Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Terjebak di Amanika

Siapa tokoh perempuan favorit kalian di cerita ini?

  • Karina

  • Nabila

  • Gendis

  • Widi

  • Rini


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Bimabet
Wah, akhirnya tamat juga, terimakasih suhu @fathimah yang telah membuat cerita yang sangat luar biasa ini. Di tunggu 5 part terakhir serta karya-karya selanjutnya.
 
Epilog 1: Hadiah

"Selamat ulang tahun, kami ucapkan ... Selamat panjang umur, kita kan doakan ..." lagu ulang tahun yang sangat populer di tanah air tersebut mengalun dari sebuah rumah berukuran mungil di salah satu sudut ibu kota.

Meski tidak terlalu besar, rumah bercat putih itu tampak ramai dipenuhi anak-anak kecil beserta para orang tua mereka. Keceriaan mereka tidak berhenti meski hari sudah beranjak malam.

Seorang perempuan berjilbab tampak menjadi sosok yang paling bahagia di rumah tersebut. Ia memang tampak sibuk melayani para tamu yang bergiliran memberi kado dan mengambil makanan. Namun rasa lelah tersebut tampak tertutupi oleh keceriaan seorang anak laki-laki yang justru tengah sibuk mencolek-colek kue ulang tahun miliknya yang bertahtakan sebuah lilin merah yang berbentuk angka lima.

Perempuan tersebut seperti lupa bahwa kejadian buruk baru saja menimpanya beberapa minggu lalu. Sebuah kejadian yang selain hampir merebut martabatnya sebagai perempuan alim dan terhormat, tetapi juga hampir mencabut nyawanya.

"Bu Gendis, ini piringnya ditaruh di mana?" Ujar seorang tamu sambil membawa sebuah piring yang telah kosong.

"Owh, taruh di dekat wastafel saja, Bu," jawab Gendis yang hari ini tampak cantik dengan baju gamis panjang yang berwarna merah muda. Sehelai kain jilbab berwarna serupa pun turut membelit kepala perempuan berwajah rupawan tersebut. "Terima kasih, ya."

Gendis-1.jpg

Gendis tak henti-hentinya melemparkan senyum kepada para tamu yang hadir. Namun bila diperhatikan, ia berkali-kali memandang ke arah jam dinding yang terletak di ruang tamu rumahnya, tempat pesta ulang tahun diadakan. Setiap 10 menit sekali, ia pun terus memeriksa smartphone yang ia letakkan di kantong pakaiannya, seperti menunggu pesan yang tidak kunjung datang.

Semakin malam, satu per satu tamu pun beranjak pulang. Mereka memang meninggalkan rumah tersebut dengan kondisi yang berantakan, tetapi Gendis tidak mempermasalahkannya karena toh besok akan ada yang merapikan, seorang asisten rumah tangga yang memang ia sewa untuk membersihkan rumahnya.

Meski begitu, Gendis masih terus melihat smartphone miliknya dan sesekali melihat ke arah depan rumah, seperti tengah menunggu seseorang. Perhatian perempuan tersebut baru teralihkan saat ada seorang anak kecil yang menarik-narik pakaiannya.

"Mama, aku ngantuk. Mau bobo ..." ujar anak kecil tersebut.

Gendis pun langsung berjongkok di hadapan sang anak, dan mengelus-elus rambutnya. "Oke, jadi mau buka kadonya besok saja?"

Anak kecil yang matanya sudah tampak sayu tersebut pun menganggukkan kepala.

"Baik kalau begitu. Rangga ingat, sebelum bobo harus ngapain?"

"Pipis, cuci muka, dan gosok gigi."

"Pinter ... Ayo kita ke kamar mandi, lalu lakukan tiga hal tersebut," ujar Gendis dengan suara yang hangat khas seorang Ibu. "Rangga senang hari ini ulang tahun sama teman-teman?"

"Senang, Ma."

"Apa yang paling membuat senang?"

"Hmm, Rangga senang dapat kado yang banyak ... Dan teman-teman Rangga semuanya datang."

Gendis tersenyum melihat keluguan anak laki-lakinya tersebut. Setelah kepergian sang suami karena virus mematikan beberapa waktu lalu, perhatian dan kasih sayangnya memang hanya tertuju pada sang bocah yang berada di hadapannya ini.

"Kalau Rangga jadi anak yang pintar, nanti kamu akan mendapat kado lebih banyak lagi," ujar Gendis.

"Yang benar Ma?"

Gendis pun mengangguk sambil tersenyum manis.

"Asyiiikkk ..." ujar sang anak sambil melonjak kegirangan. Ia pun langsung mengambil sikat gigi dan odol untuk melaksanakan rutinitas malamnya dengan perasaan bahagia.

Seluruh hidupnya, selama ini memang hanya Gendis curahkan untuk sang anak. Namun hal itu mungkin akan berubah dalam waktu dekat.

***​

Gendis melirik ke arah anaknya yang sudah terbaring di atas ranjang. Mata sang anak tampak sudah terpejam, dan mungkin ia kini sudah masuk ke alam mimpi untuk bertemu kembali dengan teman-teman yang ia undang di acara ulang tahun tadi. Gendis menatap wajah polos sang anak dengan hati bahagia. Ia pun mengecup pipi anak bernama Rangga tersebut dengan penuh rasa cinta.

Setelah yakin bahwa anaknya tidak akan bangun lagi, Gendis pun bangkit dari tempat tidur sang anak, dan berjalan keluar untuk menuju dapur. Di sana, ia langsung membuka lemari pendingin dan mengambil sebuah botol minum. Begitu ramainya tamu yang datang ke acara ulang tahun tersebut, membuat perempuan tersebut sampai lupa untuk mengisi cairan tubuhnya dengan air putih. Ia pun merasa lebih segar saat beberapa teguk air dingin melewati kerongkongannya yang mulai kering.

"Tokk ... Tokk ... Tokk ..." tiba-tiba terdengar suara ketukan dari pintu depan.

"Iya, sebentar," jawab Gendis sambil berjalan menuju asal suara. Sebelum sampai di dekat pintu, ia tampak merapikan baju terusan berwarna merah muda tersebut, yang sedikit lecek di beberapa bagian saat ia menemani anaknya tidur malam.

Setelah membuka pintu, Gendis tampak tidak kaget saat melihat sosok lelaki muda berusia 26 tahun dengan kemeja lengan pendek dan celana jeans panjang tengah berdiri di teras rumahnya. Pria tersebut tampak membawa sebuah kado berbungkus kertas warna-warni.

"Mau ngapain ke sini? Sudah malam ... Rangga juga sudah tidur," ujar Gendis dengan nada ketus.

Mendengar itu, sang pria pun merasa bersalah dan mulai menggaruk-garuk kepalanya. "Aku minta maaf, tadi pekerjaan di kantor banyak banget jadi harus diselesaikan dulu. Aku juga gak mau datang ke sini dalam keadaan berantakan habis pulang kerja. Makanya aku pulang dulu, mandi, dan ganti pakaian."

Sebagai seorang karyawan di kantor yang sama, Gendis sebenarnya memahami alasan tersebut. Ia sendiri sering tidak bisa pulang tepat waktu untuk menemani sang anak mengerjakan PR yang diberikan Taman Kanak-Kanak tempat Rangga belajar setiap hari. Perusahaan multifinance tempat mereka bekerja memang terkenal punya beban pekerjaan yang cukup berat, meski kompensasi penghasilan yang mereka dapat juga bisa dibilang lumayan.

Namun perempuan berjilbab tersebut tetap merasa kesal karena sang pria seperti ingkar janji. Sejak kejadian di Amanika yang mengubah hidup mereka berdua, keduanya memang rutin berkomunikasi lewat WhatsApp, meski masih menahan diri untuk bertemu langsung selama dua minggu terakhir. Lewat pesan WhatsApp, sang pria sempat berjanji untuk datang ke pesta ulang tahun Rangga, dan menjadikan momen itu sebagai saat pertama kali mereka bertemu sejak tragedi di Amanika. Namun ternyata sang pria tidak mampu memenuhi janji tersebut.

"Tapi ini sudah malam, acaranya sudah selesai. Lebih baik kamu pulang lagi saja," ujar Gendis sambil berniat menutup pintu rumahnya. Namun gerakan tersebut langsung ditahan oleh sang pria.

"Tunggu, Bu. Bagaimana kalau Ibu terima kadonya dulu, kan mubazir kalau kado ini tidak sampai di tangan Rangga."

"Ya sudah. Pulang sana," Gendis pun menerima kado tersebut, lalu kembali bergerak untuk menutup pintu. Sang pria lagi-lagi menahan pintu tersebut sehingga tetap dalam kondisi terbuka.

"Apa lagi sih? Kan aku sudah minta kamu untuk pulang."

"Hmm, katanya tamu itu raja? Masa raja gak dikasih air minum dulu sih?"

"Rajanya datang terlambat, air minumnya sudah habis," ujar Gendis yang kesabarannya seperti akan habis.

"Masa sih istana seperti ini tidak ada air putih sama sekali? Boleh donk, minta sedikit. Tadi perjalanan jauh soalnya naik motor," ujar sang pria sambil melirik ke arah sepeda motor bertipe matic miliknya yang terparkir di depan rumah.

Gendis merasa sedikit kasihan pada pria muda tersebut, yang sudah meluangkan waktu untuk datang. Ia melirik ke arah jam dinding di ruang tamu rumahnya yang ternyata sudah menunjukkan pukul 11 malam. Meski masih merasa kesal, ia tentu tidak tega membuat sang pria sampai dehidrasi di tengah malam seperti itu.

"Ya sudah, aku ambilkan minum dulu sebentar. Kamu tunggu saja di sana," ujar perempuan tersebut sambil menunjuk kursi duduk yang berada di teras rumah.

"Oke, Bu. Siap."

Gendis pun langsung beranjak menuju dapur, mengambil botor air minum, lalu menuangkan isinya ke sebuah gelas kaca. Kemudian, ia langsung kembali menuju teras depan demi menemui sang tamu yang datang terlambat itu.

"Ini minumnya," ujar Gendis sambil meletakkan gelas yang ia bawa di atas meja kecil yang diapit dua buah kursi duduk.

"Terima kasih, Bu Gendis yang cantik."

"Nanti setelah minum, kamu langsung pulang ya. Saya mau tidur dulu, sudah ngantuk nungguin seseorang yang katanya mau datang ke ulang tahun Rangga tapi gak sampai-sampai."

Pria tersebut tidak menjawab, dan hanya tersenyum lembut ke arah sang perempuan.

Gendis pun tidak main-main dengan perkataannya. Ia langsung kembali masuk ke dalam rumah, lalu menutup pintu. Sebelum kembali ke kamarnya sendiri, ia menyempatkan diri untuk membuka kamar sang anak dan melongok ke dalam. Rangga sepertinya masih nyenyak tidur.

Namun belum sempat perempuan tersebut berbalik untuk langsung beranjak menuju kamarnya sendiri, ia merasakan kehadiran seorang pria yang langsung memeluknya dari belakang. Ia pun langsung mengetahui siapa pria tersebut.

"Tomi, hentikan ... Ibu kan sudah bilang kalau setelah minum kamu harus segera pulang," ujar Gendis berusaha membujuk sang pria yang merupakan rekan kerjanya di kantor tersebut.

"Bagaimana aku bisa pulang, kalau di hadapanku ada perempuan dengan tubuh seindah Ibu," bisik Tomi sambil meletakkan tangannya di perut Gendis. Ia menyadari kalau perempuan tersebut tidak terlalu serius mengusirnya, terbukti dari tidak terkuncinya pintu depan yang membuat dia bisa masuk dengan bebas.

"Ibu gak suka dengan cowok yang suka ingkar janji. Lebih baik kamu pulang atau ..."

"Atau apa Bu?" Ujar Tomi memotong kata-kata perempuan tersebut, sambil mengecup pipinya yang masih berbalut make up yang ia kenakan untuk pesta ulang tahun anaknya. Aroma tubuh perempuan tersebut yang merupakan gabungan dari parfum dan keringan justru membuat birahi Tomi semakin naik. "Bukankah nanti Ibu justru akan kecewa kalau aku pulang sekarang?"

"Ihh ... pede banget kamu. Selama ini juga aku sendirian di sini, dan tidak pernah ada masalah."

"Memang tidak ada masalah sih, tapi sepertinya ada yang kosong di bagian sini," Tomi mulai menurunkan tangannya untuk meraba daerah selangkangan Gendis yang masih tertutup pakaian panjang.

"Ssssshhh ... Hentikan, Tom. Ingat kita masih di kamar Rangga, nanti dia bangun."

"Makanya, ayo sini keluar, Bu. Biar Rangga tidak bangun," ujar Tomi sambil melepaskan pelukannya, lalu menarik tangan Gendis keluar. Perempuan tersebut pun menurut. Ia sempat menutup pintu kamar sang anak agar tidurnya tidak terganggu, sebelum memasrahkan tangannya yang ditarik oleh Tomi.

Tanpa basi-basi lagi, Tomi langsung merengkuh tubuh indah Gendis begitu mereka telah keluar dari kamar Rangga. Tanganya tampak menarik pinggul montok sang perempuan, hingga tubuh keduanya saling berhimpitan.

Perempuan tersebut memang masih tampak seksi di usianya yang sudah kepala tiga. Buah dadanya yang membusung, lengkap dengan pinggul dan bokong yang montok, membuat syahwat lelaki yang melihatnya pasti akan langsung naik. Apalagi kini perempuan tersebut mengenakan pakaian panjang yang menutupi sampai mata kaki, tetapi ketat membentuk tubuh sintalnya.

"Indah sekali tubuhmu ini, Bu Gendis," ujar Tomi dengan nada berbisik, seperti tidak ingin membangunkan Rangga.

"Aku masih kesal sama kamu. Mengapa kamu ingkar janji," ujar Gendis dengan nada suara serupa, yang terdengar begitu romantis di telinga pemuda tersebut. Matanya menatap Tomi dengan tatapan yang sendu.

"Semoga ini bisa mengurangi kekesalan Ibu," ujar Tomi sambil mengecup bibir Gendis secara perlahan.

Pria tersebut kini bisa merasakan manisnya bibir janda beranak satu tersebut, dan langsung mengulumnya dengan penuh nafsu. Setelah hampir semenit bermain-main dengan bibir Gendis, Tomi pun tak tahan untuk menorobos masuk ke rongga mulut sang perempuan dengan lidahnya.

Tak disangka, Gendis seperti tidak berusaha sama sekali untuk mencegahnya. Perempuan tersebut justru ikut menggerakkan lidahnya untuk membelit lidah Tomi, hingga liur mereka saling bertemu dan bertukar tempat. Setelah ditinggal mati oleh sang suami tercinta, Gendis memang seperti hausl akan kepuasan birahi, yang sekarang mulai terobati dengan kehadiran sang pria muda yang berusia jauh di bawah dirinya.

Dengan posisi tubuh mereka yang saling menempel, Tomi pun bisa merasakan detak jantung Gendis yang semakin meninggi. Birahi pemuda tersebut naik secara drastis, apalagi ketika ia menyadari payudara Gendis yang membusung kini menempel tepat di dadanya, meski mereka berdua masih sama-sama mengenakan pakaian lengkap.

"Kamu gak bisa bikin kekesalan Ibu berkurang malam ini, Tomi. Nggak bisa," ujar Gendis di sela-sela percumbuan mereka.

Anehnya, kata-kata penolakan tersebut justru makin membangkitkan nafsu dan semangat muda pria tersebut. Pakaian indah yang dikenakan oleh Gendis pun semakin membuat kemaluannya menegang di balik celana jeans. Tomi mulai menjelajahi payudara Gendis dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya masih setia memeluk tubuh indah tersebut sambil mengelus-elus punggungnya.

"Mari kita buktikan di akhir malam ini, apakah Ibu masih kesal dengan aku atau tidak," bisik Tomi yang telah melepaskan ciuman mereka berdua.

"Sepertinya masih, kecuali ada hal luar biasa yang terjadi malam ini," balas Gendis sambil mengelus-elus dada sang pria.

Perlahan, perempuan yang masih mengenakan jilbab tersebut mulai melepaskan kancing kemeja Tomi satu per satu, dari bawah ke atas. Pria tersebut ternyata tidak mengenakan kaos dalam di baliknya, membuat Gendis kini bisa meraba langsung dada bidang Tomi dengan telapak tangannya yang halus. Elusan tersebut membuat Tomi menggelinjang, apalagi ketika telunjuk Gendis seperti berputar-putar di sekitar puting dadanya.

"Aku sudah tidak tahan, Bu," ujar Tomi sambil menarik tangan Gendis ke arah sebuah sofa yang berada di ruang tamu.

Pria muda tersebut pun langsung melepas kemejanya, yang kancingnya telah terlepas karena ulah Gendis. Ia pun mengajak janda muda tersebut untuk duduk tepat di sebelahnya. Diperlakukan seperti itu, Gendis pun tersipu malu. Saat masih bersama dengan suaminya pun, justru perempuan tersebut yang biasanya mengambil inisiatif dan sang suami hanya pasrah menerima kenikmatan. Jauh berbeda karakternya dengan Tomi yang seperti ingin membimbing Gendis untuk menuruti kemauan birahinya.

"Elusin kontol aku, Bu," bisik Tomi sambil mengarahkan tangan Gendis yang halus ke arah selangkangannya.

Perempuan cantik itu menurut, hingga dia bisa merasakan tonjolan besar yang seperti ingin melesak keluar dari balik celana jeans yang dikenakan Tomi. Tak tahan hanya meraba dari luar, Gendis kemudian melepaskan kaitan celana panjang tersebut serta resletingnya, lalu memelorotkannya ke bawah. Hal yang sama pun ia lakukan kepada celana dalam yang dikenakan Tomi.

"Nggghhhh, Buuuuuuuuuu ..."

Tomi terdengar mengerang saat jemari Gendis mulai meraba langsung kepala penisnya. Apalagi kemudian tangan sang perempuan yang masih mengenakan pakaian panjang dan jilbab tersebut bergerak naik turun, mulai dari ujung sampai pangkalnya yang tertutup bulu-bulu tipis. Biji pelir Tomi pun tidak luput dari usapan tangan perempuan cantik itu.

"Ahhh, Buuuu ... Sudah lama banget aku pengin tangan indah kamu yang biasanya cuma dipakai untuk mengetik laporan itu, agar berlabuh ke kontol aku yang besar ini. Ahhhhhh."

Mendengar kata-kata itu, Gendis semakin terangsang. Perempuan tersebut mulai menurunkan kepalanya untuk mendekati selangkangan Tomi, lalu mengecup ujung penis sang pria dengan bibirnya.

"Cupppp ..."

Tomi merasakan sensasi ngilu, meski terasa nikmat. Apalagi kemudian Gendis mulai mengeluarkan lidahnya untuk menjelajahi batang kemaluan Tomi yang sudah begitu tegang. Pria tersebut hanya bisa menggigit bibirnya sendiri, sambil mengelus-elus bagian belakang kepala sang perempuan yang berbalut jilbab halus, ketika Gendis mulai menghisap testisnya.

"Sluuurrrrpphh ...."

"Ahhh, iya begitu Bu. Aku gak sangka Bu Gendis staf paling cantik dari divisi administrasi ternyata pinter banget nyepong, ahhh."

Gendis tampak sudah mulai memasukkan penis Tomi ke dalam mulutnya. Lidah sang perempuan pun langsung bermain-main dengan batang yang sudah sangat tegang tersebut. Terkadang, Gendis pun melakukan variasi dengan menyedot kemaluan tersebut dengan kuat.

Tomi merasa libidonya sudah mulai tidak terkendali. Tangannya kini sudah bermain-main di punggung Gendis, bahkan sampai mengelus-elus bokong perempuan tersebut yang memang begitu montok. Bila tidak sadar bahwa hari sudah malam dan ada seorang anak kecil yang sedang tidur di dalam rumah itu, mungkin Tomi sudah akan berteriak kencang karena begitu nikmatnya rangsangan yang diberikan Gendis dengan mulutnya.

"Ampun, Bu Gendis, ahhhh ... mantan-mantan aku aja gak bisa ngasih blow job seenak ini. Tapi janda muda kayak Ibu malah bisa, nggghhhh."

Gendis melepaskan kulumannya di penis Tomi, lalu tersenyum ke arah pria muda tersebut. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, ia tentu bangga masih bisa memberikan kepuasan kepada seorang pria, meski pria tersebut belum menjadi suami sahnya. Dalam hati perempuan cantik itu sebenarnya merasa bersalah, tetapi tidak kuat juga dirinya menahan gejolak birahi yang lambat laun seperti ingin meledak.

Tomi pun mendekati wajah Gendis untuk mengecup kembali bibir indah sang perempuan yang seperti terus menggoda dirinya sepanjang malam ini.

"Kamu mau ... Mau ke kamar Ibu?" Tanya Bu Gendis setelah keduanya saling memagut selama beberapa menit. Liang senggama yang berada di selangkangannya terasa mulai lembab, seperti memberikan kode bahwa ia sudah tidak tahan untuk mendapat kepuasan.

"Ibu yakin?" Tanya Tomi memastikan. Ia tahu betapa tidak mudah bagi seorang istri yang ditinggal suaminya, untuk membawa pria lain masuk ke kamar suci tempat pasangan tersebut sebelumnya memadu kasih.

Gendis pun mengangguk.

"Baiklah kalau ibu memaksa," ujar Tomi sambil tersenyum. Pria tersebut, yang sudah dalam posisi telanjang, kemudian mengikuti Gendis yang memimpin jalan menuju kamar tidurnya.

Sesampainya mereka berdua di dalam kamar, Gendis langsung mendorong Tomi hingga sang pria muda tergeletak di atas ranjang. Ia sendiri mulai membuka resleting di bagian punggung, lalu menanggalkan pakaian panjang yang ia kenakan. Di baliknya, sang perempuan cantik tersebut ternyata telah mengenakan sepasang lingerie berwarna oranye, yang tampak tidak sempurna menutup bagian payudara dan vaginanya.

"Bu Gendis ..."

Tomi tampak tidak bisa berkata-kata melihat keindahan yang terpampang di hadapannya. Seorang ibu muda berjilbab yang biasanya selalu mengenakan pakaian sopan dan bersikap alim apabila bekerja di kantor, kini hanya mengenakan lingerie seksi dan secarik jilbab, tanpa apa-apa lagi untuk menutupi tubuhnya yang indah. Lekuk demi lekuk tubuh perempuan tersebut yang begitu seksi, kini bisa jelas dipandang oleh Tomi.

"Kok kaget, kan kamu yang membelikan Ibu lingerie ini," ujar Gendis sambil mendekat ke arah Tomi yang berada di ranjang, lalu menindih tubuh pria muda tersebut.

Beberapa hari lalu, Tomi memang iseng membeli lingerie yang ia suka di toko online, lalu mengirimkannya ke Gendis. Namun ia tidak menyangka bahwa sang perempuan akan langsung mengenakannya di saat mereka bertemu untuk pertama kalinya malam ini, setelah sekitar dua minggu terpisah. Dan apabila perempuan cantik itu sudah mengenakannya saat ini, berarti ia telah memakainya sejak acara ulang tahun anaknya tadi sore. Bayangan tersebut pun membuat Tomi jadi begitu bergairah.

"Pantas saja dia ngambek ketika aku datangnya telat, ternyata sudah siap-siap pakai lingerie pas ulang tahun Rangga," pikir Tomi dalam hati.

Gendis mulai bergerak binal menggerayangi tubuh Tomi dengan tangan dan lidahnya. Pria tersebut bahkan sampai menggelinjang hebat karena rasa geli saat sang perempuan menyapu puting dadanya dengan lidah. Gendis sempat ingin melepas hijab yang ia kenakan, tetapi Tomi dengan segera menahannya.

"Jangan, Bu. Aku lebih suka Ibu pakai jilbab begitu. Kelihatan lebih binal," bisik pria tersebut.

Gendis hanya tersenyum. "Ihhh. Kamu nakal banget sih, Tom."

Tomi yang sudah tidak tahan kemudian berusaha melepas lingerie yang dikenakan perempuan tersebut, hingga ia pun bugil tanpa busana. Mengerti bahwa sang pria muda sudah ingin melanjutkan aktivitas mereka ke arah yang lebih intim, Gendis langsung memposisikan kemaluannya tepat di atas penis Tomi. Awalnya hanya gesekan biasa, tetapi lama kelamaan berubah seperti undangan untuk memasuki liang senggama yang indah tersebut.

"Gerakan Ibu binal banget sih, kayak lonte kelas atas. Ngghhhh."

Mendengar kata-kata itu, Gendis menjadi semakin terangsang. Dalam hati ia penasaran apakah pria muda yang merupakan rekan kerjanya itu pernah mencicipi pelacur mahal di luar sana, tetapi syahwat yang menggebu membuat perempuan cantik itu tidak ingin membahasnya sekarang.

"Masukin ke dalam donk, Tom. Ibu sudah tidak tahan. Dulu kalau di kantor melihat kamu pulang kerja, Ibu sering bayangin disodok kamu di pojokan ruang administrasi sambil masih pakai jilbab kayak gini, ahhh ..."

"Ahh, Ibu kenapa gak bilang. Aku kan juga pengin kalau bisa dorong Ibu ke dinding ruangan Ibu, terus genjot tubuh Ibu dengan kontol aku yang perkasa ini."

Perlahan Tomi mulai melesakkan kemaluannya ke dalam vagina Gendis yang masih menindihnya dari atas. Pria tersebut pun langsung bisa merasakan kehangatan liang senggama tersebut, dan kerasnya jepitan dindingnya yang seperti ingin menghisap-hisap alat kelamin miliknya. Tomi merasakan jepitan Gendis seperti lebih rapat dibanding yang ia rasakan dua minggu lalu di Amanika. Mungkin hal itu terjadi karena kini mereka berdua sudah tidak khawatir akan ada yang memergoki baik rombongan yang lain atau tentara Tukatu.

Di posisi woman on top tersebut, keduanya tampak merasa keenakan. Baik Tomi dan Gendis sama-sama mengeluarkan desahan dan erangan yang kian lama kian kencang. Sang perempuan berjilbab bahkan terus naik turun di atas tubuh sang pejantang dengan gerakan birahi yang tidak terkontrol.

"Ahhh, sedotan Ibu enak banget sihhhh ... Luar biasa," ujar Tomi sambil memainkan kedua payudara Gendis dengan cara meremasnya dan memainkan jemari di putingnya.

Gendis tidak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya menjawab dengan gerakannya yang makin cepat memacu penis Tomi yang terus menegak, menusuk-nusuk kemaluannya yang sudah kian basah. Gerakan mereka semakin lama semakin tidak terkontrol.

"Oh My God, Tomi ... Enak banget kontol kamu, ahhhh."

"Bu Gendissss, memeknyaa ... ahhhh, aku suka banget ngentotin janda muda kayak Bu Gendis, nggghhh."

Bila terus beradu birahi di posisi ini, aku merasa akan segera orgasme, terutama karena melihat langsung bagaimana gerakan Bu Gendis yang benar-benar binal di atas tubuhku. Aku pun menarik tubuh perempuan tersebut agar berbaring di atas ranjang, sedangkan aku berbalik naik ke atas untuk menindih tubuhnya.

Tanpa menunggu waktu lama, Tomi pun langsung menyelipkan penisnya yang besar di sela-sela liang senggama Gendis, lalu menggenjotnya dengan gerakan yang stabil.

"Tomiii, oohhhh ... Lebih cepet Tom ... Oh, oh, oh ... Enak banget sih kontol kamu," ujar Gendis meracau sambil terus menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama genjotan Tomi yang makin kencang. Ia tampak sudah memejamkan mata demi menahan gejolak birahi yang meronta-ronta di dalam tubuhnya.

Tak terhitung lagi sudah berapa lama Tomi menikmati tubuh indah sang janda beranak satu tersebut. Keduanya sudah mulai kehabisan stamina, meski hati mereka masih ingin terus menikmati persetubuhan yang liar itu.

Tomi benar-benar tidak menyangka Gendis akan bersikap sebinal itu melayani birahinya di atas ranjang yang biasanya ia gunakan untuk tidur bersama sang suami.

"Apakah ini artinya Bu Gendis sudah menganggap aku sebagai suami sahnya. Ahh, nikmat sekali apabila mempunyai perempuan semontok dan sebinal Bu Gendis sebagai istri. Ia pasti akan memberikan kepuasan setiap kali aku bangun pagi dan akan berangkat kerja, sehingga aku tidak perlu onani sendirian lagi. Nggghhh," pikiran kotor itu membuat Tomi kian dekat dengan puncak birahinya.

Tanpa ia duga, Gendis pun sepertinya sudah tak ingin lagi menahan orgasmenya. "Ayo cepet selesaikan, Tom. Semprot aku dengan sperma kamu yang jantan itu. Ahh, ahh, ahhh ..."

"Aku genjot yang kenceng ya tubuh Ibu ... Oooooohhhh."

"Kenapa bisa enak banget gini sih, Tom. Ahhhhh ..." mata Gendis kini merem melek sambil tubuhnya berusaha mengikuti irama genjotan Tomi di selangkangannya.

Payudara Gendis yang terbuka bebas tampak bergoyang-goyang lucu, menambah panas situasi persetubuhan tersebut. Tubuh sang perempuan yang begitu mulus kini telah bercampur keringat karena aktivitas birahi mereka berdua, membuat nafsu Tomi kian memuncak.

"Ayo, Tomi ganteng ... Ohhh, ohhh, ahhh ... Nggghhhh."

"Bu Gendis, aku suka ngentotin kamu ... Ahhhhhhh."

"Ampun Tommmm. Oh, ah, oh, ah, ohhhhh ..." Tangan Gendis kini telah bersandar di pundak Tomi, dan menekannya kencang.

"Bu Gendisssss, gini ya rasanya ngentotin senior di kantor yang memeknya sempit, ahhhh."

"TOOMMIIII OOOOOHHHH ...."

Seiring dengan lenguhan panjang tersebut, keduanya pun mencapai puncak kenikmatan bersama-sama. Gendis merasa tulangnya seperti terlepas dari tubuhnya, dan hanya menyisakan tumpukan lemak yang tidak bertenaga untuk bergerak sedikit pun.

"Maaf ya, Bu. Aku gak kuat, jadi keluar di dalam," bisik Tomi yang sedikit merasa bersalah.

Gendis pun tersenyum, lalu mengecup bibir pria muda tersebut. "Iya gak apa-apa. Aku lagi gak subur kok. Tapi ..."

"Tapi apa Bu?"

"Tapi kalau ternyata Ibu hamil, kamu mau tanggung jawab?" Dalam hati, Gendis merasa bodoh mengapa dia baru menanyakan itu sekarang, saat sperma Tomi telah muncrat memenuhi rongga vaginanya yang sempit itu.

Untungnya, Tomi seperti tidak keberatan. "Ibu tenang saja, aku akan terus merawat Ibu, dan juga Rangga."

Mereka pun kembali berciuman, sembari melepaskan rasa lelah mereka masing-masing. Dalam kondisi tubuh yang telanjang, mereka berdua pun berusaha mengingat malam ini sebagai memori penting dalam perjalanan hidup mereka di kemudian hari.
 
Makasih updatenya Suhu @fathimah
Ending yg tidak mengecewakan dr seorang janda berjilbab beranak satu dengan lelaki mudanya. Diakhiri dgn dipenuhinya rongga vagina sang wanita oleh muncratan si pria dan janji si pria untuk merawat sang wanita dan anak semata wayangnya.
Mantap Hu :jempol:
Hah jd gak sabar nungguin 4 chapter berikutnya hohoho :genit:
Monggo dilanjut
 
Semakin ke ending, ceritanya kian membara. Sebenernya ada potensi tuh "Terjebak di Amanika" nantinya ada season 2 nya. Terutama yang tokoh bu Gendis & bu Nabila nya. Mungkin judulnya jadi "Tersesat dihatimu, menyenangkan" wqwqwq...

Jadi kyak ada momen cerita ttg tarik ulur hati bu Nabila x pak Harso. Dari yg awalnya nafsu, lama2 kok jadi cinta beneran.. Chuaakzzz

:pedang:

Lalu momen2 dimana bu Nabila terngiang slalu kata janji dalam desahnya silam;

"Walau dia atasan saya, saya rela buka selangkangan saya untuk ia masuki setiap hari di kantorrr, aahhhh".

:pedang:


Dikantor, dirumah, dimanapun terngiang selalu. Bahkan kala bcumbu ama suami sahnya, masi saja terngiang;

:colok:

"saya pinjam dulu istri cantiknya ya pak Rama, saya pengen bikin dia ketagihan sama kontol saya, hingga dia rela jadi pemuas nafsu birahi saya"

:fsedih:

Wuihihihiii..mmbuatnya enggan lanjut, malah rindu ama yg dibayangkan. Bu Nabila jdi sering melamun, ampe temen2 kerja ngiranya ia stres, depresi, trauma. Padahal bu Nabila tengah diperkosa pikirannya oleh kata2 pejantannya & kata2 dia sendiri.. ouuhh.. Diseranglah bu Nabila dalam lamunannya kanan kiri atas bawah berserakan oleh munculnya kata kata di pergumulan mereka;

:fmalu:

"Bu Suyati, kontol suaminya besar banget sih.."

"saya pinjam dulu istri cantiknya ya pak Rama..."

:fgenit:

"Walau dia atasan saya, saya rela buka selangkangan saya.. aahhhh"

"saya pengen bikin dia ketagihan sama kontol saya..."

"Bu Suyati, kontol suaminya besar banget sih.. aahhhh"

"pengen bikin dia ketagihan sama kontol saya, hingga dia rela jadi pemuas nafsu birahi saya"

"saya rela buka selangkangan saya untuk ia masuki setiap hari, aahhhh"

hingga dia rela jadi pemuas nafsu birahi saya"

"saya rela buka selangkangan saya..."
"saya rela buka selangkangan saya..."


".....jadi pemuas nafsu birahi saya"

"....untuk ia masuki setiap hari"
"....ia masuki setiap hari"
"....masuki setiap hari"
"....setiap hari"
"....setiap hari, aahhhh"

:cim:

"...pak Harso tanggung jawab yaahh..."


:joget:

Wqwqwq..jdi kebayang, binor muda, dikantor, dgn mulustrasinya yg nampak centil, ceria, agresif gitu.. orgasme gegara memori rekaman percakapan diacara kawinannya merekaah silam hahay... Dan disaksikan rekan2 kerjanya yg ngira ia depresi berat..
 
menarik . lanjut ceritanya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd