Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERITA IDA (Story of Teh Ida)

Jumat pagi, aku berangkat ke Surabaya karena kapal suamiku ternyata transit 3 hari di sana untuk bongkar muat. Sehingga tidak mungkin jika suamiku pulang dulu ke rumah di Jakarta, karena kapal itu harus segera kembali berlayar. Gembira aku mendengarnya sebab memang Aku sudah lama ingin jalan-jalan ke kota Pahlawan itu. Dan tentu saja aku sudah tidak sabar ingin bertemu dan dijamah oleh suamiku.

Kukemas pakaianku ke dalam travel bag ukuran sedang supaya aku mampu mengangkatnya sendiri, plus baju hangat menjaga kalau-kalau AC di KA terlampau dingin. Untuk perjalanan kupilih kemeja putih berkancing dari bahan katun supaya nyaman, dipadu dengan celana jeans casual yang ketat. Aku mematut diri di depan cermin. Paduan warna atas dan bawahan membuatku tampil cerah, kulitku tampak makin putih. Model kemeja dan celana yang ngepas di badan membuat tonjolan-tonjolan seksi, terutama di dada, pinggul dan pantatku. Baju kemeja yang kupilih dan agak transparan, sehingga BH dan payudaraku akan terlihat menerawang di baliknya. Terbayang, suamiku nanti pasti akan mengomentari betapa sexynya dirikulalu diikuti dengan ciuman dan rabaan nakal, perlucutan pakaian satu persatu dan diakhiri dengan hubungan seks yang bersemangat dan menyenangkan.

Terbayang pula berpasang-pasang mata lelaki yang akan melotot mengikuti kemana aku bergerak, seperti selama ini kualami ketika Aku keluar dari rumah. Membayangkan seperti itu cukup membuatku bergairah.

Aku berangkat ke stasiun diantar oleh Aceng, adik iparku.

Benar saja, di stasiunpun entah sudah berapa lelaki yang melototiku. Dulunya sih Aku merasa risih, tapi lama kelamaan aku sudah terbiasa, dan selalu bersikap acuh, seolah tak menyadari kalau banyak pasang mata sedang mengamati dadaku. Bahkan akhir-akhir ini aku justru “menikmati” kalau menyadari bahwa banyak mata menontoni tubuhku. Di dalam keretapun begitu. Sewaktu Aku jalan di gang mencari-cari nomor tempat dudukku, hampir semua lelaki yang kursinya kulewati menatapiku. Seperti biasa Aku acuh saja seolah tak tahu.

Kutaruh tasku di bawah saja supaya Aku nanti tak repot kalau mengambil baju hangat. Nomor seat-ku memang di dekat jendela yang sengaja kupilih agar aku bisa tidur nanti. Aku berharap kereta segera berangkat sebab sementara ini tempat duduk di sebelahku kosong sehingga nanti Aku bisa berselonjor kaki.

Tapi rupanya harapan tinggal harapan, seorang ibu datang menanyakan apakah benar ini nomor 5 B.

"Benar, Bu” sahutku.
“Sini, Le …” kata Ibu itu melambaikan tangannya.

Datanglah seorang anak muda yg tergopoh-gopoh meletakkan tas lumayan besar ke rak di atas lalu duduk di sebelahku. Ibu tadi lalu membuka obrolan basa-basi denganku. Dikatakan anak muda ini adalah anak pertamanya yg baru saja lulus SMU, akan berangkat ke Surabaya untuk kuliah. Dia suruh anaknya berkenalan denganku. Lalu ketika terdengar pengumuman kereta segera berangkat, Ibu tadi bilang,

“Titip anak saya ya Mbak …” Titip ? Memangnya Aku mirip Ibu panti asuhan ?

“Iya Bu”basa-basi saja.

Aku masih berusaha untuk mencari tempat duduk yg kosong supaya bisa tidur lebih nyaman. Ketika kereta berangkat Aku bangkit.

“Permisi ya Dik …”

Anak itu menggeser kakinya memberiku jalan. Tadinya anak itu menunduk menatap lantai, tapi begitu Aku melewatinya, matanya langsung melotot ke arah dadaku. Karena memang ketika Aku bergeser mau keluar dari kursi, dadaku berada tepat di depan hidungnya. Aku jalan ke belakang sambil meneliti kursi mana yg kosong. Tak kupedulikan tatapan mata lelaki-lelaki. Tak ada yg kosong. Memang ada 3 kursi yg hanya berisi masing-masing seorang.
Seandainya Aku punya keberanian untuk meminta salah satu penghuni kursi yg sendirian itu untuk bergabung ke penghuni sendirian yg lain, Aku akan dapatkan kursi kosong. Tapi Aku tak berani. Atau anak itu saja yg kusuruh pindah ? Ah, sungguh Aku tak enak. Apa boleh buat, terima saja apa adanya. Aku kembali ke tempatku. Lagi-lagi mata anak muda itu memelototi tubuhku. Dan masih saja tak melepas tatapannya meskipun Aku sudah kembali duduk.

Sering dia mencuri-curi pandang. Menoleh kesamping menatap wajahku, lalu turun ke dadaku, dan kembali kedepan. Kalau Aku melongok keluar melalu jendela, dia seolah punya kesempatan untuk menatapi tubuhku.

Tingkahnya inilah yg membuatku punya ide nakal. Anak ini akan kuberi “pelajaran”, seperti yg pernah kulakukan pada teman sekolah anaku dan Donny tempo hari. Mulailah kulakukan pendekatan, ajak ngobrol basa-basi. Rupanya anak ini pendiam, hanya bicara kalau ditanya. Mungkin pemalu dia.

Aku memikirkan rencana apa yg akan kulakukan dalam show-off ini. Dia tertarik dengan dadaku, okay akan kuberi Dik. Tapi nanti ya, setelah penumpang lain pada tidur dan mas-mas pembawa makanan-minuman itu tak lagi lewat. Sementara ini Aku akan pura-pura tidur dulu. Ternyata Aku tertidur beneran …

Aku terbangun karena kereta berguncang berhenti mendadak dengan suara rem berdenyit. Refleks aku menoleh kesamping ke “teman tidurku” si anak muda baru lulus SMU. Gotcha ! Mata anak itu baru saja beralih dari dadaku ! Ketangkap basah elo ! Tapi justru Aku yg kaget. Kulihat kancing kemejaku yg paling atas sudah lepas. Bagian dadaku begitu terbuka sehingga menampakkan sebagian bulatan dadaku. Pantes saja anak ini memilih tak tidur karena mendapatkan pemandangan yg lebih indah dari mimpinya kalau dia tidur. Matanya yg segar tdk memerah menandakan dia belum tidur.

Rasa dingin AC menyergap tubuhku. Kuambil baju hangat dari tasku dan memakaikannya. Segala gerakanku dari mengambil baju sampai mengenakannya tak lepas dari lirikan curi-curi matanya. Aku coba mengingat-ingat kembali sebelum tidur tadi. Aku yakin sekali tadi tdk melepas kancingku. Apakah lepas sendiri ? Rasanya tdk mungkin. Lubang kancing ini masih kuat, tdk longgar. Apakah anak ini yg melepasnya ? Inilah satu-satunya kemungkinan. Seberani itukah Si pemalu ini ? Mungkin saja. Dibalik sifatnya yg pemalu mungkin saja sesungguhnya anak ini nakal. Kalau benar demikian, aha … Aku merasa mendapat tantangan !

Kereta berhenti cukup lama, sunyi, bukan berhenti di stasiun. Pandangan ke luar gelap gulita. Jam menunjukkan pukul dua lebih seperempat. Rasanya semua penumpang sudah tertidur, tak terdengar obrolan hanya samar-samar terdengar dengkuran yg bersahutan. Rasanya semua penumpang sudah tertidur, kecuali anak di sebelahku ini. Show time !

Sengaja aku membiarkan kancing kemejaku tetap terlepas, hanya mengatupkannya saja. Sedangkan baju hangat hanya menutupi kedua lengan dan bahuku saja, bagian dada tetap terbuka. Aku bersandar dan mulai memejamkan mata, pura-pura tidur sebenarnya untuk membuktikan sangkaanku tentang kenakalan anak ini.

Kereta belum juga jalan, keadaan masih senyap sehingga dengan mengeluarkan suara dengkuran halus cukup untuk mengelabui anak ini. Cukup lama aku “mendengkur” belum ada kejadian apa-apa.

Tapi tunggu dulu … serasa ada yg menyentuh blouseku. Aku deg-degan, tapi tetap pura-pura mendengkur. Benar. Terasa olehku ada yg membuka belahan kemeja yg tadi kukatupkan. Siapa lagi kalau bukan anak nakal di sebelahku ini. Aku makin berdebar, membuat dadaku makin naik-turun. Rasanya belahan blouseku sudah terbuka lebar, lalu Aku menunggu aksi dia berikutnya.

Perkiraanku dia akan menyusupkan telapak tangannya kedalam blouse yg sudah terbuka. Aku menunggu, dengan dada yg berdegup. Kalau benar dia akan merabai payudaraku, apa reaksiku ? Menampik tangannya diikuti dengan kemarahan besar atau justru membiarkannya ? Let see. Tapi aksi itu tak kunjung muncul. Penasaran aku dengan amat hati-hati membuka sedikit mataku. Benar. Dari sela-sela bulu mataku Aku bisa melihat kemejaku sudah terbuka lebar, bulatan payudara kiriku hampir seluruhnya tampak. Mengetahui keadaan ini tubuhku menghangat, darahku serasa lebih cepat mengalir. Aku mulai gelisah.

Sampai kereta jalan lagi tak terjadi apa-apa. Anak ini hanya ingin melihat saja rupanya, silakan Dik, nikmati buah ranum kebanggaanku ini. Rasanya Mbak akan keberatan bila engkau ingin merasakan kehalusan kulit dadaku, atau ingin merasakan ranumnya buah kembarku ini dengan meremasnya. Aku ingin engkau tahu bahwa putingku sudah mengeras … silakan. Tapi sekian menit Aku menunggu lagi, keberanianmu tak muncul juga … Atau engkau akan membuka kancing kemejaku lagi ? Lakukan saja. Aku akan diam tak berreaksi.

Sayangnya aku memakai celana panjang. Bila saja aku memakai rok, tak segan aku akan mengangkat kakiku hingga tersibak dan engkau akan tahu Aku memiliki sepasang paha yg selain putih mulus juga berpenampang bulat. Lampu ruangan kereta yg cukup terang mungkin cukup buat kamu untuk mengamati bulu-bulu halus di pahaku. Khayalanku buyar ketika kurasakan sentuhan di dadaku. Berdebar aku menunggu apa yg akan diperbuat oleh anak yg tampaknya alim tapi ternyata nakal ini. Tapi aku tetap memperdengarkan dengkuran halusku.

Nah…. kamu nekat juga akhirnya. Bisa kurasakan kain kemejaku tertarik-tarik. Sedang apa dia? Perasaanku dia sedang membukai kancing, meneruskan pekerjaan yg tadi tertunda. Ayo, setelah terbuka kancingku satu lagi, apa yg akan kamu lakukan… Ternyata tak ada apapun. Dinginnya AC kereta menyapu ke dadaku yg 3 kancingnya terbuka. Setelah beberapa saat tak ada sentuhan apapun, kubuka ujung kelopak mataku sedikit.

Kemejaku memang telah tersibak ke kanan-kiri, sebagian bra-ku tampak, juga belahan dan bagian bulatan kedua payudaraku. Selain itu, ada juga bayangan yg menerpa wilayah dadaku. Perkiraanku, anak nakal ini duduknya lebih mendekat ke arahku sedang menikmati hasil usahanya. Artinya, Aku telah berhasil mencapai tujuanku mempertontonkan tubuhku kepada remaja ini. Silakan, nikmati sepuasmu, Nak … Seperti yg pernah terjadi, kondisi seperti ini membuatku “gerah”, yaitu awal dari perasaan terrangsang.

Dan, kurasakan sentuhan di dada kiriku. Aku mengintip melalui sela-sela bulu mataku. Tampak jari-jari anak ini menyentuh payudaraku. Awalnya hanya jari telunjuk, kini keempat jarinya sudah mengusapi payudaraku. Kegerahanku mulai merambat naik, kurasakan di bawah sana mulai melembab. Aku bimbang, akankah anak ini kubiarkan terus menjamah payudaraku atau aku stop dengan elegan ? Entah kenapa kali ini aku tak keberatan jika anak ini nantinya akan meremasi payudaraku. Cuma yg aku khawatirkan, dalam kondisi yg telah terangsang begini tentu saja puting dadaku telah mengeras. Lulusan SMU ini kemungkinan besar telah tahu arti mengerasnya puting payudara. Aku tak mau dia tahu bahwa Aku telah terrangsang.

Sementara ini masih kubiarkan dia mengelusi payudaraku di wilayah yg terbuka saja. Kalau nanti dia berani menyusupkan jari-jarinya ke balik bra, baru Aku akan bertindak. Tapi …. kini ujung jarinya telah menyentuh pinggiran cup bra-ku. Harus ada tindakan sekarang. Bagaimana caranya supaya tak kelihatan aku sedang pura-pura tidur? Okay, kupejamkan mataku, lalu kupalingkan kepalaku sedikit ke arahnya. Berhasil. Dia menarik tangannya dari wilayah dadaku. Rupanya dia tak berani lagi menjamah, setelah sekitar seperempat jam kemudian tak ada lagi tangan dia. Kuperkirakan dia sekarang hanya berani memelototi saja.

Beberapa saat berikutnya kurasakan kursi kereta ini berguncang-guncang kecil dan teratur. Aku yakin ini bukan guncangan gerbong kereta, tapi “gempa lokal”. Dan “epicentrum gempa” ada di sebelahku, tdk puluhan kilo di bawah permukaan laut tapi hanya beberapa senti di atas permukaan kursi kereta. Ukuran gempa tak sampai satu skala Richter. Apa yg sedang dia lakukan sekarang dengan nafasnya yg memburu? Tak sampai dua menit gempa tiba-tiba berhenti. Lalu beberapa detik berikutnya hidungku menangkap aroma khas, aroma yg sama ketika suamiku menginginkan variasi oral dengan diakhiri “membasuh” mukaku.

Aku jadi penasaran ingin meyakinkan sangkaanku. Kalau sangkaanku ini benar, alangkah beraninya anak ini. Kubuka kelopak mataku sedikit seperti tadi. Ternyata perkiraanku benar. Samar-samar kulihat penis tegang anak ini nongol dari rits celananya, dan di ujung batang yg membasah ini telapak tangan kirinya sedang menampung tetesan-tetesan akhir pancaran cairan yg beraroma khas tadi … Kututup mataku sebelum dia menoleh. Gerakan-gerakan tubuhnya menunjukan dia sedang sibuk berberes. Lalu sunyi, tak ada gerakan apa-apa. Kubuka lagi kelopak mataku, dia tak ada. Mungkin sedang ke toilet. Aku tersenyum penuh kemenangan ….

Aku berberes sedikit, hanya mengatupkan sibakan kemejaku tapi tidak mengancingkannya. Lalu aku mengubah posisi duduk dan pura-pura tidur lagi. Setelah kurasakan dia kembali duduk, aku pura-pura terbangun dan mengatupkan kemejaku dan menoleh ke arahnya. Lagi-lagi dia tertangkap mata mengamati dadaku. Aku tak merapikan kancing-kancing kemejaku yg terbuka sebab aku harus tetap bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Nanti akan kurapikan di toilet saja. Aku bangkit.

“Permisi ya, Dik…”
“Oh…. silakan, Mbak”

Kakiku melewati ujung dengkulnya dengan sedikit membungkukkan tubuhku. Tentu saja dadaku melewati hanya beberapa senti di depan hidungnya. Dengan kemeja yg belum terkancing, dia bisa menikmati payudaraku dari jarak yg amat dekat. Nikmati sepuasmu, ini adalah sajian terakhir, kataku dalam hati. Di toilet Aku merapikan kemejaku, terlihat putingku masih menegang.

14 jam perjalajan dari Jakarta menuju Surabaya. Di stasiun suamiku sudah menunggu. Aku menolak semua usul suamiku untuk mampir ke mall atau ke restoran.

“Langsung ke hotel aja, Mauu mandi dulu”kataku.

Padahal sebetulnya Aku ingin cepat-cepat sampai di hotel agar penis suamiku bisa langsung “mengisi” di bawah sana yg masih lembab dan megap-megap.

Begitu kamar pintu hotel tertutup, Aku langsung menubruk suamiku, kupeluk erat-erat, sangat kencang.

“Katanya Mauu mandi dulu…..”
“Engga, Mauu ini dulu”
kataku sambil menjamah selangkangannya. Batang yg kurindukan itu pun mulai memuai.

“Aku juga pengin banget….”katanya.

Suamiku langsung melepas seluruh pakaiannya dengan cepat sampai telanjang bulat. Aku baru sempat melepas celana panjang dan CD-ku saja ketika suamiku membopong tubuhku dan “melempar”kannya ke ranjang. Ditindihnya tubuhku. Dirabanya memeku.

“Uh…. dah basah….”katanya.

Dia bangkit, bertumpu pada kedua lututnya dan lalu menusuk masuk. Aku menikmati pompaannya. Tubuhku serasa melayamhg-layang…

Tak sadar Aku merintih dan melenguh lebih keras dari biasanya sampai suamiku menutup mulutku. Suatu persetubuhan yg sungguh begitu nikmat.

Kami baru menyadari bahwa ternyata pintu kamar belum tertutup rapat. Entah ada orang kebetulan lewat atau tdk ketika kami tadi bersetubuh. Yg jelas suara rintihanku tadi pasti nyampai ke mana-mana.

Dia bangkit hendak menutup pintu. Aku cegah sehingga kelamin kami masih bertautan.

“Biarin ajalah, Mas…”kataku.
“Entar ada yg lewat …..”
“Sayang Mauu dilepas”kataku.

Sebelum mandi kami melakukan lagi, maklum sudah 3 bulan tak ketemu. Juga dengan pintu yg kubiarkan tak rapat tertutup, tanpa suamiku tahu.

Bersambung...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd