Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Terjebak di Amanika

Siapa tokoh perempuan favorit kalian di cerita ini?

  • Karina

  • Nabila

  • Gendis

  • Widi

  • Rini


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
aaihh makin ngacengin ini Amanika.. hehehe

Yang bikin begitu Amanika-nya apa tokoh-tokoh di ceritanya? Hee

Woooow.... imajinasi liar para tokoh mulai beraksi

Imajinasi liar kamu beraksi juga gak?

Apakah update hari ini? Patut ditunggu

Seperti yang aku sampaikan sebelumnya, update berikutnya rada panjang jadi butuh waktu pengerjaannya
Tapi diusahakan sebelum weekend sudah dipublish di sini, sering-sering mampir aja yaa

Hmm...makin penasaran sama rintih desah & goyangan Nabila nya kelak kaya apa yaa.. wqwq
Posturnya yg padat berisi..kayaknya bakal bikin pak Harso geregetan kalo uda menyusu ke bu Nabila.. Wiu wiu wiu... 😂😂😂
Sedang bu Nabila nya, akankah ia juga ikut gemas dalam meng-ASI si pejantan barunya...hihihi...

Sayang Nabila belum hamil ya, jadi payudaranya gak berisi ASI
Eh, tapi jangan-jangan ... Hmm
 
Kalo belum hamil aja udah berisi
Apalagi kelak kalo suda produksi
Hmm..gurih gurih..nyoy.. 😆

Kali aja ntar dibawah pohonan nan rindang bu Nabil curhat pngn tau rasanya punya anak. Trus pas di hutan mereka ada liat fenomena hewan indukan lagi menyusui anakannya. Bu Nabil bergumam gmna yaa rasanya kaya gitu? Pak Harso saking sange nya spontan mnyahut bu Nabil pingin mempraktekkannya?? eehh anu..maaf... Wqwq...

Dan setela itu,, entahlah.. suasana jadi kaku, kikuk... atau mereka... Malah larut seperti itu induk hewan yg menyusuin anakannya penuh kelembutan & kasih sayang.. Wiu wiu wiu... 😂😂😂
 
Part 20: Beruntung

Hari sudah menjelang sore saat Pak Harso dan Nabila memutuskan untuk kembali beristirahat di sela-sela perjalanan mereka. Keduanya jelas tidak tahu berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan untuk sampai di daerah milik Indonesia, karena peta buatan anak-anak yang mereka dapatkan sebelumnya tidak mempunyai skala yang jelas. Perjalanan tersebut bisa saja membutuhkan waktu dua jam atau dua puluh jam, tidak ada yang tahu.

Nabila-1.jpg

Mereka berdua bahkan tidak tahu apakah peta tersebut benar-benar akurat. Bisa jadi peta tersebut justru membuat mereka berjalan jauh lebih dalam ke arah wilayah Tukatu. Namun karena tidak ada pilihan lain, keduanya pun memilih untuk mengikuti saja peta tersebut dan bersiap untuk menghadapi setiap risiko yang mungkin terjadi.

Seperti biasa, Pak Harso langsung mengeluarkan beberapa bungkus makanan untuk mereka santap dari dalam tas. Sedangkan Nabila akan meneguk air di botol yang ia bawa, lalu memberikannya kepada sang atasan untuk turut meminumnya.

Melihat anak buahnya yang kelelahan, Pak Harso memberikan porsi makanan yang cukup banyak untuk perempuan tersebut. Sebagai kompensasi agar perbekalan mereka tidak cepat habis, sang pria tua itu justru hanya mengambil sedikit untuk dirinya. Pak Harso bahkan tidak meminum terlalu banyak air, dan membiarkan Nabila menikmati sebagian besar air bersih di botol yang mereka bawa dari rumah tempat mereka menginap tadi malam.

"Kalau terpaksa, saya bisa minum air sungai saja," pikirnya.

Suasana tempat mereka beristirahat sebenarnya cukup romantis. Di hadapan mereka ada sebuah sungai dengan arus yang mengalir tidak terlalu deras. Apabila menghadap ke langit, mereka bisa melihat matahari yang mulai turun dari puncak. Terdengar jelas suara binatang-binatang hutan yang seperti bersahut-sahutan, menambah segar suasana di tempat tersebut.

"Tempatnya bagus ya, Pak," ujar Nabila tiba-tiba.

"Betul, Nabila. Kalau kita tidak sedang dalam kondisi seperti sekarang, berwisata ke tempat ini bersama keluarga dan teman sebenarnya merupakan pengalaman yang menyenangkan," jawab Pak Harso.

"Saya jadi ingat suami saya, sedang apa ya dia sekarang?" Ingatan Nabila tiba-tiba tertuju pada sosok pria yang ia cintai tersebut. "Istri Pak Harso juga pasti sedang sibuk mencari Bapak saat ini."

Pak Harso pun menghela nafas panjang. "Jadikan mereka sebagai penyemangat kita untuk bisa selamat dari tempat ini, Nabila. Namun, jangan jadikan mereka sebagai pemupus semangat. Karena tidak ada gunanya apabila kita sibuk mengingat mereka, tetapi justru tidak bisa selamat dari tempat ini," ujarnya.

Nabila pun mengangguk. Suasana hatinya kini memang sudah mulai tenang setelah peristiwa semalam. Hal ini berkat harapan tinggi di hatinya untuk bisa selamat kembali ke Indonesia, fakta bahwa mereka berdua belum bertemu dengan satu pun tentara Tukatu sampai saat ini, serta dorongan semangat dari Pak Harso yang tidak henti-hentinya ia rasakan. Atasannya tersebut seperti punya segudang cara untuk menjaga semangatnya untuk bertahan hidup agar tetap tinggi.

"Jadi, sampai kapan kita harus berjalan kaki menyusuri sungai ini, Pak?"

Pak Harso pun berpikir sejenak. "Sepertinya, hari sudah akan malam. Mungkin lebih baik kalau kita beristirahat saja dulu di daerah sini, sebelum melanjutkan perjalanan besok pagi. Bagaimana menurutmu, Nabila?"

Perempuan cantik tersebut pun mengiyakan saran dari atasannya tersebut. "Boleh, Pak. Kebetulan kaki saya juga sudah tidak kuat untuk melanjutkan perjalanan, sepertinya lebih baik kita istirahat dulu."

Pak Harso sebenarnya juga sudah merasa lelah karena perjalanan sejak pagi tadi. Kakinya seperti akan terlepas apabila ia memaksakan diri untuk meneruskan berjalan. Namun, ia tentu gengsi mengakui hal tersebut di hadapan Nabila, khawatir menurunkan semangat sang Manajer Pemasaran di kantornya tersebut.

"Tapi di mana baiknya kita beristirahat malam ini, Pak? Saya masih takut akan bertemu dengan tentara Tukatu seperti tadi malam kalau kita bermalam di sembarang tempat," ujar Nabila.

Pak Harso berdiri dan mencoba melihat sekeliling tempat tersebut. Pandangannya pun terfokus pada sebuah pohon besar seperti beringin yang berada sekitar 50 meter dari sungai.

"Kalau di sana bagaimana Nabila?" Tanya Pak Harso sambil menunjuk ke arah pohon tersebut.

"Sepertinya tempat tersebut oke. Pohonnya cukup rindang, jadi semoga bisa melindungi kita apabila turun hujan nanti malam. Tapi semoga saja tetap cerah seperti ini ya Pak sampai pagi," jawab perempuan cantik berhijab itu.

"Iya, semoga saja ... Yuk, kita segera ke sana."

Setelah membereskan tas perbekalan mereka, Pak Harso pun langsung bergerak ke arah tempat yang ia tuju, diikuti oleh Nabila di belakangnya.

***​

Di saat yang sama, terdengar desahan sepasang pria dan wanita yang saling bersahutan di dalam sebuah kamar di Resort Hostina. Terlihat seorang perempuan setengah baya yang masih mengenakan jilbab, tampak berdiri dengan posisi menungging menghadap ke jendela besar yang menghadap ke arah pantai. Ia tampak sudah tidak mengenakan sehelai kain pun untuk menutupi payudaranya yang menggantung dan selangkangannya yang terbuka.

Di belakangnya, ada seorang pria berkulit hitam yang juga sudah telanjang tanpa busana. Pria tersebut tampak tengah menggesek-gesekkan kemaluannya yang besar dan belum disunat ke belahan vagina milik sang perempuan. Keduanya tampak telah sama-sama berkeringat, tanda bahwa ini bukan awal dari aktivitas seksual mereka hari ini.

"Aku masukin lagi ya Bu Suyati yang cantik, boleh?" Tanya sang pria tua berkulit hitam itu seperti menggoda lawan mainnya yang berkulit putih dan halus.

Bu Suyati yang sepertinya sudah begitu dimabuk birahi, hanya bisa menganggukkan kepala.

"Apa Bu, saya tidak dengar jawaban Ibu?"

"Boleh, Pak Jeremy."

"Boleh apa Bu?" Ujar pria bernama Jeremy tersebut sambil menggesekkan kemaluannya di selangkangan sang perempuan, sebelum menariknya kembali hingga menjauh, membuat Bu Suyati menjadi tidak tahan.

"Masukkan lagi penis Bapak ke vagina saya ... Ahhhhhh. Cepet, Paaaakkk."

"Ulang lagi Bu, karena ini namanya kontol, dan yang Ibu punya namanya memek. Ayo, Bu."

"Pleasseeeeee ... Masukin lagi kontol Pak Jeremy yang besar dan belum disunat ke memek saya, Ahhhhh."

Pak Jeremy pun tersenyum. Ia merasa telah berhasil menaklukkan seorang perempuan cantik yang sudah mempunyai suami tersebut hingga ketagihan kemaluannya yang berukuran jumbo. Entah sudah berapa kali pria asal daerah timur tersebut memuntahkan spermanya di kemaluan Bu Suyati.

"Baik, Bu. Nikmati neh kontol saya ... Nggghhhh."

Begitu penisnya masuk ke dalam vagina Bu Suyati, pria yang berprofesi sebagai hakim tersebut langsung menggenjotnya maju mundur dari belakang. Vagina hangat dan sempit yang menjadi sarang bagi penisnya sejak tadi malam tersebut kini kembali memberikannya kenikmatan. Posisi tubuh Bu Suyati yang sedang menungging, membuatnya bisa melihat dengan jelas pantatnya yang montok dan punggungnya yang mulus. Ia tampak begitu bangga bisa melihat perempuan yang selalu mengenakan jilbab saat keluar rumah tersebut kini takluk bagai anjing betina yang haus akan genjotan penis perkasa miliknya.

***​

Di tempat lain, tepatnya di sebuah pantai yang berada sekitar lima kilometer dari Resort Hostina, tampak sebuah mobil Avanza berwarna hitam sedang terparkir. Mobil itu terlihat sendirian, tanpa adanya mobil atau motor lain yang juga terparkir di sana, karena pantai tersebut memang bukan objek wisata yang biasa dikunjungi oleh para turis. Yang lebih aneh, tidak tampak sedikut pun pergerakan berarti dari mobil tersebut.

Namun bila ada seseorang yang mendekati mobil itu, maka ia akan mendengar suara desahan seorang pria yang makin lama makin santer terdengar.

"Ngghh, terus Karina ... enak banget sepongan kamu," ujar seorang pria yang tengah duduk di kursi pengemudi. Sambil mengelus-elus kepala perempuan yang sedang melakukan blow job di pangkuannya, ia tampak memejamkan mata tanda tengah menikmati betul apa yang sedang ia rasakan.

"Sluuurrrppp ... Hmmmpphhh ... Slluuuuurrpphh ..."

Hanya terdengar bunyi kecipak liur yang beradu dengan batang kemaluan sang pria yang tidak terlalu panjang itu. Perempuan yang mengenakan baju terusan tersebut tampak begitu fokus mengisap-isap batang tersebut, lengkap dengan biji pelir di pangkalnya. Terkadang, suara pun muncul saat ia menghisap penis tersebut terlalu kuat.

Karina-1.jpg

"Enak Karina, ahhh ... sedot yang kencang sayang," ujar sang pria sambil menekan-nekan kepala perempuan tersebut ke selangkangannya.

"Udah mau keluar, Pak Rama?" Tanya perempuan cantik asal Indonesia timur bernama Karina itu di sela-sela aktivitasnya memberikan blow job kepada penis sang pria.

"Dikit lagi, Karina. Ayo emut yang kuat, nggghhhh .... Kamu pintar sekali bikin aku gak tahan."

Beberapa menit kemudian, tampak Rama sudah tidak bisa menahan gairahnya lagi. Pinggulnya sudah begitu tegang, dan dia pun mulai menjambak rambut hitam sang perempuan agar terus memperkuat isapannya.

Dan tak lama kemudian ... "Crooott ... crooottt ..."

Mulut Karina langsung dipenuhi cairan putih kental yang menyembur dari penis yang sedari tadi dia isap. Cairan yang keluar dalam beberapa gelombang tersebut langsung memenuhi rongga mulutnya, membuat sensasi yang khas baik dari sisi tekstur maupun aroma. Karina pun mencoba mengumpulkan seluruh cairan sperma tersebut agar tidak ada yang tertelan ke kerongkongannya. Begitu merasa gelombang birahi yang baru saja melanda Rama telah usai, Karina pun langsung melepaskan penis tersebut dari mulutnya.

Dengan segera, ia mengambil tisu dan membuka pintu mobil di sisi penumpang, untuk menumpahkan sperma yang tertampung di mulutnya aga semuanya keluar. Ia kemudian membersihkan mulutnya dengan tisu, agar tidak ada lagi bekas sperma yang tersisa.

Setelah itu, ia pun menutup pintu mobil dan langsung merebahkan diri di pundak Rama yang tampak masih ngos-ngosan setelah mengalami orgasme yang kesekian kali selama dirinya berada di daerah timur Indonesia tersebut.

"Terima kasih ya, Karina. Sepongan kamu emang tipe aku banget."

Karina hanya tersenyum mendengar apresiasi tersebut, dan membalasnya dengan mengelus-elus dada Rama yang masih tertutup kaos lengan pendek. Baginya, selama Rama mampu untuk menghidupi dirinya secara finansial, apa pun yang diminta oleh sang pria akan ia penuhi. Termasuk ketika hari ini, di mana Rama ingin mewujudkan fantasinya disepong oleh perempuan cantik itu saat berkendara di mobil. Sesuatu yang tidak akan mungkin dilakukan sang istri, Nabila, sampai kapan pun.

"Ada manfaatnya juga para turis-turis itu terjebak di Amanika," gumam Karina dalam hati.

***​

Matahari telah hilang dari pandangan, dan semburat senja mulai menyeruak memenuhi cakrawala. Pak Harso melihat itu dari balik dedaunan milik pohon besar yang menaungi tempat dirinya dan Nabila akan beristirahat malam ini. Pria tersebut telah menggelar tikar berbahan kain yang ia ambil dari sebuah rumah di bukit Amanika tempat ia menginap semalam. Ukurannya yang tidak terlalu besar membuat tikar itu bisa dilipat sedemikian rupa dan dibawa dengan tas ransel tempat Pak Harso membawa perbekalan. Namun ketika digelar, tikar itu mungkin hanya cukup untuk menampung tiga orang dewasa yang berbaring terlentang.

"Sudah buang air kecilnya, Nabila?" Tanya Pak Harso saat melihat anak buahnya yang berparas manis itu berjalan mendekat dari arah sungai.

"Sudah, Pak," jawab Nabila sambil mengambil posisi untuk duduk di atas tikar. Pak Harso telah duduk di ujung tikar, dan perempuan tersebut pun sengaja duduk di ujung lain, menyisakan jarak sekitar satu meter antara keduanya.

"Sekarang sudah terbiasa ya kita untuk menunaikan hajat di alam terbuka? Hee."

"Iya, betul Pak. Awalnya memang sulit karena tidak nyaman. Tapi mau tidak mau harus dipaksakan, bukan?" Jawab Nabila sambil tersenyum manis ke arah Pak Harso.

Karena hari telah mulai gelap, suhu udara pun terasa menurun di tempat tersebut. Nabila mulai merasakannya, dan berusaha untuk menghangatkan diri dengan melipat tangan di depan buah dadanya yang montok, seperti memeluk dirinya sendiri. Hal itu tentu tidak luput dari perhatian Pak Harso.

"Oh, saya punya sesuatu untuk kamu, Nabila," ujar sang pria tua sambil mencari sesuatu dari tas perbekalan miliknya.

"Apa itu, Pak?" Tanya Nabila penasaran.

Pak Harso mengeluarkan secarik selimut dari dalam tas, lalu langsung menutupi tubuh indah Nabila dengannya. "Wah terima kasih banyak, Pak. Bapak tidak bawa satu lagi untuk Bapak? Atau kita mau bergantian pakai?"

"Tidak usah, Nabila. Kamu pakai saja sendiri. Pakaian saya masih cukup hangat kok," jawab Pak Harso, meski ia sebenarnya hanya mengenakan kaos tipis dan celana panjang berbahan jeans yang tidak hangat sama sekali. Dan Nabila pun tahu itu.

Selimut yang diberikan Pak Harso sebenarnya berbahan tidak terlalu tebal, sehingga bisa masuk di tas perbekalan apabila dilipat sedemikian rupa. Namun, setidaknya itu cukup untuk menahan terpaan udara dingin yang mungkin akan berhembus melewati tubuh Nabila di tengah hutan itu.

Dalam hati, ingin rasanya Pak Harso langsung bergabung dengan sang anak buah dan menghabiskan malam ini dengan memeluk tubuhnya yang hangat di balik selimut. Namun ia tahu bahwa perempuan cantik yang sudah mempunyai suami itu pasti akan menolak apabila ia melakukan hal tersebut.

"Makannya sudah cukup, Nabila?" Tanya Pak Harso lagi.

"Sudah, Pak. Terima kasih," ujar Nabila.

Pak Harso pun membereskan beberapa sisa makanan yang tergeletak di tikar tersebut, agar tidak mengganggu tempat istirahat mereka. Di saat yang sama, Nabila tampak sedang memasukkan sebuah pisang yang sudah dikupas ke dalam mulutnya, yang merupakan makanan terakhirnya malam itu. Buah tersebut berukuran cukup besar, sehingga perempuan berjilbab itu sempat kesulitan untuk memasukkannya ke dalam mulutnya yang mungil.

Meski pemandangan itu adalah sesuatu yang sederhana, tetapi Pak Harso tetap saja sampai harus menelan ludah karenanya. Ia jadi membayangkan hal yang tidak-tidak saat melihat pemandangan tersebut. Ia berimajinasi bahwa yang sedang dimasukkan ke dalam mulut oleh Nabila adalah kemaluannya yang kembali membesar menjelang malam hari ini.

"Enak banget pasti kalau kamu mau memasukkan penisku ke dalam mulut indahmu itu, Nabila, lalu memainkan ujungnya dengan lidahmu, dan mengisapnya kuat-kuat," pikir Pak Harso dalam hati. Namun, ia tentu tidak berani untuk mengucapkannya secara langsung di hadapan sang anak buah yang manis itu.

"Bawwpawwkk kewwnawwpaww liwwhawwt sawwyaww bewwgiwwtuww?" Tanya Nabila dengan nada bicara yang tidak jelas, karena ia memang masih mengunyah pisang yang baru ia telan.

"Apa Nabila? Saya kurang jelas."

Nabila pun berusaha menelan seluruh buah yang ada di rongga mulutnya terlebih dahulu, sebelum kembali bicara. "Bapak kenapa lihat saya begitu? Ada yang salah kah?" Tanya Nabila sambil memeriksa pakaian yang ia kenakan dan menyentuh kedua pipinya, khawatir ada noda makanan atau debu-debu yang menempel.

"Oh, tidak ada apa-apa, Nabila," ujar Pak Harso sambil tersenyum. "Saya hanya ..."

"Hanya apa, Pak Harso?" Ujar Nabila yang kini berbaring menghadap ke arahnya dengan tubuh yang tertutupi selimut. Pak Harso pun turut berbaring sambil menghadap sang perempuan, meski masih menyisakan jarak di antara tubuh mereka berdua.

"Saya hanya berpikir bagaimana kehidupan kita di rumah dan kantor, setelah kita selamat dari tempat ini. Pasti semuanya akan berbeda," Pak Harso akhirnya memutuskan untuk memberikan jawaban yang aman, dan menyimpan gairah birahi yang ia rasakan untuk dirinya sendiri saja. Setidaknya untuk saat ini.

Mendengar kata-kata Pak Harso, Nabila pun jadi berpikir tentang hal itu. Mereka berdua memang harus mempersiapkan diri akan apa pun yang mungkin terjadi begitu mereka sampai di Indonesia, mulai dari kemungkinan rekan kerja mereka ada yang tidak selamat, hingga fakta bahwa Nabila dan para perempuan lain yang ikut menginap di bukit Amanika telah mengalami pelecehan seksual dari tentara Tukatu yang membuat mereka trauma. Itu pun masih dengan catatan bahwa mereka berdua berhasil selamat, dan tidak kembali bertemu dengan tentara Tukatu yang ingin mencelakai mereka seperti kemarin.

Namun tiba-tiba Nabila malah tersenyum, yang membuat Pak Harso keheranan. "Mengapa kamu tersenyum, Nabila? Memangnya ada yang lucu?"

"Saya hanya bersyukur ketika kita terpisah satu sama lain, saya ditemani oleh dirimu Pak Harso, seseorang yang bisa saya percaya. Saya tidak tahu apa bisa memberikan kepercayaan yang sama apabila bersama dengan Tomi, Pak Doni, atau Pak Karjo," ujar Nabila sambil tersenyum.

"Memangnya mereka kenapa?"

"Ya, selama ini mereka kan terkenal tengil dan suka bercanda. Saya khawatir mereka akan bersikap kekanak-kanakan juga menghadapi masalah ini. Beda dengan pak Harso yang saya percaya bisa menghadapi ini dengan dewasa. Dan itu terbukti benar."

Kata-kata tersebut membuat Pak Harso terdiam. Di matanya, senyum Nabila saat itu merupakan senyum terindah yang pernah ia lihat seumur hidupnya.

"Dan juga ..."

"Dan juga apa, Nabila?" Tanya Pak Harso yang penasaran dengan kata-katanya yang terpotong.

"Dan juga saya tidak yakin mereka tidak akan memanfaatkan situasi untuk menyentuh tubuh saya," jawab Nabila malu-malu.

"Maksudnya bagaimana?"

"Sejak kemarin, sebenarnya banyak kesempatan bagi Bapak untuk menyentuh tubuh saya, kan? Termasuk saat tubuh saya digerayangi oleh tentara Tukatu bajingan itu. Namun Bapak tetap menghormati saya, dan tidak melakukan yang aneh-aneh. Bapak baru menyentuh tubuh saya begitu saya sendiri yang memintanya karena takut tidur sendirian. Saya tidak percaya hal yang sama akan terjadi apabila saya bersama pria lain," ujar Nabila. "Terima kasih ya, Pak."

Pipi Pak Harso pun menjadi bersemu mendengar kata-kata tersebut. Dalam hati, ia bersyukur Nabila tidak bisa membaca niat buruk yang sebenarnya sudah hinggap di kepalanya sejak mereka sampai di daerah timur Indonesia ini. Pria tersebut memang telah membayangkan bisa menyetubuhi Nabila sejak pesawat yang mereka tumpangi dari Jakarta mendarat.

Namun di sisi lain, Pak Harso juga kecewa mendengar kata-kata itu, karena artinya Nabila mungkin tidak ada keinginan sedikit pun untuk melakukan hal-hal berbau seksual dengan dirinya. Mungkin perempuan tersebut memang hanya ingin melakukannya dengan pria yang seusia dengannya, seperti sang suami.

"Saya masih ingat bagaimana perasaan saya sewaktu Pak Harso dipindahkan ke cabang multifinance kita saat ini. Jujur, waktu itu saya yang masih merupakan staf pemasaran biasa merasa khawatir Bapak akan melakukan perubahan drastis yang membuat saya tidak nyaman. Saya bahkan sempat berpikir untuk resign."

"Lho, kenapa begitu?" Tanya Pak Harso. "Memangnya muka saya nyeremin?"

"Hahaa ..." Nabila tampak tertawa renyah. Di bawah sinar bulan yang kebetulan sedang purnama, Pak Harso bisa melihat betapa indahnya kedua bibir sang perempuan berjilbab yang masih bisa menunjukkan wajah bahagia di tengah tragedi yang menimpa dirinya tersebut. "Bukan begitu. Namun saya adalah sosok yang kurang suka dengan perubahan, serta cenderung kurang percaya diri. Untungnya Bapak memanggil saya waktu itu ke ruangan dan menjelaskan visi misi Bapak untuk cabang kita, dan meyakinkan saya untuk mengejar tantangan, hingga saya akhirnya bisa menjadi Manajer Pemasaran seperti sekarang. Saya berutang itu semua pada Bapak."

Pak Harso tidak menyangka bahwa hal sederhana yang ia lakukan bertahun-tahun lalu, yang sebenarnya merupakan kewajiban dia sebagai seorang pimpinan untuk memberi semangat kepada bawahan, bisa menjadi momen penting untuk karyawati seperti Nabila yang telah mencuri perhatiannya sejak pertama kali datang ke kantor cabang perusahaan multifinance itu.

"Saya selalu kagum bagaimana Bapak semasa menjabat sebagai pimpinan cabang tak hanya bisa menjadi sosok ayah, tetapi juga bisa sebagai teman yang selalu mendukung kami," ujar Nabila. "Bapak bahkan merupakan sosok pendamping yang sempurna."

Kalimat terakhir yang diucapkan Nabila menarik perhatian Pak Harso. "Hmm, apa maksud kamu kalau saya merupakan sosok pendamping yang sempurna?"

"Bagaimana ya menggambarkannya?" ujar Nabila yang seperti kebingungan untuk menjawab pertanyaan itu. "Mungkin contohnya adalah saya sering iri dengan Bu Suyati yang mendapatkan Bapak sebagai suami, ia pasti sangat beruntung mempunyai suami yang bisa memberikan nafkah lahir dan batin, mencurahkan perhatian, sekaligus memberikan pertolongan dengan penuh tanggung jawab."

"Memangnya suami kamu tidak begitu?"

"Suami saya mirip dengan lelaki lain di luar sana sepertinya, yang tidak sesempurna Bapak. Ia sering lupa hari-hari penting dalam perjalanan asmara kami berdua, serta cenderung lebih memilih untuk pergi bersama temannya dibanding dengan saya. Dan yang paling saya tidak suka, ia sering mengabaikan tanggung jawab dan berpikir semua masalah bisa selesai dengan kami berdua melakukan hubungan seks."

Nabila akhirnya mengeluarkan semua uneg-uneg tentang sang suami yang selama ini ia tahan dalam hati. Suasana malam yang sunyi dan kebersamaan dengan Pak Harso membuat dia menjadi nyaman untuk menceritakan kisah hidupnya yang tidak terlalu sempurna di hadapan sang atasan.

"Terima kasih ya Pak Harso sudah berkali-kali menyelamatkan hidup saya," ujar Nabila dengan mata yang berkaca-kaca. Apabila diteruskan, air mata yang deras pasti langsung akan membanjiri pipinya yang kemerahan.
 
Terakhir diubah:
Part 20: Beruntung

Tak tega melihat perempuan cantik di hadapannya bersedih seperti itu, Pak Harso pun berinisiatif untuk mengulurkan tangan kirinya dan menyentuh jemari Nabila. Ia hanya ingin menjadi teman bicara yang baik, tanpa membuat Nabila salah paham.

Tanpa diduga, sang perempuan tampak tidak menolak. Ia bahkan ikut menggerakkan jarinya hingga tangan mereka kini saling bertaut dan menggenggam, dengan mata mereka saling menatap satu sama lain.

Raut wajah Nabila yang sayu membuat Pak Harso memutuskan untuk menggeser tubuhnya hingga tepat berada di sebelah kanan sang perempuan berjilbab itu, meski belum sampai benar-benar menempel. Di posisi tersebut, Pak Harso bisa dengan mudah mengelus pipi Nabila yang sedikit tembam dengan punggung tangan kanannya.

Nabila-1.jpg

"Semua kehidupan pasti ada tantangannya, Nabila. Namun saya yakin kamu bisa menghadapi semuanya karena kamu adalah sosok perempuan yang penuh semangat, dan kamu akan terus memutar otak untuk mencari jalan keluar dari setiap masalah," ujar Pak Harso dengan nada bicara yang lembut.

"Mengapa Bapak bisa berkata seperti itu?" Tanya Nabila sambil terus menatap wajah pimpinannya tersebut.

"Saya ingat betul saat datang sebagai pimpinan baru di kantor cabang kita, hal pertama yang ingin saya lakukan adalah menemui tim Pemasaran. Sebelum masuk ke ruangan kalian, saya tak sengaja mendengar perbincangan kamu dengan Manajer Pemasaran saat itu bahwa ada satu nasabah yang komplain dan minta masalahnya diselesaikan hari itu juga."

Nabila berusaha mengingat-ingat kejadian yang dimaksud Pak Harso, dan baru menemukannya beberapa detik kemudian. "Ya ampun, yang soal Pak Haji Abdullah?"

Pak Harso tersenyum. Ia begitu salut dengan kemampuan Nabila untuk mengingat semua nasabah yang ia miliki dan masalah-masalah yang mereka alami. Ia sendiri mungkin tidak sanggup melakukan hal itu.

"Seingat saya, waktu itu pimpinan kamu ngotot untuk menunda penyelesaian masalah karena itu adalah hari pertama saya datang sebagai pimpinan cabang. Dia akhirnya memutuskan untuk menyambut saya, sedangkan kamu sama sekali tidak hadir saat saya memberikan sambutan dan pengarahan kepada seluruh tim."

"Iya itu karena saya ..."

"Karena kamu langsung datang ke rumah Pak Haji Abdullah dan menyelesaikan masalah dia, lalu terburu-buru kembali ke kantor. Kamu mengendap-ngendap masuk dan bergabung dengan tim Pemasaran yang lain tepat di saat sesi pengarahan hampir selesai," ujar Pak Harso memotong kata-kata Nabila.

"Jadi Bapak tahu soal itu?"

"Saya bahkan tahu betapa berkeringatnya kamu saat itu, hee."

Nabila makin merasa kagum dengan sang pimpinan yang ternyata memperhatikan detail-detail sekecil itu. Padahal ia yakin betul bahwa kejadian tersebut merupakan satu-satunya hal yang berhasil ia sembunyikan selama bertahun-tahun.

"Sejak saat itu, saya melihat potensi besar di diri kamu. Makanya saya mulai memberikan tanggung jawab lebih khusus untuk kamu, dan terbukti kamu bisa memenuhi semuanya, dan sekarang menjadi Manajer Pemasaran."

Keduanya pun terdiam, dan larut dalam pemikiran mereka masing-masing. Pak Harso yang melihat Nabila sebagai perempuan yang punya semangat tinggi tetapi saat ini sedang berada dalam kondisi rapuh. Sedangkan sang perempuan bertambah kekagumannya kepada sosok sang pimpinan yang kini tengah berbaring tepat di hadapannya.

"Selamat tidur, Nabila," Pak Harso akhirnya memutus keheningan tersebut dan hendak berbalik kembali ke tempatnya semula. Namun tiba-tiba Nabila menahan genggaman tangan mereka.

"Bapak tidak tidur di sini saja? Hmm ... supaya lebih hangat?" Ujar Nabila malu-malu. Namun Pak Harso bisa merasakan bahwa itu bukan hanya tawaran biasa, karena tangan sang perempuan mengatakannya sambil meremas erat tangan Pak Harso.

Sebagai laki-laki normal, Pak Harso jelas tidak bisa berkata tidak. Ia pun langsung menyingkap selimut yang menutupi tubuh Nabila, dan ikut masuk ke baliknya. Tubuh mereka kini telah saling berhimpitan, agar selimut yang tidak terlalu besar tersebut bisa cukup untuk mereka berdua.

Jemari tangan Nabila yang lentik kini tengah bermain-main di tangan Pak Harso, hingga menyentuh cincin pernikahan yang masih terpasang di sana. Perempuan manis itu bahkan mulai mengelus cincin indah itu. Pria tua tersebut pun menyadari apa yang terjadi, dan berinisiatif untuk melepasnya, demi menjaga perasaan perempuan di hadapannya. Namun, Nabila tampak menahan gerakannya dan menggelengkan kepala.

"Tidak usah, Pak," ujar Nabila setengah berbisik.

"Kamu yakin?"

Nabila pun mengangguk, lalu tersenyum. Parasnya yang cantik membuat dada Pak Harso berdebar hebat.

Pria berusia 50 tahun itu pun mulai mendekatkan wajahnya ke arah Nabila, hingga bisa merasakan setiap nafas yang keluar dari hidung perempuan bertubuh seksi tersebut. Kini bibir mereka hanya terpisah sekitar beberapa senti.

"Aku menyukai kamu, Manajer Pemasaran-ku," bisik Pak Harso, yang membuat pipi Nabila menjadi bersemu.

"Aku ... aku juga menyukai kamu, Pimpinan Cabang-ku," balas Nabila.

Dalam keheningan malam di hutan yang lebat itu, bibir Pak Harso bersentuhan untuk pertama kalinya dengan bibir Nabila yang ranum. Pria tua itu bisa merasakan sengatan kehangatan yang langsung menjalar ke seluruh tubuhnya begitu kecupannya disambut mesra oleh sang perempuan. Nabila tampak membuka mulutnya dengan pasrah, membiarkan sang atasan memasuki rongga mulutnya dengan lidah yang kasar. Ia pun menikmati rangsangan tersebut dengan mata terpejam.

Perempuan tersebut tidak pernah membayangkan bisa berada di posisi seperti itu seumur hidupnya. Namun kondisi malam yang dingin, situasi yang romantis, dan kerinduannya akan sentuhan seorang lelaki membuat Nabila seperti begitu ingin disentuh oleh atasannya tersebut malam ini, tak peduli ap konsekuensi dari perbuatan tersebut nantinya.

Pak Harso pun mencoba untuk tidak terlalu bersemangat dalam mencurahkan rangsangan demi rangsangan yang sebenarnya sudah ingin segera ia tumpahkan ke tubuh Nabila. Ia sengaja berlama-lama bermain bibir dengan perempuan tersebut, sambil mengusap mesra kepalanya yang berbalut jilbab.

Beberapa menit kemudian, baru Pak Harso mengarahkan tangannya ke arah payudara Nabila yang begitu menggiurkan. Dari luar kaos lengan panjang yang dikenakan perempuan tersebut, Pak Harso sudah bisa merasakan betapa lembut dan kenyalnya kedua buah dada tersebut. Apalagi setiap dia melakukan remasan, Nabila tampak merespon dengan desahan yang kian lama kian kencang mengisi keheningan malam.

Nabila tampak sangat ingin dipuaskan malam ini, dan Pak Harso sebagai pria yang sudah berpengalaman dalam urusan seksual tentu paham akan hal itu. Ia pun menyelusup masuk ke balik selimut, menuju tubuh bagian bawah sang perempuan. Dengan cepat, ia menarik celana tersebut ke bawah, hingga celana dalam berwarna krem milik Nabila jelas terlihat. Ia sempat mengendua baunya yang begitu khas sejenak, sebelum kemudian turut melorotkannya.

"Bapak mau apa .... Aaaahhhhhhhhhhhh ..."

Nabila melolong begitu keras saat merasakan kemaluan yang selama ini selalu ia jaga untuk sang suami bersentuhan dengan lidah Pak Harso yang basah dan hangat. Apalagi lidah tersebut tak hanya mengusap-usap bagian luarnya saja yang bersih tanpa bulu, melainkan turut masuk ke dalam, membelah celah di liang senggama perempuan tersebut.

"Pak Harso, ahhhhh .... Apa yang Bapak lakukan? Ahhhhh ..."

Ini adalah pertama kali dalam sejarah hidupnya Nabila merasakan vaginanya dijilat dan dilumat dengan lidah dan mulut oleh seorang lelaki. Suaminya sendiri tidak pernah mau melakukannya dengan alasan kebersihan. Karena itu, Nabila pun tak sempet mempersiapkan diri untuk menerima kenikmatan batu tersebut.

Dari luar, hanya terlihat seorang perempuan berbalut selimut yang sedang merem melek menahan birahi, sambil mengeluarkan erangan binal. Sedangkan Pak Harso sendiri sama sekali tidak terlihat karena seluruh tubuhnya berada di balik selimut.

Nabila yang biasanya menahan diri dari mengeluarkan desahan yang terlalu kencang karena takut terdengar orang lain, kini merasa lepas. Ia tahu tidak akan ada seorang pun yang mendengar ledakan gejolak birahinya di hutan itu. Karena itu, ia pun melepaskan desahan terbinalnya yang selama ini tertahan. Untuk menahan gejolak, ia pun mengangkat tangannya untuk berpegangan ke dahan pohon rindang tempat dirinya bernaung saat ini.

Pak Harso benar-benar melakukan prinsip "talk less, do more". Dalam diam, ia terus memberikan rangsangan demi rangsangan ke kemaluan Nabila, yang membuat sang perempuan merasakan kenikmatan luar biasa. Apalagi ketika sang pria tua mengemut klitoris yang tergantung di liang vaginanya, Nabila pun tidak mampu bertahan lagi. Beberapa detik kemudian, Pak Harso bisa merasakan keluarnya cairan cinta dari selaput kemaluan sang perempuan, diikuti lunglainya tubuh dara ayu tersebut.

Mengetahui hal itu, Pak Harso pun kembali naik ke tubuh bagian atas perempuan tersebut hingga wajah mereka saling berhadapan. Pria tua itu pun bisa menyaksikan dari dekat paras binal bawahannya yang baru merasakan orgasme pertamanya malam itu. Matanya tampak sayu, dengan nafas yang menderu, dan bibir indahnya yang sedikit terbuka. Berbeda jauh dengan penampilan sehari-hari Nabila yang penuh semangat dan anggun. Pak Harso pun merasa bangga bisa membuat Nabila merasakan kenikmatan birahi seperti itu.

"Enak, Nabila?" Tanya Pak Harso yang langsung dijawab dengan anggukan oleh perempuan tersebut.

Dengan tenaga yang tersisa, Nabila mendorong tubuh Pak Harso hingga bangkit dan terduduk di atas tikar. Perempuan tersebut kemudian menghampirinya dan langsung meletakkan tangannya di pipi sang pria tua, dan kembali melumat bibir keriputnya.

"Hmmpphhh ...."

Hanya terdengar desahan liar dari bibir Nabila, yang seperti berusaha mengucapkan terima kasih pada sang atasan yang telah memberinya kepuasan. Namun hal itu justru membuat Pak Harso tak tahan, dan mulai menarik kaos lengan panjang yang dikenakan Nabila ke atas hingga terlepas. Ia pun melanjutkannya dengan melepaskan kaitan bra yang menutupi buah dada berukuran besar milik perempuan tersebut.

Nabila pun membalas dengan melakukan hal yang sama terhadap kaos yang dikenakan Pak Harso. Selama beberapa detik, keduanya tampak memperhatikan dan mengagumi tubuh pasangan mereka masing-masing, yang samar terlihat di bawah sinar bulan purnama malam itu. Mata Pak Harso tampak terfokus pada puting payudara perempuan tersebut yang begitu indah.

Namun yang pertama mengambil inisiatif justru Nabila. Perempuan tersebut bergerak ke arah dada Pak Harso dan mulai menjilati puting dada pria tersebut, seperti apa yang ia lakukan kepada sang suami beberapa hari sebelumnya. Pak Harso pun membalas dengan cara meremas-remas buah dada Nabila yang terbuka, dan memainkan jemarinya di puting perempuan tersebut.

Permainan tangan Pak Harso di payudaranya membuat Nabila tidak tahan. Ia pun melepas kecupannya di dada sang pria tua dan mulai meremas-remas rambut Pak Harso yang masih asyik bermain dengan payudaranya.

"Nghhhh, enak banget Pak ...." Ujar Nabila sambil menggigit bibir bawahnya.

"Saya suka sekali bentuk payudaramu, Nabila. Jujur selama ini saya sering membayangkan bisa menyentuhnya secara langsung, tetapi tidak menyangka akhirnya bisa melakukan hal ini secara nuata," jawab Pak Harso.

Nabila yang kembali naik birahinya setelah mengalami orgasme tersebut pun mulai menarik kepala Pak Harso, memaksa sang pria tua untuk memainkan payudaranya denga mulut.

"Saya tahu Bapak atasan saya kalau di kantor, tapi saya mohon turuti keinginan saya kali ini, Pak. Saya ingin dipuaskan, ahhhh ...." Nabila mengerang binal saat lidah Pak Harso menyentuh puting payudaranya. "Hisap terus, Pak. Nggghhhhhhh."

Pak Harso pun mengeluarkan semua teori yang ia ketahui tentang cara memuaskan pasangan dengan lidahnya. Ia mulai dengan menjilat-jilat puting payudara Nabila, sebelum kemudian berputar-putar di sekelilingnya, lalu memasukkan seluruhnya ke dalam mulut dan menghisapnya kuat-kuat.

Diperlakukan seperti itu baik di buah dada sebelah kanan dan kiri, membuat Nabila kembali terangsang. Ia merasakan kemaluannya sudah kembali lembab, padahal malam masih sangat panjang. Dalam hati ia memuji stamina dan kemampuan Pak Harso di usianya yang senja, dan memuji keberuntungannya bisa mendapatkan kenikmatan demi kenikmatan malam ini.

Pak Harso yang sudah tidak tahan akhirnya berdiri dan mulai melepas celana panjang berikut celana dalam yang menutupi penis besar miliknya. Melihat pemandangan kemaluan Pak Harso yang sudah begitu tegang, Nabila menjadi terpana. Meski tidak terlalu panjang, penis tersebut mempunyai diameter yang besar, lengkap denga urat yang mengencang seakan ingin melesak keluar. Yang pasti, ukuran kemaluan Pak Harso jauh lebih besar dari milik suaminya yang biasa ia rasakan.

"Mendekat ke sini, Nabila," ujar Pak Harso lembut.

Bagai sapi yang dicocok hidungnya, Nabila pun menurut. Ia kini berada dalam posisi berlutut, dengan wajahnya tepat sejajar dengan penis Pak Harso.

Berbeda dengan Nabila yang seperti memaksa Pak Harso untuk mengulum payudaranya beberapa saat lalu, Pak Harso kini hanya mengelus-elus lembut kepala Nabila yang kini masih mengenakan jilbab meski tubuhnya yang lain telah terbuka. Elusan Pak Harso tersebut terasa seperti sentuhan seorang ayah kepada anaknya, tetapi Nabila tahu betul bahwa sosok ayah ini mengharapkan dia melakukan sesuatu.

Mata Nabila sempat mendongak ke atas memandang ke arah mata sang pria tua. Pak Harso pun mengangguk seperti memberi persetujuan. Setelah itu, Nabila pun mulai menyentuh kemaluan jumbo sang atasan dan langsung menjilat ujungnya.

"Ahhhh, iya seperti itu, Nabila. Saya suka," ujar Pak Harso mendesah. "Kamu pernah melakukan ini?"

Nabila pun menggeleng.

Ia memang belum pernah melakukan eksplorasi yang intens dalam hal seksual bersama sang suami, salah satunya adalah blow job. Menurutnya, aktivitas tersebut cenderung tidak higienis dan bisa merusak mood saat bercinta. Namun malam ini perempuan tersebut merasa aneh, karena ia tiba-tiba sangat ingin untuk melakukan itu untuk pertama kalinya, terlebih setelah mendapat orgasme pertamanya dari sang atasan beberapa waktu sebelumnya.

"Pelan-pelan saja, masukkan batang kontolku ke mulut kamu," ujar Pak Harso dengan penuh kesabaran, meski dalam hati ia sudah tidak sabar untuk menjadi pria yang pertama merasakan kemaluannya dihisap oleh bibir dan mulut perempuan berjilbab itu.

Nabila pun mengikuti arahan Pak Harso dan mulai memasukkan batang penis tersebut sedikit demi sedikit ke dalam mulutnya, sambil mengulumnya perlahan. Ia melakukannya dengan berhati-hati, tak mau menyakiti Pak Harso dengan giginya yang tajam. Gerakan tersebut membuat pria tua yang tengah berdiri di atas tikar itu tampak puas.

"Nikmat sekali, Nabila. Tidak kuduga Manajer Pemasaran-ku bisa memberikan blow job seenak ini. Nggghhhhh ...."

Kata-kata cabul Pak Harso membuat Nabila semakin bersemangat. Ia pun mempercepat gerakannya mengocok kemaluan Pak Harso di mulutnya, meski dengan perasaan hati-hati agar tidak mengecewakan. Karena itu, terdengar bunyi kecipak tanda batang penis Pak Harso mulai beradu dengan liur yang membasahi rongga mulut sang perempuan, menimbulkan rasa hangat yang unik dan menggugah.

"Terus, cantik. Ahhh ... mainkan terus kontolku seperti itu, ngghhhhh."

Birahi Pak Harso sepertinya sudah semakin menanjak, semakin dia mengeluarkan racauan yang binal. Dan ia tentu tidak ingin mencapai klimaks secepat itu.

Dengan cepat, Pak Harso menarik diri agar kemaluannya terlepas dari mulut indah sang anak buah. Belum sempat Nabila merespon, Pak Harso sudah berusaha menggendong tubuh tanpa busana perempuan tersebut dari depan, lalu bergerak ke depan hingga tubuh Nabila terhimpit antara Pak Harso dan batang pohon besar tempat mereka beristirahat.

Dalam hati, Nabila tidak menyangka Pak Harso yang sudah berusia lanjut mampu untuk menggendong tubuhnya seperti itu. Perempuan cantik itu merespon dengan mengalungkan tangannya di leher Pak Harso serta mengaitkan tungkai kakinya, agar tidak terjatuh.

Mata Pak Harso tepat berada di depan bola mata Nabila. Mereka saling menatap tajam tanpa suara, seiring Pak Harso mulai memasukkan penisnya ke dalam vagina Nabila. Bibir indah sang perempuan semakin terbuka, seiring dia merasakan liang senggamanya dibelah oleh kemaluan jumbo sang atasan.

"Cupppp, hmmmpphhh ..." Pak Harso tak tahan melihat raut binal di wajah Nabila, dan kembali mengulum bibirnya.

Sementara itu, penisnya kini telah terbenam begitu dalam di vagina yang sepertinya masih berusaha menyesuaikan diri dengan ukuran benda asing yang memasuki rongga sempitnya malam ini. Setelah itu, Pak Harso mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, hingga penis sang pria pun masuk terbenam di selangkangan indah sang perempuan muda.

"Enak gak, Nabila?"

Perempuan cantik yang masih memandang mata Pak Harso itu pun mengangguk malu-malu.

"Aku ingin dengar suara kamu," desak Pak Harso.

"Iya, enak Pak Harso. Ahhhh ..."

Ini adalah pengalaman pertamanya disetubuhi dengan posisi itu, tetapi Nabila cukup yakin bahwa kenikmatan yang ia rasakan kali ini merupakan salah satu yang ternikmat yang pernah ia rasakan. Entah karena faktor suasana malam di hutan, kemaluan Pak Harso yang besar, atau posisi bersetubuh seperti ini yang memang benar-benar bisa memuaskannya.

Apalagi dengan posisi itu, buah dadanya yang terbuka bebas kini bisa bergesek-gesekkan dengan dada sang pria tua. Membuatnya serasa dirangsang secara sporadis dari berbagai titik. Dan kini, Pak Harso kembali menambah rangsangan tersebut dengan cara mengecup lehernya.

"Dari dulu aku sudah membayangkan bagaimana rasanya bisa menikmati tubuh perempuan berjilbab seperti kamu, Nabila. Dan kini aku bisa menyatakan bahwa aku begitu menyukainya," bisik Pak Harso yang sepertinya sudah begitu tergila-gila dengan hangat dan sempitnya lian senggama milik Nabila.

Setelah puas menggenjot Nabila dengan posisi menggendong, Pak Harso pun merebahkan perempuan bertubuh putih dan mulus tersebut ke atas tikar. Ia pun seperti tidak ingin membuang waktu dan langsung kembali memasukkan kemaluannya kembali ke dalam vagina sang perempuan.

"Nghhh ... Terus masukin kayak tadi, Pak Harso, Ahhh," Nabila tampak mulai gelisah, karena birahinya kini sudah kembali mendekati puncak dan sudah mulai memaksa untuk dilepaskan.

Pak Harso pun tersenyum mendengar itu, dan menuruti perintah sang bawahan dengan kembali menggenjot penisnya dengan kecepatan tinggi. Ia sendiri merasa aneh karena biasanya tidak pernah berhasil bersetubuh dengan intensitas tinggi seperti ini dengan sang istri. Namun saat bersama Nabila malam ini, ia seperti punya stamina super meski tidak meminum obat penambah tenaga.

Pria tua tersebut coba mengangkat kedua tangan Nabila ke atas hingga ketiaknya terbuka. Tanpa merasa jijik, Pak Harso mengendus bau khas lipatan tubuh yang tersembunyi itu, yang kini telah mulai basah oleh keringat. Nabila pun menggelinjang diperlakukan seperti itu.

"Pak Harso, kamu benar-benar bikin aku gak kuat, nggghhhhh ...."

Tangan Pak Harso meraba jemari Nabila, dan berhasil menemukan cincin pernikahan yang masih dikenakan perempuan tersebut. Pria tua itu menatap Nabila yang sedang ia tindih dan genjot kemaluannya, lalu berbisik penuh emosi.

"Saya pinjam dulu istri cantiknya ya Pak Rama, saya pengin bikin dia jadi ketagihan sama kontol saya yang besar, hingga dia rela menjadi pemuas nafsu birahi saya," bisik Pak Harso di telinga Nabila.

Bukannya marah, Nabila justru merasa begitu terangsang mendengar kata-kata tersebut, dan malah terpacu untuk membalasnya.

"Bu Suyati, kontol suaminya besar banget sih. Walau dia atasan saya, tapi saya rela buka selangkangan saya untuk ia masuki setiap hari di kantor, ahhhh ..."

Kata-kata tersebut membuat libido Pak Harso memuncak, dan pria tua itu pun merasa ada gejolak yang mulai muncul di bagian bawah tubuhnya.

"Saya mau keluar, Nabila," bisiknya.

Dalam keadaan normal, Nabila pasti sudah memaksa sang pimpinan cabang untuk tidak mengeluarkan sperma di dalam vaginanya. Namun kini perempuan berjilbab itu tampak sudah tenggelam dalam palung birahi, yang membuatnya tidak mampu untuk menolak apapun yang dilakukan pria tua yang kini tengah menindihnya.

"Pak Harso tanggung jawab yah ..." hanya itu kata-kata yang berhasil ia ucapkan.

"Pasti, Nabila. Aku cinta kamu ... Aaaaaaaaaarrrgggghhhhhhhhh ...."

"Ahhhhhhh, aku keluar Pak Harsooooo. Ngggghhhhhhh ..."

"Aku juga, Nabila, ahhhhhhhhh ...."

Kedua insan yang berbeda usia cukup jauh tersebut pun langsung lunglai di atas tikar yang kini sudah lecek di sana sini. Mereka bahkan tidak mempunyai tenaga untuk sekadar mengenakan pakaian mereka kembali. Pak Harso hanya bisa menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang mereka berdua, serta menarik tubuh indah Nabila agar masuk ke dalam dekapan tubuhnya yang hangat.

(Bersambung)
 
Terakhir diubah:
Whoaaaaa....
Akhirnyaaa....
Nabilaku....
Binal juga ternyata kamu Nabila. Istri yang alim, baik, setia dan pendiam ternyata memendam sisi liar hohoho....
Sangat sesuai dengan ekspektasi. Nabila memperoleh kenikmatan seksual yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Oral, standing sex dan orgasme ampe 2 kali. Wuihhhh...
Dirty talknya Nubie suka Hu. Palagi yg pas Pak Harso bilang pinjam Nabila ke suaminya sambil mainin cincin kawin Nabila dan dibalas Nabila yg seolah bilang k Bu Suyati klo kontol suaminya besar. Tp yg lebih epic adalah kata2 Nabila pas tau Pak Harso mau klimaks..."Pak Harso tanggung jawab yah..."
Uwu uwu uwu... suka banget Hu.
Lah... tombol emotnya kok mati. Komennya jd ga bs ekapresif ni wkwkwk
Eh ternyata pak hakim belum pulang yak. Meski gak rinci, tp buat Nubie cukup menarik jg kisah hubungan keduanya. Mgkin krn faktor rasa bersalah Bu Suyati di awal2 selingkuhnya. Lanjut Bu Suyati hohoho
Mantap Hu
Makasih updatenya Suhu @fathimah.
Semoga pagi harinya Nabila dan Pak Harso kembali memadu kasih tanpa Nabila mengenakan jilbabnya agar Pak Harso bisa menikmati keindahan Nabila dr ujung rambut ampe ujung kaki seutuhnya hohoho
Ah jadi ngiler bayanginnya hahahaaa...
Selalu ngangenin buat ditongkrongin thread Suhu @fathimah. Penokohan dan alurnya mantap
Monggo dilanjut
 
Whoaaaaa....
Akhirnyaaa....
Nabilaku....
Binal juga ternyata kamu Nabila. Istri yang alim, baik, setia dan pendiam ternyata memendam sisi liar hohoho....
Sangat sesuai dengan ekspektasi. Nabila memperoleh kenikmatan seksual yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Oral, standing sex dan orgasme ampe 2 kali. Wuihhhh...
Dirty talknya Nubie suka Hu. Palagi yg pas Pak Harso bilang pinjam Nabila ke suaminya sambil mainin cincin kawin Nabila dan dibalas Nabila yg seolah bilang k Bu Suyati klo kontol suaminya besar. Tp yg lebih epic adalah kata2 Nabila pas tau Pak Harso mau klimaks..."Pak Harso tanggung jawab yah..."
Uwu uwu uwu... suka banget Hu.
Lah... tombol emotnya kok mati. Komennya jd ga bs ekapresif ni wkwkwk
Eh ternyata pak hakim belum pulang yak. Meski gak rinci, tp buat Nubie cukup menarik jg kisah hubungan keduanya. Mgkin krn faktor rasa bersalah Bu Suyati di awal2 selingkuhnya. Lanjut Bu Suyati hohoho
Mantap Hu
Makasih updatenya Suhu @fathimah.
Semoga pagi harinya Nabila dan Pak Harso kembali memadu kasih tanpa Nabila mengenakan jilbabnya agar Pak Harso bisa menikmati keindahan Nabila dr ujung rambut ampe ujung kaki seutuhnya hohoho
Ah jadi ngiler bayanginnya hahahaaa...
Selalu ngangenin buat ditongkrongin thread Suhu @fathimah. Penokohan dan alurnya mantap
Monggo dilanjut
Sependapat dengan suhu @Bankonk
Tadinya mau komen kek gini, keasikan ngulang2 baca dirty talknya pak harso x nabila..
Bener2 percakapan yang keren ini suhu @fathimah , crotable sekalii wqwq.. patut untuk dikembangkan terus nih dirty talknya, mempermainkan cincinnya sambil berkawinnya mereka.. ditambah canda tawa dalam kawin berselingkuh, Uuiihhh.. Mantabs daah..

Masih terngiang2 mulu nih percakapan mereka.. Apalagi nuansanya natural di hutan, dibawah sinar rembulan...happy n fun merekanya tanpa paksaan saling lepas...itu mani2 Tn Harso yg termucratkan dengan perasaan bahagia pasti kental bingit, banyak jumlahnya, dan senang salah satu dari milyaran mereka bisa jumpa melebur ama sel telur Ny Nabila, menyatu, berproses dengan full senyumnya. Awkwkwk...

Semoga nanti kalo ada momen hamilnya Ny Nabila, ama pasca lahiran anak mereka, juga turut diceritain lah..sebab kadang cerita seks begitu betinanya uda hamil lalu udah tamat. Padahal momen2 itu, wktu hamil, wktu udah lahirannya, menggairahkan tuh untuk diceritakan.. wqwq..

Sehat selalu suhu...dinanti update berikutnya... Penasaran siapa nanti dari mereka yg bangun pagi duluan..lalu mau apa? gimana coba ngebangunin selingkuhannya dihutan rimba nan dingin begitu....ama pancingan2 dirty talknya.. Wuuw.. wiu wiu wiu..
 
Bimabet
Pertamax diamankan..


Tumben ga dimasukan mulustrasinya

Maaf semalam keburu tidur sebelum sempat masukin mulustrasi. Sekarang sudah ya.

Sama tadi ada yang memberi masukan soal adegan blowjob, karena itu ada perubahan sedikit. Silakan re-read lagi bagi yang berminat.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd