Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

(Copas) Rumah Kontrakan Ardi 11

fadhil08

Semprot Lover
Daftar
31 Oct 2014
Post
203
Like diterima
30
Lokasi
Semarang
Bimabet
Rumah Kontrakan Ardi 11

Pada saat mataku hampir terpejam, secara samar-q samar kulihat sekelebat bayangan melintas di balik pintu. Aku tersadar ternyata sedari tadi kami bercinta dengan pintu dalam keadaan setengah terbuka.

Pikiranku langsung menduga pasti bayangan itu milik Mitha, adik Ece Geulis! Soalnya tidak ada orang lain lagi selain dia. Kang Pardi, suami Ece, sedang tugas jaga malam dan paling banter besok pagi baru pulang.

Jadi tidak salah, pasti tadi karena kami keasyikan bergumul sampai-sampai tidak mendengar kedatangan Mitha yang masuk menggunakan kunci cadangan yang selalu dibawanya. Ece sendiri matanya sudah terpejam dan kuyakin sudah tertidur kelelahan.
Napasnya sangat teratur dan di bibirnya tersungging secercah senyuman. Alangkah damainya.

Aku segera keluar dari kamar. Dan benar, di dapur aku bertemu dengan Mitha. Kami sama-sama kaget. Sebelum aku sempat berkata apa-apa, Mitha sudah ngomong duluan.

“Eh, Mas Ardi. Aku kira siapa,” katanya sambil tersenyum kikuk.

Kupandangi dirinya yang malam itu mengenakan kaos tanpa lengan dengan rok pendek selutut. Wajahnya tampak cantik, dengan ukuran dada yang cukup montok juga, sesuai dengan seleraku.

Seharusnya ia marah melihatku yang keluar dari kamar Ece, namun nyatanya tidak. Maka jadilah aku berani untuk menggodanya karena kutebak ia sudah tahu apa yang barusan aku lakukan bersama Ece.

“Eh, Mith, tunggu! Aku mau nanya nih... tapi harus dijawab jujur ya.”
kataku memulai.

“Bo-boleh, Mas. Emang mau nanya apaan? Kok serius amat.” jawabnya gugup.

“Begini... kamu tahu apa yang barusan aku lakukan di kamar Ece?” tanyaku langsung to the point.

Wajah Mitha langsung memerah dan tersipu. Aku langsung tahu kalau bayangan tadi adalah benar-benar dia.

“Ma-Maaf, Mas. Mitha nggak sengaja.” katanya dengan wajah sedikit memerah karena sudah mengintip pergumulan kami.

“Ja-jadi kamu melihat semuanya... aku sama Ece...” aku tak sanggup meneruskan kata-kataku.

“I-iya, Mas. Maaf.” jawabnya jujur.

Wajahnya semakin memerah karena malu ketahuan mengintip.

“Yach... aku juga yang salah, Mith. Tapi tolong, jangan bilang sama siapa-siapa ya. Terutama sama Kang Pardi, kasihan Ece kalau sampai dimarahi.” kataku memohon.

“I-iya, Mas. Mitha janji deh.” katanya penuh pengertian.

“Terima kasih, Mith. Kamu memang orang yang paling baik di dunia.” gombalku, sambil segera memeluk dan mencium pipinya.

Maksudnya untuk memberi tanda terima kasih atas pengertiannya. Namun Mitha menganggapnya lain. Ia terdiam dan bahkan memejamkan matanya sambil membuka mulutnya.

Napasnya menjadi sedikit memburu. Melihat ada peluang terbuka, segera saja kuperketat pelukanku pada tubuh mungilnya dan kusurukkan wajahku ke lehernya.

“Ehhkk...” nafas Mitha langsung tercekat,

“Mass...” ia sedikit memberontak saat aku mulai menciumi batang lehernya.

Tercium bau aroma sabun terpancar dari tubuhnya. Rupanya ia baru mandi sehingga kulitnya masih segar. Lidahku segera menyerbu sepanjang batang lehernya. Kepalang tanggung, pikirku saat itu! Apa yang terjadi terjadilah!!

Pokoknya sikat duluan aja. Urusan biar dipikir belakangan! Demikian godaan setan mengilik-kilik batinku! Tubuh Mitha menggelinjang dalam pelukanku. Dadanya yang cukup montok menggesek-gesek dadaku. Aku jadi makin terangsang.

“Mas... hmm... mau ngapain?!” desis Mitha.

Aku tidak mempedulikan pertanyaannya. Tanganku yang melingkar di punggungnya segera saja kuarahkan ke pantatnya dan mulai meremas serta mengelus-elus buah pantatnya yang cukup montok.
Tubuhnya kian meronta, namun tidak ada upaya untuk melepaskan diri dari pelukanku. Aku semakin berani lagi! Segera saja tanganku melepas kaitan rok di atas pinggulnya dan segera
menyusupkan tanganku ke balik rok itu serta mendorongnya masuk ke balik celana dalamnya. Sekarang tanganku berkeliaran di seputar buah pantat Mitha. Dengan
gemas kuremas dan kupijat-pijat bongkahan pantat itu dengan kedua tanganku. Terasa sangat empuk dan lembut sekali. Aku menyukainya. Aku semakin terangsang dibuatnya.

“Mass...! Ja-jangan... ohh...!!” desis Mitha.

Mulutnya bilang jangan, tetapi dari gerakan tubuhnya aku tahu kalau sebenarnya ia juga menginginkannya.

“Nggak apa-apa, Mith. Aku suka sama kamu!” bisikku di telinganya dengan rayuan gombalku.

Mulutku segera mencari bibirnya dan segera kusergap dengan menggunakan lidah.
Mula-mula Mitha menutup rapat bibirnya, tetapi tidak lama kemudian ia mulai membalas kuluman bibirku.
Lidahnya mulai ikut mendorong-dorong lidahku yang sudah menerobos masuk ke dalam mulutnya.

Sedikit bicara banyak bekerja! Itulah ungkapan yang tepat untuk keadaanku dengan Mitha saat itu!

Tanganku yang berkeliaran di daerah pantatnya semakin liar bergerak. Sesekali jari-jariku menyentuh daerah belahan diantara kedua bongkahan pantatnya hingga tersentuh rambut kemaluannya yang menyeruak ke bagian belakang. Mitha rupanya sudah menyerah dengan serbuanku. Tubuhnya tidak lagi memberontak, malah sekarang sepenuhnya menyandar dalam pelukanku. Roknya yang sudah merosot setengah lutut membuat tanganku semakin leluasa menggerayangi buah pantatnya.

Tangan Mitha pun mulai bergerak mengelus-elus punggungku.

“Ja-jangan di-disini... Mas!” akhirnya Mitha mendesah pasrah, dan memintaku untuk berpindah tempat.

Akhirnya dengan tetap kupeluk, tubuhnya segera kuseret ke sebuah kamar yang terletak di samping dapur. Pintu kututup dengan kakiku dan segera kuteruskan aksiku. Kutarik roknya ke bawah hingga terlepas, Mitha membantu upayaku dengan melangkahkan kaki melepaskan roknya yang teronggok di mata kaki. Tubuh bagian bawahnya sudah terbuka sama sekali. Tanganku segera meluncur ke depan dan mulai meraba gundukan bukit kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu hitam keriting.

“Mashh... shh... ohh...” Mitha mendesah-desah saat tanganku mulai meremas-remas gundukan bukit kemaluannya. Tanganku segera merasakan adanya cairan lengket yang sudah membasahi celah bukit kemaluan itu. Tangan Mitha pun semakin berani. Kini tangannya bergerak meraba-raba tonjolan penisku dari luar celana.

Aku menggeliat merasakan nikmat betapa batang kemaluanku yang sudah sangat keras diraba-raba oleh tangan halusnya.
Aku sudah sangat bernafsu ingin segera menikmati tubuh mulus Mitha. Nafsuku sudah sampai ke ubun-ubun. Segera saja kuhentikan aktivitasku dan kuangkat kaos Mitha ke atas, kulepaskan melalui kepalanya. Bra-nya yang berwarna krem kulepas juga dan kulempar entah kemana. Kini tubuh Mitha sudah telanjang bulat di depanku.

“Mass...” ia tampak malu dan segera mendekapkan kedua tangannya untuk menutupi dada dan bukit kemaluannya yang terbuka.

Wajahnya memerah. Lucu sekali kelihatannya.
Dengan mataku, kulahap seluruh pemandangan indah yang terpampang di depanku itu. Tubuh Mitha begitu bersih dan mulus. Perutnya masih cukup rata, dengan pinggang yang kecil khas milik gadis perawan. Payudaranya terlihat cukup besar, membuat tubuhnya menjadi semakin indah.

Aku segera melucuti pakaianku sendiri dan telanjang bulat di depannya. Pakaianku kubiarkan teronggok di lantai kamar yang sempit. Di kamar itu tidak ada tempat tidur, hanya ada kasur busa tipis yang digelar di lantai dengan dialasi tikar plastik. Satu-satunya perabot yang ada disitu hanyalah lemari kecil yang terbuat dari tripleks sebagai sarana menyimpan pakaian.

Mata Mitha terbelalak melihat batang kemaluanku yang sudah sangat tegak menunjuk ke langit-langit kamar. Tanpa memberi kesempatan lebih banyak bagi dia untuk melihat seluruh tubuh telanjangku, segera saja kuraih ia ke dalam pelukan dan kulingkarkan salah satu tanganku ke belakang untuk mulai bergerak mengelus-elus punggungnya dengan begitu lembut.

Tanganku bergerak menyusuri sepanjang tulang belakangnya dan berhenti tepat di pantatnya yang kenyal. Disana aku hinggap dan mengusap-usap cukup lama. Sementara tanganku yang satunya segera menuju ke arah buah dadanya yang masih ditutupi tangan. Kusingkirkan tangan itu dan kubimbing ke arah selangkanganku.

Mula-mula Mitha terlihat agak kaku kala memegang batang kemaluanku, namun setelah kubujuk, sedikit demi sedikit tangannya mulai lincah meremas dan mengurut-urut batang kemaluanku.

“Ohh... enak, Mith... terus!” desisku saat tangannya semakin lincah mengurut batang kemaluanku.

Bibirku kembali menyergap mulutnya dan segera mengulum bibirnya yang mungil tipis. Lidahku kususupkan ke dalam mulutnya dan mulai mendorong-dorong lidahnya.
Iapun membalas serbuan lidahku. Tanganku segera mengarah ke buah dada Mitha yang ranum dan mulai meremas serta memilin-milin puting buah dadanya.

“Sshh... ohh... Mass..!” mulut Mitha mendesis-desis saat jari-jariku semakin kuat memilin puting mungilnya yang kini terasa semakin mengeras tajam.

Tangannya juga semakin liar bergerak di selangkanganku. Dari mengurut, tangannya mulai beralih meremasi biji pelirku dengan gemas. Beberapa jurus kemudian kudorong tubuh Mitha hingga berbaring telentang di atas kasur. Tubuhku segera menggumuli tubuh telanjangnya. Kusibakkan kedua pahanya lebar-lebar hingga gundukan bukit kemaluannya terbuka lebar.

Kutindih tubuhnya dengan batang kemaluanku yang sudah mengeras menempel ketat di gundukan bukit kemaluannya yang sudah semakin basah dan terbuka.
Mulutku segera saja menyerbu buah dadanya yang menantang.

“Emhh... ohh... Mas!” mulut Mitha tak henti-hentinya mendesis-desis.

Tangannya dengan gemas meremas-remas rambutku. Tubuhnya menggelinjang dalam tindihan tubuhku sehingga batang kemaluanku yang menempel ketat di bukit kemaluannya jadi tergesek-gesek nikmat. Hangat sekali rasanya!

Apalagi dengan keluarnya cairan licin yang mulai merembes dari celah memanjang di bukit kemaluannya, makin menambah lancarnya gesekan alat kelamin kami berdua.

“Ja-jangan, Mass!” desis Mitha sambil mencoba menutupi bukit kemaluannya saat mulutku mulai mendekat kesana.

“Mitha malu! I-itu kan kotor!” bisiknya.

Namun aku tak mempedulikan permintaan itu. Kupegangi tangannya dan kusingkirkan dari bukit kemaluannya, wajahku segera menempel ke situ. Tercium aroma khas bau kelamin perempuan yang sangat merangsang gairah kelelakianku. Tubuh Mitha terhenyak, pantatnya terangkat menyambut tekanan wajahku saat lidahku mulai menyeruak masuk di celah yang terbentang di antara gundukan bukit kemaluannya.

“Ahh... Mass... ouch!” tubuh Mitha menghentak-hentak saat lidahku semakin menyeruak lebih dalam menggesek-gesek celah dinding kemaluannya.

Mulutnya terus mendesis-desis. Sementara tangannya yang memegangi kepalaku tanpa sadar menekan agar aku lebih ketat menyerang bukit kemaluannya. Aku jadi gelagapan karena sulit bernapas, namun lidah dan mulutku semakin liar merangsek dan menjilati lubang kemaluannya.

“Akhh... su-sudah mas... Mitha... ohh... nggak tahan... aku... kelu-arghhh!!” gadis itu tak mampu meneruskan ucapannya.

Tubuhnya menggelepar hebat. Pantatnya terangkat-angkat menyambut rangsekan wajahku. Kedua kakinya melingkar mengepit punggungku..Tubuhnya semakin bergerak liar selama beberapa saat lalu terdiam. Dadanya turun naik mencoba
mengatur nafasnya. Matanya terpejam dan bibirnya mengatup rapat menandakan masih mencoba menghayati kenikmatan yang baru saja kuberikan.

Setelah napasnya mulai sedikit teratur, segera kutempatkan diriku sejajar dengan tubuhnya di antara kedua pahanya yang terbuka. Kuarahkan batang kemaluanku di tengah-tengah celah bukit kemaluannya yang basah dan licin sempurna, lalu kudorong pantatku pelan-pelan. Bless...!! Perlahan-lahan kepala batang kemaluanku mulai menerobos celah sempit hangat di tengah bukit kemaluannya.

“Ughh..!!” nafasku sedikit tertahan merasakan betapa nikmatnya batang kemaluanku saat terjepit erat dalam lubang kemaluan Mitha. Dia memang sudah tidak perawan lagi, mungkin sudah diambil oleh pacarnya, namun aku masih tetap puas karena sudah berhasil menyetubuhinya.

Aku merasa kepala batang kemaluanku berdenyut-denyut saat tanpa dikomando pantat bulat Mitha mulai bergerak memutar secara perlahan. Goyang Karawang ini.begitu melenakan! Nafsuku yang sedari tadi sudah berkobar jadi semakin menggebu. Perutku serasa kejang saat batang kemaluanku serasa dipilin di dalam jepitan lubang kemaluannya.

“Ughh... Mitha... terus... enak!” aku semakin mempercepat ayunan pantatku, maju dan mundur. Aliran desakan magma seolah mengumpul di ujung kepala kemaluanku, siap meledak sewaktu-waktu. Apalagi Mitha terus menggoyangkan pantatnya dengan semakin menggila.

“Mass...!” desah Mitha sambil terus memutar pantatnya.

Kedua kakinya menggapit pinggangku dengan ketat. Mataku seperti kabur menahan gelora kenikmatan yang amat sangat ini. Aku mengayunkan pantatku sekuat tenaga, menghunjamkan batang kemaluanku sedalam-dalamnya ke jepitan lubang kemaluan Mitha. Kepala batang kemaluanku serasa berdenyut-denyut hendak menumpahkan semua tekanan yang menggumpal di dalamnya.

Hingga akhirnya, Crrot... Crrot... Crrot.. Crott!!

“Arghh... Mitha!” aku menggeram sambil menggigit pundaknya saat batang kemaluanku menyemburkan cairan kental ke dalam mulut rahimnya. Pantat Mitha kuremas kuat-kuat agar semakin erat menjepit batang kemaluanku.

Tubuhku berkejat-kejat di atas
perutnya. Tubuh Mitha pun juga bergerak liar. Lubang kemaluannya berdenyut-denyut cepat menjepit batang kemaluanku yang masih tertancap dalam-dalam. Tubuhnya menggelepar dengan liar hingga akhirnya kami sama-sama terdiam beberapa saat kemudian. Namun nafas kami masih saling berlomba.

Kami mencapai orgasme secara bersamaan. Kulirik wajah Mitha yang cantik, matanya nampak terpejam.
Kubiarkan batang kemaluanku tetap menancap di liang senggamanya.
Perlahan-lahan aku merasakan jepitan lubang kemaluan Mitha semakin mengendur karena batang kemaluanku mulai mengerut dan akhirnya terlepas dengan sendirinya.

Aku lalu menggulingkan tubuhku ke samping tubuh telanjang Mitha dengan tetap memeluknya sambil bersama-sama mengatur napas.

“Kamu hebat sekali, Mith. Aku sayang sama kamu!” bisikku di telinganya.

“Mas Ardi juga hebat. Mitha sampai kewalahan melayani Mas.” balasnya sambil tersenyum malu.

“Eh... kalau boleh tahu, kok kamu bisa pintar beginian?” tanyaku.

Wajahnya merona karena malu.

“Pacar Mitha yang ngajarin.” jawabnya agak malu-malu.

“tapi kita udah putus kok.” tambahnya kemudian dengan buru-buru.

“Ja-jadi kamu sudah biasa main sama pacar kamu?!” tanyaku pura-pura kaget.

“I-iya, Mas.” jawabnya agak malu.

“Gimana rasanya batang dia kalau dibandingin punyaku?” tanyaku menggodanya.

“Ah, Mas Ardi bisa aja.” bisiknya sambil mencubit batang kemaluanku.

“Pasti gede ya?” kataku terus menggoda.

“Ahh... udah ah. Mitha nggak mau ngomong. Tanya yang lain aja.” jawabnya sambil tangannya meremasi batang kemaluanku yang sudah mulai menggeliat bangun lagi.

“Ih, nakal ya... sudah dikasih mau minta lagi!” katanya sambil meremas batangku lebih kuat.

“Lho, kan kamu yang mbangunin. Tadi masih enak-enak tidur dipegang-pegang. Jadi ya bangun begini.” kataku menggoda.

“Pokoknya kamu harus bertanggung jawab nih.” kataku lagi sambil tanganku mulai menggerayangi tubuhnya.

Begitulah, malam itu, selama Ece Geulis tidur di kamar, aku dan Mitha bersetubuh beberapa kali lagi hingga benar-benar puas. Berbagai posisi dan gaya kami lakukan di kamar sempit itu. Paginya, baru aku menemui Ece dan memberinya jatah satu kali lagi. Gara-gara tidak sengaja, aku jadi dapat menikmati keindahan tubuh dua wanita tetanggaku.
 
:jempol: mantap gan... btw yg nomor 7 - 9 mana?

cari di pencarian aja udah diupdate disini semu semua, hanya treathnya udah tenggelam karena jarang dibuka.
 
Knapa ga dibikin cerbung aja gan ? Mantap banget tuh ceritanya.

:cendol: sent »»»
 
ayo bantu up dong, jangan cuma baca aja - tulis komengnya:beer:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd