CHAPTER VII.
Liu Chen dan dua wanita yang mengikutinya tiba di kediaman Permaisuri, dan langsung di sambut oleh Lin Hua sendiri.
“Kalian bisa meninggalkan kami berdua. Kembalilah besok untuk mendapatkan apa yang kalian inginkan!.” ujar Lin Hua pada Xian dan Luya.
Mereka berdua mengangguk dan pergi dengan wajah berseri-seri, meninggalkan Liu Chen yang saat ini hanya berduaan dengan Lin Hua.
“Chen'er, kenapa kamu memakai topeng? Apa Ibunda tidak di izinkan melihat dan menikmati wajah tampan mu?.” tanya Lin Hua dengan menunjukkan ekspresi wajah genitnya.
“Apa Ibunda sedang menggodaku.” tanya Liu Chen.
“Jika dengan melepas pakaian Ibunda kamu akan membuka topeng itu, maka Ibunda akan melakukannya.” kata Lin Hua tanpa mengindahkan pertanyaan Liu Chen, dan perlahan dia mulai membuka pakaiannya.
“Apa yang Ibunda lakukan?.” tanya Liu Chen seraya mendekap tubuh Lin Hua dan dibawanya tubuh itu masuk ke kamar Lin Hua, sebuah kamar tempat sang Kaisar memadu cinta dengan Permaisurinya.
“Chen'er, Ibunda menginginkannya.” bisik Lin Hua sambil dia melepas topeng Liu Chen, dan begitu topeng itu terbuka, dengan tergesa-gesa Lin Hua mencium dan melumat bibir manis yang selalu dia rindukan.
“Ah... bibir ini selalu terasa manis.” kata Lin Hua sambil menjilati bibir Liu Chen dengan begitu bergairah.
“Ibund....,” seketika suara Liu Chen terhenti saat jari telunjuk Lin Hua menempel di bibir Liu Chen.
“Malam ini tidak ada Ibunda Permaisuri, yang ada hanya wanita jalang yang akan memuaskan tuannya.” bisik Lin Hua yang sesekali meniup telinga Liu Chen.
Liu Chen diam tak bersuara. Dia lebih memilih menatap lekat wanita yang telah melahirkannya. Bagi Liu Chen, Lin Hua kini terlihat layaknya seperti wanita jalang rumah bordil, yang sedang menggoda pelanggannya. Liu Chen yang memang selalu tergoda dengan kemolekan tubuh Lin Hua, dia tentu sulit melawan godaan yang memang tidak perlu di lawan. Yang perlu Liu Chen lakukan hanya menikmati godaan itu.
“Apa Ibunda bersungguh-sungguh?.” tanya Liu Chen.
Bukannya menjawab, Lin Hua justru mulai meraba penis Liu Chen yang mulai menegang dibalik pakaiannya. “Ini punya tuan semakin besar!.” pekik Lin Hua yang sudah memulai dramanya sebagai seorang wanita jalang.
“Apa tuan tidak tertarik dengan tubuhku? Lihatlah, tubuh ini masih begitu kencang, dan aku punya dua tiga lubang kenikmatan yang bisa tuan nikmati.” bisik Lin Hua pada Liu Chen.
Liu Chen yang mulai terpancing, dia mulai membalas kata-kata godaan Lin Hua. “Apa kamu bisa memberiku kenikmatan? Asal kamu tahu, aku bisa buas dan kasar saat menikmati wanita jalang sepertimu.” kata Liu Chen lirih.
“Kebetulan, aku sangat suka di kasari, dan karena itu tuan bisa melakukan apapun dengan tubuh ini.”
Liu Chen tersenyum sebelum membalas perkataan Lin Hua. “Jadi, apa bisa kita mulai?.” tanya Liu Chen yang di jawab anggukan kepala oleh Lin Hua.
Selesai menganggukkan kepalanya, Lin Hua tanpa basa-basi ia mulai membuka satu persatu lapisan pakaian yang ia pakai. Tiba saat dia membuka kain yang menutupi payudaranya, Lin Hua sedikit melirik genit kearah Liu Chen, dan begitu kain penutup itu terbuka, Liu Chen dapat melihat payudara besar Lin Hua yang begitu mulus dan kencang. Puting payudara Lin Hua yang masih berwarna kemerahan, membuat Liu Chen semakin bernafsu untuk menjamahnya kembali.
Pada saat Lin Hua ingin melepas kain yang menutupi area kewanitaannya, dia bertanya pada Liu Chen. “Apa tuan bisa membantuku melepaskan kain ini?.”
Bukannya dengan kata-kata, Liu Chen hanya menjawab dengan anggukan kepala, dan tanpa menunggu diminta untuk kedua kalinya, Liu Chen membuka kain penutup itu, dan seketika terlihatlah vagina Lin Hua yang begitu mulus bersih tanpa ada sedikitpun bulu kemaluan yang tumbuh di sekitarnya.
Melihat keindahan di depan matanya, nafsu Liu Chen tak bisa lagi tertahan. Dengan kasar ia mendorong Lin Hua sampai tubuh itu menyandar di dinding, dan Liu Chen yang sudah jongkok, dia begitu saja menjilati vagina Lin Hua dengan buasnya.
“Aaagghhhh Oouuggghhh Yaaahhhh Aaaggghhh, terrruuuussss Aaaaagghhhh tuu tuuaannn.” desah Lin Hua yang semakin membuat tegang penis Liu Chen.
Liu Chen tidak mempedulikan desahan Lin Hua, meski itu cukup membuat penisnya semakin tegang. Di jilat nya terus vagina Lin Hua, dan dimainkannya klitoris Lin Hua yang semakin mengeras.
Semakin lama, vagina Lin Hua semakin basah. Cairan putih bening semakin deras keluar dari vagina Lin Hua. Tnpa rasa jijik, Liu Chen terus menjilati cairan itu, bahkan dia menghisap cairan itu dan menelannya.
“Aaagghhhh Aaaghh Ehhmm, oh oh oh oohhhh, Aaaarrggghhhh....” bersamaan dengan teriakan keras Lin Hua, wajah Liu Chen tersiram oleh cairan bening yang begitu derasnya keluar dari lubang vagina Lin Hua, dan seketika tubuh Lin Hua jatuh lemas di hadapan Liu Chen.
Di gendongannya tubuh lemas Lin Hua, dan dengan begitu lembut Liu Chen membaringkan tubuh itu di atas ranjang.
Liu Chen yang sudah begitu bernafsu, dia tidak mempedulikan kondisi Lin Hua yang masih begitu lemas.
Di tindihnya tubuh Lin Hua, dan di bukanya lebar-lebar area selangkangan oleh Liu Chen. Perlahan, Liu Chen mulai mencoba memasukkan penisnya kedalam lubang vagina Lin Hua dengan bantuan tangannya sendiri.
Di gesek gesekkan nya kepala penis miliknya ke bibir vagina Lin Hua yang begitu basah dan licin. Merasa cukup mengambil pelumas dari cairan vagina Lin Hua, Liu Chen mulai mendorong masuk penisnya memasuki lubang vagina Lin Hua.
Liu Chen terus menekan masuk penisnya, sampai akhirnya kepala penisnya masuk kedalam lubang vagina Lin Hua. Lin Hua menguatkan otot lubang vaginanya, karena itu Liu Chen merasakan vagina Lin Hua yang terasa lebih sempit dibanding saat pertama kali dia menikmatinya.
“Aaagghhh Aaagghhh, tuaaannn pelaaaan.” teriak Lin Hua saat Liu Chen dengan kasar mendorong penisnya masuk semakin dalam, dan kini sudah setengah bagian penis Liu Chen masuk kedalam lubang vagina Lin Hua.
Tidak mempedulikan teriakan Lin Hua, dengan sebuah hentakan yang begitu kuat, Liu Chen dengan sempurna memasukkan penisnya kedalam lubang vagina Lin Hua. “Aaagghhhhh ttuuu ttuuaaan sakit.” teriak Lin Hua begitu keras, Liu Chen sampai takut ada penjaga atau pelayan yang mendengar teriakan Lin Hua.
Tapi hanya sesaat rasa nikmat Liu Chen teralihkan oleh teriakan Lin Hua, kini dia kembali fokus mencari kenikmatan dengan terus menggerakkan pinggulnya, membuat penisnya keluar masuk lubang vagina Lin Hua dengan begitu cepat.
“Aaagghhh Aaahhhhhhhh, uh uhhh uhhh aahhh, tuuaann Aaaggghhh, te terruuusss oooohhh nikmat...” Lin Hua terus meracau dengan tubuh bergoyang karena Liu Chen semakin kuat menyetubuhi lubang vaginanya.
Tangan Liu Chen yang semula diam, kini tangan itu mulai meremas dan memainkan puting Lin Hua, menambah rasa nikmat yang di rasakan Lin Hua.
Merasakan lubang vagina Lin Hua yang semakin sempit, dan ototnya yang mulai berkontraksi, Liu Chen tau jika Lin Hua akan mendapatkan orgasme keduanya, dan dia semakin mempercepat gerakan pinggulnya membuat penisnya semakin cepat mengaduk-aduk lubang vagina Lin Hua.
“Oh oh oh Aaagghhhh Aaaaaaaarrggghhhhhh...” desah panjang Li Hua bersamaan dengan keluarnya cairan hangat yang membasahi penis Liu Chen.
Lagi-lagi Lin Hua mendapatkan orgasme yang begitu nikmat, dan memuaskan dari putranya sendiri.
Liu Chen yang melihat Lin Hua terengah-engah menikmati orgasmenya, dia tidak lagi menggenjot vagina Lin Hua, dia lebih memilih mencabut penis besarnya dari lubang vagina Lin Hua, dan membaringkan tubuhnya di samping tubuh lemas Lin Hua.
Beberapa saat setelah menikmati orgasme sambil menutup matanya, Lin Hua kembali membuka mata dan melihat Liu Chen merebahkan tubuh di sampingnya dengan penis berdiri tegak yang masih begitu tegang.
Seperti tidak rela penis Liu Chen menganggur, Lin Hua segera bangkit dan dengan cepat ia mulai mengulum dan menjilati tiap bagian penis Liu Chen.
Melihat Lin Hua yang sudah kembali bergairah, Liu Chen menyuruh wanita itu untuk mengganti posisinya, dan terlihatlah Lin Hua nungging dengan pantat berisi yang begitu menggoda.
Liu Chen yang butuh pelampiasan birahinya, dia mulai mengarahkan penisnya ke lubang vagina Lin Hua. “Bless....” dalam waktu singkat, penis Liu Chen sudah kembali masuk seluruhnya ke dalam lubang vagina Lin Hua, dan kembali Liu Chen mengaduk-aduk lubang vagina Lin Hua dengan penisnya.
“Oohh Yaahhh Oohhh Aaagggghh, terussss tu tuaannn Oh oh ouugghhhh....” Lin Hua kembali mendesah saat kembali menikmati sodokan penis Liu Chen.
Liu Chen yang semakin bernafsu, dia mulai menampar pantat besar Lin Hua. “Plak Plak Plak Plak....” seketika pantat Lin Hua memerah, dan membekas telapak tangan Liu Chen di pantat Lin Hua.
Puas dengan pantat, Liu Chen yang masih menggerakkan pinggulnya maju mundur, dia tanpa sungkan menjambak rambut Lin Hua dan menariknya ke belakang. “Aaaggghhhhh ttuu tuuaann, leebihhh kaasar lagiii Aaagghhhh....” bukannya menjerit kesakitan, Lin Hua justru mendesah menikmati perlakuan kasar Liu Chen.
“Dasar wanita jalang, di kasari malah menikmati, rasakan ini.. PLAK PLAK PLAK PLAK...” dengan tangan kanan menjambak dan menarik rambut Lin Hua, tangan kiri Liu Chen terus menampar pantat Lin Hua dengan begitu kasar.
“Aaaagghhhh Aaaggghhh Terrruuuussss tuuaannn, yaaahh sepertiiu itu,,, nikmaatt sebentar laaagiii Aaaggghhhhh....” racau Lin Hua semakin tidak jelas saat dia merasa akan kembali mendapatkan orgasme.
“Jalang, jangan dulu merasakan nikmat, tunggu aku.” Liu Chen yang merasa juga akan segera mencapai klimaksnya, dia semakin mempercepat gerakan pinggulnya, dan bunyi persetubuhan mereka semakin nyaring memenuhi kamar Lin Hua.
“Pllookk Pllookk Pllookk Pllookk Pllookk Pllookk....” bunyi dua kelamin yang sedang beradu memburu kenikmatan, sungguh bunyi yang membuat siapapun yang mendengarnya, ingin merasakan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh sumber bunyi itu.
Liu Chen menghentakkan dengan kuat penisnya ke dalam lubang vagina Lin Hua, bersamaan dengan tubuh Lin Hua yang tiba-tiba menegang dan bergetar. “Aaaaaaaaagggghhhhhhhh, Aaaaarrrrrrgghhhh..” desah panjang Lin Hua bersamaan dengan erangan Liu Chen yang menyemburkan cairan sperma ke dalam lubang rahim Lin Hua.
Cairan hangat vagina Lin Hua, bercampur dengan cairan sperma Liu Chen yang begitu kental di dalam lubang vagina Lin Hua. Cairan hasil persetubuhan mereka terlihat begitu banyak, sampai mengalir keluar melewati sela-sela bibir vagina Lin Hua.
“Plup....” bunyi saat Liu Chen menarik keluar penisnya dari lubang vagina Lin Hua, dan begitu saja dia menjatuhkan tubuhnya di samping Lin Hua.
Lin Hua yang semula tengkurap, kini dia merubah posisinya dengan merebahkan tubuh dan menjadikan dada bidang Liu Chen sebagai sandaran kepalanya. “Kenapa ini masih berdiri, apa jalang ini masih kurang memberikan kenikmatan padanya?.” tanya Lin Hua yang melihat penis Liu Chen masih tegak berdiri, meski baru menyemburkan sperma ke dalam lubang vaginanya.
“Sekali itu terasa belum cukup.” jawab Liu Chen.
“Tapi wanita jalang ini sudah tidak memiliki tenaga untuk memuaskannya.” ungkap Lin Hua.
“Karena itu malam ini kita akhiri saja sandiwaranya, dan untuk Ibunda, lebih baik Ibunda istirahat.” balas Liu Chen.
“Hihihihi, iya, Ibunda akan istirahat. Tapi khusua malam ini, temani Ibunda, dan biarkan Ibunda istirahat dengan posisi seperti ini.” pinta Lin Hua.
Liu Chen tersenyum sebelum menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua. “Tidurlah, karena besok akan ada kejadian besar, dan mungkin Ibunda sudah mengetahuinya.” kata Liu Chen.
Lin Hua tidak membalas, dia hanya tersenyum simpul dan memejamkan mata menuju alam mimpi dengan di temani putra tercintanya.
>>>>>
Pagi hari di kediaman Permaisuri Lin Hua, terlihat Liu Chen dan Lin Hua sedang menikmati makan pagi bersama di kediaman Lin Hua.
Malam tadi Liu Chen menginap di kediaman Lin Hua, bahkan semalaman dia memeluk mesra tubuh telanjang Lin Hua. Namun mereka tidak melakukan apa yang semalam mereka lakukan, karena hari Lin Hua mengalami siklus bulanannya.
“Aku yakin saat ini Ayahandamu sedang menyesali apa yang telah ia lakukan ke kamu. Melihat seorang anak angkat yang begitu di banggakan, ternyata sudah begitu membuatnya malu.” ungkap Lin Hua begitu dia selesai makan. “Sebentar lagi, pasti akan banyak yang mencari keberadaan mu. Sebelum itu terjadi, lebih baik kamu ikut Ibunda menghadap Ayahandamu itu.” lanjut Lin Hua.
Liu Chen mengangguk setuju, tapi di balik sikap setujunya, dia telah menyusun sebuah rencana, dan rencana itu hanya dirinyalah yang tau.
Selesai makan, Lin Hua mengajak Liu Chen pergi menuju kediaman Naga, kediaman khusua milik sang Kaisar.
Melihat Permaisuri keluar dari kamarnya bersama seorang Pria bertopeng, timbul pertanyaan dalam diri pelayan dan penjaga kediaman Permaisuri, siapa Pria bertopeng yang kini berjalan beriringan dengan Permaisuri.
“Paman Gao, dan Paman Feng, sebegitu penasarannya kalian padaku, sampai kalian menatapku tanpa berkedip?.” tanya Liu Chen pada dua pengawal setia Lin Hua, yang sudah menjaga Lin Hua sejak kecil.
Mendengar suara yang begitu familiar, Lin Gao dan Lin Feng segera sadar jika pria bertopeng yang ada di samping Lin Hua adalah Liu Chen, satu-satunya putra Lin Hua.
“Maaf Pangeran, kami tidak mengetahui jika ini anda.” ungkap Gao.
“Sekarang kalian sudah tau bukan, jadi tidak perlu memberi tatapan curiga padaku, dan satu lagi, jangan memanggilku Pangeran, karena gelar itu sudah di cabut.” kata Liu Chen, tegas.
“Baik tuan muda.” jawab Lin Gao dan Lin Feng bersamaan.
Liu Chen tidak menjawab, dia hanya diam dan kembali berjalan mengikuti ibunya. Dua pelayan Lin Hua yang mendengar percakapan barusan, kini mereka merasa lega karena pria bertopeng itu ternyata Liu Chen, dan bukan pria simpanan Permaisuri.
Seorang Selir memiliki pria simpanan itu sudah wajar, tapi bagi seorang Permaisuri yang sangat di manja Kaisar, tentu sangat mustahil seorang Permaisuri menyeleweng dengan pria Lain.
Sampai di kediaman Naga, seorang kasim menyambut kedatangan Permaisuri Lin Hua beserta rombongannya. Kasim itu terlebih dahulu memberi tahukan kedatangan mereka ke pada Kaisar Liu Bei, dan setelah itu barulah mereka bisa masuk ke dalam kediaman Kaisar.
“Salam Yang Mulia, semoga Yang Mulia selalu sejahtera dan hidup 1000 tahun.” salam Permaisuri Lin Hua dan Liu Chen dengan sedikit penghormatan.
“Ehmmm....” Kaisar Liu Bei hanya ber debem sebelum matanya menatap kearah Liu Chen yang auranya terasa tidak begitu asing baginya. “Siapa pria yang kamu bawa Permaisuriku? Kenapa dia begitu berani berdekatan dengan mu?.” tanya Kaisar Liu Bei dengan sorot mata tajam kearah Liu Chen.
“Jangankan berdekatan, tubuhku pun sudah di nikmatinya.” batin Lin Hua.
“Meskipun Yang Mulia Kaisar telah membuangku, apa secepat ini Yang Mulia Kaisar melupakan putra yang masih sedarah dengan Yang Mulia?.” jawab Liu Chen bersamaan dengan lontaran pertanyaan yang di tujukan pada Kaisar Liu Bei.
Mata Liu Bei melotot seolah menunjukkan jika pria di depannya bukanlah orang yang ada di pikirannya. “Seorang pendekar tingkat Kaisar puncak, mana mungkin dia bocah tidak berguna itu!.” batin Kaisar Liu Bei tidak percaya, tapi suara pria itu begitu familiar, begitupun dengan auranya.
Kaisar Liu Bei benar-benar dibuat terdiam oleh pikirannya sendiri. Suara dan aura pria itu menunjukkan jika dia ialah putranya, tapi tidak mungkin jika putranya adalah seorang pendekar tingkat Kaisar yang selangkah lagi akan menerobos ke tingkat Petapa.
“Yang Mulia Kaisar, pria ini benar-benar Chen'er, dan selama ini dia diam-diam berlatih untuk menunjukkan jika dia bukanlah orang yang lemah, dan terbukti, dengan latihan kerasnya, sekarang dia mendapatkan hasil yang luar biasa.” ungkap Lin Hua sambil dia memberikan kode untuk Liu Chen segera membuka topeng yang dia pakai.
Begitu Liu Chen membuka topengnya, mata birunya segera terlihat dan menunjukkan jati dirinya di hadapan Kaisar Liu Bei yang merupakan Orangtuanya sendiri.
Tubuh Kaisar Liu Bei bergetar melihat putra yang di anggap sampah dan dengan begitu tega telah dia buang. Kini putranya ada di hadapannya dengan kekuatan yang hampir menyamainya. “Kamu, Chen'er....”
“Maaf Yang Mulia Kaisar, kita tidak sedekat itu, aku mohon Yang Mulia Kaisar tidak memanggilku seperti itu.” kata Liu Chen begitu jelas.
Kaisar Liu Bei merasa jarak yang begitu jauh dengan putranya, begitu dia mendengar apa yang dikatakan Liu Chen. “Apa ini karma yang mulai menerpa kehidupanku?.” tanya Kaisar Liu Bei dalam hati. “Kembalilah ke kediamanmu, dan Permaisuri, antarkan putra kita.” kata Kaisar Liu Bei dengan kepala tertunduk.
Lin Huan tersenyum mendengar keputusan suaminya, sedangkan Liu Chen, dia tidak merasakan apapun dari keputusan Kaisar Liu Bei.
“Kalau begitu kami mohon undur diri Yang Mulia.” kata Lin Hua dan kemudian pergi meninggalkan Kaisar Liu Bei dengan di ikuti Liu Chen yang berjalan di sampingnya.
“Aku merasa hubungan di keluargaku semakin renggang, dan ini karena kebodohan ku yang terlalu mempercayai pemuda yang sama sekali tidak memiliki hubungan apapun dengan ku.” batin Kaisar Liu Bei dengan mata menatap Lin Hua dan Liu Chen yang berjalan semakin menjauh dan akhirnya menghilang dari pandangannya.
>>>>>
Jauh dari Kekaisaran Liu, tepatnya di kekaisaran Han. Kaisar Han Jung Min melihat putri kesayangannya kembali ke Kekaisaran Han dengan raut wajah bahagianya.
Kaisar Han Jung Min yang melihat putrinya kembali, dia segera merasa aneh. “Bukannya semalam pesta pertunangannya, tapi kenapa dia hari ini sudah kembali?.” batin Kaisar Han Jung Min dengan mata menatap lekat kearah putrinya, Han Meilan.
“Putriku, kenapa kamu terlihat begitu bahagia? Bukannya semalam adalah pesta pertunangan mu, kenapa kamu sudah kembalu dan dimana tunanganmu?.” tanya beruntun Kaisar Han Jung Min begitu Han Meilan berada di hadapannya.
“Putri menghadap Ayahanda Kaisar.” dengan penuh kesopanan Han Meilan menyapa Ayahandanya. “Kepulangan Putri ini dikarenakan pertunangan yang telah gagal. Pangeran Liu Wuqiang ternyata sudah memiliki gadis pilihannya sendiri, bahkan tanpa rasa malu, dia memamerkan seberapa intim hubungan mereka di tempat umu.” ungkap Han Meilan.
“Apa kamu senang dengan gagalnya pertunangan mu?.” tanya Kaisar Han Jung Min.
Han Meilan tersenyum. “Tentu, putri ini sangat senang karena tidak menjadi calon istri dari seorang pangeran bejat.” jawab Lin Hua.
Kaisar Han Jung Min menghela nafas panjang. “Sepertinya aku harus menanyakan semuanya pada Liu Bei. Sepertinya ini juga diluar sepengetahuannya.” batin Kaisar Han Jung Min. “Sudah, kamu boleh kembali ke kediamanmu, dan istirahat. Perjalanan panjang pasti membuatmu kelelahan.” tutur Kaisar Han Jung Min.
Han Meilan pun undur diri dan berjalan menuju kediamannya.
“Pangeran Lin Wuqiang, bukannya putra si Liu Bei itu Liu Chen! Aku sepertinya harus benar-benar menanyakan langsung padanya.” gumam Kaisar Han Jung Min, dan setelahnya dia menyuruh seorang kasim untuk mempersiapkan perjalanannya menuju Kekaisaran Liu.
>>>> LANJUTNYA CHAPTER VIII [2 HARI LAGI]