Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Alana

CHAPTER 12





POV Dr. Alex



Bagaimana ini?



Apa yang harus ku lakukan sekarang ini? Dasar Erga, ini nih, kalo otaknya hanya di selangkangan, jadinya gak mikir dulu sebelum mengambil tindakan. Aku paham jika dia adalah orang paling terdekatnya si Arkana, cuma, masa iya, dia begitu bodohnya harus sampai meloadspeaker ponselnya tadi?

Alana akhirnya mendengarnya kan, apa yang kami bicarakan tadi.

Alana pasti sangat kecewa berat atas apa yang telah terjadi tadi. Dan aku yakin, dia semakin terpuruk saat ini, merasa di permainkan, merasa di bohongi. Namun apapun itu, karena akulah yang memulai maka setidaknya aku harus memperbaikinya.

Dalam diamku di ruangan, aku mencoba untuk berfikir. Karena sekali lagi ku yakin, setelah ini, Alana akan datang menemuiku dan akan meminta padaku penjelasan, bahkan parahnya lagi, dia bakal membawa serta putra mahkota Sandjaja dari kamar milik ayahnya itu.

Aku harus menelfonnya sekarang.

Ya, aku tak boleh lagi menundanya.

Setelah meyakinkan diri, akhirnya aku pun menghubungi nomor Arkana. Setidaknya, meminta saran darinya apa yang mesti ku lakukan setelah ini. Karena jika aku masih berusaha untuk sendiri memainkan peran kali ini, maka ku yakin semuanya akan semakin berantakan nantinya.

Tak lama telfonku di jawab.

“Arkana…. sibuk?”

“Hmm, kapan saya tidak sibuk, dok? Ada apa? Bagaimana kabar putra saya?”

Beginilah dia, kalo berbicara pasti nadanya akan tegas dan sarat akan keseriusan. Tak ada nada suara bercanda di sana, cuma aku yakin, dia sedang bercanda barusan. Andai orang lain yang menjawab panggilan telfonnya dan tidak mengenal luar dalamnya, pasti akan tersinggung atau setidaknya menganggap lelaki ini amat sangatlah sombong. Ya, hal wajar juga jikalau dia sombong sih. Dia kan memiliki segalanya. Eh! Tidak segalanya juga deh, karena aku tahu jika Arkana ini sangat di penuhi kekosongan hati. Apakah mungkin, Alana lah penyebabnya?

Hmm. Aku malah penasaran bagaimana kisah mereka di masa lalu.

“Dokter. Kenapa anda diam?

“Oh maaf tadi saya lagi berfikir, Arkana.”

“Ada apa? Emangnya ada masalah apa?” tanyanya tanpa lagi berbasa-basi.

Aku menarik nafas untuk sesaat, “Jadi kemarin… Alana sempat menanyakan mengapa ini semua bisa terjadi, di mulai-” belum juga ku selesaikan, Arkana tiba-tiba menyela dengan cepat.

“Saya sudah pikirkan hal itu. Pasti dia akan merasa bingung…. lalu?”

“Nah, akhirnya saya mencoba untuk membuat skenario, karena kan, anda menyerahkan semua pada saya, apapun alasan saya padanya anda tidak akan tersinggung”

“Ya, lalu?”

“Jadi saya buat skenario, jika LF dan Rumah sakit mengadakan kerja sama untuk memberi bantuan….” maka ku ceritakan beberapa poin padanya.

“Ohhh, alasannya bagus. Lalu?”

“Nah, Alana ternyata pergi ke kantor LF.”

“Lalu Erga membuat masalah?”

“Nah eh? Kenapa anda tahu?”

“Cuma menebak. Oke teruskan?”

Aku pun tanpa lagi menahan-nahan, semuanya ku ceritakan padanya. Semua yang terjadi, bahkan sampai bagaimana Erga meloadspekaer ponselnya tadi saat ada Alana di sampingnya.

“Erga tak patut di salahkan juga, karena memang pembawaan dia seperti itu. Baiklah… biarkan saya yang mengurus semuanya”

Aku pun bernafas lega. “Memang sebaiknya, kamu jujur padanya. Karena aku cukup mengenal Alana, dia orangnya gak mau menyusahkan orang lain, dia wanita kuat, dia wa-”

“Saya jauh lebih mengenalnya daripada anda, dok”

“Kalo begitu, kenapa anda meninggalkannya? Kenapa anda membuatnya hidup sendiri, menanggung sendiri perbuatan anda? Dan anda, baru sekarang mengetahui jika anda memiliki anak darinya,”

“Itu…. hmm, sepertinya saya lagi tidak berselera untuk menceritakan pada anda, dok”

Aku menarik nafas dalam-dalam.

“Ya sudah Arkana, lalu bagaimana selanjutnya?

“Saya sudah katakan, serahkan semuanya pada saya. Nanti saya yang akan memikirkan apa yang harus saya lakukan nanti,”

“Kalo sudah tak ada lagi, saya akan akhiri obrolan kita”
dia melanjutkan

“Oke, saya harap semuanya baik-baik saja dan masih dalam kendali”

“Sip”

Arkana lantas memutus sambungan telfon.

Aku, hanya bisa menarik nafas dalam-dalam dan menanti apa yang bakal terjadi selanjutnya.


-----00000-----




POV 3rd



“Bagaimana al, sudah ketemu dengan pihak LF?” Risna bertanya saat Alana baru saja tiba di ruangan inap kelas super VVIP putranya.

Alana lantas terdiam. Dia mencoba untuk mengatur emosinya, mengatur kesedihannya, karena kenyataan yang ia terima, di kantor LF, ternyata dia di bohongi.

“Al… kenapa? Apa ada masalah dek?” Risna pun datang mendekatinya.

Alana kemudian menggeleng, “Kak… kita beresin semua barang-barang kita. Hari ini, kita pindah kamar…. atau kalo perlu kita pindah rumah sakit juga”

“Loh he? Ini ada apa dek? Kamu mending duduk dulu, lalu cerita sama kakak, ada apa sebenarnya?”

Secara perlahan, setelah sedikit meredakan kesedihannya, wanita cantik berkerudung itu mulai menceritakan apa yang terjadi tadi. Semuanya ia ceritakan pada Risna, tanpa sedikitpun ia tutup-tutupi. Mendengar cerita itu, Risna sesekali menghela nafas, karena ia juga tak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi saat ini, mengapa dan kenapa ini semua bisa terjadi.

“Katakanlah, dokter Alex telah berbohong padamu. Cuma, apa tidak sebaiknya kamu ketemu dulu dengannya? Buat sekedar meminta penjelasan. Jangan sampai, karena dia ingin membantumu, akhirnya dia membuat alasan yang salah”

Alana sedikit membenarkan dalam hatinya. Ini tidak mudah. Biaya rumah sakit juga tidaklah murah, apalagi ini, fasilitas yang di berikan pada putranya amat sangat jauh dari yang ia pikirkan selama ini. Lalu, apa maksud dokter Alex melakukan ini semua? Apakah pria itu tertarik padanya? Ahhh tidak… tidak, sangat picik pikiran Alana jika sampai berfikir seperti itu. Kelihatan bagaimana baiknya dokter Alex selama ini padanya, dan tak tampak kesan jika pria itu tertarik padanya. Berbeda jauh dengan pria yang baru saja ia temu tadi di kantor LF. Amat sangat jelas, jika pria itu menggodanya tadi, mulai menunjukkan ketertarikannya pada Alana.

“Ja… jadi. Apa… apa yang Lana harus lakukan, kak?” Alana yang kini telah duduk, menoleh dan menatap Risna yang sedang mengusap punggungnya. Meredakan perasaan kecamuknya dalam sana.

“Temui dokter Alex. Jangan dulu mengambil kesimpulan yang salah, kita harus minta penjelasan padanya, al”



Alana hanya bisa menarik nafas dalam-dalam.

Lalu dari arah kamar, tiba-tiba terdengar suara memanggi. “Unda… mama lisna.”

“Kak… Rafa kak”

Kedua wanita itu segera bergegas menuju ke dalam kamar. Melihat putranya yang baru saja memanggil.

“Ada apa sayang? Bunda sama mama ada di sini” ujar Risna yang lebih dulu tiba di sisi ranjang.

Anak kecil itu, pun mencoba untuk duduk.

“Adek mau ngapain?” kini giliran Alana yang bertanya.

“Mau duduk unda…. unda tadi dali mana? Kata mama lisna, tadi unda lagi keluar”

Alana tersenyum, kemudian mengecup ubun-ubun putra tercintanya itu yang baru saja menjalani operasinya, dan hasilnya berhasil. “Bunda lagi ketemu sama teman, dek”

“Ohhh…”

“Dedek mau apa sayang?” tanya Risna saat tampak Rafa baru saja ingin beranjak dari ranjang.

“Mau kelual mama. Fafa pucing bobo telus”

Alana hanya bisa menarik nafas dalam-dalam, apalagi melihat di bagian dada putranya masih terdapat alat mendeteksi detak jantung. Bukan hanya itu saja, di sana, masih di lapisi perban pasca operasi kemarin itu.

“Kak… tadi apa kata dokter?”

“Tadi suster dan Dokter Tedi datang untuk mengechecknya, sekalian ngasih obat juga”

“Udah di minum kak?”

“Udah dek”

“Syukurlah”



“Unda… mama, Fafa mau kelual”

“Dedek…. dedek kan masih sakit, nanti ya, bunda dan mama Risna pasti akan ajak dedek keluar, tapi tidak sekarang, tunggu sampai dokter izinin keluar” ujar Alana pada putranya.

“Al…”

“Ya kak?”

“Apa sebaiknya sekarang aja kamu ketemu dokter Alex buat meminta penjelasan? Biar gak berlarut-larut”

Alana menghempaskan nafasnya begitu berat. “Ya udah kak. Alana sekarang akan menemuinya”

“Kamu juga jangan terbawa emosi, bicarakan baik-baik dengan beliau”

“Iya kak” Alana mengangguk.

“Dek… bunda mau ketemu sama dokter dulu ya, dedek sama mama Risna dulu ya”

“Oke deh bunda.”







Singkat cerita, Alana segera pergi menemui dokter Alex di lantai 5. Setelah bertemu dengan sekertarisnya di depan, maka Alana pun di antarkan oleh sekertaris itu ke dalam ruangan dokter Alex, yang rupanya, memang pria di dalam sana telah menunggu kedatangannya.

Dan kini, Alana duduk berhadapan dengan dokter Alex. Tampak jelas, bagaimana sepasang bola mata indahnya itu mulai menampung butiran kaca.

“Ibu Alana… saya minta maaf sebelumnya, karena telah berbohong pada ibu mengenai apa yang terjadi sejak kemarin”

“I… iya dok. Aku… aku sungguh tidak mengerti, kenapa dokter melakukan ini semua? Kenapa dokter sampai tega membohongiku?”

“Dengar dulu ibu Alana. Saya tidak benar-benar berbohong. Masalah rumah sakit, memang ibu Alana tak perlu lagi mengeluarkan uang sepersenpun, bahkan kamar yang telah kami sediakan pun, memang di khususkan buat putra ibu”

“Tapi dok… aku tidak bisa menerimanya, aku akan segera mengajak putraku untuk pergi dari kamar itu, dan masalah biaya rumah sakit, nanti aku akan usahakan dalam waktu dekat”

“Ibu Alana….”

Alana menggeleng lemah. “Tidak dok. Aku tak pantas menerima ini semua. Aku… aku”

“Tenang ibu…” dokter Alex melihat, bagaimana wanita di hadapannya ini lemah tak berdaya. Kesedihan meliputinya. Bagaimana tidak, dia yang sedang berada dalam kondisi yang habis terguncang kemarin karena keadaan, kini, ia kembali di hadapkan dalam kondisi yang seakan membuatnya tak berdaya kembali.

“Dok… aku memang saat ini. Tidak mempunyai pegangan apa-apa. Tapi, aku juga tidak bisa menerima begitu saja bantuan dari dokter Alex, semuanya, tanpa mendapatkan penjelasan tentang - kenapa sampai bisa begini dan begitu”

“Jadi begini… baiklah, saya akan berterus terang pada anda. Kebetulan, saya baru saja bertemu dengan orang yang baik, dan tanpa ibu ketahui,” belum juga dokter Alex menyelesaikan, Alana menyela dengan cepat.

“Tidak… tidak mungkin dia yang melakukannya”

“Dia siapa ibu?”

Alana menghela nafas.

“Dia yang kemarin mendonorkan darahnya pada Rafa dok”



Lalu tiba-tiba……………………



“Apa ada masalah, kalo memang saya yang melakukan ini semua?”

Alana lantas membeku. Dokter Alex pun terkejut, karena tiba-tiba saja sosok itu hadir dan masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk pintu sama sekali.

“Arkana… bisakah anda mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk?”

“Saya sudah mengetuknya, tapi anda yang terlalu serius dengan dia” balas sosok yang baru masuk itu, dan tanpa basa-basi, dia duduk di sofa samping dokter Alex.

Alana menunduk sesaat. Kemudian, terasa sepasang matanya mulai memanas. Dia tak yakin, apakah dia akan mampu bertahan untuk tidak mengeluarkan air matanya sekarang.

“Dok….”

“Ya?”

“Sa… saya harus per….” Dengan gugup dan penuh tekanan batin dalam sana, Alana berniat untuk pergi segera dari ruangan ini.

“Tidak…. saya masih ingin berbicara dengan anda”

“Dan Dokter Alex…. bisa tinggalkan saya hanya berdua dengannya, sekarang? Oh ya, saya pinjam ruangan anda…. hanya sebentar”

Mendengar itu, Alana lantas mengangkat wajahnya. Dia menatap wajah sosok itu tanpa berkedip. Jangan tanyakan lagi bagaimana perasaan Alana saat ini. Rasa-rasanya, dia ingin berteriak sekencang-kencangnya, mengeluarkan semua kecamuk dalam sana, serta berusaha untuk bisa mengeluarkan nafas secara normal. Namun, tentu saja hal itu tak bisa ia lakukan.

Dokter Alex langsung mengerti dan cepat tanggap. Pria berbaju putih itu pun segera beranjak dari duduknya.

Alana menahannya, “dok…. mau kemana?”

Dokter Alex tersenyum. “Ibu Alana mau tahu kan, siapa yang melakukan ini semua? Tuh, orangnya sudah datang, jadi, memang sebaiknya ibu berbicara dengannya, bukan dengan saya”

Alana tak mau diam saja, dia segera melangkahkan kakinya untuk pergi, tapi lengannya segera di tahan.



Sosok yang menahannya itu, menatapnya, tanpa mengatakan sesuatu lagi. Apalagi saat dokter Alex telah berhasil keluar, dan segera menutup pintunya.

“Duduklah, Alana”

Tentu saja, bukan perkara muda saat ini bagi Alana. Hanya berdua dengannya? Bukan pusing lagi, tapi wanita cantik itu mulai merasa sedih, khawatir serta ketakutan menghinggapinya.

“Saya yang membantumu. Dan saya hanya butuh sebentar saja berbicara denganmu” ujar Arkana yang masih tenang duduk di sofa. Sedangkan Alana? Wahhh, tubuhnya benar-benar membeku. Sepasang matanya pun semakin perih rasanya, apalagi dia masih berusaha keras untuk menahan agar sepasang mata itu tidak membuatnya malu, tidak menitihkan air mata di hadapan sosok itu.

“Duduklah”

Dengan perasaan yang masih berkecamuk, wanita itu duduk tanpa kata.

Keduanya kini saling bersitatap.



Diam…

Mereka kini hanya diam.

“Ke… kenapa kamu hadir saat ini?” akhirnya, setelah berusaha keras menguasai diri, Alana berhasil mengeluarkan suaranya.

Pria di hadapannya hanya tersenyum, “Sebelum kamu bertanya, bukankah saya yang seharusnya bertanya lebih dulu?”

Alana menarik nafas dalam-dalam.

“Saya hanya ingin bertanya sekali, dan saya butuh jawaban yang jujur darimu”

Alana tidak bersuara. Dia hanya menatap wajah pria itu. Wajah yang sejujurnya amat sangat ia rindukan.

“Bulan berapa anak kamu ulang tahun, hmm?”

“Tidak…. dia tidak ada hubungannya denganmu. Dia…. dia ulang tahunnya, nanti maret genap 3 tahun” jawaban Alana, malah semakin membuat sosok di hadapannya ingin tersenyum lebar-lebar.

“Jadi maksud kamu, setelah kita berpisah….”

“Kamu yang meninggalkanku, ka….” sakit. Perasaan Alana kembali sakit dalam sana. “Kamulah yang pergi meninggalkanku tanpa penjelasan, tanpa ingin mendengar penjelasanku sama sekali”

“Saya tidak ingin membahas itu” jawab Arkana dengan cepat. “Yang ingin saya bahas sekarang, berarti, anak kamu…. lahirnya satu tahun 2 bulan setelah kita berpisah?”

Alana mengangguk secara perlahan.

“Berarti kamu dengan mudahnya melupakan saya? Dan segera mendapatkan pengganti saya, bahkan, langsung hamil dan melahirkan anak orang lain, iya?”

Sakit, Arka. Alana membatin.

“Satu lagi…. kamu tadi bertanya, bukan… kenapa saya hadir saat ini? Maka saya akan jawab sekarang juga, saya akan membalas apa yang kamu lakukan pada saya di masa lalu. Kamu menipu saya, dan itu, akan saya balas. Balasan yang tak akan pernah kamu lupakan di sisa hidup kamu, paham?”

Perlahan….

Sepasang mata kebiruan itu, mulai sedikit demi sedikit meneteskan air mata.

“Aku tidak menipumu ka” pelan. Amat sangat pelan suara Alana menjawabnya.

“Oh ya? Dengan menyamar sebagai Amisya. Dan mulai mendekati saya, apakah itu bukan menipu namanya?”

Alana hanya bisa meresponnya dengan gelengan kepalanya yang lemah.

“Aku ti… tidak per… pernah ingin me… menipumu, ka”

“Cih… lalu sekarang, kamu sudah hidup bahagia dengan orang lain, bahkan sampai memiliki anak? Iya?”

“Oh ya, asal kamu tahu…. saya tidak akan pernah melepaskanmu lagi. Saya, akan terus menjadi duri dalam kehidupan kamu ke depannya.”

Alana semakin menangis.

Yang sejujurnya, ingin sekali pria di hadapannya itu mengusap lembut sepasang mata itu. Namun, pria itu memiliki rencana lain.

“Lalu sekarang, kamu ingin menolak apa yang saya berikan ke kalian? Hmm… tidak semudah itu, Alana. Kamu tahu berapa biaya yang saya keluarkan? Dan apakah kamu mampu membayarnya?”

Alana semakin merasakan kesakitan yang teramat sangat.

“Tenanglah. Saya tidak akan menuntut bayaran apapun ke kamu, kamu cukup menerima semua yang saya berikan. Titik. Saya tidak mau lagi mendengar kamu menolaknya, apabila kamu menolak, itu artinya, kamu betul-betul telah menipu saya di masa lalu. Menolak sama dengan menipu, menerima sama dengan,”

“Cukup ka…. cukup”

“Oke cukup. Saya juga sudah cukup mengatakan semua yang ingin saya katakan ke kamu. So…. silahkan kembali ke kamar anak anda, dan jangan lagi saya mendengar jika kamu menolak apa yang saya berikan, paham?”

“Kamu itu aneh. Di bantu malah keras kepala, malah sampai mau pergi begitu saja. Lalu, kalo anak kamu kenapa-kenapa nantinya, apa kamu tidak bersedih lagi, iya?”

“Hiks… hiks… cukup ka… cukup…. sudah cukup kamu menyakiti perasaanku. Hiks”

“Berhentilah menangis. Bukankah yang lebih penting sekarang, adalah kesembuhan anak anda? Bagaimana dia bisa mendapatkan perawatan yang baik di rumah sakit ini. Dan kamu, pun saya hanya pinta satu, fokuslah padanya, gak perlu memikirkan banyak hal. Apa susah ya mengikuti keinginan saya?”

Alana hanya menggeleng lemah dan pasrah.

“Ya sudah, kalo begitu saya pergi dulu….”

Alana mengangkat wajahnya, “Ma… mau ke… kemana… hiks?”

“Tenang saja, saya tidak akan kemana-mana, saya hanya ingin melihat anak anda…..”​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd