Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Catering : the beginning

Bimabet
Bagus hu ceritanya, cuman dipisah2 hu jadi per paragraf biar enak bacanya.. thanks ceritanya..
 
mantep banget nih story nya hu, keep it up yeee:D
 
Senja perlahan merubah warna lagit yang semula biru, menjadi jingga kemerahan, sang matahari perlahan akan mengestafetkan tugasnya kepada rembulan. Setelah kejadian tadi otakku dipenuhi tanda tanya besar, kenapa Nadin bisa sampai sejauh ini? Dan kenapa aku sebejat ini kepadanya? Dan masih banyak kenapa di dalam kepalaku, yang menjadi bola salju yang terus menggulung dan membesar.

‘’hmmmm kok gak ada motornya nadin ya?’’ aku membatin sembari melihat lihat di sekitar parkiran. Sudahlah, mungkin dia sudah pulang duluan.baru sampai gerbang sekolah, aku melihatnya berdiri dipinggir jalan. Seperti sedang menunggu sesuatu.



‘’ga bawa motor Nad?’’

Sumpah, kikuk abis. Biasanyakalo nyapa atau ngobrol sama dia, aku bisa sangatlah fun dan menikmati percakapan. Tapi sekarang jadi kikuk habis.



‘’tadi aku dianter papa, tapi barusan ayah telpon, katanya gak bisa jemput, ini aku nunggu angkot’’ jawabnya

‘’bareng aja lah yuk!’’ aku mencoba mengajaknya.

‘’gak papa ga pake helm helm?’’ ia menhawab dengan ragu.

‘’lewat jalan belakang aja’’



Nadin mengiyakan ajakanku, dan langsung dia naik di belakangku. Tidak seperti biasanya. Nadin biasanya memelukku biarpun tidak merapatkan badannya, kalau sekarang kesamya aku seperti tukang ojeknya, duduknya agak jauh di belakang.



‘’Nad maafin aku ya tadi’’



‘’gak usah dibahas lah zis, lagi gak mood’’



‘’iya, tapi tadi itu aku khilaf Nad. Beneran’’ aku terus memancing obrolan



‘’kamu sihhh gatel!!’’ dengan nada bicara seperti orang ngambek.



‘’kamunya juga, gak nolak week’’ aku sedikit mengoda



‘’iiiihhhh kamuuuuuu,jahat, jahat jahat.....’’ dia memajukan badannya sedikit dan mencubitku sambil memukul-mukul pungguku pelan.

‘’aaawwwww, aw, aw’’ cubitannya kecil banget, tapi perih gaes.

‘’zis’’ , ‘’nad’’ Ucap kami berbarengan



‘’kamu dulu zis’’, ‘’kamu dulu deh, ladies first!’’



‘’habis ini, kita gimana?’’



‘’aku belum tahu Nad, mesti gimana. Aku sadar, tadi itu sudah terlalu jauh buat kita, tapi di posisi sekarang, aku jadi ragu. Kalau ini diteruskan,aku takut kalau hubungan ini berlanjut lebih serius, gak akan sehat Nad. Kalo boleh jujur sih, aku sayang kamu beb dari dulu’’

‘’apa beb? Gak denger, anginnya kenceng’’

‘’gw laperrrrr, mau makan dulu’’

‘’bohong, ngaku....’’ dia berkata, tapi tetap aku alihkan ke pembicaraan lain.

Suasana mulai mencair kembali. Setelah percakapan terakhir, Nadin tiba-tiba memelukku erat dan...... kok... empuk-empukgini di pundakku,mamaaaa, pak’eeeeeee Azis gak konsen Pakkkkkk maaaa. Dagdigdug dagdigdud, duhhhh nenennya nempel banget. Biarpun tadi sudah begitu, tapi gak tau kenapa posisi begini, bikin aku dagdigdug.

Semenjak kejadian itu, kami semakin dekat meski belum terikat. Kami sering melakukan hal yang sama seperti kemarin, kadang dirumahku, kadang di rumahnya ataupun di sekolah saat sepi. Jujur bakal gimana nati hubunganku dengannya? aku gak tau, tapi lebih baik aku nikmatin saja.

Hoooaaaammmmm, masih jam 4:30 pagi. aku lihat mama sudah ada di dapur untuk membuat gorengan dan menyeduh kopi aku dan pak’e. Selesai beriadah, kulihat mama duduk di ruang tengah. Beliau lalu memanggilku.

‘’le, sini, mama mau bicara sama kamu!, perintahnya dengan suara lembut. Akupun menghampiri mama dan duduk di kursi yang sama.

‘’le, sebentar lagi kamu umurmu sudah 17 tahun, gak kerasa le, kayaknya baru kemarin mama melahirkan kamu. Dan sekarang kamu sudah beranjak dewasa. Cobaan kehidupan bakal menanti kamu di depan, tapi kamu harus kuat le. Pokoknya jangan pernah menyerah, lakukan semua dengan benarm tapi ingat, tidak semua kebenaran menurutmu, adalah benar menurut orang lain. Kamu juga harus bisa mawas diri le, karena terkadang kita harus menurunkan ego sedikit demi mencapai hasil yang kita inginkan, atau malah melebihi keinginan kita. ada satu keinginan mama, yakni kamu harus melanjutkan pendidikan setelah ini, tidak harus tinggi-tinggi, mamapun tidak menargetkan harus cumlaude atau apalah itu namanya. Yang penting, kamu harus menguasai semua pembelajaran dan mendapak banyak teman. Karena mama perhatikan, kamu sepertinya jarang sekali begaul, malah lebih sering kerja, bantuin mama atau malah bantuin pak’e’’

Ya tuhan, pagi-pagi sudah diwejangi sama mama, asem juga. Dari tadi ngopi sambil makan gorengan, tapi gak bisa ngudud. Mama masuk kamar sebentar lalu keluar lagi. Dengan membawa sebuah buku bersampulkan kulit.

‘’karena sebentar lagi kamu dewasa, mama ingin memberikan iini’’ kata mama sambil menyerahkan buku itu. ‘’kamu bisa jadikan pegangan, kalau kamu mau membuat usaha kuliner seperti cita-citamu. Atau malah bisa jadi buku resep untuk keluargamu, oh iya mama lupa, liburan kali ini kita ke tempat kakek ya? Rasanya ibu pingiiin sekali ke tempatnya bersamamu. Kamu ingatkan rumah yang diberikan kakek, yang tidak jauh dari danau?, kita menginap di sana ya?. Sekalian liat kondisinya, karena kalo boleh jujur, mama suka banget sama rumah itu, tapi belum ada waktu buat nikmatin rumah itu’’



Hmmmm padahal aku ada janji sama Nadin, mau ajak dia ke pantai. Gimana ya aku bilang ke mama? ‘’ma kalo bisa, berangkatnya hari ke tiga liburan aja ya ma? Soalnya ada janji sama temen’’ ucapku memberi alasan.

‘’Temen apa demen? Soalnya setau mama, cuma sama Nadin kamu deketnya’’ mama menggodaku.

Beberapa hari kemudian, akhirnya libur juga setelah berpamitan dengan mama, aku bergegas memacu motorku ke arah rumah Nadin, karena hari ini kami dan beberapa teman lainnya berencana piknik ke pantai. Begitu sampai di rumahnya, aku menelponnya. Lalu iapun menyuruhku masuk.

‘’masuk beb, udah gak usah sungkan, mama sama papa lagi ke rumah teman kerja papa, bapaknya meninggal katanya, aku juga sudah pamit kok, tunggu sebentar ya? Sebentar lagi aku siap’’ Nadin lalu memasuki kamarnya.

Entah godaan setan apa, tapi aku penasaran sekali. Nadin ngapain, kok lama banget di kamar, padahal dia bilang sebentar. Aku berjalan ke arah kamarnya. Ternyata tidak ditutup dan ada celah yang memungkinkanku untuk melihatnya di dalam.

Dengan hanya BH dan CD yang menitupi tubuhnya ia menghadap ke cermin dan sedikit bersolek, saat ia mengenakan eyeliner, ia melirik ke samping dan bilang ‘’gak usah ngintip, masuk aja’’. Seperti mendapat angin segar, akupun masuk dan melingkarkan tanganku ke pinggangnya, kuciumi lehernya ‘’ehhh jangan mulai deh, nanti makin lama, kasian temen-temen nanti pada nunggu’’ katanya mencoba mencegahku. Aku yang sudah dikuasai nafsu, terus menciuminya, kini kedua tanganku sudah berada di dalam bh dan cdnya.

‘’sssshhhhh, eeehhhhh zis, jangan, nanti lama’’ katanya, dengan tangan yang sudah berada di leher belakangku. Dengan perlahan kumainkan klitorisnya, ku pilin-pilin dengan lembut benda kecil tersebut. Dengan terbata-bata ia kemudian berkata ‘’nakal kamu beb, jilatin sekarang beb’’. Maka aku tidurkan setengah tubuhnya di kasur, kuturunkan perlahan cdnya. Lalu kujilati vaginanya, dan dengan lahap, kumainkan lidahku pada sebuah tonjolan kecin di ujung vaginanya ‘’ahhhh,ahhhh, aooouuuuwwww, iya beb, bener di situ, terusin...’’ lidhkupun semakin cepat mengusap klitnya, tak berselang lama, ‘’beeeebbbb ahhh, ahhh, aaahhkkkuuu keluar... enggghhhhh’’ kembali kurasakan tangannya menekan kepalaku kuat-kuat ke vaginanya, iapun terkulai lemas. Aku mengambil tisue dan mengelap keringatku. ‘’kamu engga beb?’’ ia bertanya dengan wajah yang merah ia menanyakanku. ‘’enggak ah, udah pernah, kasian yang lainnya ntar lama nunggunya’’ dengan nada sedikit meledek ‘’awas ya! Tunggu pembalasanku’’ balasnya.

Benar saja, karena perbuatanku, akhirnya kita terlambat setengah jam dari waktu yang dijadwalkan. Kami berangkat pukul 9:00 dan harus menempuh perjalanan 4 jam ke pantai, . Perjalanan saat dalam perjalanan, ia memelukku sangat erat. Namun, sempat ada kejadian yang membuatku takut, saat sedang melewati daerah sepi, kuarahkan spion ke wajahnya, ia menyadarinya, ia lalu tersenyum ‘jahat’ ke arahku. Namun kurasakan tangannya menyelinap, ke dalam hoodie ku dan membuka resletingku, dengan sangat hati-hati (biar gak ketawan sama orang lain) ia mengeluarkan penisku, dan ia mengocokya melmbut sekali. Perlakuannya membuatku sedikit kehilangan konsentrasi. Dan benar saja,

‘duaaagg,

bletakkk’

Motorku menghajar lubang, tidak terlalu besar, namun cukup membuat motorku oleng. Tangannya yang semula memegang si junior, reflek memelukku, dan penisku sempat tersingkap sebentar karena hodie yang tersibak. Dengan sigap aku meminggirkan motor, lalu membetulkan bajukum dan melanjutkan perjalanan. Nadin bukannyameminta maaf, malah nyengir kuda saja setelah kejadian tersebut.

Sesampainya di pantai, kami mendatangi rumah pemilik perahu untuk menyebrang ke pulau wisata, sebetulnya bisa saja kami langsung ke pinggir pantai. Tapi harga yang akan kami keluarkan terlalu mahal.

Siang ini kami habiskan waktu dengan bermain di pinggir pantai, sampai kami lupa waktu. Di tengah laut, saat perjalanan pulang ke pulau utama, bapak pemilik perahu menyarankan agar kami menginap saja di rumahwarga yang disewakan. Karena banyak isue yang tak sedap mengenai jalan yang akan kami lewati, sebelum bertemu jalan utama.

Kami segera menghubungi orang tua kami masing-masing sesampainya di daratan, sebagian orang tua kami. termasuk orang tuaku mengizinkan kami menginap. Tetapi, orang tua Nadin bersikukuh, kalau anaknya harus pulang, terutama papanya. Sudah kami coba jelaskan, namun beliau tetap bersikeras.

Dengan berat hati kami langsung balik arah menuju kota kami, sedangkan yang lain akhirnya memutuskan untuk menginap. jalan yang kami lalui untuk keluar dari pantai ini sangatlah menantang, sebelum bertemu jalan besar. Kami disuguhkan jalanan yang kalau boleh dibilang yaaa jelek sekali, mulai dari permukaan jalan yang di dominasi kerikil dan tanah berlubang, serta permukaan jalan yang banyak naik turunnya dan berada di tengah hutan dan perkebunan warga. Hari sudah hampir gelap, samar-samar di kejauhan kami melihat jejeran rumah warga saat kami melewati jalanan yang membelah kebun kelapa cukup luas. Akan tetapi, aku menengok beberapa sepeda motor mendekati kami. Kupercepat laju motorku, kulihat dari spion motorku laju mereka semakin cepat juga.

‘’zissss cepetan dia orag ada bawa senjata zisssss’’ kata nadin sambil menepuk punggungku.

Kuputar gas sebisaku, dengan sigap kuhindari lubang-lubang yang ada di tengah jalan. Beberapa puluh meter ke depan, aku melihat segerombolan peuda berkumpul depan warung, tanpa berfikir panjang, aku mengarahkan motorku ke sana.

‘’bang, tolong bang, begal bang, golok bang, begal golong bang’’ ucapku tergugup dan ketakutan.

‘’coy, ikut gw. Kita mampusin mereka malem ini!!, kalian tunggu sini aja. Istirahat di warung!’’ kata seorang pemuda, yang kurasa sangat berpengaruh di kelompoknya.

‘’de, minum dulu’’ ucap seorang wanita paruh baya sambil membawakan kami dua botol air mineral daridalam warung.

Setelah kami sedikit merasa lega, kamipun menceritakan kejadian yang kami alami. Sang nenek pun mendengarkan kami dengan seksama. Kami tidak lupa mengenalkan diri kami dan dari obolan kami juga, kami tahu, nama nenek tersebut adalah nenek Ipah. Di saat obrolan kami semakin larut, datang seorang remaja, dengan santainya mengambil minuman, lalu menyerahkan sejumlah uang kepada nek Ipah. Sejurus lalu, ia duduk di hadapan kami sambil menggerutu.

‘’ taik lah, beruntung mereka itu. Coba kalo gak ada pak BABIN. Pasti udah ancur kepala mereka’’ ucap seorang remaja, yang kalau kami taksir umurnya, seumuran dengan kami.

‘’emang kepegang di mana mereka?’’ nek Ipah bertanya balik kepada remaja tersebut.

‘’jauh kami kejar mereka nek, rupanya mereka itu banyak nek, ada tiga motor, pertama masih di kebun pak Mat, mereka terjungkal, kalau yang dua, mereka sudah di papak (cegat) di jalan cabang, dekat kampung Pari. Eh iya. Kalian jangan pergi dulu. Nanti katanya pak Lan, Babinkamtibmas kampung ini, mau minta keterangan. Eh iya, kenalin. Saya Jati. Rumah saya di depan itu’’ ucap jati sambil berjabat tangan.

Sejam kemudian, ba’da isya. Datanglah beberapa mobil pickup polisi dan rombongan pemuda yang kami mintai tolong tadi. Di antara orang-orang tersebut. Ada seorang yang tinggi, tegap dan berisi badannya, berjabat tangan denganku.

‘’terima kasih ya eemmm Azis ya namanya?, kenalin namaku Deni, untung kamu tadi langsung samperin kita. soalnya, beberapa bulan ini kami sudah dibuat resah sama ulah para begal bangsat itu’’

Di saatku sedang membaur dengan warga, aku memperhatikan Nadin yang berdiam diri saja dari tadi. Nampaknya harus aku tanyakan ada apa dengannya. Belum sempat aku menghampirinya, seorang –petugas kepolisian bertanya kepadaku dan seorang lagi bertanya kepada Nadin. Setelah kami diberi beberapa pertanyaan, aku menghampiri Nadin.

‘’kenapa Nad kok kelihatannya gelisah?’’ aku mencoba membuka percakapan

‘’eh, gimana ya? Inih, aku belum telpon papa, takut dimarahi’’ jawabnya dengan suara berat.

‘’udah malem ini, sudah nginep sini aja, lagian gak baik kalo kalian meneruskan perjalanan, dari sini sampai batas kota kalian, gak ada penerangan lho’’ kang Deni menyelah pembicaraan kami.

‘’tapi gimana kang? Kalau tidak pulang, aku bisa dimarahin habis-habisan sama papa’’ air mata Nadin mulai mengalir.

Mungkin karena merasa iba, Kang denis bersedia mengantarkan kami untuk pulang dengan mobil van yang biasa dipakai untuk mengangkut hasil bumi, supaya motorku bisa sekalian di bawa. Di perjalanan, Kang deni tidak sendirian Jati ikut menemani, katanya sekalian mau belanja alat pertanian esok pagi. sepanjang perjalanan, Nadin banyak diamnya. Mungkin karena dia masih trauma akan kejadian tadi atau dia membayangkan akan dimarahi papanya karena pulang larut malam?. Entahlah. Di perjalanan, kang Deni bercerita banyak. Katan beliau, sebelum ada kasus begal, di kampungnya banyak sekali wisatawan yang menyewa rumah warga atau berbelanja untuk kebutuhan mereka kalau mau menginap di beberapa tempat wisata yang tersebar di sekitar kampungnya. Sebetulnya hampir setiap malam mereka mengadakan ronda, tetapi tidak pernah berhasil menangkap kawanan begal tersebut. Mereka seperti tahu, jam-jam mereka lengah.

‘’di depan belok kiri kang, nanti ada rumah pagar putih. Kita berhenti di situ’’ aku menunjukan rumah Nadin.

Sesampainya di rumah Nadin, aku lihat wajah ayahnya yang tegang. Sangat seram menurutku. seperti bersiap memangsaku. Akupun menunduk dan bersiap untuk segala kemungkinan. Namun yang kudapati bukannya ia memarahiku, tetapi ia memeluk nadin erat-erat dan Nadin menangis di pelukan papanya.

‘’ada apa nak ? kenapa kalian malah pulang naik mobil begini dan diantarkan orang?’’ tanya papa Nadin kepadaku.

Akupun menceritakan semuanya, dan alasan kenapa aku atau Nadin tidak menghubunginya. Untungnya ada kang Deni dan Jati yang ikut membantuku menjelaskan. Setelah itu kami mengobrol ringan, sementara Nadin langsung pamit masuk ke dalam. Kami lalu melanjutkan pulang kerumahku.

Begitu sampai, aku langsung masuk dan memanggil pak’e dan mama. Aku dan pak’e keluar. Kulihat kang Deni dan Jati sedang menurunkan motorku dari mobil.begitu pak’e keluar.

‘’PAKDEEEEEE....’’ kang Deni berteriak berteriak dan menghambur ke arah pak’e lalu memeluknya.

‘’hehehehe wes,wes, wes... piye kabarmu jo? Ono opo iki kok tole iso mulih karo awakmu?(sudah,sudah. Gimana kabarmu?kok tole bisa sama kamu?’’ ucap pak’e

Tetapi perhatianku teralih ke arah Jati

‘’heeeeeee tulonggg tulonggggg ambrok iki motore lek’’

‘’hahahahaha’’ kamipun tertawa lalu secepat mungkin membantunya menurunkan motorku.

‘’ealah zissss bapakmu ini lho. Kalo gak ada beliau. Mana mungkin akang bisa punya tanah dan usaha di desa. Dulu paman juga pernah nyoba merantau ke kota, tapi dulu sempet apes, lalu akang ketemu pakde ini. Beliau lho baik bener, sudai nampung akang yang udah kayak gembel gara-gara dibohongin sama temen sendiri. Sampe akang dicariin kerjaan, diajarin nabung, hidup sederhana dan banyak deh. Makanya akang sampe heran waktu kamu arahin ke sini. Kayak dek jamu gitu’’ akang Deni bercerita.

‘’de javu kang, dek jamu mah seleranya Jati tuh!’’

‘’kampang, aku kok iso kepatil ngene?’’

‘’hahahahaha’’ kami bertiga ketawa.

Malam ini mereka menginap di rumah kami. paginya mereka berpamitan dan akupun menitipkan salam kepada nenek Ipah dan warga lainnya. Merekapun bilang, jangan sungkan untuk main ke kampung Tanjung Rawit lagi. kata kang Deni, aku sudah menjadi bagian dari kampung itu.

Dua hari berikutnya. Pagi-pagi sekali, aku mengecek kembali mobil kami. karena hari ini kami akan berangkat ke rumah kakek, jalanan ke rumah kakek sangatlah menantang nyali, karena kami harus menyusuri jalanan perbukitan, beberapa tanjakan dan turunan, serta tikungan patah dan dihiasi hutan lebat, hampir 6 jam kami menempuh jalanan ini, sampailah kami di sebuah perkampungan di atas bukit. Udara di sini sangatlah sejuk dan menenangkan hati.

Siang ini aku menghabiskan waktu dengan bercengkrama dengan kakek, paman, bibi serta para sepupuku. Kami bertukar cerita dan tentu saja mereka pangling karena kebanyakan dari mereka sudah lama sekali tidak berjumpa denganku.

Keesokan paginya, mama, kakek dan saudara-saudara kandungnya pergi ke dekat danau. Katanya ada yang akan dibicarakan. Aku dan pak’e dilarang ikut. Daripada gabut, aku memutuskan untuk membantu sepupuku Tatang memanen kopi. Wah, aku tak menyangka kalau di sela-sela kebun kopi yang mayoritas robusta, ternyata ada beberapa pohon arabica. Kupilih hanya buah yang berwarna merah. Tatang yang melihatku, tentu saja heran, karena aku hanya mengambil buah yang warnanya merah, yang sudah kebiruan atau kehitaman, aku taruh di karung yang berbeda, sementara yang merah, hanya dapat satu wadah anyaman bambu.

‘’kang, kok yang diambil yang merah hungkul?’’ Tatang bertanya keheranan.

‘’oh, ini? Kata guruku, yang warnyanya merah gini, tingkat kematangannya pas, jadi rasanya beda’’ aku mencoba menjelaskan kepadanya. Sampai bagaimana cara kopi di proses agar hasilnya memiliki rasa yang kuat dan harga yang berbeda di pasaran.

‘’wahhh, teu tulaten kang, keburu beras habis sebelum bisa dijual kopinya’’ sanggah Tatang. Aku memaklumi saja karena memang di saat itu, budaya minum kopi belum sebooming dan variasinya belum sebanyak saat ini.

Setelah panen, aku merasa capek. Lalu akupun pamit pulang, sementara Tatang meneruskan kerjaannya. Di jalan, aku melihat seorang perempuan sedang asik ber wefie ria dengan beberapa orang yang sepertinya mereka semua sebaya denganku. Begitu jarak kami dekat. Wahhhh nggak salah lagi

‘’Reni!!’’ panggilku.

‘’eh, Azis. Kok lo ada di sini? Ngapain?’’ tanyanya

‘’liburan lah, lagian nyokap asli sini. Lah lu ngapain ke sini?’’

‘’sama, emang lo doang yang pengen liburan. Kebetulan kakak ipar gw orang asli sini, tapi besok mereka pulang ke kota. Padahal gw masih betah di sini. Pingin main, tapi lo tau kan tuh... liat aja anak sini kalo liburan bukannya main, malah bantu orang tuanya di ladang sayur’’ jawabnya sambil menggerutu.

‘’ya udah, lo di sini aja, nanti aku ajakin main ke curug permaisuri, atau pantai air tawar, di tengah danau, pulangnya bisa kok bareng sama bokap nyokap gw’’ aku mencoba mengajaknya.

Dia berfikir dan mengatakan ‘’emmmm liat entar deh, tapi yakin lo? entar Nadin cemburu lagi. apalagi kan lo sama nadin.......’’

Tak terasa wajahku terasa hangat, bukannya marah, tetapi malu. Setelah mendengar apa yang ia katakan.

‘’ehhh enggak, kok, gw sama dia enggak...’’ ahhhh shitttt kenapa lidahku jadi belibet gini.

‘’ya udah, kabarin aja. Btw, gw minta kontak lo, ntar chat line atw wa aja, soalnya udah jarang dibuka BBM gw’’ aku langsung ngacir setelah bertukar kontak.

Sesampainya di rumah, pak’e, mama dan saudara yang lainnya duduk di ruang tengah, saat aku masuk, mereka semua melihat ke arahku. Auto binung dong, seperti orang yang mau di sidang. Akupun meletakkan biji kopi hasil panenku, cuci kaki dan tangan, lalu bergabung dengan mereka.

‘’le, Azis. Mungkin terlalu cepat, tapi mumpung Azis sudah ada di sini, ada hal yang mau disampaikan sama kakek’’ ucap mama. Dan aku sangat terkejut dengan perkataan mama barusan.

‘’Azis, cucu kakek yang ganteng, jadi gini jang. Kamu masih ingat kan rumah mama kamu yang ada di pinggir danau?’’ kakek bertanya

‘’iya kek, tempat masa kecilku liburan dulu, di sana juga ada makam adikku yang belum sempat lahir ke dunia kan?’’

‘’betul jang, nah, kami tadi bersih-bersih rumah sana, coba mulai besok kamu tidurnya di sana, supaya kamu betah.... karena, ini sudah menjadi keputusan mutlak kami semua. Tanpa ada paksaan dan karena semua paman dan bibimu sudah mendapatkan bagiannya masing-masing, maka. Setelah kamu 17 tahun dan memiliki KTP nanti, maka tanah beserta bangunan tersebut akan disertifikatkan atas nama kamu. Dan resmi menjadi milikmu’’ kata kakek

Duarrrrrrr waduhhhhh, harusnya aku senang, tapi kok malah jadi galau begini. Kenapa aku diwarisin tanah, aku takut kalau-kalau ada saudara mama yang tak terima atau akan terjadi apa-apa nantinya.

‘’ baiklah, kek, ma, bibi, mamang, saya akan menerimanya, tetapi dengan satu syarat. Saya ingin semua keluarga kumpul dan satu persatu tidak menyatakan keberatan atas keputusan ini’’ mungkin dengan begini, sepupuku yang lain yang akan ditunjuk.

‘’alhamdulillah, nah... kebetulan, pamanmu yang di kota bunga akan datang minggu depan beseta keluarganya. Bapak dan mamamu besok pulang dulu ke kota, mulai besok, bibimu Eha yang akan mempersiapkan tempatmu di sana’’

Asyemmmmm sepertinya mereka emang udah merencanakan ini jauh-jauh hari. Sejujurnya aku mesti gimana ini? Seneng? Sedih? Atau gimana? Duh gustiiiiii di satu sisi,siapa sih yang gak seneng dapet warisan? Gratis pisan. Tapi, kalo saudara-saudara yang lainnya iri gimana? Aaarrrggghhhh pusing. Daripada tambah medelak kepalaku, mending dibawa tidur. Tapi baru sebentar memejamkan mata, ‘’kriiiiiingkriiiing’’ kulihat hpku tertulis nama my beb alias Nadin.

N : halo beb, asyik ya liburannya sampe-sampe gak SEMPET NGABARIN??

A : duhhhh santai dong beb, malem-malem kok udah ngegas aja. Asyik dong... seger tau udara disini. Kamu gimana? Jadi besok pagi kamu terbang ke pulau sebrang?

N : jadi kok, eh beb kamu ketemu reni ya di sana? Soalnya di ignya, ada kamunya, yang di foto Reni pas ramean.

A : ohhh itu? Iya kebetulan. Aku juga awalnya gak sadar kalo ada dia. Ternyata dia ikut sama kakaknya. Yaudah aku tegor deh.

N : ohhh yaudah, awas aja kamu. JANGAN NAKAL!!!

A : iya beb, tenang aja dia kan pacar temenku sendiri. Eh tapi kalo kepepet ya apa boeh buat? (aku sedikit menggodanya)

N : iiiiiiiihhhhh Aziiisssss. Awas aja ya kalo sampe macem-macem, emang sih aku gak berhak ngelarang kamu, tapi kannn....

A : iya iya cerewet... tenang aja kaliiiii.

Ia pun meneruskan percakapan sampai mataku terasa berat dan terpejam.

Pagi ini pak’e dan mama kembali ke kota. Setelah mereka meninggalkan rumah kakek. Saya dan bibi Eha pergi ke rumah yang katanya akan diberikan kepadaku kelak. Sesampainya di sana, bibi menunjukanku kamar-kamar dan halaman yang ada di depan. Ternyata rumah ini lebih seperti villa ketimbang tempat tinggal biasa. Setelah selesai room tour. Cieee ileeeehhh room tour, makan aja masih seneng pake sayur jengkol. Sok-sokan room tour. Bibi langsung ke kamarnya. Katanya sih mau tidur. Aku intip sebentar, ehhh benar saja dong dia molor. Aku merebahkan diriku di kursi kayu di halaman depan, ku ambil hpku, dan menghubungi Reni. Kami akhirnya janjian untuk mengunjungi salah satu spot wisata di sana. Yakni curug permaisuri. aku membangunkan bibi untuk meminjam motor dan pamit. Bibi mengingatkanku untuk membawa basahan, karena di sana tempatnya asyik untuk berenang.

Kami bertemu di depan rumah kakak ipar Reni. Kamipun berpamitan dan langsung cabut. Untuk menuju ke sana, kami harus memarkirkan motor kami di warung sekitar dan berjalan kaki sekitar 300m.

‘’wiiihhh bagus ya tempatnya, tapi kok sepi ya? Sini dulu zis, kita selfie dulu!’’ kata Reni seraya mengeluarkan hpnya. Iapun membuka celananya. Tentunya ia sudah memakai pakaian dobel.

Byurrrrrrr

‘’dingiiiinnnnn.... zissss sini berenang, masa diem aja udah jauh-jauh ke sini’’ suara nadin memecah lamunanku karena melihat bentuk tubuhnya yang terjiplak dibalik bajunya yang basah.

Aku melepaskan celana panjangku dan ‘byurrrrrr’ akupun menyusul nadin, kami bermain air, ciprat-cipratan, iapun berenang menjauh, dan ku susul, saat tersusul akupun meraih tubuhnya dan secara reflek memeluknya. Kami sempat canggung sebentar, dan entah kenapa wajah kami semakin mendekat. Dan ‘cup’ bibir kmi saling bertemu. Kembali kami saling berpandangan, dan ‘cup’ kami berciuman kembali, dan kali ini kami saling melumat, tanganku mulai aktif meraba pantatnya begitupun dengannya tangannya meraba-raba punggungku. Sedang asyik-asyiknya, dikejauhan aku mendengar suara orang-orang bercengkrama mendekat kearah kami. kami langsung mengemasi pakaian kami dan berjalan cepat ke warung untuk mengeringkan badan dan ganti baju lalu beranjak pergi.

Bingung mau kemana lagi, diapun pingin kulineran di sekitar sini, lalu akulajukan motorku ke sebuah warung makan sederhana yang memang sudah dikenal dengan pindang ikannya. Cocok sekali, dengan suasana siang ini. Selesai makan, kulihat ia sibuk mengutak atik hpnya, sambil menunggu makanan kami mendarat sempurna kedalam lambung. Kunyalakan sebatang rokok putihan dan kuhisap dalam-dalam.

‘’zis liat deh’’ Reni tiba-tiba menunjukan gambar di handphone-nya. ‘’asik ya, dia bisa ke taman fantasy, kebun bunga’’ sambungnya.

‘’gak ah, gak asik. Soalnya gak ada gw-nya’’ kataku cemburu ( tapi bohong)

‘’cieeeeee.... ngambek nih, gak diajak sama Nadin’’ reni menggodaku.

‘’gak ah, ada penggantinya sementara aku di sini’’ kataku dengan cueknya dan kembali kuhisap rokokku dalam-dalam.

‘’iiiihhhh apaan sih’’ katanya sambil mencubitku

‘’’awwwwww. Sakit tau. Eh iya. Foto tadi jangan di unggah ya. Gak enak sama Nadin & Baron. Gimana juga, kita harus jaga perasaan mereka’’ tutupku.

ia hanya mengangguk ‘’gak nyangka gw zis sama lo, gw kira mah lo anaknya lurus-lurus aja. Ehhhh gak taunya beda penampilan luar sama aslinya. Kasian Nadin’’ tutupnya sambil melihatku dengan tatapan tajam. Namun tak kuhiraukan.

Setelah mengantarkan Reni pulang. Saat kulihat kamar bi Eha, ternyata beliau gak ada. Yahhh sudahlah, mungkin beliau sedang pulang. Oh iya, motor belum dipulangin. Secepat kilat aku melahap jalanan yang penuh tikungan ini seperti pembalut gp. Di rumah kakek, kulihat kakek sedang ngopi di saung belakang rumahnya sambil memberi makan ikan.

‘’eh, tole. Sini duduk sini. Ehaaaa bikinin kopi satu lagi, kamu ngerokok kan?” waduh... kok bisa tahu? bisa gawat kalo mama tahu, kalo pak’e sih oke aja. ‘’udah santai aja sama kakek, gak akan bocor ke mama-mu’’

‘’eh iya kek, kok rumahnya di tengah kebon si kek, mana lumayan masuknya dari jalan raya?’’ aku yang langsung protes.

‘’hehehehe, ya gitulah, itu tanah sudah kakek beli dari jaman dulu, waktu harga tanah masih murah di sekitar sini. Maksudnya mau dibagi-bagi untuk mama-mu dan adik-adiknya, yahhh tapi ternyata puji syukur mereka bisa memiliki rumah masing-masing. Sementara bibimu Eha, lebih memilih tanah ini (rumah kakek saat ini) daripada tempat tersebut. Tapi untuk cucu-cucu kakek, ya kita lihat saja nanti. Eh iya, cucu kakek sekarang udah pinter pacaran ya? Mang Jajang tadi pagi liat kamu jalan sama cewe, geulis ceunah’’

‘’bukan kek. Itu Cuma teman aja kok, kebetulan aja kakak iparnya orang sini, tuh kampung sebrang, di situ rumahnya’’ aku meyakinkan kakek.

‘’alahhh iso ae koe, temenan anake Hartanto kok pancene. hehehehe’’ kata kakek dengan bahasa jawa namun logat sunda.

Setelah berbincang sebentar aku pamit kepada kakek dan bi Eha serta suaminya. Kata bibi motornya boleh kupakai selama disini.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali aku memacu motor ke rumah kakak ipar Reni, diapun sudah siap, kami berpamitan. Untuk menuju pantai air tawar, kami harus menyebrang ke pulau biawak. Untung saja perahu yang kami sewa bisa berhenti tepat di pinggiran calon rumahku. Perjalanan ke pulau biawak memakan waktu 10 menit. Begitu sampai di pulau Biawak

‘’mas, saya tinggal dulu ya, ada tamu dari ibukota mau datang, sampean langsung saja ke pondokan itu, kasih aja kertas ini ke penjaganya, gak perlu bayar lagi’’ mamang perahu memberi secarik kertas kepadaku.

Selesai dengan administrasi, kami menitipkan barang kami di pondokan tersebut, kami bermain di pantai, airnya cukup jernih, suasananya sangat sunyi dan asri, di sekitar pulaiu hanya terlihat beberapa perahu nelayan lokal yang mencari ikan. Hawanya juga sangat dingin. Padahal matahari sudah bersinar terang.

‘’Ren, berenang yuk, cepet-cepetan sampe sana’’ aku menunjuk sebuahtiang bendera.

Kami berenang dengan cepat ke arah tiang bendera dan aku sampai duluan, sambil mengambil nafas, kami berpegangan pada tiang bendera yang dijadikan batas aman untuk berenang.

‘’yuk sekarang kita cepet-cepetan ke pingggir pantai!’’ Reni balik menantang.

Kamipun mengambil ancang-ancang.

‘’satu, dua tigaaaa’’ kami mnghitung bersama

Tapi... ‘’waaahhhhh resehhh curang lo’’ umpatku karena saat aku mulai berenang, rreni menarik celanaku, ditambah aku tidak memakai celana dalam.

‘’hahaha bye, gw duluan’’ ejek Reni.

Setelah menghabiskan waktu sekitar dua jam, dan mamang perahu yang tadipun datang dengan membawa rombongan. Kamipun sudah bersiap untuk kembali. Namun diantara rombongan tersebut, aku melihat seorang gadis yang mampu mencuri perhatianku. Bukan karena ia cantik, namun... entahlah, sepertinya ia memiliki daya tarik tersendiri, sadar kalau dari tadi aku terus memperhatikannya, ia melihat ke arahku. Langsung aku membuang pandanganku jauh-jauh.

Kami akhirnya sampai ke rumah, saat kucari bi Eha, ternyata beliau tidak di rumah. Saat aku telpon, ternyata siang ini ia ada acara di tempat tetangga dan pulang sore hari. Beliau berkata kalau sudah ada makanan di meja untuk kami berdua.

Selesai makan, aku membuat kopi dan teh. Siang ini kami duduk di teras rumah, melihatpara nelayan lokal lalu-lalang kembali dari mencari ikan di danau. Reni yang duduk disandingku, tiba-tiba menyandarkan kepalanya di pundakku.

‘’di sini enak ya Zis, suasananya syahdu... waktu terasa lambat di sini. Beda sama tempat di kota kita. rasanya baru aja bangun, eh tau-tau udah sore’’ katanya

‘’iya, di sini masih asri, siapapun oeang luar yang kesini, pasti terhanyut dengan suasana tenang disini, udaranya juga bersih dan ditambah dengan suasana kampung yang kental. Tapi rumah ini beda lho Ren’’ ucapku yang membuat Reni mengerutkan dahinya

‘’beda gimana Zis’’

‘’beda Ren, di sini senyap banget dan jauuuh lebih syahdu dari tempat lainnya di desa ini. Terlebih ada kamu di sini’’ tambahku

‘’Zis’’ Reni menatapku dengan mata berbinar, lalu ccuuupppp kami berciuman mesra, kugitit lembut bibir bawahnya, sekian lama berciuman. Kulepaskan bibirku dan kutuntun ia menuju kedalam rumah.

Tidak ada perlawanan saat kutuntun tangannya menuju kamar, kami lalu berhadapan dan kembali berciuman. Kali ini bukan hanya bibir kami yang bertemu, lidah lkamipun saling bermain dan tangan kami saling meraba bagian belakang tubuh kami masing-masing. Entah apa yang ada dalam kepalaku, kuraih kaos yang reni kenakan dan kusingkapkan penutup tubuh atasnya itu dengan mudah. Lalu terpampanglah kedua bukit kembar yang tertutup dengan bra, karena sudah mendapat lampu hijau. Kulepaskan pula bra yang ia kenakan, dan tergantunglah dua buah payudara yang mengkal dengan puting berwarna pink kecil. Nafsuku semakin bertambah, kuciumi kembali bibir reni sembari sebelah tanganku meremas-remas nenennya dan kupelintir putingnya yang mungil.

‘’ziissssss ehhhh isepin ziiiss’’ kata Reni dengan wajah yang mulai memerah.

Dengan lahap akupun meremas dan mengenyot kencang putingnya yang mungil itu. Sedang enak-enaknya aku mengenyot putingnya, kucuri pandang ke arah wajahnya.wajahnya mulai memerah. Seperti orang kesetanan, ia menatap tajam ke arahku, ia rengkuh pundakku dan mendudukanku ke ranjang. Segera ia buka celanaku. Sekali tarik munculah rudalku yang mengeras dan siap tempur. Diraihnya pangkal penisku.dan ia masukkan semua kedalam mulutnya, lalu ia kocok naik turun penisku dengan mulutnya, sembari ia sedot dalam-dalam penisku. Beberapa lama ia menyedot penisku. Ia lalu melepaskannya.

‘’enakan mana sepongan gw ama Nadin?’’ tanyanya dengan nakal

‘’gila ren, sepongan lo mantab’’ pujiku.

Ia lalu berdiri dan melepaskan semua sisa penutup tubuhnya, begitupun denganku. ‘’itu baru mulut gw Zis, lo bakalan lebih puas sama ini’’ katanya menunjukkan vaginanya yang basah. Pemandangan indah itu memuatku kalap. Tak tunggu lama, kujilati vaginanya dengan lahap.

‘’aaaaaaaaahhhhhhhhh Azissssssss terussss aaaahhhhhhh enaaaaaakkkk’’ Reni menjerit sedikit kencang. Aku teruskan jilatanku pada vaginanya, namun k menjauh sebentar dan berbalik menghadapku, diraihnya kembali penisku, ia hisap dan kocok sampai terasa tegang sekali. Ia lalu merebahkan dirinya dikangkangkan kedua kakinya, maka terpampang sudah lubang kenikmatan dirinya.

‘’Ren, gw mesti gimana?’’ tanyaku polos

‘’lah... kemaren lo ngapa aja di kamar sama Nadin?’’ ia keheranan

‘’belum sampe begini masaahnya hehehehe’’

Ia lalu menyuruhku bersimpuh dan mengarahkan kepala penisku ke lubang vaginanya, ia raih batang penisku, diesluskan kepala penisku disepanjang vaginanya hingga terasa basah sekali hingga kurasakan peniskumemasuki sebuah lubang.

‘’ooooohhhhh Zissss tusuk zisss pelan ya’’ pintanya

‘’gini ren?’’ kumasukkan penisku pelan-pelan namun tetiba seret.

‘’goyangin zzhhiiissss maju mundurin pelan.. sssshhhh sakit zissss punyamu eeaaahhhhh’’ ktanya terhenti saat kumainkan penisku maju mundur. Perlahan kumaju mundurkan penisku pelan sampai... blessss penisku masuk seluruhnya kedalam vaginanya. ‘’aaaaahhhhhh zissss memek gw robek zissss’’ ia memintaku untuk mendiamkan ebentar penisku di dalam vaginanya.





POV Reni​

‘’haaaaa serius Azis masih perjaka’’ gumamku dalam hati, kuarahkan kontolnya yang ingin sekali kunikmati dari tadi. Dan kubimbing masuk menyeruak isi vaginaku.. aaaahhh kontolnya sungguh besar bahka lebih besar dari milik Baron pacarku. Dengan pelan ia mulai memaju mundurkan kontolnya di dalam vaginaku. Ada sensasi yang tidak dapat aku gambarkan setiap peisnya menyeruak semakin dalam. Dan JLEEBB ‘’aaaaaaaaaaaaaaahhhhh’’ kurasakan sedikit perih saat seluruh lubang vaginaku tersisi oleh penisnya. Kumohon padanya agas membiarkan sebentar, supaya terbiasa.ia lalu menindih tubuhku menciumku lembut, awalnya. Lama-kelamaan ciuman kamipun semakin mesra, lidah kami saling menyusuri rongga lawan. Selaras dengan itu, seperti ada raha geli dan gatal yang aneh menghinggapi bagian dalam vaginaku.

‘’Renn, emhhh memek lo nyedot2 gini... enak rennn’’ kata Azis dengan nafas yang berat.

‘’iya Zis, kontol lo juga enak zis... memek gw penuh banget rasanya’’ sambil kumenahan rasa gatal yang berampur geli ini.

Masih diatas tubuhku, kurasa memekku tergesek lembut. Aaahhhhh aku tak tahan lagi, setiap kali penisnya menggesekbagian yang gatal, semakin berlipat ganda rasa gatal dan geli itu, kira-kira 10 menit ia menggenjotku dengan posisi ini, kurasa sodokannya semakin cepat.

‘’Rennn kok makin sempit ren, ohhh gw hampir gak tahan ren...’’ kata Azis seperti menahan sesuatu.

‘’tahan zis.. masih enak ini... aahhhhh, aaaaaauuuhhh aaaahhhhhhhhh’’ rasa geli itu berubah menjadi sensasi luar biasa dan menjalar ke seluruh tubuhku.

‘’reehhnnn ohhh aoowwww gw...’’ Azis mencabut penisnya dari memekku ia arahkan ke perutku, namun tersembur sampai ke mukaku.

Aku meraih tasku yang ada di dekat kami, dan kubersihkan wajahku serta perutku dan Azis juga membantuku. Iapun mengecup keningku lembut. Dan entah kenapa air mata ini tiba-tiba keluar dengan deras, aku sendiri tak tahu kenapa, sekuat mungkin kutahan hingga aku sesenggukan. Lalu Azis mndekapku erat, kurapatkan diriku kepadanya.

‘’dah ga papa Zis, jangan jadiin beban. Gw jg ga tau kenapa gw nangis ziiiss huuuuuuuu’’ aku terus memeluknya. Tangannya tiba-tiba menyeka air mataku, ia pegang kedua pipiku. Tak ada kata yang ia ucapkan. Kupejamkan mataku saat meluhat wajahnya mendekati wajahku, aku bersiap untuk kecupan bibirnya di bibirku, namun... cupppp ia mengecup keningku lembut dan rasanya ayeeeemmmm sekali di hatiku.

‘’dah ya nangisnya, ntar imutnya ilang’’ katanya menggombal, tapi gombalannya terasa berbeda di hatiku. Uuuuhhhh gak gak gak.. gak boleh aku kebawa perasaan sama dia. Tapiii... huuuuuu.....

‘’zis, jangan lepasin dulu ya pelukannya!’’ tak lama aku mengatakan itu, dan akuun terlelap.

Waktu aku bangun tidur, tak kudapati Azis di ranjang ini. Segera kupakai kembali semua pakaianku dan mencarinya. Kulihat halaman depan, ternyata ia sedang di sana, sepertinya ia sedang menelpon seseorang. Aku menyusul ke Teras depan dan sedikit mendengar.

‘’iya beb, bawel amat lho kamu ini’’

‘’............’’

‘’iya cantiiik, aku ga bakalan macem-macem kok’’ ucapnya lantas melihatku. Aku hanya melempar senyum ke arahnya

‘’........’’

‘’kalo diizinin kenapa engga, malah seru’’

‘’...........’’

‘’Yaudah, gimana jadinya nanti, kamu kabarin aku ya beb’’



‘’Nadin ya?’’ tanyaku kesal dan singkat

‘’iya’’ jawabnya datar

‘’sebenernya kalian nih udah jadian apa belum sih?’’ nadaku mulai sedikit meninggi

‘’diihhh nanyanya ngegas... belom lho...., gw masih temenan doang sama nadin’’

‘’lhahhh kalian kan udahhh di kamar Edotel waktu itu?, terusss’’ aku yang menjadi penasaran malah bertanya gak jelas

‘’lah, kita barusan? Apa kita jadian? Apa kita gak mikirin orang yang deket sama kita?’’katanya

‘’tapi Zisss tapi.....’’

‘’tapi apa Ren?’’

‘’dah Zis, udah, gw mau balik’’

Aku mengambil tasku dan berjalan berlari menuju jalan raya, berharap ada angkutan desa yang lewat, tapi aku harus kemana? Mesti pindah mobil apa engga? Ah bodo ah, aku jalan aja pokoknya.



POV Azis​

Kejadian barusan yang kami lakukan, membuatku memberi sedikit rasa kepada Reni, tetapi, aku sendiri faham perasaan Nadin kepadaku, gak mungkin aku khianatin. Wahhh rokok tinggal sebatang. Aku beranjak ke dalam untuk mengambil sebungkus lagi. kuhidupkan rokok terakhir dari dalam bungkus ditanganku dan melangkah kedalam untuk mengambil sebungkus lagi serta membawa secangkir kopi. Saat kembali dari dalam, kulihat dia duduk di teras.

‘’katanya mau balik? Kok malah ke sini lagi?’’

‘’udah gausah rese nanya2, anterin lah....’’

‘’hahahaha jadi gak jadi ngambek nih? :p ‘’

‘’iiiiihhhh AAZIIIIISSSS stop rese-rese’’

Aku bergegas mengambil kunci motor dan jaket. Kami melaju mennyusuri jalanan kampung yang dikelilingi oleh pepohonan hijau dan kebun-kebun sayur serta kopi. Pelukan Reni sangat erat menggapit di punggungku.

‘’zis, gw trima kok kalo emang kita ga bisa punya hubungan lebih, tapi kita masih bisa sering2 ketemu kan?’’ Reni bertanya

‘’iya, pinter pinter kita ngatur aja lagian...’’ kataku memancing.

‘’lagian apa, lagian apa? Pasti mesum... cubit nih cubittt’’

‘’awww awwwww jangannnn udahhh ah. Janji ya, ketemu lagi di kota?’’

‘’pasti....’’

Kamipun sampai dirumah kakak iparnya, ia langsung berpamitan, karena dua hari lagi ia akan kembali ke kota. Tidak ada pelukan sampai jumpa apalagi sampai ciuman, karena di depan rumahnya, ada kakaknya yang sedang menyapu halaman.

Kamipun berpisah dan berjanji ketemuan di kota nanti. Aku memutar balik motorku dan melajukan pelan meninggalkan rumah itu, kulihat dari spion, Reni tetap berdiri di tempatnya sampai tak kuihat lagi dirinya dari cermin spion.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd