Samar kudengar suara kuda yang sedang berlari, aku mengintip kearah asal suara dari balik dinding saung. Ku lihat dua ekor kuda yang ditunggangi seorang perempuan dan seorang laki-laki dengan masing-masing menggenggam busur panah ditangannya. Mereka mengejar sesosok mahluk dengan kaki seperti ekor ular, sementara badanya mirip manusia dengan kulit hitam legam. Dia membawa sebilah pedang ditanganya.
Semakin mendekat, aku bisa mengenali dua orang yang menunggangi kuda, yaitu Mey dan Midun. Senang rasanya bisa kembali melihat Mey, aku terus memperhatikan mereka dari balik dinding dalam saung.
Meydina Kurent
" shett " Midun melepaskan sebuah anak panah kearah ular itu tapi meleset.
Ular itu berbalik, dengan ekornya dia menyerang kuda Mey dan Midun.
" bughh " kuda Midun terkena tebasan ekor si Ular, Midun beserta kudanya terlempar dan berguling. Beruntung Mey beserta kudanya mampu menghindar. Terlihat mey seperti berbicara kearah Midun atau lebih tepatnya memarahinya.
Kini Mey berhadapan satu lawan satu melawan ular itu. Si ular mendekat, mengacungkan pedangnya bersiap menebas kearah Mey.
" Trenggg " sebuah anak panah dilepaskan Midun yang sudah bangkit dan tepat mengenai pedang si Ular.
" Bughhhh " terjangan dari dua kaki kuda yang Mey tunggangi, telak mengenai dada si ular yang membuatnya terjungkal kebelakang.
Dalam keadaan terjepit, si Ular masih sempat melepaskan serangan.
" Bughhh " tebasan ekor ular mengenai badan kuda Mey. Membuat mereka terlempar dan berguling.
" Meyy " tak sadar aku sedikit berteriak, ketika Mey terjatuh. Teriakanku membangunkan Faruk, namun terlalu pelan didengar mereka yang sedang bertarung.
" ada apa Hiro? " tanya Faruk, sepertinya kaget mendengar teriakanku.
" Mey sedang bertarung, barusan terkena serangan " ucapku, masih melihat kearah mereka.
Faruk bangkit mencoba melihat yang aku ucapkan.
" apa kau akan membantu mereka? " tanya Faruk.
" kita lihat dulu situasinya, kalo mereka tak sanggup melawan Ular itu. Baru kita bantu " jawabku.
" apah, kita? Kamu aja Hiro, aku mau tidur lagi " jawab Faruk dingin. Lalu kembali tertidur.
" dasarr kau Faruk " gumamku kesal.
Kembali kini pandanganku tertuju kearah pertarungan. Si Ular terus menyerang dengan menyabetkan pedang kearah Mey dan Midun yang menangkis serangan si ular menggunakan busur panahnya. Sementara dua kuda yang mereka tadi tunggangi kini ambruk, sepertinya akibat serangan si ular tadi.
" Tsreng.. treng " terdengar suara ketika pedang dari si ular beradu dengan busur panah milik Midun dan Mey.
Kini hujan turun semakin deras. Pertarungan semakin sengit, Mey dan Midun bekerja sama melawan si Ular. Terkadang mereka juga harus menghindari tebasan dari ekor si Ular yang kapan saja bisa menyerang. Sebenarnya keluarga Kurent, tidaklah ahli dalam pertarungan jarak dekat seperti ini.
" Tsreng... treng.... " kembali suara terdengar ketika senjata mereka beradu.
Beberapa kali sabetan pedang dari si Ular, mampu ditahan Mey dan Midun.
" bughhh " tiba-tiba Midun terkena tebasan ekor ular, membuatnya terlempar jauh dan berguling ditanah.
" tsreng.." Mey kini sendirian melawan si Ular. Mey terus berusaha menghindari setiap serangan dari si Ular.
Aku tak tega melihat Mey kesusahan melawan Ular itu. Aku mengambil gulungan kertas yang tadi aku simpan di tas yang aku bawa. Ku buka gulangan kertas itu, dari dalam gulungan kertas muncul sebilah pedang. Ini adalah pedang warisan dari kakeku yang pada saat perang hantu jawa ke2 mampu menusuk jantung Lusor, pemimpin aliansi timur.
Kini tangan kananku memegang sebilah pedang. Aku berlari meninggalkan saung menuju tempat mereka bertarung. Mey saat ini sedang dililit oleh ekor si Ular, Mey kesulitan bergerak. Si ular bersiap menebaskan pedangnya pada Mey. Midun yang tergeletak ditanah berusaha melepaskan anak panah untuk menolong Mey.
" slepp " anak panah berhasil dilepaskan Midun.
" treng.. " si Ular ternyata dengan mudah menangkis panah Midun dengan pedangnya.
Kembali fokus si Ular mengarah pada Mey. Si ular melepaskan sabetan pedang ke arah Mey.
" Tsreng... " aku tepat waktu berhasil menahan pedang si Ular menggunakan pedangku.
" Sayang.. " ucap Mey lirih.
Tak kupedulikan ucapan Mey, aku mendorong pedang si ular. Membuat badan si Ular sedikit mundur.
" Srebbb.. " aku dengan cepat memotong ekor si Ular yang membelit Mey.
" Buesshh " ekor si Ular langsung hancur menjadi butiran debu.
" ahhhhh ekorku... " teriak si ular. Berbeda dengan ekornya, tubuh si Ular masih utuh.
" kamu gapapa Mey " tanyaku, menatapnya.
" Makasih sayang, aku kangen " jawab Mey.
" heh Kwehni, aku tak butuh pertolonganmu " ucap Midun dengan sombongnya, meskipun saat ini dia terkapar tak berdaya.
" jangan geer dulu, aku kesini bukan untuk menolongmu tapi untuk melindungi Mey " ucapku sinis.
" awas kau Hiro.. awww " ucapnya kesal, mencoba bangkit namun tak mampu dan merasa kesakitan.
Ku balas dia dengan tatapan sinis.
Mey terus saja memeluku, ini bukan pelukan ketakutan karena hampir mati ditangan Ular itu. Tapi ini pelukan hangat dari wanita yang telah lama merindukan orang yang disayanginya.
" Bantu aku Mey melawan Ular itu, apa kau masih punya tenaga " bisiku pada Mey.
" iyah sayang tenang aja " jawabnya.
Kami berdua kemudian melepaskan pelukan lalu langsung menghadap ketempat si Ular berada.
Rupanya ekor si Ular sedikit demi sedikit tumbuh lagi.
" Hahaha tak semudah itu mengalahkanku " ujar si Ular sambil tertawa.
" apa yang kau inginkan disini ? Apa kau tersesat untuk pulang ke kerajaanmu diselatan ? " tanyaku padanya.
" aku ingin kekuatan dari pohon itu. Aku ingin bertambah kuat sehingga Ratu akan menaikan pangkat dan jabatanku hahaha " jawabnya.
" hahahaha " aku tertawa mendengar jawabanya.
" kau terlalu serakah, dengan kau datang kesini bukan kekuatan yang akan kau dapatkan. Tapi kemusnahan " Bentaku.
" akan ku bunuh kau bocah " teriaknya.
Dia langsung menghampiriku dan menyerang dengan sangat emosi.
" Tsrenggggg " kedua pedang kami beradu dan adu kuat.
Ekornya bergerak bersiap menebasku.
Dengan sigap aku melompat menghindari serangan ekor si Ular.
" Bughhht " dengan cepat sebuah tendangan dariku mengenai dadanya. Diapun terdorong kebelakang lalu tak lama dia ambruk.
" lebih baik kau pulang dan kembali ke kerajaanmu. Selama ini kami tidak ada masalah dengan kerajaan ular dari pantai selatan " ucapku pada ular itu.
" awas kau bocah, akan aku balas " ucapnya yang sudah bangkit dan mencoba menyerangku kembali.
" Tsreng " kembali pedang kami beradu.
Aku mendorong pedangku hingga membuatnya mundur kebelakang. Aku sudah mengenal bagaimana pola serangan ular itu. Ekornya kembali bergerak bersiap menyerangku.
" Srebbb " aku memotong ekor yang bergerak menyerangku.
" Bughhh " diikuti tendangan kaki kanan kearah perut si Ular.
" argghhhh sialll.. awas kau bocah " geram kesal si ular.
" Tsrenngg " kembali pedang kami beradu kuat.
" Bughhh " sebuah tendangan lagi dariku mengenainya.
" sudah ku bilang lebih baik kau pulang, kembali kekerajanmu " ucapku.
" aghhhh banyak bicara kau " ucapnya.
Nampaknya dia sudah kelelahan, terasa dari tekanan di pedangnya mengendur.
" Bughhh " kembali aku mampu menendang dada si Ular. Membuatnya terhuyung mundur kebelakang.
" ahhhh rasakan ini " teriak si Ular menyabetkan pedang dengan sekuat tenaga.
" Tsrreennnggg. . " kedua pedang kami beradu sangat kuat. Hingga terlepas dari pengangan masing-masing.
Dia sedikit lengah ketika pedang terlepas dari tanganya.
" Bughhh... bughhh... " dua buah pukulan aku lepaskan berturut-turut kearah perut si Ular.
" Bugghhhh " diakhiri dengan sebuah tendangan keras dan sangat telak. Membuatnya ambruk kebelakang.
" sekarang Mey " teriaku pada Mey dan sedikit menjauhi si Ular.
Mey sudah bersiap memegang busur dan anak panahnya.
" sluph " Mey melepaskan anak panahnya ke atas langit. Seketika panah itu berlipat ganda menjadi empat buah anak panah. Keempat anak panah itu menukik ke arah si Ular.