Chapter XXXI
Sunday Morning
Minggu, 28 Juni 2015
Rasanya sudah lama tidak berlari jauh, jadi aku putuskan hari ini untuk berlari, targetku adalah 10 kilometer, sekedar meningkatkan stamina dan juga meredakan kadar testosteronku yang bergelora kemarin malam dan tidak di tuntaskan. Lebih baik di manfaatkan menjadi bahan bakar otot daripada di buang di kamar mandi kan (if you know what I mean).
Akhirnya 10 kilometerku tercapai, sekitar hampir sejam, lumayan lah menurutku, tidak begitu lambat juga. Akhirnya aku putuskan untuk hit the gym lagi, sebenarnya sih untuk sauna saja dan merilekskan otot betisku. Saat aku tiba di gym, ternyata belum ada petugas yang membuka pintu, memang masih pukul 0700 pagi. Aku melihat Inggrid juga sudah menunggu di depan pintu gym.
“Ling!”, sapaku padanya yang sepertinya sedang melamun memperhatikan pintu gym yang tak kunjung buka.
“Ko Ted”, dan langsung memelukku, walau tidak ada orang, rasanya cukup canggung ketika dia melakukan hal itu di tempat umum. Aku jadi sedikit salah tinggkah di buatnya.
“Belum buka nih, biasanya jam segini kan harusnya sudah buka!”, gerutu Inggrid namun dengan nada yang ceria, dan dengan bibir yang sedikit di manyunkan. Inggrid terlihat menggemaskan ketikan bertingkah ke kanak-kanakan seperti itu. Wanita satu ini bisa menutupi semua kepedihannya dengan luar biasa.
“iya sih harusnya sudah buka, sudah coba kamu gedor?”, sambil masih merangkul Inggrid dengan lengan kananku aku pindahkan tanganku menjadi memiting lehernya. Dengan sigap Inggrid mendorong siku tangan kananku dan melepaskan pitingan leherku dan menarik tangan kananku kebelakang, membuat aku yang sekarang terkunci.
“Itu pintu kaca ko, kalau Ling gedor nanti malah pecah”, sambil mendorong lengan kananku semakin kebelakang dan naik ke punggungku, dan aku segera memutarkan badanku dan melepaskan pitingan itu dan menarik tanganku dari Inggrid.
“Digedor Ling, bukan di dobrak”, sambil aku mulai memasang kuda-kuda gulat yang merentangkan kedua tangaku di depan. Melihat itu Inggrid malah menegakkan badannya, seperti tidak ingin meladeniku.
“Males ah ko, ko Tedy udah keringatan, pasti habis joging kan langsung kesini?”, tebahakan Inggrid memang tepat, aku habis joging tanpa babibu, langsung angkat tas kemari. Inggri pun menjepit hidungnya dan memanyunkan bibirnya.
“ACEM”, terdengar kekanak-kanakan, sambil bibir manyunnya seperti menunjuk kepadaku.
“Padahal tadi yang meluk siapa?”, jawabku sambil membela diri, kemudian malah Inggrid melipat tangannya di dadanya sambil membuang muka. Akupun menghampirinya sambil melebarkan tanganku.
“Ayo sini-sini, peluk koko”, aku berjalan mendekatinya dan memeluknya, dan tentunya Inggrid tidak melakukan penolakan, malah membuka tangannya walau wajahnya tidak menatapku. Seperti anak-anak yang sedang ngambek saja.
Kami akhirnya menunggu gym terbuka sambil saling merangku, tidak lama sekitar pukul 0720, gympun terbuka. Sambil merangkul kamipun berjalan masuk ke gym, dan Inggrid pun masuk ke kamar ganti wanita untuk bersiap, aku langsung saja menuju alat. Tidak lama berselang Inggridpun keluar, dengan tanktop andalannya, dia langsung menuju treadmill dan berlari untuk pemanasan.
Hari ini gym cukup sepi, mungkin karena bulan puasa juga dan hari minggu makanya tidak banyak yang ke gym. Serasa gym ini milik berdua, plus satu penjaganya, bahkan Personal Trainer pun tidak terlihat batang hidungnya. Rasanya nikmat banget tidak perlu berebut alat dan mengantri alat dengan orang lain.
Hari in rasanya badan juga sudah cukup letih, mungkin karena tidurku hanya beberap jam saja semalam, sehabis mengantar Nita pulang sudah pukul 0100 dinihari barulah aku tidur, jadi kurang lebih aku hanya tidur 4 jam lebih. Akhirnya hanya sejam aku di gym sudah letih rasanya, berat rasanya mata ini. Akhirnya aku putuskan untuk bilas dan masuk ke sauna, tapi sepertinya Inggrid masih bersemangat, mungkin karena tidak ada orang juga, makanya alat yang jarang dia mainkan akhirnya dia jabanin. Tidak perlu di jaga sih karena alat yang safe.
Karena kebiasanku banyak orang yang sedang sauna biasanya tertidur atau lupa waktu, gym ini juga menyediakan Timer Mechanical seperti buat masak di dapur itu, yang di putar terus hitung mundur. Jadi sebelum masuk aku ambil beberapa, karena aku sering tertidur, biar aman saja, aku tidak ingin jadi daging kukus karena kelupaan. Pastinya di beritahu juga ke petugas, karena sedang sepi.
Akupun masuk setelah berbilas, dan hanya menggunakan celana pendek dan menutup tubuhku dengan handuk basah. Akhirnya aku bisa bersantai dan rileks, membiarkan pori-pori terbuka, membuag kotoran yang masuk kedalam kulit. Sebelum sauna pastikan juga asupan air yang masuk dalam tubuh cukup banyak, karena kalau tidak bisa juga menyebabkan dehidrasi.
Setelah duduk kurang lebih mungkin 5 menit, benar aku tertidur. Hahahaha.
***
Mungkin aku tertidur cukup lama, rasanya ada yang menepukku untuk bangun. Rupanya Inggrid membangunkanku, aku perhatikan TImerku, aku tertidur hampir setengah jam. Sambil masih menguap aku tersenyum kepada Inggrid yang duduk di samping kananku. Memang sauna ini sauna campur, jadi tentu saja Inggrid bisa masuk. Inggrid masih menggunakan tanktop yang tadi dan sudah di penuhi keringat, mungkin dia sudah masuk dari tadi atau sudah capek ngegym.
“Kayanya ko Tedy kecapean, sampe ketiduran di sauna gini… Bahaya loh”, sambil memukul lengan kananku. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum, dan membalas pukulannya.
“Cuman kurang tidur, kemarin jam 1 baru tidur”, sambil kembali menguap, dan mulai menyeka keringatku dengan handuk yang tadi ku bawa.
“Idih jam 1, ngapain saja dengan Ce Anita?”, tiba-tiba Inggrid merapat dan menyenggol bahuku dengan bahunya. Ini anak mau tahu saja apa yang kulakukan dengan Nita, tapi aku tahu sebenarnya dia pasti cemburu dan tidak mau kalah dari Nita. Kemudian aku mendekatkan diriku mendekati wajah Inggrid dan berbisik padanya.
“Rahasia”, dengan wajahku yang meledek aku menjulurkan lidahku padanya. Inggridpun memelototiku dengan wajah yang menggemaskan. Akhirnya akupun tertawa melihat wajahnya itu, dan alhasil perut ku di cubit oleh Inggrid.
“Ih ko koh…”, akupun meringis karena cubitannya lumayan keras, dan ku dorong tangannya menggunakan sikuku dan aku pun memunggunginya. Dengan cepat Inggird memegang pundakku dan menahan tubuhku tetap membelakanginya.
“Sepertinya kemarin seru ya ko, sampai ada bekas kukunya”, Inggrid mengelus punggungku yang berkeringat, memang terasa perih ketika di elus, rupaya ada lecet karena kuku Nita di punggungku. Akupun segera mendorong tubuhku kembali, berhadapan dengan Inggrid. Aku merasa bersalah pada Inggrid, aku yakin dia cemburu padaku, dan sakit dalam hatinya.
“Ling jadi cemburu loh ko”, sambil mendekatkan dirinya padaku dan meletakkan tangannya di dadaku, kini wajah kami hanya berjarak satu jengkal. Kenapa dengan Inggrid aku menjadi salah tingkah seperti ini, padahal jika dengan Nita aku yang dominan. Tubuhku ku topang dengan lenganku karena berat badan Inggrid juga bertumpu padaku. Lalu sekejap bibir kami bertemu dalam kecupan yang singkat, Inggrid menggigit bibirku, dan dia langsung kembali ke posisinya yang semula dan tersenyum padaku.
Inggrid baru saja mencuri sebuah ciuman lagi dariku, gadis ini benar-benar menggemaskan. Akupun mendekatkan tubuhku padanya, dan kini aku merentangkan tanganku di kiri dan kanannya, dan mendorongnya, memaksanya tertidur di kursi sauna. Inggrid menarik handuknya meletakkan kedua tangannya di dadanya, dengan wajah seperti memelas.
“Ling teriak loh koh…”, dengan nada sedikit mengancam namun tetap dengan senyuman, Inggrid membuatku semakin gemas padanya. Tidak peduli dengan ancamannya, aku mendekatkan wajahku dan mengecup bibirnya. Beberapa saat kami berciuman, tubuh ku kini telah merapat dengan tubuh Inggrid, terasa tubuh kami yang penuh keringat merapat dan mendekap, tangan Inggrid sekarang melingkar di punggungku, mengusap-usap punggungku.
“Katanya mau teriak?”, aku mengangkat tubuhku dari Inggrid dan sedikit meledeknya. Sepertinya aku salah melakukan itu, Inggrid kemudian memejamkan matanya.
“Arg…”, dia melenguh panjang, masih bisa dibilang teriakan sih sebenenarnya. Aku yang panik segera membekap mulutnya dan melihat ke arah pintu, semoga saja penjaga di depan di mendengarnya dan suara musik di depan menutupi suara Inggrid. Walau mulutnya ku bekap, mata Inggrid masih masih menunjukkan raut menantangku. Aku hanya bisa memelotinya untuk sekarang ini.
Akupun kembali ke posisiku dan Inggrid juga memperbaiki posisi duduknya, dan dia juga memperhatikan ke arah pintu, ya sepertinya memang tidak terdengar sampai luar. Aku lalu mencubit lengan Inggrid, dengan memasang wajah marah padanya, dan Inggrid hanya tertawa melihatku.
Inggrid pun kembali mendekat padaku dan kamipun berciuman, walau tubuh kami penuh keringat aku dan Inggrid tidak peduli lagi, kami berpelukan, ciuman kami berdua tidak mau kalah panas dengan panasnya ruangan saunan ini. Lidahku dan Inggrid bertautan menari-nari, seperti kekasih lama yang tak jumpa. Bibir kami terpaut cukup lama, tubuh ini semakin basah karena keringat kami, Inggrid pun melepaskan ciuman kami, terlihat ada sedikit liur yang membasahi bibir Inggrid, dan di lapnya dengan jempolnya, dan diapun tersenyum padaku.
Inggrid lalu mengecup leherku walau penuh dengan keringat, Inggrid sama sekali tidak terganggu dengan itu, bahkan lidahnya menyusuri leherku dan turun hingga ke dadaku, tangannya mendorong tubuhku untuk bersandar, dan kini tubuhku setengah terbaring dengan topangan pada sikuku. Kemudian Inggrid memainkan lidahnya di putingku dan kemudian menggigitnya, membuatku meringis, dan dia hanya tersenyum, dia mengerjaiku lagi bahkan dalam keadaan seperti ini.
Kini tangan Inggrid sudah berada di ujung boxerku bersiap menariknya turun, tapi aku menahannya.
“Huss, nanti ada yang masuk”, tapi Inggrid hanya tersenyum dan menyentak celanaku turun, sontak penisku yang tegang melompat keluar tepat di wajahnya.
“Yakin ngak mau ko?” sambil Inggrid memutarkan lidahnya dengan cepat di seluruh kepala Penisku, sekujur tubuhku terasa bergetar dan dari mulutku keluar desahan. Inggrid lalu menggenggam batang penisku dan dengan cepat memasukkan kepala penisku ke dalam mulutnya. Dengan gerakan yang kompak, tangan dan kepalanya bergerak seirama membuat penisku merasakan sensasi yang luar biasa.
Terdengan bunyi “srup…srup…srup…” dari mulut Inggrid, sensasi kocokan dan hisapan Inggrid membuat tubuhku merinding dalam udara panas ini. Tapi hanya beberapa saat saja, Inggridpun menghentikan gerakannya untuk mengatur nafasnya, mungkin Inggrid baru saja belajar teknik baru dari film po*no makanya dia melakukan itu. tapi tetap saja staminya masih kurang untuk melakukan itu dalam waktu yang lama.
Melihat Inggrid yang lengah karena harus mengatur nafas, sekarang giliranku menyerang. Aku menegakkan tubuhku dan mendorong Inggrid, karena tubuhnya yang kecil dan nafasnya yang sedang tidak teratur, mudah bagiku untuk menguasai keadaan lagi. Kini Inggrid malah yang terbaring, aku dengan cepat mengangkat tanktopnya sekaligus dengan sport branya dan segera meremas payudaranya yang pulen itu dan mengecupnya dengan bibirku.
Tubuh Inggrid yang penuh keringat juga membuatku semakin bernafsu, di tambah lagi kemarin aku tidak terpuaskan, aku malah kawatir akan mengagahi Inggrid di tempat umum ini. Keringat Inggrid, terasa asin gurih di lidahku, tapi tidak membuatku surut untuk menikmati putting payudaranya yang indah ini. JIlatan demi jilatan dan kecupan demi kecupan membuat Inggrid hanya bisa menutup mulutnya dengan tangannya sendiri, dia sepertinya juga takut jika desahan terdengar di luar.
Tidak ingin kehilangan momentumku ini, tangan kanaku mengelus vagina Inggrid yang masih terbungkus celana leggingnya. Tapi apalah daya legging menutupi sensasi sentuhanku pada vaginanya itu. Tubuh Inggrid berusaha melepaskan diri dariku, sepertinya dia sudah tidak tahan juga dengan sensasi yang menerpa tubuhnya. Inggrid mendorong wajahku menjauh dari payudaranya dan menarik kakinya keluar dari jangkauan ku dan berusaha berlari ke pintu sauna.
Dengan cepat aku berhasil mengejarnya, sebelum dia berhasil membuka pintu sauna ku pepet tubuhnya merapat ke pintu, dan wajahnya merapat ke kaca pintu sauna untung saja kaca sauna itu tidak panas. Aku menarik kedua tangan Inggrid ke atas dan ku pegang keduanya dengan tangan kiriku, dalam kondisi tidak beraturan seperti ini, tubuh Inggrid tidak kuasa melakukan perlawanan padaku. Dengan cekatan juga tangan kananku langsung menarik lagging sekaligus dengan celana dalamnya ke bawah.
Karena tubuh Inggrid yang mungil dan agak pendek dariku, tanganku tidak bisa mendorong lagging itu terlalu jauh ke bawah, hanya hingga bokongnya yang montok terekspose di hadapanku. Tidak kehabisan akal aku menggunakan lututku untuk menariknya turun lagi, dan cukup efektif, kini lagging dan celana dalam Inggrid sudah turun hingga pahanya.
“Jangan di sini koh…”, Inggrid menoleh padaku dengan wajah yang sendu dan terdengar memelas, dia memohon padaku. Tapi sudah terlambat, nafsuku sudah di ubun-ubun dan penisku sudah berada di depan pintu sorga. Dengan bantuan dari tangankananku, ku arahakn penisku dan sekali sentak ku benamkan seluruhnya sekaligus ke dalam vagina Inggrid, dengan cepat lolos masuk karena sudah becek, walaupun terasa sempit dengan sedikit tenaga semuanya masuk.
“Arg….!” Terdengar keras dan melenguh panjang, tubuh Inggrid terkejut, kakinya terjinjit sepertinya terlepas dari permukaan, penisku sepertinya mentok dalam rahimnya. Aku tidak bergerak dulu, ku biarkan penisku terdiam dulu, merasakan kedutan dalam vagina Inggrid. Terlihat dari pantulan kaca Inggrid hanya bisa menutup matanya dan mulutnya terbuka lebar berusaha mengatur nafasnya.
Setelah kedutan di dalam vagina Inggrid berkurang, aku mulai menggerakkan pinggulku maju mundur, perlahan lahan. Kaki Inggrid yang sedang berjinjit sesekali terlpas dari permukaan setiap aku mendorong penisku masuk dalam vaginanya. Tubuh mungilnya yang tidak berdaya menjadi mainan ku yang nikmat.
Aku makin mempecepat gerakanku, kini tanganku tidak lagi memegangi kedua tangannyan, malah sekarang pinggulnya ku pegang sembari meremas bokongnya yang montok ini. Tubuh Inggrid menempel di sebagian kaca ruang sauna ini, dan sebagian di pintu, payudaranya yang terbukapun tertempel di kaca, jika ada yang lewat pasti akan melihat payudara indah itu.
Tangan Inggrid sendiri kembali menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan desahan, melihat itu, aku malah sengaja semakin mempercepat gerakan pinggulku, merajam semakin dalam dan mengangkat tubuhnya semakin tinggi. HIngga hampir beberapa kali Inggrid hampir terjatuh karena ketika kakinya kembali menapak agak tidak seimbang, untung saja masih ku pegangi.
Inggrid hanya bisa memejamkan matanya, menikmati setiap hentakan dariku, dan menahan erangannya yang biasanya terdengar keras di telingaku, hari ini hanya desahan-desahan dan erangan yang di bekap yang terdengar olehku.
“Ko… Ling sudah hampir ko…” terdengar desahan dari mulut Inggrid, dia sudah hampir orgasme, akupun mempercepat lagi gerakan pinggulku, bersamaan dengan itu Timerku berbunyi, berarti aku sudah sejam di sini. Peduli setan dengan Timer itu, aku sedang enak. Aku tetap menghentak vagina Inggrid dengan penisku. Kemudian aku melihat bayangan dari koridor, depan, sepertinya ada yang memasuki ruang ganti.
Aku lalu mencabut penisku dari Inggrid, dan Inggrid pun terkejut.
“Ayo rapikan, ada penjaga”, dengan gelagapan aku menarik celanaku naik, dan membantu Inggrid menarik laggingnya, memang sialan ya lagging itu, mudah dibuka sulit dipakai. Di saat krusial Inggrid sudah kembali duduk di tempatnya dan aku mematikan Timer itu, si penjaga masuk. AKu ingat tadi aku memberi tahunya untuk memastikan aku selesai 1 jam, pegawai yang telaten, dan sialan juga di saat bersamaan.
“Pak,ngak ketiduran kan pak?”, sambil membuka pintu setelah mengintip di kaca tadi.
“Hahaha, sempat ketiduran sih tadi”, jawabku dengan basa basi dan tersenyum padanya.
“Untung ada gadis cantik ini temenin jadinya ngak ngantuk”, sambil aku menunjuk Inggrid, dan Inggridpun tersenyum masam padaku, dan si penjaga tersenyum keki pada kami berdua. Bagaimana tidak masam senyuman Inggrid, dia hampir orgasme, dan harus berhenti seperti tadi.
***
bersambung