Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Am I Wrong

Kira-kira bakal berakhir kayak mana?


  • Total voters
    215
  • Poll closed .
Nitip jejak suhu
Silahkan masbro
numpang mantau..
Yoi bro
Menarik nih cerita, wajib di up terus
Ijin pasang patok dimari Hu..
Makasih bro
Kebalik kaya reality my live. Karena aku yg cewe sebagai adenya hahaha ane ga sabar nunggu lanjutannya nih
Oh gitu ya, jujur ane malah baru tau soal itu haha...
Ijin pasang cctv hu
Mantau maling bro
nitip tanah kosong dulu gan :pandaketawa: :pandaketawa:
Silahkan bro
Ada karya baru nich....numpang ngaso dulu lah
Enjoy bro
 
Nongkrong warung baru....
Jangan lupa kopinya bro
Lanjutkan hu...
Siap bro
Patok...patok....



Moga2 sampai Tamat :semangat:
Ane bakal usahain tamat karena kentang itu gak enak rasanya, kecuali kentang goreng
Bau bau incest lagi nih hehehehe
Maybe
Upppppp keren suhuu
Makasih bro
Silahkan bro
 
PART 1

POV Ricky

AH SHIT!


Aku melihat kalender dan menyadari jika hari pertama sekolah hanya berjarak satu minggu. Sekarang aku harus kembali merasakan sistem pendidikan Indonesia yang acak adut. Gak kayak di Amerika yang pendidikannya terarah dan jelas.

Masuk jam 7 pagi? are you fuckin insane? kalian pikir para siswa ini gak bisa istirahat cukup apa? bangun jam 5 buat persiapan dan berangkat jam 6 buat ngehadapin macet. Ah, should've changed my citizenship back then.

Aku membuka galeri ponselku. Rasanya menyakitkan ketika aku kembali melihat foto kebersamaanku dengan dirinya. Ingin kulenyapkan semua kenangan kami, namun entah kenapa aku tak sanggup melakukannya.

Jariku pun dengan berat mengklik sebuah foto. Foto itu berisikan sebuah selfie yang diambil menggunakan ponselku. Disitu ada seorang gadis cantik berambut pirang yang sedang mengambil gambar sambil memeluk diriku. Dialah Rachel Monaghan, mantan pacarku saat di Amerika.

Ia sudah membawa banyak kenangan indah ketika kami masih bersama. Sayang beribu sayang, ketika orang tuaku memanggilku pulang ke Indonesia, kami harus berpisah karena ia tak ingin menjalin komitmen jarak jauh.

Semenjak itu, kami menjadi seperti orang asing yang tak pernah saling kenal. Seluruh komunikasi terputus dan ia bahkan sering menjauhi diriku ketika di sekolah. Walaupun begitu, kutahu dia masih menyayangiku dan begitu juga dengan diriku.

Tak aku sadari, kini air mataku menitik ke kasurku. Segera kuhapus air mataku sebelum ada yang tahu. Walaupun mungkin Kak Kimi sudah tidur, tapi tak ada yang tahu jika ia tiba-tiba masuk ke dalam kamarku.

Benar saja, tak lama kemudian ia membuka pintu kamarku. Dirinya muncul ke hadapanku dengan rambut hitam panjang yang tergerai. Ia mengenakan baju piyama lengan panjang berwarna pink dan celana panjang yang berwarna sama.

"Dah malam kok belum tidur?"

"Belum ngantuk, Kak," jawabku dengan suara sedikit bergetar.

"Kamu lagi galau ya?" sial! suaraku membuat ia tahu apa yang terjadi denganku.

"Gak ada kok. Ngasal aja Kakak ini," bantahku.

"Ya udah, usahakan jangan tidur malam-malam ya."

"Ya, Kak."

Ia pun menutup kembali pintu kamarku. Aku pun kembali memandangi foto Rachel dan diriku. Tak ingin kembali menangis, aku memilih menutup galeri dan mencoba untuk memejamkan mata.

Akan tetapi, sulit rasanya untuk menutup mataku ini. Kenangan itu terus menghantui diriku. Ada rasa menyesal kenapa aku harus membuka koleksi foto-foto kami. Sudah terlalu banyak yang kami bagi bersama, termasuk kenikmatan ketika malam hari.

Kini pikiranku beralih ke sosok kakak kandungku. Kak Kimi Marcella, hmm… nama indah pemberian ortuku untuk seorang wanita yang indah pula. Umurnya terpaut 2 tahun dariku. Aku akan genap berumur 17 nanti, sedangkan ia sudah berumur 19 tahun. Kini ia sedang menjalani kuliahnya di salah satu perguruan tinggi negeri terkemuka di kotaku. Otaknya cerdas dan ia selalu menyabet ranking 3 besar ketika sekolah dulu.

Walaupun aku sering bertengkar dan berseteru dengannya, aku tetap menyayanginya. Harus kuakui ia adalah sosok yang bertanggung jawab dan perhatian. Tak peduli seberapa menyakitkan kata-kataku padanya, ia tetap perhatian padaku seolah-olah hatinya terbuat dari titanium.

Kecantikan wajahnya mewarisi kecantikan ibuku. Rambutnya hitam berkilau seperti mutiara. Panjang lurus bagaikan jalan takdir. Kulitnya berwarna kuning langsat, bersih dan mulus tak bercela bagaikan porselen. Matanya sedikit sipit dan hidungnya tidak terlalu mancung. Yang paling menarik adalah bagian bibirnya yang berwarna merah muda alami. Proporsi bibirnya dengan wajah sangat pas sehingga menambah nilai visual kakak kandungku ini. Bisa dibilang dia memang seperti artis Korea berpadu dengan kearifan lokal.

Cukuplah sudah. Kenapa aku malah menilai fisik kakak kandungku sendiri? Kemudian aku pun mengingat kembali konflik-konflik kami di masa lalu. Yang paling kuingat ialah aku pernah menaruh sebuah kecoak di boneka Hello Kitty kesayangannya. Reaksinya yang menjerit dengan suara melengking membuat aku tertawa berguling-guling di lantai. Hasilnya aku harus mendapat hukuman dari orang tuaku dan Kak Kimi menjadi sangat marah kepadaku. Tapi hari berikutnya, kami kembali menjalani kehidupan kami seolah-olah hal itu tak pernah terjadi.

Oh ya, satu lagi kebaikan yang akan selalu kuingat darinya. Salah satu faktor utama aku bisa bersekolah di Amerika adalah karena Kak Kimi merelakan kesempatannya kepadaku. Sebenarnya waktu itu Kak Kimi lah yang ditawari untuk ke Amerika, tapi karena Kak Kimi yang melihat aku yang ngebet ke Amerika, maka kami berdua bekerja sama untuk melobi orang tua kami.

Tak terasa, malam semakin berlarut. Namun, aku belum bisa tidur juga. Mungkin karena faktor adaptasi yang belum berjalan sepenuhnya. Tempat ini masih asing denganku dan suasana disini jauh berbeda dengan diriku yang sudah terbiasa dengan Amerika.

Kuputuskan ke dapur untuk mencari makanan. Perutku sudah menyanyikan simfoni indahnya dan menuntut untuk diisi. Aku pun keluar dari kamarku dan melangkahkan kakiku.

Namun kudapati pintu kamar Kak Kimi tak tertutup sempurna. Ia hanya menutup sebagian pintunya sehingga aku bisa melihat ke dalam kamarnya. Karena rasa penasaran, kuputuskan untuk melihat sekilas ke dalam.

Astaga! kulihat baju piyama Kak Kimi terangkat cukup tinggi hingga menampakkan perutnya. Terlihat pula celana dalam biru mudanya menyembul keluar dari celana piyamanya yang sedikit tertarik ke bawah. Aku pun memutuskan untuk mengakhiri intipanku dan kembali melangkah ke dapur.

Sambil memakan semangkuk sereal manis yang bercampur dengan susu UHT full cream, pikiranku tak bisa lepas dari pemandangan yang kulihat barusan. Tanpa sadar kemaluanku mengeras membayangkan tubuh kakakku yang sedikit terekspos. Buru-buru kutepis pikiran kotorku karena bagaimanapun dia adalah kakak kandungku dan kami masih berhubungan darah.

Setelah selesai menyantap serealku, aku pun berjalan kembali ke kamarku. Namun lagi-lagi aku harus melewati kamar Kak Kimi. Pintunya masih belum tertutup sempurna seperti tadi. Ingin aku langsung kembali ke kamarku, namun setan dalam pikiranku terus menggoda diriku untuk kembali mengintip ke dalam kamar Kak Kimi.

Akhirnya imanku kalah oleh nafsu setan tersebut. Aku membuka pintu dengan perlahan dan kembali mengintip ke dalam. Kali ini pintu kubuka agak lebih lebar. Mataku kembali leluasa memandangi tubuh Kak Kimi, yang kini sudah tidur telentang ke kanan sehingga tubuhnya membelakangi diriku.

GLEK! aku menelan ludahku karena pemandangan di depanku sungguh menggoda imanku. Bagaimana tidak, pantatnya yang bulat menantang menghadap ke arahku. Celana dalam biru muda itu juga menyembul keluar. Kini sembulannya sudah menampakkan ¼ celana dalamnya tersebut.

Setan itu semakin kuat menggoda diriku. Ia memberiku segenap keberanian untuk masuk ke dalam kamar. Dengan perlahan kudekati tubuh Kak Kimi. Jantungku terasa berdebar-debar dan adrenalin tubuhku semakin meningkat. Kemaluanku semakin berdiri tegak dan aku merasakan darah mulai berdesir dalam diriku.

Lalu, ia membalikkan tubuhnya sehingga membuatku sedikit terkejut. Untung saja ia tak menyadari kehadiranku dan terbangun. Aku pun terus menelan ludah melihat tubuh kakak kandungku. Perutnya yang putih mulus dan rata membuatku kemaluanku semakin tegak mengacung. Celana dalam birunya yang semakin nampak membuat diriku semakin tak tahan.

Jika saja ia bukan kakak kandungku, mungkin sudah kugagahi dia tanpa ampun malam ini. Hanya saja pikiran warasku masih bekerja walau hanya sedikit. Sisanya sudah habis ditelan oleh hawa nafsu dalam diriku. Sisa-sisa pikiran warasku berusaha menyadarkan diriku jika itu adalah sebuah perbuatan yang tak pantas. Aku pun menarik nafas panjang dan perlahan pikiran warasku mulai kembali seutuhnya. Kemudian, kuambil sebuah selimut yang sudah berantakan di dekat kasurnya dan menutupi seluruh tubuhnya agar tidak mengundang hawa nafsuku lagi.

Malam itu, aku melampiaskan nafsuku dengan mengocok batangku di kamar mandi. Kubayangkan tubuh Kak Kimi yang begitu menggoda. Gila! rasanya nikmat sekali begitu spermaku menyemprot keluar dari batang kemaluanku. Tak pernah aku merasakan masturbasi seenak ini selain masturbasi pertamaku saat aku masih SMP.

Sejenak setelah spermaku keluar semua, aku merasakan pergumulan batin dalam diriku. Di satu sisi, aku merasakan nikmat yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Tapi di sisi lain, aku begitu menyesal dan merasa berdosa sekali. Ini pertama kali aku melecehkan kakak kandungku sendiri walaupun secara tak langsung. Perbuatan ini tentu sangat dilaknat dan aku merasa seperti kriminal yang telah berbuat kejahatan terbesar sepanjang masa.

"Aku janji, Kak. Aku gak bakal ngulangin ini lagi," gumamku pelan.

~~~~~
POV Kimi

HOAM!

Aku pun bangun dari tidurku setelah mendengar alarm ponselku berbunyi keras sekali. Aku segera menyingkirkan selimutku dan membetulkan piyamaku. Anjirlah! piyama ini udah longgar sekali sampai celanaku melorot begitu. Untung aja ada selimut yang menutupi tubuhku. Kalau gak ada mungkin aku udah masuk angin sekarang.

Aku merapikan rambutku yang berantakan dengan menggerainya ke belakang. Kupandangi wajahku di cermin kamar. Muka bantal tapi tetap cantik. Aku pun kemudian bergegas untuk berolahraga pagi. Sebuah kebiasaan yang kulakukan untuk menjaga kesehatan dan kecantikan diriku. Semenjak aku menjalankan kebiasaan ini dan juga menjaga pola makan sejak SD kelas 6, tubuhku jadi tak mudah gemuk dan senantiasa terjaga bentuknya.

Setelah selesai mengeluarkan banyak keringat, aku pun segera mengeringkannya dengan handuk kecil. Kembali celana piyamaku melorot dan menampakkan celana dalamku. Untung aja gak ada orang lain di rumah ini. Kalau aja ada seorang cowok di sini, maka ini akan menjadi rezekinya yang indah pada hari ini.

Aku pun masuk ke kamar mandi dan melepaskan seluruh pakaianku. Sensasi air yang mengalir dari shower sungguh nikmat. Apalagi ketika airnya menyentuh puting payudaraku. Geli-geli nikmat gitu rasanya. Sejenak kumainkan dan kupilin puting payudaraku yang mulai mengeras. Ah! enak banget sumpah!

Aku pun mulai meremas-remas payudaraku ini. Sambil terus memilin putingku yang sebelah kiri, tanganku meremas payudara sebelah kananku.

Ahh! Ahh! Ahh!

Aku merintih nikmat ketika remasan demi
remasan menaikkan libido dalam diriku. Kuyakin suara pancuran cukup untuk menutupi rintihanku. Tangan kananku beralih ke daerah intimku dan aku mulai menggesek bibir vaginaku.

Ahh! Ahh!

Telapak tanganku terus menggesek bibir kewanitaanku. Rasa nikmatnya terus meningkat detik demi detik. Kusandarkan diriku ke dinding dan terus mempercepat gesekan telapak tanganku. Perlahan aku mulai memejamkan mataku. Dalam pikiranku, aku membayangkan Andra, cowokku yang cuek menyetubuhi diriku. Semakin liar Andra menyetubuhi dalam pikiranku, semakin liar pula gesekan telapak tanganku.

Payudaraku juga kuremas semakin kencang. Mulutku terus merintih karena tak tahan akan kenikmatan yang sedang kurasakan. Lama-lama, aku mulai merasakan tubuhku semakin berkontraksi dan aku merasakan sesuatu akan keluar dari dalam vaginaku.

Uhh! Ahhhhh!!

Tubuhku menjadi lemas seketika. Seluruh cairan dalam vaginaku rasanya sudah keluar semua. Aku kemudian membuka mataku. Kulihat cairan kenikmatanku mengalir keluar dari lubang vaginaku dan kemudian tersapu oleh pancuran air. Aku kemudian membersihkan sisa-sisa cairan hasil permainanku dan menyelesaikan mandiku yang sudah terlampau lama.

~~~~~​

POV Ricky

HOAM!

Perlahan aku membuka mataku dan mengecek ponselku. Kulihat jam di ponsel menunjukkan jam 7 lewat 20 menit. Maka aku kemudian ingin kembali melanjutkan tidurku. Namun diriku sudah merasa segar dan tak mampu untuk kembali terlelap.

Aku pun pasrah dan kemudian beranjak keluar dari kamarku. Aku pun menuju ke kamar mandi karena sudah kebelet untuk buang air kecil. Ah sial! pintu toiletnya tertutup dan ada suara pancuran air di dalamnya. Pasti Kak Kimi lagi mandi. Tapi tunggu, kok kayak ada suara yang aneh ya?

Damn! itu suara rintihan wanita. Dibalik suara pancuran air yang menyala, aku bisa mendengar suara rintihan itu cukup jelas. Kurasa tak ada wanita lain selain Kak Kimi di rumah ini. Maka aku menempelkan telingaku ke pintu agar bisa mendengar lebih jelas.

Oh hell!

Itu benar-benar suara rintihan. Di dalam sana, itu sudah pasti adalah Kak Kimi. Apa yang sedang ia lakukan sampai merintih nikmat begitu? Tak lama kemudian, rintihannya menjadi sangat keras seperti wanita yang baru mencapai orgasme. Kutahu itu karena mantan pacarku sering bersuara seperti itu saat ia mencapai orgasme. Jangan-jangan Kak Kimi sedang…

Ah shit! Kemaluanku sudah sangat mengeras akibat rintihan nikmat Kak Kimi. Pikiranku mengenai semalam kembali terpicu. Tak akan kusangka, kakak kandungku ternyata senakal itu. Maka aku pun segera meninggalkan kamar mandi dan menuju ke dapur.

Di dalam dapur, aku membuat roti lapis dengan selai coklat favoritku. Pikiranku terus terpaku ke Kak Kimi. Ah kenapa aku harus kembali terangsang dengan kakak kandungku? aku sudah berjanji semalam kalau aku tak akan menodai kakakku lagi.

"Eh tumben banget kamu dah bangun."

DUGH! suara Kak Kimi tiba-tiba saja mengagetkan diriku. Aku nyaris saja menjatuhkan piring berisi rotiku jika aku tidak dengan sigap menahannya.

"Hihihi… kok kamu kaget sih dengar suara Kakak?" kata Kak Kimi sambil cekikikan.

"Hampir aja jatuh, Kak. Jangan ngagetin gitu napa, Kak," ujarku sambil membalikkan badanku

Damn! seksi banget tubuh Kak Kimi kalau lagi berbalut handuk. Mana handuknya pendek gitu lagi sampai belahan dada dan paha mulusnya nampak indah sekali di mataku. Kurasakan kemaluanku yang sudah tidur kembali berdiri tegak melihat pemandangan tersebut.

"Kamu aja kali yang cemen. Ya udah sekalian buatin Kakak roti ya."

"Iya deh."

Aku pun berusaha menepis pikiran kotorku. Ingat Ricky, dia kakakmu. Dia bukan pacarmu apalagi selingkuhanmu. Kamu gak boleh menodai saudara sedarahmu itu.

Selesai menyiapkan dua piring roti serta dua gelas susu UHT coklat untuk sarapan, aku pun menyajikannya di meja makan. Saat aku sedang memakan roti, Kak Kimi pun muncul ke hadapanku dengan seragam putih dilapisi dengan jaket alma mater-nya yang dipadukan dengan rok selutut berwarna putih polos.

Kini aku menjadi gugup dengan kakakku sendiri. Aku kini melihat Kak Kimi dengan citra yang berbeda. Untuk menutupi kekikukanku, aku melahap roti itu lebih cepat. Tapi yang ada, itu malah mengundang perhatian dari Kak Kimi.

"Kamu kenapa, Dek? laper banget ya?"

"Gak, Kak. Di Amerika gini cara makan rotinya." Aku berkilah namun malah disambut tawa kecil oleh Kak Kimi.

"Ah perasaan sama aja deh semua negara kalau makan roti, kamu kali yang mengada-ada."

Aku tak lagi merespon perkataan Kak Kimi. Tak lupa aku menundukkan mataku agar tidak terjadi kontak mata. Bodohnya aku, itu malah membuat Kak Kimi semakin curiga dengan diriku.

"Kamu kenapa sih pagi-pagi gini?"

"Rasanya beda, Kak. Aku gak terbiasa di Indonesia," kilahku lagi.

"Santai aja napa. Entar juga kamu bisa kok nyesuaiin diri lagi."

"Ya, Kak."

"Ya udah, kamu ya yang cuci piring sama gelasnya. Kakak mau ngampus dulu. Bye adik kampret."

Ia mendekat ke diriku dan mencium keningku. DUGH! jantungku berdegup dengan keras. Aku bisa mencium harum parfumnya dari dekat. Kemudian ia tersenyum dan melambaikan tangan padaku.

Selesai mencuci segala piring dan gelas, aku pun kembali berbaring di ranjangku. Kembali aku memikirkan Kak Kimi. Shit! What happen to me? Kenapa aku kini tak bisa lepas dari bayang-bayangan Kak Kimi.

Kembali kemaluanku mengeras membayangkan wangi Kak Kimi dan juga tubuhnya yang hanya terbalut handuk. Semakin lama kutahan nafsuku, semakin kencang ia mendesak untuk keluar. Akhirnya nafsu mengalahkan akal sehatku. Aku kemudian keluar dan menuju ke kamar mandi.

Kusapukan pandanganku ke seluruh penjuru kamar mandi. Akhirnya aku menemukan sesuatu yang kucari. Celana dalam biru milik Kak Kimi. Kuambil dan kuciumi perlahan celana dalam kotor tersebut. Walaupun sudah cukup basah oleh percikan-percikan air, tetap tak menghilangkan aroma khas area kewanitaan.

Aroma itu mengawang-awang ke dalam pikiranku. Darahku berdesir dan kemaluanku menjadi tegak maksimal. Perlahan kutanggalkan bawahanku. Kubiarkan kemaluanku mengacung tegak dan segera kebungkus dengan celana dalam tersebut. Aku pun mulai mengocok kemaluanku sendiri dengan bantuan celana dalam yang halus tersebut.

Uhh! Enak sekali rasanya. Ini kali pertama kaliku bermasturbasi dengan media celana dalam bekas, terlebih celana dalam itu adalah milik kakak kandungku sendiri. Aku terus mengocok kemaluanku berulang kali.

Dalam imajinasiku, aku membayangkan jika Kak Kimi menelanjangi dirinya sendiri dan menghampiri diriku. Kemudian aku memegang tubuhnya, meraba setiap inci tubuhnya yang mulus, dan kemudian menyetubuhi vaginanya yang indah.

Aku semakin mengencangkan kocokanku. Tekstur halus celana dalam tersebut menambah kenikmatan dari gesekan antara kulit kemaluanku dengan kain celana dalamnya. Hingga kemudian aku merasakan jika batangku ingin memuntahkan isinya.

CROT! CROT! CROT!

Ahh! Nikmat sekali! Aku lalu memandangi celana dalam biru tersebut. Sperma milikku sudah membasahi celana dalam tersebut. Kemudian pikiranku pun berkecamuk. Bagaimana caraku menghilangkan jejak perbuatan kotorku? Kemudian aku pun menyiram celana dalam tersebut dengan segayung air dan menguceknya hingga bersih dari spermaku. Setelah itu kutaruh kembali ke tempatnya dan kemudian keluar dari kamar mandi dengan perasaan bersalah.

Lagi-lagi, aku kembali merasakan perang batin dalam diriku. Rasa bersalah kembali menghantui diriku. Aku sudah berbuat dosa besar sebanyak 2 kali. Apalagi aku sekarang membayangkan bersetubuh dengan kakakku sendiri. Entah apa yang merasuki diriku sampai aku tega membayangkan hal tersebut.

Selain rasa bersalah, muncul pula rasa lainnya dalam diriku. Kini aku merasa was-was dan ketakutan. Bagaimana jika Kak Kimi mengetahui perbuatanku? Bagaimana jika ia marah padaku? Bagaimana jika ia sampai melaporkan hal ini kepada orang tuaku? Apakah aku masih dianggap sebagai adiknya? Apakah aku masih dianggap seorang anak oleh kedua orang tuaku? Apakah aku akan menjadi gelandangan setelah terusir dari rumah ini?

Aku pun memilih untuk memainkan game di ponselku. Kuhabiskan waktu-waktuku dengan larut ke dalam permainan dan tidak keluar kamar, bahkan untuk makan sekalipun.

Tapi apa daya, tubuhku sudah mencapai batasnya. Dengan rasa takut, aku pun keluar dari kamarku. Di meja makan, kulihat Kak Kimi yang sedang menyantap makanannya. Entah kenapa aku kehilangan keberanian untuk sekadar menyapa dan melihat ke wajah Kak Kimi.

"Eh, dah keluar kamu dari pertapaan kamu?" tanya Kak Kimi.

Aku tidak menjawab pertanyaannya tersebut. Aku pun langsung duduk dan mengambil makananku tanpa memandang sedikitpun ke Kak Kimi. Tentu saja Kak Kimi menyadari perubahan drastis dalam sikapku.

"Kamu kenapa sih? Kamu lagi ada masalah?" tanya Kak Kimi

"Gak kok, Kak." Aku menjawab dengan cuek sambil terus menyantap makananku.

"Ayo cerita aja sama Kakak. Kakak siap jadi pendengar segala curhat kamu kok."

"Beneran, Kak. Aku lagi gak ada masalah." Aku ingin menyudahi pertanyaan-pertanyaaan Kak Kimi, tapi aku tahu dia adalah tipe orang yang tak akan berhenti sampai mengetahui jawaban atas pertanyaannya.

"Tapi kok mukamu suram gitu sih? Kayak mayat hidup aja."

"Aku masih capek kali, Kak."

"Ah masak, kamu lagi marah ya sama Kakak?"

"Buat apa aku marah sama Kakak, kan Kakak gak ada salah denganku."

"Terus gimana dong?" Kak Kimi masih terus mencecar diriku. Aku pun menghela berat nafasku. Kuberanikan menatap wajahnya dan kurasakan jantungku berdebar-debar.

"Beneran, Kak. Aku gak ada apa-apa."

"Kakak gak percaya ah sama kamu."

"Ya udah kalau gak percaya."

Aku pun menyelesaikan makananku dengan cepat. Selesai membereskan semua peralatan makananku, aku kembali ke kamarku. Di sana, aku berbaring meratapi perbuatanku pada Kak Kimi. Aku sadar aku tak akan bisa terus menghindari semuanya. Aku harus berterus terang walau akan menimbulkan konsekuensi yang berbahaya.
 
Bimabet
PART 2​

POV Ricky

Astaga! Gara-gara teammate yang super cupu, kini aku harus turun rank. Bangsat! kalau aja dia berada di depan wajahku sekarang, bakal kuremukkan ia sampai ke tulang-tulangnya.

Aku pun membanting ponselku ke kasur dan melepas headset dengan kasar. Nafasku berat menandakan aku dikuasai oleh amarah. Kemudian, pintu kamarku terbuka dan menampakkan sosok Kak Kimi.

"Woi Adik Kampret, main game kok pakai emosian?"

"Kakak nonton drakor kok pakai nangis?"

"Ye... itu kan lain."

Kemudian Kak Kimi masuk dan menutup pintu kamarku. Kali ini ia mengenakan set piyama seperti kemarin, namun bedanya piyama kali ini berwarna putih polkadot hitam. Tangannya membawa sebuah novel dan kini ia malah duduk di ranjangku sambil menyelonjorkan kakinya.

"Kakak ngapain di sini?"

"Suka-suka Kakak dong, ini kan rumah Kakak."

"Ini kamarku, Kak. Privasi adalah hak asasi manusia dan tertera di Fourth Amendment of Constitution."

"First, this is not America. Second, what
thing that you try to hide from me
?" tanya kakakku dengan mata yang menatap tajam ke arahku.

"Nothing, Kak. I hide nothing."

"Then, why are you prohibiting me?"

Aku pun terdiam dan tak mampu menjawab pertanyaan Kak Kimi. Ia pun tersenyum dan kemudian mulai membuka novelnya. Lalu ia pun berkata padaku.

"Jadi gini, tolong ceritain semua masalah kamu ke Kakak. Kakak gak bakalan pergi dari kamar ini sampai kamu mau cerita ke Kakak."

"Gak ada, Kak. I swear," ujarku sambil membentuk tanda V di tangan kananku.

"Ya udah gak apa. Biar Kakak di sini terus sampai kamu mau buka mulut."

"Serah Kakak deh."

Aku pun mencueki Kak Kimi yang masih membaca novelnya. Aku kembali memainkan gameku hingga tak terasa, baterai ponselku sudah semakin melemah. Dengan terpaksa aku pun harus mengisi daya ponselku dan kulihat Kak Kimi yang masih fokus membaca novelnya. Aku melirik ke jam dinding dan mengetahui bahwa sekarang sudah pukul 23.00.

"Kak, dah tengah malam nih, Kak. Pulang dong ke kamar Kakak."

"Apa kata Kakak tadi?"

"Cerita dulu."

"Ya udah."

"I don't want to and I have right to remain silent," ujarku dengan nada yang tegas.

"Ckckck... kamu keras kepala banget ya. Kamu tuh dah di Indonesia bukan Amerika lagi. Jadi hakmu untuk terus diam gak berlaku lagi di luar tanah Amerika."

"Itu hak universal loh, Kak."

"Ya sudah. Kakak juga punya hak buat tetap di sini."

"Please, Kak. Aku pengen tidur, dah ngantuk banget nih."

"Gak akan, karena kamu gak mau cerita."

Aku pun kembali menghela nafas panjang. Jantungku kemudian kembali berdebar dengan keras. Rasa gugup kembali menjalari diriku. Mulutku terasa kelu untuk berkata-kata. Dengan berat, aku mencoba membuka bibirku untuk mengeluarkan beberapa kata dari mulutku.

"Iya deh, aku bakal jujur sama Kakak," ucapku dengan suara yang parau.

"Akhirnya, dah lama banget loh Kakak tungguin."

"Tapi… Kakak jangan marah ya?"

"I promise it, just tell me anything."

"Aku… aku…."

"Kamu ngapain emangnya?"

"Aku… menodai celana dalam Kakak." Aku langsung menundukkan wajahku karena malu dan tidak berani menatap wajahnya lagi.

"Maksud kamu?" tanya Kak Kimi dengan ekspresi kebingungan.

"Aku masturbasi… pakai celana dalam Kakak," jelasku dengan nada yang lesu.

"APA?" Nada Kak Kimi menjadi meninggi. Sudah jelas ia pasti akan marah padaku. Detakan jantungku semakin keras dan kencang. Ingin rasanya aku menghilang saja dari dunia ini. Kemudian ia bangkit untuk duduk dan menampar pipiku. Tetapi, rasa panas dan sakit di pipiku masih kalah dengan rasa malu dan penyesalan dalam diriku.

"Hiks… kamu kok tega melakukan ini sama aku? Aku ini kakakmu sendiri!" bentak Kak Kimi seraya menangis.

"Maaf, Kak. Aku emang kurang ajar. Tampar aja sesuka Kakak."

"Hiks… kita ini masih dari orang tua yang sama. Kenapa kamu tega mencabuli Kakak?"

"Aku juga lelaki normal, Kak. Semalam aku ngeliat celana dalam Kakak dan tak sengaja aku dengar Kakak lagi mendesah dalam kamar mandi tadi pagi."

Wajah Kak Kimi kini tertegun seketika. Tangisannya berhenti dan kemudian ia menatap diriku. Aku sudah memejamkan mataku bersiap menghadapi tamparan keduanya. Namun tamparan yang sudah kuantisipasi tak kunjung datang. Akhirnya aku pun membuka kedua mataku dan melihat Kak Kimi yang kembali membaca novelnya.

"Maafkan aku, Kak. Kakak bebas ngehukum aku apa aja, tapi tolong jangan laporkan ini ke papa sama mama."

"Gak kok, Kakak juga salah. Maafkan Kakak juga ya."

Ia pun melepaskan novel yang ada di tangannya dan kemudian memeluk diriku. Pelukannya tersebut sangat kencang dan erat. Kurasakan semerbak aroma harum tubuhnya masuk ke dalam hidungku. Matanya berkaca-kaca dan kemudian ia kembali meneteskan air matanya.

"Hiks… maafkan Kakak. Kakak gak bermaksud buat nyakitin kamu." Kepalanya kini berpangku pada bahuku dan ia mengelus kepalaku dengan lembut.

"Kakak tadi kebawa emosi, maafkan Kakak ya."

"Aku ngerti kok, Kak. Aku memang pantas ditampar sama Kakak."

"Jangan diulangi lagi ya, Dek." Ia mengacungkan jari kelingkingnya.

"Janji deh, Kak," kataku sambil mengaitkan jari kelingkingku ke kelingkingnya.

"Kakak sayang sama Kamu."

CUP! ia mengecup keningku. Akhirnya jantungku sudah mulai berhenti berdegup kencang. Aku mulai merasakan harmoni damai dalam diriku. Aku menarik nafas lega dan mengambil bantal untuk tidur.

"Kakak gak mau pulang? kan aku dah jujur sama Kakak."

"Sabar ya. Tunggu Kakak selesaikan dulu bacaannya. Nanggung nih," ucap kakakku yang kini sudah bisa tersenyum padaku.

"Awas kalau Kakak jahilin aku, tak balas loh besok."

"Dah tidur aja sana, Kakak gak bakal ganggu kamu kok."

Aku pun berbaring dan mencoba menutup mataku. Tapi hal itu mustahil dilakukan. Kakakku masih belum beranjak dari kasurku. Keberadaannya terus menganggu fokusku untuk bisa tidur. Kupaksa terus mataku untuk terlelap dan akhirnya itu berhasil dalam waktu 30 menit.
.
.
.
.
Aku pun membuka mataku perlahan. Kamarku kini sudah remang-remang dengan hanya lampu tidur yang menyala. Tapi seperti ada sesuatu yang menahan diriku dari belakang.

Aku pun melihat jika dua buah tangan sudah mendekap perutku dengan erat. Aku menoleh ke belakang dan mendapati Kak Kimi yang sudah terlelap. Novelnya kini tergeletak di sampingnya. Aku pun melepaskan perlahan dekapan Kak Kimi tanpa membangunkan dirinya. Namun tak lama kemudian, ia kembali mendekapku erat. Sekarang tubuhnya menghimpit tubuhku. Kurasakan juga kedua buah dada yang masih terlapis oleh pakaiannya sudah menempel di punggungku.

Aku pun mencoba membalikkan badanku untuk melepas tangan Kak Kimi dari perutku. Kulihat atasan piyama Kak Kimi kembali tersingkap seperti kemarin. Terlihat pula celananya kembali melorot dan menampakkan sedikit celana dalamnya yang berwarna merah menyala. Aku kembali menelan ludahku melihat pemandangan tersebut.

Namun aku teringat dengan perjanjianku tadi. Aku sudah berjanji untuk tidak menodai dirinya lagi. Maka aku pun mencoba untuk menurunkan atasan piyamanya perlahan. Sulit sekali melakukan itu karena tangannya sedikit banyak menghambat diriku.

Perlahan aku pun berhasil menurunkan piyamanya. Kini tinggal celananya yang semakin melorot. Aku pun menyentuh karet celananya dan tak sengaja tersentuh pula permukaan celana dalam Kak Kimi. Hal itu membuat kemaluanku kembali berdiri dengan tegak. Dengan perlahan, aku menaikkan karet celana piyama tersebut namun hal itu tak berhasil karena tertahan.

Aku pun kembali mencoba menaikkan celana tersebut. Sambil menghindari kontak dengan permukaan celana dalam Kak Kimi, aku memegang karet celana piyama tersebut. Namun belum sempat aku menarik celana tersebut ke atas, tiba-tiba saja Kak Kimi terbangun dan membuka matanya.

"RICKY, KAMU NGAPAIN?"

"Eh… ini gak seperti yang Kakak bayangkan."

"Kamu mau mesumin Kakak lagi?"

"Gak kok, ini celana Kakak lorot."

Kak Kimi pun membetulkan celananya kembali. Kemudian ia kembali menarikku untuk berbaring dan sekarang malah ia memeluk diriku.

"Kakak kok gak tidur di kamar Kakak?"

"Aku pengen tidur sama kamu hari ini, gak boleh?"

"Boleh aja sih, Kak. Tapi Kakak jangan macam-macam ya."

"Harusnya kamu yang gak boleh macam-macam, tadi aja kamu hampir mesumin Kakak lagi."

"Ricky gak berniat mesumin Kakak tadi."

"Udah, yuk tidur. Jangan dipikirin lagi."

Maka aku pun harus tidur di dalam dekapan Kak Kimi. Sungguh, aku gak bisa tidur nyenyak dalam kondisi begini. Akhirnya aku pun mencoba memejamkan mataku. Namun tangan Kak Kimi yang tak bisa diam selama tidur membuatku terus terjaga.

"Kak, tangannya," ujarku sambil menyingkirkan tangannya. Tetapi tak lama, tangannya malah kembali mendekapku. Akhirnya aku pun hanya bisa pasrah dan membiarkan diriku tidur dalam dekapan kakakku.

~~~~~​

POV Kimi

Hari ini adalah hari dimana aku gak mempunyai jadwal kuliah. Ah, akhirnya ada juga hari dimana aku bisa beristirahat sejenak. Maka kuputuskan untuk menghubungi Andra. Kali aja dia ingin jalan bersama untuk hari ini.

"Halo, Beb."

"Halo, Bebeb Andra. Kamu lagi banyak kerjaan gak hari ini?"

"Technical meeting sama anak mapala, kenapa?"

"Itu… ke mall bareng yuk."

"Maaf, Beb. Technical meeting-nya bakal sampai jam 5 sore nanti. Belum kalau ada yang ngaret."

"Yah…."

"Ya udah, aku urus dulu ya preparation-nya. Goodbye."

"Bye."

Aishh! Masih aja gak sempat. Udah seminggu loh kami gak jalan bareng. Alasannya sibuk nugas, sibuk rapat, sibuk ini itu. Kesannya aku sebagai pacarnya malah gak pernah diurus. Kalau gini mah, mending sekalian gak usah punya cowok aja. Bete ah sama cowok kayak Andra.

Untuk menghilangkan bad mood-ku, aku pun memilih untuk mendengarkan lagu saja. Aku pun berbaring di kasurku dan memasang headset di kedua telingaku. Kemudian aku merasakan jika aku pun mulai hanyut ke dalam alunan irama lagu-lagu tersebut.

Tiba-tiba saja, aku melihat sosok adikku, Ricky datang menghampiri diriku. Ia tersenyum sekilas kepadaku. Aku turut membalas senyumannya. Namun sekarang ia malah naik ke atas ranjangku dan kemudian mulai menindih tubuhku.

Hmmmph! Slurp!

Ia kemudian melumat bibirku dengan ganas. Aku yang seolah seperti terhanyut oleh arus membalas pula dengan melumat bibirnya. Kemudian lidah kami berpagutan satu sama lain, menari-nari dalam harmoni kenikmatan. Tangannya memegangi kepalaku dengan lembut dan ia belum juga melepaskan cumbuannya.

Sekarang tangannya bergerak secara liar, menelusup ke dalam kaos hitam yang sedang kupakai. Ia meremas payudaraku yang masih terbungkus bra dengan keras namun tidak kasar. Ia terus melakukan hal itu sambil mencumbui bibirku ini.

Ia pun lalu melepaskan ciumannya. Kemudian ia mengangkat kaosku secara perlahan. Ia menciumi bagian perutku dan sesekali menjilatinya sehingga menimbulkan sensasi kenikmatan yang menjalari diriku. Tangannya terus mengangkat kaosku hingga nampak payudaraku yang masih terbungkus oleh bra berwarna hitam.

Lidahnya terus menyapu naik ke atas. Ia kemudian meremas perlahan payudaraku dan menurunkan braku. Ia menjilati puting payudaraku. Rasanya geli sekali tapi nikmat. Sesekali ia menghisap putingku dan memilin dengan bibirnya sehingga menambah sensasi. Kurasakan celana dalamku sudah becek akibat cairan yang terus keluar dari liang kewanitaanku.

Ia pun mengangkat wajahnya dari dadaku. Tangannya mulai bergerak menuju ke celana legging abu-abu yang sedang kukenakan. Ia menyentuh karet celanaku dan akan menariknya ke bawah. Ia pun tersenyum kepada diriku dan….

Hosh! Hosh!

Aku pun terbangun dari tidurku. Kemudian aku mencopot headset yang masih terpasang di lubang telingaku. Aku lalu mengecek atasanku dan ternyata pakaianku masih seperti sedia kala. Tetapi, kulihat bagian selangkangan celanaku sudah menampakkan sebuah bercak basah. Kurasakan pula celana dalamku sudah becek dan cairan kewanitaanku merembes keluar.

Ahh pakai mimpi basah lagi! Aku lalu mengunci pintu kamarku dan mengganti celana serta celana dalamku. Tak lupa aku membersihkan sisa-sisa cairan yang ada di vaginaku. Aku pun membawa celana beserta celana dalamku ke kamar mandi. Sialnya aku malah berpapasan dengan Ricky yang baru saja kembali dari dapur.

"Kakak ngapain ganti celana?"

"Eh… ini celana kakak yang kemarin," kilahku dengan gugup.

"Bohong ah, Kak. Kemarin kan aku gak liat kakak pakai celana itu."

Ahh, anak ini pakai banyak nanya lagi. Maka aku putuskan untuk melewatinya saja. Rasa malu sudah berada di puncak ubun-ubunku karena hampir saja rahasiaku terbongkar.

"Pasti Kakak gituan lagi kan?" DUGH! Ricky langsung berkata to the point dan rasanya seperti anak panah yang menembus jantungku.

"Apaan dah?"

"Itu tuh, Kak… jangan pura-pura gak tahu deh, Kak." Wajahnya tersenyum penuh arti. Kurasakan jika diriku mulai panas dan mungkin wajahku sudah memerah.

"Serah kamu deh." Aku pun mempercepat langkahku ke kamar mandi dan segera mencuci celanaku.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd