Chapter 2 : After the moment
Dalam setiap tahunnya, ospek selalu menjadi perhatian, terutama bagi mahasiswa-mahasiswa senior dan tukang mesum. Gadis-gadis cantik, manis, wajah-wajah baru nan unyu-unyu dengan muka-muka polos gimanaaa gitu selalu menghiasi kampus. Menjadi warna tersendiri dalam dunia persilatan kampus. Jadi begitulah, ospek menjadi sarana pertama dan utama bagi mahasiswa yang ingin mencari, memacari, menggaet (atau dengan istilah apapun) gadis-gadis baru. Ibaratnya kalau di NBA mereka adalah
rookie, yang selalu disusun dalam sebuah draft dan ditawarkan kepada klub-klub yang bergabung di dalamnya.
Keuntungan lain menjadi disiplin mahasiswa pada ospek, selain menjalin kedekatan (secara fisik tentunya) selama kegiatan, juga menjaga popularitas pasca kegiatan. Sesuatu yang tidak dimiliki oleh panitia dari seksi lain, kecuali acara, ketua panitia tentunya. Terbukti, hingga beberapa pekan setelah ospek, banyak mahasiswa (dan mahasiswi) baru menyapa, setiap kali bertemu denganku. So, tinggal kita saja yang pinter-pinter menjaga (atau malah meningkatkan) keakraban ini.
Itu pula yang mendasariku untuk selalu menjadi panitia ospek, sejak tahun kedua keberadaanku di kampus ini. Berharap mendapatkan sosok suci nan abadi hingga pelaminan nanti. Cieee.... ngayal kok kebangeten! Jujur, agak, atau mungkin lebih, bahkan sangat sulit "menggaet" mahasiswi-mahasiswi yang lebih senior, dengan wajah dan penampilan yang pas-pasan. Apalagi ditunjang dengan kendaraan yang yaa... begitulah, Hunda Supra, bukannya Hunda Accord. Ayolah, realistis sajalah, siapa saya.
Sebenarnya targetku bukan hanya mendekati anak angkatan 2001, atau 2002 sih (ayolah, dengan modal segitu masa bisa langsung berhasil?). Tetapi ada satu orang dari angkatan berikutnya yang cukup menarik perhatianku. Gak cantik sih, cuman agak manis dikit, dan centilnya itu loh, gak nguati. Yang jelas bukan bintang maba. Bahkan dalam ospekpun, mungkin dia tidak "terlihat". Cuman, dianya saja yang selalu manja-manja gimanaaa kepadaku. Yah gak papa lah, tak ada rotan, akarpun jadi hehehe.
Demikian, dalam beberapa pekan, hubungan kami menjadi lebih akrab. Tentunya dengan kecentilannya yang kadang mengge-er-kan itu, terkadang sikapnya agak "keluar batas". Tapi gak papalah, sebagai lelaki, aku harus "menjaga" sikap. Bukankah lebih baik sambil menyelam minum susu? Hehehe.
"Hai kakaaak" kata Dhea pada suatu pertemuan di lobby
"Hai juga adeek" aku tersenyum manis
"Hari ini mata kuliah apa?"
"Pengantar mikro kak. Kakak sendiri ada mata kuliah apa?"
"Oooh ntar lagi ada kelas
advance"
"Emang pelajarannya kayak apa sih kak" Dhea mulai mendekat
"Gak tau juga sih dek. Tapi katanya senior-senior sih dosennya rada angker juga. Sering ngulang sampai tiga ato empat kali"
"Kalo pak Bambang enak gak ngajarnya?" tanyanya manja
"Emmmm Pak Bambang yang mana? Ada banyak lho Pak Bambang disini. Bambang yang ini kek...."
Sambil mendengarkan penjelasanku yang panjang dan lebar, pelan tapi pasti Dhea dengan sok centilnya semakin menempelkan pundaknya di lenganku. Dan akupun mulai risih (ato malah menikmati) dengan perlakuannya.
Tap...
Akhirnya kepalanya jatuh di pundakku. Risih juga sih sebenarnya, kan kita lagi ada di tempat umum. Coba kalau lagi di kamar kost..pasti lain lagi ceritanya. Nah tuh kan, ngayal lagi.
"Eh kakak. Kapan-kapan ajakin Dhea jalan-jalan gih. Dhea kan juga pengen lihat-lihat daerah sekitar Malang" rengeknya
"Emang Dhea mau jalan kemana?"
"Kemana ajah terserah kakak"
"Emmm gimana kalo kita ke payung"
"Dimana itu kak?"
"Batu, naik dikit"
"Boleh. Kapan?"
"Kapanpun kau bisa, adikku yang manis"
Hahai...ngasih jalan juga rupanya dia. Awas kena perangkap lho ya.
"Kalo gitu besok sore deh kak. Mumpung malem minggu, kan enak hehe"
"Boleh juga.
Betewe kostmu ada jam malam gak?"
"Biasanya sih sampai jam sembilan, tapi kalau malem minggu sih biasanya sampai jam sebelasan masih gak dikunci kok gerbangnya"
"Hayo kakak mo ngapain" pancingnya
"Mo tau?" jawabku sok jaim
"Iiih Dhea jangan diapa-apain deh kak" katanya sambil menegakkan kembali tubuhnya
Khayalan yang sudah membumbung tinggi itu, mendadak terbang entah kemana...
"Hahaha dijamin deh, kakak gak bakal maksa Dhea yang macam-macam"
"Rencanaku sih kita sekedar ngobrol-ngobrol di payung, berhubung malam minggu, rame, kakak kuatir kita gak tahu waktu. Ato lagi enak-enaknya tiba-tiba harus pulang. Kan sayang kalo kebersamaan kita tiba-tiba diputus begitu saja hehehe" kuacungkan 2 jari seperti kelinci pada saat mengucapkan kebersamaan kita.
"Oooh kakak. Kirain gimana..."
"Emang menurut Dhea, Dhea mau diapain sama kakak"
"Tau deh" jawabnya centil
"Udah yuk dek, itu dosenku dah datang"
"Eh iya tah...udah jamnya ya. Ya udah sampai ketemu lagi deh kak"
"Yuk..daaah"
Akupun berjalan meninggalkan Dhea menuju ruang kelas. Di taman sebelum lorong menuju kelas aku sempat melihat Indri sedang duduk berduaan dengan Joko, pacarnya. Aku hanya menyapa mereka sekilas, karena dosenku sudah terlihat hendak masuk kelas. Begitupun dengan mahasiswa-mahasiswa di sepanjang lorong, mereka yang masih enggan masuk sebelum dosennya datang, kusapa sekilas saja.
Entah mengapa, keberadaan mahasiswa baru kali ini, membuat hariku terasa lebih hidup sekarang. Berbeda dengan angkatan-angkatan sebelumnya, mereka lebih cuek terhadap seniornya. Dan lebih dari itu, Dhea dengan kecentilannya, menjadikanku memiliki secercah harapan baru. Seolah memberiku semangat, untuk mengatakan "Selamat tinggal era jomblo. Selamat datang di dunia asmara". Mungkin akunya yang ke
ge-eran, tapi biarlah aku menikmati saat-saat ini terlebih dahulu.