Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Wanita Yang Menutup Aurat

Status
Please reply by conversation.
jangan pulang dulu y kom.. ritual tujuhari tujumalam, biar varokah..
trus ss nya yg di semak2 sist.. kyknya lebih ..
hehe..
 
Chapter 24

Melihat kehadiran A Agus dan Mbak Ratih yang masuk begitu saja tanpa membuka pintu, membuatku malu dengan ketelanjanganku. Berbeda dengan ibu yang terlihat cuek dengan kehadiran mereka yang bisa melihat tubuh telanjang kami bertiga. Aku turun dari atas tubuh Satria, hebatnya aku melihat kontol Satria masih tetap tegak padahal baru saja kukuras isinya.

"Gila nich kontol masih ngaceng aja...!" kata ibu takjub. Tanpa merasa malu dengan kehadiran A Agus dan Mbak Ratih, ibu berjongkok diatas kontol Satria yang kembali masuk ke dalam memeknya. Ibu benar benar hyper sex, pantas dia tidak keberatan tubuhnya dinikmati setiap pria di kampungku.

"Emak, ada Agus dan Ratih juga masih aja ewean...!" protes A Agus sepertinya malu dengan kelakuan Emak padahal ada Mbak Ratih yang terbelalak melihat keliaran ibu.

"Abis kontol Satria ennnnak banget...!" jawab ibu bergoyang memompa kontol Satria dengan lincah. Dunia hanya miliknya, tidak perduli dengan kehadiran orang lain di dalam kamar.

Melihat adegan mesum yang kembali terjadi di depannku, membuatku yang baru saja orgasme kembali terangsang. Mbak Ratih juga sepertinya ikut terangsang, dia mendorong A Agus duduk di kursi yang berada di dekat jendela. Tanpa menunggu A Agus membuka celana, Mbak Ratih lebih dahulu membuka celana A Agus. Kemudian menelanjangi dirinya sendiri.

Aku takjub melihat ukuran payudara Mbak Ratih yang lebih besar dari pada payudara ibu dan lebih kencang tentunya karena usianya lebih muda. Mbak Ratih menyodorkan payudaranya ke mulut A Agus yang dengan bernafsu meremas dan menghisap putingnya.

Ibu dengan Satria dan A Agus dengan Mbak Ratih sedangkan aku hanya bisa menonton adegan mesum dari dua kubu. Menonton adegan tersebut dengan rasa cemburu karena tidak ada oejantan lain yang bisa memuaskanku. Yang coba kulakukan adalah neremas payudaraku sendiri sambil mempermainkan memekku dengan memasukkan dua jari ke dalamnya. Tapi rasa nikmat yang kurasakan tentu saja sangat jauh berbeda dibandingkan sebuah kontol yang mengaduk aduk memekku.

"Akkku kelllluar...!" ibu menjerit mendapatkan orgasmenya. Aku berharap ibu secepatnya turun dari pangkuan Satria sehingga aku bisa menggatikan posisinya.

Dan saat ibu turun dari pangkuan Satria, belum sempat aku menggantikan posisi ibu, Mbak Ratih sudah mendahuluiku membuatku merasa jengkel. Apa kontol A Agus sudah gak bisa bangun sehingga Mbak Ratih mensabotase kontol Satria? Aku melihat ke arah A Agus, kontolnya mengacung sempurna.

Kontol A Agus nganggur, kenapa tidak aku gunakan untuk memuaskan nafsuku yang butuh penyaluran. Toch aku pernah berharap A Agus yang menjebol perawanku. Hanya karena ketidak beruntungannya menyebabkan A Agus gagal mendapatkan perawanku. Belu m sempat aku menghampiri A Agus, A Agus sudah berjalan menghampiriku. Dengan kasar dia menarik kakiku sehingga aku jatuh terlentang di pinggir ranjang dengan kaki menjuntai ke bawah. Kepalaku berada di dada bidang Satria. Bau keringatnya membuatku semakin terangsang.

"Hei, kalian apa apan, pada pesta swx di kamarku?" tanya Pak Jalu mengangetkan kami semua dengan kehadirannya yang begitu tiba tiba. Kami semua diam tidak ada yang berani bergerak, bahkan nafas kami agak tertahan karena takut kemarahannya meledak.

"Agus, mundur kamu...! Itu adikmu" kata Pak Jalu suaranya terdengar begitu berwibawa menyuruh A Agus membataltakan maksudnya yang sudah bersiap mencoblos memekku. A Agus mundur tanpa berani melawan. Benar benar wibawa yang luar biasa. A Agus yang pembangkangpun menjadi patuh.

"Kamu nakal, Kom. Harus diberi pelajaran biar jera." kata Pak Jalu membuka resleting celananya dan mengeluarkan kontolnya yang sudah tegang. Pak Jalu melebarkan kakiku mengangkang dan tanpa basa basi langsung mencoblos memekku dengan kasar. Kontolnya yang besar membelah tanpa ampun.

"Ampunnnnnn Pak....!" aku merintih menikmati sodokan kontol Pak Jalu, rasanya lebih nikmat dari pada sodokan kontol Satria.

"Kamu nakal, masa mau ngewe sama kakak sendiri." kata Pak Jalu tidak memberiku ampun. Kontolnya bergerak liar mengocok memekku, membuatku menjerit nikmat oleh sensasi yang sangat dahsyat.

"Kamu juga Rin, anak sendiri mau ewean sama kakanya kamu biarin aja. Biar aku hukum supaya jera...!" kata kata Pak Jalu membuatku semakin terangsang, beginikah rasanya dihukum. Memekku terasa ngilu oleh sodokan kontol Pak Jalu, tapi rasa nikmat mengalahkan rasa ngilu. Mungkin memekku menjadi bengkak akibat hukuman yang terus menerus aku terima.

"Sat, akkku kelllluar...!" kudengar Mbak Ratih berteriak menyambut orgasmenya. Di susul oleh jeritan Satria yang juga mendapatkan orgasme.

Lalu ke mana ibu? Aku berusaha mencari ibu dan terkejut melihat ibu duduk di pangkuan A Agus, pinggulnya bergerak naik turun memompa kontol A Agus. Ibu benar benar abnormal, kontol anak kandungnya sendiri dipakai untuk memuaskan memeknya yang kegatelan.

"Ampunnnn Kokom kelllluar...!" aku berteriak menyambut orgasmeku yang dahsyat. Kepalaku seperti dialiri oleh sesuatu yang nikmat.....

Pak Jalu seperti tidak perduli dengan keadaaku yang sudah kehabisan tenaga. Dia tetap menyodok memekku dengan kasar. Anehnya birahiku kembali bangkit. Rasa nikmat yang kurasakan tidak berkurang sedikitpun bahkan seperti bertambah sehingga membuatku terus menerus menjerit nikmat.

"Anak nakal, terima kontol Mang Jalu...!" kata Mang Jalu tidak memperdulikan penderitaanku yang terus menerus mendapatkan orgasne yang seperti tidak mau berhenti.

Aku menjerit dan menarik sprei sekuat yang aku bisa. Gila, kenapa orgasme terus menerus aku rasakan dan tidak mampu aku tolak. Selain pasrah menerimanya.

"Gila, memek kamu enak banget... Akkku kellluar...!" Pak Jalu mengeram menyemburkan pejuhnya ke dalam memekku. Kembali aku tertidur setelah badai orgasme yang kualami berlalu. Masih dalam keadaan kontol Pak Jalu berada dalam memekku.

*******

Aku bangun dan kurasakan ada seseorang yang menindihku. Seperti ada seseorang yang sedang menghisap puting payudaraku dan ada benda bergerak di memekku dengan kasar. Apakah ada yang sedang ngewe memkku yang sedang tidur? Perlahan aku membuka mata dan benar, aku melihat Satria begitu bernafsu menghisap puting payudaraku dan pinggulnya bergerak cepat mengocok memekku yang masih agak terasa linu karena terus terusan disodok kontol jumbo pak Jalu dan Satria.

"Aduhhhhh, ennnak. A Satria Kokom lagi tidur diewe..!" kataku mendesah nikmat. Cara bermain Satria berubah, dia menghentakkan kontolnya dengan kasar dan bertenaga. Ramasannya pada payudarakupun kasar membuat payudaraku menjadi merah. Senikmat inikah diewe. Aku tidak perduli Satria menjadikanku budak sex yang diperlakukan semaunya. Aku sangat menikmatinya melibihi apapun.

"Abis ngeliat kamu tidur telanjang bikin aku ngaceng. Ya sudah aku ewe sekalian." jawab Satria melumat bibirku dengan bernafsu sehingga membuatku kesulitan bernafas.

"Kamu gak puas ewean sama ibu, Ecij, Mbak Ratih dan Kokom?" tanyaku kagum dengan keperkasaan Satria, kontolnya masih mampu berdiri setelah melahap beberapa memek.

"Aku gak akan puas ngewein kamu semalaman...!" jawab Satria menghisap puting payudaraku dengan rakus. Padahal tidak ada ASI yang keluar.

"A, akkkku kelllluar...!" jeritku meraih orgasme entah yang keberapa hari ini.

"Akkku juga kelllluar...!" Satria menghujamkan kontolnya dan menyemburkan pejuhnya cukup banyak ke dalam memekku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku kalau hamil.

"Emakku mana?" tanyaku setelah Satria bangun dari atas tubuhku yang lemas sehabis orgasme.

"Semua pada ke makam Pangeran Samudra, inikan malam satu suro, aku disuruh jagain kamu. Abis tadi kamu dibangunin gak bangun bangun." jawab Satria. Pantas rumah terasa sepi walau diluar terdengar ramai oleh orang ngobrol dan berlalu lalang. Suara speaker terdengar dari atas bukit. Suaranya campur aduk.

"Kamu disuruh jagain Kokom, malah diewe.!" kataku meraba memekku karena seperti ada cairan yang keluar dari dalamny. Terasa kental, aku melihat jariku belepotan pejuh Satria dan lendir memekku. Baunya terasa menyegarkan. Aku menjilatinya hingga habis. Nikmat sekali rasanya. Aku kembali mengorek memekku untuk mendapatkan pejuh Satria lebih banyak.

"Kamu gak jijik?" tanya Satria heran melihat apa yang kulakukan.

"Enak.!" jawabku tidak menghiraukan tatapan heran Satria. Aku melihat kontol Satria terkulai lemah. Kontol yang baru saja memberiku puncak kenikmtan yang tiada taranya. Aku melihat noda memek di kontol Satria. Entah kenapa aku tergoda untuk melumatnya, pasti akan terasa nikmat.

Tanpa berpikir panjang aku membungkuk dan mulai mengulum kontol Satria dengan bernafsu. Rasanya asin karena sisa lendir dari memekku.

"Kom... Kamu ternyata gadis nakal." Satria merintih menikmati kulumanku. Walau tidak seahli ibu maupun Mbak Ratih, pasti sensasi yang dirasakannya berbeda. Aku adalah remaja berusia 18 tahun yang baru mengenal sex.

"Aduh anak Emak, ditinggal malah enak enakan..!" seru ibu yang tiba tiba masuk melihatku begitu menikmati kontol Satria.

"Emak, Kokom ditinggal..!" jawabku menatap ibu yang menggeleng gelengkan kepala nelihatku yang mewarisi keliarannya. Aku kembali mengulum kontol Satria seperti sedang mengulum permen.

"Nanti lagi diterusinnya, Mang Jalu nyuruh kita kumpul, ada yang mau dibicarakan..!" kata Ibu berusaha menghentikan keasikannku yang sedang mengulum kontol Satria.

Mendengar nama Mang Jalu disebut, terpaksa aku melepaskan kontol Satria dan turun dari ranjang mengambil pakaianku dan mengenakannya tanpa memakai pakaian dalamku. Buat apa aku pakai pakaian dalam kalau sebentar lagi aku kembali membukanya untuk melayani salah satu pria yang ada di rumah ini.

Kulihat Satria bangkit dan dengan tenang memakai pakaiannya. Kami segera keluar menemui Pak Jalu yang sudah duduk di meja makan. Di meja makan sudah tersedia nasi lengkap dengan lauk pauknya. Perutku langsung berbunyi minta diisi.

"Kita makan dulu...!" ajak Pak Jalu tersenyum ke arahku. Senyum yang begitu menawan dan memberiku rasa aman yang sudah tidak aku rasakan setelah mematian ayahku.

Kami duduk di meja makan, ibu mengambilkanku nasi beserta lauk pauknya. Tanpa mengucapkan doa, aku langsung menyuapkan nasi ke mulutku.

"Kamu sudah berdo'a belom?" tanya ibu menyadarkanku yang lupa berdoa. Dengan mulut terisi nasi, aku membaca doa sebelum makan dan kembali mengunyah nasi yang berada di mulutku.

Selesai makan kami berkumpul di ruang keluara. Kami semua diam menunggu Pak Jalu memulai pembicaraan. Aku melihat ibu yang duduk di samping kiriku sementara di kananku A Agus. Satria dan Mbak Ratih duduk agak jauh dari kami, di bangku yang terletak menempel di dinding kayu, sementara Pak Jalu duduk di hadapan kami. Tatapan matanya yang tajam membuat jantungku berdegup kencang walau tatapannya bukan ditujukan padaku. Lebih tepatnya ke A Agus dan mungkin ibu.

"Agus kamu bilang adalah anakku.?" tanya Pak Jalu dan pertanyaan itu ditujukan kepada Ibu.

"Ya, dia anak Kang Jalu. Kang Kosim menculiknya dibantu dokter dan perawat di RS yang membantu kelahiran Bu Lilis." jawaban ibu membuatku sangat terkejut. Berarti A Agus bukanlah kakak kandungku. Bukan pula kakak satu ayah. Pantas wajahnya paling berbeda di antara kami.

"Maksud kamu Agus adalah anakku dan Lilis?" tanya Pak Jalu terkejut. Matanya menatap A Agus yang menunduk gelisah. Apa A Agus sudah tahu bahwa dia bukanlaha anak orang tuaku.

"Ya...!" jawab Ibu. Wajahnya sangat gelisah dan seperti ketakutan mendapatkan kemarahan Pak Jalu.

"Kenapa kalian menculika anakku? Apa maksud dari semua ini?" tanya Pak Jalu dengan suara bergetar seperti menahan sesuatu yang bisa meledak kapan saja. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi.

"Seseorang menyuruh kami untuk melakukannya. Kalau tidak kami akan dibunuh..!" jawab Ibu, wajahnya semakin ketakutan.

"Siapa?" tanya Pak Jalu sudah kembali bisa mengendalikan dirinya.

"Kang Kosim yang tahu. Saya tidak tahu siapa. !" jawab ibu, suaranya sudah terdengar tenang. Lebih tenang dari pada tadi.

"Lalu kenapa kamu memberitahukannya sekarang? Apa kamu tidak takut orang itu akan membunuhmu?" tanya Pak Jalu.

"Kang Kosim sudah mereka bunuh. Sebentar lagi merekapun akan membunuhku. Aku hanya minta tolong, tolong selamatkan anakku dari mereka." jawab ibu. Tangannya memelukku. Pelukan seorang ibu yang ingin anaknya selamat.

"Jangan takut, tidak akan kubiarkan orang itu melukaimu dan keluargamu." kata Pak Jalu seperti sebuah janji.

Aku tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan. Apa latar belakang yang melandasi semuanya. Aku bingung dan banyak pertanyaan yang berputar di kepalaku tapi tidak ada jawaban yang bisa menjawab semua pertanyaanku itu.

"Kang Jalu pikir busa menyelamatkanku? Tidak Kang, ayahku salah pernah menyuruhku untuk menemui Kang Jalu untuk minta perlindungan. Apa yang terjadi? Aku malah terjerumus dalam pusaran dunia yang tidak mau aku jalani." jawab ibu terswnyum sinis.

"Aku akan menyelesaikannya sendiri. Aku hanya minta untuk sementara Kang Jalu memberi perlindungan untuk anakku sampai semuanya selesai." jawab ibu membuatku ketakutan. Apa ini sebuah tanda, tanda yang mengusyaratkan bahwa ibu akan menyusul ayah.

"Percayalah padaku...!" jawab Pak Jalu berusaha meyakinkan ibu. Dan untuk pertama kali aku melihat keraguan terpancar dari wajahnya. Ragu untuk bisa menepati janjinya.

"Kamu tidak akan pernah bisa melindungiku, aku hanya...!" suara ibu terpotong oleh suara seorang wanita yang tiba tiba masuk.

"Suamiku tidak akan pernah ingkar janji...!" kata wanita yang baru saja masuk.

Aku langsung terpesona oleh kecantikan wanita yang berdiri diambang pintu yang menghubungkan ruang keluarga dan ruang tamu. Wanita paruh baya itu sangat cantik. Baju muslim modis yang dipakainya semakin menambah kecantikannya. Bibirnya yang tipis sensual tersenyum indah.

"Aku sudah melakukan tes DNA, benar dia anak kita, A Ujang." kata wanita itu menghampiri Pak Jalu dan mencium tangannya.

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd