PART 1
POV Ricky
AH SHIT!
Aku melihat kalender dan menyadari jika hari pertama sekolah hanya berjarak satu minggu. Sekarang aku harus kembali merasakan sistem pendidikan Indonesia yang acak adut. Gak kayak di Amerika yang pendidikannya terarah dan jelas.
Masuk jam 7 pagi?
are you fuckin insane? kalian pikir para siswa ini gak bisa istirahat cukup apa? bangun jam 5 buat persiapan dan berangkat jam 6 buat ngehadapin macet.
Ah, should've changed my citizenship back then.
Aku membuka galeri ponselku. Rasanya menyakitkan ketika aku kembali melihat foto kebersamaanku dengan dirinya. Ingin kulenyapkan semua kenangan kami, namun entah kenapa aku tak sanggup melakukannya.
Jariku pun dengan berat mengklik sebuah foto. Foto itu berisikan sebuah selfie yang diambil menggunakan ponselku. Disitu ada seorang gadis cantik berambut pirang yang sedang mengambil gambar sambil memeluk diriku. Dialah Rachel Monaghan, mantan pacarku saat di Amerika.
Ia sudah membawa banyak kenangan indah ketika kami masih bersama. Sayang beribu sayang, ketika orang tuaku memanggilku pulang ke Indonesia, kami harus berpisah karena ia tak ingin menjalin komitmen jarak jauh.
Semenjak itu, kami menjadi seperti orang asing yang tak pernah saling kenal. Seluruh komunikasi terputus dan ia bahkan sering menjauhi diriku ketika di sekolah. Walaupun begitu, kutahu dia masih menyayangiku dan begitu juga dengan diriku.
Tak aku sadari, kini air mataku menitik ke kasurku. Segera kuhapus air mataku sebelum ada yang tahu. Walaupun mungkin Kak Kimi sudah tidur, tapi tak ada yang tahu jika ia tiba-tiba masuk ke dalam kamarku.
Benar saja, tak lama kemudian ia membuka pintu kamarku. Dirinya muncul ke hadapanku dengan rambut hitam panjang yang tergerai. Ia mengenakan baju piyama lengan panjang berwarna pink dan celana panjang yang berwarna sama.
"Dah malam kok belum tidur?"
"Belum ngantuk, Kak," jawabku dengan suara sedikit bergetar.
"Kamu lagi galau ya?" sial! suaraku membuat ia tahu apa yang terjadi denganku.
"Gak ada kok. Ngasal aja Kakak ini," bantahku.
"Ya udah, usahakan jangan tidur malam-malam ya."
"Ya, Kak."
Ia pun menutup kembali pintu kamarku. Aku pun kembali memandangi foto Rachel dan diriku. Tak ingin kembali menangis, aku memilih menutup galeri dan mencoba untuk memejamkan mata.
Akan tetapi, sulit rasanya untuk menutup mataku ini. Kenangan itu terus menghantui diriku. Ada rasa menyesal kenapa aku harus membuka koleksi foto-foto kami. Sudah terlalu banyak yang kami bagi bersama, termasuk kenikmatan ketika malam hari.
Kini pikiranku beralih ke sosok kakak kandungku. Kak Kimi Marcella, hmm… nama indah pemberian ortuku untuk seorang wanita yang indah pula. Umurnya terpaut 2 tahun dariku. Aku akan genap berumur 17 nanti, sedangkan ia sudah berumur 19 tahun. Kini ia sedang menjalani kuliahnya di salah satu perguruan tinggi negeri terkemuka di kotaku. Otaknya cerdas dan ia selalu menyabet
ranking 3 besar ketika sekolah dulu.
Walaupun aku sering bertengkar dan berseteru dengannya, aku tetap menyayanginya. Harus kuakui ia adalah sosok yang bertanggung jawab dan perhatian. Tak peduli seberapa menyakitkan kata-kataku padanya, ia tetap perhatian padaku seolah-olah hatinya terbuat dari titanium.
Kecantikan wajahnya mewarisi kecantikan ibuku. Rambutnya hitam berkilau seperti mutiara. Panjang lurus bagaikan jalan takdir. Kulitnya berwarna kuning langsat, bersih dan mulus tak bercela bagaikan porselen. Matanya sedikit sipit dan hidungnya tidak terlalu mancung. Yang paling menarik adalah bagian bibirnya yang berwarna merah muda alami. Proporsi bibirnya dengan wajah sangat pas sehingga menambah nilai visual kakak kandungku ini. Bisa dibilang dia memang seperti artis Korea berpadu dengan kearifan lokal.
Cukuplah sudah. Kenapa aku malah menilai fisik kakak kandungku sendiri? Kemudian aku pun mengingat kembali konflik-konflik kami di masa lalu. Yang paling kuingat ialah aku pernah menaruh sebuah kecoak di boneka Hello Kitty kesayangannya. Reaksinya yang menjerit dengan suara melengking membuat aku tertawa berguling-guling di lantai. Hasilnya aku harus mendapat hukuman dari orang tuaku dan Kak Kimi menjadi sangat marah kepadaku. Tapi hari berikutnya, kami kembali menjalani kehidupan kami seolah-olah hal itu tak pernah terjadi.
Oh ya, satu lagi kebaikan yang akan selalu kuingat darinya. Salah satu faktor utama aku bisa bersekolah di Amerika adalah karena Kak Kimi merelakan kesempatannya kepadaku. Sebenarnya waktu itu Kak Kimi lah yang ditawari untuk ke Amerika, tapi karena Kak Kimi yang melihat aku yang ngebet ke Amerika, maka kami berdua bekerja sama untuk melobi orang tua kami.
Tak terasa, malam semakin berlarut. Namun, aku belum bisa tidur juga. Mungkin karena faktor adaptasi yang belum berjalan sepenuhnya. Tempat ini masih asing denganku dan suasana disini jauh berbeda dengan diriku yang sudah terbiasa dengan Amerika.
Kuputuskan ke dapur untuk mencari makanan. Perutku sudah menyanyikan simfoni indahnya dan menuntut untuk diisi. Aku pun keluar dari kamarku dan melangkahkan kakiku.
Namun kudapati pintu kamar Kak Kimi tak tertutup sempurna. Ia hanya menutup sebagian pintunya sehingga aku bisa melihat ke dalam kamarnya. Karena rasa penasaran, kuputuskan untuk melihat sekilas ke dalam.
Astaga! kulihat baju piyama Kak Kimi terangkat cukup tinggi hingga menampakkan perutnya. Terlihat pula celana dalam biru mudanya menyembul keluar dari celana piyamanya yang sedikit tertarik ke bawah. Aku pun memutuskan untuk mengakhiri intipanku dan kembali melangkah ke dapur.
Sambil memakan semangkuk sereal manis yang bercampur dengan susu UHT full cream, pikiranku tak bisa lepas dari pemandangan yang kulihat barusan. Tanpa sadar kemaluanku mengeras membayangkan tubuh kakakku yang sedikit terekspos. Buru-buru kutepis pikiran kotorku karena bagaimanapun dia adalah kakak kandungku dan kami masih berhubungan darah.
Setelah selesai menyantap serealku, aku pun berjalan kembali ke kamarku. Namun lagi-lagi aku harus melewati kamar Kak Kimi. Pintunya masih belum tertutup sempurna seperti tadi. Ingin aku langsung kembali ke kamarku, namun setan dalam pikiranku terus menggoda diriku untuk kembali mengintip ke dalam kamar Kak Kimi.
Akhirnya imanku kalah oleh nafsu setan tersebut. Aku membuka pintu dengan perlahan dan kembali mengintip ke dalam. Kali ini pintu kubuka agak lebih lebar. Mataku kembali leluasa memandangi tubuh Kak Kimi, yang kini sudah tidur telentang ke kanan sehingga tubuhnya membelakangi diriku.
GLEK! aku menelan ludahku karena pemandangan di depanku sungguh menggoda imanku. Bagaimana tidak, pantatnya yang bulat menantang menghadap ke arahku. Celana dalam biru muda itu juga menyembul keluar. Kini sembulannya sudah menampakkan ¼ celana dalamnya tersebut.
Setan itu semakin kuat menggoda diriku. Ia memberiku segenap keberanian untuk masuk ke dalam kamar. Dengan perlahan kudekati tubuh Kak Kimi. Jantungku terasa berdebar-debar dan adrenalin tubuhku semakin meningkat. Kemaluanku semakin berdiri tegak dan aku merasakan darah mulai berdesir dalam diriku.
Lalu, ia membalikkan tubuhnya sehingga membuatku sedikit terkejut. Untung saja ia tak menyadari kehadiranku dan terbangun. Aku pun terus menelan ludah melihat tubuh kakak kandungku. Perutnya yang putih mulus dan rata membuatku kemaluanku semakin tegak mengacung. Celana dalam birunya yang semakin nampak membuat diriku semakin tak tahan.
Jika saja ia bukan kakak kandungku, mungkin sudah kugagahi dia tanpa ampun malam ini. Hanya saja pikiran warasku masih bekerja walau hanya sedikit. Sisanya sudah habis ditelan oleh hawa nafsu dalam diriku. Sisa-sisa pikiran warasku berusaha menyadarkan diriku jika itu adalah sebuah perbuatan yang tak pantas. Aku pun menarik nafas panjang dan perlahan pikiran warasku mulai kembali seutuhnya. Kemudian, kuambil sebuah selimut yang sudah berantakan di dekat kasurnya dan menutupi seluruh tubuhnya agar tidak mengundang hawa nafsuku lagi.
Malam itu, aku melampiaskan nafsuku dengan mengocok batangku di kamar mandi. Kubayangkan tubuh Kak Kimi yang begitu menggoda. Gila! rasanya nikmat sekali begitu spermaku menyemprot keluar dari batang kemaluanku. Tak pernah aku merasakan masturbasi seenak ini selain masturbasi pertamaku saat aku masih SMP.
Sejenak setelah spermaku keluar semua, aku merasakan pergumulan batin dalam diriku. Di satu sisi, aku merasakan nikmat yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Tapi di sisi lain, aku begitu menyesal dan merasa berdosa sekali. Ini pertama kali aku melecehkan kakak kandungku sendiri walaupun secara tak langsung. Perbuatan ini tentu sangat dilaknat dan aku merasa seperti kriminal yang telah berbuat kejahatan terbesar sepanjang masa.
"Aku janji, Kak. Aku gak bakal ngulangin ini lagi," gumamku pelan.
~~~~~
POV Kimi
HOAM!
Aku pun bangun dari tidurku setelah mendengar alarm ponselku berbunyi keras sekali. Aku segera menyingkirkan selimutku dan membetulkan piyamaku. Anjirlah! piyama ini udah longgar sekali sampai celanaku melorot begitu. Untung aja ada selimut yang menutupi tubuhku. Kalau gak ada mungkin aku udah masuk angin sekarang.
Aku merapikan rambutku yang berantakan dengan menggerainya ke belakang. Kupandangi wajahku di cermin kamar. Muka bantal tapi tetap cantik. Aku pun kemudian bergegas untuk berolahraga pagi. Sebuah kebiasaan yang kulakukan untuk menjaga kesehatan dan kecantikan diriku. Semenjak aku menjalankan kebiasaan ini dan juga menjaga pola makan sejak SD kelas 6, tubuhku jadi tak mudah gemuk dan senantiasa terjaga bentuknya.
Setelah selesai mengeluarkan banyak keringat, aku pun segera mengeringkannya dengan handuk kecil. Kembali celana piyamaku melorot dan menampakkan celana dalamku. Untung aja gak ada orang lain di rumah ini. Kalau aja ada seorang cowok di sini, maka ini akan menjadi rezekinya yang indah pada hari ini.
Aku pun masuk ke kamar mandi dan melepaskan seluruh pakaianku. Sensasi air yang mengalir dari shower sungguh nikmat. Apalagi ketika airnya menyentuh puting payudaraku. Geli-geli nikmat gitu rasanya. Sejenak kumainkan dan kupilin puting payudaraku yang mulai mengeras. Ah! enak banget sumpah!
Aku pun mulai meremas-remas payudaraku ini. Sambil terus memilin putingku yang sebelah kiri, tanganku meremas payudara sebelah kananku.
Ahh! Ahh! Ahh!
Aku merintih nikmat ketika remasan demi
remasan menaikkan libido dalam diriku. Kuyakin suara pancuran cukup untuk menutupi rintihanku. Tangan kananku beralih ke daerah intimku dan aku mulai menggesek bibir vaginaku.
Ahh! Ahh!
Telapak tanganku terus menggesek bibir kewanitaanku. Rasa nikmatnya terus meningkat detik demi detik. Kusandarkan diriku ke dinding dan terus mempercepat gesekan telapak tanganku. Perlahan aku mulai memejamkan mataku. Dalam pikiranku, aku membayangkan Andra, cowokku yang cuek menyetubuhi diriku. Semakin liar Andra menyetubuhi dalam pikiranku, semakin liar pula gesekan telapak tanganku.
Payudaraku juga kuremas semakin kencang. Mulutku terus merintih karena tak tahan akan kenikmatan yang sedang kurasakan. Lama-lama, aku mulai merasakan tubuhku semakin berkontraksi dan aku merasakan sesuatu akan keluar dari dalam vaginaku.
Uhh! Ahhhhh!!
Tubuhku menjadi lemas seketika. Seluruh cairan dalam vaginaku rasanya sudah keluar semua. Aku kemudian membuka mataku. Kulihat cairan kenikmatanku mengalir keluar dari lubang vaginaku dan kemudian tersapu oleh pancuran air. Aku kemudian membersihkan sisa-sisa cairan hasil permainanku dan menyelesaikan mandiku yang sudah terlampau lama.
~~~~~
POV Ricky
HOAM!
Perlahan aku membuka mataku dan mengecek ponselku. Kulihat jam di ponsel menunjukkan jam 7 lewat 20 menit. Maka aku kemudian ingin kembali melanjutkan tidurku. Namun diriku sudah merasa segar dan tak mampu untuk kembali terlelap.
Aku pun pasrah dan kemudian beranjak keluar dari kamarku. Aku pun menuju ke kamar mandi karena sudah kebelet untuk buang air kecil. Ah sial! pintu toiletnya tertutup dan ada suara pancuran air di dalamnya. Pasti Kak Kimi lagi mandi. Tapi tunggu, kok kayak ada suara yang aneh ya?
Damn! itu suara rintihan wanita. Dibalik suara pancuran air yang menyala, aku bisa mendengar suara rintihan itu cukup jelas. Kurasa tak ada wanita lain selain Kak Kimi di rumah ini. Maka aku menempelkan telingaku ke pintu agar bisa mendengar lebih jelas.
Oh hell!
Itu benar-benar suara rintihan. Di dalam sana, itu sudah pasti adalah Kak Kimi. Apa yang sedang ia lakukan sampai merintih nikmat begitu? Tak lama kemudian, rintihannya menjadi sangat keras seperti wanita yang baru mencapai orgasme. Kutahu itu karena mantan pacarku sering bersuara seperti itu saat ia mencapai orgasme. Jangan-jangan Kak Kimi sedang…
Ah shit! Kemaluanku sudah sangat mengeras akibat rintihan nikmat Kak Kimi. Pikiranku mengenai semalam kembali terpicu. Tak akan kusangka, kakak kandungku ternyata senakal itu. Maka aku pun segera meninggalkan kamar mandi dan menuju ke dapur.
Di dalam dapur, aku membuat roti lapis dengan selai coklat favoritku. Pikiranku terus terpaku ke Kak Kimi. Ah kenapa aku harus kembali terangsang dengan kakak kandungku? aku sudah berjanji semalam kalau aku tak akan menodai kakakku lagi.
"Eh tumben banget kamu dah bangun."
DUGH! suara Kak Kimi tiba-tiba saja mengagetkan diriku. Aku nyaris saja menjatuhkan piring berisi rotiku jika aku tidak dengan sigap menahannya.
"Hihihi… kok kamu kaget sih dengar suara Kakak?" kata Kak Kimi sambil cekikikan.
"Hampir aja jatuh, Kak. Jangan ngagetin gitu napa, Kak," ujarku sambil membalikkan badanku
Damn! seksi banget tubuh Kak Kimi kalau lagi berbalut handuk. Mana handuknya pendek gitu lagi sampai belahan dada dan paha mulusnya nampak indah sekali di mataku. Kurasakan kemaluanku yang sudah tidur kembali berdiri tegak melihat pemandangan tersebut.
"Kamu aja kali yang cemen. Ya udah sekalian buatin Kakak roti ya."
"Iya deh."
Aku pun berusaha menepis pikiran kotorku. Ingat Ricky, dia kakakmu. Dia bukan pacarmu apalagi selingkuhanmu. Kamu gak boleh menodai saudara sedarahmu itu.
Selesai menyiapkan dua piring roti serta dua gelas susu UHT coklat untuk sarapan, aku pun menyajikannya di meja makan. Saat aku sedang memakan roti, Kak Kimi pun muncul ke hadapanku dengan seragam putih dilapisi dengan jaket
alma mater-nya yang dipadukan dengan rok selutut berwarna putih polos.
Kini aku menjadi gugup dengan kakakku sendiri. Aku kini melihat Kak Kimi dengan citra yang berbeda. Untuk menutupi kekikukanku, aku melahap roti itu lebih cepat. Tapi yang ada, itu malah mengundang perhatian dari Kak Kimi.
"Kamu kenapa, Dek? laper banget ya?"
"Gak, Kak. Di Amerika gini cara makan rotinya." Aku berkilah namun malah disambut tawa kecil oleh Kak Kimi.
"Ah perasaan sama aja deh semua negara kalau makan roti, kamu kali yang mengada-ada."
Aku tak lagi merespon perkataan Kak Kimi. Tak lupa aku menundukkan mataku agar tidak terjadi kontak mata. Bodohnya aku, itu malah membuat Kak Kimi semakin curiga dengan diriku.
"Kamu kenapa sih pagi-pagi gini?"
"Rasanya beda, Kak. Aku gak terbiasa di Indonesia," kilahku lagi.
"Santai aja napa. Entar juga kamu bisa kok nyesuaiin diri lagi."
"Ya, Kak."
"Ya udah, kamu ya yang cuci piring sama gelasnya. Kakak mau ngampus dulu.
Bye adik kampret."
Ia mendekat ke diriku dan mencium keningku. DUGH! jantungku berdegup dengan keras. Aku bisa mencium harum parfumnya dari dekat. Kemudian ia tersenyum dan melambaikan tangan padaku.
Selesai mencuci segala piring dan gelas, aku pun kembali berbaring di ranjangku. Kembali aku memikirkan Kak Kimi.
Shit! What happen to me? Kenapa aku kini tak bisa lepas dari bayang-bayangan Kak Kimi.
Kembali kemaluanku mengeras membayangkan wangi Kak Kimi dan juga tubuhnya yang hanya terbalut handuk. Semakin lama kutahan nafsuku, semakin kencang ia mendesak untuk keluar. Akhirnya nafsu mengalahkan akal sehatku. Aku kemudian keluar dan menuju ke kamar mandi.
Kusapukan pandanganku ke seluruh penjuru kamar mandi. Akhirnya aku menemukan sesuatu yang kucari. Celana dalam biru milik Kak Kimi. Kuambil dan kuciumi perlahan celana dalam kotor tersebut. Walaupun sudah cukup basah oleh percikan-percikan air, tetap tak menghilangkan aroma khas area kewanitaan.
Aroma itu mengawang-awang ke dalam pikiranku. Darahku berdesir dan kemaluanku menjadi tegak maksimal. Perlahan kutanggalkan bawahanku. Kubiarkan kemaluanku mengacung tegak dan segera kebungkus dengan celana dalam tersebut. Aku pun mulai mengocok kemaluanku sendiri dengan bantuan celana dalam yang halus tersebut.
Uhh! Enak sekali rasanya. Ini kali pertama kaliku bermasturbasi dengan media celana dalam bekas, terlebih celana dalam itu adalah milik kakak kandungku sendiri. Aku terus mengocok kemaluanku berulang kali.
Dalam imajinasiku, aku membayangkan jika Kak Kimi menelanjangi dirinya sendiri dan menghampiri diriku. Kemudian aku memegang tubuhnya, meraba setiap inci tubuhnya yang mulus, dan kemudian menyetubuhi vaginanya yang indah.
Aku semakin mengencangkan kocokanku. Tekstur halus celana dalam tersebut menambah kenikmatan dari gesekan antara kulit kemaluanku dengan kain celana dalamnya. Hingga kemudian aku merasakan jika batangku ingin memuntahkan isinya.
CROT! CROT! CROT!
Ahh! Nikmat sekali! Aku lalu memandangi celana dalam biru tersebut. Sperma milikku sudah membasahi celana dalam tersebut. Kemudian pikiranku pun berkecamuk. Bagaimana caraku menghilangkan jejak perbuatan kotorku? Kemudian aku pun menyiram celana dalam tersebut dengan segayung air dan menguceknya hingga bersih dari spermaku. Setelah itu kutaruh kembali ke tempatnya dan kemudian keluar dari kamar mandi dengan perasaan bersalah.
Lagi-lagi, aku kembali merasakan perang batin dalam diriku. Rasa bersalah kembali menghantui diriku. Aku sudah berbuat dosa besar sebanyak 2 kali. Apalagi aku sekarang membayangkan bersetubuh dengan kakakku sendiri. Entah apa yang merasuki diriku sampai aku tega membayangkan hal tersebut.
Selain rasa bersalah, muncul pula rasa lainnya dalam diriku. Kini aku merasa was-was dan ketakutan. Bagaimana jika Kak Kimi mengetahui perbuatanku? Bagaimana jika ia marah padaku? Bagaimana jika ia sampai melaporkan hal ini kepada orang tuaku? Apakah aku masih dianggap sebagai adiknya? Apakah aku masih dianggap seorang anak oleh kedua orang tuaku? Apakah aku akan menjadi gelandangan setelah terusir dari rumah ini?
Aku pun memilih untuk memainkan game di ponselku. Kuhabiskan waktu-waktuku dengan larut ke dalam permainan dan tidak keluar kamar, bahkan untuk makan sekalipun.
Tapi apa daya, tubuhku sudah mencapai batasnya. Dengan rasa takut, aku pun keluar dari kamarku. Di meja makan, kulihat Kak Kimi yang sedang menyantap makanannya. Entah kenapa aku kehilangan keberanian untuk sekadar menyapa dan melihat ke wajah Kak Kimi.
"Eh, dah keluar kamu dari pertapaan kamu?" tanya Kak Kimi.
Aku tidak menjawab pertanyaannya tersebut. Aku pun langsung duduk dan mengambil makananku tanpa memandang sedikitpun ke Kak Kimi. Tentu saja Kak Kimi menyadari perubahan drastis dalam sikapku.
"Kamu kenapa sih? Kamu lagi ada masalah?" tanya Kak Kimi
"Gak kok, Kak." Aku menjawab dengan cuek sambil terus menyantap makananku.
"Ayo cerita aja sama Kakak. Kakak siap jadi pendengar segala curhat kamu kok."
"Beneran, Kak. Aku lagi gak ada masalah." Aku ingin menyudahi pertanyaan-pertanyaaan Kak Kimi, tapi aku tahu dia adalah tipe orang yang tak akan berhenti sampai mengetahui jawaban atas pertanyaannya.
"Tapi kok mukamu suram gitu sih? Kayak mayat hidup aja."
"Aku masih capek kali, Kak."
"Ah masak, kamu lagi marah ya sama Kakak?"
"Buat apa aku marah sama Kakak, kan Kakak gak ada salah denganku."
"Terus gimana dong?" Kak Kimi masih terus mencecar diriku. Aku pun menghela berat nafasku. Kuberanikan menatap wajahnya dan kurasakan jantungku berdebar-debar.
"Beneran, Kak. Aku gak ada apa-apa."
"Kakak gak percaya ah sama kamu."
"Ya udah kalau gak percaya."
Aku pun menyelesaikan makananku dengan cepat. Selesai membereskan semua peralatan makananku, aku kembali ke kamarku. Di sana, aku berbaring meratapi perbuatanku pada Kak Kimi. Aku sadar aku tak akan bisa terus menghindari semuanya. Aku harus berterus terang walau akan menimbulkan konsekuensi yang berbahaya.