Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Asrama

Apa pendapat kalian tentang cerita saya?

  • Bagus

    Votes: 845 91,2%
  • Biasa aja

    Votes: 64 6,9%
  • Jelek

    Votes: 37 4,0%

  • Total voters
    927
Status
Please reply by conversation.
Tak tunggu updetanya suhu
 
23:00
Rahmad tak kunjung mengantuk, ia terlihat sangat gelisah. Bayangan Istrinya yang tengah bersetubuh dengan sahabatnya, membuat perasaannya tidak tenang. Di sisi lain ia marah, tapi di sisi lainnya ia merasakan dorongan seksual yang sangat besar.

Dia memiringkan tubuhnya menghadap Istrinya, menatap wajah cantik Aisya yang tengah terpejam.

"Sayang!"

Aisya memutar tubuhnya memunggungi Suaminya. "Ada apa Mas?" Tanya Aisya, tetap dengan mata terpejam.

"Aku lagi kepingin sayang." Bujuk Rahmad.

"Aku capek Mas." Jawab Aisya singkat.

Rahmad menghela nafas berat, bayangan Istrinya di setubuhi Reza membuatnya semakin sakit hati. Rahmad sangat yakin kalau Istrinya kelelahan karena melayani nafsu sahabatnya.

Tapi anehnya rasa sakit tersebut, membuat Reza semakin sulit membendung birahinya.

"Sebentar saja." Rahmad tidak mau menyerah.

Aisya merubah posisinya kembali, kini ia menghadap kearah Suaminya. Ia dapat melihat bola mata Suaminya yang terlihat sangat bergairah malam ini. Ia merasa bersalah, tapi Aisya tetap tidak ingin melayani Suaminya.

"Lain kali aja ya Mas." Tolak Aisya.

"Ayolah."

"Aku capek Mas... Masak Mas gak kasihan sama aku." Ujar Aisya, membuat Rahmad tidak berkutik. Ia tidak pernah tega memaksa Istrinya.

"Ya sudah gak apa-apa." Jawab Rahmad.

Rahmad beranjak dari atas tempat tidurnya, lalu ia pergi ke kamar mandi untuk menuntaskan hajatnya. Di dalam kamar mandi, Rahmad berdiri sembari membuka celananya, tampak penisnya yang kecil telah berdiri tegak.

Tangan Rahmad menggapai celana dalam Aisya yang tergantung tak berdosa di balik daun pintu kamar mandinya. Ia menatap nanar celana dalam Istirnya, dan mulai mengendusnya dengan perlahan.

Bayangan-bayangan perselingkuhan Istrinya sungguh telah mengacaukannya.

"Kenapa kamu tega melakukannya sayang!" Gumam Rahmad, perlahan ia mulai mengurut batang kemaluannya.

Sembari mengendus celana dalam Istrinya, ia melakukan onani, membayangkan Istrinya yang tengah selingkuh dengan sahabat karibnya. Semakin lama ia semakin cepat mengocok penisnya.

"Tega kamu Aisya... Oohkk... Kamu biarkan kontol orang lain mengaduk memekmu, dasar istri lonte. Aahkk... Aaahkk..." Desah Rahmad.

"Asiyaaaa.... Aaaahkk...."

Semakin lama Rahmad semakin cepat mengocok penisnya, hingga akhirnya ia tubuhnya bergetar, seiring dengan tembakan spermanya. "Croootss... Crooootss... Croootsss..." Spermanya menyembur deras di atas celana dalam Istrinya.

Rahmad menarik nafas dalam, entah kenapa ia merasa sangat puas sekali. Lebih puas di bandingkan menyetubuhi Istrinya.

#####

14:30
"Asyifa..."

"Iya ada apa?"

"Ada tamu nyariin kamu."

"Oh iya, terimakasih." Jawab Asyfa kepada Santri tersebut.

Asyifa bergegas menuju ruang tunggu tamu, setibanya di sana, langkah Asyifa terhenti. Ia menatap kosong kearah seorang pria paruh baya yang tengah duduk di dalam ruang tunggu.

Sungguh Asyifa sangat membenci pria tersebut, karena dialah keluarganya menjadi berantakan. Andai saja pria itu tidak hadir di dalam hidupnya, mungkin sampai saat ini ia akan merasakan kebahagiaan yang juga di dapat oleh anak-anak seusianya.

Asyifa merasa, pria tersebut tidak pantas untuk di temui. Ia buru-buru berbalik pergi.

"Non Asyifa."

Langkah Asyifa berhenti sejenak, ia mengusap air matanya yang telah membasahi kedua pipi mulusnya, lalu kembali melangkah pergi.

Pria tersebut berusaha mengejarnya, setelah dekat ia mencengkram tangan Asyifa, meminta Asyifa untuk berhenti menghindari dirinya. Ia menatap, dengan tatapan memelas, berharap Asyifa mau mengerti.

"Maafkan saya Non."

Asyifa menoleh kebelakang. "Lepaskan saya! Selamanya saya tidak Sudi memaafkan Bapak." Lantang Asyifa, dengan berurai air mata. Nafasnya terasa sesak, setiap mengingat kejadian waktu itu.

"Tolong dengar dulu penjelasan Bapak."

Plaaak...

Asyifa dengan keras menampar wajah Budi, hingga pria tersebut terdiam. Ia dapat merasakan perih di wajahnya, tetapi ia berusaha meredam emosinya.

"Iblis... Pergi dari sini." Umpat Asyifa.

Ia menarik tangannya, lalu bergegas pergi meninggalkan Budi yang tengah terdiam membisu, sembari memandangi Asyifa yang telah pergi jauh. Budi sadar, tidak mudah melunakkan hati Asyifa, tapi dirinya tidak akan pernah berhenti berusaha.

Dari kejauhan pertengkaran mereka berdua di lihat oleh seorang wanita.

#####

Walaupun terik matahari siang ini terasa sangat panas. Sedikitpun tak menyurutkan semangat Rayhan untuk menyantap menu latihan yang di berikan Erlina. Tak terasa sudah satu jam lebih ia berlatih bersama Ustadza Erlina.

Erlina mengambil handuk kecil untuk menyekah keringat yang membasahi wajahnya. Ia duduk perlahan di sebuah bangku pelastik tanpa sandaran.

"Latihan hari ini cukup sampai di sini dulu." Ujar Erlina kepada Rayhan.

Rayhan menghela nafas, sembari mengatur pernafasannya. "Terimakasih Ustadzah untuk latihan hari ini." Ujar Rayhan, ia menghampiri Ustadzah Erlina dan duduk di sampingnya.

"Kamu memang berbakat Ray!" Puji Erlina.

"Siapa dulu gurunya." Puji Rayhan.

"Hmmm... Mulai ngerayu." Ledek Erlina, Rayhan terkekeh pelan. "Jangan lupa janji kamu." Ucap Erlina, ia menatap wajah tampan Rayhan yang tak pernah bosan ia pandangi.

Rayhan mengambil minumannya. "Janji apa Ustadzah?" Tanya Rayhan.

Erlina menyilang kan kakinya sembari menghadap kearah Rayhan. "Jadi kamu sudah lupa sama janji kamu?" Erlina menatap Rayhan dengan tatapan yang membuat Rayhan merasa tidak nyaman.

"Saya benar-benar lupa Ustadzah!" Rayhan berusaha mengingat janjinya. Tapi ia gagal, karena ia benar-benar lupa akan janjinya.

"Kamu ingat-ingat aja dulu! Baru kita lanjutkan latihan." Ujar Erlina, setengah mengancam Rayhan.

Rayhan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, matanya menerawang mencoba mengingat janji yang sudah ia ucapkan beberapa hari yang lalu kepada Ustarza Erlina. Sejenak ia kembali ke ingatannya beberapa hari yang lalu.

Hampir setenga jam lamanya Rayhan mencoba mengingatnya, tapi ia tetap saja tidak bisa mengingat janjinya kepada Erlina.

Ustadzah Erlina mulai kesal. "Kamu janji habis latihan mau mijitin Ustadzah." Celetuk Erlina, sembari membuang muka.

"Astaghfirullah... Maaf Ustadzah saya lupa." Lirih Rayhan.

Ia bergegas bangkit dari kursinya, sanking terburu-buru, kursi yang ia dudukki sampai terjatuh ke tanah. Erlina yang melihat kejadian tersebut tidak tahan untuk tidak tertawa.

Rayhan beralih ke belakang pundak Erlina, sembari meletakkan tangannya di kedua pundak Erlina.

"Maaf Ustadza, saya benar-benar lupa."

"Kalau pijitan kamu enak, Ustadzah maafin." Ujar Erlina, ia tersenyum tanpa sepengetahuan Rayhan yang tengah memijitnya.

Sentuhan jemari Rayhan di pundaknya terasa sangat nyaman sekali. Sangking nyamannya perlahan ia merasakan kalau birahinya tiba-tiba saja berkobar. Sesekali ia menggigit bibirnya menahan rasa geli di vaginanya.

Sementara Rayhan, diam-diam mengintip dari celah bagian atas pakaian Erlina yang mengenakan Uwagi, bentuknya mirip seperti kimono. Dan beruntungnya, Ustadzah Erlina tidak mengenakan pakaian apapun di balik Uwagi yong ia kenakan, sehingga Rayhan dengan leluasa dapat melihat belahan payudara Ustadzah Erlina.

Pemandangan yang ada di hadapannya saat ini tentu saja membuat penisnya bereaksi.

"Hmmm..." Lenguh Erlina.

"Sakit ya Ustadzah?" Tanya Rayhan. Ia agak khawatir melihat perubahan wajah Erlina yang merah padam.

Erlina menggigit bibirnya, menahan gejolak birahi yang ia rasakan. "Enak kok Ray, Eehmm... Terus Ray!" Nafas Erlina mulai tersengal-sengal.

Rayhan kembali melanjutkan kegiatan nya. Pijitannya semakin intens. Bahkan tanpa sadar, sentuhan jemarinya kini langsung bersentuhan dengan kulit mulus pundak Ustadzah Erlina.

Melihat tidak ada reaksi dari Ustadzah Erlina, Rayhan sedikit mulai nakal, ia menyibak sedikit kedua sisi Uwagi yang di kenakan Erlina, sehingga sebagian payudara Erlina terekspose semakin jelas.

Rayhan menelan ludahnya, sembari mendorong jemarinya kedepan.

"Aaahkk..." Desah Erlina manja.

Jemari Rayhan semakin intens memijit pundak dan dada bagian atas Erlina. Sesekali ia membelai leher jenjang Erlina, membuat wanita beranak satu itu menggelinjang kegelian.

Tangan Rayhan semakin jauh dari pundaknya, dan mendekati payudara Erlina. Sementara penisnya yang berdiri tegak, sesekali ia gesekan ke punggung Ustadzah Erlina, yang terlihat semakin hanyut akan kenikmatan.

Kini pijitan Rayhan berubah menjadi remasan lembut di atas dua gunung kembar yang terasa kenyal di telapak tangannya.

Melihat reaksi Ustadza Erlina, Rayhan yakin kalau Erlina saat ini sudah sangat terangsang. Sehingga ia semakin berani meremas-remas payudara gurunya itu. Ia mencoba kembali keberuntungannya, dengan ingin menyentuh puting Erlina yang terlihat mengintip di balik pakaiannya.

"Assalamualaikum... Umi..."

Sreeekkk...

Dengan cepat Rayhan menarik tangannya dari dalam pakaian Erlina. Begitu juga dengan Erlina, ia bergegas merapikan kembali Uwagi yang terbuka di sana sini.

"Loh ada kamu juga Ray?"

Rayhan mencoba tersenyum di tengah-tengah kegundahan hatinya. "Iya, kita habis latihan." Jawab Rayhan.

"Umi tinggal dulu ya, kalian ngobrol aja dulu." Ujar Erlina.

Rayhan sempat melihat kearah Erlina yang dengan perlahan meninggalkan mereka. Jujur saja Rayhan merasa kecewa, padahal sedikit lagi ia bisa menyentuh puting gurunya. Andai saja Ria bisa pulang lebih lama. Sesal Rayhan.

#####

Ustadzah Aisya masuk kedalam asrama, ia menghampiri Asyifa yang tengah berbaring di atas tempat tidurnya. Saat melihat Ustadza Aisya. Asyifa buru-buru bangun dan mencium tangan Ustadza Asyifa.

"Ada apa Ustadzah?" Tanya Asyifa bingung.

Ustadzah Aisya tersenyum manis. "Ada yang ingin Ustadzah tanyakan! Pria tadi itu siapa? Kenapa kamu tidak mau bertemu dengannya?" Tanya Aisya lembut.

"Di... Dia... Sopir pribadi Mama." Jawab Asyifa.

"Lantas kenapa kamu mengusir dia? Kamu ada masalah apa Nak?" Dengan lembut penuh kasih sayang Aisya membelai kepala Asyifa.

Asyifa menghela nafas berat, matanya tampak berlinang mengingat Mamanya. "Dia... Selingkuhan Mama." Aku Asyifa.

"Astaghfirullah..."

"Hiks... Hiks... Hiks..." Asyifa memeluk erat tubuh Aisya. Entah kenapa ia merasa nyaman berada di dalam pelukan Asyifa.

"Sabar ya Nak..."

"Saya sangat membenci mereka Ustadzah... Kenapa mereka tega mengkhianati Papa." Isak tangis Asyifa semakin keras.

"Pasti ada alasannya!" Ujar Aisya. "Tadi kenapa pria itu datang menemui kamu?" Tanya Aisya lembut, membuat Asyifa merasa sangat nyaman dengan perhatian yang di berikan Aisya.

"Dia ingin menikahi Mama, meminta restu ke Asyifa. Dia juga mau meminta maaf." Jelas Asyifa. Ia tidak bisa menerima kalau Ibunya menikah dengan Pak Budi.

"Asyifa, setiap manusia pernah melakukan salah. Tuhan saja maha pengampun, masak kita manusia tidak bisa memaafkan."

"Tapi Ustadza..."

"Ustadzah mengerti. Tapi kami harus memaafkan mereka. Sebagai anak tentu kamu ingin yang terbaik untuk Mamamu. Saran Ustadzah berikan kesempatan untuk sopirmu, membahagiakan Mamamu. Kamu sayang Mama kan?"

"Iya Ustadzah."

#####


Mmmmppppss....

Rayhan memeluk erat tubuh Ria, sembari bibirnya memanggut bibir merah sang gadis yang terasa begitu lembut dan kenyal. Rayhan mendorong tubuh Ria hingga bersandar di dinding rumah, lalu satu persatu ia preteli pakaian Ria hingga gadis cantik itu telanjang bulat.

Kedua tangan Rayhan mengepal kedua payudaranya, meremasnya dengan perlahan, membuat Ria memekik nikmat.

"Eenmmpp... Aaahkk... Ray! Aaahkk..."

"Hisap kontolku Ria!" Pinta Rayhan.

Ria segera berlutut di hadapan Rayhan, dengan perlahan ia menarik celana Rayhan. Telapak tangannya yang mulus menggenggam batang kemaluan Rayhan, dan ia mulai menggerakkan tangannya maju mundur, membuat mata Rayhan merem melek keenakan.

Lidahnya terjulur, menyapu kepala penis Rayhan, turun menelusuri batang kemaluannya, hingga ia kebawah kantung telurnya. Ia menghisap lembut kantungnya, membuat Rayhan meringis ngilu.

"Aaahk... Enak Ria! Aaahkk..."

Ria kembali mengocok penis Rayhan sembari tersenyum memandang wajah Rayhan yang sesekali tampak meringis nikmat. Kemudian ia kembali mengonralnya, dengan memasukan kontol Rayhan kedalam mulutnya. "Sluuuppss... Sluuuppss... Sluuuppss..." Kepalanya maju mundur dengan konstan menghisap penis Rayhan.

Serasa sudah cukup, Rayhan meminta Ria berhenti. Lalu ia memutar tubuh Ria ke dinding, dan merenggangkan kedua kakinya hanya.

"Aku masukin sekarang ya?" Pinta Rayhan.

Ria menganggukkan kepalanya. "Iya Ray! Tapi pelan-pelan..." Pinta Ria.

"Tentu." Jawab Rayhan.

Dia mengarahkan kemaluannya kearah cela sempit diantara kedua kaki Ria. Lalu dengan perlahan ia dorong masuk penisnya, hingga amblas ke dalam senggama Ria. Gadis cantik itu terpekik nikmat, merasakan penis Rayhan yang tengah bersarang di dalam vaginanya.

Sembari menggerakkan pinggulnya, Rayhan kembali meremas payudara Ria. Memilin putingnya yang terasa kian mengeras.

Dengan lembut Rayhan menggigit pundak Ria, sembari terus mengocok memeknya. Tangan Rayhan turun kebawah mencari klitoris Ria. Ia sentuh dan gesek clitoris Ria, hingga memek Ria terasa semakin basah.

"Aaahkkk... Aaahkk... Aku dapat Ray! Aku dapat..." Tubuh Ria terguncang, menikmati orgasme yang baru saja ia raih dari persetubuhannya.

"Balik badan Ria." Pinta Rayhan,

Dengan tubuh yang lunglai, Ria memutar badannya menghadap Rayhan.

Kedua tangannya bergelantungan manja memeluk leher Rayhan. Sementara Rayhan mengangkat kakinya, hingga ada cela bagi kejantanannya menerobos masuk kedalam memeknya merekah.

Orgasme barusan mempermudah Rayhan untuk kembali melakukan penetrasi. Dengan satu hentakan Rayhan kembali menyetubuhi Ria. Sembari bersetubuh, mereka juga berciuman dengan mesra, seakan di dunia ini hanya milik berdua.

Sementara itu, tepat di belakang daun pintu yang sedikit terbuka. Seseorang sedang menyaksikan mereka yang tengah bercinta, dalam keadaan nyaris bugil.

######

Setiap sore, sebagian besar santri lebih banyak menghabiskan kegiatan di luar asrama. Ada yang mengerjakan tugas, menghafal dan ada juga yang sibuk bermain, seperti badminton, tenis meja, basket dan lain-lainnya. Karena pasilitas yang di miliki pesantren cukup lengkap.

Tak jauh dari mereka, tampak seorang pria tengah memandangi beberapa santri yang tengah bermain badminton.

"Capek..." Keluh Vera.

Clara dan Santi ikut menyusul Vera, duduk di bangku kosong yang ada di pinggir lapangan badminton. Clara memberinya sebotol minuman yang segera di sambut oleh Vera. Sangking hausnya, beberapa tetes air minum tampak mengalir ke dagunya yang runcing.

Ia kembali meletakan botol minuman tersebut ke samping tubuhnya, sembari meluruskan kakinya.

"Hmmm..."

Santi menoleh kearah Vera. "Ada apa Ver?" Tanya Santi, ia melihat Vera yang sedikit pucat.

"Gak tau ni, rasanya gak enak badan." Keluh Vera.

"Kamu sakit?" Tanya Clara ikut khawatir.

Santi segera memapa Vera, lalu di ikuti oleh Santi. Mereka berjalan tertatih hendak menuju asrama. Dan pada saat bersamaan Ustad Reza menghampiri mereka bertiga, ia menatap Vera yang terlihat lemas.

"Ada apa?" Tanya Reza.

"Vera sakit Ustad." Jawab Clara.

"Sini biar ustad gendong." Reza dengan cepat mengambil alih tubuh Vera. Ia menggendong Vera dan membawanya menuju kantor penghakiman yang di susul oleh Santi dan Clara.

Clara menutup pintu kantor dan menguncinya. Sementara Reza membawa Vera kedalam kamarnya. Ia membaringkan Vera diatas tempat tidurnya, di bantu oleh Santi yang memegangi kepala Vera.

Sejenak mereka bertiga saling pandang, dan tampak sebuah senyuman tergambar di wajah mereka.

Santi dan Clara kompak keluar dari dalam kamar, dan hanya menyisakan Reza berdua dengan Vera yang terlihat lemas. Matanya sayu, dan keringat tampak membanjir di sekujur tubuhnya.

"Kamu tidak apa-apa Nak?" Tanya Reza.

Vera menggigit bibirnya, entah kenapa ia merasa tubuhnya begitu gerah dan panas. Selain itu ia merasa sekujur tubuhnya menjadi lebih sensitif.

Reza mengusap kening Vera yang bermandikan peluh sebesar jagung. "Eehmm..." Lenguh Vera.

Yakin kalau anak didiknya saat ini dalam pengaruh obat perangsang. Reza memulai aksinya, dia menundukkan wajahnya, lalu mengecup lembut kening muridnya itu. Vera tersentak kaget, tapi ia merasa tubuhnya tidak ada keinginan menolak sentuhan Ustad Reza.

Ciuman Reza perlahan turun menuju matanya, pipi, dan terakhir ia memanggut bibir Vera.

"Ustad..." Lirih Vera.

Reza tersenyum sembari membuak dua kancing kaos olah raga yang di kenakan Vera. "Jangan takut! Ustad tidak akan menyakitimu sayang." Bisik Reza, sembari membelai payudara Vera.

"Aahkk... Aahkkk..." Desah Vera.

"Bajunya di buka saja ya sayang." Reza tersenyum, sembari menarik kaos yang di kenakan Vera, hingga tampak payudara Vera di balut dengan bra berwarna dream yang memeluk erat payudaranya.

Jemari Reza menyingkap bra tersebut, membebaskan payudara Vera dari belenggu bra yang ia kenakan. Reza menatap nanar kearah payudara Vera yang masih terlihat kencang dan sangat menggoda, puting yang mungil berwarna kemerah-merahan terlihat begitu indah di mata sang predator.

Telapak tangan Reza kembali meremas payudara Vera, menstimulasi putingnya, membuat gadis muda itu semakin bergairah.

"Ustaaad... Aaahkk..."

"Nikmati sayang, jangan di lawan." Ujar Reza, ia menundukkan wajahnya dan mulai mengulum payudara muridnya. Ia menghisap dan menggigit putingnya.

Sementara tangannya turun kebawah, masuk kedalam celana training yang di kenakan Vera. Ia dapat merasakan kalau di bawah sama Vera sudah sangat basah, membuat Reza makin bergairah.

Secara bergantian ia mengulum payudara Vera, sembari dengan perlahan ia menarik celana training sekaligus celana dalamnya.

"Ja... Jangan Ustad!" Cegah Vera ketika Reza membuka kedua pahanya.

Matanya menatap nanar kearah gundukan kecil yang berada di kedua pahanya. "Indah sekali!" Gumam Reza, membuat Vera malu.

"Aku malu Ustad." Rengek Vera.

Reza tak menggubris ucapan muridnya, ia mulai menciumi paha mulus Vera. Terus bergerak menuju bibir kemaluannya Vera yang merekah merah. Ia julurkan lidahnya menyapu kemaluan anak didiknya. Mengorek liang sempit itu.

Lidahnya bermain-main dengan clitorisnya, membuat Vera terpekik. Dan lendir kewanitaannya keluar semakin deras.

Kedua tangan Vera turun kebawah, ia mencengkram dan meremas kepala gurunya itu, dengan wajah mendongak keatas. "Aku mau pipis Ustad." Pekik Vera.

Pinggulnya bergetar dan Vera terlihat semakin sulit bernafas, tatkalah orgasme itu datang. Ia dapat merasakan semburan yang cukup deras keluar dari celah sempit vaginanya.

Seeeeeeeeerrrrrrrrr.....

######

Satu persatu Reza menanggalkan pakaiannya, hingga ia telanjang bulat, menampakkan kejantanannya yang sudah siap tempur. Kemudian ia kembali mendekat dan menindih tubuh indah yang tergolek pasrah dengan keringat yang membasahi tubuhnya.

Gadis muda itu menggelengkan kepalanya, ketika merasakan gerakan hangat di selangkangannya.

"Ustad!"

"Nikmati saja sayang!" Bisik Reza.

Dia mulai menekan penisnya, tapi ternyata tidak mudah. Berulang kali penisnya meleset.

Tapi dengan kesabaran, akhirnya membuahkan hasil. Ia berhasil menekan penisnya, membela bibir kemaluan muridnya yang sangat sempit. Vera tampak meringis menahan rasa sakit di vaginanya.

Vera menggelengkan kepalanya, meminta gurunya untuk berhenti. Tapi Reza lagi-lagi tidak menggubris permohonan muridnya. Hingga akhirnya kepala penisnya berhasil masuk kedalam cela sempit yang menjanjikan sebuah kenikmatan yang luar biasa.

"Aduh... Aduh.... Sakiiit..." Isak Vera.

Reza membelai kening Vera sambil menekan pinggulnya masuk kedalam memek muridnya. "Sempit sekali memekmu Nak." Racau Reza.

Penis Reza terhenti, ia merasa ada penghalang. Dengan sedikit tarikan kebelakang, dan di susul dengan dorongan yang menghentak. Ia berhasil merobek selaput perawan milik muridnya. "SAKIIIIIIT... USTAAAD!" Pekik Vera, tubuhnya meronta-ronta.

Reza yang terlanjur birahi tidak perduli dengan penderitaan muridnya. Dia terus memompa memek muridnya, walaupun sang Murid terus meronta.

Tetapi obat perangsang yang di berikan Santi dan Clara membuat Vera dengan cepat beradaptasi. Seiring dengan waktu ia mulai bisa menikmati setiap gesekan penis Reza dengan dinding vaginanya. Bahkan tak butuh waktu lama bagi Vera untuk mendapatkan kembali orgasmenya.

######

Reza kembali mengenakan pakaiannya setelah menunaikan hasrat binatangnya kepada muridnya yang kini tergeletak tak berdaya diatas tempat tidurnya. Gadis cantik yang tak berdosa itu hanya bisa menangis, menerima nasibnya.

Tak lama kemudian pintu kamar Reza kembali terbuka, dan tampak Clara dan Santai masuk kedalam kamar, sembari menyeringai bahagia.

"Selamat sayang!" Ujar Santi sembari memeluk Vera.

"Sekarang kamu sudah resmi menjadi lonte." Tambah Clara, sembari tertawa ringan mengejek Vera. Sementara sang gadis hanya merengut.

"Jahat kalian." Ujar Vera.

Reza sempat memandang Vera dengan senyuman, membuat gadis muda itu tersipu malu. Kemudian Reza meninggalkan mereka bertiga yang tengah berduka cita atas lepasnya perawan Vera di tangannya. Sebagai seorang lelaki ia merasa bangga karena berhasil merenggut keperawanan gadis secantik Vera.

######

Di tempat yang berbeda, di sebuah kamar berukuran 3X4. Tampak seorang wanita berpakaian gamis lengkap dengan jilbab lebarnya. Ia tengah di temani beberapa santri yang sengaja berkunjung ke kamarnya. Andini tak bisa menolak, karena mereka beralasan ingin belajar bersama, mengingat ujian sebentar lagi.

Atau jangan-jangan Andini memang suka di kelilingi pria-pria muda yang baru beranjak dewasa.

"Katanya mau belajar?" Tegur Andini. Saat mendapatkan mereka tengah berbisik sembari memandang dirinya yang duduk tak jauh dari mereka.

Aldo menoleh kearahnya. "Maaf Ustadzah!" Aldo menghampiri Andini dan duduk di sampingnya. "Ini jawabbannya apa ya Umi?" Tanya Aldo, sembari memperlihatkan bukunya.

"Nyarinya tuh di sini." Ujar Andini sembari membalik buku belajar Aldo.

"Yang mana jawabannya?" Tanya Aldo.

Andini tampak serius membaca pelajaran Aldo yang isinya hanya ada tulisan Arab gundul, tanpa tanda baca. Selagi Andini mencari jawabannya, Aldo memulai aksinya, ia membelai punggung Ustadzah Andini, membuat wanita berhijab tersebut merinding.

Sesekali Andini menepis tangan Aldo, tapi ia sama sekali tidak protes.

Melihat Aldo yang mulai berani menyentuh Ustadzah Andini, membuat ketiga teman lainnya ikut beraksi. Mereka naik keatas tempat tidur Andini, mengelilingi sang Ustadzah yang masih sibuk mencari jawaban.

"Eh." Andini pura-pura kaget.

"Kita pijitin Ustadzah, biar semangat." Celetuk Budi yang tengah memijit pundak Andini.

"Bener tuh." Celetuk Jaka.

"Aduh kalian ini, geli ah..." Protes Andini.

Mereka tidak menggubrisnya, bahkan semakin berani menyentuh tubuh Ustadzah Andini. Jaka dan Boris yang tadi memijit paha bagian bawah Andini, kini telah beralih keatas, mendekati selangkangan Andini. Sementara Yayan yang duduk dilantai, dengan sengaja menyusupkan tangannya menyingkap gamis Andini.

Telapaknya yang kasar, membelai betis Andini yang terlihat sangat putih dan mulus.

Tentu saja sentuhan-sentuhan mereka semakin membangkitkan birahinya. Andini menggelinjang geli, ketika Aldo tiba-tiba menangkap payudaranya, dan meremasnya dengan keras.

"Astaghfirullah, Aldo..." Histeris Andini.

Hmmmppss...

Ketegangannya semakin bertambah ketika Jaka menarik lehernya, dan melumat bibirnya. Alih-alih ingin marah. Andini malah membalas lumatan Jaka, ia menghisap lembut lidah dan bibir Aldo yang juga tenga menghisap bibirnya dengan rakus.

Tubuh Andini di rebahkan kebelakang, hingga ia terlentang. Jaka kembali melumat bibir Andini, sementara Aldo membuka gamisnya.

"Gak pake Beha!" Celetuk Boris.

"Kan dah ku bilang, ustadza ini lonte, hahaha..." Kata Aldo bangga.

"Gila tetek Ustadzah gede cuy."

"Enak buat di susuhin, hehehe..."

Hinaan-hinaan yang di lontarkan keempat muridnya, membuat Andini semakin liar. Memeknya kini sudah sangat basah, dan ia hanya pasrah ketika Yayan menyingkap keatas gamisnya, hingga sebatas pinggangnya.

Mata Yayan berbinar memandangi selangkangan Ustadzah Andini yang di balut g-string.

"Benar-benar lonte ini Ustadzah." Ucap Yayan.

"Aduh kalian! Jangan..." Protes Andini sembari menyingkirkan wajah Boris yang hendak mengulum payudaranya. "Auwww..." Pekik Andini.

Yayan menarik g-string tersebut, lalu ia membenamkan wajahnya di selangkangan Andini yang menyebarkan aroma eksotis dari lendir yang keluar dari dalam lobang memeknya.

Aldo juga tidak tinggal diam melihat sahabatnya beraksi, ia juga ambil bagian, menghisap dan menggigit puting Andini yang telah mengeras.

"Hisap kontol ku lonte." Suruh Jaka.

Andini menggelengkan kepalanya. "Jangan kurang ajar kamu Jaka, aku Ustadzamu." Kata Andini, sembari menatap sayu kearah Jaka.

Kontol Jaka terus mendesak mulut Andini yang perlahan mulai membuka. Pelan tapi pasti kontol Jaka bersarang di dalam mulut Andini. Dengan gerakan lembut, lidah Andiini menggelitik lobang kencing muridnya, yang terasa asin dan sedikit berbauk pesing.

"Hooksss..."

"Anjiiiing ni lonte, enak banget." Racau Jaka.

Di rangsang terus menerus, akhirnya membuat Andini menyerah. Tubuhnya menggeliat, tersentak-sentak, ketika orgasme menggulung tubuhnya. "Hhhmmppss..." Desah Andini dengan mulut yang tersumbat oleh kontol Jaka.

"Wa... Ustadzah kita keenakan ni?" Goda Yayan.

Pemuda itu menanggalkan celananya, lalu dia memposisikan kontolnya diantara bibir kemaluan Ustadzah Andini yang telah kian merekah.

Andini melepas kulumannya. "Apa yang kamu lakukan? Jangaaaan..." Pinta Andini.

"Mau ngentotin Ustadza." Ujar Yayan bangga.

Bleesss...

Dengan satu dorongan Yayan menjejalkan kontolnya kedalam memek Andini. "Oughk..." Pekik Andini nikmat merasakan batang kemaluan Yayan.

Jaka mengambil alih kerja Andini, ia mengocok kontolnya sendiri, sembari menikmati wajah Ustadzah Andini yang merem melek keenakan. Tidak butuh waktu lama, ia mengerang, tubuh nya menegang sesaat sebelum semburan lahar panasnya menerpa wajah cantik Andini.

Crootss... Croootss... Croootsss...

Andini pasrah menerima sperma Jaka di wajahnya, dan sebagian lagi mengenai jilbab lebar.

"Anjing aku juga mau keluar." Erang Yayan.

Crooootss... Crooootss... Crooootss...

Semburan sperma Yayan terasa hangat di dalam rahim Andini, alhasil Andinipun ikut orgasme. Pantatnya terangkat sedikit dan tampak semburan cairan cintanya menembak keluar..

Posisi Yayan di gantikan Aldo. Pemuda itu meminta Andini untuk menungging.

Plaaak...

Aldo menampar keras pantat Andini sembari menekan kontolnya masuk kedalam memek Andini. "Aaahkk... Nikmat sekali memekmu lonte." Racau Aldo.

"Aldooo... Jangan Nak! Astaghfirullah... Kontol kamu Aldo... Stop... Jangan tusuk memek Ustadzah Nak!" Melas Nurul, yang malah ikut memaju mundurkan pantatnya, menyambut kontol Aldo.

"Ustadzah." Budi menyodorkan kontolnya.

Andini menggemgam dan mengocok kontol Budi. Perlahan ia menjilati kontol Budi, menggelitik lobang kencingnya. Membuat tubuh Budi menegang nikmat merasakan sapuan mulut Ustadzah Andini di batang kemaluannya.

Setelah cukup basah, Andini melahap habis kontol Budi, ia membiarkan Budi mengambil alih dengan menyodok tenggorokannya.

Cukup lama Aldo melakukan penetrasi di dalam memek Andini, hingga akhirnya ia mengerang dan menembakan spermanya kedalam rahim Andini. Wajahnya tampak mengeras menikmati ejakulasi nya. Setelah puas, Aldo mencabut kontolnya.

Tidak butuh waktu lama, memek Andini kembali terisi. Sekarang giliran Boris. Ia memegangi pinggulnya Andini sembari menusukan kontolnya kedalam memek Andini yang kembali terisi penuh.

"Oughkk..." Lenguh Andini.

Kini kedua lobang nya kembali terisi dan secara bersamaan mereka memompa kedua lobang Andini, sampai-sampai wajah Andini memerah karena kekurangan oksigen.

Beruntung, tak lama kemudian Budi mengerang dan menembakkan spermanya ke dalam mulut Andini. Wanita berhijab itu dengan terpaksa menelannya.

"Ganti gaya Ustadzah." Pinta Boris.

Ia tidur terlentang, lalu meminta Andini duduk di selangkangannya. Dengan perlahan Andini menuntun kontol Boris masuk kedalam memeknya.

Andini merebahkan tubuhnya, hingga dadanya menempel di dada Boris. Lalu dari belakang Jaka yang telah pulih, hendak ambil bagian. Ia menempelkan kontolnya di lobang anus Andini.

"Jangaaaan..." Pinta Andini.

Jaka tidak perduli. "Ini pasti sempit sekali." Ujar Jaka, ia menekan kontolnya hendak menerobos pintu lobang anus Andini.

"Aduuuh... Nak Jaka, jangaaan... Aahkkk... Tolooong... Nak... Ohkk... Anakku sayang, jangan sodok anus USTADZA... AAAHKK..." Bujuk Andini, seiring dengan masuknya kontol Jaka di anusnya.

"Ayo Ustadzah, biar lengkap." Yayan menyodorkan kontolnya untuk di hisap.

Kini ketiga lobang Andini terisi penuh, ia harus melayani mereka bertiga tanpa mengenal lelah. Walaupun kontol-kontol mereka sangat menyiksa dirinya, tapi Andini sangat menikmatinya. Sudah tidak terhitung berapa kali ia mengalami orgasme selama melayani mereka.

Hampir selama tiga jam mereka berempat menggauli Andini, mereka baru berhenti ketika mereka mendengar suara adzan magrib.

######
 
Terakhir diubah:
Tergangbang...

Ada typo Hu penyebutan karakter yang seharusnya Andini menjadi Nurut.

Tapi tetep bikin ngaceng. Ditunggu kelanjutannya Hu
 
Nurul atau andini yah? Banyak sekali typonya hu. Btw good story
 
Jangan sampai reyhan kalah sma reza hu,semua nya harus bisa di embat reyhan
 
Aku suka adegannya ustdzh andini,, klau bisa lebih binal lg..
 
adegan ustadzah andini nya hot dan binal suhu, malu malu mau.
kalau bisa di tambah jumlah murid nya dan permainan buat ustadzah andini suhu

asrama paling enak ini
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd