Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Wanita Yang Menutup Aurat

Status
Please reply by conversation.
Chapter 33

"Maksud Teteh?" tanyaku dengan jantung berdegup kencang. Jangan jangan Teh Aisyah sudah sering ewean dengan Imron adik kandungnya sendiri. Membayangkannya membuatku merinding, ternyata ustadzah Aisyah sama bejadnya dengan Emakku.

"Kamu pasti gak nyaman pergi dengan Teh Aisyah, makanya Teteh ngajak Imron biar kamu merasa nyaman dan bisa teriak teriak keenakan." bisik Teh Aisyah berusaha menegaskan maksudnya. Ustadzah Aisyah begitu yakin aku akan kelojotan oleh hentakan demi hentakan Imron di atas tubuhku. Aku tidak merasa tersinggung dengan anggapan Ustadzah Aisyah yang begitu melecehkanku.

"Emang Teh Aisyah sering ewean dengan Im...!" aku tidak berani meneruskan perkataanku, terlalu kurang ajar. Ustadzah Aisyah adalah guru ngajiku. Mungkin Ustadzah Aisyah berani bicara terang terangan kepadaku, tapi aku masih terlalu sungkan untuk bicara terang terangan seperti yang dilakukan Ustadzah Aisyah terhadapku.

"Sering, walau kontol Imron gak segede kontol Agus akang kamu, tapi keras dan tahan lama." bisik Teh Aisyah membuatku melongo. Ustadzah alim yang selama ini aku kenal yelah menelanjangi dirinya di hadapanku, seolah olah itu hal yang lumrah. Aku menatap wajah Ustadzah Aisyah dengan beribu pertanyaan yang berkelebat di pikiranku.

"Teh Aisyah pernah ngewe sama A Agus?" tanyaku dengan hati yang berdesir. Kenapa semuanya terjadi pada lingkunganku, semuanya seperti mata rantai yang saling berkaitan. Dimulai dari pengakuan Emak yang secara terang terangan mengakui semua kebejadannya. Tentang gaya hidupnya yang bertahun tahun lamanya tersembunyi dariku walau sepertinya gaya hidup Emak sudah menjadi rahasia umum, terbukti banyak pria yang pernah menikmati tubuh indah Emakku adalah orang yang aku kenal dan sekarang aku mendengar pengakuan Ustadzah Aisyah yang sebejad Emakku.

"Yang merawanin Teh Aisyah adalah, akangmu Agus." jawab Teh Aisyah membuatku sangat terkejut dan sama sekali tidak menyangkanya. Ternyata A Agus pria yang beruntung mendapatkan keperawanan Ustadzah Aisyah. Ustadzah Aisyah yang kecantikan dan keilmuannya sangat diakui oleh penduduk desaku bahkan desa desa tetangga. Ustadzah Aisyah yang selalu mengisi pengajian ibu ibu di desa dan desa desa lainnya.

"A Agus yang merawanin Teh Aisyah, kok bisa?" tanyaku heran sehingga tidak menyadari bis yang mulai bergerak meninggalkan terminal. Berjalan perlahan diantara kepadatan lalu lintas di saat pulang kerja.

"Ya bisalah, kalau gak percaya tanya aja ke akangmu." jawab Ustadzah Aisyah membuang muka dari tatapan mataku yang berubah menjadi tajam dan penuh selidik.

"Kapan kejadiannya, Teh?" tanyaku penasaran, ingin mengetahuinya lebih detil. Ya aku penasaran bagaimana bisa A Agus yang mendapatkan keperawanan Ustadzah Aisyah yang sangat alim dan terlihat taat dalam menjalankan ibdahnya. Ustadzah yang sangat aku hormati.

"Ceritanya panjang, nanti Teh Aisyah ceritain di Semarang." jawab Ustadzah Aisyah pelan. Wajahnya menatap ke arah luar jendela. Aku tidak melihat adanya penyesalan di wajah Ustadzah Aisyah yang menceritakan rahasianya kepadaku.

Aku mengikuti arah pandangan Ustadzah Aisyah, baru kusadari Bis sudah jauh meninggalkan terminal. Jalan raya mulai dipadati kendaraan pada jam pulang kerja sehingga bis melaju dengan lambat. Melihat pemandangan di luar jendela membuatku kehilangan semangat untuk mengorek keterangan dari Ustadzah Aisyah, apa pagi Ustadzah Aisyah sudah menutup pembicaraan tentang hal pribadinya dan aku tidak mungkin memaksanya untuk terus bercerita sesuatu yang tidak ingin diceritakannya. Perhatianku teralih ke arah lalu lintas yang kian padat sambil berharap, perjalanan panjangku ke Semarang segera sampai. Satu satunya cara mempercepat waktu adalah memejamkan mata dan tidur.

Belum sempat aku memejamkan mata, hpku bergetar diiringi dengan nada dering shalawat membuatku reflek mengambil hp yang berada di kantung baju gamisku. Sebuah WA dari Emak. Wa yang membuatku terkejut saat membacanya, sehingga aku membacanya berulang kali, meneliti setiap kata yang tertulis jelas dilayar hpku sehingga aku benar benar yakin dengan apa yang aku baca.

"Kom, kalau kamu belum jauh, batalin rencana ke Semarang. Agus ditangkap Polisi, Emak sekarang mau ke kantor polisi, kita ketemu di kantor polisi." pesan dari Emak membuatku sangat terkejut. A Agus ditangkap polisi, kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi? Jangan jangan ini berkaitan dengan pembunuhan ayahku, apa A Agus adalah pelakunya? Aku panik memikirkan hal itu.

"Teh, Kokom disuruh nyusul Emak ke kantor Polisi, Kokom gak jadi ikut ke Karawang." kataku dengan suara bergetar ke Ustadzah Aisyah yang terkejut mendengar kabar dariku yang sangat tiba tiba. Kabar yang membuatku sulit bernafas karena paniknya. Jantungku berdegup kencang seperti habis berlari jauh.

"Kenapa Bu Haji?" tanya Ustadzah Aisyah tidak kalah terkejutnya mendengar kabar dariku. Wajah Ustadzah Aisyah terlihat ikut panik mendengar kabar dariku.

Aku tidak menjawab, melainkan menyerahkan hpku agar Ustadzah Aisyah membacanya sendiri. Untung bis belum jauh dari terminal, mungkin hanya berjarak 10 atau 15 km dari terminal, jadi aku bisa ke kantor Polisi sendiri. Aku segera berdiri dan mengambil tasku dari bagasi yang berada tepat di atasku. Ranselku yang berat terasa ringan, dengan mudah aku menurunkannya dan bersiap siap ke arah pintu bis depan.

"Teh Aisyah ikut kamu. Kom, kita gak jadi ke Semarang." kata Ustadzah Aisyah ikut berdiri mengambil ranselnya sambil memanggil Imron yang duduk di depan kami. Teh Aisyah menyerahkan hpku yang langsung kukantongi.

"Loh, kenapa Teh?" tanya Imron yang ikut berdiri terlihat heran dengan keputusan Ustadzah Aisyah yang sangat tiba tiba. Dia berdiri menatap kami bergantian dengan wajah bingung.

"Sudah, kita turun aja di sini sebelum bis masuk Tol. Nanti kamu juga tahu. Pak supir, berhenti di depan...!" teriak Ustadzah Aisyah tidak memperdulikan pertanyaan Imron, dia berjalan di belakangku yang sudah berjalan lebih dulu ke arah pintu.

"Ada apa, Nenk?" tanya kenek heran melihat kami menghampirinya dan meminta bus berhenti. Aku berdiri gelisah, berharap bis langsung berhenti. Tapi bis tidak langsung berhenti karena banyak kendaraan yang berjalan di bagian kiri, sehingga bis tetap melaju kencang mencari celah untuk berhenti di pinggir jalan.

"Kami mau turun...!" jawab Ustadzah tegas, agar tidak ada lagi pertanyaan basa basi yang menghambat kami. Bis harus segera berhenti sekarang juga, sebelum semakin jauh meninggalkan terminal.

"Iya, sebentar Nenk...!" jawab supir yang terus mencari celah untuk menepi. Beberapa kali motor menyalip dari arah kiri tidak memperdulikan lampu sen bis yang memberi isyarat.

Ahirnya bis berhasil berhenti di pinggir jalan. Kami segera turun begitu pintu bis dibuka oleh kenek. Aku benar benar ketakutan mendengar kabar A Agus ditangkap Polisi, sehingga aku tidak menyadari ada lobang di hadapanku sehingga kaki kiriku terperosok ke dalamnya, untung Imron dengan sigap menahan tubuhku hingga tidak terjatuh

"Terimakasih..!" ucapku sambil menepis tangan Imron yang memegang pangkal tanganku tepat menyentuh ketiakku.

Pikiranku kembali tertuju ke A Agus, apa yang sebenarnya terjadi sehingga A Agus ditangkap Polisi, apa kesalahannya? Apa benar ini berkaitan dengan pembunuh ayahku dan polisi sudah menemukan bukti bahwa pembunuh ayahku adalah A Agus, tidak mungkin. Semoga dugaanku salah. Untuk membuktikan semua dugaanku adalah datang ke kantor polis, itu artinya aku harus menyeberang untuk mencari angkutan umum yang akan membawaku ke kantor polisi

Aku menoleh ke arah Ustadzah Aisyah yang menuntunku saat kami menyeberang jalan yang padat oleh kendaraan. Untung saja Ustadzah Aisyah membatalkan niatnya ke Semarang, sehingga dia bisa menemaniku ke Kantor Polisi, sehingga ada yang menemaniku yang sedang bingung dan ketakutan menghadapi situasi yang sangat tiba tiba. Ustadzah Aisyah terus menggandeng tanganku, seakan ingin memberiku kekuatan agar tabah menghadapi cobaan yang terus menerus menimpa keluargaku.

********

Di kantor polisi, aku melihat Emak sudah sampai lebih dulu dari kami. Wajahnya terlihat sangat tegang, jilbab yang dipakainy terlihat seperti asal dipakai, padahal Emak sangat memperhatikan penampilannya. Dia bisa berlama lama di depan cermin untuk memastikan penampilannya sudah sempurna.

"Emak, ada apa Mak?" tanyaku berlari memeluk Emak. Kami saling berpelukan. Hampir saja aku menangis membayangkan bahwa pembunuh ayahku adalah A Agus. Hal yang jauh dari pikiranku.

"Emak juga belum tahu kejadian yang sebenarnya. Aa mu cuma bilang, dapat masalah." jawab Emak, wajahnya terlihat ketakutan sama sepertiku.

"Apa, A Agus yang membunuh ayah?" tanyaku dengan suara pelan. Aku berusaha siap untuk mendengar kebenaran dugaanku. Dugaan yang sangat menakutkanku.

"Hush, istighfar.. Jangan ngomong sembarangan...!" bentak Emak menyadarkanku.

"Bu Haji...!" sapa Ustadzah Aisyah yang menghampiri kami sedang berpelukan.

"Nenk Ustadzah, maaf, sudah ngerepotin." kata Emak segera melepaskan pelukanku dan berganti memeluk Ustadzah Aisyah, terlihat mereka begitu akrab. Keakraban yang belum pernah aku lihat dari mereka.

"Gak apa apa, Bu Haji.. Sudah kewajiban saya menjaga Kokom, apa lagi dalam situasi yang belum jelas seperti sekarang." jawab Ustadzah Aisyah tersenyum tanpa melontarkan pertanyaan tentang situasi yang kami hadapi, dia begitu arif menghadapi situasi yang kami hadapi. Tentu saja harus begitu, dia adalah seorang Ustadzah.

Ahitnya setelah berbasa basi, kami segera mendatangi ruang pemeriksaan untuk menanyakan situasi yang sebenarnya terjadi. Emak menyuruhku menunggu bersama Ustadzah Aisyah dan Imron. Tadunya aku memaksa untuk ikut nasuk, tapi Ustadzah Aisyah berhasil meyakinkanku untuk menunggu di luar.

Aku menunggu dengan perasaan gelisah, bahkan saat Ustadzah Aisyah mengajakku bicara suaranya terdengar tanpa makna. Ustadzah Aisyah seperti bicara sendiri. Aku asik dalam berbagai macam pertanyaan yang terus menerus berkelebat dalam pikiranku, tentang kemungkinan A Agus sebagai pembunuh ayahku, walau aku terus berusaha menyanggah pikiranku sendiri.

"Kom....!" Ustadzah Aisyah memeluk bahuku, berusaha membuatku tenang.

"Eh, iyyyya Teh?" tanyaku kaget. Setidaknya pelulan Ustadzah Aisyah mampu menyadarkanku. Aku melihat ke arah Ustadzah Aisyah yang sedang tersenyum. Sekilas aku melihat kegelisahan terpancar dari matanya yang lembut.

"Emak...!" kataku melihat Emak dan A Agus berjalan keluar dari tempat pemeriksaan. A Agus bersama Emak, artinya A Agus tidak ditahan, aku menarik nafas lega. Dugaanku tidak terbukti.

"Kalian lama nunggu?" tanya Emak dengan senyum hasnya, walau kehawatiran maaih terlihat di wajahnya. Tapi setidaknya Emak sudah bisa tersenyum, tidak seperti saat kami bertemu di tempat ini. Wajahnua terlihat jauh lebih tenang.

"Ada apa dengan A Agus, Mak?" tanyaku, tidak menggubris pertanyaan Emak. Aku ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi dengan A Agus. Kenapa A Agus sampai berurusan dengan polisi, apa yang telah dilakukannya.

"Tadi Aa nabrak orang sampe..!" jawab A Agus tidak meneruskan ucapannya, dia memelukku, berusaha memberikan rasa tenang. Aku balas memeluk A Agus dengan mesra. Bau tubuh A Agus membuatku merasa nyaman. Aku semakin mempererat pelukanku, wajahku terbenam di dadanya yang bidang.

"A Agus mau dipenjara?" tanyaku panik mendengar A Agus menabrak orang. Tanyaku tanpa memandang wajahnya. Aku tidak rela kalau A Agus sampai masuk penjara.

"A Agus masih sebagai saksi...!" jawab A Agus sambil membelai pipiku yang halus, berusaha menenangkan hatiku yang gelisah.

Perlahan aku mendongakkan wajah, menatap wajah A Agus mencari kebenaran perkataannya. A Agus balas menatapku dengan senyumnya yang jantan, senyum yang akan menaklukkan hati setiap wanita yang melihatnya. A Agus menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Eh ada Ustadzah, maaf. Ustadzah jadi batal ke Semarang gara gara urusanku." kata A Agus mengulurkan tangganya mengajak Ustadzah Aisyah bersalaman.

"Gak apa apa, ke Semarang bisa lain waktu." jaqab Ustadzah Aisyah menyambut uluran tangan A Agus, mereka bersalaman cukup lama, aku tidak tahu siapa yang menahan tangan siapa sehingga mereka bersalaman lama. Karena setahuku, Ustadzah Aisyah tidak pernah menyambut uluran tangan pria yang mengajaknya bersalaman.

"Karena kalian gak jadi ke Semarang, bagaimana kalau kita berlibur ke suatu tempat selama seminggu?" tanya Emak, membuat kami semua menoleh ke arahnya.

"Gak usah, Bu Haji. Aisyah bisa pulang ke rumah." jawab Ustadzah Aisyah menolek ajakan Emak.

"Gak apa apa Ustadzah, sekalian kita refresing. Pagi pula orang pasti akan bertanya tanya, kenapa Ustadzah gak jadi ke Semarang? Padahal semua orang sudah tahu Ustadzah akan ke Semarang membezuk Ibu Nyai yang sedang sakit. Orang juga belum ada yang tahu masalah Agus yang berurusan dengan Polisi, semoga gak ada yang tahu. Takut jadi fitnah dan menghubung hubungkan dengan kematian Almarhum, Ustadzah pasti memahami hal itu. Anggap saja kepergian kita berlibur untuk menutup aib keluarga kami." kata Emak menerangkan panjang lebar kenapa kami harus berlibur.

"Kalau alasannya begitu, Aisyah ikut." jawab Ustadzah Aisyah lembut. Aku bersorak kegirangan, berlibur dengan Emak dan A Agus pasti tidak akan membosankan. Terlebih A Agus pasti akan membuatku kelojotan, orgasme berulang ulang.

Setelah Ustadzah Aisyah menyanggupi dan tanpa menanyakan kesediaan Imron, Emak segera memesan taksi online yang akan membawa kami ke tujuan yang dimaksud. Kebetulan Emak mempunyai teman yang mempunyai sebuah rumah penginapan di sana.

Singkat cerita kami sampai di tempat yang kami tuju jam 10 malam, aku langsung masuk kamar dan tidur di ranjang empuk yang hangat. Aku benar benar letih dan sangat mengantuk.

*******

Aku terbangun karena kebelet kencing. Aku menoleh ke sampingku, aneh gak ada Ustadzah Aisyah. Padahal sesuai pembagian kamar, aku satu kamar dengan Ustadzah Aisyah, apa Ustadzah Aisyah sedang ke kamar mandi buang hajat atau buang air kecil sepertiku yang kebelet kencing.

Rasa ingin kencing semakin terasa, aku bangun dari ranjang, berjalan ke arah pintu kamar. Saat aku akan membuka pintu, aku mendengar suara erangan dan rintihan yang begitu jelas dari luar kamar. Suara suara yang sangat aku kenal karena aku sendiri sering mengalaminya. Apakah Ustadzah Aisyah sedang melakukan aktifitas itu dengan seseorang? Ya, tidak salah lagi pasti dengan A Agus, apa lagi melihat keakraban mereka saat bersalaman dan juga cerita Ustadzah Aisyah. Tapi sepertinya ada beberapa orang yang sedang melakukan aktifitas itu, ada suara wanita lebih dari satu. Pasti Emak ikut terlibat dan juga Imron.

"Gusssss, kontol kamu ennnnnak...!" suara Ustadzah Aisyah semakin memperjelas situasi yang sedang terjadi di kuar sana membuatku melupakan rasa ingin kencingku. Memekku serasa berdenyut dan mengeluarkan cairan birahi.

"Imron, ennnnak gak memek Bu Haji....?" Emak bertanya ke Imron. Gila, mereka sedang melakukan pesta sex saat aku tidur. Benar benar keterlaluan, aku dianggap tidak ada.

"Ennnnak banget, Bu Haji. Memek Bu Haji paling ennnak...!" jawab Imron mendesah membuatku panas. Hemmmm dia belum merasakan memekku, makanya dia bilang, memek Emak paling enak. Padahal aku yakin, memekku lebih enak dibandingkan memek Emak yang sudah melahirkan tiga orang anak. Memekku pasti lebih sempit.

Dengan hati panas mendengar Imron mengatakan memek Emak sebagai memek terenak, aku membuka pintu dengan keras, memberi tanda kepada yang sedang asik berpacu birahi di ruang keluarga. Dan benar, aku melihat Ustadzah Aisyah yang bugil berjongkok di sofa menghadap kamar sedang memacu kontol pria yang duduk di belakangnya. Aku melihat kontol pria itu keluar masuk memek Ustadzah Aisyah yang indah tanpa bulu. Itu pasti A Agus, kontolnya yang besar sangat kukenal.

Sementara di sofa satunya, aku melihat Emak sedang berjongkok menduduki Imron dengan badan doyong ke depan dan dibelakangnya ada seorang pria sedang menggerakkan pinggulnya maju mundur ke pantat Emak. Siapa pria yang berada di belakang Emak, aku tidak mengenalnya karena melihatnya dari samping. Tiba tiba pria yang di belakang Emak menoleh ke arahku dengan senyum menyeringai yang membuat wajahnya semakin menakutkan. Pria itu adalah orang yang menyambut kami saat kami datang. Pria yang diperkenalkan Emak sebagai teman baik ayahku, padahal aku belum pernah melihatnya datang ke rumah kami.

"Kokom, aduhhhh ennnnak kontol Aa kamu....!" sapa Ustadzah Aisyah menyambut kedatanganku sambil terus memacu kontol A Agus yang duduk dibelakangnya yang meremas payudara Ustadzah Aisyah yang putih mulus. Payudara Ustadzah Aisyah cukup besar, hampir sebesar payudaraku.

"Kokom, kamu bangun gara gara berisik, ya?" tanya Emak yang ikut menoleh ke arahku. Tubuhnya berguncang oleh hentakan kasar pria yang berada di belakangnya. Emak mengerang menikmati hentakan demi hentakan kasar pria yang berada di belakangnya. Sementara Imron menghisap payudara jumbo Emak dengan bernafsu.

"Ceu Haji, boleh gak aku nyobain memek anak ceuceu yang cantik?" tanya pria itu sambil terus menatapku dengan tatapan mata tajam yang membuatku takut. Orang ini benar benar kurang ajar, seenaknya mau nyobain memekku.

"Tanya aja ke orangnya langsung. Terusssss entot pantatku, ennnnnak....!"jawaban dari Emak membuatku marah, seenaknya saja Emak menyuruh orang itu bertanya langsung padaku. Tapi di sisi lain aku tidak memungkiri ingin terlibat langsung dalam pesta sex yang sangat liar ini, apa lagi mendengar dan melihat adegan yang sedang terjadi di depanku.

Tubuhku merinding melihat Emak, aku penasaran kontol siapa yang saat ini sedang memompa memek Emak. Apa mungkin kontol Imron dan bersarang di memek Emak? Gila, apa mungkin itu terjadi? Untuk menghilangkan rasa penasaranku, aku berjalan ke belakang Emak, tubuhku membungkuk agar bisa melihat kontol siapa yang sedang bersarang di memek Emak. Atau mungkin ke dua kontol sedang bersarang di memek Emak?

"Emakkkkkk....!" aku berteriak kaget, melihat dua kontol bersarang di tempat yang berbeda. Kontol Imron berada di lobang memek Emak, sedangkan kontol pria itu keluar masuk lobang anus Emak. Perutku tiba tiba menjadi mulas membayangkan kontol itu bersarang di lobang anusku. Hal yang belum pernah aku lihat maupun aku bayangkan.

"Ada apa, Kom? Emak lagi ennnak dientot memek dan pantat Emak. Kamu mesti nyobain, ennnnnnnnak baaaaaanget Kom....!" jawab Emak tanpa menghiraukan rasa terkejutku melihat Emak sedang di, apa ya namanya?

"Emang lagi di DP, Kom..!" kata A Agus menerangkan apa yang sedang terjadi. DP, artinya apa? Pikirku.

"Double Penestration, namanya Kom...!" kata Ustadzah Aisyah menyambung perkataan A Agus. Aku iri dengan kekompakan antara A Agus dan Ustadzah Aisyah.

Aku benar benar tidak menyangka Emak seliar ini, lebih liar dari yang pernah aku lihat. Aku menoleh ke arah Ustadzah Aisyah yang terlihat semakin cantik, pinggulnya memompa kontol A Agus dengan cepat.

"Kontol ennnnnak, kamu pintar Gus.....!" rintihan Ustadzah Aisyah mampu membuat memekku berkedut. Aku cemburu melihat Ustadzah Aisyah yang sedang menikmati kontol A Agus, harusnya aku yang menikmati kontol A Agus.

Melihat adegan yang sangat panas membuatku tidak mampu menahan kencingku yang langsung keluar deras. Sekuat tenaga aku menahan kencingku yang sudah membasahi celana dalam dan sebagian jatuh ke lantai.

Aku segera berlari ke kamar mandi meninggalkan mereka yang berpacu birahi di ruang tengah. Tanpa menutup pintu kamar mandi, aku segera berjongkok sambil menurunkan celana dalamku yang sudah basah terkena rembasan air kencingku. Serrrr, aku menarik nafas lega, air kencing keluar dengan deras dari memekku. Cukup lama aku berjongkok hingga tidak ada lagi air kencing yang keluar, aku mencuci memekku dengan air yang sangat dingin membuat sekujur tubuhku merinding. Selesai membersihkan memek dan pahaku dari sisa air kencing, aku berdiri melepaskan celana dalam yang basah terkena air kencing.

Aku merasa ada yang sedang memperhatikan aktifitasku dari luar kamar mandi dan saat aku menoleh, pria yang tadi menyodok Emak dari belakang berdiri menyeringai memperlihatkan giginya yang kuning dan besar. Sekilas aku melihat kontolnya yang mengacung tegak.

"Emakkkk... Tolongggg !" aku berteriak sambil menurunkan baju tidurku menutupi memek dan pahaku yang putih mulus, sambil berbalik membelakanginya. Aku benar benar cerobih, seharusnya aku menutup pintu, tadi.

"Emakkkkk....!" aku berteriak saat orang itu tiba tiba masuk dan memelukku dari belakang. Tangannya yang satu melinggkar di perutku dan satunya lagi meremas payudaraku dengan keras membuatku kesakitan diiringi rasa nikmat yang tidak bisa aku pungkiri.

"Lepas....!" aku berusaha meronta melepaskan diri dari dekapan pria itu, aku tidak mau dianggap perempuan murahan yang dengan suka rela merelakan tubuhnya dinikmati pria lain dengan mudah. Setidaknya aku harus menunjukkan bahwa aku adalah wanita baik baik bukan wanita gampangan. Pria itu harus tahu hal itu.

"Jangan pura pura, nanti kalau memek kamu sudah disodok kontolku, kamu pasti minta tambah....!" jawab pria itu dengan kurang ajarnya. Dia semakin kurang ajar menciumi leher jenjangku. Tubuhku merinding dengan perlakuan kasarnya.

Lelaki itu semakin kurang ajar, tangannya menarik dasterku ke atas, tangannya dengan leluasa meraba memekku yang mulus tanpa bulu dengan kasar, membuatku tanpa sadar merintih nikmat. Gila, kenapa aku justru menikmati perlakuan kasarnya. Ya, perlakuan kasar pria selalu dengan mudah menaikkan tensi birahiku. Apa aku punya kelainan? Atau mungkin aku mewarisi sisi liar Emak. Sisi liar yang membuatku menjadi binal, bahkan bisa saja seiring berjalannya waktu aku akan menjadi lebih liar dari pada Emak.

"Lepas....!" kataku berusaha keras bertahan dari rasa nikmat yang membuat sekujur tubuhku merinding nikmat. Terlebih saat jari jari pria itu masuk ke lobang memekku yang basas oleh air dan lendir birahi yang terus menerus keluar dari memekku.

"Jangan pura pura, kamu pesta keenakan memek kamu udah basah gini..!" bisik pria itu semakin merasa diatas angin karena memekku sudah basah. Pria ini tidak bisa dibohongi, dia tahu aku sudah mulai terangsang.

"Juned, jangan kurang ajar sama anakku. Kalau kamu mau nyobain memek anakku, harus minta baik baik....!" bentak Emak yang tiba tiba datang.

"Iya, Ceu. Tanya aja sama anak Ceuceu, dia suka gak diginiin?" kata orang itu dengan berani membantah perkataan Emak. Jarinya semakin cepat mengocok memekku sehingga rasa nikmat semakin menguasai jiwa dan pikiranku. Aku menggigit bibir agar tidak mendesis nikmat. Aku tidak mau Emak tahu, kalau aku menikmati perlakuan kasar pria buruk rupa ini.

"Lepas, Juned...!" bentak Emak semakin marah karena pria buruk rupa ini tidak melepaskanku.

"Tanya dulu ke anak, Euceu. Kalau dia yang minta, pasti aku lepas." jawab pria itu yang merasa sudah duatas angin, karena aku tidak berusaha melepaskan diri dari perbuatan kurang ajarnya. Walau aku juga tidak mau Emak tahu aku menikmatinya. Aku harus berpura pura tidak menyukainya.

"Kom, kamu suka gak dibegituin?" tanya Emak menyerah, dia bertanya kepadaku. Sesaat aku ragu untuk mengatakan, bahwa aku nenyukai perlakuan pria buruk rupa ini. Aku malu kalau harus nengakuinya ke Emak.

Bersambung
sudah sampai sini suhuu
ustadzah aisyahnya menarik nih klo kisah jebolnya diceritain
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd