Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA ANAK SMA MENIKAHI BU DOSEN

Status
Please reply by conversation.
Suguhannya mantab suhu, dari Opor ayam sama tantenya.....ditunggu
kelanjutannya:mantap:
 
MILF Binal salahsatu cerita favorit ini... ditunggu update huu
 
BAGIAN SEMBILAN BELAS


TINGGAL DI RUMAH CICI





Pagi hari.

Ardi terbangun dengan tubuh montok setengah telanjang tante Wulan di sampingnya. Lingerienya terbuka sana sini. Kasur empuk mewah itu begitu nyaman. Tante masih terlelap. Tangannya menindih perut Ardi, memeluk. Susu montoknya menempel hangat di lengan Ardi.



Sudah jam 5 pagi lebih.

Aku harus sekolah. Pikir Ardi.



“Maaam…” bisiknya berusaha menggeser lengan tante.

Tante membuka mata. Lalu dia tersenyum ke Ardi.

“Udah pagi, Di?”, tanya tante dengan malas.

“Iya mam..”

“Kamu sekolah ya?”

“Iyaa..”

“Jam berapaa sekarang?”

“Gak tau mam. Jam 5 kayaknya”

Tante lalu bangkit, duduk di ranjang. Dadanya berguncang lembut dengan putting yang menonjol di balik gaun tipisnya.

“Oiya ya, aku harus nganter kamu dulu ya”

“Iya, maaf mam.. Soalnya aku belum bawa persiapan sekolah”

“Gak papa.. Tante kok capek banget, masih kerasa pegel-pegel semalam” kata tante sambil senyum mengoda Ardi.

Ardi ikut duduk dan menikmati pemandangan indah perempuan montok di sampingnya.







“Sana kamu mandi duluan. Mama bantu mbok Rahmi bikinin sarapan”

Ardi bangkit dan berdiri mengambil celananya. Kontolnya yang masih agak tegang di pagi hari berayun waktu melangkah.



Dari kamar mandi, Ardi berganti t shirt dan celana baru hadiah tante semalam.

Di meja makan, Cici sudah duduk menghadapi sarapannya. Di belakang, tante Wulan sedang sibuk membantu mbok Rahmi menggoreng telur mata sapi untuk Ardi. Sarapan pagi ini adalah nasi goreng dan telur ceplok.

Ardi duduk sambil melirik Cici dengan malu malu. Tapi untungnya Cici cuek aja.



“Pagi, Nyet. Cepetan! Nanti kamu terlambat” kata Cici sinis.

Ardi tidak menjawab. Tapi dalam hati dia merasa senang, karena Cici sudah menerima hubungannya dengan mamanya.



Sebelum sekolah, tante mengantarnya ke kos untuk mengambil seragam dan tas sekolahnya. Cici sudah duluan ke sekolah.



Lalu sejak saat itu, Ardi seakan pindah kos ke rumah Cici. Dia hanya kadang-kadang mengunjungi kosnya. Setiap pulang sekolah, Ardi menuju salon, lalu tidur di rumah Cici. Nampaknya Cici juga menikmati keberadaan Ardi. Mereka kadang belajar bersama, sebelum malamnya Ardi menunggangi mamanya Cici. Sore hari dia adalah teman Cici, malamnya dia adalah laki-laki untuk mamanya.

Secara resmi, dia diberi kamar di dekat salon, tapi pada kenyataannya, Ardi lebih banyak tidur bersama tante di kamar utama yang mewah.





BAGIAN DUA PULUH


BERITA DUKA DARI KAMPUNG





Ardi itu dari keluarga yang kurang beruntung. Sejak kecil orang tuanya bercerai. Ibunya menikah lagi dan pindah ke Jakarta. Sedang ayahnya juga menikah dan pindah ke desa lain. Ardi sejak SMP tinggal dirawat oleh neneknya. Kakeknya sudah meninggal dan mewariskan sawah dan kebun untuk nenek dan Ardi. Dengan hasil bumi itulah Ardi selama ini sekolah dan hidup secara pas-pasan. Ayahnya kadang mengiriminya uang. Tapi itu juga tidak rutin, karena ayahnya hanyalah seorang kontraktor kecil di kampungnya. Sejak SMA dia pindah ke kota ini. Di sini dia dibantu oleh kakaknya Jono, mas Kamto. Istri mas Kamto itu masih saudara sepupu dari ibu Ardi.



Sore itu menjadi sore paling muram bagi Ardi.

Sebuah berita duka dibawa oleh Jono. Berita dari kampung. Nenek Ardi meninggal dunia.

Ardi sangat terpukul.

Malam itu, bersama dengan mobil keluarga Jono, Ardi merasakan kesedihan sepanjang jalan. Dua jam perjalanan dengan mobil serasa bagai perjalanan dalam mimpi bagi Ardi. Nenek yang selama ini merawatnya pergi untuk selamanya.

Di kampung, bibi dan paman menyambutnya dengan penuh haru. Ardi pun tak kuasa menahan tangis. Dilupakannya dirinya yang seorang remaja laki-laki.





Pemakaman ditunda hingga siang hari, karena menunggu ibu Ardi yang terbang dari Jakarta. Ibu Ardi adalah anak sulung dari keluarga nenek.



Menjelang keberangkatan ke makam, mobil taksi online yang mengantar ibu Ardi datang. Dia datang sendirian dari Jakarta. Suaminya tidak bisa ikut karena masalah pekerjaan dan mereka juga baru saja punya bayi setahun yang lalu. Begitu turun dari mobil, ibu langsung berlari dengan menangis menuju keranda. Bibi dan Ardi menyambutnya. Ibu memeluk bibi dan menangis bersama.

Ibu Ardi nampak lebih terawat sekarang, dan sedikit lebih gemuk daripada dahulu yang diingatnya. Kulitnya lebih putih. Wajahnya nampak bertambah beberapa lipatan keriput.

“Ardi..” ibu langsung memeluknya dengan erat sambil menangis. Ardi juga berkaca-kaca. Perasaannya campur aduk, ibu yang sejak kelas 6 SD dulu sudah meninggalkannya, kini berduka. Ini perjumpaan pertama Ardi dengan ibunya setelah hampir empat tahun tidak berjumpa. Ayah Ardi hanya bersalaman kaku dengan ibu. Perceraian mereka memang masih meninggalkan ketidaknyamanan hubungan di antara keduanya.

Di pemakaman, ibu terlihat histeris. Ardi tak lepas memeluknya, di sampingnya. Dilupakannya ingatan masalalunya, dan kekesalannya dan kemarahannya karena ibu meninggalkannya.

Setelah itu, rumah nenek penuh dengan keluarga, dan kerabat. Malam itu mereka menyelenggarakan tahlilan hingga jam 9 malam. Ibu Ardi terlihat lelah dengan mata bengkak. Bibi selalu di sampingnya dengan kondisi yang hampir sama. Ardi bersama paman Dullah menemani tamu-tamu hingga pukul sepuluh malam. Di kampung itu gotong royong masih sangat kuat, sehingga seluruh persiapan tahlilan dan hidangan untuk para tamu sudah ditangani oleh warga.

“Di, kamu nanti istirahat di kamar. Sekalian temeni ibumu. Dia pasti lelah dari Jakarta”, kata paman Dullah.

“Iya paklik”



Masuk ke kamar, ada bibi dan ibu sedang ngobrol di ranjang. Keduanya tampak lelah, walau sekarang kelihatan lebih segar setelah mandi. Ibu sudah berganti pakai daster punya bibi, yang nampak kekecilan di tubuh gemuknya.

Ibu melihat Ardi dengan diam dan muka sendu. Perasaan bersalah pada anaknya itu begitu besar, namun dia tidak bisa berkata apa pun. Banyak hal yang ingin dikatakannya, tapi situasi masih belum menghapus kecanggungan di antara mereka. Empat tahun tanpa komunikasi, hubungan ibu dan anak yang sangat tidak wajar. Ardi juga tidak tahu harus bisara apa dengan ibunya.

“Di, kamu istirahat situ ya. Istirahat aja. Biar om mu yang ngadepin tamu-tamu. Kamu pasti capek” kata Bi Murdah sambil menunjuk kasur yang digelar di bawah ranjang.

“Iya bi, udah biasa kok. Gak capek juga”

“Udah tidur aja. Jaga kondisi buat besok”

“Iya bi, makasih”

Lalu Ardi membaringkan tubuh di kasur yang digelar tepat di sisi ranjang.

Bibi dan ibu masih bercakap-cakap menuntaskan kerinduan.

“Agak sesak ya mbak?”, tanya bibi sambil memperhatikan dasternya yang membungkus tubuh kakaknya dengan kepayahan.

“Halah, gak papa. Tadi mbak buru-buru. Banyak yang gak kebawa. Duh, mbak gak bawa breastpump”, jawab ibu dengan muka gelisah. Tanpa pemerah susu itu, dia bakalan kesusahan untuk menghilangkan bengkak gara-gara produksi Asi yang masih banyak.

“Lha anakmu sama siapa Mbak?”, tanya bibi kemudian.

“Sama bojoku dan neneknya di sana. Biasa pakai susu sambung juga kok”

“Umur berapa tho mbak?”

“Jalan 14 bulan”



Setelah bercakap-cakap sebentar, bibi berdiri dan pamitan ke kamarnya.

“Udah mbak istirahat aja. Aku tinggal dulu ya”

Ibu mengangguk.

“Di, bibi tidur dulu ya. Udah kamu juga tidur, besok kita masih banyak kerjaan”, kata bibi pamitan sama Ardi.

“Iya bi, ini juga bentar lagi aku dah mimpi” jawab Ardi sambil tiduran.



Tinggal ibu dan Ardi di kamar. Ibu Ardi masih agak canggung untuk memulai pembicaraan dengan anaknya.



“Di, gimana sekolahmu?”, tanya ibu akhirnya.



“Biasa, buk”, jawab Ardi singkat.



“Kelas berapa?”



“Satu”



Lalu keduanya diam. Ardi terbaring sambil menatap langit-langit. Dulu ini sempat jadi kamarnya. Sementara, kamar ibu dan ayahnya yang dahulu, sekarang jadi kamar bibi dan omnya.

Diliriknya ibunya yang masih duduk di atas ranjang membelakanginya. Hanya dilihatnya punggung ibu yang sempat sangat dibencinya karena meninggalkannya. Namun, kini Ardi sudah melupakannya semua kemarahannya, perasaannya tidak bisa dijelaskan. Dia tidak tahu lagi, apa sebenarnya yang dirasakannya terhadap ibunya.

“Ah, biarlah, itu jadi masalalu. Toh dia tetap ibuku. Tapi ada atau tidak ada dia, aku juga tidak terlalu pusing lagi. Aku sudah punya kehidupan sendiri”, pikir Ardi.

Tiba-tiba dia teringat tante Wulan, ‘mama’nya di kota. Ya, mungkin karena sudah merasa memiliki pengganti mama seperti mama Wulan, maka kemarahan Ardi pada ibu kandungnya sudah hilang, berganti rasa cuek, cenderung tidak perduli.

Memikirkan tante Wulan membuat Ardi tiba-tiba merasa rindu. Duh, diraihnya guling di sampingnya, dan dipeluknya. Dicobanya tidur menyamping, sambil membayangkan dirinya berpelukan dengan tante yang putih dan montok itu.

Montok. Pikirannya tiba-tiba berkelebat mengingat penampilan ibunya. Soal kemontokan, ibunya nomer satu. Memang ibunya lebih gemuk dari tante Wulan, tapi payudara ibunya jauh lebih besar. Walau tadi sepanjang acara pengajian memakai pakaian muslim, ibu tidak dapat menyembunyikan gundukan besar di dadanya. Ardi memikirkannya sekilas, tapi segera membuangnya jauh-jauh. Pikiran macam apa itu. Dia lalu mencoba tidur sambil membayangkan kembali tante Wulan. Tubuhnya masih terasa agak pegal-pegal setelah dari semalam hampir tidak istirahat.

Ibu lalu berdiri dan mematikan saklar lampu. Wah, ide bagus, pikir Ardi. Bisa cepat terlelap nih. Kamar menjadi gelap, hanya samar-samar cahaya dari lampu tidur yang terletak di atas meja rias.



Di luar sayup-sayup masih terdengar suara warga yang memindahkan pos ronda ke teras dan halaman rumah neneknya. Sudah menjadi tradisi di kampung itu, setiap warga yang tertimpa musibah kematian, dipakai untuk berkumpul warga terutama yang ronda hingga dini hari. Tenda acara juga akan dibiarkan terpasang di halaman hingga sepekan.



Ardi perlahan-lahan terlelap tenggelam dalam kantuk dan lelahnya.



(bersambung)
 
Bimabet
Waw mantap, semangat suhu
Moga moga makin banyak yg jd wanita ardi, dan berharap ibunya ardi jd salah satu "wanita"nya ardi
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd