Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY WIND STALKER (By : BKU)

Bimabet
CHAPTER 7

Kedatangan Belia dan Cahaya di sambut oleh beberapa warga desa Cahaya. Telah sebulan lamanya, dua gadis itu pergi berkelana sekalian mencari pembeli pada hasil perkebunan dan persawahan para warga. Setidaknya mereka bisa hidup dengan hasil dagang sendiri, juga bisa melakukan pertukaran dengan barang dan kebutuhan yang tak ada di desa mereka.

Di jaman ini orang-orang lebih banyak melakukan pertukaran barang dagangan, dari pada menjual barang menggunakan uang koin. Sekarung beras di hargai dengan 15 perak. Sedangkan jika di lakukan pertukaran harga yang mereka dapatkan lebih besar, semisal 10 karung beras mereka akan mendapat se-ekor kambing. Jika membeli kambing sendiri, maka harga se-ekornya bisa 300 perak. Atau mungkin 100 Karung dapat di tukar dengan se-ekor sapi. Sapi yang jelas lebih bermanfaat, susunya dapat mereka konsumsi, sedangkan sapi dapat mereka kembang biakkan.

Intinya Albani mempunyai keinginan yang begitu besar, menjadikan desanya memiliki banyak sumber daya agar dapat bertahan hidup puluhan bahkan ratusan tahun lamanya.

Melihat kedatangan kedua gadis itu membawa seorang pemuda. Albani, ayah Cahaya langsung bertanya. “Siapa dia nak ?”

Ketika Cahaya ingin menjawab, Belia langsung menyela.

“Oh iya hampir lupa, Albani kenalkan dia Yusrin... pemuda yang bertemu dengan kami di jalan, dia tak mempunyai tempat tinggal. Kami mengajak kesini, dan menawarkan untuk menjadi penduduk desa kita.” Belia menjawab pertanyaan Albani. “Dek Yus... dia Pak Albani, kepala desa kita.”

Albani tak mempermasalahkan hal itu. Karena sejujurnya di desa ini kaum pria hanya 25% saja dari jumlah wanita. Jadi banyak wanita yang sudah berumur lewat 25 sampai 30 tahun masih hidup menyendiri. Beberapa pria memang mempunyai istri dua, tapi itu hanya sebagian orang saja. Selebihnya mereka lebih memilih untuk mempunyai istri satu saja. Lebih manusiawi menurut mereka.

Yusrin mengangguk sopan di sertai senyuman pada Albani.

“Yusrin, Pak.” Yusrin lalu bersalaman dengan Albani.

“Selamat datang dek, di desa Cahaya.” Balas Albani.

Setelah itu, Yusrin berkenalan dengan beberapa penduduk desa.

Albani bertanya pada Belia. “Bagaimana hasilnya, Belia ?”

“Mungkin dua atau tiga hari lagi pihak dari Desa Yindar dan Desa Alumsar akan bertamu sekalian membawa beberapa hewan ternak mereka untuk di tukarkan dengan hasil perkebunan kita, Albani.” Belia menjawab ketika di tanya oleh Albani. Mereka berdua berjalan berdampingan sambil berbicara pelan.

“Syukurlah kalau begitu. Berarti kedepannya desa kita akan lebih maju lagi.” Ujar Albani.

Belia hanya tersenyum sambil mengangguk. “Semoga sesuai harapan.”

“Ayo dek, ibu sudah rindu tuh... Kebetulan dia udah siapin makanan yang banyak buatmu dan Belia.” Kata Albani melihat Cahaya yang berjalan beriringan denga Yusrin di belakang, lalu merangkulnya dengan penuh kasih sayang.

“Hehe oke deh ayah.” Kata Cahaya. Ia menoleh sesaat pada Yusrin, ia mencibir lalu berjalan cuek ke rumahnya.

Yusrin menatap Cahaya tak berkedip. Tersirat kejadian saat Yusrin menyentuh sesuatu yang lembut milik Cahaya. Meski ukurannya tidak terlalu besar, namun sukses membuat darah dalam tubuh Yusrin berdesir. Yusrin terkekeh sendiri jika mengingat itu sambil memandang tubuh belakang Belia yang memperlihatkan lekuk tubuh yang begitu segar dan sedang mekar-mekarnya. Bagian punggung hingga ke setengah pinggang terekspose begitu saja. Kulit putih bersih itu langsung membuat Yusrin menelan ludah, dan tanpa terasa sesuatu dalam celananya sempat bergetar-getar.

“Kenapa kamu liatin dia melulu, Yus ?” Belia tiba-tiba sudah berbisik di samping Yusrin.

Yusrin hampir terlonjak kaget, namun ia terkekeh lucu di samping Belia.

Tak begitu lama. Semua orang kembali ke tempat masing-masing. Juga ke aktivitas yang sempat terhenti melihat dan menyambut kedatangan Belia dan Cahaya. Dalam hati semua orang selalu berucap syukur dengan adanya Belia bahkan Albani yang membuat desa mereka bisa sebesar dan juga senyaman ini.

Yusrin berjalan-jalan. Memandang rumah-rumah penduduk, dan juga beberapa warga yang masih anak-anak sedang bermain bersama. Beberapa saat pandangan Yusrin tertarik pada pemandangan yang begitu mendebarkan. Tampak beberapa wanita di depan rumah dengan hanya menggunakan kain menutup tubuh mereka. Belahan payudara para wanita dewasa membuat kepala Yusrin keram.

Mengapa begitu banyak bidadari di desa ini. Pikir Yusrin.

Ketika bertemu pandang dengan beberapa orang, Yusrin melempar senyum ramah pada mereka.

Setelah menyelesaikan obrolan dengan Albani, Belia menghampiri Yusrin.

“Dek Yus”

“Eh iya kak.” Yusrin menoleh dan melihat kedatangan Belia.

“Untuk sementara kamu tinggal di rumah kakak saja, kebetulan rumah kakak sering di tinggal.”

“Oh begitu kak ? Sebetulnya Yusrin, biar tidur di mana saja bisa kak. Hehehe Yusrin sudah biasa tidur di alam bebas.”

“Iya kakak paham, Cuma di sini kamu akan hidup bersama-sama. Jadi semoga kamu betah tinggal di sini.”

Tentu saja akan betah. Benak Yusrin. Apalagi setelah melihat perempuan-perempuan di desa ini, dengan kemolekan dan kecantikan yang mereka miliki sungguh bodoh bagi Yusrin jika tidak betah.

“Apa yang kamu lihat, Dek Yus ?” baru saja Yusrin tertangkap basah melihat beberapa gadis berjalan dengan hanya memakai pakaian yang sama dengan perempuan lainnya. Tampak rambut mereka basah, dan beberapa bintik air masih tertinggal di tubuh para gadis. Nikmat apalagi yang akan Yusrin dustakan dengan melihat keadaan seperti ini. Semua memiliki kulit secerah mentari. Di tangan masing-masing membawa bakul berukuran sedang yang biasa di jadikan tempat menaruh pakaian kotor yang telah di cuci, setelah mereka mandi di sungai. Sepertinya mereka baru selesai mandi. Payudara yang berukuran lebih besar dari milik Cahaya hanya tertutup begitu saja dengan kain. Bulatan kecil di tengah dada para gadis samar-samar terlihat. Perut yang ramping, juga lekukan pinggul yang menggoda itu, sempat menjadi perhatian Yusrin beberapa detik. Belahan dada itu, hampir saja membuat bola mata Yusrin keluar dan terjatuh di tanah.

Yusrin garuk-garuk kepala dengan memasang wajah masam melihat Belia. “A-anu kak. Hehehe, Yusrin melihat cewek-cewek itu.”

“Ckckckck dasar. Sepertinya kamu jarang bertemu dengan wanita cantik ya ?”

“Gak tuh, kan beberapa hari ini aku bersama dengan dua cewek cantik. Apalagi kak Belia. Duhh cantiknya gak ada tandingannya. Hehe”

“Ah kamu bisa aja.” Tanpa di sadari, pipi Belia sedikit memerah mendengar pernyataan dari Yusrin barusan. “Oh iya karena kamu tidak punya pakaian ganti, nanti coba aku pinjamkan pada ayah Cahaya.”

“Hehehe makasih ya kak.”

“Iya sama-sama, ya sudah yuk kita kerumah dulu.”

“Iya kak.”

.

.

Yusrin sedang duduk di teras berlantai papan. Malam hari desa Cahaya akan tampak sepi, semua warga lebih memilih untuk berada di dalam rumah. Salah satunya karena letak desa mereka berada di dataran tinggi. Suhu di luar juga selalu di bawah 20 derajat. Sangat diingin, bahkan kadangkala di bulan tertentu akan turun salju yang membuat warga akan lebih malas lagi beraktivitas.

Yusrin awalnya merasa dingin ketika udara bercampir angin berhembus menerpa dirinya. Cuma karena ia menguasai salah satu elemen bumi adalah Angin dan Udara, maka Yusrin membuat keseluruhan angin yang berada di sekitarnya menjauh.

Tak begitu lama, Yusrin melihat kedatangan tiga orang ke rumah.

“Selamat malam, kalian pasti belum makan kan ?” rupanya Albani bersama Amirah dan Cahaya datang berkunjung, sekalian membawa beberapa makanan.

“Eh i-iya Pak Albani, tunggu aku panggilin kak Belia dulu.”

Yusrin sempat berpandangan dengan Cahaya, setelah mendapat cibiran dengan ekspresi jutek dari si gadis, Yusrin hanya mendesah lalu ngeluyur masuk ke dalam rumah.

Dalam kamar, Belia mendengar suara langkah kaki dari luar kamar. Karena rumah ini berlantaikan papan maka setiap orang yang berjalan akan menimbulkan suara.

Belia paham dia tak tinggal sendiri lagi di rumah kecil ini. Ada Yusrin yang sepengetahuannya masih belum tertidur dan nongkrong di depan teras.

“Ada apa Yus ?” Belia berteriak dari kamar. Dia tahu jika itu adalah Yusrin. Gadis ini baru saja berganti baju, ia hanya memakai kain bermotif bunga-bunga, serupa dengan sarung dan di buat menutup tubuhnya. Rambut ia ikat ke atas. Ada ruang di dada, menunjukkan belahan payudaranya. Payudara belia sungguh menggiurkan, berbentuk bulat dan padat hingga kain tak dapat menutup celah kecil itu. Meski demikian Belia tak ragu untuk keluar dan membukakan pintu kamar buat Yusrin.

Sempurna !

Yusrin sempat menelan ludah ketika matanya langsung pada arah yang tepat. Yaitu payudara Belia yang berbentuk bulat. Meski ketutup oleh kain, namun hampir setengah bagian atasnya mengintip keluar.

“Mata itu di jaga... sama kakaknya saja di liatin kayak gitu. Uhhh !”

“Hehehe iya maaf deh kak, Yusrin masih belum terbiasa.”

“Ya sudah. Jauhkan pikiran nakal kamu ke kakak. Oke ?”

“Sipp kak ! Yusrin akan selalu menghormati kak Belia.”

“Gitu dong. Oh iya siapa yang datang ?”

“Keluarganya Cahaya, kak.”

“Oh ya ? ya sudah yuk.”

Mereka berdua berjalan keluar.

“Hai kak Belia... maaf udah ganggu malam-malam.” Melihat keduanya keluar bersama, Cahaya lebih dulu menyapa.

“Eh Albani, kak Amirah... ada apa ya malam-malam gini berkunjung ?” sebetulnya Belia sudah melihat beberapa bawaan keluarga itu. Cuma dia tetap bertanya tanpa ada maksud apapun. Belia tentu senang karena ia akan mempunyai kawan ngobrol sebelum tidur.

“Pasti kamu belum makan kan ?” tanya Amirah sambil tersenyum hangat. Amirah dan Belia cantiknya sebanding. Mereka mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri. Amirah lebih terlihat dewasa, dengan bibir bagian bawah yang sedikit tebal, mata bola indah bagai bola pingpong. Juga memiliki payudara yang lebih besar dan lebih matang dari milik Belia.

“Tau aja kak.” Kata Belia.

“Ya sudah kita makan bareng saja. Ayah bantuin siapin nih.” Ujar Amirah.

Albani memanggil Yusrin untuk menyiapkan semuanya.

Sambil mengobrol, mereka selipkan dengan candaan. Yang anehnya, Belia yang sejak tadi masih memikirkan apa yang terjadi terhadap Cahaya masih belum menyinggung sama sekali. Berbeda dengan yusrin. Dia duduk di apit Belia dan Cahaya, masih saja selalu mencuri pandang pada Belia di sampingnya. Apalagi cara duduk Belia yang kedua kaki ia jepit menyamping memperlihatkan celah pada paha mulusnya.

Menyadari pandangan Yusrin padanya, Belia berdehem lalu memperbaiki duduknya sejenak.

Yusrin terkekeh karena kedapatan mengintip. Ia lalu berusaha untuk tidak menoleh ke samping, dan melanjutkan menghabiskan makan malam.



-000-



Beberapa hari ini Yusrin mulai betah tinggal di rumah Belia. Ia selalu memilih tidur di teras rumah beralaskan papan dan kain. Selama ini, Yusrin selalu menahan keinginannya untuk melakukan keisengan pada Belia, sama seperti yang pernah ia lakukan ketika menginap di gua bersama kedua gadis.

Ketika Yusrin sedang melamun di depan rumah. Cahaya bersama Albani berjalan.

“Dek Yus. Ngapain melamun pagi-pagi begini ?” Albani menegur Yusrin. “Pemuda perjaka sepertimu, harus melakukan sesuatu.”

“Hehehe, aku belum tau Pak mau ngapain sekarang.”

“Kebetulan aku dan Cahaya mau berlatih di atas gunung, apa kamu mau ikut ?”

“Hahahaha jangan deh ayah. Dia cowok lemah, yakin deh dia bakal ngerepotin kita.” Cahaya memotong, lalu mencibir pada Yusrin.

Yusrin hanya garuk-garuk kepala. Sebetulnya dia ingin berjalan-jalan saja, sambil menikmati pemandangan pedesaan.

“Kalo emang lemah, harusnya butuh latihan tuh. Kapan-kapan aku akan memaksa kamu untuk berlatih. Kamu mau kan ?”

“Hehehe iya Pak. Hari ini Yusrin mau jalan-jalan aja dulu”

“Ya sudah. Kami tinggal ya Yus.”

“Iya Pak.”

Cahaya tak berpamitan pada Yusrin. Matanya menyipit sambil menatap pada Yusrin. Lalu kepalan tangannya ia gerakkan di arahkan pada pemuda itu yang sudah cengengesan.

Sepeninggalan keduanya, Yusrin mendengar langkah kaki dari dalam rumah.

“Dek Yus.”

“Eh iya kak ?” Glek ! begitu menoleh di depan pintu, sebuah penampakan itu membuat Yusrin menelan ludah. Belia yang sepagi ini, baru selesai mandi di sungai dan hanya menggunakan kain seadanya menutup tubuhnya. Gundukan buah dadanya, sungguh tak dapat mengalihkan perhatian Yusrin ke tempat lain.

Rambut yang basah sedang di seka memakai kain kecil. Jadinya Belia belum menyadari jika tubuhnya sedang menjadi perhatian pemuda itu. Karena ia sedang sibuk mengeringkan rambut. Setelahnya Belia menggerakkan kepala, rambutnya yang hitam dan mengkilat terkibas membuat suatu gerakan yang begitu sempurna. Jantung Yusrin sempat berdegub kencang melihat kejadian itu.

“Eh kamu kenapa liatin kakak seperti itu ?” Belia menyadarinya lalu menanyakan pada Yusrin.

“Hehehe, kakak cantik banget ya.”

“Eit.. kamu gak cocok ngomong gitu ke kakak, yang seharusnya kamu puji si dek Cahaya tuh. Kan kalian seumuran.”

“Hehe tapi Yusrin sukanya liatin kakak aja.”

“Mengapa ?”

“Ka-karena...” Yusrin tak langsung menjawab. Pandangannya langsung mengarah pada dada gadis itu.

“Hei... astaga dek Yus. Mata kamu nakal banget ih.”

“Hehehe habisnya beda ama Cahaya punya kak. Kak Belia punya gede pisan.”

“Hahahaha ini normal kok dek, kan kakak sudah dewasa.”

“Hehehe, Yusrin kurang paham hal ginian kak.”

“Belum waktunya kok. Lagian awas, mata selalu di jaga loh jangan nakal kayak tadi.”

“Iya iya, Yusrin gak janji gak akan liatin dada kakak”

“Hei... astaga. Udah udah, kamu mau bantuin kakak gak ?” Belia yang merasa sedikit terganggu atas pandangan dan juga pujian Yusrin, langsung mengalihkan percakapan. Sejujurnya, ia bukan terganggu karena tersinggung atau sejenisnya. Ia merasa tubuhnya tiba-tiba terasa hangat, ada rangsangan dalam dirinya yang tiba-tiba menyeruak dan menggoda. Belia dapat menemukan kejujuran di mata si pemuda. Meski ia adalah pria tapi Yusrin berbeda. Tatapan itu bukan tatapan mesum pada lawan jenis, melainkan tatapan penuh kekaguman.

“Bantuin apa kak ?”

“Boleh ambilkan kakak beberapa sayuran di kebun kita di belakang, minta sama Pak Marjin yang selama ini menjaganya.”

“Baik kak.” Tanpa menunggu lama, Yusrin segera beranjak pergi ke kebun yang di maksud. Yusrin tentu mengetahui dimana kebun Belia, karena sebelumnya ia telah banyak mengobrol dengannya. Setidaknya beberapa hari ini, Yusrin sedikit demi sedikit mulai mempelajar semua di desa ini. Terutama kultur masyarakatnya. Mereka hidup damai dan semuanya sangat ramah.



-000-



Kabar tentang kekalahan pasukan Bat Hood oleh seorang pendekar wanita, langsung terdengar di banyak daerah. Bahkan banyak orang yang penasaran siapa pendekar hebat itu yang sudah mematahkan rumor bahwa pasukan Bat Hood sangat sulit di hancurkan.

“Luar biasa memang... apa kalian tau siapa pendekar itu ?”

“Pendekar wanita di dunia ini, sangat sedikit. Kami yakin tak ada pendekar wanita yang sehebat pendekar Selendang Sutera”

“Ya saya juga setuju. Wanita yang cantik, duhhh sayang dia hebat banget gak bisa saya peristrikan.”

“Hahahaha awas jangan sampai kata-katamu bisa sampai ke telinga pendekar itu. Burungmu juga gak bakal bisa kepake lagi.”

“Aishhh tidak... Hahahah, hssshhhh ! kalau gitu saya tarik lagi ucapan saya tadi.”

“Hahahahahahahah !” di dalam sebuah rumah makan berlantai dua, terdapat beberapa pendekar kecil sedang mengobrol membahas kabar tentang pendekar wanita yang membabat habis pasukan Bat Hood di markasnya sendiri.

Di sudut salah satu meja, seorang pria misterius duduk menikmati secangkir teh. Memakai topi petani berbentuk kerucut, memakai jubah berwarna hitam menutup tubuhnya. Duduk bersila, wajahnya terlihat tenang, sambil mendengar perbincangan tentang pendekar wanita.



e5dc9a1340352195.jpg



Dia datang dari negeri yang jauh. Kedatangannya adalah untuk membasmi orang-orang kuat sebanyak-banyaknya. Pria ini telah hidup 100 tahun lebih. Tapi sosoknya tak menampakkan dengan umur dia sekarang ini. Dapat di katakan jika ia memiliki kehidupan yang hampir menyamai dewa, atau setelah ia menyelesaikan misi maka ia akan hidup kekal abadi.

Dengan menyerap inti kehidupan seseorang yang memiliki ilmu yang tinggi semakin cepat proses dia mencapai Jiwa yang abadi.

Perjalanannya sudah bertahun-tahun mengelilingi dunia. Tapi sangat jarang ia menemukan orang yang berilmu tinggi. Setelah mendengar cerita tentang wanita yang dapat mengalahkan Bat Hood, maka rasa penasarannya semakin tinggi.

Jika mendengar pasukan, berarti jumlahnya lebih dari 1 bahkan dapat di katakan ratusan. Dan hanya seorang wanita sendirian dapat menghabisi pasukan itu, maka kategori orang hebat menurut pria ini akan jatuh pada pendekar itu

“Permisi.” Pria bernama Fulger Harmora ini baru saja memanggil pelayan.

Pelayan itu tiba sambil membungkuk. “Iya tuan.”

Sebetulnya ia berada di negeri ini, adalah negeri yang biasa orang menyebutnya tanah melayu sudah lebih dari 5 tahun lamanya. Makanya dia dapat mengerti menggunakan bahasa negeri ini. “Pesan beberapa botol minuman, saya ingin mentraktir mereka.” Ujar Fulger sambil menunjuk ke meja para pria yang membicarakan tentang pendekar wanita.

“Baik tuan.”

Lima botol arak sudah berada di tangannya. Ia berjalan mendekati meja para pria itu.

“Selamat malam tuan-tuan. Bolehkah saya mentraktir kalian malam ini ?”

Para pria menatap pada Fulger.

Awalnya mereka ragu, hanya ketika melihat senyum pada Fulger semuanya pun mengangguk menyetujuinya “Silahkan... silahkan tuan, wah ada yang traktir kita minum malam ini.”

Acara minum bersama di mulai.

Setelah berbincang-bincang membahas banyak hal, salah satunya juga melanjutkan pembahasan tentang pendekar wanita dan pasukan Bat Hood. Akhirnya Fulger memulai pertanyaan yang sejak tadi membuatnya penasaran. “Oh iya kalau boleh tahu, sehebat apakah orang-orang Bat Hood yang kalian tadi ceritakan ?”

Semua orang melongo memandang Fulger.

“Wahh emang tuan hidup di tahun berapa, sampai Bat Hood tidak tahu.”

“Maaf tuan. Saya berasal dari negeri seberang.”

Melihat perawakan Fulger, akhirnya para pria mengerti mengapa pria ini tak mengetahui tentang Bat Hood.

“Begini tuan... Bat Hood itu adalah manusia setengah iblis. Konon mereka hidup dengan memakan manusia. Hidup di hutan Bondo, tapi menurut kabar terbaru jika mereka sudah di musnahkan.”

“Ohh hebat ya pendekar yang bisa mengalahkan mereka.”

“Kami juga heran. Padahal Bat Hood sangat mengerikan, sejak ratusan tahun banyak pendekar hebat menjadi korban di hutan Bondo.”

“Boleh tahu, siapa pendekar hebat itu ?”

“Wahhh tuan... sepertinya tuan harus mengantri untuk berkenalan dengan pendekar itu.”

“Mengapa ?”

“Jangan-jangan tuan juga menginginkan dia menjadi istri tuan ? Hahahahaha...” beberapa pria menertawakan Fulger.

“Hahahaha tuan sepertinya tuan harus sadar dari mimpi indah tuan deh. Hahaha,”

“Jangan-jangan tuan sudah mabuk nih. Hahahaha.”

Awalnya Fulger masih sabar mendengar ocehan tak bermanfaat dari para pria itu. Namun lama kelamaan, Fulger merasa dirinya benar-benar di permalukan. Jika ia tak menghabisi mereka, maka hidup Fulger tidak akan tenang.

Perlahan-lahan kedua mata Fulger berubah menjadi merah menyala. Semua pria yang awalnya tertawa tiba-tiba terkejut.

Hening sesaat.

Semua mata tertuju pada Fulger.

“Kalian sudah menyinggung saya. Maka jangan berharap kalian akan meninggalkan tempat ini dengan baik.”

Beberapa pria memegang pedang, yang juga sudah menganggap dirinya pendekar mulai memegang pedang mereka sambil menyeringai.

“Hahahahahaha... kamu pikir kamu hebat ?”

“Hahahahaha... kalau begitu ayo kita duel. Jangan mentang-mentang kamu sudah mentraktir kami malam ini.”

Srengggg ! Srennnggg ! beberapa pedang terhunus dan mengacung di depan Fulger.

Fulger yang masih duduk bersila menyeringai. Wajahnya sungguh menakutkan. Ia lalu mengangkat wajah menatap tajam pada empat pria yang sudah menggertakkan dengan pedang.

Bagi Fulger yang mempunyai kekuatan memanipulasi cahaya, dapat mengubah cahaya apapun menjadi sebuah benda untuk di gunakan sebagai senjata. Selain itu ia juga mempunyai kekuatan telekinesis yang bisa menggerakkan semua benda yang ada di sekitarnya.

Fulger mengepalkan kedua tangannya. Semua pedang yang terhunus perlahan-lahan membengkok. Semua orang membelalakkan mata melihat kejadian yang bahkan seperti mustahil terjadi.

Orang ini benar-benar hebat. Pikir para pria.

Lalu sekejap mata. Pedang- pedang itu patah menjadi dua. Selanjutnya, mereka berempat tiba-tiba sangat sulit bernafas. Leher mereka terasa seperti di cekik dengan kuat.

“Arghhhhhhh !”

“To-tolong lepaskan kami.”

“To-tolong jangan bunuh saya.”

Semua pria yang tercekik, wajahnya memerah menahan sakit dan mencoba untuk bernafas. Namun sepertinya apa yang mereka katakan tak ada efeknya bagi Fulger. Semakin lama wajah mereka semakin merah.

Hingga dengan satu hentakan Fulger lakukan, posisi dua tangan terbuka menghadap ke atas. BUUUFHHHHHH ! CRUUUUUTTT ! Kepala ke-empat pria itu meledak. Isi kepala mereka tercecer di lantai, darah muncrat membasahi sekitar. Mengerikan sekali pemandangan kali ini, hingga beberapa orang yang melihat merasakan ketakutan yang begitu besar. Juga merasa hampir muntah dan sama sekali tak ada lagi yang berani mengeluarkan satu kata saja.

Fulger sempat meletakkan kedua tangan ke samping untuk membuat penghalang dari meja dan beberapa benda lainnya agar tubuhnya tak terkena cipratan darah dari ke-empat pria itu.

Fulger beranjak lalu memandang keliling pada orang-orang yang masih berada di tempat itu.

Para pria yang masih tersisa, yang sempat mengolok-ngolok Fulger merasa tubuh mereka tak dapat di gerakkan. Pedang mereka bergerak dengan sendirinya keluar dari sarung, lalu semua pedang sudah melayang di udara dengan posisi ujung pedang mengacung mengarah pada masing-masing empunya.

Semua pedang serentak bergerak terbang begitu cepat memenggal kepala para empunya.

Crash !

Crash !

Crash !

Darah muncrat kemana-mana.

Semua pengunjung di buat terkejut untuk kedua kalinya.

Hingga detik berikutnya, semua orang berhamburan berlari ketakutan meninggalkan rumah makan. Suara gaduh oleh tabrak menabrak terdengar. Suara teriakan-teriakan ketakutan, juga beberapa orang yang memilih melompat dari lantai dua hingga ada yang mengalami patah tulang. Bahkan pemilik rumah makan pun lebih memilih untuk pergi meninggalkan rumah makannya, ia tak lagi memikirkan jika ada orang lain yang akan mencoba-coba mencuri barangnya.

Hanya tertinggal Fulger saja dengan wajah yang tersenyum menyeramkan. Perlahan matanya yang merah menyala berangsur normal seperti mata manusia biasanya.

Dia melipat kedua tangannya. Lalu berjalan meninggalkan rumah makan.

Sepertinya di negeri ini, banyak pendekar yang akan ia korbankan demi kehidupan yang abadi. Fulger tentu semangat sekali dan tak sabar untuk menanti apa yang selama ini ia impikan.



“Hummmmm !” Setelah berdiri di luar. Fulger menghirup dalam-dalam udara di negeri ini. “Aroma pemilik kekuatan hebat mulai tercium... jaraknya sepertinya sangat dekat.” Lalu ia bergumam dengan seringaian.

“Sudah bertahun-tahun saya tidak menikmati inti kehidupan lagi... Saya mulai lapar dan menginginkan mereka.”

“Baiklah... sudah saatnya saya menghancurkan mereka semua.”

Tubuh Fulger melayang dan mulai naik lebih tinggi.



“HAHAHAHAHAHAHAHAHA !” Tawa Fulger menggema, bahkan terjadi gemuruh di bawah sana. Beberapa orang yang mendengarnya langsung menutup telinga. Hingga seperti suara membludak dan membahana, mengiringi Fulgar yang terbang dengan kekuatannya pergi mencari apa yang seharusnya ia cari.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd