Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Work is work, sex is sex [Tamat]

Saya ingin meng-explore cerita tentang rekan-rekan kerja Ted dan Nita, apakah tertarik?

  • Ya

  • Tidak


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Bimabet
Tensinya.... damnnnnn !!!!
Gw telp gojek cumaaa mo beli ..mashed potato!!! arghhhhh
 
Chapter XXX-3
After Dinner 3


Masih dalam kondisi terengah-engah berusaha mengatur nafasnya, aku kembali mengambil es yang tadi berada di mangkuk, walau sudah banyak yang mencair, paling tidak masih ada yang cukup besar. Dalam kondisi yang masih mengatur nafas, Nita ku kejutkan dengan es batu yang ku tempelkan di payudaranya tepat di samping putingnya. Sontak Nita menjerit terkejut, tubuhnya tersentak kembali berusaha melepaskan diri dariku. Nita menggeliat berusaha mejauhkan tubuhnya dari es itu.

Kini tubuh Nita terjatuh ke karpet lagi, dengan posisi menyamping karena lengannya masih terikat di belakang, tubuhnya tidak bisa terbaring dengan baik.

“Ampun Tuan…”, dalam desahan dan jeritannya terdengar permintaan ampun dari Nita. Tapi membuatkan malah semakin bersemangat, membuatku semakin bernafsu dibuatnya. Ku hentikan sejenak, ku jauhkan es itu. Ku ambil es itu dan ku letakkan dalam mulutkan, dan dalam kondisi Nita yang masih terbaring aku mengisap putingnya dengan es dalam mulutku, membuatnya menggeliat.

Tapi perlawanan Nita sedikit tanggung, entah dia ingin melepaskan diri atau ingin menikmati jilatan jilatan dan isapan-isapan yang lebih. Tubuhnya bergerak tidak karuan, tangankupun tidak tinggal diam, masing-masing meremas dan mengelus payudaranya. Begitupun bibirku yang bergantian mengecup menjilat dan menghisap putting payudara Nita yang kiri dan kanan.

Dari bibir Nita terdengar erangan dan desahan yang tidak beraturan, begitupun nafasanya membuat dadanya naik turun tidak karuan. Ketika es dalam mulutku telah mencair aku tambah lagi dengan es yang lain, membuat permainan ini berlangsung untuk beberapa saat, dan kini Nita hanya terdiam, pasrah dan tidak bisa lagi bergerak. Hanya nafasnya saja yang memburu dan tidak karuan setiap bibir dinginku mengisap putingnya.

Karena Nita sudah tidak menggeliat lagi, semangatku untuk mempermainkan tubuhnya menjadi menghilang, aku sedang memikirkan cara lain untuk membuatnya menggeliat lagi seperti tadi.

Aku sekarang mendudukkan Nita di atas karpet, yang masih terikat, ku sandarkan tubuhnya ke sofa. Nita pun hanya pasrah ketika kakinya ku buka lebar, kini selangkangnya yang masih tertutup celana dalam berwarna hitam miliknya. Ku elus dengan lembuat vaginanya yang masih tertutup, terasa sangat hangat dan becek, terasa cairan kewanitaan Nita sudah menembus celana dalamnya.

Apakah mungkin tadi dia sudah orgasme atau terkencing karena ulahku, makanya dia menjadi lemas, peduli setan, yang jelas aku belum memuaskan hasratku pada tubuh Nita. Ku selipkan tanganku kedalam celana dalam Nita, dan menyentuh langsung permukaan luar Vagina Nita, benar saja terasa sangat becek dan basah, ini bukan urin, ini cairan kewanitaannya. Nita hanya bisa mendesah ketika ku elus dengan lembut permukaan vaginanya. Tangan Kiriku juga meremas dan memainkan putting payudara Nita secara bergantian biar adil.

Perlahan aku mulai memasukkan jari tengahku kedalam celah itu, perlahan-lahan, lalu ku gerakkan ke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke bawah, membuat Nita mendesah dan bokongnya sedikit mengejang. Ku tarik jariku keluar masuk, sembari mengelus bagian dalam vaginanya. Membuat Nita semakin mendesah tidak karuan, namun tubuhnya sudah tidak mampu lagi meronta, tidak mampu lagi melawanku.

Bibir Nita terbuka lebar, ekspresi wajahnya sedang menahan perasaan nikmat di vaginanya, dia bahkan tidak bisa lagi menutupi desahannya yang perlahan membesar menjadi erangan-erangan manja. Semakin aku gerakkan jariku, semakin Nita mendesah, dan juga otot bokonya bergerak, menggerakkan pinggulnya. Nafas Nita sudah tidak mulai tidak beraturan lagi, semakin cepat, mungkin dia sudah akan orgasme.

Aku mengehentikan gerakan jariku, dan menyabutnya dari vagina Nita, begitu pula dengan tangan kiriku, ku hentikan semua aktifitasku. Nita tampak berusaha mengatur nafas, tapi sepertinya menunggu seranganku yang selanjutnya.

“Tuan?”, dengan suara lirihnya, dan nafas yang masih belum beraturan. Aku tidak menjawab panggilan Nita, dan tentunya membuatnya sedikit kawatir.

“Tuan kenapa berhenti?”, sekali lagi Nita memanggilku dan bertanya, dan aku masih tidak menjawabnya.

“Tuan ingin mempermainakanku, tuan ingin menyiksa budak mu ini?”, dengan suara yang merdu dan manja serta gigitan kecil di bibir bawah Nita, membuat Nita terlihat sangat sexy, tubuhnya yang terikat tidak berdaya tapi masih begitu menantang.

“Nita, kamu milikku sepenuhnya bukan?”, aku bertanya pada Nita sambil memegangi dagunya dan memainkan jempolku di permukaan bibirnya.

“Iya tuan, Jiwa dan Ragaku milikmu”, jawabnya sambil mendesah, terdengar sexy dan menggoda tentunya.

“Jadi kalau aku tidak ingin menyentuhnya, itu adalahlah hak ku bukan?”, kataku pada Nita dengan nada yang sedikit meledek padanya.

“iya tuan, itu hakmu”, dengan suara yang kecewa dan bibir yang sedikit mayun.

“tapi apa tuan tega membiarkanku seperti ini?”, sambil menggerakkan tubuhnya membuat payudaranya terguncang ke kiri dan ke kanan dengan menggoda. Tentu saja aku tergoda dan aku tidak tega membiarkan Nita tidak terpuaskan seperti ini.

“Kalau begitu apa yang kamu inginkan sayang? Katakan pada Tuanmu ini”, jawabku pada Nita, dengan menganyun ayunkan dagunya dengan tanganku, Nitapun tersenyum nakal, dan menjilat bibirnya dengan begitu menggoda.

“Fuck me master”, jawabnya dengan tegas dan menggoda, dan senyum yang merekah di bibirnya, mata yang tertutup, membuatnya begitu menggoda.

“What do you want?” aku ingin mendengarkannya sekali lagi, dan tentunya dengan kata mohon dari Nita.

“Please fuck me master, ram your dick to my pussy”, terdengan suara nita yang menggoda dan menantang, sambil Nita menggerak-gerakkan pinggulnya dan berusaha membuka pahanya lebih lebar.

“I want to hear you begging, honey…”, ku bisikkan itu di telinga Nita, membuatnya menggigit bibir lagi, lalu tersenyum.

“Ted, you are so nughty, and I LOVE IT…”, bisik Nita dengan menggoda, terdengar merdu dari bibirnya.

“Please Master… Fill my pussy with your dick master…” dengan suara memelas dan tubuh yang meliuk-liuk menggodaku.

“Aku mohon Tuan… puaskan aku dengan kontolmu…”, suara itu terdengar begitu merdu dan begitu nakal di telingaku. Aku sudah tidak dapat menaha diriku lagi, aku kemudian menarik celana dalam Nita, menariknya menuruni kakinya yang jenjang dengan perlahan, membuat sentuhan di setiap inci kulitnya, terasa lembut dan halus. Setelah celana dalam Nita lolos dari kakinya, segera Nita kembali melebarkan pahanya membuat vaginanya terliat dengan jelas walau dalam remangnya cahanya.

“Tuan…” dengan suara lirih yang memelas, membuatku semakin bernafsu. Aku berlutut di hadapan Nita dan ku sandarkan penisku tepat di mulut vagina Nita, ku gesekkan perlahan di permukaannya, terasa hangat dan sudah sangat basah, terasa licin di kepala penisku, rasa yang luar biasa.

“Tuan, aku mohon, jangan menggodaku lagi…”, terderngar begitu memelas bagiku. Aku pun membenamkan penisku dengan perlaha, walau vagina Nita sudah licin tapi tetap saja terasa begitu sempit. Aku harus perlahan membenamkannya kedalam vagina Nita, terdengar desahan setiap kali aku menekan penisku semakin dalam, rintihan Nita antara nikmat dan perih.

Aku mengentikan gerakakan ku ketika hampir setengah penisku terbenam dalam vagina Nita. Aku ingin Nita terbiasa dulu baru aku akan bergerak lagi. Nita hanya tersenyum padaku, meski matanya tertutup dia tentunya tahu aku berada tepat di hadapannya. Sejenak kemudian Nita mengangguk, memberikanku tanda bahwa dia sudah siap, Aku kembali melanjutkan pergerakanku setelah diam beberapa saat.

Akhirnya penisku telah berhasil terbenam seluruhnya dalam vagina Nita, rasanya seperti ada yang mencengkram, dan terasa gedutan dalam vaginan Nita, seperti detak jantungnya yang berdebar terasa di sekujur penisku. Rasa hangat dan nyaman ini benar-benar lubang surga.

Aku mulai bersiap, aku menarik mundur penisku, lalu ku hujamkan lagi dengan perlahan, membuat Nita mulai mendesah pada setiap hentakanku. Aku mempercepat gerakan pinggulku bergerak kedepan dan ke belakang, sambil kedua tanganku memegangi pinggul Nita, menjaganya agar tidak terlalu menjauh dari penisku. Desahan-desahan Nita, berubah menjadi erangan-erangan halus, terdengar merdu diiringi alunan musik jazz yang masih mengalun dari tadi.

Tubuh Nita yang bersandar di sofa terguncang-guncang menghantam permukaan sofa, membuatku tidak tega, akhirnya akupun melepaskan ikatan tangannya agar tangannya tidak akan terluka. Karena sulit meraih ikatan Nita, akhirnya aku harus menghentikan dulu gerakanku, dan membuka ikatan itu. Rasa hangat dan basah vaginan Nita begitu terasa, begitu nikat rasanya.

Akupun membuka penutup mata Nita, dan Nita pun membuka matanya dengan perlahan, terlihat matanya yang sayu dan terlana seperti tengah di awang-awang. Ku kecup bibirnya, dan tangan Nita melinggar memelukku merangkul leherku, dan tangaku tetap di pinggulnya, kemudian aku mulai menggerakkan pinggulku lagi maju dan mundur. Terselip desahan di antara ciuman kami, terasa juga jemari Nita mencengkram kencang punggungku.

Aku berusaha mempercepat gerakanku, walau poisis ini sedikit tidak pas untukku. AKu kemudian merangkulkan tanganku ke tubuh Nita dan sedikit mengangkat tubuhnya. Agar aku bisa menyelipkan lututku ke bawah tubuhnya dan bisa bergerak lebih bebas. BAgian atas punggu Nita ku tumpukan pada sofa, dan bokongnya pada pahaku. Sehingga benar rasanya lebih nikmat Penisku menghujam vaginanya, terasa lebih bebas dan dalam.

Aku semakin mempercepat gerakanku, pinggulku maju mundur dan tanganku juga menarik dan mendorong tubuh Nita di saat yang bersamaan. Membuat suara tepukan becek yang menggemah di seluruh ruangan, begitu juga dengan suara erangan Nita yang tidak dapat lagi ku tutupi dengan ciuman ku.

Aku tidak lagi mengecup bibirnya, kini tubuhku tegak dan Nita terbaring setengah di atas sofa, hingga aku dengan puas dapat menikmati pemandangan tubuh Nita yang begitu indah di hadapdanku, melihat wajahnya yang cantik nan binal mengerang merasakan penisku dalam rahimnya. Sungguh beruntung diriku memperoleh wanita seperti Nita, bahkan luar biasa beruntungnya karena aku juga masih mempunyai Inggrid yang mencintaiku dengan tulus. Anugrah macam apa yang ku terima, sungguh indah hidupku ini.

Saat aku sedang mensyukuri hidupku ini, terdengar erangan Nita melenguh cukup panjang dan tubuhnya pengejang, terasa penisku terjepit dalam vaginanya dan kakinya menjinjit dan tersentak-sentak. Sontak kemudian dia lemas dan selangkanganku menjadi sangat basah, dan terasa kehangatan yang mengalir membasahi pangkal pahaku. Nita orgasme, tubuhnyapun terkulai dan melemas, seperti tak bertulang langsung roboh di antara aku dan sofa itu.

Melihat kondisi Nita seperti itu, aku menarik tubuhnya dan memperbaiki posisinya, walau penisku tetap terbenam dalam vaginanya, Nita sepetinya sudah tidak punya tenaga bahkan untuk mendesah. Akupun mencabut penisku dari vaginanya, terdengar bunyi plok saat penisku meninggalkan sarang indahnya itu, dan sepertinya ada yang mengalir keluar, seperti sebuah penutup yang baru saja di buka, air nikmat itu mengalir membasahi karpetku.

Kubiarkan tubuh Nita terbaring sejenak, berusaha mengatur nafasnya dan kulihat tangannya ia letakkan di bawah perutnya, seperti mengelusnya. Kemudian terdengar dengan sayu dia memanggilku.

“Ted, rasanya nikmat, sepertinya kontol tuan masih ada di dalam, hangat…”, sambil Nita memejamkan matanya, dia kelelahan setelah orgasme ini, mungkin juga karena dia telah seharian juga mempersiapkan malam spesial kami ini makanya dia lelah.

Kulihat tubuhnya di penuhi peluh, begitu juga aku, tubuh kami terlihat mengkilap di bawah cahaya lilin. Akupun beranjak dari sisi Nita, aku mengambil handuk dan selimut. Ku seka keringat Nita, dan dia hanya tersenyum kepadaku, lalu ku selimuti tubuhnya. Tidak lama kemudian terdengar suara dengkuran halus dari Nita, dia telah tertidur.

Ku perhatikan jam dindingku, ternyata sekarang sudah pukul 2300.Walaupun aku belum terpuaskan, paling tidak Nita sudah mencapai kenikmatannya. Aku juga tidak tega melihat Nita kelelahan. Akan ku biarkan dia istirahat dulu, mungkin hingga jam 2400, sebelum aku mengantarnya pulang.

***
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Chapter XXXI
Sunday Morning



Minggu, 28 Juni 2015

Rasanya sudah lama tidak berlari jauh, jadi aku putuskan hari ini untuk berlari, targetku adalah 10 kilometer, sekedar meningkatkan stamina dan juga meredakan kadar testosteronku yang bergelora kemarin malam dan tidak di tuntaskan. Lebih baik di manfaatkan menjadi bahan bakar otot daripada di buang di kamar mandi kan (if you know what I mean).

Akhirnya 10 kilometerku tercapai, sekitar hampir sejam, lumayan lah menurutku, tidak begitu lambat juga. Akhirnya aku putuskan untuk hit the gym lagi, sebenarnya sih untuk sauna saja dan merilekskan otot betisku. Saat aku tiba di gym, ternyata belum ada petugas yang membuka pintu, memang masih pukul 0700 pagi. Aku melihat Inggrid juga sudah menunggu di depan pintu gym.

“Ling!”, sapaku padanya yang sepertinya sedang melamun memperhatikan pintu gym yang tak kunjung buka.

“Ko Ted”, dan langsung memelukku, walau tidak ada orang, rasanya cukup canggung ketika dia melakukan hal itu di tempat umum. Aku jadi sedikit salah tinggkah di buatnya.

“Belum buka nih, biasanya jam segini kan harusnya sudah buka!”, gerutu Inggrid namun dengan nada yang ceria, dan dengan bibir yang sedikit di manyunkan. Inggrid terlihat menggemaskan ketikan bertingkah ke kanak-kanakan seperti itu. Wanita satu ini bisa menutupi semua kepedihannya dengan luar biasa.

“iya sih harusnya sudah buka, sudah coba kamu gedor?”, sambil masih merangkul Inggrid dengan lengan kananku aku pindahkan tanganku menjadi memiting lehernya. Dengan sigap Inggrid mendorong siku tangan kananku dan melepaskan pitingan leherku dan menarik tangan kananku kebelakang, membuat aku yang sekarang terkunci.

“Itu pintu kaca ko, kalau Ling gedor nanti malah pecah”, sambil mendorong lengan kananku semakin kebelakang dan naik ke punggungku, dan aku segera memutarkan badanku dan melepaskan pitingan itu dan menarik tanganku dari Inggrid.

“Digedor Ling, bukan di dobrak”, sambil aku mulai memasang kuda-kuda gulat yang merentangkan kedua tangaku di depan. Melihat itu Inggrid malah menegakkan badannya, seperti tidak ingin meladeniku.

“Males ah ko, ko Tedy udah keringatan, pasti habis joging kan langsung kesini?”, tebahakan Inggrid memang tepat, aku habis joging tanpa babibu, langsung angkat tas kemari. Inggri pun menjepit hidungnya dan memanyunkan bibirnya.

“ACEM”, terdengar kekanak-kanakan, sambil bibir manyunnya seperti menunjuk kepadaku.

“Padahal tadi yang meluk siapa?”, jawabku sambil membela diri, kemudian malah Inggrid melipat tangannya di dadanya sambil membuang muka. Akupun menghampirinya sambil melebarkan tanganku.

“Ayo sini-sini, peluk koko”, aku berjalan mendekatinya dan memeluknya, dan tentunya Inggrid tidak melakukan penolakan, malah membuka tangannya walau wajahnya tidak menatapku. Seperti anak-anak yang sedang ngambek saja.

Kami akhirnya menunggu gym terbuka sambil saling merangku, tidak lama sekitar pukul 0720, gympun terbuka. Sambil merangkul kamipun berjalan masuk ke gym, dan Inggrid pun masuk ke kamar ganti wanita untuk bersiap, aku langsung saja menuju alat. Tidak lama berselang Inggridpun keluar, dengan tanktop andalannya, dia langsung menuju treadmill dan berlari untuk pemanasan.

Hari ini gym cukup sepi, mungkin karena bulan puasa juga dan hari minggu makanya tidak banyak yang ke gym. Serasa gym ini milik berdua, plus satu penjaganya, bahkan Personal Trainer pun tidak terlihat batang hidungnya. Rasanya nikmat banget tidak perlu berebut alat dan mengantri alat dengan orang lain.

Hari in rasanya badan juga sudah cukup letih, mungkin karena tidurku hanya beberap jam saja semalam, sehabis mengantar Nita pulang sudah pukul 0100 dinihari barulah aku tidur, jadi kurang lebih aku hanya tidur 4 jam lebih. Akhirnya hanya sejam aku di gym sudah letih rasanya, berat rasanya mata ini. Akhirnya aku putuskan untuk bilas dan masuk ke sauna, tapi sepertinya Inggrid masih bersemangat, mungkin karena tidak ada orang juga, makanya alat yang jarang dia mainkan akhirnya dia jabanin. Tidak perlu di jaga sih karena alat yang safe.

Karena kebiasanku banyak orang yang sedang sauna biasanya tertidur atau lupa waktu, gym ini juga menyediakan Timer Mechanical seperti buat masak di dapur itu, yang di putar terus hitung mundur. Jadi sebelum masuk aku ambil beberapa, karena aku sering tertidur, biar aman saja, aku tidak ingin jadi daging kukus karena kelupaan. Pastinya di beritahu juga ke petugas, karena sedang sepi.

Akupun masuk setelah berbilas, dan hanya menggunakan celana pendek dan menutup tubuhku dengan handuk basah. Akhirnya aku bisa bersantai dan rileks, membiarkan pori-pori terbuka, membuag kotoran yang masuk kedalam kulit. Sebelum sauna pastikan juga asupan air yang masuk dalam tubuh cukup banyak, karena kalau tidak bisa juga menyebabkan dehidrasi.

Setelah duduk kurang lebih mungkin 5 menit, benar aku tertidur. Hahahaha.

***

Mungkin aku tertidur cukup lama, rasanya ada yang menepukku untuk bangun. Rupanya Inggrid membangunkanku, aku perhatikan TImerku, aku tertidur hampir setengah jam. Sambil masih menguap aku tersenyum kepada Inggrid yang duduk di samping kananku. Memang sauna ini sauna campur, jadi tentu saja Inggrid bisa masuk. Inggrid masih menggunakan tanktop yang tadi dan sudah di penuhi keringat, mungkin dia sudah masuk dari tadi atau sudah capek ngegym.

“Kayanya ko Tedy kecapean, sampe ketiduran di sauna gini… Bahaya loh”, sambil memukul lengan kananku. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum, dan membalas pukulannya.

“Cuman kurang tidur, kemarin jam 1 baru tidur”, sambil kembali menguap, dan mulai menyeka keringatku dengan handuk yang tadi ku bawa.

“Idih jam 1, ngapain saja dengan Ce Anita?”, tiba-tiba Inggrid merapat dan menyenggol bahuku dengan bahunya. Ini anak mau tahu saja apa yang kulakukan dengan Nita, tapi aku tahu sebenarnya dia pasti cemburu dan tidak mau kalah dari Nita. Kemudian aku mendekatkan diriku mendekati wajah Inggrid dan berbisik padanya.

“Rahasia”, dengan wajahku yang meledek aku menjulurkan lidahku padanya. Inggridpun memelototiku dengan wajah yang menggemaskan. Akhirnya akupun tertawa melihat wajahnya itu, dan alhasil perut ku di cubit oleh Inggrid.

“Ih ko koh…”, akupun meringis karena cubitannya lumayan keras, dan ku dorong tangannya menggunakan sikuku dan aku pun memunggunginya. Dengan cepat Inggird memegang pundakku dan menahan tubuhku tetap membelakanginya.

“Sepertinya kemarin seru ya ko, sampai ada bekas kukunya”, Inggrid mengelus punggungku yang berkeringat, memang terasa perih ketika di elus, rupaya ada lecet karena kuku Nita di punggungku. Akupun segera mendorong tubuhku kembali, berhadapan dengan Inggrid. Aku merasa bersalah pada Inggrid, aku yakin dia cemburu padaku, dan sakit dalam hatinya.

“Ling jadi cemburu loh ko”, sambil mendekatkan dirinya padaku dan meletakkan tangannya di dadaku, kini wajah kami hanya berjarak satu jengkal. Kenapa dengan Inggrid aku menjadi salah tingkah seperti ini, padahal jika dengan Nita aku yang dominan. Tubuhku ku topang dengan lenganku karena berat badan Inggrid juga bertumpu padaku. Lalu sekejap bibir kami bertemu dalam kecupan yang singkat, Inggrid menggigit bibirku, dan dia langsung kembali ke posisinya yang semula dan tersenyum padaku.

Inggrid baru saja mencuri sebuah ciuman lagi dariku, gadis ini benar-benar menggemaskan. Akupun mendekatkan tubuhku padanya, dan kini aku merentangkan tanganku di kiri dan kanannya, dan mendorongnya, memaksanya tertidur di kursi sauna. Inggrid menarik handuknya meletakkan kedua tangannya di dadanya, dengan wajah seperti memelas.

“Ling teriak loh koh…”, dengan nada sedikit mengancam namun tetap dengan senyuman, Inggrid membuatku semakin gemas padanya. Tidak peduli dengan ancamannya, aku mendekatkan wajahku dan mengecup bibirnya. Beberapa saat kami berciuman, tubuh ku kini telah merapat dengan tubuh Inggrid, terasa tubuh kami yang penuh keringat merapat dan mendekap, tangan Inggrid sekarang melingkar di punggungku, mengusap-usap punggungku.

“Katanya mau teriak?”, aku mengangkat tubuhku dari Inggrid dan sedikit meledeknya. Sepertinya aku salah melakukan itu, Inggrid kemudian memejamkan matanya.

“Arg…”, dia melenguh panjang, masih bisa dibilang teriakan sih sebenenarnya. Aku yang panik segera membekap mulutnya dan melihat ke arah pintu, semoga saja penjaga di depan di mendengarnya dan suara musik di depan menutupi suara Inggrid. Walau mulutnya ku bekap, mata Inggrid masih masih menunjukkan raut menantangku. Aku hanya bisa memelotinya untuk sekarang ini.

Akupun kembali ke posisiku dan Inggrid juga memperbaiki posisi duduknya, dan dia juga memperhatikan ke arah pintu, ya sepertinya memang tidak terdengar sampai luar. Aku lalu mencubit lengan Inggrid, dengan memasang wajah marah padanya, dan Inggrid hanya tertawa melihatku.

Inggrid pun kembali mendekat padaku dan kamipun berciuman, walau tubuh kami penuh keringat aku dan Inggrid tidak peduli lagi, kami berpelukan, ciuman kami berdua tidak mau kalah panas dengan panasnya ruangan saunan ini. Lidahku dan Inggrid bertautan menari-nari, seperti kekasih lama yang tak jumpa. Bibir kami terpaut cukup lama, tubuh ini semakin basah karena keringat kami, Inggrid pun melepaskan ciuman kami, terlihat ada sedikit liur yang membasahi bibir Inggrid, dan di lapnya dengan jempolnya, dan diapun tersenyum padaku.

Inggrid lalu mengecup leherku walau penuh dengan keringat, Inggrid sama sekali tidak terganggu dengan itu, bahkan lidahnya menyusuri leherku dan turun hingga ke dadaku, tangannya mendorong tubuhku untuk bersandar, dan kini tubuhku setengah terbaring dengan topangan pada sikuku. Kemudian Inggrid memainkan lidahnya di putingku dan kemudian menggigitnya, membuatku meringis, dan dia hanya tersenyum, dia mengerjaiku lagi bahkan dalam keadaan seperti ini.

Kini tangan Inggrid sudah berada di ujung boxerku bersiap menariknya turun, tapi aku menahannya.

“Huss, nanti ada yang masuk”, tapi Inggrid hanya tersenyum dan menyentak celanaku turun, sontak penisku yang tegang melompat keluar tepat di wajahnya.

“Yakin ngak mau ko?” sambil Inggrid memutarkan lidahnya dengan cepat di seluruh kepala Penisku, sekujur tubuhku terasa bergetar dan dari mulutku keluar desahan. Inggrid lalu menggenggam batang penisku dan dengan cepat memasukkan kepala penisku ke dalam mulutnya. Dengan gerakan yang kompak, tangan dan kepalanya bergerak seirama membuat penisku merasakan sensasi yang luar biasa.

Terdengan bunyi “srup…srup…srup…” dari mulut Inggrid, sensasi kocokan dan hisapan Inggrid membuat tubuhku merinding dalam udara panas ini. Tapi hanya beberapa saat saja, Inggridpun menghentikan gerakannya untuk mengatur nafasnya, mungkin Inggrid baru saja belajar teknik baru dari film po*no makanya dia melakukan itu. tapi tetap saja staminya masih kurang untuk melakukan itu dalam waktu yang lama.

Melihat Inggrid yang lengah karena harus mengatur nafas, sekarang giliranku menyerang. Aku menegakkan tubuhku dan mendorong Inggrid, karena tubuhnya yang kecil dan nafasnya yang sedang tidak teratur, mudah bagiku untuk menguasai keadaan lagi. Kini Inggrid malah yang terbaring, aku dengan cepat mengangkat tanktopnya sekaligus dengan sport branya dan segera meremas payudaranya yang pulen itu dan mengecupnya dengan bibirku.

Tubuh Inggrid yang penuh keringat juga membuatku semakin bernafsu, di tambah lagi kemarin aku tidak terpuaskan, aku malah kawatir akan mengagahi Inggrid di tempat umum ini. Keringat Inggrid, terasa asin gurih di lidahku, tapi tidak membuatku surut untuk menikmati putting payudaranya yang indah ini. JIlatan demi jilatan dan kecupan demi kecupan membuat Inggrid hanya bisa menutup mulutnya dengan tangannya sendiri, dia sepertinya juga takut jika desahan terdengar di luar.

Tidak ingin kehilangan momentumku ini, tangan kanaku mengelus vagina Inggrid yang masih terbungkus celana leggingnya. Tapi apalah daya legging menutupi sensasi sentuhanku pada vaginanya itu. Tubuh Inggrid berusaha melepaskan diri dariku, sepertinya dia sudah tidak tahan juga dengan sensasi yang menerpa tubuhnya. Inggrid mendorong wajahku menjauh dari payudaranya dan menarik kakinya keluar dari jangkauan ku dan berusaha berlari ke pintu sauna.

Dengan cepat aku berhasil mengejarnya, sebelum dia berhasil membuka pintu sauna ku pepet tubuhnya merapat ke pintu, dan wajahnya merapat ke kaca pintu sauna untung saja kaca sauna itu tidak panas. Aku menarik kedua tangan Inggrid ke atas dan ku pegang keduanya dengan tangan kiriku, dalam kondisi tidak beraturan seperti ini, tubuh Inggrid tidak kuasa melakukan perlawanan padaku. Dengan cekatan juga tangan kananku langsung menarik lagging sekaligus dengan celana dalamnya ke bawah.

Karena tubuh Inggrid yang mungil dan agak pendek dariku, tanganku tidak bisa mendorong lagging itu terlalu jauh ke bawah, hanya hingga bokongnya yang montok terekspose di hadapanku. Tidak kehabisan akal aku menggunakan lututku untuk menariknya turun lagi, dan cukup efektif, kini lagging dan celana dalam Inggrid sudah turun hingga pahanya.

“Jangan di sini koh…”, Inggrid menoleh padaku dengan wajah yang sendu dan terdengar memelas, dia memohon padaku. Tapi sudah terlambat, nafsuku sudah di ubun-ubun dan penisku sudah berada di depan pintu sorga. Dengan bantuan dari tangankananku, ku arahakn penisku dan sekali sentak ku benamkan seluruhnya sekaligus ke dalam vagina Inggrid, dengan cepat lolos masuk karena sudah becek, walaupun terasa sempit dengan sedikit tenaga semuanya masuk.

“Arg….!” Terdengar keras dan melenguh panjang, tubuh Inggrid terkejut, kakinya terjinjit sepertinya terlepas dari permukaan, penisku sepertinya mentok dalam rahimnya. Aku tidak bergerak dulu, ku biarkan penisku terdiam dulu, merasakan kedutan dalam vagina Inggrid. Terlihat dari pantulan kaca Inggrid hanya bisa menutup matanya dan mulutnya terbuka lebar berusaha mengatur nafasnya.

Setelah kedutan di dalam vagina Inggrid berkurang, aku mulai menggerakkan pinggulku maju mundur, perlahan lahan. Kaki Inggrid yang sedang berjinjit sesekali terlpas dari permukaan setiap aku mendorong penisku masuk dalam vaginanya. Tubuh mungilnya yang tidak berdaya menjadi mainan ku yang nikmat.

Aku makin mempecepat gerakanku, kini tanganku tidak lagi memegangi kedua tangannyan, malah sekarang pinggulnya ku pegang sembari meremas bokongnya yang montok ini. Tubuh Inggrid menempel di sebagian kaca ruang sauna ini, dan sebagian di pintu, payudaranya yang terbukapun tertempel di kaca, jika ada yang lewat pasti akan melihat payudara indah itu.

Tangan Inggrid sendiri kembali menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan desahan, melihat itu, aku malah sengaja semakin mempercepat gerakan pinggulku, merajam semakin dalam dan mengangkat tubuhnya semakin tinggi. HIngga hampir beberapa kali Inggrid hampir terjatuh karena ketika kakinya kembali menapak agak tidak seimbang, untung saja masih ku pegangi.

Inggrid hanya bisa memejamkan matanya, menikmati setiap hentakan dariku, dan menahan erangannya yang biasanya terdengar keras di telingaku, hari ini hanya desahan-desahan dan erangan yang di bekap yang terdengar olehku.

“Ko… Ling sudah hampir ko…” terdengar desahan dari mulut Inggrid, dia sudah hampir orgasme, akupun mempercepat lagi gerakan pinggulku, bersamaan dengan itu Timerku berbunyi, berarti aku sudah sejam di sini. Peduli setan dengan Timer itu, aku sedang enak. Aku tetap menghentak vagina Inggrid dengan penisku. Kemudian aku melihat bayangan dari koridor, depan, sepertinya ada yang memasuki ruang ganti.

Aku lalu mencabut penisku dari Inggrid, dan Inggrid pun terkejut.

“Ayo rapikan, ada penjaga”, dengan gelagapan aku menarik celanaku naik, dan membantu Inggrid menarik laggingnya, memang sialan ya lagging itu, mudah dibuka sulit dipakai. Di saat krusial Inggrid sudah kembali duduk di tempatnya dan aku mematikan Timer itu, si penjaga masuk. AKu ingat tadi aku memberi tahunya untuk memastikan aku selesai 1 jam, pegawai yang telaten, dan sialan juga di saat bersamaan.

“Pak,ngak ketiduran kan pak?”, sambil membuka pintu setelah mengintip di kaca tadi.

“Hahaha, sempat ketiduran sih tadi”, jawabku dengan basa basi dan tersenyum padanya.

“Untung ada gadis cantik ini temenin jadinya ngak ngantuk”, sambil aku menunjuk Inggrid, dan Inggridpun tersenyum masam padaku, dan si penjaga tersenyum keki pada kami berdua. Bagaimana tidak masam senyuman Inggrid, dia hampir orgasme, dan harus berhenti seperti tadi.

***
bersambung
 
Terakhir diubah:
Karena ini cerita seolah real life...
Kadang hidup itu memang di penuhi dengan kentang yang entah darimana datangnya...
Jadi harap maklum...
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Setelah semalam bersama ce anita.. paginya bersama inggrid.. tp heran kok blm keluar aj nih..
Wkakakakak..

Setelah kentang.. lanjutkan di apartemen atau di rumahnya inggrid koh...
Go a head..
:semangat:
Si Ted udh mau tuh hu...makanya d ksh kencang...
 
Nah kan kalau adil gini enak, anita aman inggrid aman, pintar atur waktu bae, di tunggu next ny gan..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd