Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TUJUH (Kolaborasi Enam Penulis)

Tujuh bidadari, tujuh cerita. Yang mana favorit anda?

  • Nisa

  • Amy

  • Shinta

  • Intan

  • Aida

  • Ayu

  • Reva

  • Maya


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
BAGIAN 24-B | HATI YANG LUKA
Story dan editing oleh @killertomato
Story parts dibantu oleh Topi_Jerami






“Uwak Sobri!!!”

Nisa menggelengkan kepala. Ia seolah tak menerima kehadiran sosok itu di rumahnya.

Ba-bagaimana ia bisa masuk? Semua pintu dan jendela kan sudah aku tutup!? Darimana dia bisa masuk?

Seketika Nisa menyadari sesuatu. Dia panik bukan main.

Gawat, pasti aku lupa mengunci pintu depan setelah menerima jus jeruk itu dari Yuna.

“Selamat siang istrikuuu sayaang. Hari ini panas ya…? Boleh aku lepas baju?” tanya Uwak Sobri yang langsung mengangkat kaus oblongnya setelah dirinya mengunci pintu depan rapat-rapat. Kini hanya ada mereka berdua di dalam rumah, dan tak ada siapa-siapa lagi.

“A-apa maksudmu!? Jangan mendekat! Tolooong! Jangaaannn!!” Pinta Nisa dengan memelas.

Ia hanya bisa terdiam sambil menahan birahinya yang semakin menggebu. Ia memandang pria tua itu sudah memelorotkan sarungnya. Dalam sekejap, pria yang baru saja memperkosanya semalam itu sudah bertelanjang bulat. Kali ini, di dalam rumahnya.

“Hahahaha. Loh, kamu kenapa sayang? Keliatannya kok gak enak badan ya? Lagi sakit? Muka kamu kok pucet gitu?” Uwak Sobri semakin mendekat. Penisnya yang sudah menegak kencang mengalihkan pandangan Nisa. Napas Nisa kian berpacu, ia semakin bernafsu. Kemaluannya semakin gatal setelah melihat pentungan sakti milik pria berperut tambun itu.

“Hhhh… hhh… hhh… ja-jangan mendekat… a-aku mohon… kasihani aku, Uwaaak…”

Nisa tertatih-tatih mundur dengan kesulitan, ia mencoba meraih apapun sebagai sandaran. Ia tidak ingin kalah lagi dari Uwak Sobri. Ia tidak ingin menyerah dari sang durjana berwujud musang tua ini, sayang tubuh Nisa mengkhianati kesadarannya.

Uwak Sobri menyeringai dan menggoyang-goyangkan kemaluannya di depan sang ibu muda yang sekali lagi berada dalam kondisi tidak menguntungkan. Mata Nisa jelas langsung tertuju ke rudal keriput sang musang tua.

“Kkkooo-Kkonntoll… Hhh… Hhhh… Hhhh.”

Nisa keceplosan saat melihat penis Uwak Sobri. Ia dengan paksa menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangan. Air mata menetes di pipi mulus istri Haris itu. Uwak Sobri pun tertawa sambil mengelus-ngelus si otong untuk menggoda sang bidadari jelita sembari melangkah ke depan.

“Oh yang ini? Hahaha… Betul sayang…. Ini namanya kontol… Udah kenalan belum? Eh iya, semalam kan udah pernah main bareng ya? Kenalan lagi sini… Coba salaman dulu.” ujar Uwak Sobri yang sudah berdiri di depan Nisa lalu menuntun jari-jemari lentik Nisa di penis raksasa miliknya.

“Jjjaaa-Jjaanggaann… Jaangaaann Wak… Aku gakkk… Aaahhhh… Kerraaas bbanggeett?” Nisa takjub sekaligus merinding. Pantas saja semalam rasanya enak sekali. Penis Uwak Sobri begitu besar dan keras. Vaginanya pun terpuaskan oleh gesekan dan tusukan magisnya.

Nisa sesunggukan, bagaimana caranya melawan gairah yang semakin membuncah? Bagaimana caranya menghadang nafsu birahi yang kian membakar? Air matanya berderai deras, Nisa tak mampu menguasai dirinya sendiri. Kesadarannya mulai pupus, menggantikan sosok ibu muda santun itu menjadi dewi binal yang haus akan gairah terlarang.

Tubuhnya bergerak bagaikan robot walau hati menangis.

“Iya dong… Kamu suka kan sayang?” Tanya Uwak Sobri kali ini sambil membelai rambut halus Nisa.

Nisa menggeleng, mencoba melawan tubuhnya sendiri.

Dia gagal.

“Sukaaa… Sukaaa… Hhhh… Hhh… Hhhh…” Akal sehatnya telah hilang. Nafsu menggelegak yang menguasai diri membuatnya tak bisa berpikir dengan jernih.

“Kalau gitu ajak main dong… Ayo berlutut terus mainin.” Pinta Uwak Sobri yang langsung dituruti oleh Nisa.

Bagai kerbau yang dicucuk hidungnya. Nisa manut-manut saja saat diminta untuk memainkan penis jahanam tersebut. Nisa yang sudah berlutut memajumundurkan penis Uwak Sobri yang sudah mengacung tepat di depan wajahnya.

Nisa yang terus ngos-ngosan menatap penis itu dengan seksama. Ukuran penis Uwak Sobri yang hampir menyerupai lengannya, berwarna hitam, panjang, dan berambut keriting tebal itu seolah telah menghipnotis pikiran sang ibu muda. Nisa terbuai. Ia hanyut akan keperkasaan penis yang kerasnya menyerupai besi tebal itu.

“Be-besaarrnyaa… Besarnyaaa… Hhh… Hhhh… Hhhhh.”

“Aaahhh iyaahh terusss… Terus seperti itu sayaangg… Aaahhh yaahhh… Aahh nikmat sekali kocokanmu itu, Nisakuuu, istrikuuu sayaaaang. Besar yaaaah? Besaaar karenaaa kamuu…”

Uwak Sobri puas. Ia terus memandang ke bawah, menatap istri orang yang masih mengenakan pakaian seadanya itu tengah memainkan penisnya. Luar biasa beruntung orang tua itu, dapat menaklukkan wanita yang paling dijadikan istri idaman di kampung ini menjadi budak seksnya.

Nisa yang sudah berulang kali mengocok penis Haris terlihat seperti seorang ahli. Jemarinya mendekap batang penis keriput milik sang musang tua. Kocokannya tidak melulu cepat. Melainkan menggunakan perasaan yang membuat kenikmatan itu semakin terasa.

Ia juga tidak melakukan kocokan dengan teknik maju mundur biasa. Tapi ia mengocoknya sambil sedikit menekan hingga penis itu sesekali terdorong naik turun. Hampir lima menit Nisa melakukannya hingga cairan precum Uwak Sobri mulai keluar.

“Aaahhh nikmat sekali, istriku sayang… Aahhhh suamimu jadi makin sange ini sama kamu, Cantik. Hahahaha. Wajah cantikmu bikin aku makin bernafsuuu. Lanjutkan terusss… yaaa… seperti itu, aaahhhhh… Jangaann cuma dikocok doang dong sayaanggg… dikulum juga… dijilat kontolkuuu,” perintah Uwak Sobri.

Nisa yang sudah terbius oleh obat perangsang dosis tinggi semakin kehilangan akal sehat. Dia bahkan tidak siapa dirinya. Dia hanya ingin memuaskan tubuh.

“Di-dikuluummm? Begini?” Nisa manut.

Bibir tipisnya yang merona terbuka dan berusaha menangkup ujung gundul batang kejantanan Uwak Sobri. Namun, karena ukurannya kepala jamurnya yang terlalu besar, membuka rahang terlalu lebar membuat rahang Nisa sakit. Ia tak sanggup mengulum penis sebesar itu,

“Ahaaakgh!” Nisa mundur kesakitan.

“Hahahaha… Gak muat? Paksa dikit dong… Coba sini.” Uwak Sobri menarik rambut panjang Nisa dengan sedikit menjambaknya menggunakan tangan kiri. Sementara itu, tangan kanannya mendekap penis raksasanya lalu menjejalkannya ke mulut kecil Nisa hingga masuk setengahnya.

“Uwwwaaakkhhhhhh!!”

Penis Uwak Sobri sungguh besar. Meski baru setengahnya yang masuk, namun ujung gundulnya sudah menyodot pangkal kerongkongan Nisa. Ibu muda itu sampai memejamkan mata karena mencoba bertahan, takut tersedak.

“Aaaahhhh yaaahhhhhhh!”

Sensasi nikmat, hangat, lembap bercampur menjadi satu ketika penis si musang tua masuk ke dalam mulut mungil Nisa. Uwak Sobri tertawa. Tanpa menunggu lama ia memajumundurkan pinggulnya sambil menahan kepala Nisa agar tidak terdorong ke belakang. Kapan lagi disepong bidadari?

“Aarrkkhhhhh…. Arrkkhhhh… Waaakkk… Uwaakkhhhh.”

Nisa merintih hingga nyaris tersedak. Sesekali matanya memejam menahan perih di kerongkongannya. Sedangkan kedua tangannya menahan paha Uwak Sobri untuk menahan sodokan penisnya agar tidak lebih kencang lagi.

“Aaaahhhh yaahhhh… Aaahhhh nikmat sekaliii… Aaahhh nikmat sekali mulutmu ini sayaanngggg…” Desah Uwak Sobri menikmati.

“Uwaakkhhhh… Aarrkkhhhh… Arrkkhhhh.”

Nisa dipaksa untuk mengulum penis Uwak Sobri. Rongga mulut Nisa yang kecil pun tak sanggup untuk menahan sodokan demi sodokan yang Uwak Sobri lakukan. Akibatnya, liurnya pun menetes jatuh dari sela-sela mulutnya yang terbuka. Matanya pun mulai berkaca-kaca.

Namun anehnya, sensasi yang ia dapatkan membuatnya ingin merasakan lebih jauh, perlahan-lahan ibu muda itu mulai menikmati. Meski penis Uwak Sobri yang besar bukan main itu tidak memiliki rasa seperti manis, asin, atau pahit namun mulutnya tergoda untuk terus menikmati gesekan batang penis tersebut.

Uwak Sobri yang semakin menikmati mulai mempercepat sodokannya. Tak peduli kalau yang sedang ia setubuhi adalah mulut Nisa, bukan kemaluannya. Uwak Sobri tetap mempercepat gerakan pinggulnya. Pinggulnya bergerak semakin cepat. Rasa nikmat pun semakin ia dapat.

“Aaahhhh… aahhhh… Aahhhhh gilaaa…. Nikmat sekali mulutmu Nisaaa…. Aahhhhh apa kamu pernah melakukan ini sebelumnyaaa?” Uwak Sobri semakin menjadi. Kedua tangannya memegangi kepala mungil Nisa hingga pinggulnya semakin bebas mengobrak-ngabriik rongga mulut Nisa.

“Aarrkkhhhhh… Aarkkhhhhh… Aarrkkhhhh.”

Jelas Nisa tidak menjawabnya, bukan karena ia tidak mau, tapi karena ia tidak bisa menjawabnya. Mulutnya disesaki oleh penis raksasa si musang tua. Liur pun semakin deras menetes. Kedua tangannya sampai memukul-mukul paha Uwak Sobri agar berhenti melakukannya.

“Aaahhhh… Aaaahhhh…! Enak banget lho ini! Kok tidak jawab sih, sayang? Sombong amat! Hahahahha… susah emang wanita kalau mulutnya sudah disumpel kontol. Yang ribut seperti apapun pasti bakalan diem! Sudah kayak anak kecil yang disumpel permen milkita!” Jawab Uwak Sobri sekenanya, pinggulnya terus melaju. Tak peduli keadaan Nisa yang kesulitan di bawahnya.

“Aarrkkhhh Uwaakkhhhh… Uwaakkkhh sttooppppp.”

Nisa terus memohon sambil memukul-mukul paha Uwak Sobri. Tapi usahanya percuma. Uwak Sobri terus menggenjot mulut Nisa hingga penisnya semakin basah oleh liur Nisa.

“Aaahhhh… Aaahhhh… Aduhh mauuu kelluuaar…. Uuhhhhhhhh.” Uwak Sobri buru-buru menarik penisnya keluar sebelum muncrat duluan. Mau bagaimana lagi, mulut Nisa terasa begitu nikmat. Mulutnya saja sudah senikmat ini. Apalagi lubang kenikmatan duniawinya?

“Uhhuukkk… Uhhuukk… Uhhukk.” Nisa tersungkur ke lantai dengan kedua telapak tangannya menumpu berat badannya. Ia terbatuk-batuk hingga mengeluarkan liur. Meski agak sakit, rasanya agak membuat candu. Ia pun menaikkan pandangannya lagi untuk menatap pejantan tuanya itu.

“Hahahaha! Enak sekali! Ayo kita lanjut ke adegan berikutnya, istriku sayang! Aku sudah tak sabar untuk bisa menikmati memekmu lagi…” Uwak Sobri pun menarik lengan Nisa hingga berdiri dihadapannya. Tanpa menunggu lama, ia menarik kaos tipis yang Nisa kenakan hingga lolos melewati kepala mungilnya. Tubuh atasan Nisa yang polos langsung terhidang di hadapannya. Susu bulatnya yang menggantung membuat Uwak Sobri gemas ingin meremas.

“Aaaahhhh Uwaakkk jangann kerass-keraaassss.” Nisa mendesah manja saat payudaranya dicengkeram dengan kekuatan maksimal oleh pria tua itu.

“Hahahaha…! Habis bagaimana lagi? Aku gemas, sayang! Kenyal sekali susumu ini meski sudah mempunyai dua anak. Kamu memang pintar dalam merawat tubuh ya? Aku sangat beruntung bisa mendapatkan tubuhmu…” bisik Uwak Sobri sambil menggunakan jemari telunjuknya untuk mengangkat dagu wajah ayu Nisa, “panggil aku suami…”

Nisa menggelengkan kepala, secara normal ia jelas menolak permintaan itu. Tapi sekali lagi tubuhnya yang sudah tenggelam dalam nafsu mengkhianati. Ia justru tersipu oleh omongan vulgar pria tua itu.

“Su-suamiku…”

Pipi Nisa memerah. Entah kenapa ada perasaan senang saat Uwak Sobri memuji keindahan tubuh dan memintanya memanggil dengan sebutan suami. Perbedaan sikap antara Uwak Sobri yang vulgar dan Haris yang lebih sopan membuat Nisa justru kian mabuk kepayang.

“Naaaah begitu dong. Kemari sayang. Aku ingin mencumbu bibir manismu ini.” Ujar Uwak Sobri sambil mendorong kepala bagian belakang Nisa menggunakan tangan kirinya, lalu tangan kanannya melingkar di pinggang rampingnya sebelum bibir tuanya nyerocos maju mencumbu bibir tipis Nisa.

Cuupppp.

“Mmmpppphhhh.”

Bibir mereka bertemu. Bibir mereka saling maju. Bibir mereka juga saling mendorong. Seolah melepas rindu setelah lama tidak bertemu. Padahal kali terakhir bibir mereka bertemu adalah semalam. Namun rasanya sudah seperti seribu satu malam.

Uwak Sobri dengan penuh nafsu menjepit bibir tipis Nisa bagian atas. Nisa pun membalas dengan mencumbu bibir tebal Uwak Sobri bagian bawah. Keduanya saling menghisap hingga liur mereka teresap. Hasrat mereka berdua seakan tak pernah habis, membuat keduanya terus melakukan berciuman dengan nafsu. Uwak Sobri dengan kelicikannya dan Nisa yang terjebak obat perangsang pada tubuhnya.

Tak hanya bibir, lidah keduanya juga ikut bermain untuk memuaskan nafsu mereka. Di kala lidah Uwak Sobri masuk ke dalam mulut Nisa. Lidahnya pun menjelajah dan berkelana hingga tiba di setiap titik rongga mulut Nisa terdalam. Termasuk lidah Nisa yang sedang berbaring diam di dalam.

Lidah Nisa yang sudah berada di dalam ditindihinya, digeseknya, lidah Nisa pun tak tinggal diam. Lidah mereka pun beradu. Bagaikan kedua ular yang bertarung. Lidah mereka saling menggeliat, saling melilit, saling mendorong, saling menindih secara bergantian.

Sungguh bergairah sekali percumbuan mereka. Liur pun sampai tumpah melalui sela-sela mulut Nisa. Menuju kedua payudaranya, lalu turun lagi melalu belahannya hingga tiba di perut mulusnya.

Celana hotpants yang dikenakan Nisa juga turut jadi korban keberingasan cumbuan mereka. Liur mereka juga menetes disana. Nafsu yang terus memuncak membuat kedua tangan Uwak Sobri bergerak turun untuk menggerayangi bongkahan pantat montok Nisa.

“Mmpphhh… Mmmpphhh… Aku suka sekali dengan pantatmu ini, Nisa sayang… saking sukanya, tanganku sampai tidak bisa berhenti meremas.”

“Mmppphhh… mmmppphhh… Mmpphhh… I-iya remas saja, Uwak… hhh… hhh…”

“Kamu milik siapa saat ini, Nisa sayang?”

Nisa mencoba melawan tanpa hasil. Ia memejamkan mata.

Jangan! Jangan sebutkan! Sadarlah Nisa! Kamu ini istri Haris, ibu dari dua anak! Kamu harus setia! Jangan mau ditundukkan nafsu! Sadar dari pengaruh obat jahanam ini! Kamu tidak boleh tenggelam lebih jauh lagi!

Tapi sia-sia. Air mata Nisa kembali leleh. Pikirannya berlawanan dengan tubuhnya.

“A-Aku milik Uwak… Uwak bebas melakukan apa saja pada tubuhku…”

“Mmmppphhh… Kalau itu sudah pasti… Kamu itu wanitaku, Nisa… Pemuasku… Pelacurku… Juga pelayan birahiku… Kamu siap kan untuk selalu menyerahkan memekmu, di saat aku ingin menyetubuhimu?” Tanya Uwak Sobri disela-sela cumbuannya.

“Mmmpphhh… Mmppphhh… Iyaaa… Iyaaa… Aku siaappp, Wak… sekarang pun siap.” Jawaban Nisa membuat Uwak Sobri tertawa. Sungguh mudah ternyata untuk menaklukan diri Nisa. Cukup dengan memberikan obat perangsang. Tubuh Nisa pun sudah siap untuk ia ganyang.

Sebenarnya, dalam diri Nisa. Ada rasa dilema ketika harus memilih taat atau bermaksiat. Namun, nafsu yang berkuasa telah meluluh lantakkan akal sehatnya. Ia tak bisa berfikir jernih. Yang ia pikirkan sekarang adalah bagaimana untuk melampiaskan syahwatnya segera.

“Mmmuuaaahhhhh.” Uwak Sobri mendorong bibirnya untuk mencumbu bibir Nisa hingga puas. Setelah puas, ia pun melepas cumbuannya sambil tersenyum menatap wajah ayu Nisa.

“Cantiknyaaaa.”

Nisa tersipu. Entah kenapa satu kata itu sudah cukup untuk meluluhkan hati Nisa yang sedang campur aduk.

Uwak Sobri mengeluarkan sesuatu dari kantong bajunya yang tergeletak. Ia menarik satu botol kecil cairan, membukanya, dan melirik ke arah Nisa.

“Buka mulut kamu, sayang.”

Jangaaaan! Jangaaaan mau! Itu akan membuat kamu semakin tenggelam, Nisa! Jangan! Hentikan! Kenaapa tidak ada yang menolong!?

Nisa membuka mulut. Ia menelan semua cairan di botol yang dituangkan oleh Uwak Sobri. Tubuhnya makin lemas, pikirannya menggelayut terbang, dan Nisa makin bukan dirinya sendiri.

“Aku buka yah celanamu?” Uwak Sobri memelorotkan celana Nisa. Nisa pun hanya manut saja bahkan ikut mengangkat salah satu kakinya demi memudahkan langkah Uwak Sobri yang hendak menelanjanginya.

“Hahaha, ini baru menarik. Ayo ikut!” Uwak Sobri pun menggandeng Nisa yang sudah semakin terperdaya dan nge-fly. Nisa terheran-heran.

“Eh… Eh… Ma-mau kemana? Aku mau dibawa kemana?”

Mereka berdua masuk ke dalam kamar. Uwak Sobri menidurkan tubuh Nisa di ranjang pernikahannya dengan Haris. Ranjang yang selama ini menjadi saksi percintaannya dengan suaminya yang asli. Kali ini Nisa akan menggunakannya bersama seorang laki-laki tua yang terus menerus mencekokinya dengan obat perangsang.



Nisa pun terbaring lemas di hadapan Uwak Sobri. Uwak Sobri yang sudah bernafsu segera merentangkan kedua kaki Nisa terlebih dahulu. Musang tua itu pun menempelkan ujung gundulnya ke bibir vagina Nisa.

“Ayo kita mulai inti dari acara kita… Hahahha.”

Rasa geli yang melanda membuat tubuh polos Nisa bergidik. Nisa berdebar. Ia begitu menantikan proses penetrasi penis Uwak Sobri ke dalam vaginanya.

“Siap-siap ya, Sayang… Hennkkgghhh!!!” Uwak Sobri yang sudah bernafsu bergegas untuk membenamkan penisnya menuju titik terdalam rongga vagina Nisa.

“Aaaaahhhhaaaaaaaaaaaaaaaaaakghhhh!.”

Nisa menjerit saat penis itu mulai menyelinap masuk. Ukurannya yang besar membuat penis itu tidak bisa langsung masuk. Namun, sensasi geli dan nikmat yang bercampur menjadi satu membuat Nisa menjerit nikmat. Kedua tangannya mencengkram sprei ranjang yang ditidurinya.

“Hahahaha… Enak kan, Sayang? Tapi maaf, kontol kesayanganmu ini belum masuk seluruhnya! Aku coba lagi ya… Hennkgghhh!!!” Uwak Sobri menarik mundur pinggulnya sebelum ia dorong kembali pinggulnya itu dengan kekuatan penuh.

“Aaaahhhhhhhhaaakghh…! Uwaaakkkkk…!” Rongga Vagina Nisa semakin terbuka. Namun masih belum cukup untuk melesatkan keseluruhan penisnya ke dalam.

“Sekalii lagii… Hennkgghhh!!!” Uwak Sobri mengulang perbuatannya yang sekali lagi.

Jleeebbbb!!

“Aaaahhhhhhhhhhh.” Lolongan panjang Nisa seolah menjelaskan kenikmatan yang begitu terasa. Nisa memejam. Ia merasakann ujung rahimnya tersundul oleh ujung gundul penis tersebut.

“Hahaha akhirnya mentok juga… Memekmu itu loh… Masih sempit aja kayak punya perawan…” puji Uwak Sobri.

Bangsat! Bajingan! Kurang ajaaaar! Tampar dia, Nisa! Tampar! Lepaskan dirimu dari si tua bangsat itu!

“Hhh… Hhhh… Hhhh… Kontol uwak yang gede, makanya gak bisa masuk ke memek akku.” Nisa ngos-ngosan. Meski lelah, ia begitu tak sabar untuk ditusuk lagi oleh penis raksasa itu.

“Hahahaha… Kamu ini… Pintar juga ya membuat aku senang… Sebagai hadiahnya, akan kuberikan kenikmatan yang belum pernah kamu rasakan sebelumnya! Suamimu tidak mampu melakukannya! Apalagi si Juki! Hahaahah!”

Uwak Sobri mulai menarik mundur pinggulnya lagi. Lalu sedetik kemudian, ia mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur secara teratur.

“Aaahhhh uwaakkk… Uwaakkk… Aahhhhh… Aaahhhhhh.” Genjotan pelan yang Uwak Sobri lakukan sudah cukup untuk memberi kenikmatan pada diri Nisa. Vaginanya yang gatal tergaruk dengan baik oleh gesekan penis pria tua itu. Juga sodokannya sudah cukup untuk mendorong tubuh Nisa maju mundur secara perlahan.

“Aaahhh yaahhh… Aahhh sayaanggg… Aaahhhh nikmat sekali memekmu ini, Sayang.” Uwak Sobri mendekap pinggul Nisa. Ia terus menyetubuhinya sambil menatap pergerakan payudara Nisa yang bergoyang seirama.

Maju mundur-maju mundur. Maju mundur-maju mundur.

Uwak Sobri terus menggenjot tubuh Nisa hingga tubuh polosnya tergerak maju mundur secara teratur. Temponya pun berubah dari yang awalnya pelan berubah menjadi cepat. Sesekali, tangannya pun bergerak naik menuju bongkahan payudaranya. Uwak Sobri meremas payudara Nisa selagi menggenjotnya. Rasa nikmat yang membara membuat Nisa mendesah penuh kenikmatan.

“Aaahhhh. Aaahhhh. Iyaaahhhh. Te-terusss Waakkk. Terusss.”

Nisa! Kenapa kamu bilang terusss!? Hentikaaaan! Hentikaaan dia! Dia sedang memperkosamu! Dia menggunakan tubuhmu! Musang tua itu menikmati vagina yang seharusnya hanya untuk suamimu!

Meski batinnya bergejolak, Nisa tak bisa melawan dirinya sendiri.

“Aaahhhh. Aaahhhhh nikmat sekaliii. Nikmat sekali rasanya memekmu ini sayaanggg. Aahhh susumu juga!”

Selagi pinggulnya terus menggenjot, jemari Uwak Sobri memainkan puting pink Nisa dengan cara menariknya, mencubitnya bahkan memelintirnya. Nisa pun merasa geli. Tubuhnya sampai terangkat naik seiring cubitan Uwak Sobri yang begitu kencang.

“Aaahhh Uwaaakkk… Aahhh jangan ditarik-tarik!” Jerit Nisa memejam.

“Aaahhhhhh… Aahhhhh… Aaahhhh hahahhaaa… Desahamu itu loh sayaangg… Aku suka…! Aku suka…! Hennkgghhh!!” Uwak Sobri malah mempercepat sodokannya. Nisa semakin blingsatan menahan tiap gempuran Uwak Sobri di vaginanya.

“Aaaahhhh lebih keraass Waaakkk… Lagiiiii... Dorroonggg lagii… Lebih kencaaanggg!!!”

“Aaahhhh. Aaahhhhh. Hahahhaa. Begini? Begini kah sayang? Heennkgghhh!!!” Kali ini Uwak Sobri melakukannya sambil mencengkram payudara Nisa kuat-kuat.

“Aaaahhhhh iyaahhh seperti itu… Teruss Waakkk… Terusss… Aahhhhh… Aaaaahhhhh saaakkiittt.” Rasa perih bercampur nikmat yang Nisa rasakan membuat tangannya menahan tangan Uwak Sobri agar tidak menggenjot vaginanya lebih keras lagi.

“Hahahhaa nikmatnyaa… Nikmatnyaaa… Dasar lonte! Wanita murahan! Dasar pelacur! Haris bodoh punya istri molek malah ditinggal. Jadinya begini, ditinggal pergi malah selingkuh sama aki-aki!” Uwak Sobri menghina Nisa demi melampiaskan nafsunya.

“Aaahhhh… Aaahhhh… Aku bukan lonte, Wak! Bukan wanita murahan…! Aku ini wanita biasa! A-aku hanya butuh kepuasan…” Omongan Nisa semakin meracau. Sodokan Uwak Sobri yang semakin kencang benar-benar membuat Nisa kewalahan.

“Hahaha… Aku tahu! Tidak perlu kamu ajari juga sudah tahu! Tapi sebiasa-biasanya wanita, ya nggak sama laki orang juga! Ngapain kamu tidur sama Mang Juki? Ngapain kamu tidur sama semua suami di kampung ini? Ngapain kamu ngentotin suami sahabat kamu sendiri? Kamu itu lonte! Lonte! Ingat itu baik-baik!” Uwak Sobri mulai mencuci otak Nisa dengan kebohongan demi kebohongan. Tentu saja di bawah obat yang membuai pikiran, Nisa tanpa sadar terpengaruh oleh omongan Uwak Sobri.

“Aaahhhhh… Aaahhh… A-aku ini bukan lonte! Aku ini… a-aku ini…” Nisa kewalahan. Sodokan Uwak Sobri yang semakin kencang membuatnya berada di ambang batas.

“Yaaa kamu itu lonte… Kalau kamu bukan lonte… Kamu pasti gak akan sange setelah menerima ini… Henkgghh!!” Uwak Sobri menggenjot tubuh Nisa dengan kekuatan penuh. Tubuh Nisa pun terdorong maju mundur semakin cepat.

Tubuh ibu muda itu tersengal-sengal, tiap hentakan Uwak Sobri menyakiti tapi juga memuaskan dahaga birahinya. Nisa kebingungan bukan main, tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhnya dan apa yang harus dilakukan. Seluruh pikirannya dihempas oleh nafsu yang membuat dirinya yang alim berubah bagai wanita jalang.

“Hhh… hhh… hhh… hhh…”

Tak ada kata terucap, pandangan Nisa kabur, pikirannya lenyap ditelan nafsu. Dirinya sudah bukan diri sendiri. Dia hanya menginginkan kenikmatan dan itu sudah diberikan oleh sang laki-laki tua selicik musang yang saat ini menyetubuhinya.

“Hhh… hhh… hhh… hhh… a-aku tidak akan memaafkanmu… tidak akan pernah…”

Dengan bibir bergetar dan tubuh gemetar, selintas kalimat penuh kesadaran diucapkan oleh Nisa. Kejutan yang membuat Uwak Sobri menyeringai lebar, “Hohoho. Masih bisa sadar rupanya kamu, lonteku? Kamu istriku apa lonteku sih… ahh… ahh… ahhh… ahh… memek kamu ini lho… sempit banget… ahhh… ahhh… enaaaakghh banget… ahhh… ahhh!”

Nisa menangis sesunggukan dalam pelukan sang durjana yang memperkosanya. Dia tidak mau. Dia tidak menginginkan ini, kenapa tubuhnya mengkhianatinya? Nisa naik turun karena vaginanya ditempa oleh batang raksasa milik si licik.

“Hhhh… hhh… hhh… aku tidak kuaaaat… aaahhaaaaghkkkk! Tolooong… tolooong… siapa pun… tolooong akuuuuu…”

“Ihihihik. Sebentar-sebentar suka, sebentar-sebentar mau, sebentar-sebentar malah minta tolong. Mau kamu apa sih, sayaaaaaang? Yang jelas dong! Daripada minta tolong gimana kalau aku lanjutkan? Aku genjot teruuuus yaaaaaa?! Mau tidak? Biar tubuh kamu yang indah ini semakin puaaaaaaaassshhh!”

“Aaahhhh… Aahhh… Uwaaakkk… Aakuuu mau keluuaarrr… Aakkuuuu…” Nisa tak sanggup lagi. Matanya memejam. Kedua tangannya mencengkram sprei ranjang dengan kuat.

“Apa? Mau crot? Crotin aja! Aku bantu yaaaa…? Terima ini!!!” Uwak Sobri tiba-tiba membenamkan keseluruhan penisnya ke dalam lubang kenikmatan Nisa. Ujung gundulnya yang keras pun menyundul rahim Nisa. Nisa tak kuat. Tubuhnya terangkat. Mulutnya terbuka mengeluarkan desahan yang amat nikmat.

“Aaaaaahhhhh Uwwaaak…. Kelluuaaarrrr!!!!”

Cccrrrttt… Cccrrrttt… Cccrrrttt….

Uwak Sobri tersenyum puas mengetahui Nisa telah mencapai klimaks. Pria tua itu buru-buru menarik keluar penisnya hingga semprotan yang Nisa keluarkan keluar dengan deras membasahi ranjang tidurnya.

“Aaaaaaahhhhhhh.”

Tubuh Nisa tersentak-sentak. Kedua kakinya terbuka lebar. Matanya memejam. Pinggulnya terangkat ketika cairan cintanya keluar dengan deras bagaikan keran air yang terbuka.

“Hhh… Hhhh… Hhhh… Hhhh…” Nisa ngos-ngosan. Tubuhnya kelelahan. Ia terkejut bisa merasakan kepuasan yang senikmat ini. Seumur-umur, orgasme yang ia rasakan di siang ini jauh lebih nikmat dari yang ia dapatkan semalam. Nisa pun memejamkan mata, ia terengah-engah merasakan sisa orgasmenya.

Uwak Sobri yang belum mendapatkan orgasmenya berjalan keluar meninggalkan kamar untuk menuju dapur, guna mengisi tenaga sejenak. Ia pun mengambil dua gelas berisi air dingin. Tak lupa ia juga mengambil pakaian yang ia tanggalkan di ruang tamu, untuk mengambil hape beserta serbuk rahasia yang sengaja ia bawa.

“Ini belum selesai Nisa... Kamu sudah hepi, tapi aku belum. Tidak boleh egois dong ya, kita berdua harus sama-sama hepi. Kamu kan terkenal suka membantu, suka menyumbang untuk anak-anak terlantar. Jadi ayo bantu aku mencapai kepuasan. Kita enak-enak lagi… Kita nikmati hari ini dengan hepi-hepi,”

Uwak Sobri menuangkan serbuk ke salah satu gelas dengan ekspresi tersenyum mesum. Sebotol penuh jeruk yang sudah ia campur obat perangsang sudah dihabiskan, ditambah cairan perangsang tambahan yang tadi ia cekokkan, kini giliran versi serbuknya. Si musang tua itu benar-benar all out mengeluarkan semua amunisinya.

Sampai di mana Nisa dapat bertahan? Dengan begini tubuh indah ibu muda itu sudah bisa dinikmati dengan gratis sampai nanti malam.

Uwak Sobri pun kembali ke kamar. Di sana Nisa masih tepar setelah tadi bidadari jelita itu mendapatkan orgasmenya.

“Nisa, ini minuman untukmu… Ayo diminum dulu…”

Nisa yang belum sepenuhnya sadar dari obat perangsang yang beberapa kali ia minum sebelumnya langsung menuruti. Apalagi saat ini ia tengah haus-hausnya. Ia lelah. Ia butuh minuman untuk melepaskan rasa dahaganya.

Minuman yang Uwak Sobri berikan itu langsung dihabiskan oleh Nisa. Uwak Sobri tersenyum penuh kemenangan. Seketika tubuh Nisa bereaksi. Meski sudah mendapatkan orgasmenya, vagina Nisa kembali terasa gatal. Gairahnya kembali meluap-luap. Nafsunya pun kembali bangkit dan membutuhkan kontol pemuasnya lagi.

“Hhh… Hhh… Hhh… hhh… kok begini lagi…? Mi-minuman apa ini, Wak? Kenapa tubuhku begini...” rengek Nisa yang kembali terangsang. Sungguh ia bagaikan orang tolol yang mudah dikibulin karena pikirannya terus menerus dihajar obat perangsang. Obat itu juga berpengaruh pada jantungnya berdegup semakin kencang. Deg-degannya jauh berbeda dari biasanya, adrenaline-nya serasa dipaksa berpacu, kepala Nisa semakin pening.

“Itu air biasa kok, Nisaku sayang. Kenapa emang? Sange yah? Wajar sih. Kamu kan belum menuntaskan tugas untuk memuaskanku, jadinya ya begitu. Sange yang tak tertahankan. Huaahhahaah.” Uwak Sobri terbahak-bahak.

“Ta-tapi… tapi… a-akuuu… mmmpphhhh…” Nisa meracau, “a-aku mau… aku tidak bisa…”

Uwak Sobri merapikan rambut di dahi Nisa dan mengecupnya. Seperti seorang ayah kepada anaknya, “Mau apa, sayang? Cantikku yang satu ini mau apa?”

“Hhh… hhhh… hhh…” Nisa melemparkan kakinya dengan kesal, dia sebenarnya tidak mau melakukan dan mengucapkan kata-kata vulgar, dia sudah berusaha mati-matian untuk bertahan, tapi sungguh dia tidak bisa, “Hhhh… hhh… hh… a-aku mau…”

Uwak Sobri menyeringai dan memainkan kemaluannya di hadapan Nisa. “Mau yang ini kan? Iya kan, cantik?”

“Hhh… hhh… hhh…”

Jangan mau Nisa! Jangan mau menyerah! Tetap bertahan! Bebaskan dirimu dari pengaruh obat jahanam itu! Jangan mau!

Nisa menangis mencoba bertahan, tapi ia benar-benar hanya manusia biasa yang punya kemampuan terbatas. Obat-obatan yang dicekokkan kepadanya sejak semalam membuat ibu muda itu bagaikan boneka yang mudah sekali dipermainkan.

“Hhh… hhh… hhh… ma-mau itu…”

“Itu apa, sayang?” Uwak Sobri maju untuk mengecup bibir Nisa. Mmmpphhh. Setelah dilepaskan, ia menatap ibu muda itu dengan lembut, “mau apa sih?”

“Pe-pen…”

“Eh, bukan penis… apa hayooo? Baru aja kita sebut-sebut masa sekarang sudah lupa?”

“Kkk… kkoontoool.”

“Nah begitu. Ayo diulang lagi permintaannya…”

“A-aku mauuu… vaginakuuu… memekkuuuu… dimasukin kontooool Uwaaak… hhh… hhh…”

“Sudah cantik, baik, pinter pula. Heheheh.”

Uwak Sobri pun mengambil posisi dengan tiduran di atas ranjang Nisa. “Nah ayo sini, kalau memang kamu mau menikmati kontol ini. Ayo naik dan goyang di atasnya. Masukkin sendiri kontolku ke dalam memek kamu!”

Perintah Uwak Sobri itu langsung dituruti oleh Nisa.

Tanpa banyak bicara, Nisa patuh. Ia lekas bangkit berdiri untuk menduduki penis Uwak Sobri dengan posisi membelakangi.

Dari arah Uwak Sobri tiduran. Ia hanya dapat melihat punggung mulus Nisa yang sebagian tertutupi rambut jenjangnya. Uwak Sobri tersenyum puas, apalagi ketika penisnya kembali masuk ke dalam rahim kehangatan Nisa.

“Ahaaaaaaaaaakgghhhhh!!! Be-besaaaaar!! Aaaaaahhhh!!!”

“Aaaahhhhhhhhhhh.” Uwak Sobri memejamkan mata penuh nikmat. Memek Nisa menjepit kemaluannya dengan tingkat kerapatan sempurna, sesuatu tak pernah ia rasakan dari wanita manapun.

Keduanya sama-sama mendesah ketika kelamin mereka bertemu. Namun karena penis Uwak Sobri terlampau besar. Nisa jadi kesulitan untuk memasukkannya.

“Ini ti-tidak muaatt?! Mmmmpphhhh.” Nisa terus berusaha mendorong tubuhnya ke bawah. Namun penis Uwak Sobri masih tak bisa masuk ke dalam rahimnya.

Uwak Sobri tertawa, begitu puas ia melihat usaha Nisa untuk bisa menyetubuhi dirinya. Seorang laki-laki tua yang bukan suaminya. Seorang laki-laki rendahan buruk rupa yang bisa dengan bebas menikmati vagina seorang ibu muda yang anggun, elegan, dan alim bukan main.

“Ayo masukkan dong, Cantik. Sudah tidak sabar nih digoyang sama kamu.”

“Aaahhhh a-akuu jugaa sudah berusahaaaa… ta-tapi ini…” Nisa pun mengerahkan sisa tenaganya. Saat cairan pelumas akhirnya membanjiri lagi liang cinta sang bidadari, akhirnya pintu vaginanya kembali tertembus oleh keperkasaan penis Uwak Sobri. Saat ujung gundulnya sudah masuk, Nisa mulai mendorong tubuhnya ke bawah dengan kekuatan penuh.

Slleeebbbbb!

“Aaaahhhhhhhhhhaaaaaaaaaaaagkhhhhh!”

Di luar dugaan, penis Uwak Sobri langsung masuk setengah hingga memberikan kenikmatan bagi kedua insan yang rentang usianya amat jauh itu. Nisa yang belum puas akibat rasa gatal yang begitu melanda di dinding vaginanya kembali menaikkan tubuhnya, lalu tanpa menunggu lama ia kembali menurunkannya hingga keduanya kembali mendesah nikmat.

Sleeebbbbb!

“Aaahhhhhhhhhh!”

“Aaaaaaaaaaaahhhhhhhhhh!”

Keduanya kembali mendesah dengan nikmat. Jujur, penetrasi kali ini ini benar-benar melejitkan syahwat Nisa menuju puncak. Uwak Sobri yang juga belum mendapatkan orgasmenya tersenyum puas. Dari belakang ia pun mendekap pinggang ramping Nisa untuk memeganginya agar tak terjatuh saat menggoyang penisnya.

“Mi-minta ijin aku goyang ya, Wak. Aaahhhhh… Aaahhhh… Aaahhhhhh.”

Bahkan ketika kondisi seperti ini pun, Nisa masih tetap berusaha sopan. Ibu muda itu mulai menaik turunkan tubuhnya lagi. Pinggulnya kembali bergoyang sambil meremasi kedua payudaranya untuk melampiaskan nafsu binalnya.

“Aaahhh… Aaahhh yaaahhh… Aaahhhh nikmat sekali rasanya sayaanggg… Aaahhh terusss… Ayo terus goyang kontolku yang spesial untukmu seorang.”

Uwak Sobri menyemangati. Ia sendiri sampai merem melek untuk menahan syahwatnya agar tidak keburu keluar saat menikmati goyangan Nisa.

Pinggul Nisa bergerak naik turun. Pinggulnya yang awalnya hanya bergoyang pelan perlahan-lahan bergerak semakin cepat. Kedua tangan Nisa pun terus menerus meremas kedua susunya sendiri sambil merem-melek. Nisa sudah terlihat seperti wanita binal saat menggoyang tetua Cluster Kembang Arum Asri itu.

Tak pernah terpikirkan seumur hidupnya kalau Nisa akan melakukan perbuatan sebejat ini. Nisa sendiri juga bingung. Tubuhnya bergerak sendiri tanpa mengikuti keinginan hati dan pikiran. Ia seperti dikuasai oleh nafsu yang mewujud.

Aaahhh nikmat sekaliii… aahhhh maafkan aku, mas Haris… Aku menikmati ini… Aku menikmati persetubuhan ini diatas ranjang yang biasa kita tiduri bersama… Aku sungguh tak tahan mas… Aku tak kuasa menahan rasa nikmat ini!!!

Nisa terus bergoyang. Ia sudah tak perduli dengan hal apapun karena yang ia incar saat ini hanyalah kepuasan belaka.

“Aaahhhh… Aaahhh… Aaahhhh… terus goyang kontolku, Nisa. Terusss. Yang kencaaanggg.” Uwak Sobri terus bertahan. Ia terus menikmati goyangan Nisa sambil diam-diam ia meraih hapenya lalu merekam persetubuhan yang tengah ia lakukan dengan bidadari idaman di desa tersebut.

“Ahaaaahhh… kamu suka kontolku tidak?”

Nisa masih diam, dia sebenarnya tidak peduli godaan-godaan vulgar dari Uwak Sobri. Tapi ketika rambutnya dijambak dari belakang, Nisa mau tidak mau harus menjawab.

“Aaahhh… Aahhhh… Iyaaa waakkkk… Aaahhh! aku suka kontol uwaaak… Tolong puaskan aku waakkk… Jangan keluar duluuu… Aku butuh kontol uwaakkk… Aku butuh kepuasan dari Uwaaakkkk,” desah Nisa yang tanpa disadarinya telah direkam oleh Uwak Sobri.

Uwak Sobri tersenyum.

“A-apa yaaaang!?” Nisa menyadari kalau Uwak Sobri merekam persetubuhan mereka. “Jangaaaan! Jangan direkam! Jangan direkaaaaam!”

Nisa meronta dan hendak melepaskan diri dari penis Uwak Sobri, namun pria tua itu menahan tubuh Nisa supaya tetap tertahan.

“Sshhh… tenang saja. Ini untuk koleksi pribadiku.”

“Aku tidak mauuuu! Aku tidak mauuuu kalau nanti seperti tadi pagi… aku dihujaaaat dan…”

“Lebih mau kontolku dicabut atau hape ini dimatikan?” ancam sang musang tua.

Nisa sesunggukan dan pasrah. Ia kembali menggoyang pinggul. Tanpa perlu mengucapkan kata, sudah diketahui apa jawabannya.

Uwak Sobri meletakkan ponselnya yang terus merekam, untuk fokus menikmati goyangan Nisa. Ibu muda itu sudah terlalu tenggelam dalam nafsu dan melupakan kalau saat ini dia sedang direkam.

Nisa yang sudah sangat bernafsu mulai melakukan variasi goyangan. Tidak hanya naik turun. Tapi wanita yang dikenal alim itu juga mulai melakukan gerakan memutar. Awalnya ia menggerakkan pinggulnya maju, lalu ia goyangkan ke kanan, ke belakang, ke kiri dan ke depan lagi. Ia terus melakukan gerakan itu yang membuat penis Uwak Sobri terasa diaduk-aduk di dalam.

“Aduuuuuk teruuus seperti bikin ketopraaaaak! Ahahahahah! Aaahhhhh… Aaahhhh Nisaaaa… Aaahhhhhhh.” Uwak Sobri takjub akan goyangan Nisa. Ia sampai kewalahan untuk menahan syahwatnya agar tidak keluar duluan.

Kini Nisa melakukan gerakan variasi lainnya. Yakni bergoyang maju mundur. Ia menggoyangnya dengan frekuensi yang amat cepat. Penis pria tua itu diperlakukan seperti persneling mobil yang digerakkan maju mundur oleh seorang sopir nan cekatan.

“Aaahhhh uwaakkkk… Aaahhhhh… Aahhhhhhh.” Nisa sendiri kewalahan, apalagi pria tua yang tiduran di bawahnya.

“Aaahhh nikmat sekali sayaanggg! Terusss! Teruss! Ouhhhh! Ssiaal…! Enaknyaaaa gilaaaa! Aahhhhh! Hahahhaha.” Uwak Sobri begitu bahagia. Ia sangat puas akan kebinalan Nisa yang semakin menjadi.

Sampai kemudian Uwak Sobri punya ide. Dia meletakkan ponselnya di posisi yang lebih baik. “Dengarkan aku, Sayang. Bagaimana kalau kita pura-pura sedang melakukan panggilan video dengan suamimu yang sedang berada di Makassar?”

“Manado…”

“Makassar, Manado, Madiun, Malang, mana lah! Aku tidak peduli! Pokoknya di luar kota!” Uwak Sobri menyeringai, “Lihat ke kamera. Suamimu sedang ada di ujung sana… dia tengah melihatmu. Lalu dia bertanya… Nisa, kamu sedang apa? Apa yang akan kamu jawab…?”

“Hhhh… hhh… hhh… hhh…”

Nisa membayangkan suaminya tengah berada di layar ponsel, melihat istrinya yang masih menggoyang penis Uwak Sobri dengan gaya maju mundur. Nisa menatap tepat ke arah kamera.

“Hhh… hhh… hhh… hhh…”

Uwak Sobri duduk dan memeluk tubuh Nisa dari belakang. Kepalanya disangkutkan ke pundak sang bidadari. “Nisaaaa… Umi… apa yang kamu lakukaaaan? Apa yang kamu lakukan dengan laki-laki tua yang jelek ituuuu?”

“Hhh… hhh… hhh… hhh…” Air mata Nisa meleleh tanpa bisa dibendung. Ia menundukkan kepala, “Hkkh… hkkhh… hkkhh… Abi… maafkan aku… maafkan aku…”

Uwak Sobri makin girang, terasa kemaluannya makin kencang saat keluar masuk di liang cinta sang dewi pujaan, “Suamimu melotot, menggebrak-gebrak meja, memintamu untuk berhenti. Aku menatap ke arah layar kamera dan tertawa. Kenapa mas Haris? Mau nonton kami ngewe ya? Suka ya? Hahaha. Bagaimana rasanya melihat istri yang sangat alim ini disetubuhi bandot tua? Hahahahahaha.”

“Hkkh… hkkhh… hkkhh… Abi… maafkan aku… maafkan aku…”

“Suamimu marah-marah. Ia memaki-maki dan mengutuk namaku. Berteriak-teriak minta kita berhenti, memintaku berhenti memperkosamu. Tapi dia salah. Bukan aku yang memperkosamu, melainkan kamu yang membutuhkan kontolku. Benar kan, sayang? Enak kan kontolku? Coba bilang pada suamimu…”

“Aaahhhh iyaa, Waakkk… Aaahhhh enakkk sekaliii… Aahhh waakkk… Aaahhhhh.” Nisa menjawabnya dengan patuh. Pinggulnya bergerak semakin cepat. Hampir saja penis Uwak Sobri patah akibat kencangnya goyangan yang Nisa lakukan. Beruntung Uwak Sobri sanggup bertahan dengan kejantanan yang dimilikinya.

“Tuh kan, Mas Haris. Mbak Nisa sendiri yang bilang kalau kontol saya enak. Ayo naik turun lagi sayang.” pinta Uwak Sobri yang lagi-lagi dituruti oleh Nisa.

“Aaahhh iyaahh Wakk.. Kayak gini?” Nisa bergoyang naik turun. Payudaranya yang memantul berulang pun terlihat dengan jelas di kamera. Seandainya Haris benar-benar melihatnya, tak terbayangkan rasanya – melihat ratu rumah tangganya yang anggun dan jelita itu dipermainkan oleh kontol besar Uwak Sobri.

“Lebih besar mana, Nisa? Kontolku, punya Mang Juki selingkuhanmu itu, atau suamimu?”

“Hhhh… hhh… hhh… hhh…”

“Jawab sambil menghadap ke kamera.”

Nisa menatap kamera, wajahnya sudah sange berat, matanya sayu, keringatnya deras mengucur, rambutnya acak-acakan, tapi masih sangat cantik dan ayu.

“Pa-paling besar… milik Uwak… punya Uwak… aku tidak… tidak muat…”

“Hehehe. Pintar. Ada pesan untuk suamimu, Nisa sayang? Coba lihat ke kamera, lambaikan tangan dan kasih pesan untuk suamimu yang bodoh telah meninggalkan istrinya terlalu jauh dan lama.”

“Hkkh… hkkhh… hkkhh… Abi… maafkan aku… maafkan aku…”

“Hahahahah dasar menyedihkan! Ayo, Sayang! Lebih kencang lagi! Ayo kita akhiri. Rasanya aku sudah tak sanggup bertahan lebih lama lagi!”

“Aaahhhh… Aahhh… Iyaaa Wakk… Cepat… lebih cepaaaaaat.”

Nisa yang sudah dibutakan oleh hawa nafsu kembali menggoyang tubuh pria tua itu dengan liar. Ia seperti kesurupan. Ia terlihat seperti orang lain saja. Rasanya ia bukan Nisa yang dikenal alim, lembut dan ramah bagi warga sekitar. Tapi kini, ia terlihat seperti seorang lonte pemuas akibat dosis tinggi dari berbagai macam obat perangsang yang sudah Uwak Sobri berikan.

Nisa sudah menjadi semakin binal. Semua gara-gara Uwak Sobri yang sudah menjebaknya pagi ini. Obat yang kemarin belum lagi pudar, hari ini dosisnya ditambah.

“Aaahhh… Uwaakkkk… Uwaaakkk, akuuu mauu keluuuaar… Akuuu mauu kelluaaarrr...” jerit Nisa yang tak kuat menahan diri.

“Aaahhh akhirnyaaa…! Aku juga, Nisa…! Aku jugaaaa. Haaaaaaaaaaaaagh!” Uwak Sobri juga sudah di ambang batas.

Nafas mereka berpacu. Mereka sama-sama sudah berada diambang kenikmatan. Peluh sudah mengucur membasahi seluruh tubuh. Pejuh sudah berancang-ancang ingin keluar dari dalam kepala jamur si musang tua dan liang cinta Nisa.

“Aaaahhhhh… Aaahhhh… Uwaakkk aku sudah gak kuat… Aakkuuu… Aakkuuuuu…”

“Aaahhh iya sayaangg… Aku jugaa… ayo lebih cepat lagiii… lebih ceppaaatttt!”

Plookkk… Plokkk… Plookkk….

Plookkk… Plokkk… Plookkk….

Plookkk… Plokkk… Plookkk….


Benturan tubuh yang semakin kencang mengakibatkan suara yang senada yang begitu menakjubkan. Nafsu mereka berpacu. Saling beradu. Saling menggebu. Menuju satu titik yaitu kepuasan dalam bersetubuh.

“Aaahhhh… Aaahhhhh… Aahhhhh, akuuuuu… Uwaaaaakkkkkkk!!!”

Seketika Nisa membenamkan tubuhnya sedalam-dalamnya hingga penis pria tua itu tenggelam di dalam liang cinta terhangat, ternikmat, dan terlezat yang paling diidam-idamkan oleh seluruh pria se-cluster Kembang Arum Asri itu.

“Mampuuss kau Nisaaaa!!!”

Uwak Sobri melenguh kencang, rasa nikmat ketika ujung gundulnya menyundul dinding rahim Nisa benar-benar memuaskan nafsunya. Rasanya batang penisnya seperti dilumat habis oleh dinding vagina Nisa. Lubang Nisa menyempit, menjepit, tak memberi ruang, tapi memberi nikmat. Penis raksasanya seperti sedang dicekik dan dipijat.

“Keellluuuaaarrrrrr!!!!”

Crroottt… Ccrroottt… Crroottt….

Tubuh mereka sama-sama mengejang. Tubuh mereka sama-sama menggelinjang. Nafas mereka tertahan. Syahwat mereka sama-sama terlampiaskan.

Semprotan sperma Uwak Sobri dengan deras membanjiri liang senggama bidadari cantik itu. Matanya sampai merem melek keenakan. Tubuhnya langsung lemas. Lututnya juga ikut lemas namun bibirnya tersenyum puas.

Sedetik kemudian, semburan cairan cinta Nisa dengan deras mengisi liang senggamanya sendiri hingga tercampur dengan pejuh hangat milik Uwak Sobri yang terlebih dahulu bersemayam di dalam rahim kehangatannya. Nisa yang lemas seketika ambruk ke belakang mindihi Uwak Sobri. Ia terengah-engah. Matanya memejam karena saking lelahnya.

“Hhh… Hhhh… Hhh.”

Tak disangka di siang hari ini, dirinya mendapatkan dua orgasme di jarak yang begitu berdekatan. Baik Nisa ataupun Uwak Sobri ngos-ngosan setelah sama-sama melampiaskan syahwatnya. Rasanya puas sekali. Tak ada satupun kata yang tepat untuk menjelaskan kenikmatan yang mereka dapatkan.

Pokoknya puas. Puas sekali. Sangat puas.

“Nisa-ku sayang…” Uwak Sobri dengan lembut memanggil namaya. Nisa menoleh. Wajah mereka sangat dekat, Nisa dipeluk dari belakang oleh sang durjana tua. Keduanya makin dekat, bibir mereka hanya berjarak sentimeter. Keduanya pun berciuman.

“Mmmppphhhh… Mmmppphhhh….” desah keduanya dengan sangat mesra.

“Nisa…”

“Iya Uwak…”

“Maukah kau meninggalkan suamimu untuk aku?”

“A-apa maksud Uwak?”

“Menikahlah denganku, Nisa sayang. Aku berjanji akan memberimu kebahagiaan. Setiap hari akan kuentotin kamu, setiap hari bakal kumasukkan manukku ke memek kamu. Kamu suka kan dientotin tiap hari?”

“Mmmhhh… suka banget… mmhhh…” Nisa benar-benar sudah tenggelam ke dalam nafsu birahi yang mencengkeram, dia tak sadarkan diri dan mabuk kepayang karena dosis tinggi obat yang dikonsumsi. Seks, seks, dan seks. Dia ingin seks, dia butuh seks, dia harus melakukan seks. Dia tidak bisa menahan hasrat birahinya yang menggelegak. Bahkan saat ini pun… vaginanya masih terasa gatal dan ingin dimasuki.

“U-Uwaaaakkk… la-lagi… ahhh… ah… aku mau lagi…”

“Hehehe… sabar dulu… sebentar,” Uwak Sobri kembali mencari sesuatu dari kemeja bajunya. Ia menemukan satu pil berwarna biru di sana, sebuah obat mujarab yang konon berasal dari Arab, Uwak Sobri menenggaknya. “Sebentar lagi otongku akan kembali membesar. Kamu mau kan aku entotin lagi?”

Wajah Nisa memerah. Ia mengangguk manja dengan malu-malu. Ia benar-benar sudah lupa diri siapa sebenarnya dirinya.

“Hehehe. Kalau begitu tunggu sebentar. Aku akan menyetubuhimu lagi dan lagi dan lagi. Huahahahha. Orang-orang di luar sana pasti iri kepadaku kalau sampai tahu. Apalagi si Juki keparat itu.”

Uwak Sobri memeluk tubuh telanjang Nisa. Keduanya berpagutan. Setelah menunggu sebentar, benar saja – penis Uwak Sobri kembali menegak kencang.

Ia pun kembali menggagahi tubuh indah sang ibu muda.





BAGIAN 24-B SELESAI.
BERSAMBUNG KE BAGIAN 24-C
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd