Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Work is work, sex is sex [Tamat]

Saya ingin meng-explore cerita tentang rekan-rekan kerja Ted dan Nita, apakah tertarik?

  • Ya

  • Tidak


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Terima kasih atas komen hamilin nita...
Tapi tidak semudah itu Ferguso...



ini cerita panas loh ..., nyari yang berantemnya....gimana ya...
Tunggu aja sih...bakalan ada juga..ada kok...

Ini gmn ya mksdnya???
Namanya penakluk wanita..harusnya endingnya poligami suhu..biar tdk ada yg tersakiti..
 
Menghamili nita, salah satu keluar dr bank, pasti teddy
Menghamili ingrid, juga keluar dr bank, pasti ingrid
Hehehehe... Menarik, ingin tetap di bank kah teddy?
 
Chapter XXXVI
Aftermath


Aku memperhatikan tubuh Nita yang mengkilat karena keringat yang membasahi tubuhnya, pasti terasa dingin di terpa dinginnya pendingin ruangan. Aku beranjak ke kamar, mengambil selimut untuk menyelimuti tubuh Nita yang polos ini. Kami duduk di sofa, sambil cuddling dan membungkus tubuh kami yang telanjang ini dengan selimut yang hangat, sambil menonton TV. Walau waktu telah menunjukkan hampir mendekati jam 0100, belum terbesit di benakku untuk mengantar Nita pulang, belum juga ibunya belum mencari ya biarlah dulu Nita beristirahat.

Nita sepertinya tidak memperhatikan jam berapa saat ini, itulah dia tetap saja anteng bersender di dadaku, jika tidak pasti dia sudah mencak-mencak. Wajahnya terlihat dipenuhi senyuman dan terlihat begitu cantik, apakah ini yang orang katakan, jika wanita setelah beruhubungan dengan pria yang dia cintai dia akan merasa menjadi wanita yang sepenuhnya, dan terlihat bersinar. Iya Nita terlihat bersinar malam ini, atau mungkin efek lampu, entahlah, yang pasti dia terlihat berbeda malam ini.

“Astaga, jam berapa sekarang Ted?”, tiba-tiba Nita tersentak dari duduknya, dia sepertinya mulai panik dan mencari jam dindingku.

“sudah jam 1, ibu bisa membunuhku kalau pulang selarut ini!” dia lalu berdiri dengan bergegas dan aku menahan tangannya, aku menariknya kembali ke pelukanku dan memeluknya.

“Aku yang akan bicara dengan ibumu”, lalu ku kecup keningnya dan mendekapnya erat.

“Ted…” terdengar suara itu begitu manja di telingaku, ingin ku kecup bibirnya, tapi Nita menghindar. Dia kembali berdiri dan tetap menggandeng tanganku perlahan melepaskannya.

“Tetap saja aku harus pulang sayang”, sambil mulai memunguti bajunya menuju kamar mandi. Aku melepasnya walau berat, tapi ya memang harus ku antar pulang dulu Nita. Malam sudah larut juga, sebaiknya aku manfaatkan mobil dari Jie Crystal saja daripada harus mengantarnya pulang menggunakan motor, nanti Nita malah kedinginan.

Tidak lama berselang, Nita sudah keluar dalam keadaan rapi, dia segera menyambar tasnya, ingin meletakkan chockernya kembali kedalam tas, tapi aku menahannya.

“Pakai saja dulu sayang, aku masih ingin melihatmu mengenakkannya”, sambil membelai wajahnya dan ku kecup bibirnya.

“Apa saja deh kata tuanku, budakmu hanya melaksanakan…” dengan suara manjanya, kemudian Nita menggigit leherku kecil, memberikan sensasi seperti tersetrum keseluruh tubuhku. Baru seperti itu saja penisku sudah kembali tagang, bisa gawat kalau aku lanjutkan. Aku kemudian menyambar kunci yang sudah ku siapkan dan menggandeng tangan Nita.

“Kamu tidak bawa jaket sayang?”, tanya Nita melihatku tidak mengenakkan jaket. Aku tidak menjawab Nita, aku hanya memperlihatkan kunci mobil pada Nita, dan sepertinya dia mengerti bahwa itu kunci mobil, tapi dia masih tampak bingung, mungkin dia tidak tahu itu kunci remote mobil siapa yang ku bawa.

“Ini mobil Jie Crys, dia kemarin nitip ke aku”, ku jelaskan sedikit sambil kami turun menggunakan lift ke parkira. Saat kami tiba, ku buka pintu mobil dengan remote mobil itu, saat Nita melihat mobil mana yang berbunyi, dia sepertinya semakin terkejut.

“Wow… Nisan GR…, She love muscles…” kata Nita sambil melihat mobil itu dan aku hanya tersenyum padanya.

“Yes… She just a man with a woman case…”, Nita hanya tertawa mendengarkan statement ku itu tentang jie Crys. Segimanapun Jie Crys, dia menyukai banyak hal yang berbau laki, mulai dari mobil sport, motor sport, MMA, dan kadang aku merasa sebenarnya dia itu adrenalin Junky. Aku membukakan Pintu untuk Nita, dan diapun masuk, walau awalnya agak sulit, karena kursinya yang agak rendah Nita menyesuaikan dengan cepat. Akhirnya aku pacu mobil itu ke jalan raya, menyusuri kota, melewati jalan perkotaan yang sudah lengang. Ada rasa dalam dada ini ingin mengebut, tapi aku juga tidak ingin melewatkan waktuku dengan cepat bersama Nita.

Nita terlihat begitu cantik, dengan chockernya terpasang di leher, cahaya lampu jalan yang remang-remang menembus kaca film mobil ini, membuatnya tampak misterius di sisiku. Mungkin karena lelah, sepertinya Nita dengan mudah telah tertidur di kursi itu. Hanya butuh waktu sejenak aku sudah tiba di depan rumah Nita.

Tampaknya rumah itu sudah lengang dan semuanya sudah tidur, ku bangunkan Nita dengan lembut. Dan aku turun membukakan pintunya, dia tampak ceria dan manis walau baru terbangun dari tidurnya yang hanya sesaat. Aku mengantarnya sampai pintu rumahnya, ketika pintu itu di buka, tampaknya semua penghuni rumah itu sudah tidur. Aku mengecup bibirnya sejenak lalu berpamitan pulang.

***

4 Juli 2015

Sepertinya hari ini aku sulit membuka mataku, walau alaramku sudah meraung, rasanya masih berat aku beranjak. Aku ingin bersantai sejenak, ingin merasakan empuknya kasurku lebih lama. Akhirnya aku memutuskan memejamkan mataku lagi sejenak setelah mematikan alarmku.

***

Rasanya tubuhku seperti sulit bergerak, tubuhku tengkurap, dengan lenganku berada di belakang, ku buka mataku. Pergelangan tanganku sekarang terikat. Terikat dengan kencang, dengan tali, seperti tali karung, agak tebal, tidak terlalu kencang tapi cukup sulit untuk di buka. Begitu juga kaki ku tidak bebas karena terikat di mata kakiku.

Aku segera membali tubuhku menjadi terlentang, walau terhalang oleh lenganku di belakang tubuhku. Ku tekuk pinggangku dan meloloskan tangaku dari arah bawah dan kini tanganku sudah berada di hadapanku. Tali karung atau goni adalah salah satu tali yang sulit untuk di putuskan, tapi relatif mudah untuk di potong, tapi dalam keadaan seperti ini tentunya aku lebih memilih mencoba membukanya dengan gigiku.

Tidak butuh waktu lama aku sudah berhasil membuka ikatanku, sudah waktunya mencari pelaku yang mengikatku itu. Dari tadi memang terdengar bunyi di luar, sepertinya sedang memasak. Aku keluar dari kamar ku dengan santai, dan melihat Inggrid sedang memasak di dapurku, memang sih waktu itu sudah mendekati pukul 12. Dia sedikit terkejut melihatku sudah berjalan bebas di ruang makanku.

“Ngapain main ikat segala?” tanyaku pada inggrid sambil berjalan mendekatinya. Aku perhatikan dia sedang menisrikan masakannya di piring dan kemudian mencuci tangannya.

“Koko sih, jam segini belum bangun juga, Ling ikat saja…” jawab Inggrid santai sambil membelakangiku sambil mencuci tangannya. Inggrid tidak tahu bahwa aku sedang membawa tali yang tadi dia gunakan untuk mengikatku, waktunya pembalasan.

Saat Inggrid berbalik sambil mengibaskan tangannya, segera ku tangkap tangannya dengan tali yang telah ku bentangkan di kedua tanganku, memutarnya dengan cepat, sehingga tangan kananya kini terlilit tali, dengan refleks Inggrid menarik masuk tangan kanannya tapi tentunya tetap ku tahan, maka dia melontarkan jab dengan tangan Kirinya. Dengan mudah ku hindari dan ku tarik tangan kanannya kini sejajar dengan tangan kirinya dengan cepat. Kuputar juga tali tadi ke tangan kirinya dan ku simpul melingkar dengan cepat dan aku bergerak ke sisi kirinya dan menarik tubuhnya maju membuatnya kehilangan keseimbangan. Saat Inggrid kehilangan keseimbangan, ku tarik lengannya ke atas melewati kepalanya, dan dengan paha kananku ku tahan tubuhnya agar tidak terjatuh karena oleng tadi.

Kini Inggrid dalam kondisi setengah berlutut dengan tangan terangkat dan terikat di belakang kepalanya. Ku tekan lengan dan sikunya agar dia tidak bisa melawan dengan posisi itu. Kutarik sikunya semakin kebelakang, membuat tidak bisa menekuk mengambil kekuatan dan perutnya.

“Ko…”, suara Inggrid merengek padaku.

“Siapa yang duluan?”, kataku sambil tetap menahan tubuhnya. Sambil dengan tangan kiriku tetap menahan pergelangan tangannya yang kini terikat di belakang kepanya, aku mengambil tali yang satunya dan segera melingkarkanya melalui celah bahu Inggrid ke lehernya dan mengikatnya dengan ikatan di tangannya.

“Koh…”, Inggrid mulai merengek lagi saat aku sedang berusah mengikatnya, walau dia sepertinya tidak melakukan perlawananan sebenarnya, hanya memanja saja.

“Siapa suruh bawa tali… Akhirnya kamu kan yang koko ikat…”, sambil aku mengangkat tubuh Inggrid berdiri, sambil tangannya terikat di belakang, jadi bila dia berusaha melepaskan talinya, lehernya akan sedikit tercekik. Dengan pose ini siku menghadap ke atas, tangan terikat di belakang lehernya, dan leher yang terikat tali, membuat tubuhnya mungilnya itu terlihat menantang karena payudaranya terbuka dengan jelas dan mengacung kedepan.

“ko… Terus Ling gimana dong…” sambil memanja dan mengoyang-goyangkan tubuhnya membuat payudaranya berguncang, sangat menggoda. Tubuhnya yang terbungkus bajo kaos putih tidak bisa menutupi branya yang berwarna pink muda di baliknya, bahkan kulitnya sedikit terlihat dari cahaya dalam dapurku, di padukan dengan hotpans hitam yang super mini, membuatnya terlihat seksi.

“Emangnya Ling tadi mau ngapain sampe ngikat-ngikat segala?”, kataku sambil menutunnya duduk di meja makan, dan Inggrid hanya menurut saja.

“Maunya ngerjain koko, mau ngulangin malam pertama kita koh…” jawab Inggrid nakal sambil menggit bibirnya menggodaku.

“Kalau mau ngulangin minta dong Ling “, kataku sambil meninggalkannya dan menyiapkan piring makan dan masakan yang baru saja selesai di masak olehnya, hari ini Inggrid memasak, sayur tumis daging sapi lada hitam, masih pagi dia masak masakan pedas.

“Terus Ling makannya gimana kalau di ikat begini…” katanya lagi dengan suara merdunya.

“Koko yang suapin, sambil mulai mengambilkannya sedikit kepiring dan mulai menyuapinya.

“Aa…” kataku pada Inggrid, dan dia pun mulai membuka mulutnya. Dia lalu mengunyahnya dan menelannya. Aku ambilkan sedikit nasi lalu ku suapi bersama dengan daging. Lalu aku sendiri mulai makan juga, kami sepiring berdua dengan kondisi Inggrid yang ‘tersandra’.

Muncul ide aneh dalam pikiranku ingin ku kerjai Inggrid lebih lanjut dengan kondisi pasrahnya yang sekarang ini.

“Ling, koko angkat ya bajunya, nanti baju putihnya kena bercak makanan”, sambil mulai meraih bagian bawah dari kaosnya.

“Eh… emangnya harus ya di angkat…”, sambil tampak bingung dengan apa yang akan ku lakukan padanya. Aku yang tidak mempedulikannya langsung mengangkat baju kaosnya ke atas. Jelas saja baju ini tidak akan bisa keluar karena tangannya yang terikat dan lehernya. Aku hanya bisa menarik kaosnya sebatas lengannya yang tertekuk, dan lubang leher pada kaosnya jelas tertahan oleh tali yang mengikat lehernya di belakang. Jadinya lubang leher itu hanya ku tarik ke atas lagi hingga hidung dan mulut Inggrid terlihat, sedangkan seluruh wajahnya tertutup oleh kaosnya sendiri.

“Yah sudah tidak bisa lepas, gini saja ya Ling…” kata dengan nada yang sedikit meledek padanya.

“Yang bener saja ko, masa kaya gini, ini mah koko yang cari kesempatan…” jawab Inggrid menanggapi candaku ini, sambil menggerakkan lagi tubuhnya membuat payudara putih berguncang. Kemudian tanganku langsung saja meremas payudaranya dari luar bra pinknya.

“Ini baru namanya cari kesempatan Ling…”, merasakan tanganku di payudaranya, membuat Inggri terkejut dan menjerit kecil.

“Tuh kan koko mengambil kesempatan dalam keterbukaan”, aku hanya tertawa mendengarkan istilahnya itu, tapi benar sih ini keterbukaan. Aku ingin bermain sejenak lagi, makanya aku abaikan dulu gundukan indah ini.

“Ayo buka mulutnya lagi, koko suapin…Aaa…”, sambil mendekatkan kembali sendok yang sudah terisi kemulut Inggrid, dia hanya menurut dan membuka mulutnya lebar untuk menerima suapanku. Beberapa saat makanan ini sudah hampir habis, tentunya sangat lezat masakan yang dibuat oleh Ingrid, dengan cinta.

Aku lalu kemudian punya ide jahil lainnya, sembari masih menyuapinya dengan makanan, aku mempersiapkan diriku, aku usap penisku hingga cukup tegang dan ku buka celanaku. Saat suapan terakhir telah habis di mulut Inggrid, aku berdiir, aku merasa harusnya Inggrid bisa melihatku dari balik kaos putihnya tapi dia seperti pura-pura tidak melihat.

“Yuk Ling, ini sebelum di beresin…”, sambil ku sodorkan penisku ke dalam mulut Inggrid yang terbuka lebar. Karena tidak pas di hadapannya, penisku masuk secara menyamping ke dalam mulut Inggrid, membuat pipinya menonjol karena sodokan penisku. Aku kemudian langsung mencabutnya, aku hanya ingin mengejutkannya.

“Ah koko… ini mah ‘pisang’ ambon…” kata Inggrid sambil kemudian menjulurkan lidahnya membuat gerakan menjilat-jilat. Aku hanya tertawa dan memperbaiki celaku, sambil melepaskan ikatan tangannya, aku takut jika terlalu lama, nanti akan muncul bekas di lengan dan leher Inggrid.

Aku lepaskan ikatan leher dan kemudian ikatan tangan Inggrid, dan menurunkan kembali kaosnya, wajah Inggrid seperti bernafas lega setelah tadi terus di tutupi kaos dan lengannya terikat. Sambil mengusap tangan dan lehernya yang merah akibat bekas jeratan tali tadi, wajahnya terlihat sedikit memerah.

“Sudah ko? Gitu aja?”, sambil melihatku seperti menantangku, dari nadanya juga terdengar meremehkan.

“Ini saja sudah merah Ling…” sambil ku usap tangannya dengan lembut, dan mengecup lehernya yang juga ikut memerah karena jerat tadi. Inggrid menerima kecupan ku itu dengan memiringkan lehernya, melihat itu kembali ku kecup berulang-ulang mengelilingi lehernya dari belakang. Aku kemudian merapikan meja dan meninggalkan Inggrid di meja makan, dia hanya melihatku pergi membawa piring kotor kami.

Aku dan Inggrid kini sedang menikmati siang ini dengan menonton Tv di ruang tamuku, sambil rapat ke tubuhku, rasanya senang bisa menghabiskan waktu seperti ini bersama Inggrid. Tentunya aku tidak lupa bahwa sebentar aku harus pergi latihan bersamanya. Inggrid bersandar mesra padaku, mengapit lenganku dengan tangan dan payudaranya yang montok, tidak mungkin aku tidak menegang dengan posisi saat ini.

“Koko mau hadiah apa buat kelulusannya ini?” tanya Inggrid memanja padaku, akupun menoleh dan menatapnya.

“Eh bukannya masakan tadi itu hadiahnya ya?”, tanyaku padanya, benar aku pikir itu masakan hadiah untuk kelulusanku, ternyata masih ada lagi dari Inggrid. Tapi aku merasa bersama Inggrid saja sudah cukup menjadi hadiah untukku.

“Bukan lah ko… Masakan tadi itu ngak ada apa-apanya…” sambil dia malah mencubit lenganku.

“Masak itu bagian tanggung jawab istri kepada suaminya ko…”, sambil tertunduk lagi, sepertinya wajahnya memerah sembari mengucap itu. Aih manis sekali ketika kulihat wajah Inggrid seperti itu, ku angkat dagunya dan ku kecup bibirnya.

“Terima kasih istriku”, lalu ku kecup lagi keningnya. Wajah Inggrid malah semakin memerah sehabis ku kecup atau karena mendengar perkataanku, bisa juga Inggrid merasa malu seperti ini. Tangannya juga mulai mencubit perutku sekarang, dia terlihat imut dengan kelakuannya yang seperti itu. Inggrid memelukku erat, rasanya senang sekali bisa seperti ini.



***

Latihan hari ini terasa lebih ringan, rasanya tubuhku bergerak lebih ringan dari biasanya, apakah karena hatiku juga sedang senang, makanya tidak ada beban. Latihan sepenuh tenaga, latihan dengan penuh konsentrasi yang tidak tergoyahkan, I’m in my zone.

Aku masih membimbing beberapa denshi-ku yang sedang fokus juga latihan, tentunya aku senang melihat mereka bisa berlatih dengan baik, dan dengan fokus, jadi aku tidak perlu memperbaiki gerakan mereka dan tidak perlu mengulang.

Konsentrasiku tiba-tiba terganggu, ada semacam hawa dingin, rasa yang sudah lama tidak ku rasakan, rasa ketika bertarung untuk hidup dan mata, ‘hawa membunuh’. Aku menoleh dengan tergesa, aku melihat seseorang dengan jaket hitam telah berdiri di hadapan Nono, yang sedang berdiri berhadapan juga dengan sosok itu.

Orang itu dengan cepat melayangkan tendangan samping ke arah paha kiri Nono, dan tentunya di tangkis dengan mudah dengan kaki Nono, tapi kecepatan kaki itu, bergerak dengan cepat menyusur ke atas, menupinggulnya, dan tangan Nono dengan cepat menangkisnya lagi, namun tendangan ketiga itu masuk dengan telak ke wajah Nono. Orang ini cepat, dan dengan niat membunuh,.

Aku segera berlari begegas menuju Nono, namun, terlambat, ketika tubuh Nono oleng karena tendangan itu, sebuah tendangan lurus masuk ke wajah Nono dengan cepat dan membuatnya tersungkur ke tanah.

Mail dan aku segera membantu Nono berdiri, sedangkan Oky, salah satu pelatih juga disini telah berdiri di antara kami dan orang misterius itu. Aku tidak bisa melihat wajah orang ini, dia menutupinya dengan masker,tubuhnya terlihat kecil dari dekat, tidak lebih tinggi dari Nono, dan tentunya tidak lebih tinggi dariku. Masalah apalagi ini, di saat menyenangkan seperti ini ada saja masalah yang datang.

***
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd