Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG The Nameless

Empat kali empat sama dengan nameless
Sempat tidak sempat cerita harus lanjut,, haha
 
Part 5




Cahaya datang, mengusir kegelapan malam. sinar mentari yang menembus kaca jendela menyapa sosok Raka yang sedang berbaring di atas tempat tidur.

"Ukh... Sudah pagi," Raka menguap sambil merenggangkan otot tubuhnya. Ia kemudian beranjak dari ranjang dan mandi.

Ia kemudian memakai kemeja dan celana panjang yang telah ia siapkan sebelumnya.

Hari ini adalah hari yang ia tunggu, hari dimana tes masuk universitas diadakan.

"Pagi.."
Raka menyapa keluarga Irawan.

"Pagi kak Raka."

"Rapi sekali pagi ini..." Kata seorang wanita yang sedang mengambilkan makanan untuk Della.

"Ya, hari ini kan tesnya."

"Aku doa kan kamu bisa mengerjakannya." Kata wanita itu diikuti sebuah senyuman.

"Terimakasih."

"Mama, aku gak mau ini."

"Della sayang, kamu gak boleh memilih-milih makanan."

"Daddy,..."
Della marajuk ke sang ayah yang selalu memanjakannya.

"Dengarkan apa kata mama, sayang." Jawab Irawan.

"Ga mau...!"
Della yang merasa terkhianati mengembungkan pipinya, dan menolak untuk makan.

Begitulah keadaan pagi di meja makan keluarga Irawan, yang sebelumnya hanya berdua kini keluarga itu menjadi lengkap setelah sang istri sehat kembali.

Irawan yang begitu senang melihat istrinya sembuh, memberikan Raka hadiah uang sebesar 10juta WD.

(WD atau world dollar adalah mata uang yang digunakan dalam cerita)

Raka menolaknya, ia hanya membantu saja sebagai balasan telah diijinkan tinggal. Lagipula ia juga senang melihat Della bisa bersama dengan ibunya lagi.

Namun Irawan bersikukuh bahkan ia sempat menganggap hadiah itu terlalu kecil dibanding kesehatan Istrinya dan ingin menambahkan jumlahnya. Raka pun akhirnya mengalah dan dengan senang hati menerima hadiahnya.

Karena Irawan ada acara yang harus dihadiri maka ia menyuruh salah satu supirnya untuk mengantarkan Raka.

"Apa nanti perlu dijemput?" Kata supir yang mengantarkan Raka.

"Tidak perlu, aku pulang sendiri saja."

"Yasudah, semoga berhasil."

Ia tersenyum lalu berbalik menghadap ke gedung Universitas yang megah. Ia masih saja tepukau dengan desain bangunannya yang begitu indah meskipun sudah pernah melihatnya.

"Jadi disini huh, tempatku belajar selanjutn-"

TINN TINNN!

"Anjirr!"

suara klakson mobil mengagetkannya.

"Jangan berdiri di tengah jalan, sialan!!"
Kata si pengemudi yang kemudian melanjutkan laju mobilnya.

"Hampir saja, huft... Sebaiknya aku tetap fokus. Jalanan adalah tempat yang berbahaya."

Raka pun kemudian berjalan mencari ruangan tesnya.

Universitas yang dipilihkan oleh Irawan adalah Universitas terbaik negeri ini, lokasinya juga tidak begitu jauh. Universitas ini memiliki banyak fakultas dan fasilitas untuk kegiatan club juga tersedia. Pihak universitas juga mendukung penuh riset mahasiswanya dengan memberikan alat praktikum yang lengkap.

Tapi itu semua, 'katanya'.

Raka terus melangkahkan kakinya menyusuri koridor sambil mengamati sekelilingnya.

Tepat saat ia sampai di ruang tesnya, bel pun berbunyi. Menandakan waktu tes telah dimulai.

Raka melihat kertas soal yang ada di meja dan mendapati pertanyaannya mirip dengan yang di prediksi gurunya. Ia pun menjawab soal itu dengan mudahnya.

Selesei tes, orang-orang berdesakan untuk segera keluar ruangan. Raka tanpa sengaja terdorong dan membuat seseorang terjatuh.

"Aduh..." rintih orang itu.

////////////////////////////////////////////////////////////



Seorang gadis berkacamata berambut panjang berdiri diujung kerumunan. Entah mengapa setelah tes selesai para calon mahasiswa begitu ingin keluar hingga akhirnya terjadilah desak-desakan.

Si gadis itu kemudian mengeluarkan ponselnya, ia mengecek beberapa pesan yang masuk selama ia menjalani tes.

Ah,

Tiba-tiba seseorang mendorong dirinya. Ia yang terkajut, secara naluriah segara meluruskan lengannya untuk menopang tubuhnya. Namun hal itu malah membuat ponsel di tangganya tertekan dan menyebabkan layar ponsel itu retak.

"Aduh.."
Respon gadis itu ketika dirinya mendarat di lantai dengan posisi duduk.

"Maaf, apa kau tak apa?"

Mendengar kata orang yang membuatnya jatuh, gadis itu jadi kesal. 'Ia bilang, tak apa? Aku jatuh dan kamu masih tanya gak papa? Awas aja kamu.!' batinnya dalam hati.

Melihat orang yang membuatnya jatuh mengulurkan tangan, gadis itu pun mendongakkan kepala.

"..."
Gadis itu terpana...
Seperti dibawah kendali hipnotis, gadis itu tanpa sadar meraih tangan itu.

"Maaf ya, aku gak sengaja."

"Gak papa kok..." Jawab gadis itu malu-malu.

Melihat ponsel gadis itu masih tergeletak di lantai, pria itupun mengambilnya dan tanpa sengaja membuat layarnya menyala.

"Ukh.."
Pria itu merasa bersalah saat mendapati layar ponsel itu retak.

Gadis itu yang mengira jika si pria sedang membaca pesannya dengan cepat kilat ia merebut ponsel itu.

"Humph."
Meskipun kamu ganteng, aku gak akan biarin kamu lihat privasi aku, batin si gadis.

Si pria dengan kikuk berkata, "maaf ya gara-gara aku ponselnya jadi rusak."

Seolah tersadar, gadis itu segera mengecek ponselnya.

Wajah gadis itu pun mendadak pucat.

"Aku akan menggantinya..."

"Ah, tidak perlu... Lagian ini juga salahku karena gak memperhatiakan."
Bagaimana ini, apa yang harus aku katakan pada orang tuaku nanti..., pikir gadis itu.

Tapi hati tak bisa berbohong. ia sedih, kecewa, marah, matanya sedikit berair.

"Tidak, ini salahku. Aku akan menggantinya."

keduanya pun saling mendebatkan siapa yang lebih bersalah.

"Ehem, kalau mau pacaran jangan disini."
Kata pengawas tes yang membuat keduanya malu.

Meraka berdua kemudian keluar ruangan.

"Raka, kamu?" Si pria menperkenalkan diri.

"Mita."

"Maaf ya soa-"

"Stop jangan dibahas, nanti gak akan ada habisnya."

Raka terkekeh, "iya, bener juga ya."

"Um" Gadis itu mengangguk pelan.

"Jadi, kau mau membeli ponsel dimana?"

"Gak usah, lagian masih bisa dipake kok."

"Tapi kan layarnya ada garis-garinya, pasti gak nyaman dipakai."

"Gakpapa" Mita masih keukeuh dengan jawabannya.

Raka kemudian menarik tangan gadis itu.

"Taxi...!!"

Mereka masuk ke dalam taksi yang berhenti di depan mereka.

"..."

Raka melihat Mita yang sejak tadi menatapnya aneh. Lalu ia menyadari jika dirinya masih memegang tangan si gadis.

Ia buru-buru melepaskannya. "Maaf..."

"I-iya..." Mita masih malu-malu.

"Ke mall pak." Kata Raka kepada sang supir.

"Mall mana?"

"yang deket rumahmu yang mana?" Kali ini Raka bertanya kepada Mita.

"Mall Harmoni" Jawab Mita pelan.

"Kesana ya, pak."

Sesaat kemudian taxi pun mulai melaju, melesat di jalanan yang sedang ramai dengan kendaraan.

"..."

"..."

Berbeda dengan situasi di luar taxi, Raka dan Mita yang duduk di kursi belakang hanya terdiam membisu. Membuat situasi diantara mereka semakin canggung.

Pikiran Mita berkecamuk, 'kenapa aku mau-mau saja diajak orang yang baru kenal pergi, astaga...'

"..."

"..."

Keduanya sama-sama melihat keliat keluar jendela di sisi mereka masing-masing

"Lagi berantem ya?" Tanya si supir.

""Gak!""
Jawab mererak bersamaan yang membuat mereka makin malu.

"Hm" Seolah mengerti situasi mereka si supur lanjut bertanya, "pasti baru jadian ya?"

"Gak!"
"Jadian?"

meraka menjawab bersamaan lagi, namun berbeda jawaban. Raka yang tidak mengetahui apa itu jadian, bertanya namun ucapannya malah terdengar seperti pernyataan.

Mita kemudian memandang tajam Raka, 'uh, dia. Baru kenal aja udah ngaku-ngaku jadi pacarku. Jangan kePeDean!' batinnya.

"Jangan dengerin dia pak. Dia cuma asal ngomong."

"Jadi backstreet nih ceritanya..."

"Gak! Dan jangan tanya-tanya lagi."

"Mbaknya ini, cantik-cantik kok judes. Manti cantiknya turun lhoh mbak."

"..."

"Sayang banget, padahal kalian berdua cocok lhoh..."

"..." Mita speechless.

"Terima kasih, tapi aku gak akan kasih uang tip." Ucap Raka.

"..."

Kali ini si supir yang kehilangan kata-kata.

Sesampainya di mall keduanya langsung berkeliling. Raka melihat toko yang paling besar bertuliskan 'Nappel' dengan logo buah.

Raka kemudian masuk ke toko tersebut, Mita terpaksa mengikuti.

"Selamat datang di Nappel store ada yang bisa kami bantu." Kata wanita pelayan toko.

Mita mendekati Raka dan berbisik, "disini mahal, kita cari tempat lain aja."

Raka cuma tersenyum.

"Ponsel yang paling bagus yang mana ya?"

"Kebetulan sekali, Napple baru saja mengeluarkan seri Aphone terbaru..."

Si pelayan toko lalu menunjukkan kepada mereka contoh barangnya.

"Ini yang ponsel terbaik di toko kami., 'Aphone s20 max pro'." Kemudian pelayang toko menjelaskan kelebihan ponsel itu.

1449.00 WD

Melihat harga yang tertera, membuat Mita tercengang. Ia pun menarik-narik ujung baju Raka dan kembali berbisik, "hei, apa kamu serius? Itu malah banget."

"Yang ini 2 ya." Kata Raka.

"Baik, mari lanjut ke sana."

"Kenapa kau beli 2? Kenapa kau beli yang itu"

Raka hanya tersenyum.

"Mau di cek dulu atau-"

"Di cek dulu."

Melihat plastik pembungkus telah dirobek, Mita jadi khawatir.

"Aku ambil uang dulu ya."

'Nah, kan dia pengen kabur dan menjebakku supaya aku yang bayar, humph. Enak saja.' Pikir Mita

Mita pun kembali memegangi baju Raka.

"Aku gak bawa cash lagi, dan gak punya kartu kredit. Aku harus ambil uang dulu."

'Alasan'
"Kalo begitu, IDmu sini. Jaga-jaga biar kamu gak lari."

Raka dengan terpaksa memberikan gadis itu kartu IDnya dan pergi ke mesin ATM terdekat.

Waktu pun berlalu...

Deg.. Deg..

Mita makin gelisah, Raka tak kunjung tiba.

"Silahkan pembayarannya..."

"..."

Pelayan toko mengulang kembali ucapanya, namun Mita tak tahu harus bagaimana. Jika harus membayar pun, uang ditabungannya tak akan cukup.

"Berapa totalnya?"

Mita begitu lega melihat Raka kembali.

"2,900 WD, mau menggunakan kartu kredit ata-"

"Cash.." Raka kemudian menghitung uangnya dan menyerahkannya kepada si pelayan toko.

"tolong kantongnya dipisah ya"

"'Baik." Si pelayan toko laku memberikan dua kantong dan struk pembayaran

Raka kemudian memberikan satu kantong itu ke Mita.

"Udah aku ganti ya, kamu bisa pulang sendiri kan? Soalnya tempat tinggal kita beda arah."

"..."
Mita mengangguk, ia masih tak percaya bila orang yang baru di temuinya hari ini membelikannya ponsel baru yang begitu mahal.

"Nih, buat ongkosnya, maaf ya gak bisa anterin kamu pulang." Raka memberikan beberapa lembar uang lalu pergi. "Sampai jumpa..."

"..."

Mita melihat uang 600WD di tangannya.
'Orang kaya memang aneh'

"Huh?"

Mita menyadari jika dirinya masih memegang kartu ID pria itu, ia pun menyusulnya. Namun sosoknya sudah tak terlihat lagi.

"Harusnya tadi aku minta nomornya."

Ia melihat ID ditangannya.

"Aku akan mengantarkan ke rumahnya."

Mita naik bus menuju alamat yang tertera dalam ID itu. Ia begitu terkejut ketika sampai disana.

"Apa dia beneran tinggal disini?"

Mita memastikan alamat yang tertera di ID itu sama dengan alamat rumah dihadapannya.

"Sama kok. Tapi masak iya dia tinggal disini."

"Cari siapa ya?"
Tanya ibu-ibu yang kebetulan lewat.

"yang punya rumah ini sudah pulang belum?

"Pemilik rumah? Rumahnya kan sudah kosong lebih dari 10 tahun. Bangunannya saja sudah gak keurus gitu. Mbaknya ini ada-ada saja."

"..."

"Mereka satu keluarga meninggal dalam kecelakaan."

"..."

"padahal mereka orang baik. Sering nyapa tetangga, kalau bicara ramah dan kalau punya sesuatu pasti tetangganya di kasih. Mereka juga punya anak laki-laki yang lucu... gak nyangka kalu mereka bakal pergi secepat itu."

"..."

"Jadi, mbaknya cari siapa?"

"Cari Raka, katanya alamatnya disini."

"..."
Ibu-ibu itu menatap Mita dengan heran.

"..."
Expresi wajah Mita menyiratkan dirinya penuh tanya.

"Raka? Itu kan nama anak kecil itu..."

Deg!

"Saya pergi dulu, mau memasak." Ibu-ibu itu pamit pergi karena merasa ada yang janggal.

"..."
Glup.

Eh kok jadi serem gini ya, apa jangan-jangan...
Mita segera menegecek kantong Aphone-nya dan uang disakunya.

"Fiuh... Untung gak berubah jadi daon."

"Dia bukan hantu..."
Mita merasa jika tangan Raka yang menyentuhnya tadi terasanya begitu nyata.

Ia lalu menatap bangunan terbengkalai di hadapannya.

"Raka Bimantara, sebenarnya kamu siapa??"


/////////////////////////////////////////////////////////////


Seteleh berpisah dengan Mita, Raka berjalan mengelilingi mall. Ia merasa jika ia perlu kendaraan sendiri untuk memudahkannya bepergian.

Ia mendatangi salah satu gerai yang sedang melakukan pameran.

"selamat datang, silahkan dilihat-lihat dulu kakak." Si SPG menyerahkan brosur kepada Raka.

Raka melihat brosur dan tertarik membeli salah satu motor.

Ia lalu mendatangi si sales dan terjadilah kesepakan diantara mereka.

"Kartu IDnya bisa ditunjukkan?"

Raka mencari ID miliknya namun tak ketemu, ia kemudian teringat jika kartunya dibawa Mita.

"Kalau gak pake ID bisa gak?"

"Maaf, tidak bisa. Untuk nama surat-suratnya harus pake ID. Peraturannya gitu"

Raka pun kembali ke toko Napple untuk mencari Mita.

"Lihat cewek yang sama saya tadi gak?"

Raka menanyai pegawai yang melayaninya tadi.

"Dia sudah pergi."

"Kemana?"

"Kurang tahu."

'Sudahlah, aku nanti minta sama Irawan saja.' pikir Raka.

Raka pun malah membeli Nekbook pro dari toko Napple tersebut.

/

Seminggu kemudian, Raka mendapat surat pemberitahuan jika dirinya diterima di Universitas.

Sesuai wasiat paktua, Irawan pun menyerakan dokumen rumah kepada Raka dan mengatarkannya ke rumah itu.

Namun Raka menolak, karena ia telah diberi kendaraan ia tak ingin merepotkan keluarga Irawan lagi.

Raka dan maomao berpamitan.

"Kak Raka, jangan pergi..." Rengek Della.

"Kamu tinggal aja disini. Kami sudah menganggpmu seperti anak sendiri.

Raka menggeleng, "terima kasih bantuannya selama ini. Tapi aku ingin hidup mandiri."

"Yasudah kalau itu keputusanmu."

Raka lalu berlutut di depan Della yang menangis. "Kakak sama maomao akan sering-sering main kesini."

"Janji?" Della mengacungkan kelingkingnya.

"Iya, janji."

Maomao melompat ke pundak Raka dan menepuk-nepuk kepala Della dengan tangannya.

"Meoww~ meow~"

Raka memakai tas punggungnya dan menaiki motornya. Maomao dengan tenang duduk dibelakang.

"Dah dah...!"

Keluarga Irawan melambaikan tangan melepas kepergiannya.

Setelah berkendara beberajam dan tersesat beberapa kali, keduanya pun sampai di rumah peninggalan paktua.

"Apa bener ini ya?"

"Meow~"

"Iya, kau benar."

Raka turun dari motornya dan meletakkan helmnya di kaca spion.

Mereka berdiri di depan sebuah rumah mewah.

Mereka berdua terkesima...

"Apa kau berpikir paktua itu sudah gila?"

"Meow~"

"Iya aku juga berpikir sama. Kalau tidak kenapa dia meningglkan rumah sebagus ini dan tinggal di gubuk?"

" Meow~"

"Setuju, lebih baik kita masuk saja."

Raka membuka pintu rumah itu dengan kunci yang diberikan Irawan.

Klek...

Pintu terbuka.

"Chough... Cough.."

"Meow~"

Debu-debu beterbangan membuat keduanya terbatuk.

"Astaga, sudah berapa lama rumah ini tidak dibersihkan."

Didalam rumah tersebut ternyata berselimut debu tebal, kabar baiknya adalah semua furnitur telah ditutupi plastik.

Memerlukan dua hari bagi keduanya untuk membersihkan rumah itu.

"Ah, selesai juga." Raka merebahkan dirinya disofa. "Untung saja, listrik, kulkas dan ACnya masih bisa nyala."

Sesaat kemudian ia mengeluarkan Nekbooknya dan meregangkan jemarinya

Akhirnya dia sendiri.
Tanpa takut ada yang mengawasi dan mengamati tigkahnya.

Raka membuka browser dan mencari identitasnya.

"Nggak..."

Di mengscroll lagi.

"Nggak..."

Dia berusaha mengontrol nafasnya dan membuka situs lain.

"Nggak, nggak mungkin!"

Braakkk!!

"Meow!" Maomao lompat karena terkejut.

Raka mengayunkan lengannya kesamping dengan penuh tenaga yang membuat Nekbook itu terpental.

Wajahnya memerah, nafasnya tak teratur.

Bang! Bang! Bang!

Ia memukul meja berkali-kali meluapkan emosinya

"Kenapa!?"

"Kenapa Kau tak mengijinkanku membalasnya, Tuhan!?"

Air matanya keluar.

"KENAPA!!??"

Di layar Nekbook yang retak itu terdapat tulisan 'Pesawat Kambing jatuh, Tidak ada yang selamat, Pengusaha sukses Handoko Wijaya turut jadi korban'. Foto wajah yang dia ingat juga terpampang disana.

"Meoww~"



///////////////////////////

Bersambung...




Sorry, BELUM NEMU GAMBAR YANG COCOK

 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd