.

Setelah kami semua selesai mandi, Ayah dan Ibu pergi ke kamar Rudi. Mereka mengajak Rudi untuk dimandikan. Tidak dengan mandi kembang, tapi hanya mandi dengan air hangat biasa. Sambil diberi arahan tentang prosesi sakral kami. Ya! Bisa dibilang ini pernikahan kami. Pernikahan antara Adik laki2 dan Kakak perempuanya, Rudi dan Rini, diriku.

Semuanya menjadi jelas sekarang, 1 minggu kami tidak dipertemukan, adalah prosesi pingitan dalam adat jawa. Prosesi yang dianggap wajib bagi orang2 yang akan melangsungkan pernikahan. Sebagai penambah rindu dan kasih untuk para mempelai.

Kamarku adalah kamar pengantinya. Rudi mempelai prianya dan aku istrinya.

"Hiks...hiks..." Aku kembali terisak, terduduk di tepian ranjang pengantin yang telah kutata rapi, bersih dan wangi.

Akhirnya.. Kegadisanku ini akan kuberikan kepada adiku, akhirnya aku akan menjadi miliknya. Akhirnya penantian itu berakhir sudah, yang akan membuat aku menjadi wanita seutuhnya. Menjadi seorang wanita Setiawan sejati. Aku sungguh2 bersyukur dan bahagia. Sungguh aku ingin membalas budi kepada kedua orang tuaku sesegera mungkin, karena memberi anugrah ini kepadaku.

Kusapu air mataku, lalu aku beranjak keluar kamar. Setelah aku keluar dari kamar pengantinku, aku beranjak ke dapur. Aku menemukan Ibu sedang mempersiapkan makan malam. Aku terdiam tertunduk mendampinginya menata piring dan makanan.
[HIDE]
20170706_003129.jpg
[/HIDE]

"Kamar kamu sudah kamu beresin nduk?.."

"Sudah Bu, sudah beres semua..." Jawabku terhadap pertanyaanya..

"Kamu sudah siap betulan kan?" Tanyanya kembali, yang kubalas dengan anggukan2 tersipu.

"Syukurlah kalau begitu.. Kamu tenang saja.. Ibu akan membimbing Rudi malam ini... " ujarnya seraya wajahnya memerah.

"Ibu akan membimbing Rudi malam ini..?" Tanyaku, meyakinkan apa yang barusan kudengar

"Ya...ibu akan membimbingnya, ibu akan berperan sebagai kamu malam ini... Mengurangi nafsunya, yang telah terbendung selama 5 hari... Agar dia sedikit waras dan kamu tidak kesakitan besok" balasnya tersenyum bahagia, dan menggigit bibir bawahnya.
[HIDE]
unnamed_3.gif
[/HIDE]
Wait a minute. This is absurd, tunggu dulu, ini sungguh aneh. Ibuku, ibu kandung calon mempelai wanita, akan bersetubuh dengan calon mempelai pria semalam sebelum pernikahan mereka. Sedangkan ia sekaligus Ibu kandung calon mempelai pria tersebut. Pusing aku, entah karena ini pertama kali buatku, ataukah karena aku cemburu. Cemburu kepada ibuku, yang nanti akan berkenthu dengan calon suamiku, atau cemburu kepada calon suamiku yang akan dikenthu oleh ibu kandungnya? Sungguh aku pusing saat itu. Aku ingin marah kepada wanita itu, namun dia ibuku, aku ingin marah kepada pria itu, namun dia adiku, dan dia tak bersalah.

"Huf..huf...h.huhff"
Nafasku tersengal, ingin menangis, tangisan amarah tertahan. Tega2nya dia yang sudah memisahkan aku dengan Rudi, memonopoli tubuh Rudi selama 1 minggu, masih ingin menggagahinya, 1 malam sebelum malam pertamaku denganya. Sungguh aku ingin menjambaknya saat itu. "Tapi dia IBUKU!" hatiku meneriaki diriku untuk menenangkanku.

Sungguh raut wajahnya berubah menunjukan tanda gairah. Dasar wanita murah, yang tempiknya mudah basah. Gampang pasrah dan mendesah, ketika melihat palkon berwarna merah. SERAKAH, BEDEBAH!

"Bu.. gimana kalau prosesinya nanti malam saja, gak usah besok?.. Aku gapapa kok..!" Aku tak hilang akal, mencoba mempertahankan hak-ku, entah hak yang mana, aku juga bingung.

Dia meliriku penuh tanda tanya, terdiam sejenak, lalu berkata

"Kontholnya Rudi semakin besar lho.. Gak kayak yang kemaren.. Sedang kamu kan masih perawan.. Masih masa pertumbuhan lagi... Kayak kamu gak tahu aja kalau Rudi itu pendendam.. Emang kamu sanggup menghadapi dendam birahi Rudi yang terkumpul 5 hari?" Penjelasanya panjang lebar.

"Sa..Sanggup kok.. Aku kan kakaknya, aku kan anak Ibu dan Ayah", badanku bergetar memberanikan diri, tepatnya sok berani, tak peduli, padahal aku ciut nyali. Ciut nyaliku memikirkan adiku, yang tahu benar bahwa kalau sudah meledak, bisa heboh dunia persilatan. Ilmu silatnya bukan main2 jeng, jilatanya, goyangan pinggulnya, jambakanya, gosokanya, otot2nya, dan juga mentalnya. Apalagi ditambah pedangnya semakin besar sekarang. 1 kali tusuk pasti berdarahlah aku. Apalagi besok pertama kalinya aku ditusuk, dan pasti akan ditusuk berkali-kali. Muncrat2 deh! Keringat dinginku mengalir keluar dari tengkuk dan punggungku.

"Jangan deh.. Kasihan kamunya...!" Jawabnya sambil membawa piring2 itu ke meja makan, meninggalkanku yang termenung seorang diri, memandangi set kompor dan wastafel. Termenung bimbang mengambang, bagai pasir diterpa gelombang.

"Rini, ayo ke sini makan sama2..!" Suara Ayahku membubarkan meeting tak bersuara, antara aku, kompor dan wastafel.

Akupun berjalan menunduk tak bergairah, dengan wajah yang memerah menuju meja makan dengan gaya orang yang sedang gundah.

Sampailah aku di tempat makan keluarga. Ada Ayah dan adiku Yuni sudah duduk dan menciduk-ciduk makanan. Sedang Ibuku telah menghilang.

"Lho.. Ibu mana Yah?"

"Ngasi makan Rudi..!"

Jedyar.. Badub.. Badub..badub.. Gila.. Sungguh aku gila. Atau wanita itu yang sudah gila.. Atau keluarga ini? Aku terduduk lemas di kursi tepat di sebelah ayahku, diseberang adik bungsuku. Terdiam, tersedu, tak berselera.

"Makan yang banyak nduk.. Jangan buat besok jadi gagal..!" Ujar ayahku mengingatkan.

"Iya yah" jawabku singkat, lalu mengambil piring, nasi dan lauk kemudian mulai makan.

Pikiranku tetap melayang ke arah kamar Rudi, dimana Ibu sedang mengantarkan makanan. Dan aku yakin, sungguh yakin bahwa dia tidak akan keluar lagi malam ini dari kamar itu. Berkenthu, mengumbar gairah nafsu dengan anak laki2 satu2nya, Rudi, calon suamiku. Menikmati pejuh yang tersimpan 5 hari, mengosongkan kantung zakar yang penuh birahi, tanpa henti. Menikmati sensasi libido di tempiknya yang tak tahu diri, "Apakah besok masih ada sisa untuk tempiku ini?" Tanyaku dalam hati. Tak mungkin, aku kenal Ibuku.

"Nanti kamu minum obat ya..!" Kata ayahku, yang sekali lagi membubarkan lamunanku.

"O..obat a..apa Yah?" Tanyaku terbata.

"Obat perangsang, obat tidur, dan pil KB" jawabnya sambil meneruskan makan. "Ini ayah sudah siapkan" dia menyodorkanya kepadaku yang dia ambil dari kantong bajunya. Ayahku memakai kemeja dan boxer untuk bawahanya.

"I..iya Yah..", tentu saja, obat perangsang akan mengurangi sakit di kemaluanku besok, obat tidur akan membantuku istirahat malam nanti dan tentu saja pil KB untuk mencegahku hamil, aku masih terlalu muda untuk itu. Akan rumit untuk kehidupanku saat ini, walau sungguh aku tak keberatan jika itu terjadi. Tapi aku tak boleh egois, demi kami sekeluarga.

" Ayah, ba..bagaimana, ka..kalau.. Ayah saja yang mengambil keperawananku, malam ini?"

"Uuhuk.. Uhug... Uhuek.."

"Aduh, maaf Yah.. Aduh.." Aku menyerahkan segelas air putih, kepada Ayah yang tersedak kaget karena ucapku. Adiku Yuni terdiam bengong melihat kami.

"Aaahh... " nafasnya lega setelah minum air itu, terdiam mengatur nafas, sambil terlihat berpikir.

"Kamu itu nduk, bikin ayah kaget aja..." Sambungnya lembut setelah nafasnya stabil.

"Keperawananmu dan adikmu Yuni, itu milik Rudi.. Gak ada yang lain.. Titik!" Lanjutnya tegas..

"Bukannya Ayah gak mau lho ya, kamu jangan salah paham, siapa sih yang gak mau di kasih keperawanan gadis secantik kamu?" Ujarnya menjelaskan.

"Nih buktinya, konthol ayah langsung ngaceng dengan cuma memikirkan hal itu sesaat." Terusnya, Sambil menunjuk ke arah bawah, ke arah selakanganya.

Yuni, dengan polos mengintip ke bawah meja..

"Eh iya.. Beneran lho mbak.. Ayah ngaceng.. Haha" ujarnya lucu tidak tahu situasi. Menertawai gumpalan menggunung dibalik boxer itu.
[HIDE]
IMG_20170706_004456.jpg
[/HIDE]
"Kalau kamu gak kuat nahan nafsu, ntar malam ayah jilatin tempik kamu, sampai kamu tidur.."

"Yuni juga ya Yah.." Yuni tak mau ketinggalan.

Kami bertiga pun tertawa terkikik atas kejadian ini. Aku pun terdiam tak melanjutkan pembicaraan. Entah kenapa aku melontarkan perkataan itu, ingin memberikan keperawananku kepada Ayahku secara tiba2, 1 malam sebelum impianku yang kujaga selama ini terkabul. Mungkin saat itu aku ingin balas dendam kepada Rudi, toh keperjakaanya juga bukan miliku, milik ibuku. Dan semalaman ini dia menikmati tempik selain tempiku, tempik yang tidak lain adalah tempik ibuku.

"Emang kenapa sih, Nduk..kok tiba2 gitu..?"

"Eh..a.anu... Kan Rudi belum pe..pengalaman.. Aku jadi ..."

"Hahaha... Makanya itu.. Kamu akan jadi pengalaman pertamanya, mendapatkan keperawanan seorang gadis..!" Potongnya tanpa ragu.

"I ..iya juga sih, Yah..hehe", sambutku.

Untung saja ayahku bukan orang yang berpikir terlalu dalam tentang perasaan. Dia orangnya gak baperan. Logis, strategis, dinamis, praktis dan manis. Semoga Rudi kelak akan menjadi sosok seperti dia. Sungguh ku berharap. Dan setelah kupikir-pikir benar juga ya, aku akan menjadi wanita perawan pertama untuk Rudi. Jika ada quis yang bertanya " Rudi, siapa wanita pertama yang kau perawani?" Dia akan menjawab dengan tegas, "Mbaku tercinta, Rini Setiawan..!" BETUUL... 100 buat Mas Rud! dan jika Yuni sebagai penanyanya.

"Hi..hi..hi.." Tanpa sadar aku tertawa terkikik, hanyut dalam lamunanku. Lamunan manis tentang aku dan dia.

"Mbak Rini gila.. Ketawa-tawa sendiri..haha" gantian Yuni yang membangunkanku dari anganku.

"Huss..itu makanya dihabiskan!" Cercaku kepadanya, untuk menyembunyikan rasa maluku, yang disambung dengan senyum manis Ayahku. "Terima kasih Ayah, engkau telah mengembalikan semangatku, lelaki yang aku sayangi", ucapku dalam hati. Biarlah ibuku menggagahinya malam ini. Karena besok dia akan menggagahiku, aku dan keperawananku. Yang tak mungkin Ibu bisa memberikan hal yang sama. Aku kembali tersenyum-senyum sendiri. YES!

" Tuh kan gila...!"

"Huusss.. Yuni, dibilangin, makananya dihabisin dulu..!

" Udah habis..weekk!" Sambungnya secepat kilat..

Memang demikian, tinggal aku seorang yang belum selesai makan. Ayah juga telah selesai, lalu beranjak ke ruang keluarga diikuti dengan Yuni. Tinggal aku seorang, menghadapi piring yang masih berisi separuh. Kulanjutkan untuk menghabiskan sisa makanan2 itu dengan penuh senyum dan semangat, sambil nyengir2 kuda.

"Ahh...ahh..ahhh... Terus cah ganteng.. Terus.. Lampiaskan.. Lampiaskan... Ahh..ahhh.."

Terdengar sayup2 erangan2 dari arah kamar Rudi. "Klotak" membuatku berhenti menggerakan sendok-garpu ditanganku, dan juga kunyahanku.

"Ibuuk.. Ibuukk...ibuk.." Diteruskan oleh suara anak laki2 baru baligh, adiku, calon suamiku.

Membuat nafsu makanku lari terbirit, dan menghilang tanpa jejak. Tidak seperti malam2 sebelumnya. Malam ini memang sedikit lain, sedikit berat buatku. Aku segera memuntahkan makanan yang belum tertelan ke atas piring, merapikan piring Ayah dan Yuni, serta piringku, menata piring2 makanan. Kuambik segelas air lalu kuteguk bersama obat yang Ayah berikan. Kemudian segera beranjak ke dapur membawa piring2 kotor itu. Melewati kamar Rudi, yang membuat suara2 itu terdengar semakin jelas ditelingaku.

"Ahh...ah..ahh.. Habiskan nak.. Kosongkan.. Zakarmu... Malam ini.. Setubuhi ibumu sepuasnya.. Aku takan lari seperti sebelumnya... Aku milikmu...!"

Kupercepat langkahku ke dapur, kuletakan piring2 itu diwastafel memakai celemek, dan mulai mencucinya.

"Ceeerr.. Sswosssshh... Kreccekk", kunyalakan kran wastafel sekencang mungkin sebagai peredam suara2 yang terasa bising di telingaku. Yang ternyata tidak membantu.

" uuaah.. Uahhh... Uahh.. Enak le..enak..le... Ahh.. Ahhh..ahh...!"

Hiks.. Hiks.. Hiks, Air mataku menetes, kusapu mataku, "Jancok!" ada sabun ditanganku. Membuat mataku semakin pedih, "jancok..jancok..!" Umpatku lirih berkali-kali berusaha menghilangkan rasa pedih itu dengan mencuci muka. Sulit sekali rasa pedih itu hilang, lebih sulit dari biasanya.

Piring2 itu pun telah bersih, aku segera menaruh celemek, dan berjalan cepat "duk duk duk duk"sambil menghentakan kakiku keras ke lantai pada setiap langkahku. Ke lantai tak bersalah yang menjadi pelampiasan emosiku. Menuju ruang keluarga.

"Aarrggh.. Aku methu buuk.. Aku keluar... Terima pejuhku buu.."
"Ahhhhhh..ahhhhh..arrghhhh...tuangkan le..." Suara ibu dan anak itu sahut menyahut bak sedang duet menyanyi.

"Jancok!" Umpatku tepat di depan kamar itu. Kamar sepasang ibu dan anak sedang ngentot tak terkendali, tak tahu diri. Diri ini, diriku ini! Rini yang emosi!

Sampai aku di ruang keluarga, langkahku terhenti kaget melihat pemandangan yang sebenarnya tak asing, Yuni sedang menyepong konthol Ayah, yang sudah tak memakai boxer, dengan giatnya.

"Mmmfh.. Slurp..slurp.. Haaah, ah, hah" Suara Yuni, yang menyedot-nyedot palkon ayah kandungnya, diselingi menjilatinya memutar-mutar, bagai bermain-main.
[HIDE]
s_EXY_GIF_04.gif
[/HIDE]

Sore itu Yuni mengenakan baju terusan selutut warna kuning, sedang aku warna hijau, kami wanita2 dirumah ini memang jarang memakai celana. Agar mudah melakukan "plug-in-play", atau " lick-in-play" khusus untuk Aku dan Yuni untuk sementara ini.

Kupelorotkan CD polosku lepas, lalu aku lempar ke kepala Ayahku. Dia tekaget, menoleh kearahku yang sedang menghampirinya. Tersenyum nakal, lalu mengendus-endusnya dan menjilatinya.

Aku berada di hadapanya, aku condongkan tubuhku ke arahnya, kulumat mulut Ayah, yang masih tertutupi oleh CDku. Mulutku, CDku dan mulut ayahku, bergumul, bergulat.

Basah, tempiku basah, tangan kananku menopang ke sandaran sofa, sedang yang kiri bermain dengan itilku.

"Mhmmf...mhmff..mhmmmf..", tangan kiri kekar itu menyentuh dadaku, memutar-mutar begantian kiri dan kanan. Sedang yang kanan memegang lembut kepala Anak bungsunya Yuni, adiku. Yang mem-BJnya liar dengan mulut imutnya.
[HIDE]
s_EXY_GIF_08.gif
[/HIDE]
" mmhmmf, mhhmmf..mhhmf" Akhirnya suara2 bising dari kamar Rudi telah sirna dari telingaku, berganti melody birahi, antara Ayah dan kedua putrinya yang sedang nikmat berinteraksi. Merem dan melek bergelut malawan birahi.

Eeeehhhmm... Ehhhmmff...ah..ah ah.." tubuhku bergetar merasakan orgasme pertamaku, menggigil hangat dan nikmat. Aku ambruk ke dada bidang Ayahku, jatuh ke pelukan pria sang wali pelindungku. Dibelaianya kepalaku dengan lembut, sementara aku masih menikmati orgasme.

"Aah.. Bagus Nak. .Ahh... Bagus cah ganteng.. Tambah te.. terus...ah..ah.ah Percepat.. Sodok.. Aaahh...Tempik I..ibumu..."

Suara itu terdengar lagi, Menyadarkanku dari orgasmeku. Aku bangkit dari pelukan Ayahku, aku berdiri naik ke atas sofa, memunggungi Ayahku, menghadap Yuni yang sedang menikmati lolipopnya. Lolipop konthol milik Ayahnya.

Pantatku tepat di depan wajah Ayah, tepat didepan mulut dan hidungnya, kurasakan nafas hangat miliknya menampar geli bongkahan belahan pantatku. Aku buka belahan itu, lalu dengan sigap Ayah menempelkan wajah berkumisnya ke dalamnya. Anusku tertusuk mancung hidungya, sedang lubang senggamaku disapu dengan lidahnya. Kumis itu menggelitik bagian diantaranya. Aku goyang binalkan bantatku untuk menikmati wajah macho ayahku, liar, tak terkendali.
[HIDE]
tumblr_n5eao74_Ihc1t7q823o2_400.gif
[/HIDE]

Ahhh..ahh..Ayahh...Ayah... Enak.. Yah", kicauku tak kuasa.

Tangan kirinya menggosok dan mepermainkan itilku, pelan tetapi pasti, berangsur semakin keras. Tanganku bersandar di perbatasan antara paha dan lututku. Menikmati sensasi geli di dubur, dan vagina basahku. Mendongak-dongak kejang, bagai sedang menari erotis, mengangkang-menutup, kedua kakiku merespon rasa itu.

Ku lihat adiku Yuni, lalu kuludahi dia dari atas.. "Juh", ludah itu mengenai dahinya. Dia berhenti, menatapku, dengan tatapun keheranan. Aku membuka mulutku lalu menujuknya, lalu menunjuk kearahnya. Dia mengerti lalu dia berdiri memegang kepalaku, lalu melumatnya.

"mmmfhh..sluurrp..sluurpp" kuhisap hisap, mulut dan lidahnya. Kusapu gigi serta sela2nya.

Lalu aku beranjak turun dari kursi, meninggalkan rasa geli di sekanganku, sambil terus bercumbu mesra dengan Yuni. Dua gadis belia sekandung itu bergumul panas di depan mata Ayah mereka. Kuangkat baju nya, sehingga dia hanya memakai CD, lalu gantian aku angkat bajuku, sehingga telanjang lah aku..

Mhmmff.. Aku peluk adiku Yuni, kugerayangi kepala, punggung, dan pantat sintalnya. Sambil kudorong perlahan mendekati meja. Kutidurkan dia dimeja. Kupelorotkan CDnya, sehingga terpampang jelas memek imut bocah cantik itu. Aku berjongkok melumat tempik mulus licin tak berjembut itu dengan lahapnya.
[HIDE]
bdsmlr_188_Sl_E4b8_F6u_D1.gif
[/HIDE]
"Slurrp.. Slurrp..ahh..Mbak Rin.. Enak Mbak Rin..ahh.." Desahanya, menyahuti sedotan dan jilatanku. Kurasakan kepala Ayah menelusup kebawah selakanganku. Pinggulku ditariknya ke bawah sehingga aku tertuduk. Ya! Terduduk di kepala Ayahku. Dijilatinya memeku dengan penuh perhatian secara perlahan.


"Huaah.." kepalaku terdongak ke atas begitu geli dan nikmat. Ayah melumat bibir bawahku, tangan kirinya memegangi pinggulku, sedang yang kanan mengocok konthol-nya sendiri yang tadi dibasahi oleh liur Yuni. Aku kembali melumat tempik Yuni sambil, 2 jari tangan kananku, mengobok-obok dubur Yuni keluar-masuk.
[HIDE]
bdsmlr_170_l_KIK55_MEKs1.gif
[/HIDE]
Tangan kiriku memegangi pangkal kaki Yuni, agar tidak lari. Pinggulku bergoyang mengenthu wajah Ayahku berputar, bagai sedang mengebor,
[HIDE]
17158876.gif
[/HIDE]

sedang mulutku memakan tempik adiku Yuni.

"Mbakk..aku methu..mbak... Ahh..ahh...ahh" tubuhnya mengejang, punggungnya menekuk, lalu membanting ke atas meja berlulang kali "dak..dak..dak" suara punggung Yuni beradu dengan meja. Aku tak melepas kulumanku darinya terus memakan lendir2 cinta darinya. Tubuhku terasa memanas .

"Hhmmf...hmmff.. Hmmmf", Aku menyusulnya..tubuhku bergetar menerima orgasmeku yang kedua kalinya. Nafasku tersengal pendek. Kakiku lemas tak kuasa menopang badanku, aku pun terduduk ngesot dan menindih kepala Ayahku, dengan seluruh berat badanku. " jeduk" suara kepala ayahku terbentur lantai. Dia tak bergeming dan tetap terus melahap tempiku. Tangan kananya mengocok batang itu semakin keras.

" aahhh...ahhh..ahh.." Aku mendesah ketika tempik orgasmeku menekan kuat ke tekstur wajah Ayahku. Kumis itu memberi sensasi kejut listrik statis di lubang kenikmatanku. Zzzt..zztt..zzzzt. Multi orgasmelah diriku.

"Aaaarghh..arrghh..mhhmmf" crot.. crot.. crot.." Ayahku juga sampai ke tujuanya.
[HIDE]
tumblr_o7dqwm_LNXD1v8szqxo1_400.gif
[/HIDE]
Konthol tegak itu meluncurkan isinya deras ke arah punggung indahku berulang kali. Bagai peluncur roket meluncurkan sperma panas menyemprot lalu menempel dipunggungku.
[HIDE]
20170706_023346.jpg
[/HIDE]

"Ahhh..ahh..ahh.."Menambah sensasi kenikmatan yang luar biasa untuk diriku di setiap sasaran tembak roket itu.

Yuni berlutut memeluku erat, dari depan sambil menggigiti dan menyedot-nyedot leherku. Tak bisa kugambarkan kenikmatan itu. Dada kami menyatu, puting2 kami saling menggelitik satu sama lain.

"Ibuuukk.. Rudi keluar lagi.. Buukk... Ahhh..ahahhh..aaahhhh... Tempikmu enak buuk.."

Suara itu datang lagi menghentikan kenikmatan orgasmeku. Mataku terbuka lebar membelalak bagai mata penari kecak. "Cak...cak..cak".

Aku dorong Yuni perlahan membuat jarak, aku tuntun dia bangkit, dan menempatkan dia ke tempatku semua, ke wajah sang Ayah. Aku dudukan dia. Ayahku menerimanya dengan senang hati. Aku beranjak ke arah konthol Ayah, aku kulum dan jilat secara brutal, agar tegak maksimal kembali. Tak lama untuk itu terjadi. Konthol gemuk 18 cm tegak menantang kembali, siap untuk kunaiki. Sembari Ayah menjilati tempik si Yuni.

Aku mengangkangkan kakiku melewati Ayah.. Kubuka selakanganku lebar2, ku bimbing batang itu membidik tempatnya, tepat menempel mengetuk menyentuh lubangnya. Kuhentak dudukan tubuhku dan BLESS!, "AAAAHHGG..HAG..HAG...! Aku memekik terdongak tak bisa bernapas. Terdiam tak bergerak, bagai orang sok bijak yang kalah debat mendadak. Darahku pun mengalir di sepanjang kontholnya. Warna-warni...

Ya.. Aku serahkan keperawananku untuk Ayahku.

.....

.....

Keperawanan Anusku, keperawanan analku.

(Bersambung)

[HIDE]
Klik untuk lanjutan>>>

Next
Chapter Spesial 1: Malam Kami Tumpahkan Semua (Eka x Rudi)[/HIDE]
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd