Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

(Copas) Rumah Kontrakan Ardi 10

fadhil08

Semprot Lover
Daftar
31 Oct 2014
Post
203
Like diterima
30
Lokasi
Semarang
Bimabet
Rumah Kontrakan Ardi 10


Sibuk dengan Siska membuatku sedikit melupan Ece Geulis, padahal Ece juga tak kalah mempesona dan menggairahkan. Hari ini aku berniat untuk main ke rumah Ece, kebetulan suaminya sedang dinas malam.
Sepulang kerja, aku segera menuju kesana. Kepada Siska aku beralasan kalau mau membetulkan tivi Ece yang lagi rusak, dan kebetulan juga Siska sibuk merawat suaminya yang lagi sakit. Sudah 2 hari ini Anton kena flu.

Karena itulah aku aman
saat melangkahkan kaki ke rumah Ece. Kuketuk pintu rumah Ece, Ece segera membukakannya dengan muka sedikit terkejut.

“Mas Ardi, ada perlu apa?” tanyanya bingung.

“Hanya pengen ngoborol sama Ece, nggak enak di rumah sendirian.” jawabku beralasan.

Ece pun mempersilakanku masuk. Kami duduk di ruang tamu. Setelah berbasa-basi sejenak, Ece minta ijin untuk pergi ke belakang membuatkanku minum.

“Nggak usah repot-repot,” kataku saat ia beranjak pergi.

“Ah, nggak apa-apa,” katanya sambil beranjak menuju dapur.

Kupandangi goyangan indah bokong bulatnya saat ia bergerak menuju kesana.
Tak lama Ece sudah kembali. Malam ini ia mengenakan baju ketat tanpa lengan, sehingga setiap kali menyodorkan cangkir, buah dadanya yang montok nampak menggelantung indah, tercetak jelas di balik baju ketatnya yang hampir transparan, sungguh membuat aku salah tingkah. Hal ini makin membuat adik kecilku memberontak ingin keluar!

Ece kemudian duduk di depanku. Sambil menikmati kopi, kami mulai berbicara banyak hal. Pikiran-pikiran kotorku segera bekerja mencari cara bagaimana memanfaatkan kesempatan emas ini! Saat aku mengulurkan tangan untuk mengambil kopi, saat itulah terjadi kecelakaan kecil yang sedikit kusengaja. Kopiku tersenggol dan tumpah mengenai perut dan paha Ece. Ece langsung menjerit karena kopinya masih cukup panas.

"Aduhh..!!" ia menjerit kesakitan.

"Eeh... S-sorry, Ce." aku gugup dan segera beranjak mengambil tissue untuk membersihkan tumpahan kopi yang mengotori baju dan rok ketat Ece.

"Aduh... panass..." desis Ece Geulis kepanasan.

Dengan pura-pura panik aku segera mengelap dan menggosok bagian perutnya yang tersiram kopi dan tanpa sadar Ece pun menyingkap bajunya. Ia membuka pahanya yang kepanasan tersiram air kopi agar bisa kuelap dan kubersihkan. Aku terkesiap saat melakukannya. Meski sudah pernah melihat paha mulus Ece, namun tak urung aku tetap deg-degan juga saat mengelap pahanya pelan-pelan dengan tissue yang kupegang.

"Maaf, Ce... aku enggak sengaja," kataku karena Ece terus mendesis-desis kepanasan.

"Cepat ambil krim luka bakar di lemari dapur, botolnya warna hijau." katanya memerintah.

Aku segera berlari masuk ke dapur, di kamar Ece kulihat bayinya sudah tertidur pulas. Dengan teliti aku mencari-cari krim yang dimaksud. Mungkin karena aku tidak keluar-keluar, Ece segera menyusulku masuk ke dapur.

"Itu... yang seperti odol yang warnanya biru, tutupnya putih." lagi-lagi Ece mengangkat lengannya, menunjuk botol yang dimaksud.

Buah dadanya yang besar sangat merangsang birahiku.
Akhirnya aku menemukannya. Segera kuusapkan ke perut dan paha Ece sementara ia duduk di meja dapur. Untung kopi yang tumpah sudah tidak terlalu panas karena kami ngobrol cukup lama tadi sehingga tidak meninggalkan bekas luka bakar. Ece cuma sedikit kepanasan.

Kedua mata Ece terpejam dan nafasnya sedikit tertahan saat aku membalur pahanya dari atas ke bawah. Roknya kusingkap ke atas hingga gundukan kemaluannya yang terbungkus celana dalam putih tampak membayang jelas. Bahkan dari celah-celah bagian bawah ada beberapa helai rambut kemaluannya yang menjulur keluar. Paha Ece terasa begitu lembut dan halus.
Aku agak sedikit gemetar saat menyentuhnya. Darahku bergolak menghadapi keadaan ini. Akupun sekarang tidak lagi mengelus, tetapi berganti memijit-mijit paha kiri dan kanan Ece secara bergantian. Jari-jariku merangkak dari atas lutut hingga ke pangkal pahanya. Ece diam saja, bahkan sedikit-demi sedikit mulai menggeser pahanya agak lebih terbuka.
Aku semakin berani. Jari-jariku sedikit kutekan pada saat memijat daerah pangkal pahanya yang sudah terbuka lebar. Bahkan kadang aku sedikit menyentuhkan tanganku pada gundukan di selangkangannya yang terbungkus celana dalam putih itu dengan gerakan yang seolah-olah tidak sengaja.

Napas Ece mulai memburu. Dan ia melenguh pelan saat tanganku menyentuh gundukan bukit di selangkangannya. Hal ini membuat aku lupa diri. Aku semakin berani lagi. Dari hanya menyentuh, sekarang aku sudah mulai berani
memegang bukit kemaluannya, walaupun hanya dari luar celana dalamnya yang terasa sudah mulai basah.
Ece yang sudah terangsang berat langsung memelukku. Bibirnya terbuka dan matanya terpejam.

Mendapat reaksi seperti itu, keberanianku timbul. Segera kulingkarkan tangan kananku ke punggungnya, kuraih tubuh mulus Ece ke dalam pelukanku. Tangan kiriku semakin berani dengan menelusup ke balik celana dalamnya untuk meraba-raba bukit kemaluan Ece yang sudah semakin basah.
Sementara bibirku langsung menyergap bibirnya yang setengah terbuka, lidahku kudorong masuk untuk menjilat-jilat langit-langit
mulut Ece.

Tangan Ece pun tidak tinggal diam. Jari-jarinya mulai membuka kancing kemejaku dan menyusupkan tangannya mengelusi permukaan
dadaku. Lidah kami berdua saling berkutat. Jari tanganku mulai menyentuh cairan pekat yang sangat licin di celah-celah gundukan bukit kemaluan Ece. Membuatku semakin terangsang. Jariku kugesek-gesekkan ke dalam celah hangat di selangkangan Ece dan bergerak di sepanjang alurnya yang sempit, kugesek berulang-ulang dari atas ke bawah.

"Ohh..." Ece mendesis sambil matanya tetap terpejam menerima rangsanganku.

Pahanya semakin dibuka lebar-lebar sehingga memudahkan jariku masuk lebih dalam lagi.
Aku terus menggerak-gerakkan jariku di dalam jepitan bukit kemaluan Ece yang semakin licin.
Jari-jariku terus mencari dan mencari hingga kutemukan sebentuk tonjolan kecil di ujung atas celah-celah bukit kemaluannya.

Kugesek tonjolan itu dengan penuh perasaan. Ece terasa semakin menggerinjal dalam dekapanku. Napasnya kian memburu. Bibirku digigitnya dengan gemas. Tangan Ece pun mulai membuka zipper celanaku dan terus menyusup ke balik celana dalamku.
Diremasnya penisku yang sudah mulai mengeluarkan cairan dengan lembut sambil sesekali diurut dan dikocok ringan. Hal ini membuatku
semakin blingsatan. Tangan Ece juga gemas meremas-remas kantung pelirku saat kugerak-gerakkan jariku di tonjolan kecil di celah bukit kemaluannya dengan gerakan memutar.

"Ahh... terus, Mas... i-itu... yah itu..." tubuh Ece melonjak-lonjak dalam
dekapanku. Pantatnya terangkat dan kepalanya terdongak ke belakang.
Sementara tangannya semakin kencang meremas biji pelirku sehingga kurasakan menjadi agak ngilu.

"A-aku mau keluar, Mas... ohh... teruss..." mulut Ece terus mendesis.

Aku pun semakin cepat memutar jariku menggesek tonjolan kecilnya. Sampai akhirnya tubuh Ece terhentak dan meliuk-liuk saat mencapai puncak kenikmatannya. Matanya terpejam semakin erat, sementara bibirnya digigitnya sendiri dan tangannya semakin erat meremas kantung pelirku.

"Ohh... Mas Ardi pinter banget sih," desisnya sambil mengatur napas. Ia langsung ambruk menelentang di atas meja dapur. Setelah napasnya menjadi agak teratur, segera kutarik celana dalamnya ke bawah. Ece membantuku dengan mengangkat pantatnya sehingga aku mudah meloloskan celana dalamnya dan melemparkannya ke lantai.

Kemudian kutarik kedua kakinya hingga menjulur ke lantai. Dengan telentang di atas meja makan, bukit kemaluan Ece nampak semakin membusung. Tanpa membuang-buang waktu, aku segera mendekatkan wajahku ke selangkangan itu dan mulai menciuminya. Ece yang memang jarang disentuh oleh suaminya, langsung menggelinjang keenakan.
Tangannya segera menekan kepalaku agar lebih ketat menekan bukit kemaluannya. Bibirku segera menyedot dan menciumi bukit kemaluan Ece dengan gemas. Rasanya agak asin-asin sedikit seperti daging mentah.

Lidahku segera kujulurkan dan menjilat bergerak mengikuti alur yang membentang di celah bukit kemaluan Ece dari bawah ke atas. Kuulangi geseran lidahku beberapa kali sambil sesekali kudorong dan agak kutekan di tonjolan kecil di sudut atas celah bukit kemaluan Ece yang sudah sangat basah.

Pantat Ece terangkat-angkat ke atas seolah menyambut setiap dorongan lidahku pada bukit kemaluannya. Kepalaku semakin ditekan ke arah selangkangannya sehingga aku jadi sulit untuk bernafas. Tubuh Ece menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan saat aku yang gemas menyedot tonjolan kecil di celah bukit kemaluannya.

"Hhkk... ohh... terus, Mas... ughh... hhh..." ia terus mendesis-desis.

Gerakan lidahku kupercepat menggesek tonjolan kecil di celah bukit kemaluan Ece demi melihat ia semakin terangsang. Kedua kaki Ece bahkan dikaitkan ke belakang leherku untuk lebih menekan wajahku ke bukit kemaluannya. Aku semakin bersemangat. menjilat dan
menyedot tonjolan kecil itu yang semakin lama semakin keras seolah mau pecah. Tanganku pun tak tinggal diam! Kedua telapak tanganku menekan dan memijat bukit kemaluan Ece yang membusung dengan gemasnya.
Akhirnya dengan diiringi lenguhan panjang, tubuh Ece terhentak-hentak. Kakinya semakin kuat menekan kepalaku dan pantatnya terangkat ke atas menyambut wajahku yang menekan bukit kemaluannya.

"Ohh... terus, Mas... shhh... oohh... ohhh..." tubuhnya semakin liar meronta selama beberapa detik lalu terdiam.

Kedua kakinya terkulai lemas di kedua pundakku. Tangannya terpentang melebar dan dadanya naik turun mengiringi deru napasnya.
Aku sangat terangsang melihat vbetapa tubuhnya yang putih dihiasi bulu-bulu hitam lebat di selangkangannya dan kedua ketiaknya. Dengan cepat aku berdiri dan melepas seluruh pakaianku. Kini aku sudah telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhku. Penisku yang ukurannya luar biasa berdiri tegak dengan ujung yang mengkilat karena basah oleh cairan. Lalu aku menarik baju ketat yang masih melekat di tubuh Ece melalui lehernya. Ece membantuku dengan menggeser tubuhnya. Sekarang ia hanya mengenakan bra putih tanpa penutup lain menghalangi keindahan tubuhnya.

Aku menindih tubuh Ece dan menempatkan diriku di tengah-tengah kedua pahanya. Penisku yang sudah tegang terjepit di antara gundukan bukit kemaluannya dan tubuhku sendiri. Tanganku kulingkarkan ke belakang tubuh Ece dan kubuka kaitan bra-nya.
Kulempar satu-satunya kain yang tersisa di tubuhnya hingga kini aku dan Ece sama-sama telanjang tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh kami berdua. Kugumuli tubuh Ece yang masih lemas. Kucium bibirnya dengan gemas. Kudorong lidahku menyusup ke dalam mulut Ece yang terbuka dan kugesek- gesekkan lidahku ke langit-langit mulutnya.

Reaksi Ece sungguh luar biasa. Dengan ganas ia menyambut bibirku dan menyedot lidahku
sekuat tenaga. Tanganku bergerak liar mengelus dan menjamah seluruh tubuh telanjangnya. Tangan Ece pun melingkar ke punggungku dan mengelus-elusnya ringan. Pantatnya bergeser ke kanan dan ke kiri menyambut tekanan penisku pada bukit kemaluannya.

"Ughh..." aku sulit untuk bernafas karena lidahku disedot oleh bibir Ece. Rasa nikmat menjalar dari ujung kaki ke ubun-ubun.

Batang penisku yang sudah sangat keras terjepit bukit kemaluan Ece yang hangat dan licin.
Aku berusaha melepaskan lidahku dari sedotan Ece. Aku ingin memenuhi obsesiku untuk menciumi bulatan payudaranya yang bulat besar. Obsesiku itu terpenuhi ketika Ece melepaskan sedotannya pada lidahku. Tanpa membuang waktu kusedot kedua payudaranya dengan gemas.
Kumasukkan putingnya yang mungilkemerahan sepenuh mungkin ke dalam mulutku.

"Ohh... sshh..." tubuh Ece semakin melengkung ke atas saat kedua putingnya kumasukkan ke dalam mulutku dan kupermainkan dengan lidahku sepuas-puasnya.

"Sudah, Mas... ohh... sekarang... auchh..." Ece merintih-rintih memohon agar aku segera menyudahi permainan lidahku di kedua payudaranya.

Aku pun mengalah. Lidahku
sekarang bergeser turun ke arah perutnya yang putih mulus dan masih rata meski sudah pernah melahirkan. Kukais-kais lubang pusarnya lalu kugigit-gigit di bagian bawah dengan gerakan cepat hingga membuat tubuh mulus Ece. terhentak-hentak. Beberapa kali hal itu kulakukan untuk membuat Ece semakin terangsang hebat. Teknik ini kuperoleh dari pengalamanku main dengan Siska.
Setelah itu lidahku bergeser ke bawah lagi. Aku bangun dan berdiri di lantai. Kuangkat kaki Ece sambil membungkuk dan kujilati pangkal pahanya. Lidahku bergeser dari pangkal paha ke bawah terus ke kaki. Kujilati betis Ece yang indah lalu seluruh jari-jarinya kujilati satu per satu.

"Shh... ohh... kamu hebat, Mas... ohh..." Ece mendesis dan merintih menikmati permainanku. Aku terus bekerja memuaskan hasratku menikmati setiap jengkal tubuh Ece sepuasnya. Setelah kujilati seluruh jari kakinya lidahku berpindah ke kaki satunya lagi. Arah gerakan lidahku terbalik dari yang pertama. Pertama-tama kujilati seluruh jari kakinya, lalu lidahku merayap ke atas menuju betisnya, lalu ke lututnya dan naik lagi hingga ke pangkal pahanya. Jilatan lidahku selalu kuselingi dengan gigitan-gigitan kecil hingga membuat tubuh Ece menggeliat dan pantatnya terangkat-angkat menahan geli.

Dari pangkal paha, lidahku merambat lagi naik ke atas. Sekarang lidahku bergeser ke perut Ece dan terus naik hingga ke bawah payudaranya. Setelah puas melumat kedua payudaranya, lidahku kembali bergeser naik ke leher Ece yang jenjang. Tubuhnya semakin mengeliat saat lidahku menari-nari di seputar lehernya yang putih mulus. Seluruh bulu tangan Ece meremang berdiri saat lidahku menjilat-jilat leher bagian belakangnya.

Mata Ece terpejam dan mulutnya setengah terbuka menikmati layananku. Kedua tanganku membekap kedua payudaranya yang montok lalu bibirku menyergap mulutnya yang setengah terbuka. Kusedot bibir Ece dengan gemas dan kodorong lagi lidahku ke dalam mulutnya.
Belum puas menikmati keindahan tubuh Ece, kubalik tubuh telanjangnya hingga kini ia tengkurap di meja. Kutindih tubuhnya dan kembali lidahku tak- henti-henti menjelajahi setiap lekuk tubuh bagian belakangnya.
Lidahku menyusur dari tengkuk hingga ke lutut. Kedua buah pantat Ece yang indah pun hampir memerah karena gigitan-gigitan gemasku.

Karena tidak tahan dengan
serbuanku, Ecememberontak dan bangun. Tubuhku digulingkannya hingga jatuh telentang di lantai dapur. Ditindihnya tubuhku sambil melumat bibirku. Lidahku disedot oleh bibirnya. Tubuhku yang telentang diduduki Ece, tepat di atas penisku hingga membuat penisku terjepit buah pantatnya yang padat dan kenyal.

Dari menyedot lidahku, mulut Ece sekarang balas menjelajahi tubuhku. Kedua putingku disedotnya habis-habisan. Kemudian lidah Ece bergeser turun untuk menjilati perutku. Lidahnya terus bergerak ke bawah dan dengan diselingi gigitan-gigitan kecil di perut bagian bawahku, lidahnya bergeser menjilati ujung penisku.

"Hahh... sshh..." sekarang giliranku yang mendesis-desis keenakan.

Ujung penisku hingga ke pangkalnya dijilati oleh Ece dengan begitu gemasnya. Pantatku spontanterangkat ke atas saat ujung lidah Ece mengai-ngais lubang di ujung penisku. Otot-otot perutku serasa ditarik ke atas. Tidak berhenti sampai di situ. Kantung pelirku pun tak luput dari sedotan mulut Ece.Nikmat bercampur ngilu rasanya.

Lidah Ece terus bergerak menyusuri urat yang memanjang di sepanjang penisku, mulai dari pangkal hingga ke ujungnya lalu berhenti di lekukan ujung topi baja kepala penisku dan menjilati lekukan itu hingga aku mendesis nikmat. Secara spontan kupegang kepalanya agar tidak bergeser dari situ. Seperti tahu keinginanku, mulut Ece terus merangseki batang penisku sambil tangannya tak henti-hentinya mengurut batang penisku sambil sesekali meremasnya pelan.

"Ughh... shh... s-sudah, Ce..." desisku tak tahan. Kutarik tubuh Ece agar naik ke perutku.Ece pun menghentikan aktivitasnya dan duduk di atas perutku.

Diangkatnya pantatnya dan dikangkangkannya kedua kakinya. Dipegangnya batang penisku dan diarahkan ke celah bukit kemaluannya.

"Upff... ohh..." aku dan Ece mendesis hampir bersamaan saat ia secara perlahan menurunkan pantatnya. Perlahan-lahan ujung kepala penisku mulai terbenam dalam jepitan bukit kemaluan Ece. Beberapa kali Ece menaik-turunkan pantatnya sampai akhirnya seluruh batang penisku melesak ke dalam celah sempit di bukit kemaluannya. Hangat sekali rasanya saat batang penisku terjepit di tengah-tengah celah bukit kemaluannya. Ujung kepala penisku seperti menumbuk sesuatu yang lembut di dalam sana. Ece terdiam, aku pun juga. Kami sama-sama menikmati menyatunya tubuh kami. Aku merasakan betapa batang penisku seperti diremas- remas oleh daging yang licin dan hangat. Kepala penisku seperti berkedut-kedut. Mataku seperti
berkunang-kunang merasakan aliran kenikmatan yang mulai menjalar.
Kedua tangan Ece bertumpu di dadaku. Kemudian secara berirama ia mulai menaik-turunkan pantatnya dengan diselingi gerakan memutar.

Batang penisku serasa seperti dipilin-pilin, nikmat sekali rasanya. Perlahan-lahan aku merasakan otot-otot perutku seperti ditarik-tarik.

"Terus, Ce... aahh... aku..." aku sudah hampir tidak dapat
mengontrol diriku lagi. Tanganku segera bergerak ke belakang tubuh Ece dan meraih kedua pantatnya. Kuremas pantat itu dan lebih
kutekan agar ujung penisku semakin mentok sedalam-dalamnya. Ece pun juga semakin liar menggerakkan pantatnya.

"Terus, Mas... ayo... kita..." belum selesai Ece berbicara, tiba-tiba tubuhnya berkejat-kejat. Gerakannya semakin menggila. Batang penisku yang terjepit di dalam celah bukit kemaluannya berdenyut semakin keras menahan sperma yang sudah terkumpul di ujung kepala penisku. Tubuhku semakin mengejang.

Kuputar pantatku seirama dengan putaran pantat Ece yang semakin liar.
"Akhh..." hampir bersamaan, aku dan Ece menjerit. Kuremas pantat Ece dengan gemas dan kutekan lebih ketat. Croot... Croot... Croot... akhirnya sperma yang sudah tertahan di ujung kepala penisku tumpah bersamaan dengan denyutan lubang kemaluan Ece yang menjepit erat batang penisku. Ece masih berkelojotan beberapa saat sebelum ambruk di dadaku.

Tubuhku dan tubuhnya sudah basah oleh keringat. Nafasku masih menderu. Kucium pipi Ece sebagai ucapan terima kasih atas kenikmatan yang ia berikan.

"Enak, Ce..." kubisikan kata-kata di telinganya dan kubelai rambutnya yang pendek.

"Aku juga, Mas..." Ece membalas bisikanku sambil mengecup pelan bibirku. Ia masih menindih tubuhku. Dadanya yang montok menempel ketat di permukaan dadaku yang bidang. Batang penisku yang sudah mulai mengkerut masih terjepit dalam celah di antara bukit kemaluannya yang hangat. Mata Ece terpejam seolah meresapi kenikmatan yang baru dilaluinya setelah masa-masa penantian panjang yang sia-sia bersama suaminya.

Aku masih dapat merasakan adanya aliran cairan pekat yang menetes keluar dari celah bukit kemaluannya,mengalir sepanjang batang penisku dan menggumpal di atas rambut-rambut bulu kemaluanku. Pikiranku menerawang memikirkan masa depanku. Selain Siska, aku yakin Ece juga tidak akan mau berhenti selingkuh denganku.

Akumembayangkan pasti suatu saat suami mereka berdua akan mengetahui perbuatan kami. Ngeri juga aku membayangkannya. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Sperma sudah telanjur mengucur.

Mumpung belum ketahuan, akan kunikmati perselingkuhan ini sepuas mungkin. Akan terus kugilir tubuh montok Siska dan Ece Geulis untuk memuaskan nafsuku

***

Tanpa aku sadari aku ternyata telah terlelap dalam mimpi. Aku tertidur sambil memeluk tubuh telanjang Ece. Aku tak tahu berapa lama aku tertidur setelah bertempur dengannya dan aku juga tak tahu sejak kapan Ece sudah bangun dari pelukanku. Aku tersadar saat dibangunkan Ece dan dibuatkan kopi lagi. Segar sekali rasanya bangun tidur sudah dibuatkan kopi.
Ece nampak sudah sangat segar habis mandi. Rambutnya masih basah sehabis mandi besar. Ia hanya mengenakan handuk sebagai penutup tubuhnya. Aku yakin ia belum memakai bra dan celana dalam karena kulihat benda-benda itu masih berserakan di lantai.

Setelah menyeruput beberapa teguk kopi panas, aku pun minta ijin untuk ikut mandi di rumahnya. Segar sekali rasanya saat tubuhku diguyur oleh air hangat yang disiapkan oleh Ece. Saat asyik-asyiknya menikmati guyuran air, aku terkesiap saat tiba-tiba kurasakan ada yang mengelus-elus dan meremas batang peniskudari belakang. Ternyata Ece sudah ikut bergabung di kamar mandidalam keadaan bugil. Tidak ada sehelai benangpun yang menutupi keindahan tubuhnya yang telanjang.

Aku terpana melihatnya. Aku hanya mampu melotot memandangi setiap pekuk tubuhnya yang montok. Bukan hanya itu, Ece pun lantas menyabuni seluruh tubuhku dengan sabun cair yang biasa ia gunakan.
Tubuhku yang licin oleh busa sabun diraba dan dielus oleh belaian tangan Ece yang lembut. Dari leherku tangannya bergerak menurun ke bawah hingga pusarku. Batang penisku pun perlahan-lahan sudah mulai mengeras. Beberapa saat kemudian batang itupun sudah berdiri tegak seperti prajurit yang siap tempur.

"Hhh... Ece," aku mendesis lirih saat tangan Ece dengan lincah bermain-main di daerah penisku. Batang penisku yang licin karena busa
sabun menjadi sasaran bulan- bulanan tangan Ece. Batangku diremas dan diurut dengan pelicin busa sabun.

"Oohh... enak, Ce..." desisku berulang-ulang.

Aku pun tak kalah gesitnya, kuambil botol sabun dari tangannya dan kubalurkan ke tubuh montok Ece Geulis. Ia menggerinjal saat tubuhnya yang licin kugosok dengan kedua tanganku. Kedua payudaranya menjadi sasaran pertamaku.

"Shh... oohh... terus, Mas.." desis Ece saat tanganku bergerilya di daerah selangkangannya.

Rambut lebat yang memenuhi bukit kemaluannya kugosok seperti layaknya sedang cream-bath. Kuremas dan kupijat gundukan bukit kemaluan Ece hingga ia semakin liar menggerinjal dan semakin liar pula tangannya
mengurut batang penisku yang sudah sangat keras.

"Sekarang. Mas... oohh... aku nggak tahan..." desisnya berusaha menghentikan tanganku.

Aku pun
mengikuti kemauannya. Kuhentikan aksiku meng-creambath rambut kemaluannya dan kubilas seluruh tubuhnya dengan kucuran air hangat.
Ece menyeretku ke tempat tidur setelah mengeringkan tubuhkudengan handuk yang tersedia di kamar mandi. Ia melakukannya dengan menarik batang penisku. Seperti kerbau, aku mengikuti langkahnya. Ece langsung memelukku begitu kami duduk di tempat tidur. Bibirnya menyergap bibirku dan lidahnya dijulurkan untuk menyelusup ke dalam mulutku. Kubalas tindakannya yang menyedot lidahku dengan menyedot lidahnya yang terjulur.

"Uggh... ughh..." Ece gelagapan, apa lagi tanganku secera refleks langsung mengarah ke bukit payudaranya dan bermain-main di sana dengan meremas dan memilin kedua putingnya secara bergantian.

Tangan Ece yang masih memegang batang penisku turut meremas apa yang dipegangnya. Ia mengusap dan mengocok batang penisku dengan lembut.

"Shh... terus, Mas... oohh..." desah Ece terputus-putus menerima rangsanganku saat tanganku yang sudah puas bermain di dadanya langsung meluncur ke bukit kemaluannya yang sudah mulai basah. Kumasukkan jariku ke dalam celah sempit di belahan bukit kemaluannya yang licin dan kukorek-korek dengan dua jari. Tubuh Ece mulai gemetar menahan desakan nafsu yang semakin menggelegak.
Sejurus kemudian kulepas tanganku dari jepitan celah bukit kemaluannya dan kuminta Ece untuk merangkak di atas kasur. Segera ia memposisikan diri seperti layaknya anjing yang siap kawin. Pantatnya sedikit menungging ke atas memperlihatkan gundukan bukit di selangkangannya yang terbelah seperti bakpau. Tanpa membuang waktu kudekatkan wajahku ke depan belahan itu dan kutekankan wajahku ke selangkangan Ece yang terbuka.

Kujulurkan lidahku ke celah sempit di belahan bukit kemaluannya yang tembam. Cairan yang agak asin terasa di lidahku. Aku tak peduli rasa dan baunya. Biar baunya seperti comberan namun rasanya nikmat seperti durian!

Tubuh Ece yang menungging semakin indah menggerinjal saat lidahku mengais-ngais di dalam liang sempit di celah bukit kemaluannya. Pantatnya semakin dinaikkan berusaha menekankan bukit kemaluannya ke wajahku. Aku semakin bersemangat mengorek dan mengais liang itu. Kedua tanganku membekap buah pantatnya agar tidak terlalu liar bergerak.

"Hhaahh... sshh... ohhh... terus, mas... ohh... terus..." dengan diiringi jeritan histeris, tubuh Ece tersentak-sentak menahan sesuatu yang siap meledak. Ia terus meronta selama beberapa detik sebelum tubuhnya terdiam. Ece berusaha mengatur napasnya setelah pendakian yang melelahkan itu.

Namun aku tidak memberinya kesempatan. Segera aku naik ke tempat tidur dan dengan posisi berlutut menempatkan diriku di belakang pantatnya yang masih menungging. Kuarahkan batang penisku ke belahan di bukit kemaluan Ece yang sudah dibasahi oleh cairan pelicin. Dengan pelan kudorong pantatku ke depan hingga ujung kepala penisku menerobos celah sempit di tengah bukit kemaluannya. Aku segera dapat merasakan betapa batang penisku terjepit daging hangat dan licin, juga ujung kepala penisku seperti menumbuk daging lembut di dalam sana.

"Hkkh... Hhgg..." aku dan Ece menahan napas hampir bersamaan.

Kudiamkan sejenak batang penisku yang sudah terbenam seluruhnya ke dalam celah sempit di belahan bukit kemaluannya.
Seperti di aba-aba, aku dan Ece kemudian mulai bergerak mengayunkan pantat secara bersama-sama. Bedanya arahku maju mundur, sedang Ece arahnya memutar! Tanganku yang mencengkeram pantat Ece selalu menarik kuat-kuat menekan ke arahku saat aku mengayunkan pantatku ke depan, hingga ujung kepala penisku menghantam mulut rahimnya agak keras. Setiap kali itu pula kudengar Ece menjerit,

"Owghh... owghh... owghh!!" Merasa capek dengan posisi demikian, Ece memintaku untuk berganti posisi. Ia meminta untuk memegang kendali permainan dengan bermain di atas. Aku segera menggulingkan tubuhku dan telentang di kasur. Sejenak kemudian Ece naik ke atas perutku dan membuka pahanya lebar-lebar.

Dipegangnya batang penisku dan diarahkan ke celah sempit di tengah bukit kemaluannya. Kemudian perlahan-lahan pantatnya diturunkan.

Bless...!! Batang penisku langsung tertelan oleh celah bukit kemaluannya, bahkan hingga amblas sampai ke pangkalnya.

"Owghh..." aku dan Ece tanpa aba-aba melenguh secara bersamaan. Batang penisku serasa diremas dan dipilin sangat nikmat oleh gerakan memutar pantat Ece yang berjongkok di atas perutku. Ece terus bergerak semakin liar.

Payudaranya berayun-ayun indah saat ia bergerak memutar. Tanganku segera meraih dan meremas serta memilin kedua putingnya. Kulihat mata Ece terpejam dan mulai menggigit bibirnya sendiri. Gerakannya semakin liar dan tubuhnya semakin terhentak-hentak.

"Akhh... a-aku k-keluar, Mas... ohh... terus..." Ece menggeliat-geliat selama beberapa detik lalu akhirnya ambruk di atas perutku. Nafasnya terdengar tersengal-sengal seolah-olah habis berlari jauh. Denyut jantungnya terasa berdetak kencang menempel di dadaku.

Kubiarkan ia mengatur napasnya sebelum aku mengambil giliranku. Setelah ia cukup istirahat, segera saja kuangkat pantatnya dan kuganjal dengan dua bantal. Dengan.posisi telantang dan terganjal bantal, bukit kemaluannya jadi semakin membusung indah.

Kupentang pahanya lebar-lebar dan kuposisikan tubuhku di antara kedua bentangan pahanya. Kucucukkan batang penisku ke dalam celah merah di sela bukit kemaluannya yang berdenyut-denyut kembang kempis. Kodorong pelan-pelan hingga seluruh batang penisku masuk sampai ke pangkalnya. Kudiamkan sejenak untuk menikmati sensasi menyatunya tubuhku dengan tubuhnya.

"Ehhkk..." Ece menjerit keras saat tiba-tiba kutarik batang penisku dari jepitan liang kemaluannya dengan cepat. Namun sebatas ujung kepala penisku masih tetap menancap erat di tempatnya. Kemudian kudorong lagi pantatku ke depan secara pelan hingga masuk seluruhnya. Kutarik lagi dengan cepat hingga berulang-ulang. Akibatnya sungguh luar biasa!

Tubuh Ece seperti terhentak-hentak setiap batang penisku kutarik mundur! Ia selalu menjerit. Payudaranya berguncang terayun-ayun setiap kali tubuhnya terguncang! Aku pun merasakan adanya desakan maha dahsyat yang mulai mengumpul di ujung batang penisku! Aku semakin mempercepat ayunan pantatku maju mundur. Kutindih tubuh Ece dengan seluruh berat tubuhku, aku hanya mampu bertumpu pada lututku. Kedua tanganku kutempatkan menyangga kedua buah pantat Ece untuk terus menggenjotnya.

"Terus, Ce... putar... tarik... sshh... ohhh..." tubuhku mulai menegang. Otot perutku terasa ditarik-tarik dan batang penisku berdenyut-denyut cepat siap memuntahkan semua isinya yang sudah menggumpal.

Ece pun semakin liar memutar pantatnya menyambut setiap tusukanku. Batang penisku seperti digiling oleh daging lembut dan licin miliknya. Aku sudah tak kuat lagi menahan gempuran kenikmatan yang sudah mau meledak.

"Akhh... aku keluar, Ce... arrghh..." akhirnya aku menggeram saat batang penisku mengedut-ngedut dan memuntahkan cairan sperma ke dalam rahim Ece. Tubuhku terhentak-hentak di atas perut Ece selama beberapa saat hingga akhirnya terdiam. Aku benar-benar lemas tak bertenaga! Nafasku kembang kempis tinggal satu-satu, saling berlomba dengan nafas Ece
yang juga memburu. Kubiarkan batang penisku tetap menancap di dalam jepitan liang kemaluannya hingga kurasakan lubang kemaluan Ece berdenyut-denyut pelan seolah memeras sisa-sisa sperma yang masih tersimpan di dalam batang penisku. Kubiarkan biar tuntas sekalian.. Aku sudah terlalu capek. Akhirnya aku dan Ece terkapar sama-sama tak bertenaga.
Tenaga kami sudah terkuras habis.
 
part 7, 8, 9 g ada yahh...?

part 1 sampe 9 sudah ada semua disini, cuma tenggelam karena jarang yg buka & komen. cari aja di pencarian Rumah Kontrakan Ardi nanti bakal muncul part 1 sampe 9.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd