Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERITA IDA (Story of Teh Ida)


Aceng Umar

Menonton persetubuhan Aceng dan Evi menjadi kegiatan rutinku. Tentu saja sambil ditemani mainan kontol-komtolan yang kugunakan sambil menonton siaran langsung di depan mataku itu. Aalhasil, aku pun suka ikut orgasme saat mereka juga mencapai puncak kenikmatan.

Walau Evi tidak mengetahui hal itu, Aceng tau dan mengerti keadaanku yang jarang dibelai suamiku ini. Namun aku tak sampai hati mengkhianati suamiku.

Seperti biasa aku memasakan 2 bungkus indomie rebus ayam spesial untuk Aceng. Kutambahi dengan 2 butir telur, kornet, parutan keju dan irisan cabe rawit. Adik iparku itu tampak lahap memakanya setelah habis bertempur dengan istrinya, yang saat ini terkapar tidur karena kelelahan.

Dengan masih mengenakan lingerie tipis aku menghampirinya, sambil memegang meremas kedua bahunya yang kekar itu. Terasa otot bahunya begitu keras dibalik tumpukan lemaknya yang empuk.

"Enak aa??"
"Iya Teh, enak banget nih mie nya.."

Ku langkahkan kaki ku lalu duduk menyamping di atas meja makan, di hadapannya. Aku yakin dia pasti akan menikmati suguhan paha mulus yang jenjang ini.

"Bukan mie nya aa. Ngewenya.."
"Ah, Teteh mah.."

"Enak gak Aa, punya adik teteh?"
Dia hanya mengangguk senyum lalu melanjutkan menyantapm mie rebus nya.

Ku teguk air putih dingin langsung dari botolnya. Senagian airnya keluar dari mulutku, mengalir membasahi leher jenjangku. Rembesan air itu terus menelusuri ke bawah, membasahi pula payudaraku di balik lingerieku yang tipis. Belahan lingerie yang rendah, hanya dengan seutas tali yang mengait di kedia bahuku, membuat payudaraku yang kecil dan basah oleh air ini bisa terlihat dengan jelas oleh adik iparku. Terlihat dia seseklai curi-curi pandang ke arahku.

"Aaaahhhh..."
"Enak ya Evi, ada suami yang bisa memenuhi kebutuhan biologisnya. Sedangkan Teteh...."

"Teteh yang sabar. Suami teteh kan kerja, cari nafkah buat keluarga.." timpah Aceng. Sambil telapak tangannya dia letakan di atas paha mulusku.

"Iya sabar. Tapi tangannya gak sambil usah elus-elus paha Teteh juga atuh Ceng!" ucapku sambil tersenyum menggoda.

Mukanya memerah, tersipu malu saat aku goda itu.

"Maaf, Teh."
Yaudah, Teteh mau bobo dulu. Piringnya cuci, terus kamu tidur juga. Awas jangan sampe salah kamar."

Aku pun melangkah menuju kamar tidurku. Pantatku meliuk kek kanan dan ke kiri seirama dengan langkah kakiku. Lingerieku yang amat pendek, serta celana dalamku yang model G-string itu memperjelas kedua bongkahan daging yang bulat sempurna ini.
_______________________________

Hari itu aku bangun agak siang. Anaku sudah berangkat ke sekolah, dan Evi ku lihat sedang bersiap-siap seperti hendak pergi.


"Mau ke mana, Vi?"
"Mau ke pasar Teh, sama Mbak Maya. Sekalian Epi mau ke apotek beli obat."

"Beli obat? Emang siapa yang sakit?
"Aa Aceng, Teh. Dari semalem badanya panas."

"Aceng enggak kerja dong?"
"Enggak, Teh. Aa Aceng lagi istirahat di kamar."


Evi berangkat pergi sementara aku ke kamar mandi untuk mandi. Badanku terasa segar setelah mandi. Wangi sampo dan sabun masih tercium dari tubuhku. Hal ini membuat niat isengku muncul.

Dengan masih melilitkan handuk di tubuh, aku masuk ke kamar tidur adiku. Aceng, suami adiku itu tengah tiduran. Kaget dia, melihat aku yang hanya memakai handuk masuk ke kamarnya.

"Aa sakit?"
"Iya, Teh. Badan saya panas dari semalam."

"Masuk angin kali?"
Kudekati dia, tanganku kutempelkan di keningnya.

"Ih iya, panas banget badanmu."
Badanku sangat dekat dengannya. Aku naik di kasurnya, kaki kiriku di atas dipan melipat, sementara kaki kananku di bawah menapak ke lantai. Hal ini membuat handuk bagian bawahku sedikut tersingkap, menunjukan paha mulusku yang bel kering sempurna hingha ke pangkalnya. Bekas air membuat paha putihku itu terlihat mengkilap. Aku yakin dia bisa melihat pangkal pahaku, juga bulu-bulu halus memeku yang dari sedikit celah handuk yang tersingkap itu.

Sudau kuduga, hal ini akan membuat adik iparku ini bereaksi. Sensasi erotisku yang tengah duduk dalam posisi ini akan menimbulkan fantasy tersendiri di otaknya. Sensasi yang mana otaknya akan memberi sinyal pada jantung agar memompa darah lebih cepat. Darah pun aka teralir ke bagian vitalnya, sehingga bagian vital itu akan bangun dari tidurnya.

"Hihihi, gak usah bangun gitu atuh Aa titinya.."
"Abisnya sih teteh cuma pake handuk kayak gitu."

Aku menduga sakitnya adik iparku ini karena Evi adiku yang tengah datang bulan. Beberapa hari ini aku tak mendengar persetubuhan mereka karena adanya tamu bulanan adiku itu.

"Aa, teteh pijetin ya?"
"Gak usah ah, Teh.."

"Udah sini, cepetan buka baju nya biar cepet sembuh."

Setelah aku desak, akhirnya dia mau untuk aku pijat. Dia membuka bajunya lalu tengkurap membelakangiku. Dia kaget ketika aku menarik melepas celana seklaigus celana dalamnya.

"Ih, Teh kok dibuka?"
"Bisi kena baju aa. Udah tunggu dulu, Teteh ambil lotion dulu. Biar enak."

Aku mengambil lotion untuk pijat di kamarku, lalu kembali masuk ke kamar adiku. Tentu saja aki masih dengan hanya melilitkan handuk untuk, menutupi tubuh bugilku.

Terlihat di sana tubuh telanjang Aceng tengah tengkurap membelakangiku. Tubuhnya gemuk, gempal dan cukup kekar. Dan tentu saja, tongkat panjang dan besar terhalang dibalik tubuhnya yang tengah tengkurap itu

Mulailah aku pijat dengan membalurkan krem ke seluruh tubuhnya, dimulai dari telapak kaki, betis, paha, pantat, pinggang, punggung. Karena letak kedua kakinya yang agak rapat, saat aku memijat bagian telapak kakinya, otomatis kakinya tertarik dengan sendirinya sehingga posisi kakinya terbuka lebar. Aku dapat melihat jelas kedua bola naganya dibawah pantaynya yang gempal itu.

Saat memijat punggung aku naik ke tempat tidur dengan menduduki pantatnya. Paha bagian dalamku menyentuh pantatnya, terasa empuk sekali. Aku yakin dia pasti merasakan hangatnya memeku yang tidak terhalang apa-apa lagi di balik handuk ini.

Saat tanganku mendorong dari pinggang ke pundak, otomatis posisinya agak menunduk, terasa ada dua hal yang membuat darahku berdesir. Pertama, payudara kecilku, kedua bongkahan daging itu menyentuh punggungnya. Walau hanya berukuran 32 dan masih dibungkus handuk, namun terasa ada rasa kenyal yang bisa membangkitkan birahi.

Kedua menduduki pantatnya, memeku terasa hangat menempel di pantatnya. Nah saat aku menunduk otomatis daging vagina yang dijiasi bulu-bulu halus itu menggesek pantatnya dan ada rasa nikmat berupa kedutan-kedutan sehingga menyebabkan memeku pun mulai lembab.

Hingga akhirnya memijat bagian lipatan paha dalam yang kadang-kadang ujung jariku menyentuh kedua bola naganya.

Untuk ukuran pria normal, diperlakukan seperti itu paati akan bereaksi. Kulihat kemaluannya mulai bangun. Ibarat dongkrak mobil, otomatis pantatnya akan terangkat karena volume kontolnya yang terisi penuh.

Tidak ada obrolan dari mulut kami. Kami konsentrasi merasakan nikmat yanh ditimbulkan oleh kegiatan kami masing-masing.

Dengan usapan dari paha luar kutarik ke atas masuk antara biji dan paha dalam mengitari lubang anus, yang terkadang sengaja kusentuh dengan kedua tangan secara bergantian. Otomatis pantatku naik lagi, pindah ke betis, terus kembali ke pantat lagi. Dan sengaja kau terus mempermainkannya, membuat dia pusing bukan kepalang. Kurangsang kuhentikan lagi, kurangsang lalu kuhentikan lagi. Terus saja kupermainkan seperti itu.

Aku memindahkan pijatanku ke pundaknya terus ke pinggang terus tangan, benar-benar dia dibuat kesal olehku.

"Teteh! Tolong dong jangan dibikin pusing nih!”
“Memangnya kenapa, Aa?”
“Teteh mijatnya bikin saya pusing nih”,
“Ya udah Aa diam saja, ikutin saja yah!”

"Sekarang depannya ya, Aa”
Aceng membalikkan badannya, terlihat kontolnya masih tegang. Dan aku pun mulai memijat, seperti urutan saat telungkup tadi.

“Aa perutnya mau di urut nggak?”
Dia menggangguk saja, sepertinya dia kesal karena aku permainkan. Aku urut perutnya, otomatis karena rangsanganku di perutnya itu kontol Aceng kembali menegang. Sesekali aku senggol-senggol untuk menggodanya.

“Kenapa Aa?” tanyaku.
"Tau ah, Teteh mah mijetnya modus."

“Nggak modus juga, ini udah keras banget”,
Aku bercanda sambil menyanjungnya.

"Sini Aa, Teteh pijet kepalanya."

Aku taruh kepalanya di atas pangkuanku. Aku tahan kepalanya dengan kedua tanganku dan kuberikan teknik pijatan untuk merelaksasi kepala.

"Jangan ditahan ya Aa, senderin aja kepalanya ke tangan Teteh."

Kuberikan pijatan relaksasi itu. Kini dia tampak rileks termasuk kepala bawahnya. Selesai memberikan pijatan kepala, selesai selesai pula sesi pijat yang kuberikan. Aceng masih telanjang menyender ke bahu kananku, tangan kananku merangkulnya. Sementara tangan kiriku mengusap-ngusap kepalanya sambil sesekali memberikan pijatan. Aku masih hanya memakai handuk dalam posisi ini.

"Gimana, udah enakam Aa?"
"Iya Teh, badan saya terasa agak enteng."

Kulihat dia sudah tidak sepucar tadi, pertanda aliran darahnya sudah mulai berjalan dengan baik. Aku masih merangkulnya, kepalanya menyender di bahu kananku. Wajahnya hampir menempel ke ketiaku yang putih mulus tanpa bulu. Ketiaku itu menyambung dengan bongkahan payudaraku yang kecil namun masih ranum. Walau masih tetutup handuk, kedua tonjolanya begiti menggoda. Apalagi bagian sebelah atasnya yang basah karena keringat tampak mengkilat terkena cahaya. Ditambah wangi sabun yang semerbak dari tubuhku.

Aku masih mengusap-ngusap kepalanya saat kepala bawah adik iparku ini mulai bangun. Aku mengerti, lelaki normal mana yang bisa tahan kuperlakukan seperti ini. Kuturunkan tanganku, kini tanganku menggenggam tongkatnya yang mulai berdiri itu.

"Jangan, Teh.." terdengar lirih suaranya.
Namun tak ada reaksi penolakan darinya. Aku mulai mengurut batang kejantanannya itu. Ku urut perlahan dari pangkal batangnya terus ke atas ke helmnya, lalu turun lagi ke bawah. Batang itu pun mulai terasa membesar dan mengeras di tanganku.

"Sshh.. Aaahhh.."
Terdengar lirih desahannya. Aku lanjut menhurutnya sebelum kuhentikan sejenak kegiatanku. Dia nampak kaget, raut mukanya seperti kecewa. Namun aku memberikan sebuah kejutan untuknya.

Tangan kiriku yang tadi mengurut batangnya, kini kugunakan untk melepas ikatan handuku. Sehingga kini terpampanglah kedua payudara kecilku yang ranum itu seutuhnya. Payudara kecil yang dihiasi puting berwarna pink di atasnya. Puting susu itu tampak mancung dan mengeras karena aku yang sudah terangsang dari tadi.

Kulanjutkan mengurut kontolnya saat Aceng masih melongo memperhatikan kedua susu indahku ini. Rupanya sudah dalam posisi ini pun, dia tidak berani berbuat lebih kepadaku. Ini membuatku harus lebih berinisiatif lagi.

Tangan kananku yang dari tadi merangkul menopang kepalanya, kini kugunakan untuk manarik kepalanya, mendekatkannya ke arah payudaraku. Awalnya terasa seperti ada penolakan, sepertinya dia tak berani berbuat lebih pada kakak istrinya ini. Namun penolakan itu mulai mengendur seiring dengan kocokanku di kontolnya yang sekarang ia nikmati.

Mulutnya kini tepat menempel di puting susuku. Hembusan nafas desahanya terasa hangat di putingku.

"Sok atuh, Aa."
Kini terasa sesuatu yang basah menyapu ujung putingku sebelah kanan. Lidah Aceng mulai menyapu kecil-kecil ke putingku sebelum ia mulai, mengulumnya. Sementara payudara kiriku masih tak terjamah.

Terpaksa kuhentikan lagi kocokanku untuk, meraih tangannya dan menempatkannya di, payudaraku yang sebelah kiri.

Kini lengkap sudah, Aceng tengah menyusu pada payudaraku yang sebelah kanan. Sementara yang sebelah kiri kini tengah di remas-remas olehnya. Aku pun makin semangat mengocok batang, kontolnya yang besar itu.

Tak butuh waktu lama sebelum aku merasakan sinyal-sinyal itu. Sedotan Aceng terasa makin kuat menghisap puting susuku, sementara tangannya makin mencengkram payudara kiriku. Kocokanku yang makin kuat akhirnya mengeluarkan lahar panas dari tongkat saktinya.

Crrrrrrrooooooootttttttttttt....
Menyembur banyak keluar karena sudah beberapa hari ini dia memang belum ganti oli. Dan entah kenapa, aku merasakan sensasi orgasme walau tak ada yang menstimulis bagian memeku. Seolah ada kepuasan tersendori saat aku berhasil mengeluarkan spermanya.
_____________________________________

Menjelang sore Evi baru pulang. Dia heran karena suaminya sudah terlihat segar bugar kembali.

"Aa udah sembuh?"
"Iya, badan Aa udah enakan."

"Tadi Teteh pijetin suami kamu. Kasian soalnya. Gak apa-apa kan?"

"Oh, gak apa-apa atuh Teh. Makasih banyak lho."

Bersambung..


Teh Ida
 

Aceng Umar

Menonton persetubuhan Aceng dan Evi menjadi kegiatan rutinku. Tentu saja sambil ditemani mainan kontol-komtolan yang kugunakan sambil menonton siaran langsung di depan mataku itu. Aalhasil, aku pun suka ikut orgasme saat mereka juga mencapai puncak kenikmatan.

Walau Evi tidak mengetahui hal itu, Aceng tau dan mengerti keadaanku yang jarang dibelai suamiku ini. Namun aku tak sampai hati mengkhianati suamiku.

Seperti biasa aku memasakan 2 bungkus indomie rebus ayam spesial untuk Aceng. Kutambahi dengan 2 butir telur, kornet, parutan keju dan irisan cabe rawit. Adik iparku itu tampak lahap memakanya setelah habis bertempur dengan istrinya, yang saat ini terkapar tidur karena kelelahan.

Dengan masih mengenakan lingerie tipis aku menghampirinya, sambil memegang meremas kedua bahunya yang kekar itu. Terasa otot bahunya begitu keras dibalik tumpukan lemaknya yang empuk.

"Enak aa??"
"Iya Teh, enak banget nih mie nya.."

Ku langkahkan kaki ku lalu duduk menyamping di atas meja makan, di hadapannya. Aku yakin dia pasti akan menikmati suguhan paha mulus yang jenjang ini.

"Bukan mie nya aa. Ngewenya.."
"Ah, Teteh mah.."

"Enak gak Aa, punya adik teteh?"
Dia hanya mengangguk senyum lalu melanjutkan menyantapm mie rebus nya.

Ku teguk air putih dingin langsung dari botolnya. Senagian airnya keluar dari mulutku, mengalir membasahi leher jenjangku. Rembesan air itu terus menelusuri ke bawah, membasahi pula payudaraku di balik lingerieku yang tipis. Belahan lingerie yang rendah, hanya dengan seutas tali yang mengait di kedia bahuku, membuat payudaraku yang kecil dan basah oleh air ini bisa terlihat dengan jelas oleh adik iparku. Terlihat dia seseklai curi-curi pandang ke arahku.

"Aaaahhhh..."
"Enak ya Evi, ada suami yang bisa memenuhi kebutuhan biologisnya. Sedangkan Teteh...."

"Teteh yang sabar. Suami teteh kan kerja, cari nafkah buat keluarga.." timpah Aceng. Sambil telapak tangannya dia letakan di atas paha mulusku.

"Iya sabar. Tapi tangannya gak sambil usah elus-elus paha Teteh juga atuh Ceng!" ucapku sambil tersenyum menggoda.

Mukanya memerah, tersipu malu saat aku goda itu.

"Maaf, Teh."
Yaudah, Teteh mau bobo dulu. Piringnya cuci, terus kamu tidur juga. Awas jangan sampe salah kamar."

Aku pun melangkah menuju kamar tidurku. Pantatku meliuk kek kanan dan ke kiri seirama dengan langkah kakiku. Lingerieku yang amat pendek, serta celana dalamku yang model G-string itu memperjelas kedua bongkahan daging yang bulat sempurna ini.
_______________________________

Hari itu aku bangun agak siang. Anaku sudah berangkat ke sekolah, dan Evi ku lihat sedang bersiap-siap seperti hendak pergi.


"Mau ke mana, Vi?"
"Mau ke pasar Teh, sama Mbak Maya. Sekalian Epi mau ke apotek beli obat."

"Beli obat? Emang siapa yang sakit?
"Aa Aceng, Teh. Dari semalem badanya panas."

"Aceng enggak kerja dong?"
"Enggak, Teh. Aa Aceng lagi istirahat di kamar."


Evi berangkat pergi sementara aku ke kamar mandi untuk mandi. Badanku terasa segar setelah mandi. Wangi sampo dan sabun masih tercium dari tubuhku. Hal ini membuat niat isengku muncul.

Dengan masih melilitkan handuk di tubuh, aku masuk ke kamar tidur adiku. Aceng, suami adiku itu tengah tiduran. Kaget dia, melihat aku yang hanya memakai handuk masuk ke kamarnya.

"Aa sakit?"
"Iya, Teh. Badan saya panas dari semalam."

"Masuk angin kali?"
Kudekati dia, tanganku kutempelkan di keningnya.

"Ih iya, panas banget badanmu."
Badanku sangat dekat dengannya. Aku naik di kasurnya, kaki kiriku di atas dipan melipat, sementara kaki kananku di bawah menapak ke lantai. Hal ini membuat handuk bagian bawahku sedikut tersingkap, menunjukan paha mulusku yang bel kering sempurna hingha ke pangkalnya. Bekas air membuat paha putihku itu terlihat mengkilap. Aku yakin dia bisa melihat pangkal pahaku, juga bulu-bulu halus memeku yang dari sedikit celah handuk yang tersingkap itu.

Sudau kuduga, hal ini akan membuat adik iparku ini bereaksi. Sensasi erotisku yang tengah duduk dalam posisi ini akan menimbulkan fantasy tersendiri di otaknya. Sensasi yang mana otaknya akan memberi sinyal pada jantung agar memompa darah lebih cepat. Darah pun aka teralir ke bagian vitalnya, sehingga bagian vital itu akan bangun dari tidurnya.

"Hihihi, gak usah bangun gitu atuh Aa titinya.."
"Abisnya sih teteh cuma pake handuk kayak gitu."

Aku menduga sakitnya adik iparku ini karena Evi adiku yang tengah datang bulan. Beberapa hari ini aku tak mendengar persetubuhan mereka karena adanya tamu bulanan adiku itu.

"Aa, teteh pijetin ya?"
"Gak usah ah, Teh.."

"Udah sini, cepetan buka baju nya biar cepet sembuh."

Setelah aku desak, akhirnya dia mau untuk aku pijat. Dia membuka bajunya lalu tengkurap membelakangiku. Dia kaget ketika aku menarik melepas celana seklaigus celana dalamnya.

"Ih, Teh kok dibuka?"
"Bisi kena baju aa. Udah tunggu dulu, Teteh ambil lotion dulu. Biar enak."

Aku mengambil lotion untuk pijat di kamarku, lalu kembali masuk ke kamar adiku. Tentu saja aki masih dengan hanya melilitkan handuk untuk, menutupi tubuh bugilku.

Terlihat di sana tubuh telanjang Aceng tengah tengkurap membelakangiku. Tubuhnya gemuk, gempal dan cukup kekar. Dan tentu saja, tongkat panjang dan besar terhalang dibalik tubuhnya yang tengah tengkurap itu

Mulailah aku pijat dengan membalurkan krem ke seluruh tubuhnya, dimulai dari telapak kaki, betis, paha, pantat, pinggang, punggung. Karena letak kedua kakinya yang agak rapat, saat aku memijat bagian telapak kakinya, otomatis kakinya tertarik dengan sendirinya sehingga posisi kakinya terbuka lebar. Aku dapat melihat jelas kedua bola naganya dibawah pantaynya yang gempal itu.

Saat memijat punggung aku naik ke tempat tidur dengan menduduki pantatnya. Paha bagian dalamku menyentuh pantatnya, terasa empuk sekali. Aku yakin dia pasti merasakan hangatnya memeku yang tidak terhalang apa-apa lagi di balik handuk ini.

Saat tanganku mendorong dari pinggang ke pundak, otomatis posisinya agak menunduk, terasa ada dua hal yang membuat darahku berdesir. Pertama, payudara kecilku, kedua bongkahan daging itu menyentuh punggungnya. Walau hanya berukuran 32 dan masih dibungkus handuk, namun terasa ada rasa kenyal yang bisa membangkitkan birahi.

Kedua menduduki pantatnya, memeku terasa hangat menempel di pantatnya. Nah saat aku menunduk otomatis daging vagina yang dijiasi bulu-bulu halus itu menggesek pantatnya dan ada rasa nikmat berupa kedutan-kedutan sehingga menyebabkan memeku pun mulai lembab.

Hingga akhirnya memijat bagian lipatan paha dalam yang kadang-kadang ujung jariku menyentuh kedua bola naganya.

Untuk ukuran pria normal, diperlakukan seperti itu paati akan bereaksi. Kulihat kemaluannya mulai bangun. Ibarat dongkrak mobil, otomatis pantatnya akan terangkat karena volume kontolnya yang terisi penuh.

Tidak ada obrolan dari mulut kami. Kami konsentrasi merasakan nikmat yanh ditimbulkan oleh kegiatan kami masing-masing.

Dengan usapan dari paha luar kutarik ke atas masuk antara biji dan paha dalam mengitari lubang anus, yang terkadang sengaja kusentuh dengan kedua tangan secara bergantian. Otomatis pantatku naik lagi, pindah ke betis, terus kembali ke pantat lagi. Dan sengaja kau terus mempermainkannya, membuat dia pusing bukan kepalang. Kurangsang kuhentikan lagi, kurangsang lalu kuhentikan lagi. Terus saja kupermainkan seperti itu.

Aku memindahkan pijatanku ke pundaknya terus ke pinggang terus tangan, benar-benar dia dibuat kesal olehku.

"Teteh! Tolong dong jangan dibikin pusing nih!”
“Memangnya kenapa, Aa?”
“Teteh mijatnya bikin saya pusing nih”,
“Ya udah Aa diam saja, ikutin saja yah!”

"Sekarang depannya ya, Aa”
Aceng membalikkan badannya, terlihat kontolnya masih tegang. Dan aku pun mulai memijat, seperti urutan saat telungkup tadi.

“Aa perutnya mau di urut nggak?”
Dia menggangguk saja, sepertinya dia kesal karena aku permainkan. Aku urut perutnya, otomatis karena rangsanganku di perutnya itu kontol Aceng kembali menegang. Sesekali aku senggol-senggol untuk menggodanya.

“Kenapa Aa?” tanyaku.
"Tau ah, Teteh mah mijetnya modus."

“Nggak modus juga, ini udah keras banget”,
Aku bercanda sambil menyanjungnya.

"Sini Aa, Teteh pijet kepalanya."

Aku taruh kepalanya di atas pangkuanku. Aku tahan kepalanya dengan kedua tanganku dan kuberikan teknik pijatan untuk merelaksasi kepala.

"Jangan ditahan ya Aa, senderin aja kepalanya ke tangan Teteh."

Kuberikan pijatan relaksasi itu. Kini dia tampak rileks termasuk kepala bawahnya. Selesai memberikan pijatan kepala, selesai selesai pula sesi pijat yang kuberikan. Aceng masih telanjang menyender ke bahu kananku, tangan kananku merangkulnya. Sementara tangan kiriku mengusap-ngusap kepalanya sambil sesekali memberikan pijatan. Aku masih hanya memakai handuk dalam posisi ini.

"Gimana, udah enakam Aa?"
"Iya Teh, badan saya terasa agak enteng."

Kulihat dia sudah tidak sepucar tadi, pertanda aliran darahnya sudah mulai berjalan dengan baik. Aku masih merangkulnya, kepalanya menyender di bahu kananku. Wajahnya hampir menempel ke ketiaku yang putih mulus tanpa bulu. Ketiaku itu menyambung dengan bongkahan payudaraku yang kecil namun masih ranum. Walau masih tetutup handuk, kedua tonjolanya begiti menggoda. Apalagi bagian sebelah atasnya yang basah karena keringat tampak mengkilat terkena cahaya. Ditambah wangi sabun yang semerbak dari tubuhku.

Aku masih mengusap-ngusap kepalanya saat kepala bawah adik iparku ini mulai bangun. Aku mengerti, lelaki normal mana yang bisa tahan kuperlakukan seperti ini. Kuturunkan tanganku, kini tanganku menggenggam tongkatnya yang mulai berdiri itu.

"Jangan, Teh.." terdengar lirih suaranya.
Namun tak ada reaksi penolakan darinya. Aku mulai mengurut batang kejantanannya itu. Ku urut perlahan dari pangkal batangnya terus ke atas ke helmnya, lalu turun lagi ke bawah. Batang itu pun mulai terasa membesar dan mengeras di tanganku.

"Sshh.. Aaahhh.."
Terdengar lirih desahannya. Aku lanjut menhurutnya sebelum kuhentikan sejenak kegiatanku. Dia nampak kaget, raut mukanya seperti kecewa. Namun aku memberikan sebuah kejutan untuknya.

Tangan kiriku yang tadi mengurut batangnya, kini kugunakan untk melepas ikatan handuku. Sehingga kini terpampanglah kedua payudara kecilku yang ranum itu seutuhnya. Payudara kecil yang dihiasi puting berwarna pink di atasnya. Puting susu itu tampak mancung dan mengeras karena aku yang sudah terangsang dari tadi.

Kulanjutkan mengurut kontolnya saat Aceng masih melongo memperhatikan kedua susu indahku ini. Rupanya sudah dalam posisi ini pun, dia tidak berani berbuat lebih kepadaku. Ini membuatku harus lebih berinisiatif lagi.

Tangan kananku yang dari tadi merangkul menopang kepalanya, kini kugunakan untuk manarik kepalanya, mendekatkannya ke arah payudaraku. Awalnya terasa seperti ada penolakan, sepertinya dia tak berani berbuat lebih pada kakak istrinya ini. Namun penolakan itu mulai mengendur seiring dengan kocokanku di kontolnya yang sekarang ia nikmati.

Mulutnya kini tepat menempel di puting susuku. Hembusan nafas desahanya terasa hangat di putingku.

"Sok atuh, Aa."
Kini terasa sesuatu yang basah menyapu ujung putingku sebelah kanan. Lidah Aceng mulai menyapu kecil-kecil ke putingku sebelum ia mulai, mengulumnya. Sementara payudara kiriku masih tak terjamah.

Terpaksa kuhentikan lagi kocokanku untuk, meraih tangannya dan menempatkannya di, payudaraku yang sebelah kiri.

Kini lengkap sudah, Aceng tengah menyusu pada payudaraku yang sebelah kanan. Sementara yang sebelah kiri kini tengah di remas-remas olehnya. Aku pun makin semangat mengocok batang, kontolnya yang besar itu.

Tak butuh waktu lama sebelum aku merasakan sinyal-sinyal itu. Sedotan Aceng terasa makin kuat menghisap puting susuku, sementara tangannya makin mencengkram payudara kiriku. Kocokanku yang makin kuat akhirnya mengeluarkan lahar panas dari tongkat saktinya.

Crrrrrrrooooooootttttttttttt....
Menyembur banyak keluar karena sudah beberapa hari ini dia memang belum ganti oli. Dan entah kenapa, aku merasakan sensasi orgasme walau tak ada yang menstimulis bagian memeku. Seolah ada kepuasan tersendori saat aku berhasil mengeluarkan spermanya.
_____________________________________

Menjelang sore Evi baru pulang. Dia heran karena suaminya sudah terlihat segar bugar kembali.

"Aa udah sembuh?"
"Iya, badan Aa udah enakan."

"Tadi Teteh pijetin suami kamu. Kasian soalnya. Gak apa-apa kan?"

"Oh, gak apa-apa atuh Teh. Makasih banyak lho."

Bersambung..


Teh Ida
Mantul suhu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd