Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (UPDATE!!) REMAKE FAFA: THE ROAD OF CORRUPTION (NO SARA)

Siapa Cewek Yang Suhu Imajinasikan Sebagai Fafa


  • Total voters
    625

Intermezzo: Bapak 1​



Setelah memarkirkan Mobil Kijang jadul yang saya beli 10 tahun lalu di pinggir jalan di depan tembok rumah saya pun segera melangkahkan kaki saya masuk ke dalam rumah. Pagar yang tidak digembok menandakan bahwa saat ini setidaknya ada orang di dalam rumah. Biasanya jika istri dan anak - anak saya pergi meninggalkan rumah mereka tidak pernah lupa untuk mengunci gembok pagar.

Saya menghela nafas sejenak, berharap kalau di rumah ada orang lain selain istri saya. Hubungan saya dan istri saya sudah 6 bulan ini tidak lah harmonis. Sebab kesalahan fatal yang saya lakukan selama 2 tahun akhirnya diketahui oleh istri saya, saya terlibat dalam perselingkuhan dengan junior saya di kantor yang berumur jauh di bawah saya.

Sebenarnya ada rasa ingin menyalahkan istri saya soal perselingkuhan tersebut, karena sudah bertahun - tahun lamanya saya dan istri saya berhenti melakukan hubungan suami - istri di kamar tidur. Setiap kali saya mencoba mengajak istri saya untuk melakukan hal itu selalu saja ditolak.

Belum lagi bentuk fisik istri saya yang tidak lagi seperti dulu saat saya menikahinya. Setelah kelahiran Fafa, berat tubuhnya seperti semakin bertambah. Beberapa kali saya meminta nya untuk merawat diri namun selalu berakhir dengan adu mulut. Istri saya seperti tidak lagi peduli dengan penampilanya. Walau masih berdandan ketika bepergian, istri saya sama sekalia tidak peduli dengan berat dan bentuk tubuhnya.

Sedangkan saya sampai umur yang hamir mencapai 50 tahun, sampai detik ini masih terlihat seperti pria pada umur 40 tahun awal. Badan saya masih cukup tegap dan perut saya sama pun hampir tidak terlihat buncit.

Beberapa tahun yang lalu saya memilih memperdalam agama saya agar tidak terlalu memikirkan soal seks, karena jujur saya masih sangat mencintai ibu dari anak - anak saya. Untuk beberapa saat, dengan melakukan ceramah di masjid dan memimpin pengajian membuat saya lupa dengan masalah biologis saya.

Sampai pada akhirnya saya bertemu dengan seorang junior saya di kantor, yang masih berumur 25 tahun. Saya sebagai senior saat itu ditugaskan untuk menggembleng nya dan mengajari nya beberapa hal pada minggu pertama. Hal tersebut membuat kami semakin dekat dan terjadilah hal yang tidak diinginkan tersebut. Saya dan junior saya kedapatan tugas di luar kota dan kami menempati hotel yang sama. Singkat cerita kami berdua akhirnya melakukan hubungan badan sehari sebelum kami pulang dari dinas tersebut.


Sehari setelahnya saya merasak sangat bersalah, namun karena kami satu kantor dan satu divisi saya tak punya kuasa untuk menghindari interaksi dengan perempuan itu. Maka berlanjut lah hubungan satu malam kami ke malam - malam berikutnya. Berlangsung beberapa lama sampai akhir nya seseorang mengetahui hubungan kami dan memberi tahu istri saya dengan bukti - bukti yang tidak bisa saya pungkiri.

Sempat terucap kata perceraian ketika istri saya melabrak saya dengan bukti - bukti yang ada. Untung saja Fafa menengahi pertengkarang kami sehingga pernikahan saya pun terselamatkan.

Mengingat wajah Fafa yang berusaha kuat sambil menahan tangis membuat saya sadar dan segera meminta maaf kepada istri saya. Hubungan saya dan junior saya pun akhir nya berhenti detik itu juga karena saya memutuskan untuk pindah cabang. Walau hanya bisa bertemu keluarga saya pada akhir minggu, saya merasa itu lebih baik dari pada tidak bisa bertemu mereka lagi selamanya.


Saya juga berjanji saat itu tidak akan mengecewakan keluarga saya lagi, terutama Faradilla anak bungsu saya. Setiap kali mengingat wajah nya saat melerai saya dan istri saya membuat hati saya merasa sakit yang tak tertahan kan.

Saya menghembuskan nafas panjang dan segera melangkah menuju pintu depan rumah yang menyambung ke ruang tamu rumah kami.

Saya hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala ketika melihat sepasang sepatu converse hitam putih Fafa dengan kaos kaki yang dibenamkan secukup nya ke dalam sepatu tersebut di depan pintu rumah. Menandakan anak bungsu kesayangan ku itu sudah pulang dari sekolah. Tumben pikirku, biasanya kalau besok libur, anak - anak jarang sekali ada di rumah sore - sore begini.

Setelah melepaskan sepatu van tovel coklat yang saya kenakan, saya pun segera membuka pintu depan dan masuk ke dalam rumah. Tidak lupa, sepatu Fafa yang tergeletak di depan pintu saya bawa masuk dan saya letakan di rak sepatu di sebelah pintu ruang tamu.


Setelah memperhatikan sekeliling nampaknya, tak ada orang lain selain Fafa di rumah ini. Segera saya menuju dapur karena perut ini sudah mulai terasa keroncongan. Harapan saya, mungkin saya akan menemukan lauk - pauk masakan istri saya dan kalaupun tidak ada mungkin terpaksa untuk memesan makanan dari luar.

Dalam perjalanan di dapur, sayup - sayup saya mendengar suara desahan seorang wanita. Langkah saya pun terhenti seketika, saya berusaha mentajamkan indra pendengar saya untuk mengetahui sumber suara tersebut.

Saya lalu melangkahkan kaki saya kembali dengan perlahan, suara desahan pelan tersebut menuntun saya menuju kamar anak bungsu saya. Faradilla Farahchairun Nissa, atau kami di rumah biasa memanggil nya dengan panggilan ade karena berhubung dia adalah anak bungsu.

Jantung saya berdebar cepat, dan keringat dingin membasahi kening saya karena benar adanya bahwa suara desahan itu berasal dari kamar anak bungsu saya. Rasa takut dan marah bercampur menjadi satu, saya takut terjadi hal yang tidak di ingin kan kepada anak bungsu kesayangan saya. Saya pun segera mempercepat langkah kaki saya menuju kamar Fafa.

Terlihat pintu kamar nya yang terbuka sedikit, dan melihat siluet seorang wanita yang menduduki bantal guling. Ketimbang menyebut nya menduduki, saya rasa lebih cocok bila disebut menunggangi karena gerakan wanita tersebut yang maju mundur dan sesekali naik turun.

Tangan saya gemetar kemudian memegang gagang pintu tersebut dan perlahan membuka pintu itu. Mata saya langsung terbelalak mellihat sosok anak bungsu saya yang telanjang bulat menggesek-gesekan kemaluan nya ke bantal guling putih nya. Kerongkongan saya mendadak terasa kering, kepala saya terasa ringan.

Faradilla anak bungsu saya melakukan gerakan seperti pelacur yang kerasukan, tangan nya menggosok-gosok bagian clitorisnya secara kencang. Sesekali tanganya meremas - remas payu dara nya dengan penuh semangat. Wajah lugunya tak lagi terlihat, seperti orang yang berbeda. Wajah anak ku itu menampilkan raut binal seorang wanita jalang murahan yang terselimuti oleh nafsu birahinya.


Saya sebagai seorang ayah saat itu merasa sedih karena harus melihat pemandangan tersebut, juga marah kepada diri sendiri karena merasa gagal menjadi seorang ayah yang mendidik anaknya. Padahal semenjak kecil dulu Fafa selalu saya tanamkan ajaran - ajaran agama yang saya anut.

Ingin rasanya saya menghardik anak bungsu saya itu untuk menghentikan apa yang dilakukan nya, namun di satu sisi saya juga sadar kalau dengan menegurnya di tengah aksinya tersebut dapat membuat nya malu dan tak terbayangkan interaksi kami akan menjadi sangat tidak nyaman.

Hal tersebut membuat saya hanya bisa diam terpaku, memperhatikan anak bungsu saya itu mencabuli tubuhnya menggunakan bantal guling miliknya. Suara desahan Faradilla terdengar bergema memenuhi rumah kami, sesuatu hal yang tak seharus nya terjadi pun tidak terelakan.


Setelah memperhatikan aksi anak saya tersebut, saya jadi tersadar bahwa Fafa tidak lagi memiliki tubuh seperti anak kecil. Ke dua payu daranya mulai membesar dan kalau boleh jujur bisa dibilang sangat indah. Tidak terlalu besar tapi juga tidak bisa disebut kecil, sangat cocok dengan tubuhnya yang langsing. Kulit nya yang terlihat mengkilau dengan peluh keringat yang membasahi tubuhnya.


Hal itu membuat saya merasakan batang kejantanan saya berdiri, ingin rasanya saya memaki diri saya sendiri saat itu juga karena tidak seharusnya hal ini terjadi. Tangan saya yang satunya secara tak sadar mengelus - ngelus bagian celana saya yang mulai menyempit.


"Ahhh..Mmm..AHHHHHHHHHHHHHHHHHHH'" lengkingan Faradilla terdengar sangat keras, menandakan diri nya telah mencapai orgasme. Terlihat cairan bening seperti air kencing yang muncrat dari organ intim kewanitaanya. Hal tersebut membuat saya tersadar dan secara reflek mengeluarkan suara.


"Ibu mana de?" suara itu keluar begitu saja karena kepanikan saya yang mulai merasakan birahi melihat tubuh telanjang anak saya sendiri.


Terlihat Faradilla dengan gelagapan menarik bed cover putihnya untuk menutupi tubuhnya, wajah nya pucat penuh kecemasan. Namun kemudian dengan suara terbata - bata dia menjawab pertanyaan saya yang sebenarnya saya juga tidak peduli. Saya hanya ingin dia berhenti melakukan aksinya mencabuli dirinya sendiri itu dan kembali menjadi Faradilla yang lugu.


Saya menyadari batang kemaluan saya tak kunjung turun, segera saya bergegas meninggalkan kamar nya setelah meminta nya untuk mengenakan baju.


Terdengar suara pintu kamar yang ditutup dengan cepat di belakang saya. Saya berhenti sejenak sebelum akhirnya melanjutkan langkah saya ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Karena mungkin dengan itu saya tidak akan lagi birahi dan bisa menghapus gambar anak saya yang telanjang dan melakukan hal tidak senonoh itu dari kepala saya.

Sesampainya di kamar mandi saya segera menutup dan mengunci kamar mandi tersebut dan terdiam sejenak memperhatikan keran air yang sesekali meneteskan air. Saya memejam kan mata saya dan kemudian memukul - mukul kepala saya, berharap dengan melakukan itu pikiran saya kembali jernih.

Setelah merasa sedikit pusing memukul - mukul kepala sendiri saya pun akhirnya diam sejenak, mencoba memproses kembali apa yang baru saja terjadi. Mata saya lalu melirik ke arah tempat kami meletakan Shampo dan sabu.

Waktu seakan berhenti, dan kepala saya menjadi ringan. Secara cepat saya lalu menurunkan celana bahan saya dan juga celana dalam yang saya kenakan. Saya ambil sabun mandi cair tanpa berfikir panjang. Saya oleskan ke tangan saya dan saya beri sedikit air sebelum akhirnya saya gunakan tangan saya yang mulai berbusa itu untuk melumuri batang kemaluan saya yang menegang keras.

Nafsu telah mengalahkan akal sehat saya sebagai seorang ayah, saya pun mengocok batang kemaluan saya sambil memejam kan mata saya. Beberapa saat saya berusaha membayangkan wanita lain dengan harapan hal itu akan menghapus tubuh telanjang Faradilla yang seksi, ranum, dan menggiurkan dari kepala saya. Namun sampai detik di mana saya mengeluarkan air mani, bayangan betapa enak nya kemaluan dan tubuh Faradilla tak kunjung hilang dari kepala saya.

Setelah mengeluarkan semua air mani yang saya miliki saat itu, dengan perasaan seperti kalah perang saya pun segera mencuci batang kemaluan saya dengan air dan menyiram air mani saya dari lantai kamar mandi.

Setelah memakai kan kembali celana saya, hati kecil saya memaki apa yang baru saja saya lakukan. Akhirnya saat ini saya berjanji pada diri saya sendiri, bahwa ini adalah pertama kali dan terakhirnya saya membayang kan tubuh anak saya sendiri. Tak akan lagi saya tergiur melihat payu dara nya yang indah, kemaluan nya yang belum tertutupi oleh bulu, dan puting nya yang imut dan menggemaskan.

Ini yang terakhir, ini yang terakhir, berulang kali saya mencoba meyakin kan diri saya sendiri.

Saya tidak bisa berhenti membayangkan betapa ranum nya payu dara Faradilla membuat saya sendiri tidak yakin apakah saya masih seorang ayah yang baik untuk nya.
 

Intermezzo: Bapak 1​



Setelah memarkirkan Mobil Kijang jadul yang saya beli 10 tahun lalu di pinggir jalan di depan tembok rumah saya pun segera melangkahkan kaki saya masuk ke dalam rumah. Pagar yang tidak digembok menandakan bahwa saat ini setidaknya ada orang di dalam rumah. Biasanya jika istri dan anak - anak saya pergi meninggalkan rumah mereka tidak pernah lupa untuk mengunci gembok pagar.

Saya menghela nafas sejenak, berharap kalau di rumah ada orang lain selain istri saya. Hubungan saya dan istri saya sudah 6 bulan ini tidak lah harmonis. Sebab kesalahan fatal yang saya lakukan selama 2 tahun akhirnya diketahui oleh istri saya, saya terlibat dalam perselingkuhan dengan junior saya di kantor yang berumur jauh di bawah saya.

Sebenarnya ada rasa ingin menyalahkan istri saya soal perselingkuhan tersebut, karena sudah bertahun - tahun lamanya saya dan istri saya berhenti melakukan hubungan suami - istri di kamar tidur. Setiap kali saya mencoba mengajak istri saya untuk melakukan hal itu selalu saja ditolak.

Belum lagi bentuk fisik istri saya yang tidak lagi seperti dulu saat saya menikahinya. Setelah kelahiran Fafa, berat tubuhnya seperti semakin bertambah. Beberapa kali saya meminta nya untuk merawat diri namun selalu berakhir dengan adu mulut. Istri saya seperti tidak lagi peduli dengan penampilanya. Walau masih berdandan ketika bepergian, istri saya sama sekalia tidak peduli dengan berat dan bentuk tubuhnya.

Sedangkan saya sampai umur yang hamir mencapai 50 tahun, sampai detik ini masih terlihat seperti pria pada umur 40 tahun awal. Badan saya masih cukup tegap dan perut saya sama pun hampir tidak terlihat buncit.

Beberapa tahun yang lalu saya memilih memperdalam agama saya agar tidak terlalu memikirkan soal seks, karena jujur saya masih sangat mencintai ibu dari anak - anak saya. Untuk beberapa saat, dengan melakukan ceramah di masjid dan memimpin pengajian membuat saya lupa dengan masalah biologis saya.

Sampai pada akhirnya saya bertemu dengan seorang junior saya di kantor, yang masih berumur 25 tahun. Saya sebagai senior saat itu ditugaskan untuk menggembleng nya dan mengajari nya beberapa hal pada minggu pertama. Hal tersebut membuat kami semakin dekat dan terjadilah hal yang tidak diinginkan tersebut. Saya dan junior saya kedapatan tugas di luar kota dan kami menempati hotel yang sama. Singkat cerita kami berdua akhirnya melakukan hubungan badan sehari sebelum kami pulang dari dinas tersebut.


Sehari setelahnya saya merasak sangat bersalah, namun karena kami satu kantor dan satu divisi saya tak punya kuasa untuk menghindari interaksi dengan perempuan itu. Maka berlanjut lah hubungan satu malam kami ke malam - malam berikutnya. Berlangsung beberapa lama sampai akhir nya seseorang mengetahui hubungan kami dan memberi tahu istri saya dengan bukti - bukti yang tidak bisa saya pungkiri.

Sempat terucap kata perceraian ketika istri saya melabrak saya dengan bukti - bukti yang ada. Untung saja Fafa menengahi pertengkarang kami sehingga pernikahan saya pun terselamatkan.

Mengingat wajah Fafa yang berusaha kuat sambil menahan tangis membuat saya sadar dan segera meminta maaf kepada istri saya. Hubungan saya dan junior saya pun akhir nya berhenti detik itu juga karena saya memutuskan untuk pindah cabang. Walau hanya bisa bertemu keluarga saya pada akhir minggu, saya merasa itu lebih baik dari pada tidak bisa bertemu mereka lagi selamanya.


Saya juga berjanji saat itu tidak akan mengecewakan keluarga saya lagi, terutama Faradilla anak bungsu saya. Setiap kali mengingat wajah nya saat melerai saya dan istri saya membuat hati saya merasa sakit yang tak tertahan kan.

Saya menghembuskan nafas panjang dan segera melangkah menuju pintu depan rumah yang menyambung ke ruang tamu rumah kami.

Saya hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala ketika melihat sepasang sepatu converse hitam putih Fafa dengan kaos kaki yang dibenamkan secukup nya ke dalam sepatu tersebut di depan pintu rumah. Menandakan anak bungsu kesayangan ku itu sudah pulang dari sekolah. Tumben pikirku, biasanya kalau besok libur, anak - anak jarang sekali ada di rumah sore - sore begini.

Setelah melepaskan sepatu van tovel coklat yang saya kenakan, saya pun segera membuka pintu depan dan masuk ke dalam rumah. Tidak lupa, sepatu Fafa yang tergeletak di depan pintu saya bawa masuk dan saya letakan di rak sepatu di sebelah pintu ruang tamu.


Setelah memperhatikan sekeliling nampaknya, tak ada orang lain selain Fafa di rumah ini. Segera saya menuju dapur karena perut ini sudah mulai terasa keroncongan. Harapan saya, mungkin saya akan menemukan lauk - pauk masakan istri saya dan kalaupun tidak ada mungkin terpaksa untuk memesan makanan dari luar.

Dalam perjalanan di dapur, sayup - sayup saya mendengar suara desahan seorang wanita. Langkah saya pun terhenti seketika, saya berusaha mentajamkan indra pendengar saya untuk mengetahui sumber suara tersebut.

Saya lalu melangkahkan kaki saya kembali dengan perlahan, suara desahan pelan tersebut menuntun saya menuju kamar anak bungsu saya. Faradilla Farahchairun Nissa, atau kami di rumah biasa memanggil nya dengan panggilan ade karena berhubung dia adalah anak bungsu.

Jantung saya berdebar cepat, dan keringat dingin membasahi kening saya karena benar adanya bahwa suara desahan itu berasal dari kamar anak bungsu saya. Rasa takut dan marah bercampur menjadi satu, saya takut terjadi hal yang tidak di ingin kan kepada anak bungsu kesayangan saya. Saya pun segera mempercepat langkah kaki saya menuju kamar Fafa.

Terlihat pintu kamar nya yang terbuka sedikit, dan melihat siluet seorang wanita yang menduduki bantal guling. Ketimbang menyebut nya menduduki, saya rasa lebih cocok bila disebut menunggangi karena gerakan wanita tersebut yang maju mundur dan sesekali naik turun.

Tangan saya gemetar kemudian memegang gagang pintu tersebut dan perlahan membuka pintu itu. Mata saya langsung terbelalak mellihat sosok anak bungsu saya yang telanjang bulat menggesek-gesekan kemaluan nya ke bantal guling putih nya. Kerongkongan saya mendadak terasa kering, kepala saya terasa ringan.

Faradilla anak bungsu saya melakukan gerakan seperti pelacur yang kerasukan, tangan nya menggosok-gosok bagian clitorisnya secara kencang. Sesekali tanganya meremas - remas payu dara nya dengan penuh semangat. Wajah lugunya tak lagi terlihat, seperti orang yang berbeda. Wajah anak ku itu menampilkan raut binal seorang wanita jalang murahan yang terselimuti oleh nafsu birahinya.


Saya sebagai seorang ayah saat itu merasa sedih karena harus melihat pemandangan tersebut, juga marah kepada diri sendiri karena merasa gagal menjadi seorang ayah yang mendidik anaknya. Padahal semenjak kecil dulu Fafa selalu saya tanamkan ajaran - ajaran agama yang saya anut.

Ingin rasanya saya menghardik anak bungsu saya itu untuk menghentikan apa yang dilakukan nya, namun di satu sisi saya juga sadar kalau dengan menegurnya di tengah aksinya tersebut dapat membuat nya malu dan tak terbayangkan interaksi kami akan menjadi sangat tidak nyaman.

Hal tersebut membuat saya hanya bisa diam terpaku, memperhatikan anak bungsu saya itu mencabuli tubuhnya menggunakan bantal guling miliknya. Suara desahan Faradilla terdengar bergema memenuhi rumah kami, sesuatu hal yang tak seharus nya terjadi pun tidak terelakan.


Setelah memperhatikan aksi anak saya tersebut, saya jadi tersadar bahwa Fafa tidak lagi memiliki tubuh seperti anak kecil. Ke dua payu daranya mulai membesar dan kalau boleh jujur bisa dibilang sangat indah. Tidak terlalu besar tapi juga tidak bisa disebut kecil, sangat cocok dengan tubuhnya yang langsing. Kulit nya yang terlihat mengkilau dengan peluh keringat yang membasahi tubuhnya.


Hal itu membuat saya merasakan batang kejantanan saya berdiri, ingin rasanya saya memaki diri saya sendiri saat itu juga karena tidak seharusnya hal ini terjadi. Tangan saya yang satunya secara tak sadar mengelus - ngelus bagian celana saya yang mulai menyempit.


"Ahhh..Mmm..AHHHHHHHHHHHHHHHHHHH'" lengkingan Faradilla terdengar sangat keras, menandakan diri nya telah mencapai orgasme. Terlihat cairan bening seperti air kencing yang muncrat dari organ intim kewanitaanya. Hal tersebut membuat saya tersadar dan secara reflek mengeluarkan suara.


"Ibu mana de?" suara itu keluar begitu saja karena kepanikan saya yang mulai merasakan birahi melihat tubuh telanjang anak saya sendiri.


Terlihat Faradilla dengan gelagapan menarik bed cover putihnya untuk menutupi tubuhnya, wajah nya pucat penuh kecemasan. Namun kemudian dengan suara terbata - bata dia menjawab pertanyaan saya yang sebenarnya saya juga tidak peduli. Saya hanya ingin dia berhenti melakukan aksinya mencabuli dirinya sendiri itu dan kembali menjadi Faradilla yang lugu.


Saya menyadari batang kemaluan saya tak kunjung turun, segera saya bergegas meninggalkan kamar nya setelah meminta nya untuk mengenakan baju.


Terdengar suara pintu kamar yang ditutup dengan cepat di belakang saya. Saya berhenti sejenak sebelum akhirnya melanjutkan langkah saya ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Karena mungkin dengan itu saya tidak akan lagi birahi dan bisa menghapus gambar anak saya yang telanjang dan melakukan hal tidak senonoh itu dari kepala saya.

Sesampainya di kamar mandi saya segera menutup dan mengunci kamar mandi tersebut dan terdiam sejenak memperhatikan keran air yang sesekali meneteskan air. Saya memejam kan mata saya dan kemudian memukul - mukul kepala saya, berharap dengan melakukan itu pikiran saya kembali jernih.

Setelah merasa sedikit pusing memukul - mukul kepala sendiri saya pun akhirnya diam sejenak, mencoba memproses kembali apa yang baru saja terjadi. Mata saya lalu melirik ke arah tempat kami meletakan Shampo dan sabu.

Waktu seakan berhenti, dan kepala saya menjadi ringan. Secara cepat saya lalu menurunkan celana bahan saya dan juga celana dalam yang saya kenakan. Saya ambil sabun mandi cair tanpa berfikir panjang. Saya oleskan ke tangan saya dan saya beri sedikit air sebelum akhirnya saya gunakan tangan saya yang mulai berbusa itu untuk melumuri batang kemaluan saya yang menegang keras.

Nafsu telah mengalahkan akal sehat saya sebagai seorang ayah, saya pun mengocok batang kemaluan saya sambil memejam kan mata saya. Beberapa saat saya berusaha membayangkan wanita lain dengan harapan hal itu akan menghapus tubuh telanjang Faradilla yang seksi, ranum, dan menggiurkan dari kepala saya. Namun sampai detik di mana saya mengeluarkan air mani, bayangan betapa enak nya kemaluan dan tubuh Faradilla tak kunjung hilang dari kepala saya.

Setelah mengeluarkan semua air mani yang saya miliki saat itu, dengan perasaan seperti kalah perang saya pun segera mencuci batang kemaluan saya dengan air dan menyiram air mani saya dari lantai kamar mandi.

Setelah memakai kan kembali celana saya, hati kecil saya memaki apa yang baru saja saya lakukan. Akhirnya saat ini saya berjanji pada diri saya sendiri, bahwa ini adalah pertama kali dan terakhirnya saya membayang kan tubuh anak saya sendiri. Tak akan lagi saya tergiur melihat payu dara nya yang indah, kemaluan nya yang belum tertutupi oleh bulu, dan puting nya yang imut dan menggemaskan.

Ini yang terakhir, ini yang terakhir, berulang kali saya mencoba meyakin kan diri saya sendiri.

Saya tidak bisa berhenti membayangkan betapa ranum nya payu dara Faradilla membuat saya sendiri tidak yakin apakah saya masih seorang ayah yang baik untuk nya.
Waaah bkl ada incest ama bpk kah hu....???

Tq updatenya suhuu
 

Chapter 5: (Reza) I am not a saint.​



68747470733a2f2f73332e616d617a6f6e6177732e636f6d2f776174747061642d6d656469612d736572766963652f53746f7279496d6167652f67454a36476a4e7a3975506b35673d3d2d313131353931313535312e313661303334373566353632313930663734353634313237323134332e6a7067


Suara Fafa emang beneran bisa bikin gua tenang, emosi gua yang semenjak pulang dari warnet tadi mendadak hilang seketika.

"Udah selesai bikin makalahnya?" tanya gua sambil mengerutkan dahi, soalnya camera Fafa terlalu close up sampai hanya memerlihatkan mata dan keningnya.

"Belum.." suara Fafa terdengar lirih.

"Kamu kenapa Fa? Kok lemes gitu? Udah makan belum?" tanya gua agak sedikit cemas.

"belum." Fafa kembali menjawab singkat.

"Ya udah atuh, aku kesana ya bawa makanan" Gua gak bisa nutupin rasa seneng gua, karena ada alasan buat ketemu Fafa lagi hari ini.

"Ngapain, gak usah.." jawab Fafa ketus.

Gua langsung ngerasa cemas, soalnya Fafa gak pernah ngomong pake nada begitu ke gua.

"Loh kenapa? Ntar kamu mati kalo gak makan"

"apaan sih.. engga, engga usah. Ada bapak di rumah, gak enak" nada suara Fafa makin ketus dan bikin gua makin yakin kalo mood dia lagi gak baik dan gua ngerasa mood bete Fafa ini emang ditujukan ke gua.


"Hmm.. kamu kenapa? Aku ada buat salah?" gua yang dari tadi cengegesan langsung pucet. Kepikiran sikap gua tadi di warnet yang ngebiarin dia pulang bareng Om Feri. Apa gara - gara itu? Karena emang gua sadar saat itu keliatan banget kalo gua ga bisa jagain dia.



"Ga tau... Menurut kamu sendiri gimana? Kamu ada buat salah gak hari ini?" Fafa agak menjauhkan handphone nya untuk berpindah posisi sehingga sekarang wajahnya terlihat jelas. Kelihatan kalau dia sedang berbaring di kasur dengan selimut putih menutupi tubuhnya. Pundaknya yang putih mulus terlihat jelas, tulang dada nya membuat nya terlihat makin seksi.

Gua cuman bisa diem sambil mikir gua habis buat salah apa, soalnya setau gua cuman kejadian di warnet tadi yang gua rasa gua bikin salah.

Selagi nunggu jawaban dari gua, Fafa kemudian merubah posisinya tidur menyamping sambil menarik selimut putih nya mengikuti pergerakan badanya. Belahan dada Fafa sempat terlihat, dan kontol gua secara reflek berdiri seketika. Otak gua langsung buyar dan mata gua langsung menatap ke arah belahan dada Fafa lekat - lekat.

"Kalau gak ada yang mau diomongin lagi aku tutup ya?" suara Fafa makin ketus.

Gua yang dari mupeng ngeliatin belahan toket Fafa langsung panik.

"Eh bentar Fa jangan di tutup dulu!"

Fafa kembali mengarahkan kamera HP ke wajahnya, wajah Fafa bener - bener pedes gak ada ramah - ramahnya saat ini.


"Aku minta maaf Fa"

Fafa mendengar permintaan maaf gua langsung mengerutkan keningnya.

"Maaf kenapa? Aneh kamu haha" Fafa tertawa sinis, terkesan mengejek.

Suara tawa sinis Fafa gak terdengar asing di kuping gua, karena gua pernah ngedenger suara tawa yang sama dari mantan cewek gua sebelumnya. Sebelum jadian sama Fafa, gua pernah pacaran cukup lama sama seorang cewek bernama Lala. Gua sama Lala pacaran dari kelas 1 SMP Sampe awal masuk kuliah. Kita berdua waktu itu putus, gara - gara gua kecanduan sama game online. Beberapa kali gua sama Lala berantem gara - gara gua lebih memilih diem di warnet ketimbang ketemu dia. Puncak-nya saat gua di DO dari kampus gara - gara gua bolos 2 semester, karena kecanduan gua sama game online. Lala gak ngelihat bakal ada masa depan kalau terus pacaran sama gua dan akhirnya kita putus. Gua ingat waktu itu gua mohon - mohon sama Lala ampe sujud - sujud memelas biar gak diputusin, tapi bukanya ngerasa kasihan Lala malah ketawa sinis dan ninggalin gua. Nada ketawa Fafa saat ini persis seperti suara ketawa Lala saat itu.


"Aku buat salah sama kamu kan? Kamu marah gara - gara di warnet tadi aku gak ngelarang Om Feri buat nganter kamu pulang kan? Maaf Fa, aku sadar banget kalau aku harusnya ga diem aja " Terdengar kepanikan di suara gua karena takut kalau dugaan gua soal nada suara Fafa benar ada nya. Karena amit - amit kalau gua sampe putus sama Fafa. Mana mungkin gua bisa dapet cewek se-sempurna seperti Fafa lagi.


"Hmm.. aku enggak kesel soal itu kok, tapi emang bener sih.. kalau kamu tadi gak ada gentle-gentlenya. Aku kira aku bisa percaya sama kamu buat jagain aku" mata Fafa melihat ke atas seperti sedang mengingat - ingat kejadian di warnet tadi.

"Fa sumpah Fa, kasih aku kesempatan! Aku janji hal kayak gitu gak bakal kejadian lagi. Maafin aku Fa" gua merengek seperti anak kecil.


"Apaan sih, orang aku udah bilang bukan karena itu" Fafa ketus dan memandang gua dengan tatapan jijik. Mungkin karena melihat gua merengek kayak bocah. Cuman gua udah gak peduli lagi, karena gua harus bisa mempertahanin hubungan Fafa dengan segala cara walau gua keliatan jelek di depan Fafa.


"Terus kenapa Fa, kamu bilang ke aku. Kamu tahu kan aku tuh sayang sama kamu? Aku tuh gak pernah punya niatan buat biking kamu benci sama aku Fa" gua mencoba merubah nada rengekan gua agar sedikit berwibawa.

Fafa terdiam, matanya terlihat menatap gua seakan menganalisa perkataan gua barusan. Fafa kemudian mengambil nafas dalam - dalam lalu duduk di atas kasur sambil bersender. Tanganya yang satu tetap memegang selimut putihnya agar tubuh nya tetap tertutup.


"Aku gak cukup ya buat kamu?" tanya Fafa tiba - tiba.


Kening gua langsung berkerut ngedenger itu, mulut gua secara cepat mengeluarkan bantahan untuk pertanyaan Fafa.

"Kenapa kamu bilang gitu Fa? Bukan cuma cukup, kamu tuh berlebih!! Kamu itu lebih dari apa yang bisa aku harapin dari seorang cewek." Gua memasang muka serius, walau gua sendiri sadar kata - kata gua gombal banget.

"Terus kenapa kamu nonton filem porno?" suara Fafa agak dipelankan, mungkin karena takut terdengar orang lain di rumahnya.

"Eng.. anu.. engga kok" gua coba berbohong.

"Aku gak suka ya kalo kamu jadi tukang bohong. Aku udah tau kok, aku tadi lihat di laptop kamu. History web kamu banyak banget akses situs porno. Aku gak nyangka loh waktu lihat itu. Bikin aku ngeliat kamu tuh jadi beda" Suara Fafa yang biasanya seperti bocah kalau ngobrol sama gua, mendadak terdengar dewasa. Gua juga sadar dari awal nelpon tadi, dia gak ada manggil aku dengan panggilan 'Kak' Reza.

Perkataan Fafa bikin gua diem seketika, keringat dingin bercucuran di belakang leher gua. Gua sadar kalau gak bisa lagi mengelak dan akhirnya cuman bisa ngomong jujur apa ada nya.

"i..iya Fa.. maaf."

"Maaf apa?"

"Maaf karena aku nonton filem porno"

Fafa lalu menghembuskan nafas panjang.

"Aku tuh udah selalu nganggep kalau kamu beda dari cowok lain kak, semenjak aku putus sama Dimas aku tuh punya trust issue sama cowok dan semenjak kita semakin deket aku berharap banget kamu tuh beda dari mereka". Fafa berhenti sejenak, suaranya terdengar sedikit bergetar.

"Kamu kenal Putri kan? Putri sewaktu tahu aku lagi deket sama kamu udah ngingetin aku kalau aku harus hati - hati sama kamu. Putri bilang ke aku kalau kamu tuh gak ad bedanya sama cowok lain. Waktu itu aku belain kamu sampe aku berantem sama Putri padahal dia sahabat aku. Aku marah banget sama dia waktu dia bilang kalau kamu tuh cuma pengangguran yang enggak bisa apa - apa, tapi ternyata harus nya aku dengerin Putri."


Ngedenger itu gua langsung maki - maki si Putri dalem hati, tuh cewek emang anjing. Dulu udah permainin gua sekarang berusaha rusak hubungan gua sama Fafa. Gua langsung muter otak nyari kata - kata buat yakinin Fafa kalau dia gak salah jadian sama gua. Namun sebelum gua nemu kata - kata yang tepat Fafa udah mulai ngomong lagi.

"Kita putus aja ya kak" ujar Fafa tiba - tiba.

Bagai disamber geledek di siang bolong, kepala gua mendadak kayak mau pecah. Waktu di sekeliling gua seperti berhenti. Hal yang gua takutkan terjadi juga, kualitas gua di mata Fafa udah hilang.

"Maaf ya kak kalo aku ada dbanyak salah sama kamu, semoga kamu nemu cewek yang lebih baik." Fafa lanjut ngomong.

"Fa stop Fa, pikir lagi Fa. Jangan kayak gini" gua memelas, air mata gua udah mulai keluar. Namun Fafa seperti gak denger perkataan gua lanjut ngomong kata - kata perpisahan.

"Maaf ya kak, aku gak bisa kalau pacaran sama cowok yang di otak nya mikirin sama bayangin cewek lain selain aku. Aku enggak bisa" lanjut Fafa.

"Kamu jangan kemana - mana aku ke rumah kamu sekarang" gua memotong perkataan Fafa.

Fafa langsung berhenti ngomong dan mengerutkan kening nya.

"Hah? Ngapain? Gak usah ah" Fafa melarang.

Gua gak peduliin larangan Fafa langsung mematikan Handphone gua dan lari ke garasi rumah gua. Gua langsung naik ke atas motor gua dan melaju pergi menuju rumah Fafa.

Walau rumah Fafa tidak begitu jauh dari rumah gua, perjalanan gua terasa lamaaaa banget. Padahal rumah nya hanya berjarak sekitar 10 menitan saja dari rumah gua.

Sesampainya di depan rumah Fafa, gua langsung menelpon handphonenya namun tidak diangkat - angkat. Akhirnya gua nekat membuka pagar rumah Fafa dan mengetuk pintu rumahnya.


Gak lama setelah gua mengetuk pintu seorang laki - laki paruh baya membukakan pintu rumah Fafa.

"Cari siapa ya mas?" tanya bapak tersebut.

"Fafa nya ada pak?" tanya gua cepat.

"Oh sebentar" ujar bapak tersebut kemudian berteriak memanggil Fafa.

"Adeee, ini ada temenya nyari" ujar bapak tersebut.

"Iyaa pak sebentar" terdengar suara Fafa dari dalam rumah, ngebuat gua agak tenang sedikit karena Fafa ada di rumahnya.

"Tunggu sebentar ya mas" kata bapak tersebut lalu masuk ke dalam meninggalkan gua berdiri di depan pintu rumah Fafa yang terbuka.

Tak lama terdengar suara langkah kaki, dan Fafa muncul dari balik pintu. Terlihat wajahya kaget ngelihat gua di depan pintu rumahnya, namun dengan segera wajah Fafa berubah kembali menjadi ketus.

"Ngapain kamu ke sini? Aku kan udah bilang gak usah" Wajah Fafa terlihat kesal.

"Kita perlu ngomong Fa"

"Gak ada yang perlu di omongin lagi, pulang sana" Fafa mengusir gua sambil menunjuk ke arah motor gua dengan kepalanya.

Gua menggelengkan kepala gua, gua mencoba memohon kepada Fafa agar dia memikirkan kembali keputusannya untuk mengakhiri hubungan kita, namun kerongkongan gua mendadak terasa kering. Air mata gua udah gak ke tahan dan turun dengan derasnya, gua pun mulai menangis terisak.

"Gak gitu Fa caranya kalau kita ada masalah, gak langsung putus gitu aja" gua menahan isakan tangis gua dan mencoba sekuat mungkin agar kata - kata dari mulut gua terdengar jelas.

Mungkin karena suara gua yang cukup keras Fafa langsung melangkah kan kaki keluar dari rumah dan menutup pintu di belakangnya agar suara gua gak kedengeran sama bapaknya.

"Jangan di sini ngomong nya" ujar Fafa tiba - tiba dengan raut muka kesal.

Gua langsung berhenti nangis, ada perasaan sedikit senang karena gua merasa kalau gua masih bisa ngeperbaikin ke kacauan ini.

Fafa lalu memakai sendal jepitnya dan melangkahkan kaki nya ke arah motor gua. Gua hanya terdiam kebingungan sambil menatap nya.

Fafa lalu berdiri di samping motor gua sambil melipat tanganya dan melirik ke arah gua masih dengan tatapan ketus.

"Katanya mau ngomong kan? Ayo cepet" Fafa lalu membuang pandangan nya ke arah lain.

Gua berlari ke arah motor gua dan berhenti berdiri di samping Fafa.

"Maksud kamu gimana Fa?" tanya gua lagi.

"Kamu mau ngomong kan? ya udah jangan di sini. Aku gak mau bapak lihat ada cowok nangis - nangis di depan rumah. Males nanti jadi bahan omongan tetangga dan bakal ditanya - tanyain sama bapak" ujar Fafa ketus.


Gua cuma mengangguk lalu naik ke atas motor dan menyalakan mesinya, Fafa lalu ikut naik di belakang gua.

"Ngobrol di mana Fa?" tanya gua lagi.

"Terserah" Fafa menjawab ketus.

Gua cuma bisa diem dan segera menggas motor gua maju, sambil terus memikirkan tempat yang tepat untuk ngobrol ber-dua sama Fafa.

Sepanjang jalan Fafa gak ada sama sekali memeluk gua seperti biasa, ya gua sadar karena menurut Fafa mungkin kita udah engga pacaran lagi. Jangan kan memeluk, berbicara pun tidak. Akhirnya gua kepikiran tempat yang tepat buat ngobrol ber-dua sama Fafa dan segera memacu motor gua cepat.


Setelah beberapa menit dalam perjalanan gua kemudian menghentikan motor gua di depan sebuah rumah.

"Rumah siapa ini?" tanya Fafa ketus.

"Rumah aku Fa" jawab gua pelan.

Fafa lalu turun dari motor gua dan berjalan duluan menuju pintu rumah gua.

Gua lalu memarkirkan motor dan mengikutinya dari belakang. Mata gua terus melihat ke arah Fafa, namun Fafa terlihat seperti berusaha agar kita berdua tidak saling bertatapan.

Gua lalu membukakan pintu rumah gua dan mempersilahkannya masuk. Fafa terlihat ragu sejenak namun akhirnya melangkah masuk ke dalam rumah. Gua lalu mengikutinya dari belakang dan menutup pintu rumah gua.

Rumah gua termasuk kecil, hanya terdapat dua kamar tidur, satu kamar mandi untuk bersama dan ruang tamu. Dapur pun gua gak punya karena gua sama bokap gua biasanya pesan makanan dari luar. Ruang tamu gua pun minimalis, hanya terdapat TV tabung kecil di atas meja dan karpet tebal yang menutupi lantai. Sofa pun gua gak punya, karena barang - barang gua udah dijualin sama Bokap gua semenjak bokap gua di PHK.



Gua lalu mempersilahkan Fafa untuk duduk lesehan di karpet, tanpa menjawab Fafa lalu duduk di atas karpet gua. Fafa memakai pakaian malam wanita terusan tipis dengan di tutupi jubah tipis berwarna serupa. Membuat nya terpaksa duduk sedikit menyamping agar bagian bawha baju nya tidak tersingkap ke atas. Sesekali Fafa menarik bagian bawah bajunya turun untuk menutupi lututnya namun hal tersebut membuat belahan dada nya menjadi agak terlihat



Gua segera duduk di hadapan Fafa, posisi duduk gua cukup dekat sehingga lutut gua agak menyentuh kaki nya



Gua segera duduk di hadapan Fafa, posisi duduk gua cukup dekat sehingga lutut gua agak menyentuh kaki nya.

"Mau ngomong apa?" tanya Fafa tanpa melihat ke arah gua.

Gua langsung meluk Fafa erat - erat, posisi meluk gua rada gak enak karena gua agak berusaha biar gak ngedorong Fafa jatuh.

"JANGAN TINGGALIN AKU FAAAA!!" Gua nangis keras, membenamkan muka gua di dada Fafa. Gua bisa ngerasa kulit Fafa ikut basah karena air mata yang turun deras dari mata gua.

Gua udah siap buat dengerin kata - kata ketus dan sinis dari mulut Fafa, namun di luar dugaan Fafa hanya diam membiarkan gua memeluknya. pikir dia bakal ngomong ketus lagi sambil ngedorong gua, tapi ternyata Fafa sama sekali tidak bergeming saat gua peluk erat kayak gini. Apalagi muka gua cuman berjarak beberapa centi di atas toketnya. Fafa seperti membiarkan gua memeluk tubuhnya.

"Maafin aku Fa, aku bego. Kamu tuh perlu tau, semenjak ketemu kamu di otak aku tuh cuman ada kamu. Bahkan pas kita baru jadian, saking senengnya aku sampe ngomongin kamu terus tiap kali aku nongkrong sama temen - temen aku. Cuma kamu Fa cewek yang aku sayang. Hidup aku munkin bakal baik - baik aja kalau kamu pergi, tapi aku gak mau kalau gak ada kamu di hidup aku" gua nangis kayak banci, kata - kata gua walau terdengar gombal tapi semua itu gua ucapin dari hati.

Fafa diam tidak berkata apa - apa, dan keadaan hening seketika. Gua lalu melirik ke atas untuk melihat wajah Fafa. Betapa kaget nya gua ternyata Fafa dari tadi sedang melihat gua, matanya basah dan berkaca - kaca. Mulut nya bergetar karena Fafa menahan bibirnya tetap tertutup agar tidak menangis.


"Aku sayang kamu Fa, aku gak pernah sembarangan untuk bilang sayang ke orang kalau aku sendiri gak yakin" Kata gua pelan, tangisan gua berhenti walau air mata gua masih ngebasahin muka gua.

"Cuman kamu yang ada di otak aku Fa, cuman kamu yang di hati aku, cuman kamu yang bisa bikin aku rapuh dan kuat secara bersamaan." Gua tau betapa gombalnya kata - kata itu, namun gua yakin kata - kata gua barusan setidaknya kena sasaran.

Fafa lalu mengelus rambut gua dengan lembut, matanya melirik ke arah rambut gua sebentar dan kemudian kembali menatap mata gua.

"Terus kalau gitu kenapa kamu masih nonton filem porno?" tanya Fafa pelan, wajahnya sediki terlihat kesal.

"Fa, sebenarnya waktu kita ciuman pertama kali jujur saat itu udah nafsu banget buat ngelakuin hal yang lebih dari itu. Kamu inget kan tangan aku waktu itu mulai ngeraba dada kamu?" Kepala gua masih bersandar di dada Fafa dan gua menggunakan dagu gua sebagai pijakan agar wajah gua tidak turun lebih jauh dari posisi sekarang.

Fafa mengerutkan dahi nya dan menghentikan tanganya yang dari tadi menyisir rambut gua. Mungkin Fafa heran bagaimana penjelasan gua barusan bisa bikin dia tenang.

"Aku gak mau ngerusak kamu Fa, saat pulang pun aku memaki diri aku sendiri karena udah meraba dada kamu tanpa izin. Hari itu aku berjanji untuk tidak akan pernah untuk menyerah kepada nafsu aku lagi. Cuman ternyata beberapa hari kemudian, nafsu itu tetap ada Fa" gua berhenti sejenak untuk menelan ludah.

"Aku udah berusaha untuk ngebuang nafsu itu tapi makin lama nafsu itu semakin menjadi-jadi dan aku takut kalau nanti kita ketemu, aku bisa ngelakuin lebih dari cuma meraba dada kamu. Jelas aku gak mau hal itu kejadian karena itu bisa ngerusak kamu" Gua memasang muka serius sambil melanjutkan bualan gua.

"Makanya aku akhirnya nonton filem porno Fa" gua diem sebentar nyari kata - kata lanjutan buat kalimat gua barusan sambil ngelihat muka Fafa tajam berharap Fafa percaya dengan kata - kata gua.

Fafa tak lagi mengerutkan keningnya, Fafa kemudian meletakan telapak tanganya di atas karpet tempat kami duduk mungkin karena posisi gua bikin dia pegal dan gak nyaman.

"Awalnya aku mau berhenti karena ngerasa hal itu gak ngebantu dan malah yang ada bikin aku tambah nafsu, sampai akhirnya aku ketemu video porno yang artis nya mirip sama kamu" lanjut gua lagi sambi tetap memeluk Fafa.


"Hal tersebut bikin aku ngebayaangin kalau perempuan di video itu adalah kamu, dan dengan begitu nafsu aku ke kamu bisa aku salurkan tanpa harus takut ngerusak kamu Fa" otak gua mendadak tumpul, gua uda bingung buat nyari alasan yang lebih masuk akal dari pada itu.

Mata Fafa bergerak - gerak menatap mata gua, seakan mencoba mencari kebenaran dari perkataan gua barusan.

Kemudian tangan Fafa mengelus - ngelus kembali rambut gua, lalu kedua tangan Fafa memegang pipi gua dan mengangkat wajah gua ke atas sedikit.

"Bodoh" ujar Fafa pelan, senyum Fafa yang manis kembali muncul di wajahnya yang sedari tadi ketus.

"Kamu udah punya aku kan, ngapain kamu cari - cari lagi dari orang lain?" ujar Fafa pelan, matanya menatap gua dengan tatapan sayu.

"maksudnya Fa?" gua agak gak ngerti maksud Fafa.

Fafa tiba - tiba menarik wajah gua mendekati wajahnya dan melumat bibir gua. Mata gua terbelalak kaget karena gak nyangka bualan gua efeknya seampuh ini. Ciuman gua dan Fafa kali ini berbeda dengan ciuman kami pertama kali dulu. Mulut Fafa terkesan buas dan liar, tak ada kesan lemah lembut sama sekali. Fafa mendorong lidahnya masuk ke dalam bibir gua, dan kemudian mengajak lidah gua untuk bergulat hebat.

Fafa kemudian menurun kan tubuhnya ke belakang, membuat gua melepas kan pelukan gua untuk menopang tubuh gua agar tidak terjatuh ke depan. Tanpa melepas ciuman kami, Fafa membaringkan badanya di karpet, gua lalu mengistirahat kan tangan gua di samping kepala Fafa. Gua atur tubuh gua agar tidak terlalu menindih tubuh Fafa yang terbaring di bawah badan gua.

Jubah tipis Fafa sedikit turun sehingga pundak Fafa yang mulus terlihat, baju tidur pink nya yang tipis membuat Fafa terlihat semakin seksi. Gua bisa merasakan batang kemaluan gua sudah mulai mengeras dan berada di atas selangkangan Fafa.

Tangan kanan gua secara reflek lalu meraba pinggang Fafa, bahan baju Fafa yang tipis dan lembut mebuat tangan gua serasa langsung menyentuh kulit Fafa. Tangan Fafa lalu bergerak memegang tangan gua yang lagi meraba pinggangnnya. Fafa lalu menarik tangan gua dan meletakan tangan gua di dadanya.

Tanpa penolakan berarti gua langsung meremas - remas toket fafa di atas baju tidur nya tersebut. Mata gua seketika terbelalak kaget dan membuka mata gua melihat tangan gua yang lagi meremas toket Fafa. Gua baru sadar kalau sedari tadi Fafa tidak memakai bra.

Puting Fafa yang mengeras menonjol dari balik baju tersebut, seketika itu juga gua langsung menghentikan ciuman gua dan menatap wajah Fafa. Saat gua melepas kan bibir gua dari bibirnya, mata Fafa masih terpejam dan mulut nya terbuka sedikit. Nafas Fafa tersenggal -senggal dan terlihat bercak air liur gua di sekitar mulutnya.


"Ka..kamu kenapa gak pake bra Fa?" tanya gua dengan nada kaget.

Fafa membuka matanya dan nafasnya masi tersenggal - senggal.

"Sebenernya pas kamu video call tadi aku gak pake baju sama sekali" jawab Fafa di sela nafas nya yang tersenggal -senggal. Fafa lalu menaruh kedua tanganya di pipi gua.

"Pas aku lagi pake baju kamu dateng, dan aku tuh lupa pake karena keburu takut kalau bapak nanti nanya - nanya kamu." Fafa tersenyum, muka nya yang menatap gua dengan sayu seperti meminta gua memperkosanya.


"Terus liat kamu nangis tadi bikin aku lupa soal itu jadi aja ak gak pake" suara Fafa entah kenapa terdengar sedikit nakal. Fafa lalu menyingkirkan tangan gua yang lagi ngeraba toketnya.

"Kamu beneran sayang aku kan kak?" tanya Fafa lagi.

"Jelas Fa, sampai aku mati" jawab gua tegas.

Fafa tersenyum simpul, membuat matanya menyipit. Tangan kanan Fafa lalu menurunkan tali baju tidurnya satu persatu, kemudian menarik baju nya ke bawah. Terlihat dengan jelas toket indah Fafa mencuat keluar. Toket Fafa ternyata lebih besar dari dugaan gua, rasio besar toket Fafa bisa dibilang sangat pas sama ukuran tubuhnya. Tidak terlalu besar dan juga sangat jelas kalau tidak lah kecil. Puting nya terlihat keras bediri menantang, warnanya coklat muda sangatlah cocok dengan warna kulit tubuhnya.

"Ini semua punya kamu kak, jangan cari sama orang lain lagi ya" ujar Fafa pelan.

Merasa dapat lampu hijau gua langsung dengan ganas melahap toket Fafa yang tak lagi memiliki pelindung. Seperti orang kelaparan, suara mulut gua terdengar keras.

"mhh slurrpp,..mmhh slurpph.. ahh.. slurppp" suara hisapan dan jilatan gua terdengar seperti orang kelaparan yang baru dapet makan.

"ah..ah...ahhh..ah" Suara desahan Fafa mulai terdengar memenuhi ruang tamu rumah gua. Desahan Fafa sangat lah seksi, karena tidak terlalu berlebihan dan ada kesan kalau Fafa masih malu - malu untuk melepas kan suara desahan dari mulutnya.

Hal itu membuat gua makin semangat melahap toket Fafa, tangan gua yang satunya kemudian meremas - remas toket fafa sebelah kiri. Mata gua, gua biarkan terbuka karena gua mau melihat wajah Fafa yang ke enakan.

Mata Fafa terpejam erat, sesekali Fafa menggigit bibirnya seakan menahan agar desahanya tidak keluar. Namun permainan lidah dan mulut gua di toketnya membuat mulut Fafa kembali megap- megap dan mengeluarkan desahan yang merdu.




 Namun permainan lidah dan mulut gua di toketnya membuat mulut Fafa kembali megap- megap dan mengeluarkan desahan yang merdu




Baju Fafa sekarang turun sampai ke perutnya, melalui bagain atas baju tersebut gua lalu menyelipkan tangan gua menuju celana dalamnya. Jari - jari gua bisa merasakan betapa basahnya celana dalam Fafa saat ini.

Gua lalu mulai mengelus - elus memek Fafa dari luar celana dalam nya yang basah, Fafa seketika itu menggengam erat kepala gw dan meremas - remas rambut gua. Gua lalu melepas mulut gua dari toket Fafa dan menarik baju Fafa kebawah sampai akhirnya nyangkut di pergelangan kakinya. Gua lalu menciumi leher Fafa dan mencupang leher Fafa dengan buas. Fafa memeluk kepala gua sambil memanggil nama gua lirih bercampur dengan desahanya.

"Mhh..ahh kak Reza.." mata Fafa masih terpejam, menikmati cupangan gua. Setelah meninggalkan tanda berwarna merah di lehernya, gua segera mencium tulang dada Fafa yang seksi, dan dengan lidah gua menelusuri tubuh nya turun sampai ke pusarnya. Kedua tangan gua sekarang menggenggam bagian atas celana dalamnya. Fafa lalu memegang pipi gua dan menatap wajah gua dengan tatapan sange.

Fafa menggelengkan kepalanya, yang tidak gua hiraukan. Gua lalu menarik lepas celana dalam Fafa ke bawah, Fafa lalu menekukan kaki nya agar gua lebih gampang melepas celana nya. Gua berlutut untuk mebiarkan kedua mata gua menikmati tubuh indah fafa yang telanjang bulat terbaring di hadapan gua. Tubuh Fafa terlihat begitu seksi, mengkilau oleh peluh keringat yang mulai membasahi tubuhnya karena udara di dalam rumah gua saat ini memang cukup panas. Beberapa helai rambut menempel di keningnya karena keringat, membuat pemandangan ini terlihat makin autentik.


Setelah puas memandangi tubuh Fafa, gua dengan segera menerjang memek Fafa menggunakan lidah gua. Memek Fafa ternyata botak tanpa bulu membuat sensasi menjilati memeknya makin terasa nikmat. Gua menjilati belahan memek Fafa perlahan, sesekali gua menyelipkan ujung lidah gua ke dalam belahan memek nya. Suara desahan Fafa makin terdengar keras dan tak beraturan. Kedua tanganya menjambak rambut gua keras sambil mendorong kepala gua ke memeknya membuat muka gua seperti terbenam di selangkanganya.

Gua lalu memegangi paha Fafa yang mulai mengapit kepala gua, cairan memek Fafa membuat muka gua jadi ikutan basah. Tangan gua kemudian meraba - raba paha Fafa sebentar sebelum akhirnya gua telurusi tubuh molek Fafa dan mulai meremas - remas ke dua toket nya yang bulat dan sempurna.

Fafa mendongakan kepalanya menikmati permainan gua, Fafa menggerakan kepalanya ke kiri dan ke kanan seperti menahan sensasi geli dan nikmat yang menyerang nya secara bersamaan.

"Mhh kak Reza...ah..ah, kak Rezaa.." Nama gua sesekali terdengar di antara desahan Fafa, membuat gua makin semangat menjilati memeknya.

"Ka.Kak .. Reza.. mau pipis...ahh." ujar Fafa pelan.

Gua paham betul apa yang dimaskud oleh Fafa, mungkin karena tidak pengalaman Fafa masih belum bisa membedakan antara pipis dan orgasme.

"Keluarin aja sayang" perintah gua sambil teteap menjilati memek Fafa. Kedua paha Fafa makin mengapit kepala gua dengan keras menandakan orgasme nya sudah di ujung tanduk. Gua mempercepat permainan lidah gua, menjilati memeknya, menekan memeknya dengan lidah gua, dan menyelipkan lidah gua ke belahan memek Fafa sehingga bisa menjilati bagian daging dalam memek Fafa.

"Kak Rezaaaa....aku keluar!!" Fafa melengking, badan nya terangkat sampai hampir terduduk di atas karpet. Kepala gua makin dibenam kan Fafa ke arah memeknya.

"AaaahhhHHh..Hhhhhh" Fafa meneriakan desahan orgasme nya, gua bisa merasakan badanya menegang membuat urat - urat lehernya terlihat jelas. Mulut nya membentuk huruf O membuat wajahnya terlihat sangat binal.

Badan Fafa mengelinjang, dan gua bisa merasakan cairan menyemprot deras ke mulu gua. Gua dengan senang hati membuka mulut gua menerima cairan cinta Fafa tersebut.

Tubuh Fafa terlihat gemetar kecil seperti orang yang habis pipis sebelum akhir nya ambruk perlahan kembali berbaring di atas karpet ruang tamu gua. Kaki Fafa yang sedari tadi mengapit kepala gua sekarang menjulur mengangkang lemas.

Gua lalu berdiri dan berbaring di samping Fafa, tangan gua mengelus - ngelus memek nya yang masih berkedut sehabis orgasme. Tangan Fafa langsung memegang tangan gua yang sedang mengelus - ngelus memeknya. Gua lalu mencium bibir Fafa dengan lembut, Fafa pun dengan pasrah menerima ciuman gua sambil memejam kan mata.

Gua lalu melepas ciuman gua dan memperhatikan wajah Fafa yang terlihat capek tapi puas. Fafa terlihat mulai mengatur nafas nya yang tersenggal - senggal sambil membuka matanya perlahan dan menatap gua. Tangan kanan nya lalu mengelus pipi gua, senyum simpul terbentuk di wajahnya. Wajah Fafa saat ini terlihat sangat seksi, cantik, binal, tapi masih tesisa sedikit keimutanya.

Sambil mengelus - elus memek gua lalu sedikit demi sedikit mencoba memasukan jari tengah gua ke dalam. Mata Fafa seketika itu juga terbuka lebar, mulut nya menganga lebar.

"Ahh..." desahanya kembali terdengar.


Gua lalu melirik ke arah memeknya lalu kembali menatap Fafa menunggu izin untuk melakukan yang selama ini gua impikan.

"Boleh Fa?" gua meminta izin

"ta..tapi aku masih perawan kak" ucap Fafa pelan dengan muka malu - malu.

"Aku bakal pelan - pelan ko Fa" gua mencoba meyakin kan Fafa.

Fafa terdiam sebentar sambil menggigit bibir nya.

"Kaka sayang sama aku kan?" Wajah Fafa terlihat sedikit cemas dan ragu untuk melepaskan keperawananya.

"I love you Faradilla" gua mencoba terdengar semeyakinkan mungkin karena jujur gua udah gak tahan dah pengen buru - buru ngewe si Fafa.

Fafa lalu tersenyum dan memejam kan matanya sambil menganggukan kepala pasrah, gua lalu memasukan Jari gua makin ke dalam.

"Ahhh..AHhhh perih..." Fafa merintih pelan sambil memejam kan matanya.

"Tahan sebentar ya sayang" gua mencoba menenangkan Fafa dan memasukan jari gua lebih dalam. Agak sulit sebenarnya karena memek Fafa bener - bener sempit.

"AAAAaahhhhhhh.........." desah Fafa panjang seperti melolong, ketika gua ngedorong jari gua sampai mentok. Gua lalu menggerakan jari tengah gua maju mundur. Fafa seketika itu juga memeluk gua, membuat gua jadih kembali menindih tubuhnya . Fafa lalu mencium gua dengan liar, dan jari gua pun mulai gua gerakan lebih cepat.

Berhubung gua udah gak tahan gua lalu melepas kan ciuman gua dan mengeluarkan jari gua dari dalam memek Fafa. Gua lalu berdiri membuka celana jeans dan celana dalam gua. Fafa menggrepe toket nya sendiri sambil menggigit ujung jempol tangan kananya. Menatap gua dengan penuh antisipasi.

Kemaluan gua yang sudah mengeras pun akhirnya menjuntai keluar, ukuranya memang tidak besar tapi gua yakin menurut Fafa ini udah cukup besar. Sebab selain masih perawan dan sempit, gua yakin Fafa tidak pernah melihat kontol lain selain punya gua.

Gua lalu memposisikan badan gua agar kontol gua berada di atas memek Fafa, dan gua mulai menggesek - gesekan kontol gua di sela - sela belahan memek Fafa sehingga belahan tersebut terbuka sedikit sehingga terlihat seperti hotdog di mana kontol gua sebagai sosis dan memek fafa yang terbelah seperti rotinya. Suara cabul gesekan kontol gua dan memek Fafa yang basah membuat gua makin bernafsu.

Gua lalu mencium bibir Fafa dan memposisikan kedua tangan gua di samping kepalanya.

"Aku masukin ya Fa" gua meminta izin.

Fafa melihat ku ragu, namun kemudian menganggukan kepalanya pelan.

Gua lalu memegang kontol gua dan mengarahkan nya ke liang memek Fafa. Kepala kontol gua pun akhirnya berlabuh sedikit ke ujung liang memek Fafa. Gua tau Fafa saat ini sedikit ketakutan karena ngerasa sakit, maka dari itu gua sengaja tidak langsung memasukan kontol gua sepenuh nya. Gua memasukan kontol gua perlahan, ruas demi ruas.

Mulut Fafa kembali menganga, ketika kontol gua sudah se per tiganya masuk.

"Siap ya Fa?" gua menurunkan badan gua sedikit sehingga wajah gua cukup dekat dengan wajah Fafa.

Fafa lalu mengangguk cepat sambil menatap ku dengan sedikit melotot dan menggigit bibirnya.

Melihat Fafa sudah memberi lampu hijau, gua langsung dengan mantap menancapkan kontol gua dalam - dalam sampai mentok.

"Aahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh" Fafa melolong panjang. Kontol gua sudah sepenuhnya masuk namun gua belum menggerakan pinggang gua karena gua mau Fafa membiasakan diri dulu sama rasa perih yang dia rasakan saat ini.

Fafa menghembuskan nafasnya, menahan rasa sakit yang dia rasakan. Gua melihat itu paham dan membiarkan memek gua diam di dalam memek Fafa. Jujur baru masuk aja udah pengen bikin gua keluar, karena memek Fafa benar - benar ngejepit banget.

Setelah melihat Fafa mulai agak tenang, gua langsung meminta izin kembali.

"Aku gerakin ya Fa?" sambil mengelus - elus rambut nya.

Fafa memejam kan matanya dan mengangguk pelan sambil mengatur nafasnya.

Gua yang sedari tadi udah ga tahan langsung menggerakan pinggang gua maju mundur perlahan. Fafa lalu merangkul leher gua dan mulai mendesah kembali.

"Ahh..ahh.. Ahh..ahh" suara desahan Fafa mengikuti ritme pergerakan pinggul gua. Sungguh gua bener- bener ga tahan buat gak keluar dan kerasa banget sperma gua udah di ujung tanduk. Gua langsung mencoba memikirkan hal - hal lain agar gua bisa bertahan lebih lama


Setelah terasa orgasme gua bisa gua tahan, gua lalu dengan cepat menghentak - hentakan pinggul gua sampai membuat peraduan selangkangan gua dan selangkangan Fafa membuat suara seperti orang bertepuk tangan pelan.

"Plok plok plok" suara cabul hentakan paha gw yang beradu dengan paha dalam Fafa terdengar begitu Vulgaar.

Fafa memejamkan matanya erat dan mendongakan kepalanya kebelakang, sambil tetap mendesah.


"Ah..ahh.. kak.. Reza.. .ah.. .terus." ujar Fafa.

Mendengar kata - kata itu keluar dari mulut Fafa membuat gua makin mempercepat dan memperkuat hentakan gua, membuat suara tepukan selakangan kami terdengar makin keras. Gua lalu meremas - remas toket Fafa, dan tangan gua yang satu nya agak mencekek leher Fafa. Lalu gua meraba bibir Fafa dengan jempol gua, dan Fafa dengan sigap menghisap jempol gua tersebut.

Wajah Fafa yang menghisap jempol gua itu sungguh seksi, gua jadi kepikiran buat masukin kontol gua kemulutnya.

"Fa..ahh, ahh,, aku boleh minta sesuatu?" tanya gua di sela - sela desahan gua.

"ahhh..ahh.." Fafa membuka perlahan matanya, kemudian mengerutkan keningnya seakan bertannya permintaan apa yang ada di benak ku.

"Ah..aku..aku mau kamu isep punya aku boleh ahh" peluh keringat gua jatuh di atas tubuh Fafa, gua agak memelankan hentakan gua karena gua udah mulai sedikit kecapean.

Fafa tersenyum, lalu memejamkan matanya dan mengangguk pelan.

Senang bukan main gua langsung mencabut kontol gua dari memek Fafa, dan kemudian berdiri mengangkangi tubuh Fafa yang terbaring.

Fafa dengan lemah bangkit dari karpet dan merangkak menuju kontol gua yang berdiri tegak berlumuran cairan vaginanya.

Fafa lalu menyispkan rambut hitam panjang nya ke belakang telinganya dan mencium kepala kontol gua pelan.

Fafa lalu melihat ke atas untuk melihat wajah gua, sambil bibir nya tetap menempel di ujung kepala kontol gua.

"Fa harus ngapain kak?" tanya nya pelan dengan wajah lugu.

"Kamu masukin aja sambil kamu isep" perintah gua sambil menatap balik ke arah wajahnya.

Fafa lalu tersenyum dan kemudian mengecup kembali kepala kontol gua sambil memegang batangnya. Lalu secara perlahan Fafa memasukan kontol gua ke dalam mulutnya dan mulai menghisapnya.

Kepala gua langsung mendongak ke atas dan memegang kepala Fafa dengan ke dua tangan gua.

Fafa lalu memaju mundurkan kepala nya, batang kontol gua pun mulai basah oleh air liur Fafa. Hawa panas bagian dalam mulut Fafa gak jauh nikmat dari memeknya bahkan sensasinya hampir terasa sama.

"Jangan kena gigi ya Fa" ujar gua pelan.

Fafa terdiam sebentar dengan kontol gua masih di mulutnya lalu kembali menggerakan kepalanya maju mundur.

Gua lalu menatap wajah Fafa, birahi gua makin naik ketika melihat wajah Fafa yang lugu dan tak berdosa itu sekarang sedang mengemut kontol gua.

Gua lalu mengambil handphone gua dari dalam celana jeans gua dan mulai merekam Fafa, Fafa membuka matanya yang terpejam kemudian menghentikan hisapanya. Mulut Fafa masih mengulum kontol gua, terlihat Fafa mengerutkan dahinya menandakan kalau tidak setuju aku merekamnya.

Namun gua tidak mempedulikanya dan memegang kepalanya dans sedikit mendorong kepalanya ke arah kepala gua seakan memerintah kan Fafa untuk tetap melanjutkan kegiatanya.

"Mhphhh..mpph slurrph.. slurphh" terlihat ketidak setujuan di wajah Fafa, namun Fafa tanpa memberi perlawanan kembali melanjutkan menghisap kontol gua. Walau terlihat di wajahnya sedikit kesal karena gua merekam kegiatan ini.


"Ga apa - apa ya Fa, soalnya wajah kamu cantik banget saat ini dan seksi. aku pengen bisa lihat terus dari pada aku liat filem porno mending lihat pacar sendiri" gua mencoba mencari alasan.

Fafa mendengus kesal tanpa menghentikan hisapanya dan kemudian kembali memejamkan matanya.

Gua udah mulai merasa sperma gua mau keluar, lalu menjambak rambut Fafa lebih keras.

"Fa..ak mau keluar ahh" desah gua.

Ntah tidak mendengar atau memang tidak paham, Fafa tetap melanjutkan hisapanya.

"Fa.. aku keluar Fa!" teriak gua beriringan dengan cairan putih kental muncrat dari lubang kontol gua ke dalam mulut Fafa. Terlihat mata Fafa terbuka seketika, tersadar apa yang sedang terjadi.

Cairan sperma gua begitu banyak sampai meluber keluar dari sela - sela mulut Fafa. Fafa lalu mencabut mulut nya dari kontol gua, Fafa lalu menutup mulut nya untuk menampung sperma yang keluar dari kontol gua agar tidak tumpah ke karpet. Fafa menaruh tangan nya di bawah dagunya berjaga - jaga takut mulut nya tak mampu menahan sperma gua yang memang keluar cukup banyak.


"nghh.. nghhh nghh" Fafa memasang wajah kebingungan tidak tahu apa yang harus di lakukan dengan mulut sperma.


"telen aja Fa, ga apa - apa kok" perintah gua spontan.

Fafa mengerutkan dahinya, menunjukan kalau Fafa tidak sepenuh nya setuju dengan perintah gua. Namun kemudian Fafa menutup mulutnya, dan meletakan tanganya di atas mulutnya.

Terlihat matanya berair seperti menahan muntah, lalu Fafa memejam kan matanya.


"Glug..glug" terdengar suara Fafa mencoba menelan sperma milik gua di mulutnya, yang ternyata tidak bisa dilakukan nya dengan satu tenggakan.

"Phuaahh..." Fafa menjulurkan lidahnya dan wajahnya terlihat tidak menyukai apa yang baru saja dia lakukan. Mata nya terlihat berair karena menahan dirinya agar tidak muntah.

Gua lalu berlutut di hadapan Fafa dan menarik tubuhnya ke arah gua lalu mendekap pacar gua tersebut dan mengelus - elus rambutnya.

"Good girl, kamu hebat Fa" puji gua.

Gua bisa merasakan Fafa tersenyum,lalu Fafa menggerakan kepala nya dalam dekapan gua mencari posisi yang enak buat mengistirahatkan kepalanya.

Gua lalu menaruh HP gua setelah menyimpan Video yang baru saja gua rekam dengan HP gua di lantai.

Gua lalu megang pipi Fafa dan mencium bibirnya.

"I love you Faradilla, you are the best"

Fafa menatap ke arah gua dan tersenyum bangga.

"Lain kali gak usah nonton filem porno lagi ya, enak langsung sama aku kan?" pertanyaan Fafa yang nakal itu terdengar aneh karena cara bicara Fafa yang kembali seperti anak kecil.

Gua mengangguk dan mencium kembali bibir Fafa, kemudian gua mengajak Fafa ke kamar gua sambil membawa baju kami yang masih tertinggal di lantai.

Setelah mengunci kamar gua dan Fafa kemudian tidur berdampingan di atas kasur gua sambil berpelukan. Gua mendekap pacar gua di dada gua, terasa tubuh Fafa yang berkeringat namun gua sama sekali tidak merasakan jijik.

Gua gak nyangka kalau gua bisa mendapatkan keperawanan Fafa, dan cukup kaget kalau Fafa ternaya gak nolak saat gua suruh buat nelen peju gua.

Gua lalu memperhatikan wajah Fafa yang cantik, matanya terpejam erat. Tak lama kemudian gua bisa merasakan kalau Fafa tidur terlelap. Wajah Fafa yang cantik dan lugu terlihat begitu damai di pelukan gua.

Gua lalu mengecup keningnya dan tak lama kemudian ikut terlelap.



68747470733a2f2f73332e616d617a6f6e6177732e636f6d2f776174747061642d6d656469612d736572766963652f53746f7279496d6167652f6b576d647574325535576d3146773d3d2d313131353931313535312e313639633235346431376439333836383430353032343934393235332e706e67
 
Pembukaannya lebih bagus dari versi pertama. Gue suka banget cerita yang ngeeksplor rasa penasaran cewek pelan-pelan gini. Jadi sedikit bersyukur cerita yang lama ke-banned (kidding). Pesan gue sejauh ini cuma satu, suhu: keep the tempo. Cerita genre gini riskan buat kebablasan, baik dari sisi tempo atau binalnya, sampe kadang ga masuk logika hahaha.

hahaha, kali ini ane coba bener - bener urai dulu karakter masing - masing tokoh di cerita ane biar bisa liat point of view masing - masing. Bener cerita kayak gini riskan banget buat ke bablasan makanya ane main aman aja temponya ane lambatin dikit. Walau sebenarnya bukan sengaja lambat, tapi bener - bener mau nyeritain point of view dari tiap karakter yang muncul dulu.


Wah cerita baru ini
Saya suka dia dangat mengeksplore perasaan person of view dsri fafa secara detail. Lanjutkan master


Siap


Terbaik emang suhu ini 😍 btw ane penasaran siapa yang dulu an ambil prewinya fafa 🤔

Gak usah nunggu lama hu, tuh yang ngambil prewinya pacar nya sendiri hehehe.



Waaah bkl ada incest ama bpk kah hu....???

Tq updatenya suhuu


tunggu tanggal mainya hu sabar aja semua akan tiba pada waktunya.



Berhubung hari ini bakal sibuk banget, ane bakal update agak maleman, tapi liat page juga sih haha. Kira - kira page 7 apa 8 deh next updatenya.
 
juara bener ini cerita, lanjutkan bray. mantap
 
Gak bosen bosen update 🤭 pokoknya
Semangat suhuuu
 
Nice update...

The corruption begins....
 
Agak kecewa ketika tau prewi nya yg dpt pacarnya sndiri, tapi mau gmn lg bukan karya ane hehe, ttp best cerita nya, wajib dipantau 24jam modelan bgini hu👍
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd