Jam terus berdetak,
tusara telah lama menghilang dari pucuk
padma.
Sementara kita saat ini, bak
tagyana yang sedang dilanda
ragana.
"hhhmmmm,..." Teh Desi dengan gemasnya mencium pipiku. Bak seorang ibu yang mencium manja buah hatinya kala mendapat nilai A.
Kita saling rangkul, erat, kuat. Seperti yang tak ingin terpisahkan.
Aku bangkit perlahan, mencoba menyalakan
herb sisa semalam. Ku hisap dalam-dalam, asap yang memenuhi rongga mulutku, aku semburkan keatas.
Teh Desi merubah posisi duduknya. Terlentang dengan posisi punggung bersandar diujung kasur empuk ku.
Kini kusandarkan kepalaku dipahanya. Ia beringsut, menyilangkan kaki kirinya. Kemulusan itu nyata adanya, tanpa noda.
Ku tatap langit-langit yang berwana biru tosca. Sementara jemari kiriku menari-nari diatas pahanya, berirama, mengikuti ketukan intronya Concerete Jungle dari Bob Marley and The Wailers.
Kini giliran Teh Desi mengisap Herb yang sebelumnya aku sodorkan. Hisapannya tak begitu kuat, asap dalam rongga mulutnya ia hembuskan ke mukaku yang tengah menatap wajahnya. (Ini moment paling indah sepanjang hidupku. Aku masih mengingatnya, utuh!)
Dengan gemas, gregetan, ieu membekap hidungku. Digoyangnya kiri-kanan. Tak ayal membuat aku terpancing untuk berontak.
Kini aku berada diatas perutnya. Tangan kita saling kepal. Aku cumbu dia,... Bergumul. Air liur yang bertukar, desahan yang keluar, membuat kita terhanyut semakin dalam.
Mulustrasi
***
Bersambung.