Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Alana

Chapter 16
Bagian 2




Suara klakson mobil yang juga bersamaan berhenti di depanku, membuyarkan lamunanku. Mobil Avanza hitam. Aku mengenal mobil ini.

Kaca sampingnya kebuka. “Hi… sorry kalo ngagetin kamu” benar saja, itu adalah Andi. Kenapa dia bisa ada di sini?

Sedikit ku bungkukkan badan, buat melihatnya dari kaca samping. Karena posisinya berada di belakang kemudi. “Loh… kamu ngapain ke sini? Aku juga udah mau pulang, ini kebetul-”

“Kebetulan kan? Kebetulan juga aku tiba, jadi memang kebetulan juga kita bisa balik bersama.” balasnya sembari menunjukkan senyum padaku.

Aku hanya menggeleng singkat. Ya sudahlah, toh! Tak ada salahnya juga ku terima tawarannya untuk pulang bareng, atau mungkin lebih jelasnya mengantarku pulang biar irit ongkos.

“Ya udah lah. Boleh nebeng kan, pak Andi?”

“Boleh-boleh aja…. asal….”

“Gak pake syarat. Oke?” segera ku balas perkataannya itu, meski ku yakin pun, kalo dia memberi syarat pasti bukan syarat yang aneh-aneh. Berbeda jika yang memberikan syarat adalah pria mesum super brengsek yang baru saja ku pikirkan tadi, saat menunggu angkot lewat.



Aku pun segera membuka pintu mobil, dan masuk ke dalam. Duduk di samping Andi.

“Bukannya kemarin kamu bilang mau lembur hari ini?” tanya Andi sambil menjalankan mobilnya.

“Iya sih, cuma temen yang rencana aku gantiin malah masuk. Batal cuti dianya”

“Oalah… pantes.”

“Mau makan dulu atau langsung ke”

“Ke rumah sakit aja Ndi. Kasian dedek, di tinggal sejak pagi tadi… ini juga udah jam 5 kok.”

“Oke baiklah.”

Aku menoleh padanya. Sambil melempar senyum.

“Dia masih sering datang?” tanya Andi lagi.

“Dia siapa?”

“Itu si bapak terhormat yang sok-sok jadi dewa penolong” aku mengernyit mendengarnya. Maafkan aku Andi. Masih belum mau jujur padamu tentang siapa sebenarnya pria yang sedang kamu tanyakan.

“Ohhh dia”

“Iya mantan kamu….”

Aku sekali lagi hanya senyum.

“Hanya masalalu kok, Ndi. Gak usah di bahas.”

“Tapi kok aneh ya. Kenapa dia bisa sebaik ini, sampai-sampai harus menyalipku buat menanggung biaya rumah sakit Rafa?”

“Ya gak apa-apa… toh juga nanti aku bakal ganti semua duit yang ia keluarkan selama ini”

Andi lantas menoleh. Menatapku. “Biar aku aja yang ganti al… tenang aja, nanti aku pasti akan menggantinya. Besok a-” aku lantas menyela, karena ku sadari kemana arah ucapannya ini.

“Gak perlu…. aku masih bisa sendiri”

Mendengar itu, tentu saja Andi langsung mendengus.

“Kamu ini…. bisa gak sih, sekali ini aja tidak menolakku, al?”

Aku menggeleng. “Gak bisa Ndi. Aku gak mau menerima semua kebaikanmu. Apalagi sampai menyusahkanmu, membuatmu harus menggadai ini itu. Aku gak mau. Karena aku gak mau punya hutang budi yang banyak padamu. Jadi ku mohon, tolong bantu aku ya. Please?”

“Al…. aku memang sadar diri, sampai kapanpun aku berusaha, tetap saja hasilnya aku tidak akan pernah bisa meluluhkan hatimu kan? Tapi, bukankah sebagai sahabat-” sekali lagi aku menyela.

“Ku mohon. Bahas yang lain aja, bisa gak?”

Andi akhrinya mengalah. Karena kalo aku sudah menunjukkan sikap seperti ini, itu artinya aku tak ingin pembahasan yang tengah kami bahas semakin berlarut.

Kembali aku melempar senyum padanya, “Apakah tidak sebaiknya, duit kamu… kamu gunakan buat menyenangkan seorang wanita yang mungkin saja bisa membahagiakanmu nanti”

Andi menggeleng. “Andai aku bisa mendapatkannya”

“Kamu yang gak mau membuka hatimu, Ndi. Jangan pernah berharap padaku. Karena pasti kamu sudah tahu, akhirnya akan seperti apa”

“Ya aku tahu al… aku sangat tahu kok”

“Maafkan aku, Ndi”

Andi mengangguk. Aku menghela nafas. Setidaknya, aku tak akan pernah bosan mengingatkan padanya, jangan pernah berharap apapun dariku, karena seperti yang ku jelaskan padanya, selalu dan selalu, jika aku tak bisa menerima perasaannya.

Selanjutnya karena aku juga sudah menunjukkan sikap tak ingin membahas hubunganku dengannya, maka kami pun mengobrol hal-hal yang biasa dan lucu saja. Tak perlu melanjutkan pembahasan sebelumnya.

“Oh iya, Rafa kapan rencananya keluar dari Rumah Sakit?”

“Kata dokter Alex kemarin sih, kalo hari ini perkembangan Rafa semakin baik. Mungkin hari ini bisa keluar”

“Oh Alhamdulillah kalo gitu”



Singkat cerita….



Kami berdua tiba di rumah sakit. Dan langsung menuju ke kamar inap putraku yang ada di lantai teratas rumah sakit ini. Setibanya di lantai 6, tiba-tiba saja langkahku terhenti saat melihat dua suster yang keluar dari kamar yang juga kondisi pintu kamar tengah terbuka lebar. Bukan itu yang jadi perhatianku, melainkan kedua suster itu sedang membawa keluar beberapa barang dari kamar.

Aku dan Andi saling berpandangan sesaat.

Apakah putraku di pindahkan ke kamar lain?

Aku tak mau menerka jauh dulu, segera ku kembali melangkah ke sana.

“Sus… ada apa?” tanyaku pada salah satu suster yang masih berada di luar, sedang membereskan selimut ke dalam keranjang di atas troly yang ia bawa.

“Loh bu Alana” suster itu kaget saat melihatku. “Kok ibu ada disini?”

Aku yang malah langsung mengernyit mendengarnya. “Anak saya kemana?”

Giliran suster itu yang mengernyit.

“Loh ibu?” suster satunya lagi ikut kaget melihatku, yang juga baru saja keluar dari kamar inap putraku.

Aku sempat mengintip ke dalam. Di dalam sana, tak kudapati kak Risna lagi. Lebih jauh ke dalam lagi, di atas ranjang pun tak ku temukan putraku di sana.

Aku mulai merasa panik.



“Suster…. anak saya di pindahkan kemana?” aku lantas bertanya pada suster itu.

Kedua suster itu saling berpandangan, namun detik berikutnya, dia tersenyum padaku. “Bukannya dek Rafa udah pulang tadi, bu?”

Aku membelalak.

“Pulang? Kenapa aku tidak di beritahukan sus?”

“Hmm, kalo masalah itu, kami tidak paham bu. Coba ibu tanyakan ke kakak ibu yang biasa jaga di sini”

Segera ku raih ponselku dan menghubungi kak Risna. Tapi, detik berikutnya aku semakin panik karena ponsel kak Risna sedang tidak aktif. Aduh bagaimana ini.

“Seriusan sus…. putra saya sudah pulang bareng kakak saya?”

“Iya bu, dua jam yang lalu…. coba ibu telfon kakak ibu, atau bisa langsung cek di rumah ibu aja”

Ya. Aku harus segera balik ke kosan. Buat ngecek kebenarannya.

Jangan sampai…..

Ohhh tidak. Jauhkan ya Allah, pikiranku yang barusan terbersik. Pikiranku tentang, putraku yang secara diam-diam di bawa pergi oleh…. oleh…. ya Allah, semoga saja tidak terjadi.

Secara buru-buru aku pamitan ke suster, dan segera mengajak Andi buat balik ke kosan.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd