Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Work is work, sex is sex [Tamat]

Saya ingin meng-explore cerita tentang rekan-rekan kerja Ted dan Nita, apakah tertarik?

  • Ya

  • Tidak


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Chapter XLIII : Ending?

Mata ini tidak bisa terpejam, rasanya tidak bisa kupercaya, selama ini yang kuketahui adalah kebohongan. Papa tidak meninggal dalam kecelakaan, dia tewas terbunuh antara perseturuan dia mafia besar di negeri ini. Dia harus menjadi korbar di antar gajah yang bertarung. Tapi sekarang aku malah bersama putra dari pria yang menjadi penyebab kematian dari ayahku. Anak macam apa aku ini. Aku merasa penuh dosa pada papaku.

Pagi tadi, ibu membawaku kemakam ayah, menyekar makamnya. Di sana ibu menceritakan semuanya, bagaimana penyerangan di Hotel yang menyebabkan tewasnya, jika saja dia tidak terlibat dengan keluarga Tjahjadi semua ini tidak akan terjadi. Seandainya saja bukan karena keluarga itu, papaku pasti masih hidup. Air mataku mulai mengalir, tidak karuan, walau hati ini tetap merasa perih, tapi sepertinya malam ini air mataku sudah kering, tak sanggup lagi mataku menestas air mata.

Kini aku telah menyerahkan seluruh tubuh dan jiwaku kepada putra dari pria yang menyebabkan kematian papaku, sunggu aku putri yang tidak tahu diri, rasanya tubuhku penuh dengan dosa, aku tidak mampu lagi melihat makam papa bahkan mata ibuku sejak kemabali tadi. Aku tidak bisa menahan rasa perih ini, aku tidak bisa bersamanya lagi. Rasa sakit ini, entah karena rasa bersalahku kepada kedua orang tuaku atau karena tidak bisa lagi aku bersama dengan Tedy.

Aku harus bertemu dengan besok, tapi di kantor bukan waktu yang tepat untuk menemuinya, sebaiknya aku ke apartementnya sebelum dia berangkat ke kantor. Aku juga yakin Tedy menginginkan penjelasan dariku, ataukah dia sejak awal sudah tahu? Tapi dari wajahnya kemarin, dia tidak mengetahui apapun, dia pasti sama terkejutnya denganku, pasti sekarang dia sedang mencari tahu apa yang terjadi, apa yang membuat ibuku sangat marah padanya. Aku harus menemuinya besok pagi, bagaimanapun caranya. Entah karena letih, mataku terpejam, tak terasa aku terbawa dalam lelapnya malam.
***
“Ted, Maafkan aku, kita tidak bisa lagi bersama…” kataku pada Tedy yang berdiri mematung, menatapku dalam diam. Tatapan matanya penuh kasih dan lembut, rasanya aku tidak mampu mengatakannya. Langkanya perlahan maju mendekatiku, kedua tangannya meraih tanganku, matanya tetap menatapku.

“Aku tidak bisa, karena ayahmu adalah penyebab kematian papa, ibu tidak akan pernah memafkan keluargamu, begitupun aku…!” kata itu terucap dari mulutku, tapi rasanya air mata mulai mengalir dari kedua mataku. Aku menatapnya, matanya masih menatapku dengan dalam, penuh perasaan, rasanya aku tidak tega melihatnya. Tangannya perlahan mendekat kewajahku, aku tahu dia akan membelai pipi, kubiarkan, mungkin ini adalah terakhir kalinya aku merasakan belaian tangan Tedy di wajahku.

Namun, tangannya terhenti! Sesosok bayangan menarik tangannya! menarik seluruh tubuhnya, menjauh dariku. Tangan lain menarik lehernya dari belakang! Tedy berusaha melawan, melepaskan diri dari cengkraman-cengkraman itu. Dia berusaha melawan, menarik tubuhnya berusaha bebas dari cengkraman tangan-tangan itu. Tapi semakin lama, semakin banyak, semakin banyak tangan-tangan yang berusaha menariknya menjauh dariku. Tubuhku hanya bisa gemetar, terdiam menyaksikan perlawanan Tedy.

Semakin banyak tangan itu, semakin menutupi tubuh Tedy, tangan itu menariknya semakin menariknya, aku berusaha meraih tangannya, berusaha menariknya keluar dari kerumunan itu, tapi semakin kucoba, semakin keras tarikan mereka, semakin aku berusaha, aku semakin tidak berdaya.
“NITA!!!” Teriak Tedy, berusaha bertahan, berusaha bebas dari cengkaraman itu, berusaha melangkah meneju arahku, berusaha meraihku. Semakin jauh dia di tarik, menjuah dariku. Aku berusaha mengejarnya, Tedy semakin menjauh dariku. Semakin ku kejar semakin jauh bayangannya. Aku berlari kencang berusaha mengejarnya, namun semuanya hilang dalam bayangan. Yang tersisa hanya aku dan gelap.

“Aku akan kembali padamu…” terdengar bisikan dalam gelapnya bayangan itu. Airmataku tidak berhenti mengalir, tubuhku hanya bisa berlutut merapat ketidak mampuanku untuk berjuang. Apakah ini takdir, apakah ini namanya dipermainkan Tuhan? Aku tidak tahu, aku tidak mampu melawan.
***

Mataku kini terbuka, hanya menatap langit-langit kamarku. Kurasakan wajahku basah, aku menangis dalam mimpiku, aku tdiak mampu menahan pedih ini. Walau itu hanya mimpi, rasanya begitu nyata, rasanya begitu perih, aku tidak yakin apakah aku bisa menatap wajah Tedy sekarang. Aku tidak yakin mampu bercerita padanya. Aku memalingkan wajahku menatap jam dinding, aku terkejut, sudah pukul 0700 aku terlambat. Aku harus segera berbegas jika ingin menemui Tedy di apartementnya. Aku harus segera bersiap.

“Kamu mau ke kantor nak?” tanya mama, wajahnya sepertinya sedih melihatku seperti sekarang, dia pasti tahu aku menangis semalam, bahkan sejak pulang dari makam papa, aku hanya bisa termenung. Aku hanya mengangguk tidak menjawabnya, aku segera bergegas tanpa sarapan, berharap bisa menemui Tedy di apartementnya.

Pukul 0740 aku tidak di apartementnya, aku naik ke ruangannya, dan aku mengetuknya, tidak ada yang membukakan pintu, aku kemudian membukanya dengan pin, namun tidak ada siapapun di sana. Mungkin dia sudah ke kantor pikirku, mau tidak mau akau harus menemuinya di kantor. Akupun berangkat ke kantor.

Saat tiba di kantor, semuanya rekan-rekan legal menatapku. Mungkin mareka mata sebamku, yang tidak bisa tertutup make up. Aku tidak tahu harus menjelaskan apa pada meraka. AKu berusaha mencari Tedy, tapi aku tidak melihatnya. Aku tidak melihat ada barangnya di meja, apakah dia tidak masuk kantor?
Jie Claudia lalu menghampirku dan mengajakku ke pentri di atas. Dia ingin bicara sesuatu denganku, aku sudah tahu dia pasti ingin membicarakan hubunganku dengan Tedy, yang tentunya sudah menggu pekerjaan kami berdua, pasti Tedy juga tidak masuk kemari. Berarti kami berdua tidak masuk tanpa alasan kemarin.

“Bagaimana hubunganmu dengan Tedy?”, jie Claudia langsung bertanya to the point tanpa basa basi.
“Bad, very bad…” jawabku singkat. Itu hubunganku dengan Tedy sekarang, gambaran paling singkat.
“Ada apa? Kamu selalu bisa cerita padaku?” tanya Jie Claudia sambil duduk merapat padaku, dia merangkul pundakku, aku kemudian bersandar padanya dan mulai menangis. Aku merasa sangat rapuh saat ini, aku menghadapi keadaan dimana aku tidak bisa melawannya, aku tidak bisa mengubah keadaanku, aku menjadi tidak berdaya.

“Keluargaku, dan keluarganya punya hubungan yang sangat buruk… sangat-sangat buruk…” katanya dengan terbatah-batah, diantara tangisku. Jie Claudia hanya bisa menghela nafasnya panjang.
“Takdir kadang mempermainkan manusia, ketika sepasang insan saling mencintai, selalu akan ada rintangan yang menghadang…” jie Claudia mengelus rambutku, membuatku semakin ingin mengucurkan air mataku.
“Tapi menyatukan sepasang kekasih itu bukan hanya menyatukan dua insan, tapi dua keluarga besar… cobaan kalian apakah kalian bisa menjadi jembatan untuk pertikaian keluarga itu?”, berkataan Jie Claudia ini menyadarkanku! Ya kenapa bukan kami yang mengakhiri pertikaian ini, jika aku memang mencintai Tedy, jika Tedy bisa membuktikan cintanya padaku, Mama pasti luluh, dia pasti akan memberikan izinnya. Tapi… papa… apakah dia akan mengizinkanku? Aku tidak tahu, pikiran ini berkecamuk dalam hatiku, aku ingin bersama Tedy, aku ingin mencintainya dengan sepenuh hati dan ragaku, tapi aku ingin restu dari orangtuaku.

Jie Claudia cerita, kalau kemarin Tedy datang, tapi uring-uringan, Pak Stanly dan yang lain tentunya sadar kami ada masalah, tapi dia tidak mau cerita, eh malah hari ini dia yang tidak masuk tanpa kabar. Tapi dia tidak di apartementnya pagi ini, kemana dia, apakah dia sedang mencari tahu latar belakang keluargaku terutama cerita tentang papa? Atau mungkin dia sudah tahu? Apa mungkin dia malah kerumah?
“Mbak, meeting darurat perintah pak Stanly!”, kata Bobby tiba-tiba naik ke pentir memanggil kami berdua. Kami semua diminta berkumpul diruang pertemuan segera oleh Pak Stanly.

Kami semua sudah berkumpul di ruang meeting, semuanya ada di sini, tentunya kecuali Tedy. Pak Stanly, menatapku, dan menatap Jie Claudia, sepertinya ada bahasa tersembunyi antara tatapan mereka berdua, dan akhirnya Pak Stanly menarik nafas panjang.
“Aku tidak tahu bagaimana menyampaikannya pada kalian”, dengan nada yang dibuat setenang mungkin, dan sewibawah mungkin, tapi terasa getaran dalam suaranya, ini berita yang buruk.
“dari kepolisian baru saja menelfon, dan meminginformasikan kalau mereka menemukan handphone corporasi Tedy di lokasi lakalantas…” seluruh ruangan terdiam, terutama aku, aku tidak bisa berpikir lurus, aku tidak tahu apa yang terjadi, apakah mimpi semalam adalah pertanda, aku tidak akan bertemu dengannya lagi.
“entah ini berita baik atau buruk, tidak ditemukan korban di sana… tidak ada seorangpun malah di lokasi kecelakaan itu!” sambung Pak Stanly. Bagaimana mungkin sebuah kecelakaan lalulintas, tapi tidak ada korban dan tidak ada seorangpun di sana? Apakah ini ada hubungannya dengan penyerangan kemarin? Jangan-jangan Tedy di culik mereka!
“Polisi meminta keterangan karyawan lengkap dari Tedy, dan berusaha menghubungi keluarganya, tapi perusahan mencoba menghubungi kontak daruratnya, tapi tidak ada jawaban juga… Jadi polisi akan meminta keterangan dari kita, kapan waktu terakhir bertemu dengan Tedy dan apakah ada yang mengincar nyawanya, karena sepertinya ini bukan lakalantas biasa…” penjelasan Pak Stanly, tentu ini bukan lakalantas biasa, karena tidak ada seorangpun disana, pasti ada yang mengincar Tedy.

Aku semakin kalud, di mana Tedy sekarang, apakah dia baik-baik saja? Apa yang harus kulakukan?
***
 
Welcome back gan, akhirnya ada update ny lagi, sehat selalu gan biar bisa nulis sampe tamat..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd