Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Akai Pinheel to Professor

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
FXwVFpTQ_o.jpeg

Pagi begitu cerahnya, setelah hujan semalam, nampaknya awan tercurah habis semalam, sehingga hari ini langit begitu biru tanpa awan sedikitpun, burung burung berkicau dengan cerianya, embun embun menetes dari daun ke daun. Sinar mentari menghangatkan pagi itu.

YWD58HNB_o.jpg

Seorang gadis duduk di pinggir ranjang, ia mengucir rambut panjangnya seperti ekor kuda, kemudian ia berjalan mengambil kacamatanya diatas meja rias.

Ia termenung sejenak

Gadis itu menyentuh cermin rias dengan penuh rasa penasaran. Apa gerangan sosok yang mengetuk cermin pagi buta tadi?

Hal yang menganggu tidurnya itu nampaknya akan mengisi fikirannya seharian ini.

"Shaniii... Ayo sarapan."

"Eh, iya Pah..."

Gadis itu pun membuka pintu kamarnya dan berjalan menuju dapur dengan masih menggunakan piyamanya.

"Ini kan jadwal kamu Dek untuk piket, kenapa jadi Bapak terus yang nyiapin makan, hmm."

"Maaf Pak, hehe bangunnya kesiangan." Ucap gadis itu sambil tersenyum.

"Yowes, Bapak berangkat dulu yah, kamu hati hati di jalan nanti kalo berangkat kuliah, jangan lupa kunci pintu yo."

"Enggeh Pak."

Gadis itupun mencium tangan Papahnya.

Ia tinggal di suatu apartemen bersama Papahnya, sedangkan kedua saudara dan Ibunya tinggal di Jogja. Demi karirnya di Ibukota, ia harus rela berpisah dengan sebagian anggota keluarganya. Untung Papahnya segera mengikuti untuk pindah tugas ke Jakarta, jadi ia ada yang menemani.


=====00000=====

Aku pun menelanjangi diri aku sendiri, kemudian aku masuk ke dalam ruang shower. Aku menyetel shower pada semprotan terkencang agar tubuh aku rileks.

Aku penasaran, ada apa di balik cermin rias ku itu. Apakah seluruh cermin di Apartement ini memiliki hal yang sama? Atau hanya cermin ku saja? Kenapa hanya cermin ku? Kenapa tidak cermin yang lain saja? Apakah hal itu akan terus terulang tiap pagi?

Aku merasa merinding seketika.

Aku mencoba melupakan hal itu sejenak dan fokus untuk membersihkan tubuhku.

Aku harus tenang, aku ada presentasi pagi ini di kampus, huft



=====00000=====​


2P6dxRT7_o.jpg

Suasana hiruk pikuk kehidupan kampus segera menyapanya setelah gadis itu turun dari sebuah Honda Jazz biru muda dari taxi online yang ia pesan dari apartemennya.

Ia nampak tegang lantaran ia harus presentasi hari ini, membawakan tema 'Demokrasi' dalam mata kuliah Ilmu Pancasila.

Oh iya, sampe kelupaan untuk memperkenalkan gadis ini

Dia gadis cantik bernama Shani Indira Natio, lahir dan besar di Jogja, namun bekerja dan menuntut ilmu di ibukota. Ia tinggal bersama Papahnya di sebuah Apartement.

Ia sekarang sedang menempuh tahun keduanya di kampus swasta di kawasan jakarta, mengambil jurusan Ilmu Komunikasi. Ia bekerja sebagai entertaint yang menghibur ratusan penonton setiap show nya.


=====00000=====

Cklekk

"Eh maaf Pak, saya telat." Ucap gadis itu sambil membetulkan kacamatanya.

"Kamu itu kan presentasi, kok malah telat. Kasian temen temen mu ini loh." Ucap si Dosen.

"Iya nih Shani, bikin kita nunggu lama aja, untung cantik, hehe." Celetuk seorang mahasiswa berwajah berminyak itu.

Shani pun segera mempersiapkan bahan presentasi serta membuka laptopnya.

Sang Dosen yang telah memiliki gelar Proffesor dan salah satu Guru Besar di kampus itu bernama Pak Gavin, ia berusia sekitar 50 tahun. Beliau memiliki tubuh yang tinggi tegap, sedikit kekar dan berdada bidang. Kulit hitamnya kadang akan terlihat mengkilap. Ia memakai kacamata dengam frame tipis namun lensa yang tebal. Kumis serta breweoknya yang tebal dan acakan acakan itu sedikit beruban. Kepalanya botak di depan.

Ia melirik ke kerah kaos yang dipakai Shani, nampak dada yang polos yang sangat menggiurkan.


=====00000=====​


Setelah 40 menit Shani mempresentasikan gagasan gagasannya tentang Demokrasi Pancasila, ia pun menutup dengan kesimpulan, kemudian kelas pun bubar, lantaran Pak Gavin hendak pergi ke rapat Panitia PPMB di Pasca Sarjana.

Mahasiswa pun bubar.

Meninggalkan Pak Gavin dan Shani yang masih berkemas bahan presentasi serta laptopnya.

Pak Gavin pun menutup pintu kelas, kemudian ia mendekati Shani. Beliau memegang pinggul Shani, gadis itupun membalik terkejut dan langsung menepisnya.

"Akhirnya kita ada waktu berdua, Shani."

"Eh mau apa Pak?!!" Teriak Shani panik.

"Kamu ingat kan kamu masih ada revisi yang belom kamu kumpulkan ke saya, boleh saya lihat?" Ucap Pak Gavin dengan santai.

"Emm tapi belom selesai saya kerjakan Pak, bukannya dateline nya masih 2 hari lagi?"

"Memang, tapi mungkin kamu ada kesulitan? Biar saya bantu."

"Ada sih Pak."

Shani pun membuka kembali laptopnya, kemudian memencet tombol power.

"Pak, boleh pintunya dibuka saja? Saya takut."

"Loh kenapa takut? Kan ada saya disini."

"Justru itu pak, emmm."

"Kamu ngga usah khawatir."

Terjadi hening sesaat, mereka berdua sedang menunggu cool-booting dari laptop Shani.

"Shani udah makan?"

"Belum Pak."

"Nanti makan bareng yuk?"

"Ennngghh, saya makan sendiri aja Pak di luar."

"Kamu nggausah segan sama saya, santai saja."

Layar laptop Shani pun akhirnya menampilkan homescreen, muncul wallpaper foto dirinya sedang menari mengenakan gaun merah dengan koreo mengangkat kedua tangannya, sehingga ketiaknya terlihat.

HoJW0Ml0_o.jpg

"Wah kamu cantik Shani mengenakan gaun itu." Puji Pak Gavin.

"Makasih Pak."

Kemudian Shani mengklik icon explorer di laptopnya dan mencari file jurnal beasiswa yang sedang proses pengerjaan itu.

"Ini Pak, saya masih bingung di bagian hipotesis, saya sudah cari referensi, tapi nampaknya belum ada yang pernah meneliti hal terkait, jadi saya sedikit bingung."

"Jadi seperti ini..."

Pak Gavin mengarahkan tangan kanannya pada mousepad laptop, yang mana tangan Shani masih berada disitu, alhasil telapak tangan beliau berada diatas punggung telapak tangan Shani.

"Eh..."

Shani langsung menarik tangannya.

"Kenapa Shani?"

"Gapapa Pak."

Shani mulai merasa tak nyaman.

Kemudian Pak Gavin menerangkan tentang kebingungan Shani tersebut, dan memberikan sedikit contoh dari kasus lain yang sudah pernah beliau teliti. Beliau nampak cerdas dalam bertutur, Shani yang otaknya lemot pun hanya manggut manggut, padahal ia tak paham sama sekali.

"Coba kamu tulis, biar saya dikte."

"Di bagian mana Pak?"

Shani menggoyang goyangkan pointernya ke sekeliling layar. Sementara Pak Gavin mendekatinya kemudian mengarahkan tangannya pada mousepad, tangan mereka pun bersentuhan lagi.

"Eh..."

Shani buru buru menarik tangannya, namun beliau dengan sigap mencengkeram tangan Shani.

"Eh Pak, maaf Pak."

Shani menarik tangannya, namun percuma karna Pak Gavin mencengkeramnya kuat. Setelah bergelut sesaat, akhirnya beliau mencopot genggamannya, membuat Shani terdorong kebelakang.

"Maaf Shani, saya tak sengaja, hehe."

Wajah Shani nampak panik sekaligus ketakutan. Ia buru buru menutup laptopnya kemudian memasukkanya pada tas gendongnya.

"Loh kamu mau kemana Shani, kan belum selesai."

"Bapak jangan kurang ajar yah." Ucap Shani dengan suara bergetar, ia buru buru menutup ritsleting tas.

"Kalo saya kurang ajar, Shani mau apa?"

Pak Gavin pun melepas 2 kancing kemejanya, nampak dada berbulunya yang bidang, kemudian ia mendekati Shani yang masih ketakutan itu.

Shani pun berlari mencoba meloloskan diri melewati pintu yang berada di belakang Pak Gavin, namun dengan cekatan Pak Gavin mencengkeram lengan Shani.

"Aargghh.." Shani terpekik

"Loh kamu mau kemana, kok buru buru."

"Bapak mau apa!! Bukannya Bapak ada rapat di Gedung Pasca Sarjana sekarang." Ucapnya was was.

"Itu mah gampang, kamu sendiri mau kemana, bukannya sudah tidak ada kuliah. Disini dulu aja, kan jurnal kamu belum selesai saya koreksi."

"Lepasin Pak!! Jangan jahatin saya tolong." Shani pun mulai merengek, suaranya bergetar, hampir menangis.

"Kok kamu ketakutan sekali, kan ada saya disini, apa yang kamu takutkan? Kalo ada yang macem macem sama kamu, biar saya yang lawan, setan sekalipun."

"Lepasin!! Bapak yang bikin saya takut!!"

"Oh ya? Hahaha."

Setelah selesai tertawa, Pak Gavin pun menarik tas Shani yang menyantol di lengan kanan Shani, beliau menaruhnya di lantai, setelah itu beliau mengunci kedua tangan Shani ke belakang punggung.

"Argghh.."

Shani meringis kesakitan, kedua tangannya tak bisa bergerak bebas, ia hanya merasakan sakit di kedua lengannya.

"Shani, kamu temani saya sebentar saja, ya?"

"Tolonggg!!! Tolonggg!!!" Shani berteriak sekencang yang ia bisa.

Bluugghh

"Arrgghh..."

Pak Gavin menyikut tengkuk Shani, membuat gadis itu terkejut dan akhirnya semaput.


=====00000=====

Shani merasakan pusing yang amat sangat, ia perlahan membuka kedua matanya

Dan..

"Wah sudah sadar ya? Saya tunggu 20 menit akhirnya sadar juga, saya lagi buru buru ini mau rapat."

Shani pun sangat terkejut mendapati tubuhnya kini tak berbalut sehelai benang pun, terkulai di lantai.

Ia buru buru berdiri, namun kepala nya yang masih pusing membuatnya sedikit sempoyongan.

"Pelan pelan Shani, sini saya pegangin."

Shani pun menepis uluran tangan Pak Davin yang rupanya kini sudah telanjang juga.

Shani terkejut dan menutupi dada serta kemaluannya menggunakan tangannya.

"Apa yang bapak lakukan pada saya!!!" Suaranya bergetar, air mata mulai meleleh dari pelupuk matanya.

"Loh saya belum ngapa ngapain loh, Shani, sungguh. Saya daritadi nunggu kamu sampai sadar."

"Dimana pakaian saya!!"

"Nanti saya kembalikan, santai saja. Lagipula buat apa pakaian wanita saya bawa pulang?"

Shani pun melihat sekeliling ruang kelas, mencari cari dimana pakaiannya. Namun saking fokusnya ia mencari pakaian, sampai sampai ia tak menyadari bahwa kini Pak Gavin sudah ada dibelakangnya.

Grepp

Beliau merengkuh tubuh Shani dengan kuat.

"Kyaarrhggg..."

Shani memberontak, ia tak sudi diperkosa oleh dosennya ini, ia mencoba memukul mukul tangan Pak Gavin yang kokoh itu, namun usahanya sia sia, ia terlalu kuat. Beliau mengangkat tubuh Shani sampai sampai kaki Shani sudah tak menapak tanah.

"Kamu nggausah repot repot mencari pakaian kamu, nanti akan saya kembalikan kok, ok."

Shani menangis, ia sangat ketakutan dan merasa jijik ketika tubuh mereka bersentuhan seperti itu.

Tangan beliau pun mulai menjelajah pada tubuh bagian depan Shani, telapak tangan kanannya mulai menggerayangi dada Shani yang bulat namun tidak begitu besar tersebut, sementara tangan kirinya turun mengusap usap perutnya.

"Pakk, jangan lakukan ini Pak, saya nggak mau!!"

"Kamu pikir saya mau melakukan hal ini?"

"Kalo begitu lepasin saya pak, saya mohon. hiks hiks." Rengek Shani sambil menangis ketakutan.

"Saya bisa aja lepasin kamu, namun..."

"Namun apa Pak!!"

"Namun birahi saya yang sudah memuncak ini tidak mengizinkan saya untuk melepas kamu, Shani."

"Tolong Pak, jangan perkosa saya." Ia menangis makin kencang, air matanya mulai membasahi pipi. Kakinya pun masih mengayun ngayun. Ia tak berdaya, tak memiliki ilmu beladiri apapun yang harusnya berguna disaat saat seperti ini.

Pak Gavin mulai menciumi tengkuk Shani yang masih tertutup oleh rambut panjang.

"Ahhh..." Shani mendesah.

"Rambut kamu harum sekali, kamu memang sempurna Shani, saya kagum sekali."

Jari beliaupun pun mulai iseng berputar putar pada bulatan coklat yang mengelilingi puting kirinya. Membuat tubuh Shani kelojotan, kakinya dihentak hentakan beberapa kali.

"Ahhh... jangan Pak... ahhh..."

Gadis itu merasakan sensasi geli yang sangat luar biasa di payudaranya, ujung putingnya pun sangat gatal lantaran Pak Gavin hanya memainkan sekelilingnya tanpa menyentuh putingnya, membuat Shani merasakan sensasi gatal pada ujung putingnya.

"Pak geli pak, jangan kayak gitu, ahhhkk.."

Grepp

Pak Gavin pun meremas seluruh payudaranya, termasuk putingnya yang sudah gatal itu.

"Akkhh... emmmhh..."

Puting Shani pun mengeras keduanya, merasakan sensasi kenikmatan pada kedua payudaranya.

Karna lelah, Pak Gavin pun menurunkan tubuh Shani, sehingga kakinya bisa menapak kembali pada lantai.

Beliau mulai menjilati telinga kirinya dari belakang, membuat Shani bergidik jijik merasakan lidah kasar itu menjamah telinganya.

Pcak... pcak... sllrrpp...

Decak liur itu makin membuat Shani merinding, kemudian Pak Gavin berganti pada telinga satunya, kedua telinganya pun basah oleh liur.

Shani hanya bisa menangis, ia tak tahu lagi harus memohon seperi apa, agar ia bisa dikasihani. Pak Gavin sudah benar benar dikuasai nafsu membara.

Punggung Shani sangat mulus dan lembut saat menempel pada dada dan perut Pak Gavin yang berbulu itu. Shani merasakan geli geli jijik saat punggungnya bergesekan pada dada dan perut Pak Gavin.

Kontol tak bersunat milik Pak Gavin pun sudah sangat keras dan nampaknya sudah siap beraksi, kontol pendek namun gendut, yang dipenuhi jembut jembut keriting. Bergesek gesek pada bokong Shani yang halus itu.

Shani ketakutan setengah mati, membayangkan kontol Pak Gavin itu.

Tangan kanan Pak Gavin yang sudah puas meremas payudara kiri Shani pun kini turun ke selangkangan Shani. Mengusap usap jembut tipis milik Shani.

Gadis itu sekuat tenaga menahan tangan Beliau untuk menjauhi kemaluannya, namun tangan kecilnya tak mampu menahan tangan kekar beliau, sehingga beliau bisa dengan mudah memainkan kemaluannya itu.

Srrtt... srrrrtt...

Gesekan demi gesekan ia tujukan pada klitoris Shani.

"Emmmhh... ehhmm..." Shani tanpa sadar mendesah dengan nikmat sambil memejamkan matanya.

Tubuh Shani menggelinjang liar, merasakan sensasi nikmat pada vaginanya yang masih sangat sensitif itu.

Walaupun otaknya memberontak, namun ia tak bisa membohongi tubuhnya bahwa ia sangat menikmatinya

"Gimana Shani, nikmat bukan." Pak Gavin berbisik seksi pada telinga Shani, membuat gairah sensual Shani meningkat.

"Akkkkkhhh.." Shani mendesah berat.

Vagina Shani pun sudah sedikit becek, membuat Pak Gavin makin semangat menjamah kemaluan Shani. Ia iseng menggesek gesekkan jarinya pada bibir vagina, membuat Shani sedikit terkejut.

Shani yang sedari tadi memberontak, kini mulai sedikit tenang. Pak Gavin pun mengendurkan rengkuhannya pada tubuh Shani.

"Akkhh ehmmm...Jangan Pak, Shani nggak kuat."

"Kamu menikmatinya kan, ngga perlu malu malu. Rileks aja."

Kedua Jari Pak Gavin pun merogoh liang kewanitaan Shani, membuat ia terperanjat. Ia berusaha mencegah nya, namun tetap saja usaha nya sia sia.

"Jangan Pak, saya mohon Pak, jangan, uuuhhh ehmmm.." Ia menggeleng gelengkan kepalanya.

Pak Gavin menjambak rambut Shani dengan kuat.

"Arrghh, sakit Pak!!"

Shani meringis kesakitan, merasakan rambutnya dijambak dengan kuat. Ia mengehentikan perlawanan agar Pak Gavin berhenti menjambak.

Beliau asyik mempermainkan vagina mungil Shani. Selangkangan gadis itupun tegang saking tak mau nya ia menerima hal seperti itu. Pak Gavin sudah melewati batas, pikir Shani.

Ia hanya bisa menangis tersedu sedu. Ruangan redup itu bagai menelan semua teriakan Shani, tak ada seorang pun yang menyadari permintaan tolong Shani.

Pak Gavin pun mulai mengocok liang vaginanya.

"Ehh!!! aahh uuuhhmmm..."

Lagi lagi Shani terkejut dan berteriak, namun diselingi oleh desahan nikmat.

"Saya mohon jangan Pak, saya mohon, akkkrhhhhh..."

Pak Gavin menjambak lagi rambut Shani ke belakang. Shani seketika mengehentikan perlawanan, nampaknya Pak Gavin menang.

Pak Gavin makin kencang mengocok vagina Shani, tubuh gadis itu bergetar merasakan sensasi nikmat, melawan seperti apapun, ia tak memiliki kekuatan untuk memberontak.

Pcakk... pcakk...

Kocokan itu menghasilkan decak becek, vagina Shani sudah sangat becek, tinggal menunggu waktu saja untuk...

Crootttt.. croooottt....

"Akkrrggghh..."

Ssrrrrrr.....

Orgasme Shani pun tercapai juga, ia tak bisa mengelak bahwa hal itu sangat nikmat.

Gadis itu lemas tak berdaya, nafasnya tersengal, dan keringat mulai membasahi tubuhnya. Cairan itu tercurah ke lantai dan sebagian mengalir ke paha.

Aroma khas dari cairan kewanitaan dicampur keringat Shani, membuat Pak Gavin makin tak sabaran. Beliau mengangkat tubuh Shani yang masih terkulai lemah itu.

"Ehh??!!" Ia sangat terkejut ketika diangkat kemudian dijatuhkan ke meja dosen begitu saja.

Bruuugghhh

Pak Gavin pun membuka selangkangan Shani lebar lebar, namun dengan cekatan gadis itu menutup kemaluannya menggunakan tangannya.

"Jangan Pak, saya ngga mau, saya ngga mau."

Plakkk...

Beliau menampar Shani, ia terkejut mendapat perlakuan seperti itu.

Beliau memegangi kedua pergelangan tangan Shani, kemudian menekannya ke meja, sehingga vaginanya yang merah muda itu terpampang jelas.

"Memek kamu indah banget Shani, seindah wajah kamu."

Shani yang sudah terkunci hanya bisa menangis dan menutup matanya, sungguh tak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya akan di perkosa oleh Dosen Pembimbing Akademiknya sendiri.

Kontol Pak Gavin sudah tak sabar untuk segera menembus dan mengisi rongga vagina Shani.

Jleeebbbh...

"Akhhh!!!"

Kontol Pak Gavin pun sukses masuk ke dalam liang kenikmatan itu dengan sekali bidik.

"Ah sudah tak perawan rupanya. Namun saya tetap suka."

Tubuhnya menggeliat memberontak, ia merasa jijik dan takut, kini kontol tua dan keriput itu sudah berada di dalam liang Vaginanya yang masih muda dan menggemaskan itu.

Kedua tangannya bergerak gerak dengan kencang, namun genggaman Pak Gavin sangat kuat menekan pada meja.

Tubuh Shani tegang, otot otot ia kerahkan semua, namun tetap saja sia sia.

Nafasnya memburu dan giginya bergemertak.

Takut... jijik... malu... dan marah menjadi satu.

Namun ia tak bisa apa apa. Takkan ada yang akan menolongnya, mengingat kini jam 11 siang, kampus sedang sepi sepinya lantaran jam makan siang, dan para security di bawah pun pasti sedang mengalami pergantian shift.

Pak Gavin menahan sesaat seluruh batang kontolnya di liang vagina yang sempit itu.

"Rasakan, memek kamu berkedut, menjerat dengan erat kontol saya, walaupun kamu menolak, namun tubuh kamu menikmatinya, kamu ngga bisa membohongi tubuh kamu sendiri. Errgghhhh."

Shani menendang nendangkan kakinya ke udara berusaha lepas dari jeratan Pak Gavin.

Plaaaakkk...

Pak Gavin menamparnya lagi, sampai pipinya memerah.

Bluuugghh...

Kepala Pak Gavin di tekan kan pada kepala Shani, kening mereka bersentuhan, pria itu mendesak kepala Shani pada meja.

"Semakin kamu melawan, justru akan terasa nikmat bagi saya, ahh..."

Pak Gavin mulai menggerakan pinggulnya maju mundur, menggenjot vagina mungil itu dengan perlahan. Shani menggeleng gelengkan kepalanya, tangisnya pecah kembali, hidungnya memerah saking sesaknya ia menangis.

Pak Gavin merem melek merasakan kenikmatan disekujur tubuhnya.

Shani histeris, namun tak bisa berbuat apa apa, merasakan hentakan hentakan diselangkangannya. Ini pertama kalinya untuk Shani mendapat perlakuan seperti itu.

Selain itu, pipi Pak Gavin yang menempel pada pipinya membuatnya bergidik ngeri. Pria itu mencium wajah Shani beberapa kali saking gemasnya, kemudian menggosok gosokan pipinya pada pipi Shani yang basah oleh tangis.

Ia masih memggenjot, bahkan kini ia mulai mempercepat temponya, membuat meja yang ia pakai untuk menyetubuhi Shani berderit, bergesek pada lantai. Tangannya masih mencengkeram tangan Shani, membuat Shani tak bisa apa apa selain menerima sodokan demi sodokan.

"Hentikan Pakk, saya mohon. Tolong hentikan!!" Suaranya terisak oleh tangis

Pak Gavin tak mendengar kata kata Shani lantaran ia telah diselimuti nafsu yang begitu panas.

plokk... plok...

Bokong Shani yang tidak begitu montok itu beradu pada paha pria itu, membuat tubuh Shani tersentak mengikuti genjotan, sampai sampai payudaranya yang berukuran sedang itu juga bergoyang mengikuti tempo.

Pak Gavin yang melirik ke arah dada tiba tiba tertarik untuk menjamahnya, ia melepas cemgkraman tangan Shani, kemudian mulai meremas remas kedua gundukan ranum itu. Kepala Pak Gavin masih menempel pada kepala Shani, bagai tak mau lepas sedetik saja.

Ia memijat mijat payudara Shani dengan telaten, menambah rangsangan pada tubuh Shani.

Gadis itu menggelinjang tak karuan lantaran Pak Gavin mencubit putingnya.

"Akkhh sakit Pakkk!!"

"Saya tau kalo ini sakit, ditahan saja."

"Saya ngga tahan Pak!!" Wajahnya menyengir kesakitan, ditambah genjotan yang masih berlangsung.

Tubuhnya tegang menahan sakit di puting dan memeknya, menimbulkan kakinya kesemutan.

"Tolong Pak, ini sakit!!"

Pak Gavin seperti orang kesetanan, ia tak menghiraukan suara apapun, hanya fokus pada dirinya sendiri. Ia menjewer pentil itu makin kencang dan menariknya ke atas,

"Aarrgghh!!!"

Punggung Shani pun terangkat mengikuti tarikan itu, berusaha mengurangi resiko sakit yang ia terima. Setelah menjewer, ia memilin milinnya, makin parah apa yang dirasakan Shani saat ini.

Setelah puas, ia pun melepas cubitannya. Punggung Shani pun terhempas ke meja. Ia bernafas tersengal lantaran tubuhnya masih tegang. Nafasnya itu menghembus pada wajah Pak Gavin yang masih menempel pada wajahnya.

Tangan kanan pria itu pun meraih kedua pipi Shani, kemudian menekannya, hingga mulutnya monyong seperti bebek.

Cuuh...

Ia meludahi mulut Shani.

"Emmmhh... mmmmh..."

Shani menggeleng geleng jijik, namun pipinya dipegangi seperti itu, membuat ia tak berkutik,

Cuuuh

Ia meludahi dua kali. Shani mencoba melepas tangan Pak Gavin dari wajahnya, namun sia sia saja.

Pak Gavin pun mendekatkan wajahnya lagi ke wajah Shani.

Dan

"Mmmmhh..."

Pria itu melahap bibir Shani dengan nafsu. membuat Shani gelagapan, ia tak bisa mengelak, wajahnya masih di pegangi oleh beliau.

Sambil menyosor mulut Shani, ia masih menggenjot dengan tempo yang konsisten

Plookk... plookkk...

"Mmm... hhmmm..."

Ia memasukan lidahnya kedalam mulut Shani, dan mengalirkan liurnya ke dalam mulut Shani, membuat Shani makin jijik dan 'kotor'.

Shani histeris, namun tak bisa berbuat apa apa, merasakan hentakan hentakan diselangkangannya. Ini pertama kalinya untuk Shani mendapat perlakuan seperti itu.

Namun ya gimana pun Shani melawan, ia tetap tak mampu lepas dari jeratan Pak Gavin.

Mulut Shani penuh akan ludah pria jalang itu, saking penuhnya sampai sampai membludak dan merembes ke luar, ke pipi dan ke leher. Ia tak sudi menelan liur keparat itu.

Pria itu mempercepat tempo genjotannya, vagina Shani yang sempit itu sangat tersiksa, berkedut beberapa kali memanjakan kontol pria itu. Tubuh beliau berkeringat dan menetes ke badan Shani, aroma asam keringat mulai tercium.

Ciuman itu belum terlepas, ia masih asik menciumnya sambil menggenjotnya dengan tempo cepat, nampaknya klimaks nya akan segera tercapai. Payudara Shani naik turun, bergoyang goyang.

plok... plok...

"Ehhmmnnnngg..." Desahan pria itu memuncak

Dan..

Crooot... croottt... croottt...

"Eemmmgnnggnghhh..."

Pinggul Shani bergetar hebat, kemudian naik, nampaknya mereka berdua mengalami orgasme secara bersama sama.

Pak Gavin mencurahkan seluruh muatan pejunya ke dalam liang suci itu tanpa merasa bersalah sedikitpun. Ia sengaja menahan pejunya agar tak langsung mengalir keluar. Yah ia keluar di dalam.

Ia pun melepas ciuman itu, terjalin benang liur yang pada akhirnya putus. Shani lemas, tak berdaya, tubuhnya penuh akan peluh, keringatnya sendiri maupun keringat Pak Gavin.

Setelah gelombang orgasme usai, pak Gavin pun mencabutnya perlahan.

Plooop

Tak bisa ditahan, aliran peju mengalir keluar sebagian dari liang memek. Shani menangis lagi, tak percaya apa yang baru saja dialaminya ini. Ia diperkosa dosen PA nya sendiri.

Pak Gavin melompat ke atas meja, kemudian mengoleskan ujung kontolnya yang masih penuh peju pada bibir tipis Shani, gadis itu mengelak, namun dengan cekatan, pria itu memegang kedua pipinya, sehingga ia tak bisa menoleh kemana mana. Pria itu pun memasukan kontolnya ke mulut Shani, layaknya seorang Ibu yang mencekoki anaknya oleh obat penurun demam.

"Emmhh..."

Shani memberontak. Namun mulutnya sudah penuh oleh kontol gendut itu.

Setelah dirasa bersih, ia mencabutnya kemudian melompat turun dari meja.

"Uhukk uhuk." Shani terbatuk batuk dan meludahkan sisa sisa peju yang tertinggal di dalam mulutnya.

"Makasih Shani, dan selamat, untuk matkul saya, kamu akan dapat nilai A."

Shani pun meringkuk di atas meja, tak tahu harus berbuat apa

Dirinya sudah tak suci lagi,

Dirinya sudah kotor

Bahkan kini ia jijik dengan dirinya sendiri.

Pak Gavin memakai pakaiannya kembali, kemudian mengambil berkas penilaian yang ia pakai untuk menilai presentasi.

Ia melempar pakaian Shani ke lantai dari dalam tasnya.

Kemudian ia pergi begitu saja, tanpa salam, tanpa pamit, bahkan tanpa ancaman, ia tak memgancam Shani sama sekali apabila ia membeberkannya atau melaporkannya. Ia nampak cuek dan enteng saja keluar dari kelas.

Meninggalkan Shani dalam keadaan telanjang bulat, berkeringat, meringkuk meratapi nasib, tangisnya pecah kembali.

Mungkin memang ia sudah tak perawan lagi lantaran faktor lain diluar seks, namun bersetubuh adalah pengalaman pertama baginya, dan pengalaman pertamanya itu harus diisi oleh kepahitan.

Ia menangis getir, ruang kuliah itu menjadi saksi keruntuhan Shani.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
gue bersyukur karakter shani disini adalah karakter yg memberontak sampai akhir, terlepas nanti bakal maniak ataupun gmna yg jelas penolakan di awal gini bikin feel nya dpt dan bikin pembaca ikut geregetan (entah sama pemerkosa atau shani nya)

thanks, izin masang jangkar
 
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd