Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT TRAMPOLINE - Re Upload

Bimabet
all hail.. puja kerang ajaib.. akhirnya dilanjutpun cerita ini..
 
Cerita Reflection udah bisa di download di pejwan suhu.

Btw, akun suhu seumuran sama akun ane, tapi post baru 7, dan thread ane salah satu yg suhu reply-in. Ane harus bangga atau harus sedih yak?

Wkwkwkwk....

Anyway, selamat menikmati mas bro suhu!

:ampun:
Udah ane download thank u bro wkwkwkwk iya nih saya termasuk silent reader jadi harap maklum
 
Dilanjutpun...


Cerita Sebelumnya...
“Suamimu kemana emangnya Mba Ine?” tanyaku sambil menyuapinya bubur setelah tadi mengantarkannya pipis. Pake acara nyebokin segala. Astagah!!

“Ga punya…”

“Eh? Tapi kamu tau kalau kamu hamil kan?”

“Tau”

“Eh? Trus kamu hamil ama siapa?”

“Ga-tau…”

“Eh?” aku garuk-garuk kepala

Mampus gue!

Ini bakalan jadi Ruwet bin kacau beneran… Allakhazam !!!

Expecto Patronum
(Kuharapkan Kebahagiaan)

“Wah, mahal banget ya?” kata Ine yang membaca kuitansi Rumah Sakit yang ku letakkan secara sembarangan di dashboard ketika perjalanan pulang ke rumahku, sarangku, the Nest. Aku hanya meliriknya, tidak tahu harus berkata apa. Yep, aku memang harus merogoh kantong cukup dalam untuk menyelesaikan administrasi Rumah-Sakit. Jam digital di dashboardku menunjukkan angka 16:44

Ini adalah hari ke-2, dan dia sudah di perbolehkan pulang. Namun karena dia sendiri bingung mau pulang ke mana, akhirnya dengan berat hati aku bersedia menampungnya sementara sampai dia siap untuk pulang atau dapet kost.

Jadi ceritanya, karena kehamilannya, dia terpaksa tidak berani pulang ke rumah dan meninggalkan kuliahnya yang sekarang sudah memasuki smester ke 4. Berarti kurang lebih dia adik kelasku tiga tingkat. Menurut keterangannya juga, kehamilan ini terjadi (kurang lebih) ketika pesta ulang tahun salah satu temannya. Mereka kebablasan, lalu melakukan ‘Party X’ saling bertukar pasangan dan sebagainya. Aku hanya geleng-geleng kepala saat mendengarkan penuturannya. Hampir saja aku terjebak dalam hal ini di Bandungan tahun lalu bersama Winda, Ani, Desi dan Yuli. Ani…Dimanakah gerangan mahluk itu sekarang?

--

“Selamat datang di sarang-ku” desisku lirih pada Ine saat aku memapahnya masuk. Ine memang masih sedikit limbung

“Makasih ya, kamu mau nampung aku…”

“What can I do?” desahku lagi

“Ya, kamu bisa mengusirku atau menurunkan aku di jalan…”

“Ya udah, sana pergi!” desahku lagi, setengah becanda, setengah serius juga sih…

Ine hanya menatapku, sok memelas, dan aku luluh, lalu sepontan minta maaf. Sial !!

“Kamu adalah cewe pertama yang memasuki sarang-ku” ungkapku saat mendudukkannya di sofa ruang tengah. Kuil-ku yang sakral

“Kok kamu bilang rumahmu sarang sih mas? Orang rumahnya nyaman dan bagus gini…”

“Panjang ceritanya(1)” desisku “Mau minum apa? Dan eee…jangan panggil aku mas, aku kurang suka kalau ada temen yang panggil aku begitu…panggilan itu exclusive untuk satu dan satu-satunya cewek…”

(1) Yep, sangat panjang…kalau mau tau lengkapnya, baca dunk REFLECTION - Elo dapat download versi PDF nya di halaman 1, atau search aja di sub forum cerbung kita tercinta ini << Promo Promo Promo !!

“Pacarmu?”

“Jauh lebih berarti dari pacar” aku meliriknya, enggan memberikan keterangan lebih lanjut

“owg…trus panggil apa dunk?”

“Suka-suka kamu aja, asal jangan mas…”

“Hmmm…gimana kalau Uda?”

“Macam pelayan di rumah makan Padang: Uda! tambah nasi sama ayam Pop satu…! ah, tapi ya OK lah…” aku masih sempet becanda, padahal serius, aku beneran dalam posisi kebingungan saat itu

“Hihihi… Uda lucu, eh, Uda tinggal sendiri ya?”

“Kamu liat ada orang lain di sini?” jawabku pendek

“Owg…Uda udah punya pacar?”

“Udah”

“Ntar pacarnya gak marah, Uda bawa cewe ke rumah?”

“Kamu satu-satunya cewe yang pernah masuk ke sarangku, tidak ada yang tau sarang-ku, bahkan Dia…”

“Senangnya…langsung jadi yang special buat Uda…”

Aku meliriknya lagi, enggan berkomentar “Jadinya mau minum apa? Aku punya teh, kopi, sirup, susu…”

“Ine udah punya susu sendiri ‘Da…hihihi…”

Aku meliriknya lagi. Tajam. Tanpa senyum. Aku memang sedang tidak dalam mood untuk becanda.

Pikiranku kacau, aku membawa orang asing masuk ke sarangku. Zona nyamanku. Rahasia terdalamku. Aku melanggar sumpahku sendiri. Dunia Multidimensi-ku terkoyak. Aku merasa tertelanjangi. Area psikopatku dilanda gempa. Dalam anganku, Vika adalah orang pertama yang akan ku berikan akses ke Sarang. Vika… wanita yang kutitipi hati dan asa ku. Sial, aku tambah kangen sama dia…

--
Aku tersentak bangun. Damput! rupanya aku tertidur di sofa. Dalam keadaan duduk pula. Kulirik ke bawah, ternyata si Ine dengan pulasnya tergeletak dan menaruh kepalanya di pangkuanku. Hampir jam 11 malam, batinku selepas melirik jam tangan di pergelanganku. Tadi Ine pamit mau mandi, setelah menunjukkan letak lemari handuk lalu aku kembali duduk di sofa, kelihatannya aku tenggelam dalam lamunanku sendiri dan keterusan tidur. Huft, efek ronda malam 2 hari berturut-turut, ngejagain cewek dari antah berantah.

Ine…Ineke. Entah siapa nama panjang wanita aneh semi gila ini. Aku belum nanya, dan sampai saat ini belum ada niat untuk nanya. Dia tidur dengan pulas di pangkuan-ku kini, lelaki yang sama asingnya dengan asingnya dia buatku. Wajah tidurnya kelihatan damai dan polos. Wajah yang sama, yang telah kupandangi dua malam saat menemaninya di Rumah-Sakit. Wajah yang tidak menunjukkan, bahwa si pemilik sedang dalam masalah besar. Masalah yang akan menempel kepadanya seumur hidup.

Sebuah janin telah tertanam di rahimnya. Bakal seorang manusia. Manusia yang suatu saat nanti pasti akan menanyakan asal usulnya. Aku bisa di katakan tumbuh tanpa sosok ayah. Dan didalam hati kecilku selalu bertanya, mengapa ayahku seakan tidak menginginkanku? Dan anak dalam rahim Ine ini kelak, bahkan mungkin tidak akan pernah tahu siapa ayahnya…

Lalu kulihat perutnya. Kalau dilihat dengan seksama, bagian itu memang sudah Nampak membuncit, walau kadang tersamarkan karena body Ine yang termasuk langsing. 3 bulan? 4 bulan? Mungkin sekitar itu usia kehamilannya, tebak-ku. Aku menelan ludah pada tenggorokanku yang kering. Mencoba menahan air mata yang mendesak untuk keluar. Mencoba untuk tegar melihat kenyataan yang menyayat ini.

Aku ingat waktu Rara mengatakan kalau dia hamil dengan selingkuhannya dulu. Tanpa mempedulikan perihku, tanpa mempedulikan hancurnya asa yang kupupuk, tanpa mempedulikan janin siapa yang dia kandung, aku sepontan melamarnya. Satu hal yang aku ingat ada di pikiranku dulu. Aku tidak akan membiarkan wanita menanggung perihnya hidup sendirian. Tidak didepan mataku. Tidak dalam hidupku. Tidak Rara, tidak juga wanita manapun. Aku lemah terhadap hal-hal seperti itu. Dan aku sering terjerumus masalah karenanya.

Kalau di pikir lagi, konyol juga…tapi, memang aku tidak bisa menahan dorongan rasa yang seperti itu. Sebut aku bodoh, gila atau apapun, terserah. Dan memandang wajah polos dalam pangkuanku ini, entah kenapa aku jadi merasa sedih banget

“Jangan berhenti dulu membelaiku Uda, nyaman banget…” desah Ine lirih

Eh? Sial, ternyata secara tidak sadar, aku membelai-belai rambutnya waktu tenggelam dalam lamunanku tadi

Aku memandang wajahnya. Ine balik memandangku. Mata kami bertemu

“Makasih uda…” bisiknya lirih dalam senyum yang getir

Sial…

Gara-gara kalimat jelek pendek gak bermutu itu, trik menelan ludah-ku jadi sia-sia. Aku masih berusaha keras melawan, mengeluarkan segala macam jurus dan trik, namun…gagal juga akhirnya. Dan kesedihan tak ber-ujung-pangkal sialan itu membuat Air-Mata ini mulai… menetes…

Aku benci menangis di depan cewe! Enggak, aku benci menangis di depan siapapun! Lebih dari itu, aku benci sama tangisan itu sendiri! Aku seharusnya adalah laki-laki yang kuat. Aku adalah master Karate Shotokan Dan Empat. Aku adalah pewaris tunggal Silat Tejokusuman aliran Ponosoemarto yang dalam kompetisi apapun yang pernah kuikuti, sampai sekarang belum pernah terkalahkan. Aku laki-laki kuat, ya, aku Seharusnya menjadi laki-laki kuat…aku…aku…

Kenapa aku harus menangis saat melihat kepedihan wanita ini? Wanita yang bahkan hampir tidak aku kenal…

Sial!

--
“Sssstttt…udah…semua-nya akan baik-baik saja kok…” Ujar Ine dengan tegar sambil beringsut duduk lalu mengusap air mataku yang entah kenapa dari tadi masih memaksa untuk keluar. Mungkin mataku kemasukan debu tadi, begitu aku terus meyakinkan diriku sendiri, sebuah argument tolol yang hanya kupakai untuk menyelimuti ego-ku yang bodoh… Whatever…

Wanita mungil ini ternyata begitu tegar. Atau ndablek? Entahlah. Namun, pancaran matanya yang jelas terlihat merefleksikan berjuta kepedihan, entah bagaimana caranya dapat di-taklukannya dengan elegan. Seperti Coup de Etat yang sempurna. Mengesampingkan kondisi dan kesalahan yang pernah ia perbuat, Ine ini menurutku adalah wanita yang hebat. Amat sangat hebat. Dan luar biasa tegar. Wanita yang menarik…

Aku menatapnya, menggeleng dan mencoba tersenyum, walau air mata masih belum berhasil aku bendung. Dan hanya lembut usapan jari Ine yang menyingkirkan ‘cairan-simbol-kelemahan-manusia’ itu dari pipiku. Mengembalikan sisa-sisa ‘harga-diri-laki-laki-kuat’ ku…

“Nah gitu dong, kalau tersenyum kan Uda kelihatan gantengnya…”

“Dasar cewek gila…”

“Ember!”

“Kemarin mungkin aku agak kacau, tapi sekarang jauh lebih baik…karena ada orang baik, yang berbaik hati menolongku…makasih…eh, aku sampai gak tau caranya berterimakasih dan membalas…kamu…Uda…” lanjutnya

“Be fine…jadilah baik-baik aja, kalau memang kamu harus membalasnya, hanya itu balasan yang ku inginkan darimu…Ine…”

Dan kami sama-sama tersenyum. Tenggelam dalam benak masing-masing. Entah yang kami pikirkan sama…atau malah luar biasa berbeda…

--

“Pelan-pelan makannya atuh neng…”

“ooowwg…lapelg taugh…” jawabnya dengan mulut penuh

Aku garuk-garuk kepala. Satu meat lover medium, Sepiring penuh salad buah, Satu splitza medium, Seporsi garlic bread, dua jus tomat. Dan aku hanya memandangi-nya memakan semua itu berbekal segelas jus alpukat. Ini anak sebenernya hamil apa kesurupan sih? Heran juga, semua cewek yang aku kenal makan-nya pada ugal-ugalan. Gak Rara, gak Ani, gak Vika… mungkin originally gini kali ya porsi standar makanan cewek, cuman mereka sok jaim aja kalo di depan orang. Lha tapi aku apa bukan orang?? Amit-amit, walau kadang kupikir evolusiku memang belum begitu sempurna, tapi aku ni juga termasuk mirip orang, woi!! Puas loe?!

Ini adalah hari ke-tiga Ine berada di sarangku. Kemaren nyariin baju, karena jujur aku suka gak nahan kalau dia minjem bajuku dan memakainya tanpa daleman. Takut khilaf. Ine nih walau hamil, masih sedikit seduktif sih. Oke deh aku ngaku, nggak begitu sedikit juga sih. Fine, kalau kamu memaksa aku nyeritain sejujurnya; sangat seduktif. Sering bikin sport jantung, tepatnya.

Dan sore tadi, dia bilang pengin banget makan Pizza. Jadi, di sinilah kami…Pizza Hut… biaya lagi… padahal saat ini aku praktis tidak ada pemasukan. Hanya mengandalkan tabungan sisa-sisa dulu dan gaji berlayar kemaren.

Miara jin hamil emang mahal maintenance-cost-nya…

--

Sesampainya kembali di Sarang, aku langsung menggelosoh di sofa, ngalamun lagi. Biasa, tentang Vika, siapa lagi yang ada di sana? Di otak buntu bego-ku akhir-akhir ini Vika memang sering gentayangan… Ine keluar dari kamar, sudah berganti baju dia. Kali ini dia pakai… Shit!

Baju you-can-see putih ketat yang dipakainya tanpa BH. Entah dia sadari atau tidak, baju itu mengekspose kedua payudara dari balik ketipisan kainnya. Memperlihatkan siluet lengkungan, belahan dan putting yang entah kenapa nampak begitu eksotis pada tubuh mungil itu. Dipadu dengan perut membuncitnya, membuatnya nampak begitu…entahlah…menggoda?

Dibawahnya ia mengenakan celana Hot-Pants kain berbahan kaos yang nyeplak pinggul-dan-paha dengan ukuran yang menurutku sedikit keterlaluan. Heran, nambah kain se-centi-dua-centi lagi nambah harga berapaan sih? Irit bener ama kain…

Over all, ini yang bikin aku sport jantung, nuraniku bertarung antara dua fakta yang aku yakini:

Satu-Aku tau dia pasti tidak menolak kalau ku ajak gituan.

Dua-Aku tentu saja tidak mau ngajak dia gituan karena…karena…eh? Kemaren alasanku karena apa ya? Sial, aku lupa sekarang…gara-gara pemandangan bejat lahnat ini sih…

“Ahhh…kenyang banggeett…makacih Udaa…dedek dalam perutku juga pasti seneng banget deh…” katanya sembari duduk di sofa sampingku sambil mengusap-usap perut. Ine membuat mimik muka lucu saat mencoba meng-konde rambut ikal sepunggungnya dengan… Sumpit kali ya? Ya pokoknya dengan benda mirip itu deh. Memperlihatkan keseluruhan wajah polos yang di topang oleh leher jenjang putih dan sempurnanya lengkung dagu yang membatasi muka pemilik beribu ekspresi lucu-aneh-dan-unik itu.

Bulu kalong yang berserabut di batas pertumbuhan rambutnya, di dahi, di depan telinga maupun di lehernya nampak begitu menggoda ketika berpadu dengan bentuk wajah-unik type Acha Septriasa-nya. Acha Septriasa? Apa gak ketinggian aku ngebandingin ya? Tapi emang hampir mirip sih. Bukan lihat lewat sedotan, beneran deh…

“Iihh Uda, lirik-lirik terus, kalau suka kirim surat dong…”

Merasa ke-gep, aku geleng-geleng kepala, melengos, lalu menyambar sebuah buku dari atas meja kecil di samping sofa dan mulai pura-pura membaca

“Bubu ahhh…awas minggir tangannya!” kata Ine sambil menyingkirkan tangan dari pangkuanku dan meletakkan kepalanya di sana. Aku geleng-geleng kepala. Sekilas kupandangi wajah polos di pangkuanku itu. Dan dia balik memandangku. Mata kami bertemu. Canggung…

“In…kamu…” kataku sambil meletakkan buku ke meja lagi, namun tanpa melepaskan pandanganku ke wajahnya

“Aku apa Da?”

“Kamu gak mikirin…”

“Mikir apa?” sahutnya

“Ya ini semua, maksudku…masa depanmu…ee…rencana-rencana…kandunganmu…” aku sengaja menghindari kata ‘masalah’. Ya maksudku biar agak enak aja ngomongnya

“Mikir”

“Kok riang gini?”

“Harus sedih ya?”

“Eh? Ya nggak juga sih…maksudku, kamu sudah ada rencana ke depan? Eee…kamu pernah memikirkan alternative? Maksudku…menggugurkannya misal?” jujur aku bener-bener tarbata-bata waktu mengatakan kalimat itu

“Menggugurkan? Nope! Gak pernah kepikiran ke sana…kalau yang terjadi padaku ini mau disebut kesalahan, aku akan mempertanggung-jawabkan kesalahan ini…apapun resikonya…tapi aku lebih suka memikirkannya sebagai bagian hidup yang harus ku tempuh…” kata Ine enteng

Jujur, aku terperanjat dengan keteguhan hatinya

“Trus, bapaknya? Maksudku, pasti ada salah satu dong dari…berapa orang yang melakukan? Maksudku…”

“hihihi…waktu itu kita ada 5 pasang, jadi ya 5 cowo…”

“Lha iya, maksudku, masa…mereka semua…maksudku…keluar di dalem? Atau mungkin…yang pertama keluar di dalem?”

“Emang yang jadi musti yang pertama ya? Gak bisa begitu juga kan? Dan…hihihi…mereka semua emang keluar di dalem…huft…bego juga kalau kupikir-pikir sekarang….” dengusnya

Hal kaya gituan baru dipikir-pikir sekarang? Aje gile… aku garuk-garuk kepala…”Gimana dengan test DNA?”

“Aku pernah menantang mereka untuk test itu, walau emang harus menunggu janin ini lahir…tapi gak ada satupun yang berani…mereka beralasan…cemen…dan menurutku, aku jauh-jauh-jauh lebih bisa hidup sendiri daripada bersuamikan cowok cemen hanya demi status…”

“Kamu gila In !”

“Aku optimis ‘Da…”

“Optimis yang menjurus gila”

“Hmmm... kurang lebih begitu, hehehe...”

“Trus kamu ngapain di halte? Maksudku sampe pingsan di sana…”

“Aku tuh mau ke Surabaya…”

“Ada sodara di sana?”

“Enggak, justru itu, aku menjauhi sodara, mereka kan kalau ada kejadian seperti ini malu trus berusaha nyingkirin ya minimal sok gak kenal lah, ini aib bagi sodara dan keluarga…ya memang aib sih, aku aja yang songong…”

“Anjir, baru nyadar ni anak… trus di Surabaya mau ngapain?”

“Kerja lah! Buat nambahin uang persiapan kelahiran, trus abis itu kerja lagi buat hidup”

“Kerja apaan?”

“Apa aja, aku bisa jaga counter, aku bisa jadi pelayan warung, apa aja… dan kalau memungkinkan, aku bisa sambil usaha kecil-kecilan…”

“Usaha?”

“Yup… kemaren aku tuh punya usaha, aku ngumpulin bunga-bunga, sisa-sisa karet-busa industri karpet anak, kertas bekas, trus ku bikin macem-macem, ya ada gantungan kunci, frame foto, sampul buku diary, album foto, album perangko, pop up…macem-macem lah, dan kujual laku kok, lumayan hasilnya…aku sampai punya dua pegawai…hihihi…”

“O?” Jujur aku tambah kagum ama ni anak

“Tapi uangnya kamu ilangin semua, bareng ama tas dan baju-bajuku… huft! Ayo tanggung jawab!”

“Enak aja! mana aku tau kamu bawa tas? Orang awalnya aku cuman berniat nganterin ke rumah-sakit aja kok…”

“Ahhh…jadi kere deh gue sekarang…” keluhnya becandaan sambil menggeliat manja, aku tidak melihat penyesalan berlebih di matanya karena kehilangan itu, sepertinya itu hanya hal kecil baginya, dan dia juga kelihatan yakin bisa meraihnya kembali dengan mudah. Wanita yang menarik…

Ine menggeliat lagi, memringkan badannya dan memeluk pinggangku. Menenggelamkan mukanya di perutku. Ya, sedikit di bawah perut sih…

“Eh, Da…” katanya masih sambil nyungsep

“Hmmm…”

“Kamu berdiri ya?”

“Eh? Aku Duduk!” jawabku ketus nutupin tengsin. Anjing, ke-gep lagi…

“Hihihi…masa sih kamu berdiri liat aku ‘Da?”

“Bodo! Crewet ah!” kataku sambil mendorong kepalanya menjauhi ‘kepala bawah’ ku, tapi Ine malah bertahan dengan memeluk pinggangku semakin kuat. Dan kami kuat-kuatan. Udah kubilang kan, ini anak emang rese!

“Iiiiii…berdiri…” Ine masih ngeledek waktu aku berhasil juga mendorongnya, dan sambil beringsut duduk, dia dengan kurang ajar meremas ke-arah selangkanganku

“TUHANKU AMPUN !!! Gila lo ‘Da… Guede bangeettt!” ledeknya kaget ketika berhasil menggenggam si junior dari luar celanaku

“Anjrit! Elo emang bawaan reseh ya?” ujarku ketus sambil nyingkirin tangannya dari rudal-pribadi ku

“Uhhhsssstttt…” Ine masih meledek dengan menarik nafas yang di desiskan dan melakukan gerakan mengocok-ngocok lengan kirinya, yang mungkin maksudnya membandingkan ukuran, sambil menaik-naikan alis matanya dengan konyol

“Njengkelin nih mukanya lama-lama…” becandaku sambil nunjuk-nunjuk mukanya

“Mau dunk!” katanya masih dengan mengangkat-angkat alis dengan konyol

“Mau apa?” hardikku ketus

“Liat dunk” angkat-angkat alisnya tambah di binal-binalin, make melet-meletin lidah segala

“Weks!” jawabku sambil meleletkan lidah juga

“Ntar tak liatin punya ku deh…”

“Ogah!”

“Hehehe…becanda lagi… santai napa?” dia masih konyol

“Becanda loe jelek!”

“Hehehe…kamu jijik ya sama aku?”

“Apa?!?” Entah kenapa aku tiba-tiba tersinggung sama kalimatnya barusan

“Kamu jijik ya sama aku? Ya karena…ini…dan…ee…” katanya lagi mencoba masih becanda sambil memegang perutnya

“Apa? Coba bilang sekali lagi !!” Intonasiku mulai beneran meninggi, aku inget Desi, anak itu pernah mengatakan hal yang sama, dan aku tidak suka. Sama sekali tidak suka. Menurutku, manusia tidak boleh dilihat begitu. Sama sekali tidak boleh…

“Aku salah ngomong ya? Sorry…” ucapnya sambil mulai nunduk

Aku mengangkat dagunya, menegakkan kepalanya, memandang matanya

“Ine jangan sekali-kali ngomong gitu lagi, dan selama aku masih bernafas, akan aku pastikan, tak ada yang boleh ngomong jijik pada Ine…tidak seorangpun…” dan aku mendekatkan kepala kami, ku cium bibirnya…

Dan dia membalas ciumanku…lalu ritme ciuman kami pun meningkat. Semakin dalam. Semakin panas…

- End of Expecto Patronum –

Expecto Patronum… Kuharapkan kebahagiaan…

To be Conticrot!

INDEX
 
Terakhir diubah:
judulnya agak2 ingetin kalo critanya agak lupa,cuma pas awal msh inget yg ketemu waria
Siap, semoga bisa sedikit menghibur suhu..

Semoga lancar sampe title TAMAT. Amin.
Aminnnnnnnnnn.... wkwkwkwk...

all hail.. puja kerang ajaib.. akhirnya dilanjutpun cerita ini..
Setelah sekian lama, sebenernya pengen ngelanjutin sampai tamat dulunya, namun ada halangan, soalnya laptop lama ancur suhu, banyak file yang gak ter-recovery - dan tulisan-tulisan acakadul nubi juga tercerai berai gak karuan. Baru sempet kompilasi lagi akhir-akhir ini. Semoga dapat menghibur suhu
 
Setelah sekian lama, sebenernya pengen ngelanjutin sampai tamat dulunya, namun ada halangan, soalnya laptop lama ancur suhu, banyak file yang gak ter-recovery - dan tulisan-tulisan acakadul nubi juga tercerai berai gak karuan. Baru sempet kompilasi lagi akhir-akhir ini. Semoga dapat menghibur suhu

iyya sih Om.. entah sudah berapa taun-a cerita ini ngetem tanpa tau lanjut jalan lg apa ngga.. ehh tau2 jalan lg dia..

keep semprot wae lah Om.. semoga nanti lanjutannya seheboh sodara tua-a si "Reflection"..
 
Ihhhh, bikin sebel motongnya... Sentil juga nih kontie TS nya, hihi
 
Dan akhirnya berhasil jualan kentang goreng kentang rebus
 
Dilanjutpun...


Cerita Sebelumnya...

“Hehehe…kamu jijik ya sama aku?”

“Apa?!?” Entah kenapa aku tiba-tiba tersinggung sama kalimatnya barusan

“Kamu jijik ya sama aku? Ya karena…ini…dan…ee…” katanya lagi mencoba masih becanda sambil memegang perutnya

“Apa? Coba bilang sekali lagi !!” Intonasiku mulai beneran meninggi, aku inget Desi, anak itu pernah mengatakan hal yang sama, dan aku tidak suka. Sama sekali tidak suka. Menurutku, manusia tidak boleh dilihat begitu. Sama sekali tidak boleh…

“Aku salah ngomong ya? Sorry…” ucapnya sambil mulai nunduk

Aku mengangkat dagunya, menegakkan kepalanya, memandang matanya

“Ine jangan sekali-kali ngomong gitu lagi, dan selama aku masih bernafas, akan aku pastikan, tak ada yang boleh ngomong jijik pada Ine…tidak seorangpun…” dan aku mendkatkan kepala kami, ku cium bibirnya…

Dan dia membalas ciumanku…lalu ritme ciuman kami pun meningkat. Semakin dalam. Semakin panas…

Kejadian deh…

Expecto Patronum… Kuharapkan kebahagiaan…



Semar Mesem

“Achhh…”

Dan kami masih berciuman, mengungkapkan rasa apapun yang mungkin bergejolak di dalam dada dan hati kami. Namun tak memerlukan waktu lama, gairah mengambil alih keintiman curahan perasaan itu.

Ine mulai mendesah dan mejalarkan tangannya kembali ke-arah pusaka keramatku bersarang. Menjamahnya, mencoba meraba ujung-pangkal dari benda kalem yang sekarang beranjak nakal seiring dengan sentuhan tangan hangat Ine. Dia pun mulai melata ke pangkuanku. Lalu duduk di atas pahaku dalam posisi berhadapan

“iiihh, lepasin ah!” kataku sambil menyingkirkan tangan genitnya yang masih menjelajahi pusaka paku-bumi ku

Ine masih berusaha melawan tanganku yang berusaha menyingkirkan tanagannya yang mengkucel-kucel selangkanganku. Dia malah dengan genit menatapku sambil menjulurkan lidah-nya dan mengkerut-kerutkan hidung dengan ekspresi lucu

“Iiiiii…huft! Geli tau! Jangan pegang pegang!” kataku sambil melotot gemas dan tersenyum geli, saat berhasil membentangkan tangannya lurus ke samping

“Emang napa? Ga takut ama amcamanmu…weekk…”

“Awas, kalau masih nekat megang-megang…” nadaku mengancam lagi

“Mau apa? Heh!” tantangnya sambil melingkarkan tangannya yang sudah kulepaskan ke leherku

“Kalau kamu masih nekat pegang-pegang…Aku bales pegang!” ancamku dengan mimik genit

“hahahahaha…Lepaskan…! Oooohhh…!! Biadab! Iblis! Ooo…oooo…Oooo…hhhh…” Ine dengan gokil menirukan adegan pemerkosaan di film-film Indonesia Zaman mba Susana masih menjadi ratunya, lengkap dengan adegan menggigit bibir bawah sendiri, gelengan kepala dan membetot-betot leher baju…parah ni anak!

Ku gelitikin aja!

“Iiiiii…Uda… Uda… Uda… Uda… Uda… Uda… Uda… iiiiH! Perutku Kram tau!!” teriaknya sok histeris sambil memegangi perut buncitnya

“Aduuh, aduh…maaf…maaf…maaf…” kataku sepontan panik sambil mengelus-elus perutnya, maklum, aku memang belum berpengalaman memperlakukan wanita hamil…

Ine malah memandangiku yang dengan geli sambil haha-hihi. Sial, dikerjain gue…

“Jangan gitu dunk…takut beneran nih…” rajukku

“hihihi…takut apa care?” desis Ine lirih, meng-cooling-down becandaan kami sambil menegelus dan membelai rambut di atas telingaku. Sambil menggigit bibir bawahnya secara erotis, ia kembali mendekatkan mukanya ke mukaku. Memajukan duduknya sehingga membuat tubuh kami menempel. Tidak hanya empuk dadanya yang kurasakan, namun perut buncit yang juga menempel itu, mengalirkan hawa panas yang aneh…yang…semakin membakar libidoku. Aneh…

“Cuman takut…coz, I don’t care…” ucapku cepat sambil tersenyum sok misterius. Pandangan kami kembali bertemu

“Really?” Ine semakin maju dan menggesek-gesekkan ujung hidung kami. Senyumnya masih terlihat binal dengan variasi menggigit bibir bawah yang membuatnya semakin menggemaskan

“Coba bilang I don’t care lagi…” tantangnya

“I…” kata-kataku tidak selesai. Bibirnya keburu membekap bibirku, membuat kata itu terpotong. Padahal aku hanya ingin bilang… 'I don’t care if I might fall in love with' you…

Ah, Fall in Love? Kalimat ini, rasa ini, omong kosong, atau beneran? Atau hanyalah refleksi dari nafsu dangkal nan menjijikkan dari seorang jomblo menyedihkan yang termajinalkan sepertiku? – haiz…

Dan kami kembali berciuman. Kali ini kami saling berpelukan, kembali mencurahkan isi hati melalui sentuhan. Sentuhan bibir kami yang berpacu dalam keikhlasan…ikhlas dalam menjalani lika-liku hidup yang seolah mengombang-ambingkan langkah kecil kami dengan caranya sendiri…ikhlas dalam menerima cinta yang datang dan pergi…ikhlas dalam berbagi hati…

Dan birahi kembali mengambil alih kendali…

“Ahhh…” Desis Ine lirih saat aku mulai menciumi lehernya dan merabai kedua payudaranya dari balik Tank Top yang memang dari tadi melakukan tugas secara sia-sia dalam usahanya menyembunyikan aurat yang itu.

Ine semakin menggelinjang dan membelit kepalaku dengan erat saat ciumankupun melata semakin ke-bawah

PliP
<<Biarkanlah terjadi - Wajar apa adanya –
Walau harus menunggu - Seribu tahun lamanya>>

PliP
<<Biarkanlah terjadi - Wajar apa adanya –
Walau harus menunggu - Seribu tahun lamanya>>

PliP
<<Biarkanlah terjadi - Wajar apa adanya –
Walau harus menunggu - Seribu tahun lamanya>>


“Ahhh…ahh…” Ine masih mendesah-desah, lalu mendorong kepalaku “Ada telepon…”

“Biarin! Nanggung…” potongku pendek sambil kembali membenamkan mukaku ke belakan payudaranya

“Ahhh…iiihhhh…hihihihi…geli tauu…”

Cuimanku kembali melata ke-leher-nya dan berusaha menuju kembali ke bibirnya. Dan bibir kami kembali bertemu untuk mendaratkan ciuman yang…

PliP
<<Biarkanlah terjadi - Wajar apa adanya –
Walau harus menunggu - Seribu tahun lamanya>>

PliP
<<Biarkanlah terjadi - Wajar apa adanya –
Walau harus menunggu - Seribu tahun lamanya>>

PliP
<<Biarkanlah terjadi - Wajar apa adanya –
Walau harus menunggu - Seribu tahun lamanya>>

CUPKLK…

Ine kembali melepaskan ciuman kami

“Ada telpon tuh lho…angkat dulu kali aja penting…” katanya geli sambil cengengesan dan melotot lucu

“Iiihh…siapa sih, rese amat, gak tau orang lagi…” potongku masih cuek, malas ngangkat telpon

“Lagi apa?” tanya Ine sambil berusaha meraih Nokia 9310i yang tergetak di meja samping sofa itu dengan tangan kiri

“Lagi gemezz…” jawabku sambil memencet hidungnya

“Hiihihi…” ine memegang pipiku, memaksa muka-ku memutar menghadapnya lalu mengecup bibirku kilat, namun mesra

Aku tersenyum geli

“Nih!” Ine menyerahkan telepon yang akhirnya berhasil di raihnya itu ke tanganku

<<Caller Unknown>>
0811692699

HP pengganggu keasyikan itu masih meraung-raung dengan cuek. Walau enggan, akhirnya ku angkat juga panggilan itu

“Hola laho…seeeelamat sore menjelang tengah malam…” sapaku ndablek.

“Hi…” suara wanita di ujung terdengar lirih dan canggung

“Hi juga…sapa nih?” tanyaku pendek

“Ini Denny kan?” tidak menjawab pertanyaanku, dia malah kembali bertanya

“Yep, anda benar, dan ini mbak siapa ya? Kok suaranya bagus banget…” jawabku ngegombal sambil mengedip-ngedipkan mata dengan kegenitan tingkat om-om akut ke-arah Ine yang masih berada di pangkuanku

“Masa lupa sih sama aku?” jawabnya. Jujur aku mulai ill-feel dengan jawaban itu (1)

(1) You know mamen, kukira kamu dan aku setuju, kata-kata ‘masa kamu lupa sih?’ adalah kata-kata paling menjengkelkan yang ada di kolong langit bagi kita para cowok. Ayolah, kami para cowok mempunyai terlalu banyak hal yang jauh-jauh-jauh-jauh lebih penting untuk kami pikirkan daripada menghafalkan suara kalian para cewe satu-per-satu. Bilang aja nama kamu, apa sih susahnya? .

Ini belom menyangkut kata-kata ‘kamu memang gak ngerti perasaanku…!!’.

Ya, kalau kalian para cewe merasa cowo nya gak ngerti perasaan kalian, komunikasi dunk! Obrolkan! Bicara cara manusia!

Kami kan bukan om Romy Rafael atau om Dedy Corbizier yang konon katanya dapat membaca pikiran!

Baru telepon-nya pas saat gak tepat lagi…

“Maaf, aku memang kurang bagus dalam menghafalkan suara, apalagi via telepon yang sering kurang jelas sinyal-nya. Tapi kalau kamu mau bilang namamu, kemungkinan besar aku akan ingat…” itulah jawaban standarku yang lahir dari hasil kebijaksaan ribuan tahun bertapa dan pengerahan kebatinan tingkat dewa. Halah!

“Ini aku…Vika…”

“…aaa…Vi…Vika?...” Jawaban pendek itu tadi membuatku tergagap…di tambah timing ‘akhirnya-dia-menepon’-nya yang ah… Aduuhhh… (2)

Ine yang berada di pangkuanku tentunya mendengar pembicaraan itu, secara sepontan ia beringsut turun, mencium keningku lalu berjalan mundur menjauh sambil tersenyum, membuat tanda OK dengan kedua jempolnya dan mengedipkan sebelah mata. Yep, aku memang akhirnya curhat tentang Vika ke dia. Berhari-hari tinggal serumah, banyak yang kami sudah bicarakan

“Congratz…” sambil berjalan mundur, bibirnya berkata-tanpa-suara dengan mimik muka di buat se-riang dan se-excited mungkin, mungkin mencoba memberikan statement bahwa dia ikut seneng akhirnya Vika menelepon, namun kilatan lain kutemukan juga pada matanya. Mata tak pernah bohong, begitu kata pepatah

(2) Ya, sejujurnya aku hampir menyerah dengan Vika, setelah kepergiannya yang tanpa meninggalkan jejak, bahkan nomor HP-nya yang lama pun sudah tidak aktif, aku benar-benar hampir kehilangan harapan untuk dapat bertemu lagi dengannya. Belakangan ku ketahui, malam itu, entah kenapa dia seperti mempunyai intuisi; Vika menelepon kost. Kebetulan di terima oleh Dade. Dari Dade-lah Vika memperoleh nomorku. Dan langsung menelepon. Menelepon pada moment yang nantinya akan sangat

ku-syukuri?

Takdir berjalan secara misterius, tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Karena saya yakin; God did not play dice with the universe…

--

“Vika…” desahku lemah

“Eh…kamu setahun ku tunggu tidak juga pulang…” jawabnya tak kalah lirih

“Maaf…dan saat akhirnya aku pulang…kamu…aku berusaha mencari info…”

“Kamu kira aku pergi?”

“Kamu memang pergi…”

“Maaf…aku tuh cuman nganterin bo-nyok balik…”

“Ooo…trus? …”

Dan kami berbicara, mencoba mengakrabkan diri lagi dan mencairkan kecanggungan…

--

“Jadinya gimana?” tanya Ine dengan canggung, saat aku menghampirinya yang kini duduk sambil memeluk lututnya sendiri di ranjang kamarku

“Dia akan balik kesini mungkin seminggu-dua minggu lagi dan mencoba mencari kerja di sini, aku di minta cariin kost…” akupun tak kalah canggung

“Napa gak tinggal di sini aja?”

“Dia gak tau rumah ini, dia bahkan belum tahu kalau aku mempunyainya…kamu adalah…”

“… satu satunya cewe yang tau sarangmu…" desisnya lirih… "you flattered me again…” sambungnya sambil mencoba tersenyum, masih tetap canggung

“Aku akan coba pergi secepatnya, biar…” lanjutnya lagi

“Enggak…enggak…Ine boleh tinggal di sini selama apapun Ine mau…” cegahku sepontan.

What the Hell?? Apa yang barusan aku katakan??

“Heeehh…thanks…” desisnya sambil membuang muka

“INE…” panggilku tegas, dan dia menoleh, mata kami kembali bertatapan. Jujur, memang jadi Canggung Banget. Banget. Benget. Banget…

Kedekatan kami yang terjalin beberapa hari ini seolah…runtuh…

Hanya karena satu telpon…

Telepon yang seharusnya ku-tunggu-tunggu dan harusnya dapat mencerahkan suramnya hariku akhir-akhir ini, tapi…

Kenapa aku malah merasa…

Entahlah…

“Ine boleh...Enggak, bukan boleh…tapi…Ine Harus tinggal di sini sampai… aku tidak mau Ine ada di jalanan dengan kondisi seperti ini… Ine ngerti? Ini bukan permintaan, Ini perintah!!”

“Heeehh…?!? Perintah?” Sahutnya hambar sambil tersenyum getir, memberi sinyal secara jelas bahwa dia tidak suka dengan kata 'perintah' yang barusan ku-ucapkan

“Please…” ujarku mempertegas kesungguhanku dalam kalimat sebelumnya sambil duduk di tepi ranjang, memegang lututnya dan memandang lekat wajahnya

Ine tersenyum getir, membelai pipiku dan memandangku aneh

“We’ll see…” jawabnya pendek

Caggung...

Aku tersenyum. Getir. Entah apa yang ada di dalam otak dan hati-ku saat itu. Jujur ini semua membuat aku gemetar. Apa udah aku bilang, kalau akhir-akhir ini nasibku dengan kaum hawa lagi jelek?

Duh Gusti…

Jangan biarkan aku jadi homo…. Haiyah!

Jujur, dengan Ine, aku merasa mulai tumbuh rasa…

Rasa…??

Rasa apa? Masa secepat ini? Ataukah...

Sial! Jangan-jangan aku terkena mantra Semar Mesem…

Huft…Ada-ada aja...

We’ll see…

- End of Semar Mendem -

To be Conticrot...

INDEX


Master dan Suhu serta Sobat Semprot semua, nubi amat berterimakasih atas apresiasinya terhadap coretan sederhana nubi ini. Mohon maaf sebesar-besarnya, apabila nubi belum bisa membalas komen Sobat semprot satu per satu. Tetapi walaupun begitu, nubi harapkan Master, Suhu dan Sobat Semprot semua tidak bosan-bosan untuk mengetikkan pendapat, kritikan serta cacian atas karya nubi ini di kolom komentar.

Nubi usahakan akan baca semuanya

Komen, saran, cacian dan makian dari Master, Suhu dan Sobat Semprot semua nubi akan jadikan masukan dan referensi untuk tulisan nubi selanjutnya yang sedang dalam proses finishing dan editing yang kalau tidak ada aral melintang akan nubi release segera setelah cerita ini mendapatkan tag "Tomat"
 
Terakhir diubah:
Ada Master yang komplain, dikira nubi stratanya hanyalah penjual kentang!?!

Hehehehe...

Anak sini berani dobel apdet Hu!


Dilanjutpun...



Cerita sebelumnya...

Ine tersenyum getir, membelai pipiku dan memandangku aneh

“We’ll see…” jawabnya pendek

Aku tersenyum. Getir. Entah apa yang ada di dalam otak dan hati-ku saat itu. Jujur ini semua membuat aku gemetar. Apa udah aku bilang, kalau akhir-akhir ini nasibku dengan kaum hawa lagi jelek? Duh Gusti…

Dengan Ine, aku merasa mulai tumbuh rasa…

Rasa…

Rasa apa? Sial! Jangan jangan aku terkena mantra Semar Mendem…

Huft…

We’ll see…



Genie in the Bottle

“Hei…”

“Apaan sih…”

“Hei…”

“Ine ada apa sih Ine? Ini kan masih tengah malem…” jawabku sabar, walau masih dengan mata terpejam…

“HEI UDA…!!” Ine masih ngotot ngebangunin aku

Seminggu sudah berselang dari tragedi telepon mendadak Vika waktu itu. Semenjak itu, intensitas komunikasi kami memang sangat aktif, seperti mencoba membeli kembali waktu yang sempat tergadaikan kemarin. Aku juga sudah menemukan sebuah kost yang nyaman buatnya. Katanya, fix dia akan datang senin pagi minggu depan. Ini hari kamis.

Jujur, aku juga sangat menikmati hari-hari keberadaan Ine di Nest. Walau dia sering aku tinggal akhir-akhir ini untuk mengurusi persiapan Ujian Profesiku yang memang sudah semakin dekat. Aku belajar banyak dari Ine, mengenai hidup dan mengenai menerima takdir tanpa pasrah kepadanya.

Ine adalah wanita yang sangat menarik, dengan pemikiran yang menarik pula. Satu hal besar yang membuatku risau, bagaimana menceritakan tentang Ine kepada Vika. Ine adalah rahasia besar-ku yang menurutku harus ku simpan rapat-rapat saat ini. Keberadaan Ine bagaikan Jin-Dalam-Botol buat-ku. My Genie in the Bottle…

Dari kejadian yang terputus oleh telepon Vika malam itu, aku dan Ine seperti sama-sama sepakat menjaga jarak. Mulai malam itu, aku tidur di sofa sedangkan Ine tidur di ranjang-ku. Sarang-ku memang hanya mempunyai satu kamar tidur. Menghindari hal-hal yang di-inginkan terjadi. Maklum, laki-laki dengan mental Tripel-X bin Ngacengan(1) sepertiku memang mudah tergoda dan di-goda

(1) Walau postur dan gesture super kalem ala Mas-Karyo-Kualitas-Bibit-Unggul-Hibrida-Tahan-Hama selalu melekat pada-ku dan selalu membuatku stai-kul dalam setiap pergumulan dan pendakian, namun… Wis…wis… Cuk! Malah marakke nyesek dadaku binti mumet ndasku…

“UDAAAA!!!” Ine mengguncangku semakin keras

“Iya…iya…iya…iya…” aku akhirnya terbangun “Apaan sih Ine??”

“Perutku sakit banget…” desahnya manja. Ine jarang manja dan sangat mandiri sejak malam itu, jadi entah kesambet jin mana dia malam ini…kok jadi lenjeh gini. Kata orang sih sifat orang hamil tuh aneh, moody banget…Ember!

“Eh? Waduh…gimana dunk?” Jawabku sepontan panik langsung bangkit duduk sambil secara reflek mengelus-elus perut itu, rasa kantuk yang tadi setengah mati masih menggelayut di mata semerta-merta hilang

“Hihihi…seneng liat wajah kamu panik seperti itu Da…”

“Eh? Maksudlo? Sialan…” umpatku saat tau Ine hanya ngerjain aja

“Hush! Jangan ngumpat, gak baik di dengar dedek…” jawabnya sambil ngusap perut

“Maaf…kebiasaan…hehehe…maaf ya diikkk…mmmuahh…” jawabku sambil mencium perut Ine cepat

“Kebiasaan jelek papa-mu jangan di contoh ya dik…!” ujar Ine semakin ganjen masih sambil mengelus-elus perutnya

“Becanda loe jelek!” kataku sambil menyentil hidungnya

“Hehehe…ngetest, Uda masih care nggak sama Ine…”

“Maksudlo?”

“Hihihi…Nggak ding, lupain ajah…eh, aku mau ngomong…”

“Ngomong besok pagi ato pas siang kayak orang normal lain-lainnya napa? Kamu juga bukan kuntilanak kan?” kataku sambil menggeliat malas, bersiap rebahan lagi

“Aku besok pergi” ucapnya cepat.

Tiga kata yang sebenarnya aku tahu akan keluar dari mulutnya cepat atau lambat. Tiga kata yang benar-benar tidak ku harapkan untuk ku-dengar. Memang, sebentar lagi Vika akan datang, dan mungkin kita akan menjalin kembali kisah-kasih seperti yang selalu ku impikan. Namun entah kenapa, akhir-akhir ini aku benar-benar merasa ketakutan walau hanya memikirkan kalau Ine memutuskan untuk pergi.

Walau keputusan pergi memang 100% hak dia. Walau kita memang tidak ada komitmen apapun, namun kata-kata tadi, entah kenapa mengaduk-aduk hampir seluruh perasaanku, membuatku sepontan kecewa, takut kehilangan sekaligus marah…

“Kenapa? Pergi kemana? Trus apa rencanamu? Aku tau saat ini situasi kamu gak enak, tapi jangan emosional gitu dong In, kita harus membicarakan ini dulu. Jangan egois sepihak gitu dong…aku…” entah kenapa, intonasi bicaraku meninggi

“Sttt…” Ine membungkam mulutku dengan jarinya

“In… please…aku…”

“Sttt… dengerin aku dulu…”

“Nggak! Kamu yang dengerin aku!”

“Uda!”

“Ine!”

“Uda denger! Apa Yang Ingin Kamu Buktikan Lagi?!?” Suara Ine meninggi

“Buktiin?!? Maksudlo Apa?!?”… HOh! Dia kira suaraku tidak bisa meninggi?

“Uda, Liat Dirimu! Kamu laki-laki baik, dalam usiamu yang segini sudah bisa mempunyai ini-itu, dan masa depanmu pun tak kalah cerah! Studimu, impianmu, semuanya sudah hampir kau raih! Dan liat aku…aku cuman wanita yang kebetulan kamu temukan pingsan di halte, aku bukan siapa-siapamu dan AKU HAMIL !! Aku…”

“In, Kamu Mau Hamil, Mau Kagak Terserah !!! Aku gak peduli…!! Aku…aku gak bisa kehilangan kamu In…” Aku pun ikut emosi, sepontan mengungkapkan perasaanku

“Heh! Kau jangan gila ya!” tiba-tiba Ine berkata marah sambil menunjuk mukaku, air mata menetes deras dari matanya. Keliahatan kalau dia sudah tidak dapat membendung apapun yang ia rasakan saat ini. Jujur, begitu-pula denganku

“Apa Kamu Bilang?!? Fine! Kalau Aku Gila Emang Kamu Mau Apa?!” tantangku sambil menepis tangan kecilnya tak kalah emosi

“Kamu pikir pakai otak Da! ADA seorang wanita, PACARMU!! Datang dari jauh, hanya demi janji kalian! Hanya demi harapan dan cintanya! Dan kau… Da, aku juga wanita ‘Da! Walaupun aku kayak gini, hamil tanpa tau siapa bapak dari janinku! Tapi aku juga wanita… Aku juga punya hati ‘Da! aku gak mungkin menyakiti hati wanita lain…” Matanya semakin memerah dan air-mata itu semakin membuncah

“In…”

“Dan…please Da!!! Kau Mau Jadiin Aku Apa? GUNDIK-mu? SIMPENAN-mu? APA?!?”

“INE!!”

“Hamil Tanpa Tahu Bapak Dari Janin-ku Tidak Membuatku Menjadi PELACUR DA! INGAT ITU !!” Jeritnya lagi, hampir histeris

“INE CUKUP!!!”

Dan Ine tiba-tiba tertunduk sambil menangis tersengal-sengal

“In…” desisku lirih sambil beringsut maju mendekatinya. Kubelai rambutnya. Punggungnya. Dan aku mencoba untuk memeluknya

“Sttt…Udah…udah…sttt… Ine jangan ngomong gitu lagi ya? Ine gak boleh ngomong gitu lagi…aku…minta maaf, aku yang salah… maafin aku ya In… sssttt…udah…udah… Everything gonna be allright… kita akan hadapi ini bersama… Ok?” aku berujar sekalem mungkin, mencoba menenangkan Ine

“Goblek! Bodo! Bego!” Ine masih mencoba meluapkan emosi sambil memukul-mukul dada-ku dari pelukan. Kurasa, kami berdua faham isi hati masing-masing…andaikan kami bertemu dalam waktu dan keadaan yang sedikit lebih baik…

“Ssttt…Iya…iya…aku tau Ine sedikit bego…ntar les di Bim-Bel biar jadi pinter…” kataku masih berusaha menenangkan sambil sedikit mengajaknya becanda

“Kamu itu yang Goblek! BEgooooooo!!” jawabnya gemes, sambil mencubit perutku sekuat-kuatnya

“Owww… Oww… Oww… Aduuhhh… iya…iya, aku bego, abis gimana lagi, bawaan lahir…hihihi…”

“Gak Lucu!”

“Iya maaf, gak lucu…” kataku sambil masih terus memeluknya dan mengelus punggungnya

“Iiiiii…nyebeliiiinnnn…” Ine mencubit lagi perutku…

“Iya maaf, aku nyebelin…” ujarku sedikit melengking sambil menahan sakit dari cubitan Ine yang memang tidak tanggung-tanggung

“Arrrghh!!!” teriaknya tambah emosi sambil mencubit perutku semakin kuat…

“Aww…Awww… sakit beneran…Ampunnn…Ampunnnn…Ampunnn…!” namun aku tak juga melepas pelukan dan belaianku ke punggung dan rambut-nya…

“Rasain!” gerutunya dalam kemenangan, dia-pun kurasakan sedikit tenang sekarang

--

“Gimana sih gimana? Maksudmu gimana? Ine cantiikkk…” Tanyaku lagi sambil memegang dan membelai pipi-nya dengan kedua tanganku setelah semuanya mereda, dan setelah dengan ngawur Ine mengelapin ingus-nya ke lengan kaos-ku. Kurang-lebih hampir 45 menit Ine meringkuk dan terisak di pelukanku. Lama juga kucing kalau mewek…

“Kamu tuh emang gila ya ‘da! Sinting! Bego! Gak punya otak!” Ine masih nyinyir

“HEH! Halah! Gak usah ngulang-ulang info yang aku dah tau! Sekarang info-in aja sesuatu yang aku belum tau! Maksud-mu gimana? Itu aja pertanyaanku!”

Ine geleng-geleng kepala “Ealah…Gusti Pangerannnn! Ketemu Lanangan kok ya yang kaya gini to yaa…ya…! Gimana to ‘Da, caranya biar aku gak jatuh cinta ama kamu…” desahnya masih nyinyir

“Emang kamu jatuh cinta ama aku In?”

“Haiyah! Nggilani ding! Njijik’i !!” sahutnya lagi sambil ngetok-ngetok jidatnya sendiri, takut pamali kali...

“Heehh…piye, piye? Maksud kamu gimana?”

“Aku tuh kemaren minjem HP kamu ‘Da, buat nelpon mama-ku…”

“Ok, aku akan catat itu dan masukin ke total BON kamu…”

“Iiiihhh…mulai deh nyebelin lagi…”

“Gak ada yang gratis di dunia ini sayang, semua ini nanti akan timbul Invoice alias tagihan yang akan ku tagihkan ke kamu…”

“Pret! Tak bayar semua ntar, lunas! Ini tak beli sekalian…” jawabnya selebor, sambil dengan kurang ajar mentowel selangkanganku, singasana Sang Rajo Mudo Datok Bagindo Porno

--

“Oww…jadi begitu…” kataku setelah mendengarkan seluruh informasi dari nya. Kata Ine, mama-nya cuman minta satu; Ine pulang. Mereka akan menghadapi apapun yang terjadi bersama-sama, sebagai keluarga.

Katanya juga, mama-nya ini ini juga single parent, orang tua Ine bercerai bertahun-tahun yang lalu, lalu si-Ayah menghilang begitu saja tanpa bertanggung jawab. Dan sang mama dengan gagah-perkasa berjuang dan menghidupi keluarga sendirian. Wanita yang sangat hebat. Wajar saja anaknya juga sangat hebat…

“Lu olang omong baek-baek gak bisa apa In?” ujarku lagi dengan logat sok jadi ngkoh-ngkoh singkek sambil mentowel jidatnya, gemez!

“Koh, kalo Ine gak dramatis, gak dapet pelukan koh…udah berhari-hari di anggurin ni koh…” jawab Ine gak kalah selebor

“Haiyah! Sini engkoh peluk sambil tak koyor-koyor susu-mu!” becandaku dengan vulgar

“Halah! Berani po? Nih!” Ine malah menantang sambil membusungkan dadanya

Aku menelan ludah…Minder…

--

Saat itu jarum pendek jam dinding yang tercantol di kamarku sudah menunjuk angka dua. Sudah dini-hari. Aku memang jadi gak bisa tidur. Ine sudah meringkuk di pelukanku sambil sesekali aku ciumi kepalanya, seakan itu malam terakhirku dan besok aku akan kehilangan dia untuk selamanya. Tadi memang dengan berat-hati, aku memenuhi permintaan Ine untuk menemani bobo di kamar…

Dengan berat hati?

“Iiiihhhh…” kudengar Ine mendesis pelan

“Lhah? Kukira kamu uda bobo In… ada apa lagi? Perutmu sakit lagi?” tanyaku sambil berusaha mengelus perutnya

Ine tidak menjawab, hanya kembali mendesis-desis

“Ih, kamu kenapa sih In? jangan bikin takut deh!” desakku

“Iiiiihhh…Kamu cerewet banget sih?” jawabnya pendek

“Abis kamu…”

“Iiihh…cerewet…aku lagi sange tauu…”

“Eh?” aku garuk-garuk kepala

Dan Ine kembali mendesis-desis kacau

“Iiiiihhh… Stttt…Anjir…ngentot enak nih…aaaduuhh…memek-ku gatel banget sihhh…iiihhhhh…pengen di colokin kontol…”

“Anjir, vulgar banget sih loe? Pasti ngebayangi yang aneh-aneh…” lain di mulut, lain di bawah perut. Sebenarnya aku juga udah mulai berdiri… Sialan!

“Cerewet ah!! …Eh, kontolmu tak pegang ya?” omongan Ine masih vulgar bin nggilani

“Suka-suka kamu deh…” tantang-ku

“Tapi jangan bales megang ya…”

“Iya…iya…ndoro putri…”

“Tuhanku…Gilaaak…sstttt…ssssttt…” tanpa menunggu lagi, Ine langsung memegang dan mengkucel-kucel rudalku yang memang sekarang sudah berdiri sempurna

Tiba-tiba dengan menggeliat-geliat lucu, Ine sudah berhasil melepaskan celana boxer pendekku yang malam itu dia pakai. Lalu dengan cuek, menumpangkan satu kaki ke atas juniorku lalu mulai mengkucel-kucel rudalku dengan betisnya dan mulai masturbasi dengan menggesek-gesek dan mencolok-colok vaginanya dengan jari-nya sendiri sambil merem dan mendesah-desah erotis. Aku yang di suguhi live show seperti itu dengan sepontan ternganga…

Ya Ampun, Ini benar-benar Erotis

Kalau kaya gini caranya…

Tapi aku akan mencoba untuk bertahan!

Bertahan untuk apa?

Sial!

OK, aku gak tahan!

“Persetan!” gerutuku pendek sambil menyorongkan bibirku ke bibir Ine yang dari tadi mendesis, melenguh dan mengerang-erang dengan mimik dan gerakan yang betul-betul merangsang. Ditambah goyangan payudara dan perut buncitnya yang entah kenapa terlihat benar-benar erotis dan suara kecrapan dari vagian basah dan merekah-nya yang di kobel dengan nafsu…

Ine menyambut panas kecupanku, dan kami berpagutan. Panas. Membara…

PLAK!

Tiba-tiba ine menamparku… Telak!

“Eh? Ine?!?” jujur aku kaget… ku kira dia marah beneran

“Anjir…Goblek…aku gemeteran nih…gila…colok doooongg…colokin aku dooongg…” ujarnya masih memejamkan mata sambil gemeteran beneran. Ni anak emang aneh tapi nyata!

Kenthir ni anak! Lalu dengan cepat aku bangkit dan melepaskan celanaku. Mengeluarkan senjata pamungkas kebanggaanku

“In…In…liat nih…” desisku pendek menggoda setelah mengangkang di atas muka Ine yang berbaring terlentang sambil memejamkan mata dan masturbasi. Ku tampar-tamparkan batang penisku ke pipi-nya

“HAAAAHHHH…AMPUNNN TUHANNN!!” Ine menarik nafas lewat mulut dengan kaget sambil mengeluarkan ekspresi terbeliak yang lucu ketika membuka mata dan melihat batang-ku sudah berayun-ayun di depan mukanya. Batang kebanggaanku memang mempunyai ukuran yang sedikit berlebihan untuknya. Waktu batang itu dengan nakal ku-letakkan di mukanya, ia membentang dari dagu sampai dahi Ine

“Ohhh…Mampus gue dapet kontol hibrida…” desisnya excited dengan bahasa vulgar…

“Mau di tusuk sekarang…??” tanyaku ganjen-ganjen gokil

“Iiiiihhh…gak usah make nanya deh ah…Ayo cepetan!”

Aku emang tidak mau repot-repot menjawab kicauan cewe sange. Dengan cepat-tepat-dan-senyap, seperti prajurit pasukan khusus baret merah yang terlatih, aku beringsut turuh dan memposisikan pinggangku di depan vagina Ine yang sudah mengangkang. Vagina itu nampak basah dan membusung dengan lucu. Mungkin bentuk vagina wanita hamil memang kaya gini ya?

Segera ku gesekkan kepala penis-ku ke bibir vaginanya. Licin dan panas. Mungkin orang hamil memang memiliki suhu vagina yang lebih panas. Belum apa-apa, sensasi suhu itu telah memberikan rasa yang luar biasa pada sekujur tubuhku. Jujur, aku gemetaran antara sange berat dan takut-takut menusuk vagina wanita hamil…

Namun akhirnya...

BLESSS… OOOWWGGG....PARADISO !!!

<<My Genie in the Bottle...Finally Executed!>>

INDEX


Nah, kali ini To be Conticrotz dulu ya...
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd