Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT GELOMBANG NESTAPA

Yihaaaaaa epilog selesai yaaaa...
Eh oh uh iiih... belum ternyata.
angger si mamang mah... kompor terus

Kupret dah... kalian mengelus dan dielus.. ane dicium knalpot doank.
kan katanya disana banyak ayam bangkok om, lebih mantap.. hahaha

sirik wae...

Epilog oh Epilog...
Akankah harus menunggu 7 purnama juga :bingung:
hihi katanya setia jangankan 7 purnama ... 20 purnama pun akan menunggu huahahaha

apakah nasibnya renata akan seperti sofie dulu ngak ya jd penasaran om..
duh kalo senasib kapan beresnya nih cerita hahaha
 
E P I L O G
Part 1







8 tahun kemudian…



Di sebuah desa kecil yang masih asri dan sejuk, di daerah pegunungan yang lumayan jauh dari ibu kota Jawa Tengah, seorang wanita berumur 30 tahunan sedang melayani pelanggan toko grosir miliknya.

“Bu Anna, pesanan saya minggu lalu udah ada!!” wanita itu tenyata adalah Anna Pradita.

Semenjak tiba kampung halaman, dan beberapa minggu tinggal kemudian Anna bersama kedua orangtuanya memutuskan untuk pindah rumah ke daerah yang jauh dari keramaian kota. Bukan karena ia malu akan kondisinya yang hamil tanpa ada suami, tapi karena ia lebih mengutamakan pertumbuhan anaknya kelak. Semenjak melahirkan seorang putri cantik 8 tahun lalu, Anna mencoba mencari rezeki dengan membuka toko grosiran dan hinga kini usahanya semakin maju. Seiring perkembangan usahanya ini dan pertumbuhan anaknya yang semakin besar, tak sebersit pun bagi Anna untuk mencari sesosok lelaki lain sebagai pendampingnya.

Banyak lelaki yang mencoba menambatkan hati pada Anna dan melamarnya, tapi ia selalu menolak. Semua ini karena hati Anna telah tertutup, cintanya pada Anton tak tergantikan. Ia sering menangis ketika mengingat apa yang terjadi dulu, saat dirinya menyia-nyiakan cinta Anton, tapi rasa sesal itu langsung hilang saat memandangi wajah putri semata wayangnya.

Dulu dia berjanji pada Anton sebagai bukti bahwa cinta di hatinya masih ada untuknya, janji akan membesarkan putrinya hingga dewasa nanti, dan kini dia akan membuktikannya agar Anton tahu betapa besarnya rasa cinta dan rasa sesalnya selama ini.

“O iya, Bu Lastri, sudah datang dari kemarin kok, dan sudah saya pisahkan barangnya.” jawab Anna. Lalu ia berkata kepada pegawainya, “ Do, ambilkan pesanan Bu Lastri!!”

“Nggih, bu.” ujar pegawainya.

“Juminten, kamu jaga toko dulu yah, aku mau pulang, kasihan Digta pasti sudah pulang sekolah. Hari ini adalah hari ulang tahunnya, jadi aku harus ada di rumah. Tapi kalau nanti aku tidak balik lagi ke toko, kamu langsung aja tutup tokonya, dan jangan lupa uang dalam laci kamu setor ke rumah.” perintah Anna.

“Baik, bu” jawab wanita muda yang bernama Juminten.

“Bu Lastri, saya tinggal dulu ya. Pesanannya sedang diambil Dodo, entar sama Juminten aja pembayarannya.” pamit Anna, lalu ia berjalan kaki menuju rumahnya yang hanya berjarak beberapa puluh meter saja dari toko.

Tak lama kemudian, Anna memasuki sebuah rumah yang cukup megah untuk ukuran desa. Halamannya luas dengan beberapa truk dan mobil terpakir rapi.

Assalamualaikum,” salam Anna sambil memasuki rumah.
Waalaikumsalam, gimana nduk tokonya ramai?” jawab Bu Tutiek yang sedang asik menonton acara reality show di sebuah station TV swasta.
Alhamdulillah, bu, stok dagangan selalu aja keteteran. Bapak ke mana toh bu, kok tidak keliatan? Oh yah, kalo Digta sudah pulang dan sudah makan siang??” tanya Anna pada ibunya.

“Bbeu.. sehabis beli kue, bapakmu itu langsung mainin burungnya, nduk. Kalau lagi anteng-antengnya maenin burung, yah gitu.. lupa waktu deh.” jawab Bu Tutiek sambil menunjuk ke arah belakang rumah, tempat suaminya asik bermain dengan koleksi perkututnya.

“Kalau Digta, ada di kamar kamu. Pulang sekolah langsung cemberut dan gak mau makan, tadi disapa eyang kakungnya aja langsung ngeloyor ke dalam kamar.” lanjut Bu Tutiek.

“Ya sudah, bu, Anna mau ke kamar dulu.” lalu Anna berjalan menuju kamarnya.

Kleeek…!!

Anna membuka pintu kamarnya lalu melangkah masuk, dilihatnya sosok gadis cilik yang sangat ia sayangi sedang duduk di atas ranjang sambil membekap sesuatu pada dadanya. Anna melihat mata gadis ciliknya sedang meneteskan airmata. Anna pun berjalan mendekati putrinya dan duduk di sampingnya.

“Kamu kenapa, sayang, kok menangis di kamar ibu?” ujar Anna sambil merangkul putrinya dengan hangat, lalu direbahkan kepala putrinya pada dadanya.

“Bu, hari ini Digta sudah genap 8 tahun. Digta kangen ayah, bu. Digta pengen ketemu ayah.. Ayah di mana sekarang, bu? Kenapa ayah ningalin kita, apa Digta harus menyusul ayah ke rumahnya??” Digta terisak.

“Kata bu guru Agama tadi, seorang ayah yang baik pasti tidak akan meninggalkan istri dan anaknya, ia akan selalu bertangung jawab pada keluarganya, tapi kenapa ayah meninggalkan kita, bu? Apa karena ayag bukan orang baik? Tapi kenapa ibu masih selalu memajang foto ini?” Lanjut Digta lagi. Gadis yang bernama lengkap Dikta Cendikia Kirana ini berkeluh kesah menyampaikan kerinduannya pada sosok lelaki yang fotonya selalu dipajang oleh ibunya.

Hati Anna teriris mendengar putrinya yang sedang merindukan sosok seorang ayah. Rasa bersalah yang selama ini ia pendam, kini mulai terbuka lagi. Hatinya semakin sakit dan perih ketika Digta memperlihatkan foto yang berada dalam dekapannya, sebuah foto yang selama ini selalu menemani malam-malamnya yang sepi. Tubuh Anna bergetar menahan tangis, sambil memikirkan sebuah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan putrinya.

“Bu, ibu kok nangis? Ibu marah yah ke Digta gara-gara ngatain-ngatain ayah?” Digta merasakan tubuh ibunya bergetar, dan akhirnya tangisan Anna meledak di hadapan putrinya.

“Hiiiikss… tidak nak, ayah kamu orang yang sangat baik hiiikss… maaafiiin ibu naak.. Ini semua salah ibu, ibu yang telah membuat ayah kamu pergi hiikss…” Anna menjawab dalam tangisnya sambil mencoba menutupi fakta yang selama ini ia sembunyikan.

“Emang ibu salah apa sehingga ayah tega meninggalkan ibu dan Digta.” Tanya Digta. Sesaat Anna mencoba meredakan emosinya lalu mengusap air matanya.

“Nanti kalau kamu sudah sudah besar, kamu akan mengerti, nak, dosa apa yang telah ibu perbuat pada ayahmu.” jelas Anna sambil mempererat rangkulannya. Digta pun beringsut lalu merebahkan kepalanya pada pangkuan ibunya, tangannya masih memegang bingkai foto lalu dipandanginya sambil tersenyum.

“Bu, Digta suka deh liatin ayah di foto ini, keliatannya ayah waktu mudanya sangat ganteng dan gagah sesuai dengan namanya yang keren… ehhmmm… Nama ayah Anton Suryadinata, kan bu?” tanya Digta, dan hanya dijawab oleh anggukan Anna sambil mengelus kening putrinya. Dalam hatinya berkata:

“Kak Anton, maafkan Anna yang telah berbohong pada putriku seolah kamu adalah ayahnya.” dalam hati Anna sambil membalas senyum putrinya.

Tiba tiba Digta bangun dan duduk bersimpuh di hadapan Anna.

“Bu, Digta berjanji pada ibu, Digta mau belajar dengan rajin dan giat agar bisa jadi orang pintar dan sukses. Nah kelak, Digta akan mencari ayah dan akan meminta maaf atas dosa ibu pada ayah, lalu mengajaknya kembali agar mau tinggal bersama kita lagi.” ujar Digta antusias.

“Eehh..” Anna terkejut mendengar cita-cita dan harapan putrinya untuk mencari ayahnya itu.

“Kenapa, bu? Ibu gak usah khawatir, doakan Digta aja yah bu!” ujar Digta ketika melihat reaksi ibunya.

Meskipun gugup, Anna membelai pipi putrinya dengan kasih sayang.

“Nak, dulu ibu pernah berjanji pada ayah untuk membesarkan kamu seorang diri hingga kamu besar nanti, jadi kenapa kamu mesti minta doa ke ibu? Tanpa diminta pun ibu akan selalu mendoakanmu, nak. Hhiiikkk…” jawab Anna, ia langsung memeluk gadis itu untuk menutupi perasaannya agar tak terlihat oleh putrinya, Digta pun membalas pelukannya.

“Makasih bu, pokoknya Digta janji akan membahagiakan ibu!!” janji Digta dibalas anggukan Anna.

“Kak Anton, jika kelak putriku ini menemukan kamu, aku mohon tolong akui dia sebagai anakmu hiiks.” tangis Anna dalam hati, meskipun hatinya teriris tapi mendengar janji dan harapan putrinya untuk membahagiakannya membuat dirinya terharu.

“Nah lho… kenapa cucu eyang yang cantik kok malah nangis sih? Itu lho kue tart ultah yang eyang siapin udah dihabisin ama eyang putri.” kejut bapaknya Anna yang tiba-tiba nongol di pintu.

“Iihhh eyang ganggu Digta aja, di hari ultah Digta ini, Digta kan pengen berduaan dulu sama ibu, iya gak bu?” ujar Digta ceria.

“Iiiyaaa sayang, ayo Digta temuin eyang putri, kasihan udah nungguin. Ibu mau ganti baju dulu.” Anna berdiri kikuk sambil mengusap air matanya.

“Iyaa, bu. Digta duluan yah bu.” dengan ceria Digta melenggang meninggalkan ibunya dalam kamar.

Sepeninggalan Digta dan ayahnya, Anna meraih figura foto sesosok lelaki yang tak lain adalah Anton. Foto itu kembali ia pajang di atas meja pinggir ranjang tidurnya, lalu dipandanginya sambil sesekali dia mengusapi foto itu. Anna tersenyum sambil memejamkan mata, lalu menengadah…

Ya Allah, aku terima semua teguran-Mu atas semua dosa yang pernah kuakukan, dan kuatkan hatiku untuk menghadapi dan menjalani ini semua. Dulu aku membesarkan putriku hanya karena ingin membuktikan cintaku pada Kak Anton, tapi sekarang aku baru sadar bahwa kehadiran Digta telah membuat aku mengerti akan anugerah yang Engkau berikan, anakku hadir untuk kebahagiaanku kelak. Ya Allah, janganlah Engkau menyadarkan aku dari mimpi yang terindah ini, tapi biar aku tenggelam dalam mimpi indah ini!! Kak Anton, doakan Anna agar bisa melewati semua ini dan mampu membesarkan Digta seorang diri.” Panjat doa Anna sambil menangis, betapa pedih hatinya ketika mengingat jalan hidup yang telah dilaluinya.

Anna mengusap air matanya lalu berganti pakaian. Setelah merapikan diri, Anna pun keluar kamar dan berkumpul dengan keluarga kecilnya, merayakan kebahagiaan putrinya di hari jadinya yang ke-8 ini.



https://soundcloud.com/bgreek/diujungmimpi

https://www.langitmusik.co.id/new/song/100006387


Di Ujung Mimpi
by T-Five


Yang kutahu hanya ada dirimu
Yang kumau hanyalah kau milikku
Dan suatu hari kita kan bertemu
Di ujung mimpiku yang terhapus oleh waktu, ooh.

Dan kini engkau ada di depanku
Dan kini engkau ada di pelukku
Semuanya tak ingin tuk berlalu
Biarkanlah yang dulu terulang saat ini, ooh.

Reff:
Kuingin dirimu mendekap hatiku
Biarkanlah kumencoba tuk dekat denganmu
Akan kuberikan semua untukmu
Asalkan kau pun tahu
Ku kan selalu sayang pada dirimu.

Biar cintaku hanya jadi milikmu
Kan kuyakinkan cintaku untukmu.


Repeat reff.









--- ooOoo ---








Pagi hari di sebuah bangunan ruko di sebelah selatan ibukota, seorang lelaki bertato masih tergolek tidur di tempat tidurnya. Seorang bocah 6 tahun berlari menghampiri dan langsung melompat duduk di atas tubuh lelaki itu.


“Pah, cepet bangun. Mamah udah nunggu di bawah, katanya kita mau pergi jemput om Anton.” ujar seorang bocah yang bernama Azra Eka Prasetya, membangunkan papahnya yang masih tidur.


“Paaaaahhh, banguuuun..!!! Kakak bilangin ke mamah tau rasa deh.” ancamnya mengetahui papahnya gak bergeming.


“Maaaaah… papaaaahnya gak maaaauuu..!!” teriaknya.


“Iiiyaa iyaaa… papah bangun. Duuh.. kakak maenannya laporan ke mamah terus.” akhirnya lelaki itu bangun dari tidurnya, padahal sebelumnya dia sudah terbangun tetapi mengetahui anaknya mengendap-ngendap, ia hanya ingin menggoda anaknya dengan berpura-pura masih tertidur. Lalu lelaki itu merangkul bocah yang masih di atas tubuhnya.


“Iiihh papah lepasin, papah bauu, cepetan mandi. Azra ama dede Karina udah mandi dari tadiiii!!” ujar Azra meronta melepaskan diri.


Lelaki itu makin gemas dibuatnya, ia menjawel hidung bocahnya lalu melepas anaknya dari dalam dekapannya.


“Maaaamaaaahhh, papaaah nakal ke kakak!!” bocah itu lari keluar kamar untuk mengadu pada ibunya, lelaki itu hanya tersenyum melihat tingkah lucu putranya.


Kriiiing..!!


Handphone yang diletakkan di samping tempat tidurnya berbunyi, diraihnya handphone itu.


“Halo Badai di sini.” sapa lelaki itu tanpa memperhatikan siapa yang meneleponnya, ternyata dia adalah Badai Prakoso. Semenjak tak begitu aktif di kelompoknya 5 tahun yang lalu, Badai telah mendirikan suatu usaha dibidang security. Usahanya ini boleh dibilang cukup berhasil dengan dukungan para anak buahnya yang menjadi karyawannya. Banyak perusahan yang bekerja sama dengan perusahaan Badai untuk menjaga perusahaan mereka.



“Dai, ini Onet.”



“Uuuy, Net. Sorry, gue baru bangun nih, Gimana?”

“Gimana acara jemput si Cacing, lu jadi kan??”



“Pasti dong, dia itu pemimpin dan sahabat kita. Gue dan Reni pasti ke sana!! Terus lu mo kesana?”

“Ini gue ama Fitri dah siap-siap untuk pergi, ama anak anak juga!!”

“Oke deh kalo gitu, kita ketemuan di sana!!”

“Siip”



Klikk



“Siapa Pah yang menelepon?” Reni datang sambil menggendong bayi perempuan berumur 2 tahun, diikuti bocah di belakang Reni.


“Sakti, Mah, dia menanyakan apa kita jadi menjemput Anton ato nggak??” jawab Badai.

“Mah, papah tuh godain kakak tadi!!”sela Azra mengadu pada ibunya.

“Oo, mereka juga mau ke sana??” jawab Reni, “Emang kakak diapain ama papah?” lanjut Reni menjawab putra sulungnya sambil menurunkan putri bungsunya.


“Iya mereka tengah bersiap-siap untuk pergi!! Dede Kalin udah mandi?” jawab Dai sambil memangku putri bungsunya.


“Cudah dong. Dede Kalin kan mandinya ama kakak Azlaa, dimandiin ama mamah. Iiiih papah bauuuu.” jawab putri kecilnya sambil memencet hidungnya.


“Tuh kan, dedek Karin juga tahu kalau papah bau!!” timpal Azra.


“Haha.. ya udah, kalo gitu papah mau mandi dulu. Dede main ama kakak dulu yah.” dibalas anggukan putri bungsunya yang bernana Karina Cahya Ramadhani.


“Mah siapin baju papah yah!” sambil berlalu ke dalam kamar mandi.


Tak lama kemudian, di ruang makan Reni bersama anak mereka telah menunggu Badai untuk sarapan bersama.


“Kok pada diem semua?” Badai yang telah berpakaian rapi duduk di samping istrinya, sebelum duduk ia mencium kening Reni di hadapan putra dan putrinya.


“Kan nunggu papah, kenapa sih papah kalau mau makan selalu mencium kening mamah?” oceh Azra.


“Azra, ini papah lakuin sebagai ungkapan terima kasih papah ke mamah yang selalu menyediakan papah makan setiap hari, nak. Ntar kamu pun harus begitu yah!!” terang Badai pada putranya.


“So sweet..!!” ledek Reni dengan senyum simpul.

“Emang mamah gak mau diperlakukan gitu?” tanya Badai serius.


“Iiihhh kok papah marah sih? Enggak kok, mamah suka ama cara papah ke mamah, bikin mamah tersanjung merasa dihargain ama papah!! Mamah harap papah gak berubah sampe nanti!!” manja Reni membalas mencium pipi Dai.


“Iiiih mamah malah cium papah.. mana loti buat dede, dede dah lapal” gerutu putri bungsunya.


“Iya.. iya.. maaf. Habis papah sih godain mamah terus.” kerling Reni pada Dai sambil mencomot roti untuk putri bungsunya.


Saat sarapan.


“Mah, gimana Distro dan Cafe milik Anton apa kamu sudah persiapkan laporannya?” tanya Badai Tujuh tahun yang lalu selama Anton dipenjara, Reni ditugasi Dai untuk mendirikan dan mengelola distro dan cafe atas nama Anton sebagai hadiah dan ungkapan terima kasih mereka pada Anton yang telah membantu mereka selama ini, mulai dari memberi modal, memasok hingga akhirnya Reni memiliki banyak distro di kota-kota besar.


“Sudah dong pah, sudah mamah persiapkan dari minggu yang lalu.” jawab Reni.


“Kamu kak menyesal kan distro dan café yang sudah berkembang ini diberikan pada Anton.” tanya Badai.


“Pah, mamah akan lebih menyesal jika dulu Anton tidak membantu mamah, mungkin mamah tidak akan mendapat suami sebaik papah. Jadi papah jangan tanya keraguan mamah untuk memberikan distro dan café itu pada Anton.”


“Makasih, mah, kamu memang wanita yang paling baik, papah beruntung dikejar cinta kamu dulu!!” canda Badai.


“Lho kok mamah, bukannya papah kali yang ngejar mamah.” ketus Reni dengan cemberut.


“Iya iya papah yang ngejar-ngejar untuk dapatin mamah, tapi kan mamah yang meyakinkan orangtua kamu bahwa papah memang lelaki yang pantas mendampingi kamu.” jawab Badai terkekeh sambil merangkul Reni yang marah dengan perkataannya. Lalu mencium bibir Reni.


“Papah sangat.. sangat beruntung dapetin mamah.. udah cantik, baik, pintar, luwes, kaya lagi.” rayu Badai.


“Iya papah beruntung, mamah yang sial.” balas Reni meledek sambil memeletkan lidahnya tapi tak bisa menutupi rona wajahnya yang memerah tersipu karena rayuan Badai.


“Ooooo jadi mamah nyesel dapetin papah.” Badai berpura pura marah.


“Hihi enggak ding, mamah beruntung dapetin papah yang baik, tampan, setia dan bertanggungjawab pada anak-istri.” lalu Reni membalas mencium bibir Badai.


“Iiih kok mamah malah cium-ciuman ama papah sih? Apa gak malu diliatin kakak dan dedek? Mana roti buat kakak ama dedek blum dibuatin lagi.” polos Azra yang sedari tadi memperhatikan kemesraaan kedua orang tuanya.


“Oallaaah mamah lupa, maaafin mamah yah sayang.” ujar Reni malu diperhatikan kedua anaknya lalu melanjutkan mengoles roti.


“Pah, ntal pulangnya kita ke lumah nenek yah, dedek Kali kangen ama nenek!!” ujar Karin.


“Iya sayang, papah juga kangen ama nenek.” jawab Badai ikut merasakan kangen pada ibunya, apalagi melihat Reni yang begitu perhatian pada kedua anak mereka, membuat ia teringat pada ibunya sendiri yang telah membesarkan Badai seorang dirinya.


Mereka pun melanjutkan sarapannya diselilingi obrolan-obrolan kecil dari kedua buah hatinya yang terus berceloteh.


Badai hanya terkekeh kecil melihat kemesraan keluarga kecilnya. Dalam hatinya ia mengucap syukur kepada Allah atas nikmat kebahagiaan yang ia rasakan berkat kehadiran istri dan kedua anaknya.









--- ooOoo ---
 
Terakhir diubah:
Part 2





Di sebuah desa di kaki gunung Gede, Sakti dan istrinya yang bernama Fitri sedang berlibur di kampung halaman Fitri bersama kedua putra kembarnya. Mereka berdua sedang bersiap-siap untuk kembali pulang ke rumah mereka. Sakti dan Fitri sekarang memiliki rumah di pinggiran kota B****** S******. Sejak lima tahun yang lalu, dengan bantuan kang Jajang, Sakti dan Fitri, ia memulai merintis memproduksi pakaian dan sepatu. Sebagai pemasok tunggal di Distro Reni, tak jarang mereka pun memproduksi pakaian dan sepatu untuk dijual sendiri.

Dulu, saat mengetahui Fitri mengandung anak kembar, sikap Sakti lebih protektif, dengan merayu Fitri agar berhenti mengelola butik. Fitri pun menyetujui dengan syarat dia ingin mengikuti kursus menjahit dan sekolah desain pakaian. Setelah ia melahirkan dan bayi mereka berusia 1,5 tahun, Fitri mencoba membuat pakaian rancangannya dan ternyata hasil karyanya banyak diminati para langganan Distro Reni.

Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Sakti memutuskan untuk berhenti dari dunia hitam dan memulai membantu Fitri memproduksi pakaian rancangannya. Melihat prospek yang makin menjanjikan, 2 tahun kemudian mereka pindah ke Kota B******, yang jelas merupakan kota pusat mode. Sakti pun mulai mempelajari usaha ini dari nol karena memang jenis usaha ini bukanlah keahliannya. Tapi berkat kegigihan dan ketekunan serta bimbingan Fitri, akhirnya Sakti bisa menggeluti bidang usahanya ini.

Sakti masih berhubungan baik dengan kang Jajang, malah Sakti sudah dianggap sebagai anak angkat oleh lelaki itu. Kang Jajang membantu niatan Sakti untuk memulai usaha dan meninggalkan dunia hitam. Berkat koneksinya, Kang Jajang membantu mencari tempat lokasi produksi, mencari karyawan, pemasok bahan baku hingga rekanan usaha. Usaha mereka tidak sia-sia, pada tahun kelima omzet mereka melonjak fantastis.

“Pak Sakti, mobil telah siap, apa barang-barangnya mau dimasukan sekalian ke dalam mobil?” ujar seorang lelaki setengah baya yang disuruh sakti mencuci mobilnya.

“Oiiya pak terima kasih, boleh pak masukin aja.. Ummi semua barang dah siap, kan??” jawab Sakti dilanjutkan dengan memanggil istrinya.

“Udah Biaa, itu di samping pintu kamar.” jawab Fitri dari dalam kamar, ia sedang memakaikan pakaian untuk kedua putra kembarnya yang berusia 6 tahun, Dena Mugiawan dan Deni Mugiawan.

“Tolong naikan ke dalam mobil, ya pak.” ujar Sakti, lalu ia menelepon Badai sahabatnya.

“Nak Sakti, apa entar mau langsung pulang?” tanya ibu mertuanya sambil membawa nampan berisi kopi untuk Sakti.

“Makasih, bu. Kami tidak langsung pulang, bu, tapi akan ke J****** dulu. Kami akan menjemput sahabat kami di sana, mungkin kami akan tinggal dulu di rumah bapak (Orang tua Sakti) selama beberapa hari. Anak-anak sudah kangen ama mereka, bu, lagian kami sudah beberapa bulan tak mengunjungi mereka.” jawab Sakti lalu meminum suguhan kopi.

“O iyah, bapak ke mana bu, kok gak keliatan dari tadi, adik-adik Fitri juga gak keliatan?”

“Bapak sekarang lebih semangat pergi ke sawah, semenjak bapak dibelikan sawah dan kebun oleh Nak Sakti, dia lebih banyak mengontrol para petani. Bapak bilang, amanah yang diberikan Nak Sakti musti dikelola dengan baik agar lebih bermanfaat. Makasih, nak, kamu telah mengangkat derajat kami.” kenang ibunya Fitri.

“Yaelah ibu, segitunya ke anak sendiri. Biaa membelikan sawah supaya bapak dan ibu gak kerja lagi di sawah orang!!” tiba-tiba Fitri keluar bersama kedua putranya.

“Euleuh-euleh.. incu enin meni karasep kieu, kadieu heula atuh enin hoyong mangku!!” (duh, cucu nenek semakin cakep aja, sini dulu nenek pengen gendong dulu) sapa ibunya Fitri pada Dena dan Deni sambil memeluk kedua cucunya.

“Ade mah lagi beli oleh-oleh, tadi bilang ke umii!!” jawab Fitri menjawab pertanyaan Sakti yang tak terjawab.

“Biaa udah nelepon Bang Dai belum? Apa mereka jadi menjemput Anton? Nah kan.. malah bengong liatin Ummi, apa ada yang salah pada Ummi, Biaa?” ujar Fitri sambil memperhatikan dirinya.

“Subhanallah, cantik sekali Umii.” mata Sakti tak berkedip memandang sosok Fitri yang mengenakan busana hijabnya. Oh ya, semenjak Fitri melahirkan, Fitri memutuskan berhijab untuk menutupi kecantikan dan keseksian tubuhnya. Bagi Fitri, segala ia miliki hanya untuk suaminya saja, dan hanya sang suami yang bisa menikmatinya.

“Iiiih Biaaa, kebiasaan kalo ngomong gak liat-liat situasi, malu ama ibu tau!!” Fitri tersipu malu mendengar pujian Sakti.

“Bu, emang salah kalau suami memuji istrinya sendiri di hadapan orang lain?” ujar Sakti sedikit menggoda, ibu Fitri hanya tertawa kecil mendengarnya.

“Udah akh jangan bikin Ummi malu. Bu, tuh ade dah pulang; Biaa, ummi ke belakang dulu, jangan lupa telpon Bang Dai!!” ujar Fitri sambil berlalu diikuti kedua putra dan ibunya.

“Hahaha.” tawa Sakti, lalu merogoh sakunya untuk menelepon Dai.

“Dai, ini Onet.”

“Uuuy, Net. Sorry, gue baru bangun nih, Gimana?”

“Gimana acara jemput si Cacing, lu jadi kan??”


“Pasti dong, dia itu pemimpin dan sahabat kita. Gue dan Reni pasti ke sana!! Terus lu mo kesana?”

“Ini gue ama Fitri dah siap-siap untuk pergi, ama anak anak juga!!”

“Oke deh kalo gitu, kita ketemuan di sana!!”

“Siip.”


Kliiik.


“Ummiii, sudah siapkah? Ayo kita berangkat!” teriak Sakti sambil berjalan ke parkiran mobil.

“Ya Biiaa tunggu sebentar.” sahut Fitri.

Lalu Fitri keluar sambil menjinjing tas kecilnya dan duduk di teras.

“Biaa, sini sebentar.” panggil Fitri pada Sakti yang sedang berdiri di samping mobilnya.

“Ada apa??” Sakti menghampiri lalu berdiri di samping Fitri.

“Entar pulangnya lewat C****** yah. Ummi pengen beli manisan di sana!!” rayu Fitri merajuk.

“Kok mesti ke sana, kan jalan yang kita lewati juga banyak yang jual manisan? Lagian lewat sana kan lebih jauh, macet lagi…” tolak Sakti.

“Huuh ya udah kalo gak mau mah!! Dena, Deni, ayo..!!” ketus Fitri cemberut lalu berdiri dan melangkah menuju mobil, tapi sebelum melangkah lengannya ditahan Sakti.

“Kok Ummi marah, tumbenan ada apa sih? Bilang dong ke Biaa kenapa kita musti lewat sana??” tanya Sakti melihat perubahan sikap Fitri.

“Bodo akh!!” sambil menarik lengannya.

“Ayo Biaa kita pergi sekarang.” ajak Dena Putra sulungnya yang keluar dari dalam rumah sambil mengapit neneknya, diikuti kakek dan adik-adiknya Fitri.

“Bu, kami pergi dulu, kalian dah salim ke enin dan aki belum, ama mamang dan bibi??” tanya Sakti ke kedua putranya.

“Yee.. udah dari tadi sama Umii, tinggal Biaa yang belum.” jawab kedua putranya sambil berlarian menuju mobil.

“Hehe, awas jangan berebut masuknya. Pak, Bu, Sakti mohon pamit dulu. Dek, jagain ibu dan bapak, jangan sampe terlalu capek di sawah.” ujar Sakti sambil salim kepada kedua mertuanya, lalu kepada adik-adik iparnya.

“Ya, kak.” jawab mereka.

“Hati-hati di jalan, Nak sakti.” timpal kedua mertuanya.

Sakti dan sekeluarga pun mulai meninggalkan kampung halaman Fitri.

Dalam perjalanan, Sakti dan Fitri hanya berdiam diri, hanya anak-anak saja yang bercanda sambil bernyanyi. Ketika sampai di pertigaan, Sakti mengarahkan mobilnya berbelok ke kanan. Fitri terkejut mendapati Sakti yang membawa mobilnya keluar dari rute yang Sakti rencanakan.

“Biaaa ini mau ke mana?? Kan seharusnya belok kiri?” tanya Fitri.
“Lah… kan Ummi mau beli manisan dulu!!” jawab Sakti



“Tapi kan kata Biaa muter rutenya, ntar Biaa cape nyupirnya!!” ujar Fitri yang masih tak terima keputusan sepihak Sakti yang mengikuti kemauan dirinya.

“Biaa lebih baik capek, dari pada musti dicemberutin bidadari Biaa sepanjang jalan.” jawab Sakti acuh.

“Tuh kan.. Biaa mah gitu, terus aja meledek Ummi!!” Fitri yang kembali cemberut sambil memalingkan wajahnya memandang keluar jendela.

“Udah dong merajuknya, Biaa gak enak dicemberutin terus ama Ummi, entar kita borong deh manisan yang Ummi mau.” rayu Sakti sambil menghentikan mobilnya ke pinggir lalu tangannya meraih dagu Fitri dan dipalingkan agar Fitri memandang dirinya.

“Senyum dong sayang yah..yah..yah..!!” ia sedikit berharap agar Fitri memberikan senyum padanya.

“Ihhhh Biaaa apaan sih, kan bukan kemauan Ummi juga yang pengen manisan.” jawab pelan Firti menunduk, tangannya mengelus perutnya.

“Maksud Ummi..?” Sakti gak mengerti arah pembicaraan Fitri.

“Tuh kan… Biaa gak peka!!” Fitri kembali cemberut memalingkan wajahnya tapi tangannya tetep mengelus perutnya.

“Huaahaha..!!” Sakti tertawa, akhirnya ia mengerti arah pembicaraan Fitri.

“Dena.. Deni.. sebentar lagi kalian akan jadi kakak. Ummi udah mau punya dede lagi!!” ujar Sakti antusias memanggil kedua anaknya lalu tubuhnya mendekati Fitri dan mencium perut Fitri.

“Ummi .. Ummi beneran kalo Dena mau punya dede lagi??” tanya Dena yang lalu memeluk leher Fitri, diikuti Deni.

“Pokoknya Deni pengen dede perempuan.” Sahut Deni.

“Makasih sayang, kamu bener-bener membuat aku mensyukuri anugerah terindah yang aku miliki.” lalu mencium lembut pipi Fitri dengan mesra. Fitri diam membisu hanya bisa mengelus lembut kepala mereka atas perlakuan suami dan anak kembarnya padanya, di sudut matanya menetes air mata kebahagiaan.

Setelah membeli manisan, mereka pun melanjutkan perjalanan melewati jalur p***** hingga tiba tiba..

“Biaaa, bentar berhenti dulu.” tiba-tiba Fitri meminta Sakti menghentikan kendaraannya.

Sakti pun meminggirkan mobilnya, lalu Fitri turun keluar dan berdiri menyandarkan dirinya di badan mobil lalu menatap sebuah tempat hiburan malam.

“Ada apa Ummi kok tiba-tiba minta berhenti disini??” tanya Sakti, setelah mematikan mesin mobil lalu menyusul keluar.

“Apa Aa ingat tempat ini??” tanya Fitri pada Sakti.

“Maksud Ummi..??” Sakti pun berjalan memperhatikan sekeliling tempat itu lalu ia tersenyum karena mengerti ucapan Fitri.

“Ya Aa ingat.. di sini Aa bertemu dengan Ade!!” kenang Sakti sambil mematung menatap sebuah tempat ketika ia menolong Fitri saat itu. Fitri mendekati Sakti lalu memeluk pinggang suaminya.

“Jika ade gak ketemu Aa waktu itu, ade mungkin gak akan menemukan kebahagiaan yang sekarang ade rasakan dan pasti masih akan..!!” menerawang sendu.

“Itu masa lalu, dek, jangan kamu ungkit lagi, aa gak suka dan aa gak mempermasalahkan itu. Bagi aa, ade adalah anugerah terindah dalam hidupku.” timpal Sakti dengan membalas memeluk erat tubuh Fitri.

“Fitri juga bersyukur Aa, mendapatkan Aa yang jadi pemimpin Fitri sepanjang hidup Fitri. Fitri akan menjadi istri yang terbaik untuk Aa!!” dalam hati Fitri dengan air mata yang menetes bahagia.

“Biaaa, Ummiii.. ayo jalan, Deni gak kuat panas di mobil!!” teriak salah satu anaknya dari jendela mobil.

“Dah, ayo de kita jalan lagi, kasian mereka.” Sakti melepaskan pelukan lalu kembali ke dalam mobil, hanya Fitri yang masih diam mematung.

Terima kasih untuk semuanya, di mana aku telah diberikan seseorang yang sekarang telah memberikan kebahagian di sisa hidupku. Selamat tinggal masa laluku yang kelam, mungkin aku akan melupakan tempat ini selamanya.” batin Fitri.

“Ummiiii, ayo cepetan.. ntar ditinggalin Biaa” teriak putra menyadarkan Fitri.

“Biaaa tungguin Ummi, jangan tinggalin.” teriak Fitri berlari kecil kembali ke mobil sambil tertawa kecil.

Sebelum mobil berjalan Fitri kembali menatap tempat itu.

Selamat tinggal masa lalu, aku akan pergi dan tak pernah akan kembali lagi kesana, gak akan kusia-siakan hidupku dengan menjadi istri seorang Sakti Mugiawan !!” dalam hati sambil memejam matanya.



Jangan Pernah Berubah (Marcell Siahaan Cover)


Masih ada perasaan
Yang tak menentu di hati
Bila ingat sorot matamu
Yang kurasa berbeda

*

Oh janganlah terjadi
Yang selalu kutakutkan
Beribu cara kan kutempuh

Reff:

Oh cintaku kumau tetap kamu
Menjadi kekasihku
Jangan pernah berubah

Selamanya kan kujaga dirimu
Seperti kapas putih di hatiku
Takkan kubuat noda

Bayangkanlah dari matamu
Bayangkan aku di sisimu

repeat *
repeat reff






--- ooOoo ---






 
Terakhir diubah:
Part 3




“Pi, dedek kecil kok gak belenti mimi cucu cih?? Kakak kan pengen main ama mimih dulu cebelum pelgi kelja.” ujar Gavin Jayakarsa, 3 tahun, pada Guntur yang telah berpakaian rapi. Wajahnya terlihat iri terhadap adiknya, Galbi Sukmadilaga, 8 bulan, yang masih menyusu pada Vidya ibunya.

“Kakak gak boleh gitu yah ke dedek, kan dedeknya masih kecil belum bisa makan sendiri, jadi masih nenen di mimih, kasian dong dedenya nanti kelaparan!!” ujar Guntur dengan hangat lalu menggendong putra sulungnya.

Guntur menikahi Vidya 4 tahun yang lalu, dengan usia Vidya yang lebih tua, menginjak 28 tahun dan Guntur 25 tahun. Guntur memberanikan diri melamar Vidya di saat ia telah diangkat menjadi pegawai negeri di salah satu dinas yang menangani seluruh jalanan di ibu kota. Vidya pun menerima pinangan Guntur dengan sukacita, penantiannya terhadap Guntur tidaklah sia-sia.

Selang setahun kemudian, mereka dianugerahi seorang putra dan sekarang Vidya yang sudah menginjak kepala 3 * bulan pun diberi kepercayaan oleh yang maha kuasa untuk memiliki seorang putri lagi.

“Habisnya kakak jalang maen ama mimih, sepulang kelja mimih langcung gendong dede jalang gendong kakak, mimih ga cayanng lagi ke kakak.” celoteh Gavin pada ayahnya.

Guntur tersenyum mendengar keluh-kesah putra sulungnya ini, memang di saat menikah Guntur melarang Vidya berhenti kerja karena ia tidak mau merusak mimpi istrinya dalam berkarier. Vidya pun tersenyum melihat wajah putranya yang cemberut.

“Sini dong kakaknya, biar mimih bisa gendong kakak!!” ujar Vidya sambil menidurkan putri kecilnya yang telah terlelap. Lalu Vidya mengambil Gavin dan menggendongnya, lalu duduk di samping putri kecilnya.

“Liat tuh, dedek Dinanya udah tidur. Mimih janji ke kakak jika dedek udah gede dan udah bisa makan sendiri, bisa jalan sendiri kayak kakak, mimih pasti maen lagi ama kakak sama dedek juga!! Kakak kan sayang ama dedek??” tanya Vidya.

“Iya mih, kakak sayang dedek!! Tapi mimih janji yah kalo dedek dah gede main lagi ama kakak!!” jawab Gavin.

“Nah gitu dong, kakak musti sayang ama dedenya terus sayang ama mimih dan pipih!!” Guntur duduk di samping Vidya lalu memeluknya.

“Lagian kan sekarang mimih hari ini gak akan kerja. Kita mau pergi sayang, kakak mau ikut gak?” tanya Guntur.

“Mauuu..mauu.. emang kita mo pelgi kemana, pih?” tanya Gavin.

“Kita mau jemput sabahat pipih, tapi ntar kakak jagain dedek kecilnya yah ama mimih.” lanjut Guntur.

“Eh ama om Cakti kan.. ntal kakak ketemu Kak Dena dan Kak Deni di canah yah?” ujar Galvin.

“Iya ama om Sakti, Om Badai juga om Bima, Kak Azra ama Kak Karina juga ada di sana dan Kak Sila juga ada.” jawab Guntur.

“Aciiiik kakak ada temen maen di cana, ayo cepetan dong pih kita pelgi!!” paksa Gavin.

“Lah kakak juga belom mandi, sana mandi dulu ama Mbok Iyem!!” timpal Vidya.

“Eh iya kakak lupa, bental yah pih kakak mo mandi dulu awas jangan tinggalim kakak!!.....Mbokkkkk.” jawab Gavin yang meronta melepaskan pelukan ibunya lalu turun dari gendongan Vidya, dan berlari keluar kamar.

Guntur dan Vidya tertawa melihat putra sulungnya.

“Harga yang cukup mahal dengan 8 tahun Anton mengorbankan hidupnya hanya untuk mengakhiri penderitaan keluarganya!!” Guntur menerawang tanpa melepaskan rangkulannya.








“Yah, perjalanan hidup Anton sangatlah berat. Ia telah mengorbankan kebebasan hidupnya dengan mau dikungkung dalam penjara, sampai-sampai ia tak mengetahui bahwa ia telah memiliki seorang putra dari Renata.” ujar Vidya sambil menyandarkan kepalanya pada bahu Guntur.

“Iya, aku salut pada mereka berdua, mereka saling menantikan kebahagiaan yang selalu tertunda, dan Renata pun dengan sabarnya membesarkan putranya seorang diri, belum lagi cacian dan hinaan yang dilontarkan orang saat dirinya memiliki seorang putra tanpa seorang pendamping. Kadang aku pengen menghabisi lelaki yang menganggap dirinya cewek gampangan!!” jawab Guntur, teringat ketika dia menerima kabar dari Andi bahwa teman sekantor Renata ada yang mencoba mendekati, menggoda dan bahkan hendak melecehkannya.

Kala itu, Guntur pergi ke tempat kerja Renata untuk mencari sosok lelaki itu. Jika tak ada petugas keamanan, mungkin lelaki itu telah habis nyawanya. Di antara ketiga sahabat Anton, hanya Guntur yang tahu keberadaan Renata.

Secara tak sengaja, Guntur bertemu dengan Renata ketika ia mendapatkan tugas study banding ke daerah dimana Renata tinggal. Kala itu, Renata mengakui bahwa yang tahu tempat ini hanyalah Andi. Semenjak pertemuan mereka, akhirnya Gunturlah yang selalu mengawasi dan menjaga gadis itu. Guntur selalu mendapat informasi dari Andi. Maka wajarlah jika dia yang paling gak bisa menahan emosi, dia yang malahan maju duluan daripada yang lain jika keluarga Anton atau pun Renata ada yang mengganggu.

“Kadang mimih iri dengan kisah cinta mereka pih, terlalu banyak cobaan yang terus mendera!!” kenang Vidya.

“Kok gitu, jadi mimih nyesel nih dapetin pipih!!” dengan sedikit sewot yang dibuat-buat, meskipun tahu ini hanya penilaian Vidya pada Anton dan Renata.

“Iiiihhh pipih bukan gitu… gak peka banget sih, kalo mimih nyesel dapetin pipih, mimih gak akan mau punya buntut dua.” Vidya cemberut.

“Hihi mimih marah padahal kan pipih cuma becanda. Gak kok.. pipih bersyukur dapetin mimih.. soalnya wanita cantik yang mau ke pipih yang jelek ini, ya cuma mimih doang!!” ujar Guntur sambil mencium pipi Vidya, membuat pipi Vidya merona.

“Dah akh gombalnya.. malu ama dedek. Tuh dedek lagi ngeliatin kita!!” ujar Vidya mendorong tubuh Guntur saat melihat putri bungsunya telah bangun dan memperhatikan kedua orang tuanya sambil tersenyum.

“Dih Mimih malu!!” goda Guntur sambil memeluk dan mencium pipi Vidya.

“Piiiihh, kakak dah beles mandinya dah ganteng, ayoo kita pelgi..!!” Gavin kembali dan telah berpakaian rapih.

“Bentar kak, mimihnya dandan dulu yah. Dah pih.. lepasin!! Mimih mau ganti baju dulu trus ajak anaknya awas kalo ngintip.” ujar Vidya sambil memeletkan lidahnya lalu beranjak ke lemari untuk berganti pakaian, dan Guntur menggendong putrinya keluar kamar beserta Gavin.

Setengah jam kemudian mereka pun pergi ke suatu tempat di mana Badai, Sakti dan Bima telah menanti di sana.





Mytha Lestari - Denganmu Cinta

Sayang tahukah beruntungnya aku
Miliki kekasih seperti dirimu

Selalu rindu selalu ingin
Bersama dengan kamu
Tak kan ingin aku berpisah

Denganmu bagai terbang melayang
Kita berdua slalu bersama
Bagai di surga dan tak kan terpisahkan

Denganmu hidup ini sempurna
Tak ingin lagi meraih cita
Cukup denganmu cinta

Selalu rindu selalu ingin
Bersama dengan kamu
Tak kan ingin aku berpisah

Denganmu bagai terbang melayang
Kita berdua slalu bersama
Bagai di surga dan tak kan terpisahkan

Denganmu hidup ini sempurna
Tak ingin lagi meraih cita
Cukup denganmu cinta

Denganmu bagai terbang melayang
Kita berdua slalu bersama

Denganmu bagai terbang melayang
Kita berdua slalu bersama
Bagai di surga dan tak kan terpisahkan

Denganmu hidup ini sempurna
Tak ingin lagi meraih cita

Cukup denganmu cinta
Cukup denganmu cinta


--- ooOoo ---






“Ayah, ayo cepetan, lelet amat sih… Mah… liat ayah tuh!!” ujar Elsa Cendrakirana, 5,5 tahun, anak semata wayang Bima yang sedang mendumel melihat papahnya dari balik kaca belakang mobil.

Bima sedang mendorong mobilnya sendirian karena mogok kehabisan bensin. Hanya Sarah yang menertawakan suaminya dari balik kemudi, perutnya tengah hamil tua menunggu saat saat kelahiran anak keduanya.

“Makanya, Ayah, kalau pulang kerja, mobil sekalian isi bensin, jangan hanya make doang. Ayah suka gitu mulu, tiap minggu pasti aja mobil mogok kehabisan bensin, iya gak kak hihi!!” ujar Sarah, diiyakan oleh Putrinya.

Sekarang Bima bekerja sebagai PNS Provinsi. Dua tahun setelah lulus kuliah, Bima menganggur, tapi ia memberanikan diri untuk menikahi Sarah. Untuk menunjukan tanggungjawabnya sebagai suami, Bima sempat bekerja serabutan, yang penting menghasilkan uang.

Sarah pernah memaksa Guntur agar mau meminjamkan salah satu angkot milik orang tuanya untuk Bima suamiya agar bisa menarik angkotnya, karena waktu itu mereka membutuhkan biaya untuk persiapan kelahiran putri pertama mereka. Benar kata orang tua jaman dahulu, kelahiran seorang anak biasanya akan membawa rezeki, baik untuk anak itu sendiri maupun untuk orangtuanya, yang telah bersabar dan punya niat yang baik untuk keluarganya. Dengan ditambah doa dan dorongan seorang istri, Bima mendapat panggilan kerja dan akhirnya lolos seleksi PNS, tepat dua bulan setelah kelahiran Elsa.

Sedangkan Sarah tidak diizinkan untuk bekerja oleh Bima, padahal banyak perusahaan asing menawari pekerjaan, bahkan hingga sekarang pun tak hentinya ada tawaran pekerjaan untuknya. Bima tidak mengizinkan Sarah bekerja dengan alasan, bahwa dirinya cemburu pada setiap pria yang dekat dengan Sarah. Padahal bukan itu alasan sebenarnya, tapi Bima tidak mau anak-anaknya jauh dari belaian seorang ibu, ditambah rasa sayangnya akan Sarah membuatnya merasa tidak tega jika istrinya ikut banting tulang mencari nafkah.

Pikiran Bima, mencari nafkah adalah tugas suami, bukan istri. Mungkin sebagian wanita jaman modern ini akan menganggap Bima memiliki cara pikir ortodok, tapi tidak untuk Sarah. Justru ia mendapatkan kasih sayang dan merasakan kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan. Sarah merasa telah menjadi seorang wanita yang seutuhnya, yaitu menjadi seorang istri dan ibu yang setiap hari selalu mendapatkan cinta dan kasih sayang dari suami dan putrinya yang tercinta.

Sarah tidak menyalahkan suaminya yang sering lupa mengisi bensin sehingga mobil mereka mogok. Hal seperti ini bukanlah yang pertama terjadi. Sarah tahu, penyebabnya bukan karena suaminya lalai atau malas mengisi bensin, tapi karena Bima selalu pulang kantor tergesa-gesa akibat ingin cepat tiba di rumah, ia tak ingin membuat kecewa sang istri yang selalu menunggu kepulangannya dan sudah menyediakan masakan makan malam.

Bahkan jika ia harus pulang terlambat karena lembur dadakan, Bima selalu ngebela-belain ke toko bunga untuk membeli buket sebagai permintaan maafnya. Meskipun di benak Sarah, pikiran dan perlakuan Bima ini terlalu berlebihan, tapi ia tahu bahwa Bima tak ingin menyakiti dan mengecewakan dirinya, dan inilah yang membuat Sarah merasa sangat dihargai dan bersyukur menjadi istri dari seorang Bima

“Ayo Ayah, sedikit lagi sampe!” Elsa menyemangati papinya ketika mobil berbelok memasuki pom bensin.

“Haaaa…. haaa..!! Pak iisi penuh.” dengan tersengal Bima menyenderkan tubuhnya pada badan mobil, tak peduli kalau istri dan anaknya yang tertawa melihat sikapnya... setelah beres mereka pun melanjutkan perjalanan.


“Cape yah..!!” ujar Sarah menatap Bima yang masih menampakan wajah kelelahan dengan bulir-bulir keringat yang masih menetes di wajahnya. Dengan lembut Sarah menyeka keringat suaminya.

“Enggak kok, mah, dah biasa.” jawab Bima dengan seulas senyum di bibirnya.

“Biarin mah, itu kan maunya ayah, mau ditolong ama kakak gak boleh..!!” ujar Elsa yang duduk di antara mereka.

“Huuuss pokoknya untuk senyum para bidadari ayah, ayah gak akan pernah capek.” sahut Bima. Tanpa banyak bicara lagi putrinya langsung memeluk leher Bima, begitu pula dengan Sarah, ia menyandarkan kepalanya pada bahu suaminya yang sangat ia cintai.






--- ooOoo ---
 
Terakhir diubah:
Part 4





“Pah, aku boleh ikut jemput Kak Anton?” tanya seorang anak perempuan berusia 8 tahun. Surya yang sedang duduk di ruang tengah sambil membaca koran, langsung menengok ke arah anak bungsunya sambil menurunkan koran, lalu tersenyum pada anak itu. Ya, dia adalah Andien Suryadinata, buah hatinya dari Asih.


"Ya harus dong, Dien, kita akan jemput kak Anton bersama-sama.“ ujar Surya


Kini Surya sedang dalam masa percobaan pensiun sehingga lebih banyak waktu untuk berkumpul dengan keluarga. Ia merasa bahagia yang tak terkira karena rongrongan masalah yang dia alami sebelumnya semuanya sudah berlalu.


Kedua istrinya tetap tinggal dalam satu atap. Dengan begitu, Surya belajar untuk lebih bijak dalam membagi kasih sayang. Baginya, tidak ada istilah istri pertama atau istri kedua; baik Soffie maupun Asih, ia perlakukan secara sama. Surya menyadari bahwa baik Soffie maupun Asih adalah wanita yang telah dititipkan oleh yang Mahakuasa kepadanya, untuk ia sayangi dan ia lindungi secara sama.


Begitu pula Soffie, ia menjalani masa-masa indah, masa terindah dalam hidupnya, yang bahagia bersama suami, Asih dan anak-anak. Perlakuannya terhadap Andien yang merupakan anak tirinya, tidak ia bedakan, begitu pula terhadap Nanang. Ia malah lebih memanjakan Andien dari pada Putri, kadang saat Andien sakit yang lebih panik adalah Soffie dari pada Asih. Begitu pula Asih, yang tak jauh berbeda dengan Soffie yang tetap menyayangi Putri.


Kemesraan dan keharmonisan mereka membuat iri para sahabat dan tetangga-tetangga Surya. Para tetangga tidak pernah mendengar sebuah pertengkaran dalam keluarga ini.


"Tapi kita musti tunggu kak Nanang dulu, kok anak mamah cantik sekali sih hari ini!! Ini rotinya makan, mamah udah buatin buat dede.” tiba-tiba Soffie menghampiri dan merapihkan pakaian Andien, lalu menyuapinya.


"Ih mamah, malu dong, Andien kan udah gede, masa disuapin terus sih?!!” ujar Andien yang merasa risih apabila Soffie menyuapinya di hadapan yang lain, tapi di lubuk hati yang paling dalam dia sangat senang atas perlakuan Soffie pada dirinya.


"Aalah dedek sih basa-basi, padahal dia kesenengan kalo disuapin ama mamah, kalo ama ibu mah kamu gak mau.” tiba-tiba Asih datang membawakan teh manis untuk suaminya, sambil meleletkan lidah meledek Andien.


"Tuh kan, jadi aja diledek ibu.” Andien merengut, dan menempel pada Soffie lalu memeluknya.


"Hihi.. Malu dianya…” ujar Asih, Soffie hanya tersenyum, dipeluknya Andien dengan penuh kasih sayang.


"Ndin, Kak Putri mana, coba panggil dia, apa udah siap??" Surya melipat korannya lalu meminum teh yang Asih suguhkan.


“Bentar, Yah, Andien panggilkan kak Putri!!" jawab Andien lalu meninggalkan mereka bertiga.


“Asih, Nanang kok belum dateng??" tanya Soffie sambil duduk di sebelah kanan Surya dan bersandarnya pada bahu suaminya.


"Tadi Asih udah telepon, katanya dia dan Eka mau singgah dulu ke kantor untuk minta izin. Terus mau ke mertuanya untuk menjemput laras!!" jawabnya, Asih pun duduk di sebelah kiri Surya lalu menyandarkan kepalanya pada Surya.


"Mas, tak terasa kita sudah hidup bersama selama 8 tahun, dan selama 8 tahun juga kita berpisah dari Anton!!" ujar Soffie yang menerawang jauh. Meskipun ia merasa bahagia, tetapi tidak bisa dipungkiri oleh Soffie, begitu juga oleh Surya dan Asih, bahawa ada sesuatu yang hilang dari kehidupan mereka; dan yang hilang itu adalah sosok Anton yang tak ada di antara mereka.


“Yah, mas pun merasakan itu dan sekarang hari ini kita akan bersama lagi, makanya kita semua harus menjemput Anton. Kita harus menyambutnya dengan senyum, bukan dengan tangis, kita semua harus berbahagia karena bisa berkumpul kembali!" Surya memeluk Soffie dan Asih, lalu menciumi kepala istrinya berulang.


Hari ini adalah hari kebebasan Anton, hukuman yang seharusnya dia jalani selama 12 tahun, mendapat potongan menjadi 8 tahun. Banding yang mereka ajukan dikabulkan sehingga hukuman Anton menjadi 10 tahun, dan karena selama masa tahanan Anton bersikap baik, maka setiap tahunnya ia kerap mendapat remisi. Dan akhirnya Anton hanya menjalani masa tahanan selama 8 tahun.


*

*

*





Emosi dan Emosi by Ryan Kyoto​




Andi sedang duduk termenung di balik meja belajar sambil memegang sebuah bungkusan plastik yang selama ini selalu ia simpan. Sekarang Andi sudah berumur 23 tahun dan telah berubah menjadi seorang pemuda yang gagah nan rupawan, dan telah lulus kuliah di suatu universitas teknik terkenal di Bandung. Di dalam keluarga Surya, sosok Andi terkenal pendiam dan tak banyak bicara. Keluarganya tidak tahu sisi gelap Andi yang sebenarnya, hanya Putri yang selama ini selalu meraba-raba apa yang selalu disembunyikan oleh Andi.


Yaaah… hati Andi sebenarnya telah terpaut pada kecantikan -wajah dan hati- Putri, tapi dirinya selalu memendam itu semua, yang selalu ada dalam pikirannya adalah perasaan tak pantas jika bersanding dengan Putri. Begitu juga Putri, ia sebetulnya sudah jatuh hati pada Andi, tetapi sifat acuh Andi terhadapnya membuat ia sering merasa kesal. Beberapa kali ia berniat mengungkapkan perasaannya pada pemuda itu, tapi momennya selalu datang dalam situasi yang tidak tepat. Pernah Putri berpacaran dengan lelaki lain, tapi Andi tidak menunjukkan sikap cemburu, seolah Putri memang memiliki tempat spesial dalam hati Andi.


"Kak Anton, aku akan memenuhi janjiku yang terakhir, aku akan mengantarkan kakak kepada Kak Renata. Tapi setelah ini, aku akan pergi menyelesaikan permasalahanku yang sempat tertunda selama 9 tahun lamanya!!" lirih Andi sambil menimang-nimang kantong plastik.


"Ndi.." tiba-tiba suara merdu menyapanya.

"Eh Put.. kok kamu bisa masuk?” kaget Andi karena melihat Putri telah berada di sampingnya.

“Lah.. itu pintu gak dikunci, ya aku langsung masuk aja!!" lalu Putri duduk di meja belajar Andi.


"Kamu udah siap, Ndi?" tanya Putri, sambil mengamati wajah Andi dan bungkusan plastik yang berada di tangan pemuda itu. Lalu mata Putri tertuju pada sebuah tas ransel yang telah dipersiapkan oleh Andi, entah apa isinya.


"Siaplah.. Aku tinggal pake sepatu lalu kita berangkat..!!" Andi menjawab untuk mengalih perhatian Putri, lalu ia mengembalikan bungkusan plastik ke dalam laci mejanya.


"Kamu bohong!!" tiba-tiba Putri berceletuk membuat Andi terdiam, tak mengerti apa yang dimaksud oleh Putri.


“Maksudnya?" tanya Andi.


"Aku dengar nada suaramu tadi!! Aku harap kamu jangan menyembunyikannya lagi, Ndi!! Kamu selalu begitu padaku, Ndi, kamu anggap aku ini apa??" ujar Putri, rasa kesalnya mulai memuncak, lalu ia turun dari meja dan hendak meninggalkan Andi.


"Kamu akan pergi, kan? Kamu mau ninggalin aku??" ujar Putri berdiri membelakangi Andi, Andi hanya diam tak menjawab.


“Pergilah!!! Aku tahu, kamu tidak pernah mencintaiku hiikks… Semua yang kulakukan, itu hanya untuk mengetahui isi hati kamu ke aku, tapi kamu tetap dingin.. hiiks!!” lirih Putri sambil terisak.


“Yah.. mungkin sudah waktunya untuk menyampaikannya kepadamu. Selama ini aku sangat mencintaimu, tapi kamu selalu tak mengerti..!! Dan sekarang aku sadar, kalau aku memang tak pernah mendapat tempat di hatimu.” lanjut Putri.


Putri yang sudah hendak melangkah meninggalkan kamar langsung terdiam ketika Andi tiba-tiba bangun dan menahan lengannya.


“Put, terima kasih karena kamu telah mencintaiku, tapi aku rasa… aku tak layak untuk kamu, biar kupendam perasaan ini. Tapi asal kamu tahu, aku sangat menyayangimu.... mencintai kamu.." lirih Andi sambil mengusap pipi Putri.


"Melihat kamu bahagia, itu sudah cukup bagiku, jalan kamu masih panjang dan penuh warna sedangkan aku...!!" lanjut Andi tapi terhenti seperti berat mengatakannya.


Tiba-tiba…


Cuuuupp…!!!


Putri mengecup bibir Andi dengan lembut, dan waktu pun serasa berhenti. Inilah pertama kalinya bibir mereka bersentuhan. Sebuah ciuman yang hangat dan penuh kasih, tanpa berbalut nafsu pun mereka lakukan. Kedua mata mereka terpejam untuk menumpahkan isi hati mereka melalui ciuman itu, lalu Putri melepasnya


"Jika kamu mencintaiku, cobalah kamu berbagi denganku, jangan kamu pikul sendirian. Sudah terlalu lama aku menunggu kamu berbagi kesusahan dengan aku, Ndi!!" lalu Putri mengusap pipi Andi.


"Kaaaakkk Putrii... Kak Anndiiii... yeh kalian di sini, ayo cepetan.. Papah udah nunggu di bawah, lagi ngapain sih…?? Ayo cepat!!" tiba-tiba Andien datang dan langsung menarik tangan Putri.


“Bentar, Dek, kakak lagi ngobrol dulu, kamu duluan!!” tolak Putri.

"Ngomong apaan sih? Ayo cepet, ntaran aja ngomongnya setelah kembali dari menjemput kak Anton!!" dengan sekuat tenaga Andien menarik tangan Putri.


"Iya Put, kita lanjutin ngobrolnya nanti aja." ujar Andi. Putri memandang Andi dalam-dalam, lalu…


"Ayo Ndin, kakak gak ngerti ama keras kepalanya kak Andi!!" Putri cemberut lalu berbalik menarik tangan Andien.


Setelah Putri dan Andien pergi meninggalkan kamarnya…


"Maafkan aku, Put, aku tak akan membagi kegelapan yang ada di dalam hatiku, tapi yang jelas aku selalu menyayangi kamu!!"lalu diambilnya kembali bungkusan plastik yang tadi ia masukan ke dalam laci dan mengantonginya. Andi pun menyusul Putri dan Andien meninggalkan kamar.


Di teras depan rumah, Surya beserta kedua istrinya sedang bercanda dengan cucu mereka, Laras Kirana, anak dari Nanang dan Eka.


"Yeh ada Laras, kapan kak Eka ama Kak Nanang dateng!!" ujar Andien menyapa Nanang dan Eka, diikuti Putri.


"Baru sampe, dek, gimana dah siap?” jawab Nanang.


“Udah, tinggal nunggu kak Andi, eh itu dia!!" jawab Andien tanpa melanjutkan ucapannya karena Andi puu telah muncul.

"Ya uddah, sekarang pada naik. Put, kamu naik mobil Kak Nanang yah sama dedek.” ujar Soffie.

“Yaah mah!!" dengan wajah masih cemberut saat melihat Andi.


“Ndi, semua dah dikunci?” tanya Surya.

“Sudah, pah.”


“Ya udah, kamu yang bawa mobil papah, terus ngapain kamu bawa ransel?” tanya Surya sambil melihat Andi yang menggendong tas ranselnya.


Putri yang hendak naik mobil Nanang menoleh ke arah Andi. Begitu ia melihat Andi membawa ransel, wajah Putri semakin kusam terdiam.


"Oh ini pah, ntar ada kejutan buat papah dan yang lainnya saat Kak Anton bebas!!" jawab Andi tak panjang lebar.


"Kejutan apa!!??" Soffie memicingkan matanya curiga.

"Hehe ntar aja mah!!" jawabnya.


“Ayo semuanya naik, keburu siang!!" Surya memerintahkan semua anggota keluarganya untuk menaiki mobil. Saat Andi melewati Asih…


"Ada apa dengan kamu dan Putri, Ndi? Ibu liat Putri kok sepertinya sangat rsedih?" bisik Asih pada Andi, hanya Asih yang peka terhadap hubungan yang aneh di antara mereka berdua.

“Gak taulah, bu!!" jawab Andi dingin. Asih hanya menggelengkan kepala, melihat keras hati mereka berdua yang tak berani mengungkapkan isi hati masing-masing.


Akhirnya mereka pun pergi ke lapas untuk menjemput Anton.


*

*

*


Di siang yang cerah, di sebuah bangunan tertutup, tak seperti hari biasa di depan gerbang tampak 4 ada orang yang sedang asyik ngobrol dan bercanda, sambil memperhatikan anak dan istri masing-masing yang berlarian kesana-kemari. Mereka adalah para sahabat Anton beserta keluarga yang telah hadir untuk menjemput Anton.


"Dai, Net, Bim, gue ada satu permintaan ke kalian sekarang!!" Guntur tiba-tiba memotong pembicaraan dan berubah serius.

"Nah loh.. apaan..?? Serius amat nih si kebo!!" jawab Bima.

"Ada apa!!" tanya Dai mulai tampak serius.

"Semalam gue dan Andi dah bicara panjang lebar, dan pada akhirnya kita memutuskan... euuu...!!" ujar Guntur tertahan seperti enggan membicarakan.

"Lu mo apa, kagak ngerti gua!!" ujar Sakti.

"Kalian mau si Cacing bahagia, kan...??" tanya Guntur.

“Lah…kalau itu gak usah ditanya kali!!" jawab mereka serempak, ambil memukul pundak Guntur. Guntur hanya tertawa cengengesan.


"Trus..??" tanya Dai.


"Kalo gitu, Entar jika ada perubahan acara, kalian jangan banyak tanya yah, kalian harus ikut dan jangan menolak!!" lanjut Guntur.

"Apaan sih?? Gue makin gak ngerti!!" tanya Sakti.

"Pokoknya kalau kalian pengen si Cacing seneng dan bahagia, ikutin aja apa kata gue..!! Kalian tinggal ngikut aja.. OK?? lanjut Guntur.

"Terserah luh dah..!" ujar mereka.


Dan saat itu juga dua mobil memasuki pelataran parkir Lapas.


"Om.. Tante!!" sapa mereka berempat lalu mencium tangan Surya, Soffie dan Asih silih berganti. Begitu pula Reni, Sarah Vidya serta Fitri mengucapkan salam pada Surya beserta keluarganya.


“Ayo.. kalian semua salam ama kakek Surya.” ujar Dai pada putra-putri mereka.


"Kakek Surya sehat?” mereka berebutan mencium tangan Surya hingga pria paruh baya tersebut kewalahan. Tapi Surya malah terkekeh melihat kelakuan anak-anak para sahabat Anton anaknya, lalu mereka pun menyalamin Soffie dan Asih. Sesudah itu, Asih menggendong anak bungsu Dai dan mendekati Sarah, lalu mengusap perut Sarah yang sedang hamil tua.


“Anak-anak kalian sudah besar yah.. Sarah kamu lagi hamil berapa bulan?" tanya Asih.

“8 bulan tante.. oh iya Fitri juga udah isi lagi, baru 1 bulan.” jawab Sarah.

"Duh aduh.. cucu kakek makin banyak nih, makin rame ntar di rumah" sahut Surya.


Memang semenjak Anton ditahan, keempat sahabat Anton sering berkunjung ke rumahnya. Intensnya pertemuan mereka membuat ikatan kekeluargaan di antara mereka semakin terjalin, dan Surya pun sudah menganggap mereka semua sebagai bagian dari keluarga besarnya.


"Nang, Ka, gimana kabarnya?” Sakti menyambut Nanang dan Eka yang baru turun dari mobil.

“Baik-baik saja, kak!!" jawab mereka sambil menyalamin satu persatu.


"Putri kok makin dewasa dan cantik ajah... Kak Reni kalah nih cantiknya, gimana dah ganti pacar lagi, terus gimana dah ada respon gak dari dia?” ujar Reni sambil bercipika cipiki dengan Putri, matanya mengedip sambil melirik Andi yang sedang berkumpul dengan Dai dan Sakti.

"Akh kakak bisa aja. Yah gitu ajaah kak.. berbagai cara udah Putri lakuin, tapi dia masih aja dingin seperti biasa. Gak tahu musti gimana lagi untuk mencari perhatiannya!!" helas Putri.

"Yang sabar yah.. pasti ada waktunya. Yang jelas kamu mesti nerima kekurangan dia. Kakak yakin, suatu saat ia akan luluh kok ama kamu.” timpal Fitri yang ikut nimbrung, hanya Sarah dan Vidya yang asyik mengobrol dengan Eka, Soffie dan Asih.


"Ya sudah kalian tunggu di sini, biar papah yang masuk ke dalam untuk jemput kakak kalian.” ujar Surya, dijawab anggukan semua yang berkumpul di pelataran parkir. Surya pun langsung memasuki gerbang besi.


*

*

*


Dalam kamar sel blok B, Anton sedang merapikan barang-barangnya, dibantu oleh 3 teman satu selnya.


“Bang, kalau udah keluar jangan lupakan kami yah!” salah satu dari mereka memulai pembicaraan.

“Iya bang, pasti kami di sini kesepian!!" timpal yang satunya lagi.


Memang, selama di Lapas Anton menjadi salah satu tahanan yang disegani, meskipun Anton sendiri lebih banyak diam dan tafakur dalam masjid, serta tak pernah membuat masalah dengan para tahanan yang lainnya. Tapi aksi Anton yang telah menghancurkan kelompok Hendrik membuat para tahanan lainnya merasa segan dan takut jika bermasalah dengan dia.


Kadang Anton sendiri merasa jengah dan tidak enak hari ketika mendapat perlakuan yang amat spesial dari para tahanan lainnya. Maka dari itu, Anton lebih sering berdiam di dalam masjid dari pada berkumpul dengan para tahanan lainnya. Bukan berarti Anton sombong dan mau menjaga jarak, tapi karena ia tidak mau membuat yang lainnya iri jika Anton mendapat perlakuan istimewa. Sesekali Anton juga masih tetap menyempatkan diri untuk mengobrol dengan tahanan lain, sekedar menghilangkan rasa penat.


“Pastilah, aku tidak akan melupakan kalian. Jika kalian bebas nanti, singgahlah ke rumahku, pasti aku menyambut kalian. Sesekali aku juga akan menjenguk kalian di sini.” ujar Anton menyudahi packingan bajunya.


Lalu…


"Kalian masih muda, entar kalau sudah bebas, jangan pernah kembali lagi ke sini yah. Itu harapan dan pesanku!” Anton yang sekarang sudah menginjak usia 31-an mulai memeluk mereka satu persatu mengucapkan salam perpisahan.


Tek.. tek..!!! bunyi terali besi diketuk.


"Saudara Anton, sudah waktunya Anda meninggalkan tempat ini.” ucap Sipir mengingatkan Anton agar bersiap siap pergi.


Sambil menghembuskan nafas panjang, Anton mengamati setiap sudut ruangan selnya yang sempit, untuk mengingat kenangan selama 8 tahun di kamar ini. Ketiga temannya hanya diam untuk memberi waktu pada Anton.


"Selamat tinggal, ini terakhir kalinya aku berada di sini, dan aku tak akan pernah melupakan pengalaman ini sepanjang sisa hidupku.” lirihnya, sekali lagi ia menyalami tiga temannya, lalu menjinjing tasnya dan pergi meninggalkan kamar sel.


Pikuk riuh terdengar dari para tahanan lainnya yang mengucap selamat dan salam perpisahan, dan Anton pun membalas dengan lambaian tangan sambil mengucapkan selamat tinggal.


Anton dibawa menuju ruang administrasi untuk mengurus surat pembebasan dirinya.


Tok tok tok..!!!


“Masuk..!" jawab suara lelaki dari dalam, Anton pun langsung masuk, dan dia terkejut karena Surya papahnya sudah ada di dalam sedang ngobrol dengan Kalapas.


"Ton.." sapa Surya. Ia bangkit lalu memeluk Anton. Anton pun membalas pelukan hangat papahnya ini, tak terasa tubuh Surya bergetar dalam pelukan Anton. Lalu Surya melepas pelukannya dan menepuk bahu Anton.


"Gimana kabar kamu nak, kamu sehat??" sapa Surya.

"Baik pah, maaf telah merepotkan papah!!" jawab singkat Anton.

"Ton, silahkan duduk.” ujar Kalapas mempersilahkan Anton. Dengan hormat, Anton pun menyalami Kalapas lalu duduk didampingi oleh Surya


Tok tok tok..!!!


"Masuk!!" jawab Kalapas.


"Permisi pak. Ini surat pembebasan Saudara Anton yang telah disahkan oleh pengadilan dan kejaksaan, tinggal bapak tanda tangani!!" seorang staf datang membawa surat pembebasan Anton.


"Terima kasih. Nah pak Surya, Ton, silakan baca dulu sebelum saya tandatangani.” ujar Kalapas. Surya pun meraih berkas dan membacanya, disela itu, Kalapas memberi wejangan pada Anton agar pengalaman hidupnya yang lalu tidak terulang kembali, dan jangan pernah kembali lagi ke lembaga pemasyarakatan.


Beberapa menit kemudian, berkas pun telah ditanda tangani, akhirnya hari ini Anton bisa menghirup udara kebebasan dari hukuman yang menjeratnya.


"Ok, selamat yah Anton hari, hari ini kamu telah bebas, dan ingat pesan saya, jangan pernah kamu kembali lagi ke tempat ini; jangan sia-siakan hidupmu lagi..!!" pesan Kalapas sambil menyalami Anton dan Surya.


"Baik pak, pesan bapak akan saya ingat selalu!!" jawab Anton.


Anton dan Surya pun berpamitan untuk pulang. Sebelum meninggalkan Lapas, Anton meminta izin pada Surya untuk berpamitan pada sipir-sipir yang telah membantunya selama ini. Tak lama kemudian ia pun kembali.


"Ayo pah, kita pulang.” ajak Anton.


Gerbang kebebasan pun terbuka, Anton melangkah dengan hati yang sumringah, dalam hatinya ia berjanji, cukup sudah waktu 8 tahun yang dia buang selama ini, dan tak akan pernah ia kembali. Anton pun melangkah, berjalan menyongsong masa depannya.






--- oOo ---
 
Terakhir diubah:
Part 5





"Ton... Hikks.” Soffie langsung berlari menyongsong Anton yang keluar dari gerbang. Rasa rindu yang sangat dalam pada anaknya, membuat penyesalan Soffie semakin menjadi. Dipeluknya Anton dengan erat sambil tak luput menciumi wajah anaknya.


"Maafin mamah... hiikkss maafin mamah.. karena mamah, kamu mesti mengalami begini.. hiiikss.” Soffie terus meminta maaf sambil mencium Anton. Air matanya berderai.


"Mah, sudahlah jangan menangis.. Biarlah yang lalu menjadi kenangan. Anton tidak menyesal dengan semua ini, mungkin kebahagiaan keluarga kita memang harus ditebus dengan Anton mah." Anton melepas pelukan Soffie lalu memegang kedua bahu Soffie.


"Anton malah merasa bangga bisa membuat mamah sekarang bahagia bersama papah.. dan Anton gak menyesali itu semua.." tak terasa air mata Anton pun menetes di pipi, yang lainnya hanya mematung seperti sedang menonton adegan drama antara Soffie dan Anton.


Anton berbalik memeluk erat tubuh Soffie, tubuhnya mulai bergetar. Ia menangis tanpa suara dalam dada ibunya, sedangkan Soffie pun mengelus hangat rambut Anton sambil menangis bahagia.


"Maafkan Anton mah, gak dari dulu Anton menolong mamah hiiks.” lirih Anton.


"Enggak nak.. enggak.." jawab Soffie, lalu mereka pun saling diam beberapa saat, sama-sama hanyut dalam momen pelukan, membagikan rasa hangat dan rindu antara seorang ibu dan anaknya.


"Apa sekarang masih ada yang mengganggu mamah?” Anton melepaskan pelukannya.

"Enggak nak, sekarang mamah sangat bahagia bersama keluarga kita!!" jawab Soffie sambil tersenyum dan mengusap airmatanya. Asih pun mendekati Anton dan Soffie.


“Bu!! Makasih, ubu selalu menyayangi dan mendoakan Anton hingga saat ini.” Anton memeluk Asih.


"Sudah semestinya seorang ibu menyayangi dan mendoakan anaknya, nak.” Asih pun meneteskan air mata bahagia.


"Kak...!!" panggil Putri yang sudah berdiri di antara mereka, Anton pun memeluk Putri.

"Kamu semakin cantik aja Put, persis kayak mamah, gimana kamu dah dapat cintanya?” Anton memuji kecantikan Putri.

"Iiiihhh kakak, mau muji atau ngeledek Puput…?!!" Putri cemberut, dia tahu kalau Anton sedang menanyakan perihal hubungannya dengan Andi.

"Iya dong, adikku memang cantik. Kakak tahu kok, Andi itu sangat cinta dan menyayangi kamu, kakak sering ngobrol sama dia!!" sambil mengelus rambut adiknya.

"Kakak, iihhh ngeledek terus!!" muka Putri memerah menahan malu, karena perkataan Anton pasti didengar oleh yang lainnya.


Surya, Soffie dan Asih hanya tersenyum mesem melihat kedua kakak beradik ini.


"Udah akh bahas itu mulu, oohhh iya kak niiiich siapa coba... kakak pasti dah lama belum bertemu dia lagi.” ujar Putri sambil menarik seorang gadis cilik ke hadapannya Anton.


Gadis cilik nan manis itu malu-malu menatap Anton, lalu tersenyum sambil memeluk Putri.


"Ini pasti adik kakak. Sama cantiknya dengan kamu Put. Ini pasti Andien, bener kan??" ujar Anton sambil mendekati gadis itu lalu menariknya ke dalam pelukannya.


"Maafin kakak yah, selama ini kakak belum pernah melihatmu.” ujar Anton pelan, memang selama dipenjara, Anton belum pernah bertemu dengan adiknya yang lahir dari Asih. Anton dulu melarang keluarganya untuk membawa Andien menemuinya, bukan karena Anton malu, tapi Anton tidak mau kondisi dia yang berada di dalam penjara akan membawa dampak negatif bagi psikologis Andien. Meski begitu, Anton selalu menerima kabar tentang Andien dari keluarganya, khususnya melalui Andi yang sering berkunjung sambil membawa foto dan rekaman video Andien, mulai dari kecil hingga sekarang.


Begitu juga Andien, meskipun belum pernah bertemu dengan Anton, ia sudah sering mendengar cerita tentang kakaknya baik dari Surya, Soffie, Asih, maupun dari yang lainnya.


"Kaaakkk.. " terdengar Andien lirih memanggilnya.

"Kenapa dek..!!" Anton melepas pelukannya

"Kenapa selama ini kakak gak mau nemuin Andien?” tanya Andien malu-malu.


"Gak usah dibahas, ya dek, yang jelas kakak akan selalu bersama kamu, untuk mengganti waktu kebersamaan kita yang hilang..!!" jawab Anton singkat, lalu menggendong Andien.


Ia sengaja mengalihkan pertanyaan Andien agar gadis ini tak perlu tahu bahwa ia sendiri yang melarang orangtuanya agar tidak membawa Andien ke Lapas. Yang lain pun hanya diam, tanpa menjawab pertanyaan Andien. Soffie dan Asih hanya bisa memeluk Surya, mereka terhanyut dalam suasana haru pertemuan perdana Antara Anton dan Andien.


"Ihhh kakak, turunin Andien, malu tauuu. Andien kan udah gede, udah kelas 3. Lagian Andien kan berat.” Andien sedikit meronta, tapi dalam hati gadis kecil ini, ia pun ingin merasakan kehangatan seorang kakak laki -akinya.


"Bodo, kakak pokoknya akan gendong kamu sampe kamu gede hehe!!" ujar Anton sedikit becanda.

"Ihhhh kakak.” gerutu Andien.

"Hihi, enak tuh digendong kakaknya, padahal kakak juga dulu pengen, malah kakak belum pernah tuh digendong kak Anton!!" ujar Putri menertawakan tingkah Andien.

"Ohh, jadi kamu mau digendong juga Put?” ujar Anton lalu menurunkan Andien dan mencoba meraih Putri untuk digendong, tapi Putri mengelak.


"Ogggaaahhhh..." sambil berlari menjauhi Anton.


Anton hendak mengejar, tapi tiba-tiba sebuah suara memanggilnya.


"Kak!!" Nanang telah berdiri, didampingi oleh Eka yang sedang menggendong Laras Kirana.

“Nang.” lalu Anton memeluk Nanang dan Eka bergantian.

“Nang, makasih yah udah gantiin kakak untuk jagain keluarga kita!!" ujar Anton.

“Kak, itu sudah menjadi kewajiban Nanang sebagai adik kakak!!" ujar Nanang sambil menepuk bahu Anton, dibalas dengan senyuman Anton.


Lalu Anton meraih Laras dari Gendongan Eka.


"Nang, putri kamu cantik yah, mirip ibunya. Untung gak kayak bapaknya hahaha.” Suasana pun berubah cair penuh bahagia.


"Ton, gak hanya kami kok yang menjemput kamu, lihat siapa tuh yang datang.” ujar Surya, sambil menunjuk keempat sahabat Anton beserta keluarga mereka masing-masing. Mereka pun mendekat dan mengelilingi Anton.


"Cing..!!" ujar Dai, lalu Anton memeluk sahabatnya yang satu ini, dilanjutkan dengan memeluk para sahabat yang lain silih berganti. Tak sepatah kata pun yang terucap di antara mereka. Semuanya sama-sama terhanyut dalam suasana haru dan bahagia.


"Kalian ternyata telah bahagia yah bersama para mantan pacar kalian.” Anton mendekati Sarah, Reni, Vidya dan Fitri, lalu memeluk mereka bergantian.


"Makasih yah untuk kalian semua, yang telah menerima sahabatku yang bebal ini. Sosok kalianlah yang telah merubah hidup mereka!!" ujarnya pada mereka. Para istri sahabatnya pun menjawab dengan senyuman, hingga akhirnya mereka semua asyik mengobrol bersama Surya sekeluarga di pelataran parkir Lapas.


"Lah kok aku gak liat Andi..!!" Anton tiba-tiba menyadari sosok pemuda itu tidak ada di antara mereka.


"Cing, sekarang kok lu kagak maka “lu-gua” lagi, udah jadi “aku-kamu”, hahahaha… gatel dengernya haha!!" celetuk Guntur.

"Ingat umur yah hahaha… noh si Andi lagi merekam moment kebebasan lu, Cing.” jawab Sakti sambil menunjuk Andi yang berdiri sedikit jauh sambil memegang handycam. Sakti pun melambai tangan.


“Ndi, sini lu. Lu kagak kangen napa ama kakak lu..!!" ujar Sakti.

“Selamat, kak!!" ujar Andi sambil menyalami Anton, lalu memeluknya.

“Makasih, Ndi, Hmmm apa kamu dengan Putri... " belum juga beres Anton berbicara Andi langsung memotong…

"Kak, Andi sudah melaksanakan janji Andi ke kakak.” jawab Andi mengalihkan perhatian Anton.

“Kak…” tiba-tiba Andi hadir di ruang pengadilan dengan mata yang merah menahan tangis, sambil memaksakan sebuah senyuman, Anton memeluk Andi, lalu berkata, “Ndi, kakak yakin kamu bisa menjaga Putri.. kakak titip dia yah.. jaga dia..” ujarnya pelan.

“Yah kak..!!” dengan lemas Andi menjawab.

“Oh yah satu lagi..” bibir Anton pun mendekati telinga Andi dan membisikan sesuatu.



"Ndi kakak mau minta sesuatu ke kamu... bisakah kamu menjaga kak Renata karena kakak tahu kamu sangat dekat dengan dia.” Anton terdiam sejenak.



"Ndi, kakak mengerti perasaan kak Renata kenapa dia tak mau menemui aku, dia kecewa pada kakak yang selalu mengabaikan permintaannya, tapi jauh di lubuk hati kakak, kakak sangat menyayangi dia. Sekarang dia sedang mengandung anakku, Ndi. Kakak mohon padamu, tolong jaga dia demi kakakmu ini. Kamu mau kan berjanji untuk jagain dia? Kakak gak mau terjadi apa-apa dengan dia dan anakku!! Biarlah waktu yang akan mempertemukan kembali antara aku dan dia, seperti dulu kita berjanji akan bertemu lagi.” lirih Anton berbisik pada Andi.



Tubuh Andi bergetar, ia tak kuasa menahan tangis saat mendengar apa yang Anton bisikan. Ia hanya bisa menjawabnya dengan tangisan.

“KAAK.. HIIIKSS… SUMPAH DEMI ALLAH.. ANDI BERJANJI… HIIKKSS… GAK AKAN MENGECEWAKAN KAK ANTON…!!” lantang Andi bersumpah saat Anton membisikan sesuatu padanya.

Anton mengingat peristiwa itu, ketika ia berbisik memberi pesan pada Andi untuk menjaga Renata saat di pengadilan dulu


"Gimana kabarnya dia sekarang, Ndi?" tanya Anton, membuat semua orang terdiam melihat wajah Anton yang tiba-tiba murung.

"Jika kakak penasaran, kenapa kakak gak mau menemuinya sekarang??” jawab Andi.

"Apa dia mau menemui aku, Ndi?? Apa anakku mau menerima aku sebagai ayahnya??" tanya Anton.

"Kak, aku gak akan menyuruh kakak kesana jika dia memang tidak mau menerima ka. Ia selalu menunggu kakak di sana sampai kapan pun!!" jawab Andi tegas.

"Bentar.. bentar apa maksud perkataan kamu, Ton, papah kurang mengerti??” tanya Surya tentang pertanyaan Anton pada Andi.

“Fuuufft.. Pah, mah, bu maafkan Anton karena sudah menyembunyikan semuanya ini... tapi ini memang salah aku yang selalu mengecewakan Renata!!"

"Maksud kamu apa, Ton?” Surya mengulangi pertanyaannya.

"Papah ingat waktu Anton meninggalkan kalian di rumah sakit, saat mamah dirawat? Anton melakukan sesuatu pada Renata, Anton telah merenggut sesuatu yang berharga pada Renata.” jawabnya pelan, semua orang pun terdiam mendengar pengakuan Anton.


"Maksud kamu… kamu telah.." tanya Surya merasa kaget dan penasaran.

"Iya pah, dan atas kejadian itu, Renata telah hamil... dia mengandung anakku..!!" jawab Anton, ia langsung menunduk tanpa berani menatap papahnya. Surya hanya bisa menepuk keningnya.


"Kenapa kamu gak bilang pada mamah, Ton..?? Apa kamu gak kasian ama dia.. mamah tahu apa yang dirasakannya!!" ujar Soffie.

"Maaf mah, Anton baru tahu tentang semuanya itu, waktu kalian diculik; dan waktu itu Anton menemukan ini.” dirogohnya saku dan ia mengeluarkan suatu benda yang dia temukan dalam tas Renata, yang ternyata adalah testpack alat pegecek kehamilan, yang selalu Anton simpan sebagai alat peredam rindu pada Renata.


“Ton, papah bener-bener menyesal dan kecewa ama kamu, jikalau papah tahu papah gak akan membiarkan Renata menanggung sendirian, dan papah gak akan membiarkan cucu papah sengsara!!"

"Pah, Anton harap mengerti maksud Anton, bukan Anton yang tak ingin semua ini diketahui oleh kalian, tapi .."

“Sudahlah, kang, mungkin saat itu mereka dalam kondisi yang sulit, sehingga akhirnya Renata pergi tanpa kabar berita, dan kak Anton ingin menutupi semuanya. Sekarang kita sudah mendengar pengakuan Anton, dan mendengar sendiri dari Andi bahwa Renata selalu menunggu kak Anton. Yang bisa kita lakukan sekarang demi kebahagiaan mereka adalah dengan mengantar kak Anton untuk menjemput Renata dan menikahkan mereka.” ujar Asih, semua terdiam menatap Surya dan Soffie menunggu keputusan mereka.


"Ton, apa papah tidak mengajarkan kamu arti tanggung jawab sebagai seorang lelaki?? Apakah papah mengajarkan kamu menjadi lelaki pengecut??” tanya Surya menatap tajam Anton membuat Anton terdiam sejenak dan mencerna perkataan Surya.


“Pah!! Makasih.” lirih Anton lalu bersimpuh di kaki Surya.


"Bangun nak, sekarang mari kita semua jemput Renata dengan anak kamu. Kita langsung ke rumah Pak Darma untuk meminang Renata menjadi menantu kita.” ajak Surya dengan antusias, membuat Anton merasa plong. Apa yang ia takutkan bahwa papahnya akan mengutuk perbuatannya pada Renata, ternyata tidak menjadi kenyataan. Surya tidak membahasnya malahan sekarang mengajak Anton untuk menjemput Renata.


“Nah, ini yang gue rencanain ama si Andi... kita beramai-ramai ikut si Cacing untuk menjemput dan melamar Renata. Kalian mo ngikut kagak!!??” tiba-tiba Guntur nyeletuk.

"Kalo gini mah gue mau ikut, iya kan mah??" ujar Bima sambil meminta persetujuan istrinya, dan dijawab anggukan Sarah.


“Pastinya!!! Kita akan selalu mendukung si Cacing!!" ujar Sakti, dan Dai pun mengacungkan jempolnya tanda setuju.


“Oke. Sekarang kita berangkat beriringan untuk mengawal si Cacing menjemput bidadarinya. Ndi, lu di depan sebagai penunjuk jalan dan kita kita ngikut dari belakang.” ujar Guntur pada Andi.


Tanpa banyak bicara, mereka pun langsung menaiki mobil masing-masing untuk mengantar Anton menjemput belahan jiwanya.



*

*

*


Jam 3 sore di sebuah rumah sederhana yang sangat jauh dari pusat kota besar di Jawa Barat, boleh dikatakan daerah pinggiran perbatasan antara kota Ba*********t dan Cian**********.


Seorang wanita dengan pakaian seragam batik, sebagai pengabdi di dunia pendidikan, melangkah memasuki rumah tersebut. Ia baru pulang dari melaksanakan tugasnya sebagai Pengajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di suatu Sekolah Menengah Pertama.


Saat hendak memasuki rumah, didapatinya seorang tamu sedang duduk di teras samping rumah, ditemani seorang lelaki setengah baya.


“Assalamualaikum." wanita itu mengucapkan salam.

"Waalaikum salam, Rena kamu baru pulang nak?” sapa lelaki setengah baya yang menyambutnya.


Ternyata wanita itu adalah Renata yang baru pulang mengajar, dan lelaki setengah baya itu adalah Pak Darma, ayahnya. Ketika Renata memutuskan untuk tinggal di daerah ini dan mulai menekuni profesinya sebagai pengabdi di dunia pendidikan, pak Darma beserta istrinya pun ikut pindah, karena khawatir akan putri bungsunya ini. Ia merelakan melepas jabatannya dengan pensiun dini hanya supaya bisa tinggal bersama Renata.


“Waalaikumsalam." seorang lelaki seusia Renata yang sedang bertamu ikut membalas salam Renata.


"Eehhh kamu nak udah pulang?” Bu Neneng tiba-tiba muncul sambil membawa nampan untuk berisi air minum bagi sang tamu.


Renata langsung mencium tangan otang tuanya, tapi ada yang berbeda pada diri Renata, Renata menampakan wajah tidak suka pada kehadiran lelaki itu.


"Iya bu, Dika mana bu..?” tanya Renata menanyakan putra semata wayangnya.

"Dika lagi mengerjakan PR di dalam, nak." jawab Bu Neneng.


"Ren, ini ada Nak Tito, dia jauh-jauh datang dari Ban**** untuk menemui kamu, dia ke sini bermaksud.." ujar pak Darma.


"Maaf pak, Rena masuk dulu ke dalam, mau ganti pakaian sambil mau menemani Dika belajar.” Renata memotong ucapan ayahnya, lalu melengos masuk ke dam rumah. Bu Neneng hanya mengeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan putrinya yang tidak suka pada Tito; ia pun mengikuti Renata dari belakang.


"Asallamualaikum, anak mamah yang paling ganteng!!" sapa Renata menyapa bocah lelaki berusia 7,5 tahun yang sedang asik mengerjakan PR-nya.

"Waallaikum salam, mamah dah pulang!!" jawabnya.


Andika Anugerah Pratama nama bocah tersebut. Ia berdiri dan mencium tangan Renata.


"Tadi di sekolah gimana, sayang?” tanya Renata lalu duduk di samping putra semata wayangnya, sambil mengelus rambutnya.

"Tadi Dika ulangan dapat nilai 9, mah." jawab Andika.

"Pinter kamu.." jawab Renata tersenyum.


"Rena, sana temani Tito dulu, dia udah jauh-jauh hanya untuk ketemu kamu, ada hal penting yang ingin ia sampaikan..!!" ujar Bu Neneng.

"Mah, mamah tahu kan kalo Renata gak suka ama dia, kenapa sih mamah ama bapak selalu maksa Rena untuk menemaninya!!" ketus Renata.

“Iya, mamah tahu, tapi bisakah kamu sopan sedikit dan temui dia? Bicarakan baik-baik dengan dia, bukan begini caranya!!" kilah Bu Neneng.


“Iya, sebaiknya Rena temui Nak Tito. Tadi dia sudah bicara dengan bapak untuk menyampaikan maksud dan tujuannya. Dia kemari untuk melamar kamu...!!" tiba-tiba Pak Darma muncul dan langsung menimpali ucapan istrinya.


"Pak, udah Rena jawab dari dulu kalau Rena itu tidak mau. Kok maksa sekali sih dianya... Bapak juga kan sudah tahu keputusan Rena, kenapa tidak bapak sampaikan kepadanya sih?” suara Renata meninggi.


“Iya, bapak tahu, tapi ia ingin mendengar sendiri dari mulut kamu, makanya bapak pengen supaya kamu bicarakan dengan dia secara baik-baik!!” Pak Darma membalas dengan lembut.

"Huuuh, males!!" Jawab Renata dengan cemberut.

"Bah... ambu... mamah itu gak akan menikah dengan siapa pun, mamah tetap akan menunggu ayah Dika sampai kapan pun!!" Dika ikut membela Renata.

"Iya, abah tahu, tapi kan mamah kamu harus bilang ama om Tito secara baik-baik, bukan menghindar kayak gini.” jawab Pak Darma.

"Mah, apa perlu dika yang bilang ama om Tito..!!" Andika bertanya.

"Udah biar mamah aja yang ngomong.” jawab Renata dengan ketus, lalu ia berjalan menemui Tito di teras.


“TITO, KAMU MAU APA SIH DATANG TERUS KESINI?? UDAH AKU KATAKAN BAHWA AKU MENOLAK LAMARAN KAMU, KARENA AKU SEDANG MENUNGGU SESEORANG, TAPI KENAPA SIH KAMU TERUS NGEJAR AKU?? KAMU TUH GAK NGERTI AJA!!" teriak Renata sambil berjalan menemui Tito, Renata sengaja berkata dengan keras dari dalam rumah agar terdengar oleh Tito yang sedang duduk diteras samping rumah.


Ketika Renata akan keluar dari pintu teras, tiba-tiba matanya terpaku pada sesosok lelaki yang tengah berdiri di samping Tito, lalu berjalan ke hadapannya.


"Terima kasih, kamu selalu menunggu aku, Mut.” ujar lelaki itu, yang ternyata adalah Anton.


Renata terkejut melihat Anton yang berdiri di depannya, ia seakan tidak percaya bahwa lelaki yang selama 8 tahun ditunggunya sekarang telah hadir di hadapannya.


“Mut, kamu telah menungguku selama ini, apa kamu telah memaafkan aku atas kehilafan aku selama ini?” tanya Anton membuyarkan rasa terkejut Renata. Renata tak menjawab, air mata mulai jatuh menetes, tanpa tahu apa yang sedang ditangisinya, yang jelas ia sangat bahagia melihat lelaki yang ditunggunya telah hadir di hadapannya.


"Mut, aku datang kesini untuk menjemput kamu, aku akan meminang kamu untuk jadi pendampingku... Apa kamu mau??!!" tanya Anton, Renata tak menjawab. Tito yang mendengar apa yang dikatakan Anton terlihat mulai risih.


"Mah, ada apa sih kok mamah langsung diam?” Andika muncul dari dalam rumah, dan ia langsung terdiam melihat sosok lelaki yang sedang berdiri di hadapan mamahnya.


"Mut, apa dia putraku??" tanya Anton saat melihat Andika, Renata masih diam tak menjawab.


Anton langsung berlutut di hadapan Andika, lalu memegang bahu anak itu.


"Nak, ini ayah.. apa kamu mengenali aku?” tanya Anton kelopak matanya mulai panas karena haru dan bahagia.


"Iya yah, Dika mengenali ayah walau hanya lewat foto yang dipajang dikamar Dika. Mamah selalu bercerita tentang ayah.. kata mamah, ayah pergi mencari uang, dan akan kembali untuk menjemput Dika dan mamah jika ayah udah punya banyak uang!!" jawabnya polos, meskipun sikapnya masih kaku di hadapan anton.


Anton pun memeluk erat Andika, tubuhnya mulai bergetar. Andika hanya bisa terdiam tanpa tahu apa yang harus ia lakukan.


"Maafin ayah, nak. Ayah telah pergi meninggalkan kamu hiiiks… Sekarang ayah baru bisa menemui kamu nak, kamu dah besar sekarang.” Anton tak tahan menahan tangisnya sambil memeluk Andika.


Renata yang sedari tadi hanya diam, akhirnya menangis tak tertahankan, tubuhnya bersimpuh di samping Anton dan Andika. Anton langsung meraih Renata dan memeluknya, lalu ia membenamkan wajah Renata dan Andika ke dalam dekapannya.


"Maafin aku, Mut. Aku telah membuat kamu menderita selama ini, telah membuat kamu membesarkan anak kita seorang diri!!" lirih Anton sambil semakin mengeratkan dekapannya.


Mendengar ada keributan dan jerit tangis, Pak Darma dan Bu Neneng langsung keluar, mereka lagsung tertegun melihat Anton.


"Pak Darma..??" Surya muncul diikuti yang lainnya.

"Pak Surya??” jawabnya.

"Lama kita tak bertemu.” Surya langsung menyalami Pak Darma.


Anton tidak peduli pada kehadiran mereka yang menonton perjumpaan haru antara dirinya dengan Renata, menyaksikan perjumpaan dan pelukan pertama antara seorang ayah dan anaknya. Ia terus memeluk Renata dan Andika sambil menangis, ketiganya terhanyut oleh keharuan pertemuan ini.


"Bu, Pak, ada apa ini, kok saya seperti kambing congek, gimana lamaran saya untuk Renata?” Tito akhirnya tak tahan melihat suasana ini, ia meminta jawaban atas lamarannya terhadap Renata.


Renata pun melepas pelukan Anton, lalu berdiri, dan Anton pun lalu menggendong Andika.


“Tito, maaf yah, kenalin ini suami saya.. dari dulu saya menolak kamu karena aku telah punya pendamping, tapi kamunya tetep keukeuh.” jawab Renata dengan sedikit kesal dan menyindir Tito.


"Kok gini, katanya Renata belum menikah gimana ini sih pak...!!" jawab Tito dengan sedikit emosi.


"Bang sini bang... kalau tidaksalah, lu kan yang gue labrak gara-gara godain Bu Renata?? Apa lu kagak kapok??? Inget bini lu.." tiba-tiba Guntur muncul di hadapan Tito, membuatnya gugup saat mengetahui orang yang mendatanginya.


“Annnnu, baaang.. ssaaayyaa dah piissah ama isstri..!!" jawab Tito.


"Coba gue telepon bini lu, kalau gak salah bini lu namanya Ida Farida kan?? Gue udah pernah ketemu kok ama bini lu, dan gue save nomor hapenya.. nih 0815******** betul kan…?!!" ujar Guntur sambil mengutak-atik hapenya.


“Baaaang, sssaaaya paamiit dulu.” tanpa banyak bicara Tito langsung pergi meninggalkan rumah Renata.


"Heeeaaayaaa haha mau nipu dia... mo kawin lagi ngaku duda... hahahaha!!" tawa Guntur saat melihat kelakuan Tito, diikuti oleh tawa yang lainnya.


“Mut, beneran kamu mau menerima aku jadi suami kamu? Kamu mau menerima aku apa adanya?” tanya Anton, Renata masih diam tak menjawab pertanyaan Anton.


"Yaelah Cing, lu kok gak peka banget sih!! Si Renata tuh dari dulu udah maafin lu. Dia itu sudah lama nungguin lu untuk ngelamar dia, masih gak ngerti juga sih...!!" olok Guntur, membuat Renata jadi malu.


"Yaelah dia malu lagi!!" ujar Reni, tiba-tiba para istri sahabat Anton mendekati Renata.

"Gimana kabar kamu, Ren?” mereka pun menyapa Renata.


Soffie lalu mendekati Renata lalu memegang pipinya sambil berkata, "Ren, kami semua datang ke sini untuk menjemput kamu, sekalian akan meminang kamu.. kamu mau, kan..??” tanya Soffie.


Renata memandang orangtuanya, tapi Pak Darma hanya mengangkat bahunya menandakan keputusan ada di tangan Renata sendiri.


Renata menatap Anton, lalu berpaling kepada Andika. Ayah dan anak itu hanya memandangnya penuh harap. Renata mengusap sisa air matanya, lalu mengangguk pelan, kedua pipinya bersemu merah karena malu.


"Hahaha ngedadak bisu dia." tawa Bima melihat Renata yang hanya mengangguk malu-malu.


"Ini cucu kakek yah, siapa namamu nak??" Surya meraih Andika dari pelukan Anton.

"Namaku Andika Anugerah Pratama. Kakek ini siapa?" Dika balik bertanya.

"Ini kakek Surya. Nah kalau ini nenek Soffie dan nenek Asih, orangtua ayah kamu. Nama kamu bagus yah.” jawab Surya.


"Eh sampai lupa, ayo semuanya masuk, masa hanya berdiri di luar.” ujar Bu Neneng mempersilahkan para tamunya masuk, tinggal Renata dan Anton berdua di teras rumah.


"Mut.. apa kamu.." tanya Anton.


“Sebesar apapun salahmu padaku, kamu selalu ada dihatiku, Ton, dan aku telah memafkan kamu sedari dulu. Aku selalu menunggumu untuk datang menjemputku.” Renata menjawab semua pertanyaan Anton yang tadi.


“Makasih, Mut." Anton pun memegang bahu Renata, dan dengan penuh keyakinan Anton berkata:


"Renata Dwi Anggita, apa kamu mau menerima aku sebagai suamimu?” tanya Anton memastikan pernyataan Renata.

“Anton Suryadinata, aku mau menjadi istri kamu, dan aku akan selalu berada di sampingmu.” jawab Renata.


Lalu Renata memeluk erat tubuh Anton, hatinya merasa sangat bahagia karena pangeran pujaannya yang dia tunggu dari kecil, sekarang akan menjadi pendampingnya di seluruh sisa hidupnya.




--- ooo ---



Dalam suasana haru yang ada, sosok Andi hanya memperhatikan kebahagiaan orang-orang yang ia sayangi dari jauh. Ia turut bahagia karena semua anggota keluarganya telah berbahagia.


Tanpa disadari oleh yang lainnya, secara diam-diam Andi pergi seorang diri, meninggalkan rumah Renata. Sebelum tubuhnya benar-benar hilang, ia kembali berbalik ke belakang, matanya tajam menatap keluarga Surya. Mulutnya bergumam lirih: “Semuanya telah selesai di sini, sekarang tinggal giliranku. Sesuai janjiku dulu, “AKU PERGI TUK KEMBALI LAGI.” Aku sudah tidak peduli bahwa kamu adalah ibu kandungku, aku harus membayar semua penghianatan ini!!” Andi pun pergi ke tempat di mana kesedihan, lara dan dendamnya akan berawal, ke tempat dimana semua dendam yang selama ini dia pendam akan terbalaskan.









Sekian..
 
Terakhir diubah:
Masih Di 805 FS

GELOMBANGNYA PARA BAPERS


Akhirnya hampir dua tahun lebih Ane bisa menamatkan Cerita Ane.

maaf di akhir cerita mungkin gak serti kalian harapkan,
sengaja ane kemas tanpa ss, dengan melukiskan kebahagianan berkumpulnya keluarga Anton bagi ane cukup menyelesaikan cerita ini

Ane ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya untuk para Bapers yang sudah sudi untuk mampir dan baca cerita ane yang gak seberapa ini dan ane ucapkan terima kasih juga untuk setiap kritik dan masukan yang membangun


Thanks to Sahabat ane baik di forum maupun RL

@Konco_arek

Sahabat, Panutan dan Mentor Ane yang telah menginspirasi terciptanya ini cerita dan telah sudi membimbing ane, tanpa dia ini cerita tak mungkin bisa ada, entah dia ada dimana sekarang

@deqwo / Kopi Dua Kelinci

Lu sahabat pertama Ane di ini forum, kita selalu sharing setiap sebelum posting. thanks om untuk masukan ide

@seravi_yvi

Thanks om yang sudah selalu membantu bikin ss hehe otak lu bener bener mesum om!!

@TIO12tt / si Sarjana Mesum.

Makasih yang selalu mendengar keluh kesah ane..

@VirGhost

Mentor ane yang lumayan keras, thanks om untuk ilmunya

@rad76

Tukang editor yang selalu siap sedia mengedit

@jodoaNG

Tukang editor juga, om kita tamatin cerita kolab kita ok!!

@Serpanth

Hihi si tukang penyemangat dengan segala kritikannya. Thanks om!!

@Cinthunks

Kagak ada lu di grup sepi om, inget SSI, gembok ama becak pasti ane keingetan lu om..hahaha

@BL4CKDEV1L

Dedek kapan ane dikirim Undangan ??

@BHDB

Thanks om, telah ngajak ane untuk gabung di D’ARC Bandung

@Tj44

termasuk salah satu sumber inspirasi ane yang buat ane ingin menulis.

Dengan dia kita berdua berhasil mengumpulkan sebagian kecil para TS di forum ini, thanks om!!

@Down hill

Kapan Up cerita “Disaspear”-nya, masih sabar menunggu

@nijyuuichi

Ini juga kapan om rilis cerita baru

@kuciah

Thanks untuk grup tanjidornya yang selalu menyemarakan disetiap thread.

@RSP27

Hatur nuhun mang tos nongkrong di thread ane, dan bantuin editnya, gimana siap tempur??

@gadissoyu
untuk Adek ane makasih banget dah nyuport kakak terus
Dan Maaf sebesar besarnya neng, ane gak bisa memenuhi janji ane.


Thanks to Member “Writer Guild

@alan_smith , @AndreDiaz , @anggia_shu , @BL4CKDEV1L , @Balak 6 , @BHDB , @Berandalklimis , @bintangoetara , @DianTemimbok , @disast , @Cinthunks , @deqwo , @Down hill , @Enyas , @himiko-chan , @nijyuuichi , @ichtyophile , @jodoaNG , @kelinci_berdasi , @Konco_arek , @kuciah , @lerlah , @marlboro666 , @mtroyes , @Melonketcil, @Pedjuank , @pitruk87 , @praharabuana , @rad76 , @RAYxy , @RebelionZ , @rendang003 , @RSP27 , @Sadsempak13 , @seravi_yvi , @Serpanth , @TIO12tt , @Tj44 , @ubur_2 , @VirGhost , @xfVGNx, @zhuquejr92

Yang selalu memberi motivasi, support dan sharing, thanks yang selalu menjaga kekeluargaan baik di forum maupun di RL.

You Are The Best

Dan yang sudah gak aktif thanks dah bergabung dengan kami.





Thanks to Para Bapers yang terus setia dan sabar mengikuti cerita ini hingga Usai


@pelisaurus , @Ninja turtels, @sawah515 , @tecoomz , @Hernandez96 , @raeess , @galey , @kelana678 , @ardhys74 , @ahay167 , @Lsdt , @dodikdinata , @RedSpcy , @Meteora_koplak , @wahyudiAja , @Petjuh , @keongra2 , @lanangkae , @tukangbantaimember , @KONTrOL69 , @gandhul4n , @w13r , @Masrat17 , @mussaf , @idefix , @kasurmalam , @rahman_vandorm , @Yashiroisana08 ,@AiSedap , @bhelod , @Kusan6 , @AndCokz21 , @arian727 , @zoeccaboeboe , @aprilian86 , @komak , @Nicholas_Purnama , @ADP10 , @diasdiablo , @qthi , @Sancipak19 , @EnHa93 , @Brandon17 , @kebokatrok , @kessydoet , @gandos2015 , @Yunitamungil , @danu_bajul , @no_name46 , @Lepo_com , @beyut_bugil , @ulgly , @bivan , @Pechong , @papa_Zzola@jowood , @lastbreath , @penthoel_11 , @nropmr , @kentosukekun , @tapluck , @Veron1990 , @kooji , @Aa Haikal , @PengelanaHidup1989 , @iway_fly , @bambang_kartono , @Dittostol , @Dittostol , @frypiero , @donjuan from freeyork , @cool2003 , @morzeikahadas , @Shirohito , @CHUMBALLA , @sag89 , @Coro_Angob , @nidforclit , @Preem ,

Dan banyak nama lainnya yang gak bisa disebut satu persatu.

OOOyyyaa satu lagi
terimakasih untuk para SR yang hanya membaca cerita ane yang sederhana ini.

 
Terakhir diubah:
Layar tancap mau eksis lagi nih om hehege...jossss
josss akh

biasanya juga pkai bambu juga muat om ,,,,, pring cagak radio tambah jengking tambah jerooooo sing macul ,,,,huahahahaaa
pan musti beda om..

Siap menunggu mang Boski :beruang:
lanjut


Epi ahirnya datang juga...
makasih om
akhirnya 20 purnama terlewati

Enak geser kesamping om.. ke atas ada Mamang... takut dilempar kentang
hahaha
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd