Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Akai Pinheel to Professor

up up.... bantu up dulu demi mamah shani tercinta agar segera di update
 
ternyata banya netizen menahan thread ini untuk tetap di fiksi yah, padahal gw pengen sf fiksi ngga melulu ttg jeketi dan selain itu juga pengen eksis di cerbung, tapi yowes aku nurut saja
 


II



XSo9DQF0_o.jpeg

Angin berhembus masuk melalui pintu yang tidak ditutup kembali, daun daun bergemerisik bergesek satu sama lain, awan awan menggulung gulung dan bertemu pada satu titik, menutup cahaya mentari sehingga hari itu nampak sedikit gelap dari biasanya.

Gadis itu terduduk telanjang sambil memeluk kakinya yang terlipat, ia menangis sejadi jadinya, ia merasa sangat kotor dan sudah tidak ada harganya lagi.

Ia tak habis pikir, Dosen yang sudah membimbingnya dari semester 1 sampai tahun keduanya, bahkan beliau pun tetap membimbingnya dalam meraih beasiswa unggulan, namun bisa dengan bejatnya memperkosa dirinya.

Ia meratapi nasibnya sendiri, bagaimana perasaan teman temannya, apalagi orangtua dan kedua saudaranya jika mengetahui bahwa dirinya sudah kotor, tidak suci lagi.

Ia malu...

Ia takut...

Ia tak bisa membayangkan respon mereka...

Kemarahan mereka..

Bukannya mau membela si pemerkosa bejat itu, namun dirinya hanya tak mau terjadi pertikaian

Shani akan menyembunyikan kasus ini sampai waktu yang belum ditentukan, ia sendiri bahkan tak tau kapan itu.

Ia hanya tak mau citranya di depan publik menjadi hancur, ia tak mau dikenal sebagai gadis bekas perkosaan. Apalagi ia adalah public figur. Selain itu ia juga harus mempertahankan kehormatan keluarganya.

Tapi...

Bagaimanapun, Dosen bejat itu harus menerima hukuman.

Tapi apa?

Shani makin pusing.

Ia membersihkan dirinya dari cairan cairan itu, kemudian berjalan gontai menuju pakaiannya yang tersebar di lantai kelas, kemudian ia memakainya.

Ia mengeluarkan jaket hoodie dari dalam tas, kemudian memakainya dan menutupkan kupluk hoodie nya pada kepalanya. Tidak lupa ia memakai masker sekali pakai serta kacamata untuk menutupi kesedihannya dari publik.

YxpKXwA3_o.jpeg

Ia pun berjalan keluar dari ruang kuliah yang gelap dan suram itu. Mematung di ambang pintu menatap langit yang mulai mendung. Ia berjalan keluar dan berdiri di tepi balkon lantai 5 di gedung kuliah itu. Memandang luasnya wilayah kampus dibawahnya. Ia merasakan seluruh dunia memandangnya risih dari atas sana.

"Apakah masih ada gunanya aku hidup di dunia ini?"

Kata kata itu seketika terbersit begitu saja pada benak Shani.

Waktu itu pukul 11 pagi, namun langit malah meredup disaat beranjak tengah hari. Hawa panas, sumpek dan gerah mulai menyelimuti tempat itu, menandakan hujan akan datang dengan segera.

Gadis itu berjalan mendekati tepian balkon yang sedikit retak dan cat nya terkelupas, ia memandang langit yang mendung seolah meminta jawaban akan nasibnya. Tatapannya penuh akan kepahitan. Wajahnya pucat dan giginya begemertak.

Ia menarik nafas dalam dalam, kemudian menghembuskannya secara perlahan.

Gadis itu kemudian memanjat pembatas balkon dan berdiri di atasnya.

"Dari lantai lima nampaknya cukup."

Ia menerawang ke bawah, dimana permukaan pelataran beton siap menerimanya kapan saja.

Phobia akan ketinggian bagai tertutup oleh rasa depresi yang mendalam. Ia sedikit pusing memandang ke bawah, namun ia terus memaksakannya.

Ia merentangkan kedua tangannya seperti salib sambil menutup matanya, kemudian menghela nafas.

"Maaf Pak, Ibu, koko, adek, dan seluruh teman teman yang ada di sekeliling Shani. Sepertinya ini akhir dari Shani. Menyedihkan memang, semoga alasan ku untuk melakukan ini tak terkuak, dan semoga kalian bisa merelakan ku." Ucapnya lirih.

Udara panas kini perlahan berhembus menjadi uap dingin, gerimis kecil mulai turun dan membasahi bumi. Pori pori gadis itu mulai mengerut merasakan dingin.

"Biarlah tragedi ini tetap menjadi misteri, aku tak ingin siapapun tau..."

Ia tak mampu berfikir jernih lagi, semua terasa fana, semua suara suara alam bagai tak mampu menenangkannya, hatinya kini tuli. Ia mengabaikan semua di sekelilingnya

"Aku... aku... aku tak mampu, biar kan alam mematikan ku... aku tak kuat..." Ia terisak oleh tangisnya sendiri

Pakaiannya mulai lembab terkena rintikan gerimis, pagar balkon yang ia pijak mulai basah, suara teletik hujan bagai meyembunyikan seluruh kegetirannya.

"Telan aku bumi..."

Gadis itu pun mencondongkan tubuhnya ke depan...

Wushhhh...

Ia berharap seluruh kepahitannya ikut lenyap bersamaan dengan rintik hujan...

Kakinya pun lepas dari pijakan...

Wuuusssshhh...


Tubuhnya merasakan angin gravitasi yang sangat kuat...

Ia pasrah

Wuusshhhh...

Tiba tiba...

greeeppp

"Ohook...."

Perut gadis itu tertohok, sebuah tangan yang tak terlalu kekar melingkar pada perutnya

Ternyata ada seseorang yang berhasil menangkapnya sebelum ia terjun bebas...

Seketika tekad gadis itu buyar, ia membuka matanya dan terkejut melihat ke bawah, ke arah pelataran beton yang tadi siap ia hadapi.

Kacamatanya terlepas dan jatuh ke pelataran beton...

Wuuusshh

Prakkk

Gadis itu menyaksikan bagaimana pelataran beton dapat dengan mudahnya menghancurkan kacamatanya itu

Ia bergidik ngeri.

Kini tatapannya berubah takut dan panik. Tubuhnya melayang diudara, dengan tarikan gravitasi yang kuat, ia tertahan oleh sesuatu

"Mbaknya jangan sembrono!!"

Suara pria terdengar memarahinya...

Kekhilafan yang menutupi rasa Phobianya kini hilang dalam sekejap, rasa takut akan ketinggian mulai menyeruak dengan cepat

"Aaaaaaakkkkkkk....." Gadis itu berteriak histeris

Ia pusing dan mual melihat ke bawah. Pandangannya sedikit kabur lantaran kacamatanya terlepas.

Pria itu menarik tubuh Shani kembali ke gedung dengan sekuat tenaga.

Brukk

"Haah haahh..." Pria itu nampak kelelahan menahan beban Shani barusan.

Shani hanya celingukan, ia tak tau harus apa lagi, disaat aksi bunuh dirinya berhasil diselamatkan orang. Ia nampak cengo dan gelisah.

uYWQniRZ_o.jpeg

Ia bingung harus berterimakasih atau marah kepada pria ini, ia ingin sekali mengakhiri hidupnya, tapi di sisi lain muncul perasaan lega lantaran ia tak harus menghadapi ketinggian itu.

Pria itu memiliki wajah yang cukup memikat wanita, dengan kumis tipis.

"Mbak, lu jangan sesumbar kayak gitu dong, banyak orang orang sekarat dengan penyakit yang mematikan, tapi mereka tetap berjuang mati matian untuk hidup, eh mbaknya udah di kasih kesehatan dan kewarasan kayak gini malah mau bunuh diri. Tolonglah mbak."

Shani mencoba mencerna perkataan pria berkumis tipis ini.

"Lu ****** kalo nganggep bunuh diri itu jalan terakhir."

"Mas nggatau penderitaan saya!!" Tiba tiba emosinya meledak

Pria itu sedikit terkejut.

"Sabar mbak, semua pasti ada jalan mbak, percaya sama Tuhan, niscaya pasti akan ada kemudahan."

Gadis itu malah menangis, emosinya sangat labil, meledak kemudian kalut, masker yang ia pakai pun basah oleh tangis.

"Udah mbak jangan nangis, gw juga tau rasanya kecewa, depresi, dan segala macamnya menjadi satu, gw dulu juga pernah mencoba bunuh diri, namun setelah di pikir pikir, bunuh diri itu bukan satu satunya jalan. Coba pikirin keluarga, sahabat serta orang orang di sekeliling. Pasti mereka bisa bikin mbak kuat."

Gadis itu terisak, meratapi nasibnya. Pria itu tak tahu kepahitan apa yang baru saja ia lewati, pikir Shani.

"Jangan gegabah Mbak, hidup itu cuma sekali, dan selalu ada waktu untuk memperbaikinya. Yaaaahhh walaupun takkan sesempurna seperti awal sih, tapi seenggaknya lu bisa membuatnya lebih baik. Semua tergantung pribadi masing masing. Mungkin menurut lu bunuh diri itu adalah solusi, yaaa.... memang bener solusi sih sebenernya, gw pun akuin itu sebagai solusi, tapiiiii... bunuh diri itu solusi bodoh!! Pasti ada jalan lain..."

Pria itu mendekati Shani yang terduduk lemas bersandar pada pagar balkon, ia menepuk pundak Shani pelan, kemudian mengusap tangan Shani, membuat gadis itu seketika merasakan kehangatan dan kenyamanan menjalar pada tubuhnya

Gadis itu mulai tenang.

Mereka berdua saling tatap sejenak, mata pria itu sungguh teduh dan menenangkan bagi Shani, tak pernah ia temui sebelumnya mata seperti itu.

Semua kegetiran dan kepahitan yang mengganjal dan membongkah di benaknya perlahan seperti sirna begitu saja, dengan menatap matanya, ia bisa melihat masa depan dirinya sendiri, ia merasa bisa melewati semua bersama pria di depannya ini. Dia sosok yang sangat membuat nyaman.

Hati Shani sungguh damai, gejolak kesedihan berubah menjadi kebahagiaan dalam sepersekian detik.

"Jangan sedih sedih..."

Pria itu mengusap air mata Shani, membuatnya tambah salting.

Pria itu pun ikut duduk bersandar disamping Shani kemudian menyulut rokok...

"Mbaknya mau coba?" Ia mengulurkan bungkus rokok.

Shani menggeleng,

"Gapapa mbak kalo cewek ngerokok, bukan suatu yang negatif kok, coba deh, pasti jadi lebih tenang suasana hati nya."

Shani menggeleng lagi.

"Hmm oke deh kalo ngga mau."

Shani menatap mata pria itu dengan nanar.

"Masker nya dibuka aja mbak, biar gw bisa lihat kecantikan mbaknya seperti apa, hehehe."

Ia menggeleng lagi.

Pria itu pun bangkit dan berjalan menuju kursi di balkon itu, ia membuka tas yang berisi beberapa peralatan fotografi, ia merogoh lebih dalam dan akhirnya menemukan botol air mineral.

"Mbak minum air putih aja deh, biar lebih tenang."

Shani memyambut botol itu dan membuka tutupnya, ia memalingkan tubuhnya membelakangi pria itu agar disaat membuka masker saat minum, wajahnya tidak terlihat oleh pria itu.

"Yaampun mbak, pelit banget, kan gw cuma pengen liat mukanya."

Shani selesai minum, kemudian memakai kembali maskernya dan mengembalikan botolnya ke pria itu.

"Beneran ngga mau buka masker nih? Curang ah, lu kan udah liat kegantengan gw daritadi, sekarang gantian gw yang liat kecantikan lu mbak."

Shani menggeleng malu, ia salting ditatap seperti itu.

"Lu tenang aja mbak, gw bisa jadi teman ngobrol kalo lu mau. Boleh kenalan?"

Shani hanya diam saja...

"Kok diem aja? Hmmm yaudah kalo ngga mau kenalan, gw juga ngga mau nyebutin nama kalo gitu, biar fair." Ucap pria itu cengengesan,

"Oh iya, kalo lu butuh temen ngobrol, bisa hubungin gw ya." Pria itu mengambil tas kecil di selempang bahu Shani, kemudian menuliskan nomor di handphone Shani.

"Tapi jangan disalahgunakan ya Mbak, ngga semua orang tau nomor hape gw, cuma orang orang tertentu aja. Kapan pun lu butuh temen ngobrol, telfon aja, siapa tau kita bisa ketemu lagi ketika lu udah rileks, dan lu bisa ceritain semua. "

Shani nampak terpesona oleh ketampanan dan kecakapan berbicara dari pria ini.

"Kalo lu udah tenang, gw anter pulang deh. Naik mobil kok, pasti ngga kehujanan." Ucap pria itu santai sambil menghisap rokoknya.

Shani nampak masih merenung. Ia nampak memendam sebuah pertanyaan, namun ia sedikit berat untuk mengutarakannya.

"Gimana mbak? Kok diem aja sih, gw kebetulan bentar lagi mau jalan nih ke rumah temen SMA gw dulu, ada sesi pemotretan, kalo mbak mau, gw anter pulang sekalian. Takutnya kalo lu disini terus, niat bunuh dirinya muncul lagi."

"Mas?"

Akhirnya ia buka mulut

"Iya?"

"Emmmm..."

"Ada apa?"

"Kok kamu tau kalo aku mau bunuh diri tadi?"

"Loh? Kan gw daritadi duduk di kursi itu, trus tiba tiba lu keluar dari ruang kelas dengan tatapan kosong, tiba tiba manjat pagar balkon gitu aja, gw kan ngeliatnya parno, dan ternyata bener dugaan gw, lu loncat. Untung gw sempet nangkep. Kalo nggak? Ambyar!!" Ia menghisap rokoknya lagi kemudian menghembuskannya.

"Loh? Jadi..... daritadi mas duduk disitu?"

"Iya, udah hampir satu jam ini, kebetulan tadi gw dapet panggilan buat pemotretan tugas kampus beberapa mahasiswa di gedung sebelah, pas udah kelar, gw iseng naik kesini buat liat liat sekaligus motret pemandangan, ada apa emangnya?"

"Masnya udah satu jam duduk di kursi itu??!"

"Iya mbak."

"Kenapa ngga nolongin aku!!"

Plaaakkk...

Shani menampar pria itu.

"Loh? Salah gw apa dah?"

"Kamu jahat!!"

"Eh gw ngga paham, ada apa sih."

"Kamu daritadi duduk di depan kelas ini, tapi ngga denger suara teriak teriak?!!"

"Emang ada suara teriakan?" Tanya pria itu polos.

Plaaakkk...

"Aaaaaarrkk!!!" Shani histeris

"Eh serius gw nggatau kalo ada yang teriak teriak, gw pake earphone dari tadi, jadi ngga denger apa apa."

"Minggir kamu mas!!"

Shani pun bangkit dan mendorong pria itu hingga tersungkur.

"Mbak, mau kemana mbak, gw bingung nih maksud lo nampar apaan."

Shani tidak menghiraukannya, dan terus berlalu meninggalkan pria itu.

Ia berlari berusaha menahan tangisnya, namun percuma saja, tangisnya pecah kembali. Ia tak menyangka bahwa di luar kelas saat dirinya di perkosa, ada orang, dan dia tidak mendengar teriakan hanya karna menggunakan earphone. Hal sepele yang sangat fatal bagi dirinya.


=====00000=====


BhVr59MI_o.jpeg

Senja menyingsing, semburat jingga berpendar pada langit ibukota, sinarnya yang tidak terlalu terang sedikit meremangi kamar seorang gadis melalui jendela.

Duduklah seorang gadis di sebuah kursi yang ia sengaja taruh di tepi jendela, ia merenung dengan segala kegetiran pada matanya, memendam kepahitan dalam sanubarinya. Ia menerawang jauh pada langit yang mataharinya sudah tak terlihat lagi, hanya ada jingga yang membentangi cakrawala.

Matanya kosong, fikirannya entah dimana. Ia memikirkan kemungkinan kemungkinan kedepannya yang akan ia hadapi.

Apakah ia akan hamil dan mengandung darah daging si bejat itu?

Ia tak sudi

Ia merasa sangat rendah, menjadi makhluk yang paling rendah di muka bumi, bahkan lebih rendah dari si bejat itu.

Air matanya meleleh dari pelupuk matanya, membuat pandangannya kabur. Ia mengusapnya.

Apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Rasanya tak ada seorang pun yang bisa menjadi teman untuk mencurahkan kepedihannya itu.

Kecuali...

Ia mengambil hapenya di atas dipan dan membuka daftar kontak.

"Son Goku..."

Ia membaca nama pada kontak nomor yang dituliskan si pria itu.

Kenapa ia memberi nama pada nomor nya sendiri dengan nama Son Goku?

Siapa nama aslinya?

Ah itu tak penting...


Mungkin satu satunya yang bisa membuat aku tenang hanya pria ini. Entah kenapa, walau hanya untuk sesaat, aku dapat melupakkan sejenak kepedihan saat menatap matanya yang teduh itu...

Siapa dia?

Apakah aku harus menghubunginya?

Tapi....

Dia jahat!!!

Dia tidak menolongku padahal dia sedang berada di depan ruang kelas saat Pak Gavin memperkosaku.

Kenapa dia bisa setega itu!!

Kenapa dia malah memakai earphone disaat aku berteriak teriak meminta pertolongan saat itu!!!


Shani melempar hapenya ke sembarang tempat dan kemudian ia menenggelamkan wajahnya pada lutut yang ia peluk.

Ia mengurungkan niatnya untuk menghubungi pria itu

Ia menangis lagi

Sudah tak terhitung berapa kali ia menangis hari itu, kantung matanya sembab membengkak dan aura cantiknya sirna akibat penderitaannya.

Di tengah tengah berkecamuknya batin, tiba tiba...

Tok... tok... tok...

Ah suara itu lagi...


Tok... tok... tok...

Shani memeluk lututnya makin erat dan membenamkan wajahnya makin dalam

Tok... tok... tok...

Ia mengabaikan suara ketukan kaca itu

Tok... tok... tok...

Ia paham bahwa suara itu berasal dari cermin rias nya, namun ia merasa tidak punya semangat untuk mempedulikan dunia sekitar. Ia tenggelam cukup jauh pada fikirannya.

Tok... tok... tok...

Namun tetap saja suara itu menghantui Shani,

Ia penasaran dengan sosok yang ada dibalik cermin itu.

Ia mengintip ke arah cermin rias

Tok... tok... tok...

Sesosok bayangan jelas mengetuk kaca seolah olah meminta perhatian Shani dan mengajaknya masuk ke dalam cermin.

Ia merinding, ia paling takut dengan hal hal berbau mistis.

"Jangan ganggu akuu!!!"

Shani pun berlari ke atas ranjang nya kemudian bersembunyi di dalam selimutnya.

Ia menggiggil ketakutan, Ayahnya belum pulang dan kondisi rumah sangat gelap lantaran ia tak berani menyalakan lampu yang saklarnya ada di dekat meja rias.

Setelah di dengar lagi, suara ketukan itu ternyata sudah hilang.

Shani merasa keadaan sudah aman.

Ia pun hendak menyibakkan selimutnya, namun belum sempat ia membuka selimut, seonggok tangan memegang lengan Shani dari luar selimut

"Aaaaakkkrrgggg!!!!!"

Ia berteriak histeris


Bersambung
 
gw sedih dan gw takut tapi gw jg sange, perasaan ini namanya apa ya .-.

anyway kalo soal penulisan lu emang salah satu idolah, good luck buat genre yg mungkin diluar "zona nyaman" mu
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Demi Telor ikam cupang inj horror drama apa fiksi Serem iya baper iya sange iya:mad:
 
jelas banget mas rio

dan alasan kenapa rio gak ngenalin shani di TYVHH, karena shani pake masker. sementara shani ngenalin dia pas makan bareng
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bimabet
ngah ya paham kenapa pas shani ke kos an rio sambil blg ini semua salah rio wkwk trnyata grgr rio ga nolongin pas dia mau di perkodok wkw
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd